PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI KAP, DISCLOSURE, UKURAN PERUSAHAAN KLIEN, DAN OPINI AUDIT SEBELUMNYA TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI Tahun 2007- 2011) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Disusun Oleh: KARINA ANINGDITA PRATIWI NIM. 109082000043 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/ 2013 M
150
Embed
PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI KAP, DISCLOSURE, …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/23869/1/KARINA... · PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI KAP, DISCLOSURE, UKURAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI KAP, DISCLOSURE, UKURAN
PERUSAHAAN KLIEN, DAN OPINI AUDIT SEBELUMNYA TERHADAP
OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI Tahun 2007- 2011)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
1. Bedah Buku “Perawan” dan Seminar Nasional “Sastra sebagai media
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan”, 24 November 2009.
2. Talkshow Pemberantasan Korupsi Bersama KPK yang
diselenggarakan BEMJ Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 9
September 2009.
3. Company Visit oleh BEMJ Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah ke
pabrik PT Indofood Sukses Makmur, Tbk, 13 Oktober 2009
4. Seminar Nasional oleh Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif
Hidayatullah, “Peran Asuransi dalam Era Globalisasi”, 20 Mei 2010.
vii
5. Company Visit oleh BEMJ Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah ke
Bursa Efek Indonesia dan Museum Bank Indonesia, 28 Desember
2010.
6. Mini Workshop “Tata Cara Pengisian Faktur Pajak sesuai PER
24/PJ/2012 stdd Per-08/PJ/2013”, Gedung G, Kampus STAN Bintaro,
20 April 2013.
VI. KEPANITIAAN
1. Company Visit ke Bursa Efek Indonesia dan Museum Bank Indonesia,
sebagai divisi acara, 28 Desember 2010
2. Program Pengenalan dan Studi Almamater (ProPeSa) oleh BEMJ
Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah, sebagai wakil ketua, 2011.
3. Accounting Fair 2011 oleh BEMJ Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah,
sebagai divisi konsumsi, 4-8 April 2011.
VII. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Wriadi
2. Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 2 Mei 1961
3. Ibu : Kartini
4. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Desember 1969
5. Alamat : Perum. Pakujaya Permai Blok A3/11
Serpong Utara- Tangerang Selatan
6. Anak ke dari : 1 dari 2 bersaudara.
viii
ABSTRACT
THE EFFECT OF AUDIT TENURE, ACCOUNTING FIRM REPUTATION, DISCLOSURE, COMPANY SIZE, AND PRIOR YEAR AUDIT OPINION TO
GOING CONCERN AUDIT OPINION
(Empirical Study on Manufacturing Companies that Listed at Indonesian Stock Exchange in 2007-2011)
By
Karina Aningdita Pratiwi
This research is to check the effect of audit tenure, accounting firm reputation, disclosure, company size, and prior year audit opinion to going concern audit opinion. This research was using samples of manufacturing industry. They were listed on the Indonesian Stock Exchange in 2007-2011. Based on method purposive sampling, research samples total are 110 financial statements. Hypothesis in this research used logistic regression. This research indicated that disclosure and prior year audit opinion had significant effect on the going concern audit opinion. Disclosure had significant value of 0,008 below 0,05 and prior year audit opinion had significant value of 0,00 below 0,05. Audit tenure, accounting firm reputation, and company size did not have significant effect on the going concern audit opinion. Keywords: going concern audit opinion, audit tenure, accounting firm reputation,
disclosure, company size, and prior year audit opinion.
ix
ABSTRAK PENGARUH AUDIT TENURE, REPUTASI KAP, DISCLOSURE, UKURAN PERUSAHAAN KLIEN DAN OPINI AUDIT SEBELUMNYA TERHADAP
OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI Tahun 2007-
2011)
Oleh Karina Aningdita Pratiwi
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh audit tenure, reputasi KAP,
disclosure, ukuran perusahaan klien, dan opini audit sebelumnya terhadap opini audit going concern. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2007-2011. Berdasarkan metode purposive sampling, total sampel penelitian adalah 110 laporan keuangan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi logistik. Penelitian ini menunjukkan bahwa disclosure dan opini audit seelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Disclosure memiliki nilai signifikan sebesar 0,008 berada dibawah 0,05, dan opini audit sebelumnya memiliki nilai signifikan sebesar 0,000 berada dibawah 0,05. Audit tenure, reputasi KAP, dan ukuran perusahaan klien tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Kata kunci: opini audit going concern, audit tenure, reputasi KAP, disclosure, ukuran perusahaan klien, dan opini audit sebelumnya.
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat
serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman,
yang telah membimbing umatnya menuju jalan kebenaran. Skripsi ini disusun
dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini,
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan,
bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung
dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Ayahanda Wriadi dan Ibunda Kartini tersayang terimakasih atas segala
pengorbanan, perhatian, kasih sayang, dukungan dan doa tiada henti yang
selalu tercurah untuk ananda, semoga ananda senantiasa bisa membuat kalian
bangga dan bahagia.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Rini, M.Si., Ak selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Hepi Prayudiawan, S.E., M.M., Ak selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
xi
5. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku Dosen Pembimbing Skripsi I
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
1. Data Sampel .................................................................................... 129
2. Hasil Output SPSS ........................................................................... 154
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan didirikan dengan tujuan memiliki kelangsungan hidup untuk
jangka panjang. Kondisi dan peristiwa yang dialami oleh suatu perusahaan
dapat memberikan indikasi kelangsungan usaha (going concern) perusahaan
tersebut, contoh kerugian operasi yang signifikan dan berlangsung secara terus
menerus sehingga menimbulkan keraguan atas kelangsungan hidup
perusahaan (Foroghi, 2012:1093).
Kelangsungan hidup perusahaan selalu dihubungkan dengan kemampuan
manajemen dalam mengelola perusahaan agar tetap bertahan hidup. Ketika
kondisi ekonomi tidak stabil, para investor mengharapkan auditor memberikan
informasi akan kegagalan keuangan perusahaan (Irfana dan Muid, 2012:1).
Going concern digunakan sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan
sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan
(contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap
berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah
berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar
aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan
operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (PSA No.30).
2
Opini yang diberikan auditor merupakan salah satu pertimbangan bagi
investor untuk pengambilan keputusan investasi. Pemberian opini modifikasi
(going concern) oleh auditor merupakan dampak keraguan perusahaan untuk
dapat melanjutkan kelangsungan usahanya (Astuti dan Darsono, 2012:1).
Opini ini merupakan bad news bagi pemakai laporan keuangan. Sulitnya
memprediksi kelangsungan hidup suatu perusahaan menyebabkan banyak
auditor yang mengalami dilema moral dan etika dalam memberikan opini
going concern (Januarti, 2008).
Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2010:21), KAP bertanggung jawab
pada audit atas laporan keuangan historis yang dipublikasikan, dari semua
perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa saham. Perusahaan yang
sahamnya diperdagangkan di bursa saham adalah perusahaan yang sudah go
public. Laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab manajemen perlu
diaudit oleh KAP sebagai pihak ketiga yang independen. Hal ini penting
karena jika tidak diaudit, ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut
mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Karena
itu laporan keuangan yang belum diaudit kurang dipercaya kewajarannya oleh
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut (Agoes,
2008:8).
Kepercayaan dari pihak-pihak yang berkepentingan sangatlah penting bagi
perusahaan go public. Namun kini, segelintir masyarakat telah kehilangan
kepercayaannya terhadap auditor. Dewasa ini telah banyak terjadi kasus
hukum yang melibatkan entitas bisnis, terutama dalam manipulasi akuntansi
3
(Beams et. al, 2013:1). Peristiwa ini telah terjadi pada perusahaan besar di
Amerika seperti Enron, WorldCom, Xerox, dan lain-lain yang pada akhirnya
bangkrut. Hal tersebut menyebabkan profesi akuntan publik menjadi kritikan
karena diasumsikan memberikan informasi yang salah, hal ini membuktikan
bahwa auditor memiliki peranan penting dalam memprediksi kebangkrutan
perusahaan (Astuti dan Darsono, 2012:1). Atas dasar banyaknya kasus
tersebut, maka AICPA (1988) mensyaratkan bahwa auditor harus
mengemukakan secara eksplisit apakah perusahaan klien akan dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai setahun kemudian setelah
pelaporan (Januarti, 2008). Meskipun auditor tidak bertanggungjawab
terhadap kelangsungan hidup sebuah perusahaan, tetapi dalam melakukan
audit kelangsungan hidup perlu menjadi pertimbangan auditor dalam
memberikan opini (Dewayanto, 2011:81).
Bangkrutnya suatu perusahaan besar ataupun institusi keuangan seringkali
mengungkap banyak hal yang mengejutkan dan menyisakan polemik panjang.
Hal yang sama terjadi dengan kasus ambruknya Lehman Brothers di Amerika
Serikat (AS) tanggal 15 September 2008 lalu. Sekedar kilas balik, Lehman
Brothers merupakan salah satu investment bank terbesar di AS yang sudah
berusia lebih dari 150 tahun. Kebangkrutan bank ini merupakan yang terbesar
yang pernah terjadi dalam sejarah perbankan di AS. Bangkrutnya Lehman
Brothers juga merupakan titik awal serangan badai krisis terdahsyat pasca
Perang Dunia II yang melanda tahun 2007 dan 2008 lalu ( Nugroho, 2010).
4
Runtuhnya lembaga keuangan terbesar di Amerika Serikat, Lehman
Brothers, memicu krisis financial global yang menyebabkan aliran dana kredit
dari berbagai bank terhenti, kepercayaan perbankan kepada perusahaan
merosot tajam sehingga membuat perusahaan raksasa lain- pun ikut bangkrut.
General Motors, perusahaan otomotif terkemuka di dunia pada akhir 2008 lalu
juga telah meminta persetujuan otoritas bisnis Amerika Serikat untuk
dibangkrutkan (Edj, 2010).
Bangkrutnya Lehman Brothers inipun akhirnya mencuatkan pula praktik
‘manipulasi’ standar akuntansi (window dressing). Meski hal ini
sesungguhnya merupakan kejahatan, namun biasanya sulit untuk
membuktikannya di pengadilan, karena menyangkut interpretasi atau
judgment. Perdebatan ini mencuat setelah keluarnya laporan audit investigasi
penyebab bangkrutnya Lehman Brothers tanggal 11 Maret 2010 lalu. Audit
dilakukan oleh Anton R. Valukas, yang ditunjuk oleh pengadilan kepailitan
Southern District (Manhattan).
Praktik yang disebut window dressing tadi bahkan sudah diakui sendiri
oleh salah satu pejabat eksekutif Lehman Brothers dalam percakapan melalui
email internal. Selain itu, kekhawatiran terhadap praktik akuntansi tidak sehat
menyangkut transaksi repo Lehman Brothers ini sebenarnya sudah
disampaikan oleh salah satu senior vice president Lehman Brothers, Matthew
Lee, sekitar bulan Mei atau Juni 2008. Hal itu disampaikan baik kepada
pejabat senior di bank maupun kepada auditor Ernst & Young (E&Y), namun
tidak memperoleh tanggapan. Para pejabat tinggi Lehman Brothers juga
5
disebut melakukan ‘actionable balance sheet manipulation’. Valukas juga
menyebut E&Y – yang merupakan the biggest five public accountant, auditor
Lehman Brothers waktu itu sebagai ‘tidak memenuhi standar profesional’
sebagai auditor dan melakukan ‘malpraktek’ (halaman 990/91). Opini audit
E&Y terakhir menyatakan semuanya masih ‘ok’ atau ‘fairly presented in
accordance with general accepted accounting principles’ (GAAP). E&Y
masih bertahan dengan pendapatnya tadi setelah keluarnya Laporan
Pemeriksaan Valukas tadi, meski berdalih bahwa auditnya yang terakhir
belum selesai karena Lehman Brothers keburu bangkrut.
Auditor Ernst & Young dinilai lalai, dan melaporkan hasil audit ”palsu”
soal keuangan Lehman Brothers. Jika Valukas benar, juri akan mengajukan
sidang di pengadilan tentang hal ini. Selain permintaan tambahan kolateral,
penumpukan aset Lehman Brothers juga terpusat pada kredit kepemilikan
kredit rumah bermasalah. Juga ada kasus penyesatan informasi yang material
dalam akuntansi Lehman. Menurut laporan itu, Lehman menggunakan
rekayasa akuntansi untuk menutupi utang sebesar 50 miliar dollar AS di
pembukuannya. Semua itu dilakukan untuk menyembunyikan ketergantungan
dariutangnya (Edj, 2010).
Krisis global pada tahun 2008 lalu mengakibatkan, keadaan ekonomi yang
tidak stabil di negara Indonesia seiring pertumbuhan ekonomi yang terjadi
sejak krisis keuangan berskala global memberi dampak tersendiri terhadap
perusahaan yang ada di Indonesia. Perekonomian di Indonesia mengalami
keterpurukan, sehingga banyak perusahaan yang gulung tikar tidak bisa
6
meneruskan usahanya. Tidak hanya perusahaan kecil yang mengalami pailit,
namun perusahaan besar juga tidak sedikit yang akhirnya gulung tikar
(Drajati, 2011).
Di pasar saham, volume perdagangan saham dan IHSG mengalami
tekanan kuat hingga memaksa otoritas BEI menghentikan perdagangan
(blackout) pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis, dari sebesar 2.830 pada
awal tahun menurun menjadi 1355 pada akhir 2008. Secara sektoral, enam
sektor mencatatkan penurunan. Adapun tiga sektor dengan penurunan terbesar
yaitu: sektor industri dasar yang turun 0,79%, sektor industri lain-lain turun
0,56%, dan sektor manufaktur yang turun 0,49%. Sejumlah saham yang
mencatatatkan nilai penurunan paling dalam yakni:
1. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) turun 450 poin menjadi Rp
19.600,
2. PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun 450 poin menjadi Rp 49.300, dan
3. PT Lion Metal Works Tbk (LION) turun 350 poin menjadi Rp 9.650.
(Taqiyyah, 2012).
Banyak penelitian mengenai faktor- faktor baik itu keuangan dan non
keuangan yang telah dibuktikan berpengaruh terhadap opini going concern.
Penelitian tersebut diantaranya Mutchler (1984, 1986), Koh dan Tan (1999),
Geiger dan Raghunandan (2002), Knechel dan Vonstaelen (2007), Haron et al.
(2009), Foroghi (2012), dan Beams et al (2013). Penelitian di Indonesia
tentang going concern telah dilakukan oleh Januarti dan Fitrianasari (2008),
7
Junaidi dan Hartono (2010), Warnida (2011), Kartika (2012), Astuti dan
Darsono (2012), Sunarni dan Jatmiko (2012).
Penelitian- penelitian sebelumnya diatas membuktikan hasil yang berbeda-
beda tentang faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan opini going
concern. Maka dari itu peneliti bermaksud meneliti lebih lanjut tentang opini
going concern karena hingga saat ini topik tentang bagaimana tanggung jawab
auditor dalam mengungkapkan masalah going concern masih menarik untuk
diteliti (Widyantari, 2011:10). Pada kenyataannya, masalah going concern
merupakan hal yang kompleks dan terus ada sehingga diperlukan faktor-
faktor sebagai tolak ukur yang pasti dalam menentukan status going concern
perusahaan dan kekonstitenan faktor, faktor tersebut harus terus diuji agar
dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif, status going concern tetap dapat di
prediksi. (Praptitorini et. al, 2007).
Audit tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin antara
Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan auditee yang sama. Kecemasan akan
kehilangan sejumlah fee yang cukup besar akan menimbulkan keraguan bagi
auditor untuk menyatakan opini audit going concern. Dengan demikian
independensi auditor akan terpengaruh dengan lamanya hubungan dengan
auditee yang sama (Espahbodi, 1991 dalam Januarti, 2009). Penelitian yang
dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010), audit tenure berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Penelitian ini sejalan
dengan penelitan yang dilakukan oleh Muttaqin dan Sudarmo (2012). Kondisi
ini terjadi karena lamanya perikatan yang dapat menyebabkan berkurangnya
8
independensi auditor, dan apabila independensi auditor berkurang maka opini
yang dikeluarkan oleh auditor merupakan opini yang dapat merugikan
berbagai pihak. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2012) dan Ardiani (2013) yang menemukan bahwa audit tenure tidak
berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
Selanjutnya penelitian ini juga menguji pengaruh disclosure terhadap opini
going concern. Haron et al. (2009) menemukan bahwa disclosure berpengaruh
terhadap opini going concern. Disclosure laporan keuangan merupakan
informasi yang sangat penting bagi auditor, misalnya, pengungkapan
informasi keuangan mengenai konsistensi penggunaan metode akuntansi
dalam penyusunan laporan keuangan, kebijakan-kebijakan perusahaan,
kerjasama perusahaan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa
perusahaan, serta kejadian setelah tanggal neraca dalam hal pemberian opini
going concern. Disclosure yang memadai atas informasi keuangan perusahaan
tersebut menjadi salah satu dasar auditor dalam memberikan opininya atas
kewajaran laporan keuangan perusahaan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian
yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010) dan Ardiani (2013) bahwa
disclosure berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern,
namun hasil tersebut tidak didukung penelitian yang dilakukan oleh Irtani dan
Darsono (2012), begitu pula dengan Sari (2012) yang menyebutkan bahwa
disclosure tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern.
DeAngelo (1981) menyimpulkan bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP)
yang lebih besar dapat diartikan menghasilkan kualitas audit yang lebih baik
9
dibandingkan kantor akuntan kecil. Selain itu, KAP skala besar memiliki
insentif yang lebih besar untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi
dibandingkan KAP skala kecil. KAP skala besar lebih cenderung untuk
mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat
menghadapi risiko proses pengadilan. Mutchler et al. (1997) menemukan
bukti univariat bahwa auditor Big 6 lebih cenderung menerbitkan opini audit
going concern pada perusahaan yang mengalami financial distress
dibandingkan auditor non-Big 6. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010), Foroghi (2012), serta
Ardiani (2013) yang menemukan bahwa reputasi auditor berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Namun penelitian
Rahayu dan Pratiwi (2011), Muttaqin dan Sudarno (2012), Kartika (2012),
Sunarni dan Jatmiko (2012), serta Irfana dan Muid (2012) menemukan bahwa
kualitas audit tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
Mutchler et. al 1985 dalam Warnida (2011) menyatakan bahwa auditor
lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil,
karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan
kesulitan – kesulitan keuangan yang dihadapinya dari perusahaan kecil.
(Mutchler et. al 1997) melakukan penelitian tentang faktor – faktor yang
berpengaruh terhadap laporan audit pada perusahaan yang gulung tikar.
Hasilnya memberikan bukti empiris bahwa ada hubungan negatif antara
ukuran perusahaan dengan opini audit going concern. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Warnida (2011), namun
10
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jogiyanto dan Hartono (2010),
yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini
audit going concern.
Opini audit going concern yang telah diterima auditee pada tahun
sebelumnya akan menjadi faktor pertimbangan yang penting bagi auditor
dalam mengeluarkan opini audit going concern tahun berjalan jika kondisi
keuangan auditee tidak menunjukkan tanda – tanda perbaikan atau tidak
adanya rencana manajemen yang dapat direalisasikan untuk memperbaiki
kondisi perusahaan. Penelitian Kartika (2012), Sunarni dan Jatmiko (2012),
memperkuat pernyataan ini dengan menemukan bukti empiris yang
menyatakan bahwa opini audit going concern yang diterima suatu perusahaan
pada tahun sebelumnya berpengaruh terhadap kecenderungan penerimaaan
opini audit going concern pada tahun berikutnya.
Penelitian ini merupakan replikasi atas penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010). Adapun perbedaan antara
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu pada penelitian sebelumnya
studi empiris pada semua industri yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan
konsisten mempublikasikan laporan keuangan pada tahun yang diteliti.
Sedangkan pada penelitian ini menggunakan industri manufaktur. Tahun yang
digunakan sebelumnya yaitu tahun 2003 sampai dengan tahun 2008. Pada
penelitian ini, tahun yang digunakan adalah tahun 2007 sampai dengan tahun
2011. Dikarenakan pada periode ini adalah periode terbaru dalam penelitian
11
dan pada tahun tersebut terdapat krisis ekonomi global yang berdampak pada
perekonomian Indonesia.
Pada penelitian ini memasukkan variabel independen opini audit
sebelumnya. Opini audit going concern sebelumnya akan menjadi faktor
pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going
concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini audit going
concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan
perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada tahun
berjalan. Mutchler (1984) dalam melakukan wawancara dengan praktisi
auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going
concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang
sama pada tahun berjalan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan mencoba melakukan
penelitian yang sekaligus menjadi judul penelitian ini, yaitu: “Pengaruh audit
tenure, reputasi KAP, disclosure, ukuran perusahaan klien, dan opini
audit sebelumnya terhadap opini audit going concern ”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan permasalahan yang
hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh audit tenure terhadap opini audit going concern?
2. Bagaimana pengaruh reputasi KAP terhadap opini audit going concern?
3. Bagaimana pengaruh disclosure terhadap opini audit going concern?
12
4. Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan klien terhadap opini audit going
concern?
5. Bagaimana pengaruh opini audit sebelumnya terhadap opini audit going
concern?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
memberikan bukti empiris tentang:
a. Pengaruh audit tenure terhadap opini audit going concern,
b. Pengaruh reputasi KAP terhadap opini audit going concern,
c. Pengaruh disclosure terhadap opini audit going concern,
d. Pengaruh ukuran perusahaan klien terhadap opini audit going concern,
dan
e. Pengaruh opini audit sebelumnya terhadap opini audit going concern.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi pihak Akademik dan Mahasiswa:
Penulis dapat memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran
mengenai pengaruh hubungan antara audit tenure, reputasi KAP,
disclosure, ukuran perusahaan klien, dan opini audit sebelumnya
terhadap penerimaan opini going concern, dan juga dapat
13
memberikan wacana bagi perkembangan studi tentang teori akuntansi
keagenan dalam bidang auditing.
b. Bagi Auditor dan Kantor Akuntan Publik
Sebagai bahan pengetahuan tambahan dalam melakukan audit dan
pertimbangan tambahan dalam memberikan opini going concern pada
auditee.
c. Bagi Investor
Dapat memberikan informasi kepada investor mengenai kondisi
keuangan suatu perusahaan publik yang terdaftar di BEI sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan sebelum memutuskan
berinvestasi.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan
Teori agensi merupakan teori yang menggambarkan hubungan
antara dua individu yang berbeda kepentingan yaitu prinsipals dan agent.
Principals merupakan pihak yang memiliki usaha atau pekerjaan yang
kemudian mendelegasikan wewenang kepada pihak lain untuk
menjalankan usaha atau pekerjaannya itu untuk meningkatkan
kemakmuran principals melalui peningkatan nilai perusahaan. Sebagai
imbalannya agen akan memperoleh gaji, bonus, dan berbagai kompensasi
lain. Dalam struktur organisasi perusahaan, principals adalah pemilik
perusahaan atau pemegang saham dan agents adalah manajemen
perusahaan. Breda (1992) menyatakan bahwa hubungan agensi
merupakan hubungan kontraktual antara principals dan agent, principals
mendelegasikan tugas tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati atau
pengambilan keputusan kepada agent. Agent akan melakukan tindakan
terbaik demi kepentingan principals. Principals akan memberikan
imbalan atas kerja si agent. Wewenang dan tanggung jawab agent maupun
principals diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama (Ujiyanto,
2010).
14
15
Masalah keagenan akan muncul ketika terjadi konflik kepentingan
antara principals dan agent. Masing- masing pihak berusaha
memaksimalkan kepentingan pribadi. Principals menginginkan hasil akhir
keputusan yang menghasilkan laba sebesar- besarnya atau peningkatan
nilai investasi dalam perusahaan. Agent pun pasti memiliki kepentingan
pribadi yang ingin dicapai yakni penerimaan kompensasi yang memadai
atas kinerja yang dilakukan. Principals memenilai prestasi agent
berdasarkan kemampuannya memperbesar laba. Semakin tinggi jumlah
laba yang dihasilkan oleh manajemen (agent), principals akan
memperoleh dividen yang semakin tinggi, maka agent dianggap berhasil
atau berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi. Agent
pun memenuhi tuntutan principals agar mendapatkan kompensasi yang
tinggi (Elqorni, 2009).
Agent secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan
keuntungan para principals. Namun disisi lain, agent juga mempunyai
kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka pribadi. Sehingga
ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak sesuai kepentingan
principals (Jensen dan Meckling, 1976). Sehingga bila tidak ada
pengawasan yang memadai maka agent dapat memainkan kondisi
perusahaan agar seolah- olah target yang diinginkan principals tercapai.
Perbedaan kepentingan yang tidak sesuai antara principals dan
agent dapat menimbulkan terjadinya asimetri informasi. Asimetri
informasi adalah suatu keadaan dimana informasi yang terdapat dalam
16
laporan keuangan tidak mencerminkan kondisi perusahaan sebenarnya.
Laporan keuangan disajikan oleh agent (manajemen) untuk
memberikan sinyal kepada penggguna tentang kondisi perusahaan. Jika
laporan keuangan tidak mencerminkan kondisi perusahaan yang
sebenarnya, maka akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pengguna. Oleh karena itu untuk meminimalisasi adanya asimetri
informasi diperlukan adanya pihak ketiga yang independen sebagai
mediator hubungan antara principals dan agent. Pihak ketiga ini berfungsi
untuk memonitor perilaku agent apakah bertindak sesuai dengan
keinginan principals (Dewayanto, 2011:84).
2. Auditing
a. Pengertian Audit
Auditing menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:15)
adalah:
“Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and etablished criteria. Auditing should be done by competent, independent person.” Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai
informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara
informasi dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh
orang yang kompeten dan independen.
Sedangkan pengertian auditing menurut Agoes (2008:3) adalah:
17
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan- catatan pembukuan dan bukti- bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut” Berdasarkan pengertian auditing tersebut dapat disimpulkan bahwa
auditing adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-
bukti atas informasi mengenai kejadan ekonomi oleh pihak independen
dengan tujuan agar memberikan pendapat mengenai kewajaran
penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan yaitu prinsip akuntansi berterima umum (PABU).
b. Tujuan Audit
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada
umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam
semua hal yang material posisi keuangan, perubahan ekuitas, dan arus
kas sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia
(SPAP, PSA No.02.SA seksi 110, 2011:110.1).
Tujuan umum audit menurut Kell, Johnson, dan Boynton (2006:6)
adalah menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam suatu hal yang
material, posisi keuangan dan hasil usaha arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi berlaku umum, sedangkan tujuan audit spesifikasi
ditentukan berdasarkan asersi- asersi yang dibuat oleh manajemen
adalah penyataan yang tersirat atau yang dinyatakan jelas oleh
18
manajemen mengenai jenis transaksi dan akun terkait dalam laporan
keuangan.
Tujuan audit secara spesifik ditentukan berdasarkan asersi- asersi
yang dibuat oleh manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan.
Asersi dalam PSA No. 7 (SA seksi 326, 2011:326.2) yaitu asersi
keberadaan atau keterjadian, asersi kelengkapan, asersi hak dan
kewajiban, asersi penilaian atau alokasi dan asersi penyajian dan
pengungkapan. Asersi- asersi manajemen adalah sebagai berikut:
1) Asersi keberadaan atau keterjadian (Existence or Occurrence)
Berhubungan dengan aktiva atau utang satuan usaha yang ada pada
tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi
selama periode tertentu. Manajemen membuat asersi bahwa
persediaan produk jadi yang terdapat dalam neraca tersedia untuk
dijual.
2) Asersi kelengkapan (Completeness)
Berhubungan dengan semua transaksi yang seharusnya disajikan
dalam laporan keuangan. Manajemen membuat asersi bahwa
seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam
laporan keuangan.
3) Asersi hak dan kewajiban (Rights and Obligation)
Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan
utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
19
4) Asersi penilaian atas alokasi (Valuation)
Berhubungan dengan apakah komponen- komponen aktiva,
kewajiban, pendapatan dan biaya telah dicantumkan dalam laporan
keuangan dengan jumlah yang semestinya.
5) Asersi penyajian dan pengungkapan (Presentation and Disclosure)
Berhubungan dengan apakah komponen- komponen tertentu
laporan keuangan yang diklasifikasikan, dijelaskan, dan
diungkapkan sebagaimana mestinya.
c. Jenis- jenis Audit
Johnson, Kell dan Boynton (2006), menjelaskan tiga jenis audit
sebagai berikut:
“Audits are generally classified into three categories financial statement, compliance or operational”. 1) Audit laporan keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan
pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas
dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi
berterima umum (PABU).
Audit laporan keuangan dilakukan oleh auditor eksternal biasanya
atas permintaan klien, kecuali dalam audit laporan keuangan
BUMN yang dilakukan oleh BPK atau BPKP. Hasil auditing
terhadap laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis
20
berupa laporan audit. Laporan audit ini dibagikan kepada para
pemakai informasi keuangan seperti pemegang saham, kreditur,
dan Kantor Pelayanan Pajak.
2) Audit kepatuhan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian
bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan finansial
maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi,
aturan- aturan, dan regulasi yang telah ditentukan. Ukuran
kesesuaian audit kepatuhan adalah ketepatan (correctness),
misalnya: ketepatan SPT Tahunan dengan Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada
pihak yang berwenang membuat kriteria.
3) Audit operasional (Operational Audit)
Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan
organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan
tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah: (1) mengevaluasi
“Kesangsian kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama periode waktu yang pantas, yaitu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan auditan”
28
Sedangkan menurut Belkoui (2007:271) going concern adalah:
“suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktifitas- aktifitasnya yang tidak berhenti.” Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan
diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau
tidak diarahkan menuju arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi
berlanjut dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi
bahwa laporan keuangan yang terbit disuatu periode mempunyai sifat
sementara sebab masih merupakan satu rangkaian laporan yang
berkelanjutan.
PSA No. 30 (SPAP, 2011:341.1) menyatakan bahwa going
concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang
tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan.
Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan
asumsi kelangsungan usaha suatu badan usaha adalah berhubungan
dengan ketidakmampuan suatu badan usaha dalam memenuhi kewajiban
pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva
kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi hutang, perbaikan
operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain.
a. Tanggung Jawab Auditor atas Going Concern
Dalam SA seksi 341 paragraf 3 dinyatakan bahwa auditor
bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsiang
besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan
29
kelangsungan hidupnya dalam periode waktu yang pantas, tidak lebih
dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit
dengan cara berikut ini (IAI, 2012):
1. Auditor mempertimbangkan apakah seluruh hasil prosedur yang
dilaksanakan menunjukkan adanya kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun
sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit). Mungkin
diperlukan informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa
beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang mengurangi
kesangsian auditor.
2. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam jangka waktu pantas, auditor harus:
a. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang
ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa
tersebut.
b. Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat
secara efektif dilaksanakan.
c. Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil
kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam jangka waktu pantas.
30
SA seksi 341 paragraf 4 menyatakan bahwa auditor tidak
bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi dan peristiwa yang
akan datang. Fakta bahwa entitas kemungkinan akan berakhir
kelangsungan hidupnya setelah menerima laporan dari auditor yang
tidak memperlihatkan kesangsian besar, dalam jangka waktu satu
tahun setelah tanggal laporan keuangan tidak berarti dengan
sendirinya menunjukkan kinerja audit yang tidak memadai. Oleh
karena itu, tidak dicantumkannya kesangsian besar dalam laporan
audit tidak seharusnya dipandang sebagai jaminan mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
(Widyantari, 2011:24).
b. Opini Audit Going Concern
Opini going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh
auditor untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang
kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
concern apabila dalam proses audit ditemukan kondisi dan peristiwa
yang mengarah pada kesangsian terhadap kelangsungan hidup
perusahaan. Berikut ini adalah contoh kondisi dan peristiwa yang
mengarah pada kesangsian atas kelangsungan hidup perusahaan (SA
Seksi 341) :
31
1. Trend negatif. Contoh: kerugian operasi yang berulangkali terjadi,
kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha,
rasio keuangan penting yang jelek.
2. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan. Contoh:
kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian
serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh
pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa,
rektrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau
metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.
3. Masalah intern. Contoh: pemogokan kerja atau kesulitan
hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses
projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat
ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki
operasi.
4. Masalah luar yang telah terjadi. Contoh: pengaduan gugatan
pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain
yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk
beroperasi; kehilangan franchise, lisensi atau paten penting;
kehilangan pelanggan atau pemasok utama; kerugian akibat
bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak
diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan
yang tidak memadai.
32
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP, 2011) seksi 341
menyatakan apabila auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan
usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern)
dalam jangka waktu pantas, maka auditor memberikan pendapat wajar
tanpa pengecualian.
Apabila auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas,
maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Auditor akan
memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa
penjelasan jika rencana manajemen perusahaan dapat secara efektif
dilaksanakan untuk mengatasi dampak dari kondisi dan peristiwa yang
menyebabkan kesangsian auditor tentang kelangsungan usahanya.
Berikut adalah contoh laporan auditor independen yang berisi
pernyataan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan
mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Laporan Auditor Independen
[Pihak yang dituju oleh auditor] Kami telah mengaudit laporan posisi keuangan (neraca) PT KXT tanggal 31 Desember 20X2 serta laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal- tanggal tersebut. Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen peruahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami. Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami
33
merencanakan dan melaksanakan audit agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaaan, atas dasar pengujian, bukti- bukti yang mendukung jumlah- jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin bahwa audit kami memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat. Menurut pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT KXT tanggal 31 Desember 20X2, dan hasil usaha serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai degan standar akuntansi keuangan di Indonesia. Lampiran keuangan terlampir telah disusun degan anggapan perusahaan akan melanjutkan usahanya secara berkelanjutan. Seperti yang diuraikan dalam Catatan X atas laporan keuangan, perusahaan telah mengalami kerugian yang berulangkali dari usahanya dan mengakibatkan saldo ekuitas negative serta pada tanggal 31 Desember 20X2, jumlah liabilitas lancer perusahaan melebihi jumlah asset sebesar Rp. YYY. Rencana manajemen untuk mengatasi masalah ini juga telah diungkapkan dalam Catatan X. laporan keuangan terlampir tidak mencakup penyesuaian yang berasal dari masalah tersebut. [Tanda tangan, nama rekan, nomor izin akuntan publik, nomor izin kantor akuntan publik] [Tanggal]
Apabila auditor menganggap bahwa rencana manajemen tidak
dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa
tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat. Opini
wajar dengan pengecualian diberikan kepada auditee apabila auditor
menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan dan auditor
berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan dan
mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan
34
auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan. Jika
pengungkapan di dalam rencana manajemen tidak memadai
pengungkapannya dan tidak dilakukan penyesuaian, padahal dampaknya
sangat material dan terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi
berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar (Sari,
2012:20).
Pertimbangan auditor dalam memberikan opini going concern
dalam hal keberlangsungan usaha suatu entitas dapat dilihat dalam
gambar dibawah ini:
35
GAMBAR 2.1 Panduan Bagi Auditor dalam Memberikan Opini Going Concern
YA
Sumber: Seksi 341 Paragraf 19 (SPAP, 2011)
Apakah auditor sangsi
atas kelangsungan hidup entitas?
Apa rencana manajemen
dilaksanakan?
Apakah cukup pengungkapan
?
Apa ada rencana
manajemen?
SA SEKSI 508 PSA NO. 29
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan
berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas/
penekanan atas suatu hal (Emphasis of Matter)
Pendapat Wajar dengan Pengecualian atau Tidak
Wajar
Tidak memberikan Pendapat
Tidak memberikan pendapat
Apakah ada kondisi &/atau peristiwa yang
berdampak terhadap
kelangsungan hidup entitas?
YA
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA
YA
YA
TIDAK
TIDAK
36
4. Audit Tenure
Gheiger dan Raghunandan (2002) menyatakan tenure adalah
lamanya hubungan auditor klien diukur dengan jumlah tahun. Ketika
auditor memiliki jangka waktu hubungan yang lama dengan kliennya, hal
ini akan mendorong pemahaman yang lebih atas kondisi keuangan klien
dan oleh karena itu mereka akan dapat mendeteksi masalah going concern.
Dalam sudut pandang kedua, menjaga hubungan dengan kantor akuntan
publik yang sama untuk jangka waktu yang lama dianggap lebih ekonomis
untuk klien. Adanya hubungan antara auditor dengan kliennya dalam
waktu yang lama dikhawatirkan akan membuat auditor kehilangan
independensinya. Karena antara auditor dengan klien sudah terikat
hubungan yang nyaman dan saling menguntungkan sehingga kualitas audit
menjadi rendah. Hilangnya independensi auditor dapat dilihat dari
kesulitan auditor dalam memberikan opini going concern untuk kliennya
(Sari,2012:21).
Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Bagian Praktek Securities of
Exchange Commission (SEC) Komite Eksekutif American Institute of
Certified Public Accountants (AICPA) 1992 dalam Widyantari (2012:35)
dinyatakan beberapa argumen yang dibuat tentang audit tenure. Argumen
ini menyatakan bahwa dalam jangka panjang hubungan antara auditor dan
perusahaan klien akan menyebabkan masalah berikut:
a. Auditor mempunyai hubungan yang semakin dekat dengan manajemen
klien yang menyebabkan auditor kehilangan skeptisme profesional.
37
b. Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai
pengulangan dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa
mengetahui lebih dulu hasil dari pengujian tersebut. Hal ini
menyebabkan auditor kurang mampu mengevaluasi perubahan penting
dalam kondisi klien.
c. Auditor mungkin berkeinginan untuk menyelesaikan masalah
perusahaan klien dalam rangka mempertahankan hubungan baik
dengan klien, memenuhi keinginan klien mungkin menjadi prioritas
auditor dibandingkan dengan mengikuti standar profesional.
Maka dari itu untuk menjaga independensinya, beberapa negara
menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP (Dewayanto,2011:89).
Cadbury Comittee di Inggris merekomendasikan rotasi terhadap audior
yang mengaudit bukan Kantor Akuntan Publik-nya. Peraturan di Indonesia
melalui Keputusan Ketua Bapepam dan LK No: Kep-310/BL/2008 dalam
Peraturan No. VIII.A.2 tentang independensi akuntan publik yang
memberikan jasa di pasar modal, menyebutkan bahwa Kantor Akuntan
Publik mempunyai pengendalian mutu dengan tingkat keyakinan yang
memadai bahwa Kantor Akuntan Publik dan karyawannya dapat menjaga
sikap independen. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008
tentang jasa akuntan publik disebutkan bahwa pemberian jasa audit umum
atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama
enam tahun buku berturut- turut dan oleh seorang akuntan publik paling
lama tiga tahun berturut- turut.
38
5. Reputasi KAP
Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang
berkualitas tinggi yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan. KAP big
four cenderung akan menerbitkan opini audit going concern jika klien
terdapat masalah berkaitan going concern perusahaan (Junaidi dan
Hartono, 2010:7). DeAngelo (1981) secara teoritis telah menganalis
hubungan antara kualitas audit dan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP).
Dia berargumen bahwa auditor besar akan memiliki lebih banyak klien
dan fee total akan dialokasikan diantara para kliennya. DeAngelo (1981)
berpendapat bahwa auditor besar akan lebih independen, dan karenanya,
akan memberikan kualitas yang lebih tinggi atas audit. Ukuran auditor
berhubungan dengan kualitas audit. Economics of scale KAP yang besar
akan memberikan insentif yang kuat untuk mematuhi aturan SEC sebagai
cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut (Dewayanto,
2011:90).
Auditor yang berkualitas adalah auditor yang tergolong kedalam
KAP The Big Four (Rahayu, 2009:150). Tabel berikut ini akan
menyajikan sejumlah nama KAP big four beserta afiliasinya di Indonesia:
Tabel 2.2 KAP Big Four beserta Afiliasi di Indonesia
The Big Four Afiliasi di Indonesia
Price Waterhouse Coopers (PWC) Tanudiredja, Wibisana, & Rekan Ernst and Young Purwantono, Suherman, & Surja Kinsfield, Peat, Marwick, Goerdeller (KPMG)
Sidharta & Widjaja
Delloite Touche Tohmatsu Osman Bing Satrio & Rekan Sumber: data diolah
39
Berdasarkan penelitian terdahulu, proksi yang digunakan dalam
menilai reputasi Kantor Akuntan Publik adalah dengan menggunakan
skala Kantor Akuntan Publik, Big Four atau Non-Big Four. Mc Kinley et.
al. (1985) menyatakan, ketika sebuah KAP mengklaim dirinya sebagai
KAP besar seperti yang dilakukan oleh big four, maka mereka akan
berusaha keras untuk menjaga nama besar tersebut dan berusaha
menghindari tindakan- tindakan yang dapat mengganggu nama besar
mereka (Sari, 2012:22). Hasil penelitian Rahayu (2009), Junaidi dan
Hartono (2010), Astuti dan Darsono (2012), juga Foroghi (2012), berhasil
membuktikan bahwa reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan opini going concern.
6. Disclosure
Disclosure adalah pengungkapan atau pemberian informasi oleh
perusahaan, baik yang positif maupun yang negatif, yang akan
mempengaruhi atas suatu keputusan investasi. Disclosure dibutuhkan oleh
para pengguna untuk lebih memahami informasi yang terkandung dalam
laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang
memungkinkan pihak pengguna untuk mengetahui kondisi suatu
perusahaan (Almilia dan Retrinasari, 2007).
Informasi yang didapat dari suatu laporan keuangan perusahaan
tergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure) dari laporan keuangan
yang bersangkutan. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan
40
dilakukan untuk melindungi hak pemegang saham yang cenderung
terabaikan akibat terpisahnya pihak manajemen yang mengelola
perusahaan dan pemegang saham yang memiliki modal. Semakin
memadainya pengungkapan atas informasi laporan keuangan dapat
mengurangi resiko litigitas sehingga jika perusahaan mengungkapkan
lebih sedikit informasi akuntansi cenderung menerima opini unqualified
dari auditor eksternal (Junaidi dan Hartono, 2010:8).
Keuntungan dari pengungkapan laporan keuangan oleh perusahaan
adalah sebagai berikut (Tanor, 2009):
1. Keuntungan terjadi apabila pengungkapan rinci mengenai produk baru
dapat digunakan untuk menyampaikan prospek perusahaan di masa
yang akan datang kepada pemegang saham.
2. Disclosure dalam dunia investasi dapat berperan sebagai public
relation bagi perusahaan yang berhubungan dengan komunitas
investasi setiap saat, sehingga melalui disclosure masyarakat dapat
mengetahui kondisi perusahaan.
3. Disclosure dapat mengurangi asimetri informasi.
Pengungkapan yang diterbitkan perusahaan ada dua jenis, yaitu
pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure). Dahlan dalam Tanor (2009) menjelaskan bahwa
pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang
disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku dan pengungkapan
sukarela adalah merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk
41
memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang
relevan untuk keputusan pihak yang berkepentingan.
Kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi perusahaan publik
telah diatur oleh pemerintah dalam Keputusan Ketua Badan Pengawasan
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : KEP-134/BL/2006
Peraturan Nomor X.K.6 yang berisi tentang: (1) Kewajiban penyampaian
laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan publik. (2) Bentuk dan isi
laporan tahunan. Penentuan indeks dilakukan dengan menggunakan
disclosure item yang digunakan untuk menentukan jumlah disclosure
yang disajikan oleh perusahaan. Tabel 2.1 menyajikan disclosure item
yang digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 2.1 Disclosure Items
No Keterangan 1. Ikhtisar data keuangan penting 2. Informasi harga saham tertinggi, terendah, dan penutupan 3. Laporan dewan komisaris mengenai penilaian terhadap kinerja direksi
mengenai pengelolaan perusahaan. 4. Laporan dewan komisaris mengenai pandangan atas prospek usaha
perusahaan yang disusun oleh direksi 5. Laporan direksi mengenai kinerja perusahaan. 6. Laporan direksi mengenai gambaran tentan prospek usaha. 7. Laporan direksi mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah
dilaksanakan perusahaan 8. Nama & alamat perusahaan 9. Riwayat singkat perusahaan 10. Bidang dan kegiatan usaha perusahaan meliputi jenis produk dan atau
jasa yang dihasilkan 11. Struktur organisasi dalam bentuk bagan 12. Visi & misi perusahaan 13. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota dewan komisaris 14. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota direksi 15. Jumlah karyawan, dan deskripsi pengembangan kompetensinya (misal:
aspek pendidikan dan pelatihan karyawan yang telah dan akan dilakukan. 16. Uraian tentang pemegang saham dan presentase kepemilikannya
42
17. Nama anak perusahaan dan perusahaan asosiasi, presentase kepemilikan saham, bidang usaha, dan status operasi perusahaan tersebut
18. Kronologis pencatatan saham dan perubahan jumlah saham dari awal pencatatan hingga akhir tahun buku serta nama bursa efek dimana saham perusahaan tersebut dicatatkan
19. Nama & alamat lembaga dan atau profesi penunjang pasar modal. 20. Penghargaan & sertifikasi yang diterima perusahaan baik yang berskala
nasional maupun internasional 21. Nama & alamat anak perusahaan dan atau kantor cabang/ kantor
perwakilan 22. Tinjauan operasi per segmen usaha 23. Analisis kinerja keuagan yang mencakup perbandingan antara kinerja
keuangan tahun yang bersangkutan dengan yang sebelumnya. 24. Prospek usaha dari perusahaan 25. Aspek pemasaran atas produk dan jasa perusahaan antara lain strategi
pemasaran dan pangsa pasar 26. Kebijakan dividen dan tanggal serta jumlah dividen 27. Tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) 28. Tanggung jawab direksi atas laporan keuangan 29. Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit 30. Tandatangan anggota direksi dan dewan komisaris 31. Informasi tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan 32. Ringkasan statistik keuangan untuk 3 sampai 5 tahun 33. Informasi tentang penelitian dan pengembangan
Setelah melakukan scoring menggunakan disclosure items, disclosure
dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Cooke, 1992):
Disclosure Level = Jumlah skor disclosure yang dipenuhi
Jumlah skor maksimum
7. Ukuran Perusahaan Klien
Dewayanto (2011:88) menyatakan bahwa auditor lebih sering
mengeluarkan modifikasi opini audit going concern pada perusahaan
yang lebih kecil. Hal ini dimungkinkan karena auditor mempercayai
bahwa perusahaan yang lebih besar dapat menyelesaikan kesulitan-
Sumber: Fitriani dan Dharma, 2007
43
kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan yang lebih
kecil. Selain itu, perusahaan besar lebih banyak mengeluarkan fee audit
yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan perusahaan yang lebih kecil.
Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee audit yang signifikan tersebut,
auditor dapat meragukan pengeluaran opini going concern pada
perusahaan besar (Mc.Known et al.,1991).
Ukuran perusahaan klien yang diproksikan dengan log natural
total asset yang dimiliki perusahaan menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menjaga kelangsungan usaha. Semakin tinggi total
asset yang dimiliki, maka perusahaan dianggap memiliki ukuran yang
besar sehingga mampu mempertahankan kelangsungan usahanya.
Perusahaan besar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola
perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan yang lebih berkualitas
(Junaidi dan Hartono, 2010:9). Semakin kecil skala perusahaan
menunjukkan kemampuan perusahaan yang lebih kecil dalam pengelolaan
usahanya. Hal ini menyebabkan perusahaan lebih berpeluang
mendapatkan opini audit going concern (Widyantari,2011:55).
8. Opini Audit Sebelumnya
Opini audit sebelumnya adalah opini audit yang diterima
perusahaan pada tahun sebelumnya atau satu tahun sebelum tahun
penelitian. Mutchler (1984) dalam Kartika (2012:31) melakukan
wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan
44
yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih
cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Hal ini
juga didukung oleh penelitian dari Nogler (1995) yang menemukan bukti
bahwa setelah auditor mengeluarkan opini going concern, perusahaan
harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk
memperoleh opini bersih (unqualified opinion) pada tahun berikutnya,
jika tidak maka opini going concern akan diterima kembali.
Mutchler (1985) juga menguji pengaruh ketersediaan informasi
publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit
yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model
analisis diskriminan yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya
mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9
% dibandingkan model yang lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mutchler (1984), Sunarni dan Jatmiko (2012), Kartika (2012), Mutaqin
dan Sudarno (2012) menemukan hubungan positif antara opini audit
going concern tahun sebelumnya dengan opini tahun berjalan. Apabila
pada tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going concern,
maka pada tahun berjalan akan semakin besar kemungkinan perusahaan
untuk menerima kembali opini audit going concern.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
45
Penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang menjadi pertimbangan
auditor dalam penerimaan opini going concern oleh perusahaan diringkas
dalam tabel 2.2 sebagai berikut:
46
Tabel 2.2
Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Knechel dan
Vonstaelen (2007) The Relationship Between Auditor Tenure & Audit Quality Implied by Going Concern Opinions
Financial condition, type of evidence, dan disclosure berpengaruh signifikan terhadap opini going concern
3. Junaidi dan Hartono (2010)
Faktor Non Keuangan pada Opini Going Concern
Auditor- client tenure, reputasi auditor, disclosure, ukuran perusahaan
Opini audit sebelumnya
Auditor- client tenure, reputasi auditor, disclosure berpengaruh signifikan terhadap opini going concern, namun ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern
Bersambung ke halaman berikutnya
47
No. Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 4. Dewayanto (2011) Analisis Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Kondisi keuangan, da opini audit sebelumnya berpengaruh signifikan, audit tenur,ukuran perusahaan,opininoin shoping, reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan.
5. Kartika (2012) Pengaruh Kondisi Keuangan dan Non Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Opini audit tahun lalu Kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, kualitas audit, opinion shopping
Opini audit tahun lalu, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap opini going concern, namun kualitas audit, kondisi keuangan, dan opinion shopping tidak berpengaruh terhadap opini going concern
Ukuran KAP financial stress, bankcruptcy lag, operating cash flow
Financial stress dan reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap opini going concern
Bersambung ke halaman berikutnya
48
No. Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 7. Astuti dan Darsono
(2012) Pengaruh Faktor Keuangan dan Non Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern
Reputasi auditor, disclosure
Kondisi keuangan, debt default, opinion shopping, audit lag
Debt default, reputasi auditor dan audit lag berpengaruh signifikan terhadap opini going concern, namun kondisi keuangan, opinion shopping dandisclosure tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern.
8. Beams et al. (2013) The Effect of CEO and CFO Resignations on Going Concern Opinions
Client size, auditor reputation
Resigned CEO, net cash flow, leverage, one year stock return, amounts of investment
Client size, auditor reputation, negative cash flow, one year stock return berpengaruh signifikan terhadap opini going concern, namun resigned CEO tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern.
49
C. Kerangka Pemikiran
Hubungan atau keterkaitan antar variabel independen dan variabel
dependen dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Audit tenure terhadap opini audit going concern
Audit tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin
antara kantor akuntan publik (KAP) dengan auditee yang sama. Semakin
lama hubungan auditor dengan klien, maka dikhawatirkan semakin
rendah pengungkapan atas ketidakmampuan perusahaan dalam menjaga
kelangsungan usahanya. Hal tersebut akan mempengaruhi penerimaan
opini audit going concern terhadap perusahaan (Junaidi dan Hartono,
2010).
Ketika hubungan antara auditor dengan klien suatu KAP telah
berlangsung bertahun- tahun, klien dapat dipandang sebagai sumber
pendapatan yang sudah biasa berlangsung terus, yang secara potensial
dapat mengurangi independensi KAP (Widyantari, 2011:58). Terdapat
ancaman terhadap obyektifitas auditor dari familiaritasnya terhadap klien,
yang mengarahkan pada kritik yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin
untuk mengharapkan auditor untuk melakukan penilaian yang bersifat
obyektif dan tidak bias (Bazerman et al., 2002). Hubungan perikatan audit
antara auditor dan klien yang lama akan menjadikan auditor kehilangan
independensinya, sehingga untuk memberikan opini going concern cukup
sulit (Dewayanto,2011:89).
50
Penelitian Junaidi dan Hartono (2010), Dewayanto (2011), dan
Widyantari (2012) menemukan hubungan negatif antara audit tenure
dengan opini going concern. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Knechel dan Vonstraelen (2007), Junaidi
dan Hartono (2010), Muttaqin dan Sudarno (2012), dan Widodo (2011)
menemukan bukti bahwa audit tenure berpengaruh negatif signifikan
terhadap opini audit going concern.
Hubungan audit tenure dengan opini going concern adalah
semakin lama perikatan audit antara auditor dengan klien menyebabkan
independensi auditor berkurang sehingga auditor segan atau lebih sulit
untuk memberikan opini going concern kepada kliennya.
2. Reputasi KAP terhadap opini audit going concern
Craswell et al. (1995) menyatakan bahwa klien biasanya
mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik
besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik
internasional-lah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor
tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas,
seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review.
DeAngelo (1981) dalam Dewayanto (2011:89) mengatakan bahwa
peningkatan kualitas audit akan mempertinggi skala Kantor Akuntan
Publik yang juga akan berpengaruh pada klien dalam memilih Kantor
51
Akuntan Publik. Ukuran KAP berhubungan positif dengan kualitas
auditor.
Penelitian yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010),
Dewayanto (2011), dan Foroghi (2012), menyatakan bahwa terdapat
hubungan positif antara reputasi KAP dengan opini going concern.
Junaidi dan Hartono (2010), Mutaqin dan Sudarno (2012), Astuti dan
Darsono (2012), Foroghi (2012) berhasil membuktikan bahwa reputasi
KAP berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
Hubungan reputasi KAP dengan opini going concern adalah
positif. Dimana KAP bereputasi baik cenderung akan menerbitkan opini
going concern apabila auditor yakin klien mendapat masalah yang
berkaitan dengan going concern. Selain itu menurut Choi et al. (2010)
KAP besar seperti big four menyediakan mutu audit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan KAP kecil yang belum mempunyai reputasi.
3. Disclosure terhadap opini audit going concern
Disclosure adalah pengungkapan atau pemberian informasi oleh
perusahaan, baik yang positif maupun yang negatif, yang akan
mempengaruhi atas suatu keputusan investasi. Semakin tinggi disclosure
level yang dilakukan perusahaan, maka semakin banyak pula informasi
yang ada (Almilia dan Retrinasari, 2007). Lennox (2000) menyebutkan
bahwa pemimpin perusahaan lebih sering tidak mengungkapkan
informasi bad news mengenai perusahaan ketika auditor menerima opini
52
unqualified. Disclosure yang memadai atas informasi laporan keuangan
dapat mengurangi litigation risk, dalam penelitian yang dilakukan oleh
Khrisnan dan Zhang (2005) menjelaskan bahwa perusahaan yang
melakukan pengungkapan sesuai dengan standar pengungkapan
cenderung menerima clean opininion, dan perusahaan yang
mengungkapkan lebih sedikit informasi akuntansi cenderung
mendapatkan opini qualified dari auditor (Gaganis dan Pasiouras:2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Haron et al. (2009), Junaidi dan
Hartono (2010), Astuti dan Darsono (2012), dan Sari (2012)
membuktikan bahwa disclosure berpengaruh negatif terhadap penerimaan
opini going concern. Hasil penelitian yang ditemukan oleh Haron et al.
(2009), Junaidi dan Hartono (2010), dan Sari (2012) adalah disclosure
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
Hubungan yang terjadi antara disclosure dengan opini going
concern adalah apabila perusahaan merasa cukup baik kinerja keuangan
perusahaannya maka akan semakin banyak pengungkapan yang dilakukan
untuk menunjukkan kepada masyarakat citra baiknya, namun ketika
perusahaan mendapatkan opini going concern atau opini yang dianggap
dapat merusak citra perusahaannya maka perusahaan akan lebih sedikit
melakukan pengungkapan karena tidak ingin masyarakat terlalu banyak
tahu mengenai kinerja perusahaannya yang sedang buruk.
53
4. Ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern
Mutchler (1985) dalam Kartika (2012:29) menyatakan bahwa
auditor lebih sering mengeluarkan modifikasi opini audit going concern
pada perusahaan yang lebih kecil. Ukuran perusahaan yang diproksikan
dengan logaritma natural total asset yang dimiliki menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usaha. Semakin
tinggi total asset yang dimiliki, maka perusahaan dianggap memiliki
ukuran yang besar sehingga mampu mempertahankan kelangsungan
usahanya. Perusahaan besar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
mengelola perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan yang lebih
berkualitas (Junaidi dan Hartono, 2010:9). Semakin kecil skala
perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan yang lebih kecil dalam
pengelolaan usahanya. Hal ini menyebabkan perusahaan lebih berpeluang
mendapatkan opini audit going concern.
Kevin et al. (2005) menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya bahkan ketika perusahaan mengalami financial distress. Oleh
karena itu auditor akan menunda memberikan opini going concern
dengan harapan perusahaan akan dapat mengatasi kondisi buruknya pada
tahun mendatang (Widyantari,2012:55).
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Mutchler et al. (1987),
Rahayu (2009), Junaidi dan Hartono (2010), Warnida (2011), Widyantari
(2011), Muttaqin dan Sudarno (2012), menjelaskan adanya hubungan
54
negatif antara ukuran perusahaan klien dengan opini going concern. Hasil
Dependen Bernilai 1 bila perusahaan menerima Going Concern Audit Opinion (GCAO) dan bernilai 0 bila menerima opini Non Going Concern Audit Opinion (NGCAO)
Nominal
Bersambung ke halaman selanjutnya
72
Tabel 3.1 (Lanjutan) No. Variabel Jenis
Variabel Indikator Skala
2. Audit tenure (Knechel & Vonstraelen, 2007)
Independen Untuk mengukur variabel ini, peneliti menggunakan skala interval sesuai dengan lama hubungan KAP dengan perusahaan.
Nominal
3. Reputasi KAP (Foroghi, 2012)
Independen Skore 1 diberikan bila perusahaan diaudit KAP big four, dan 0 apabila KAP non big four
Nominal
4. Disclosure (Kartika, 2012)
Independen Jika perusahaan mengungkapkan item informasi dalam laporan keuangannya skor 1 akan diberikan dan jika item tersebut tidak diungkapkan, maka 0 akan diberikan
Rasio
5. Ukuran perusahaan klien (Beams et. al, 2012)
Independen Logaritma natural (ln) atas total aset perusahaan
Rasio
6. Opini tahun sebelumnya (Dewayanto, 2011)
Independen Apabila pada tahun sebelumnya terdapat opini GC diberi kode 1, sedangkan opini NGC diberi kode 0
Nominal
73
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Deskripsi Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 sampai tahun 2011.
Perusahaan tersebut telah terdaftar sejak tanggal 1 Januari 2006 dan tidak
mengalami delisting dari Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian.
Industri manufaktur dipilih karena memiliki jumlah perusahaan
yang listing paling banyak dibandingkan dengan industri lain sehingga
variasi data untuk sampel yang ada semakin banyak, dan juga untuk
menghindari industrial effect, industrial effect adalah resiko industri yang
berbeda antara sektor industri yang satu dengan yang lainnya. Fokus
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh audit tenure, reputasi
KAP, disclosure, ukuran perusahaan, dan opini audit sebelumnya
terhadap opini audit going concern.
Penelitian ini menggunakan data selama lima tahun, dari tahun
2007 sampai tahun 2011. Penggunaan periode 2007 sampai 2011 karena
pada tahun tersebut dapat memberikan gambaran mengenai kondisi
keuangan perusahaan yang dapat berubah- ubah dipengaruhi oleh faktor
internal maupun eksternal perusahaan, selain itu untuk melihat dampak
dari krisis ekonomi global yang mulai terjadi pada tahun 2007 di Amerika
Serikat. Namun data tahun 2006 dibutuhkan sebagai pelengkap data tahun
74
2007. Karena peneliti menggunakan variabel opini audit sebelumnya yang
membutuhkan data pada tahun sebelumnya (2006).
Tabel 4.1 dibawah ini menyajikan tahapan seleksi sampel
berdasarkan kriteria yang telah diteta
Tabel 4.1 Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria
Jumlah perusahaan yang listing di BEI tahun 2007-2011 dan tidak mengalami delisting
114
Perusahaan tidak menerbitkan laporan keuangan beserta laporan auditor independen secara lengkap
(11)
Tidak terdapat catatan atas laporan keuangan perusahaan (6) Perusahaan yang tidak mengalami laba bersih negatif sekurang-kurangnya dua tahun berturut- turut
(75)
Jumlah perusahaan sampel 22 Tahun pengamatan (tahun) 5 Jumlah sampel total selama periode penelitian 110 Sumber: data diolah Jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode penelitian berjumlah 114 perusahaan.
Dari 114 perusahaan manufaktur tersebut terdapat 11 perusahaan yang
tidak menerbitkan laporan keuangan beserta laporan auditor independen
secara lengkap, 6 perusahaan tidak menerbitkan catatan atas laporan
keuangan perusahaannya dan 75 perusahaan yang tidak mengalami laba
bersih setelah pajak bernilai negatif selama periode penelitian. Sehingga
perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel adalah sebanyak 22
perusahaan. Sedangkan total pengamatan yang dijadikan sampel
penelitian ini adalah 22 perusahaan dikalikan 5 tahun pengamatan,
sehinga sampel penelitian berjumlah 110 perusahaan.
75
2. Deskripsi Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini sampel dipilih dengan menggunakan metode
purposive sampling dengan menggunakan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya. Sampel dipilih bagi perusahaan yang menyajikan data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain audit tenure, ukuran KAP,
disclosure laporan keuangan, ukuran perusahaan klien, dan opini audit
sebelumnya t-1. Melalui metode purposive sampling diharapkan sampel
dapat mewakili populasiya dan tidak menimbulkan bias bagi tujuan
penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya.
Ringkasan sampel penelitian disajikan dalam Tabel 4.2
Berdasarkan Tabel 4.4, hasil analisis dengan menggunakan statistik
deskriptif dijelaskan sebagai berikut:
a) Hasil analisis statistik deskriptif terhadap penerimaan opini going
concern (GC) menunjukkan nilai minimum sebesar 0, nilai
maksimum sebesar 1 dengan rata- rata sebesar 0,53 dan standar
deviasi 0,502. Nilai rata- rata sebesar 0,53 menunjukkan bahwa opini
audit going concern dengan kode 1 menunjukkan bahwa sampel
penelitian lebih banyak menerima opini audit going concern dari 110
sampel yang diteliti. Dari 110 perusahaan terdapat 58,3 perusahaan
yang menerima opini audit going concern dan 51,7 perusahaan yang
mendapatkan opini audit non going concern.
b) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap audit
tenure (TENURE) menunjukkan nilai minimum sebesar 1, nilai
80
maksimum sebesar 5, dengan rata- rata sebesar 2,12 dan standar
deviasi 1,304. Nilai rata- rata sebesar 2,12 menunjukkan bahwa rata-
rata hubungan perikatan auditor dengan klien dalam penelitian ini
adalah 2,12 tahun.
c) Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap
reputasi KAP (REP) menunjukkan nilai minimum 0, nilai maksimum
1 , dengan rata- rata 0,30 dan standar deviasi sebesar 0,460. Nilai rata-
rata sebesar 0,30 menunjukkan bahwa perusahaan yang menggunakan
KAP big four dengan kode 1 sebesar 33 perusahaan saja, sedangkan
perusahaan yang menggunakan jasa KAP non big four adalah 77
perusahaan.
d) Hasil analisis dengan menggunakan analisis deskriptif terhadap
disclosure (DISC) menunjukkan nilai minimum 0,36, nilai maksimum
0,93, nilai rata- rata 0,50, dan standar deviasi 0,205. Nilai minimum
dan maksimum dibawah 1 menunjukkan bahwa sampel penelitian
belum ada yang menyajikan pengungkapan secara sempurna sesuai
dengan disclosure item.
e) Hasil analisis menggunakan statistik deskriptif terhadap ukuran
perusahaan klien (LnTA) menunjukkan nilai minimum sebesar 20,61,
nilai maksimum 30,56, rata- rata 26,81, dan standar deviasi sebesar
2,023. Nilai rata- rata 26,81 mendekati nilai maksimum 30,56
menunjukkan perusahaan sampel penelitian termasuk ke dalam
perusahaan dengan total aktiva yang besar.
81
f) Hasil statistik deskriptif terhadap opini audit sebelumnya (OPINI)
menunjukkan nilai minimum 0, nilai maksimum 1, rata- rata 0,55, dan
standar deviasi sebesar 0,499. Nilai rata- rata sebesar 0,55
menunjukkan bahwa opini audit sebelumnya dengan kode 1 lebih
banyak diterima perusahaan dibandingkan dengan yang pada tahun
sebelumnya tidak menerima opini going concern. Rata- rata 60,5
perusahaan yang menerima opini going concern, pada tahun
sebelumnya juga menerima opini going concern, dan 49,5 perusahaan
yang menerima opini going concern, pada tahun sebelumnya tidak
menerima opini going concern.
Variabel ukuran perusahaan klien dan disclosure yang
menggunakan skala pengukuran rasio, dan audit tenure yang
menggunakan skala pengukuran interval memiliki nilai rata- rata lebih
besar dari nilai standar deviasi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas data
dari variabel tersebut cukup baik, karena nilai rata- rata yang lebih besar
dari standar deviasinya menunjukkan bahwa standar error dari variabel
tersebut kecil. Sedangkan untuk variabel opini audit going concern,
reputasi KAP, dan opini audit sebelumnya menggunakan skala
pengukuran nominal , nilai rata- rata dan standar deviasi tidak tepat
digunakan sebagai alat analisis kualitas data, karena kode angka yang
digunaka dalam skala pengukuran nominal hanya berfungsi sebagai label
kategorial semata tanpa nilai intrinsik dan tidak memiliki arti apa- apa
(Ghozali, 2011:4).
82
2. Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Karena variabel independen bersifat dummy (menerima opini going
concern atau tidak menerima opini going concern), maka pengujian
terhadap hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik.
Regresi logistik adalah regresi yang digunkaan untuk menguji apakah
probabilitas terjadinya variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel
bebasnya. Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas data
pada variabel bebasnya (Ghozali, 2011:261). Tahapan dalam pengujian
dengan menggunakan uji regresi logistik dapat dijelaskan sebagai berikut
(Ghozali, 2011):
a. Hasil Uji Kesesuaian Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Pengujian kesesuaian keseluruhan model (overall model fit)
dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood
(-2LL) pada awal (Block Number=0) dengan nilai -2 Log Likelihood
(-2LL) pada akhir (Block Number=1). Hipotesis untuk menilai model
fit adalah:
Ho :Model yang dihoptesiskan fit dengan data
Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Berdasarkan hipotesis ini, maka Ho harus dterima dan Ha
harus ditolak agar model fit dengan data. Statistik yang digunakan
berdasarkan fugsi likelihood. Likelihood L dari model adalah
probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data
input.
83
Tabel 4.6 adalah Iteration History 0 yang merupakan -2
Log Likelihood awal. Tabel ini akan dibandingkan dengan tabel 4.8,
tabel Iteration History 1 yang merupakan -2 Log Likelihood akhir.
Adanya selisih antara -2 Log Likelihood awal dengan -2 Log
Likelihood akhir menunjukan bahwa hipotesis nol (Ho) tidak dapat di
tolak dan model fit dengan data.
Tabel 4.6 Iteration History 0
Berdasarkan hasil pegolahan SPSS 20.0, pada tabel 4.6
menunjukan bahwa nilai -2 Log Likelihood awal (tabel Iteration History
0) adalah sebesar 152,165. Secara matematis, angka tersebut signifikan
pada alpha 5% dan berarti bahwa hipotesisi nol (Ho) ditolak. Hal ini
berarti hanya konstanta saja yang tidak fit dengan data (sebelum
dimasukkan variabel bebas ke dalam model regresi) (Ghozali, 2011:268).
Langkah selanjutnya adalah membandingkan antara nilai -2 Log
Likelihood awal ( tabel Iteration History 0) dengan -2 Log Likelihood
Iteration Historya,b,c Iteration -2 Log
likelihood Coefficients
Constant
Step 0 1 152,165 ,109 2 152,165 ,109
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 152,165 c. Estimation terminated at iteration number 2 because parameter estimates changed by less than ,001. Sumber: output SPSS
84
akhir (tabel Iteration History 1), Pada tabel Iteration History 0, nilai -2
Log Likelihood awal menunjukan sebesar 152,165. Setelah variabel bebas
dimasukan pada model regresi, maka nilai -2 Log Likelihood pada tabel
4.7 Iteration History 1 adalah sebesar 51,225.
Berdasarkan output tersebut, terjadi penurunan nilai antara -2 Log
Likelihood awal dan akhir sebesar 100,94. Penurunan nilai -2 Log
Likelihood ini dapat diartikan bahwa penambahan variabel bebas ke
dalam model dapat memperbaiki model fit serta menunjukan model
a. Method: Enter b. Constant is included in the model c. Initial -2 Log Likelihood: 152,165 d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001 Sumber: output SPSS
85
regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang
dihipotesiskan fit dengan data
b. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke R. Square)
Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik
ditunjukkan oleh nilai Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R
Square. Nilai Cox & Snell R Square adalah sebesar 0,601 yang berarti
bahwa variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen
sebsar 60,1%. Cox & Snell R Square merupakan ukuran yang
mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression sehingga sulit
diintepretasikan. Kelemahan mendasar yang dimiliki adalah bias
terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam
model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka baik nilai R2
maupun Cox & Snell R Square akan mengalami peningkatan tidak
peduli apakah variabel tersebut berpengaruh atau tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu,
Nagelkerke R Square digunakan dalam mengevaluasi mana model
regresi yang terbaik karena nilai yang dihasilkan dapat naik atau
turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model
(Ghozali, 2011).
Berdasarkan Tabel 4.8 dibawah ini, nilai Nagelkerke R Square
sebesar 80,2%, yang berarti variabel dependen dapat dijelaskan oleh
variabel independen sebesar 80,2%, sedangkan sisanya sebesar
19,8% dijelaskan oleh variabel- variabel lain diluar model penelitian
86
seperti debt default, opinion shopping, kondisi keuangan perusahaan,
dan rasio keuangan lainnya seperti penelitian yang dilakukan oleh
Widyantari (2011).
c. Hasil Uji Kelayakan Model Regresi
Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah menilai kelayakan
model regresi logistik biner. Menilai kelayakan dari model regresi
dapat dilakukan dengan memperhatikan goodness of fit model yang
diukur dengan Chi-Square pada kolom Hosmer and Lemeshow’s
(Ghozali, 2009: 269). Hipotesis yang digunkaan untuk menilai
kelayakan model regresi ini adalah:
Ho: Tidak ada perbedaan antara model dengan data
Ha: Ada perbedaan antara model dengan data
Sumber: output SPSS
Tabel 4.8 Koefisien Determinasi
Model Summary
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
51,225a ,601 ,802 Sumber: output SPSS
Tabel 4.9 Menguji Kelayakan Model Regresi
Chi-square df Sig. 2,936 8 ,938
87
Tabel 4.9 menunjukan hasil pengujian Hosmer and
Lemeshow’s Test. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa
nilai signifikansi adalah sebesar 0,938. Nilai signifikan yag diperoleh
tersebut diatas 0,05 yang berarti hipotesis 0 (Ho) tidak dapat ditolak
(diterima). Hal ini berarti model mampu memprediksi niali
observasinya atau model dapat diterima karena cocok dengan data
observasinya sehingga model ini dapat digunakan untuk analisis
selanjutnya.
d. Hasil Uji Mutikolinearitas
Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala
korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Pengujian ini
menggunakan matriks korelasi antar variabel bebas untuk melihat
besarnya korelasi antar variabel independen. Pengujian
multikolinieritas menggunakan metrik korelasi antara variabel bebas
untuk melihat besarnya korelasi antara variabel bebas. Untuk melihat
besarnya korelasi antara variabel independen didalam penelitian ini
audit tenure (TENURE), reputasi KAP (REP), disclosure (DISC),
ukuran perusahaan klien (LnTA), dan opini audit sebelumnya
(OPINI). Hasil Tabel 4.8 menunjukkan tidak ada nilai koefisien
korelasi yang nilainya lebih besar dari 0,8, maka tidak ada gejala
multikolinearitas yang serius antara variabel bebasnya
(Widyantari,2011:81).
88
Sumber: output SPSS
e. Hasil Matriks Klasifikasi
Matriks klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan menerima opini
going concern.
Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi
kemungkinan perusahaan menerima opini going concern adalah
Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolinearitas
Correlation Matrix
Constant TENURE REP DISC LnTA OPINI
Constant 1,000 -,189 ,363 -,536 -,982 ,251
TENURE -,189 1,000 -,234 ,189 ,099 -,359
REP ,363 -,234 1,000 -,008 -,405 -,020
DISC -,536 ,189 -,008 1,000 ,406 -,355
LnTA -,982 ,099 -,405 ,406 1,000 -,253
OPINI ,251 -,359 -,020 -,355 -,253 1,000
Tabel 4.11 Matriks Klasifikasi
Observed Predicted GC Percentage
Correct NGCO GCO
GC NGCO 46 6 88,5 GCO 4 54 93,1
Overall Percentage 90,9 Sumber: output SPSS
89
sebesar 93,1%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan
model regresi yang digunakan, terdapat sebanyak 54 perusahaan
(93,1%) yang diprediksi akan menerima opini going concern dari
total 58 perusahaan yang menerima opini going concern. Kekuatan
prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan
perusahaan menerima opini non going concern adalah 88,5%. Hal ini
berarti bahwa dengan model regresi tersebut, terdapat sebanyak 46
perusahaan (88,5%) yang diprediksi menerima opini non going
concern dari total 52 perusahaan yang menerima opini non going
concern.
f. Hasil Uji Regresi Logistik
Model regresi logistik yang terbentuk disajikan pada tabel dibawah
ini:
Tabel 4.12 Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik
B S.E. Wald df Sig. Keterangan TENURE -,394 ,314 1,572 1 ,210 Tidak Signifikan
Berdasarkan pengujian regresi logistik (logistic regression)
sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, interpretasi
hasil disajikan dalam lima bagian. Bagian pertama membahas
pengaruh audit tenure (TENURE) terhadap opini audit going concern
(GC) (H1). Bagian kedua membahas pengaruh reputasi KAP (REP)
terhadap opini audit going concern (GC) (H2). Bagian ketiga
membahas pengaruh disclosure (DISC) terhadap opini audit going
concern (GC) (H3). Bagian keempat membahas pengaruh ukuran
perusahaan klien (LnTA) terhadap opini audit going concern (GC)
(H4). Dan bagian kelima membahas pengaruh opini audit sebelumnya
(OPINI) terhadap opini audit going concern (GC) (H5). Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Pengaruh Audit Tenure (TENURE) terhadap Opini Audit Going
Concern (GC)
Variabel TENURE menunjukkan koefisien regresi negatif
sebesar -0,394 dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0,210, lebih
besar dari α= 5%. Karena tingkat signifikansi (p) lebih besar dari
α= 5%, maka hipotesis ke-1 tidak berhasil didukung (ditolak).
91
Penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa audit tenure
berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil
penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Knechel dan
Vanstraelen (2007), Junaidi dan Jogiyanto (2010), Mutaqqin dan
Sudarno (2012) yang menyatakan bahwa audit tenure
berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Namun
hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Widyantari (2011), dan
Dewayanto (2011) yang menemukan bahwa audit tenure tidak
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa
independensi auditor tidak terganggu dengan lamanya perikatan
yang terjadi antara klien dengan auditor. Auditor akan tetap
mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang
diragukan kemampuannya untuk mempertahankan kelangsungan
usahanya tanpa memperdulikan fee audit yang akan diterima di
masa depan karena kehilangan klien. Selain itu terdapat Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008
pasal 3 tentang jasa akuntan publik. Peraturan tersebut
menyebutkan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan
keuangan suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama 6 (enam)
tahun buku berturut- turut dan oleh seorang akuntan publik paling
lama 3 (tiga) tahun berturut- turut. Sehingga baik KAP maupun
92
klien akan berusaha untuk mematuhi peraturan tersebut
(Dewayanto, 2011).
Namun hasil penelitian ini tidak mendukung hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono
(2010), Muttaqin dan Sudarno (2012), dan Januarti (2009) yang
menyatakan bahwa tenure berpengaruh terhadap opini audit going
concern. Menurut Junaidi dan Hartono (2010), semakin lama
hubungan auditor dengan klien, maka semakin kecil
kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan opini going
concern. Kondisi ini terjadi karena perikatan yang lama dapat
menyebabkan berkurangnya independensi KAP, dan apabila
independensi auditor berkurang maka opini yang dikeluarkan oleh
auditor merupakan opini yang menyesatkan dan akan merugikan
berbagai pihak. Opini yang menyesatkan tersebut tidak sesuai
dengan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya sebagai
contoh pada kasus Enron, dimana auditor yang mengaudit
independensinya berkurang karena terpengaruh dengan lamanya
perikatan sehingga, meskipun laporan keuangannya tidak wajar,
auditor yang berkurang independensinya akan mengeluarkan
opini audit wajar tanpa pengecualian. Di beberapa Negara
menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di Indonesia
penggantian KAP yang sama dilakukan setiap 5 tahun, sedangkan
untuk auditor yang sama setiap 3 tahun (Lenox, 2004).
93
2) Pengaruh Reputasi KAP (REP) terhadap Opini Audit Going
Concern (GC)
Variabel REP menunjukkan koefisien regresi negatif
sebesar -0,312 dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0,732,
lebih besar dari α=5%. Karena tingkat signifikansi lebih besar
dari α=5% maka hipotesis ke-2 tidak berhasil didukung.
Penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa reputasi KAP
berpengaruh terhadap opini going concern. Hasil yang sama juga
ditemukan oleh Dewayanto (2011), Muttaqin dan Sudarno
(2012). Namun penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian
yang dilakukan oleh Junaidi dan Jogiyanto (2010) serta Astuti
dan Darsono (2012) dan Foroghi (2012).
Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa
pemberian opini going concern oleh auditor tidak berdasarkan
pada besar kecilnya skala reputasi KAP. Baik KAP big four dan
KAP non big four menggunakan standar yang sama dalam
melaksanakan audit laporan keuangan. Oleh karena itu, anggapan
publik selama ini yang mengasumsikan bahwa KAP big four
memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan KAP non
big four tidak dapat dibenarkan. Terbukti dengan fenomena yang
ditemukan peneliti bahwa banyak perusahaan yang menerima
opini going concern dengan KAP non big four sebagai
auditornya. Hasil penelitian Beams et. al (2012) menemukan
94
bahwa big six accounting firms jarang menerbitkan opini going
concern, walaupun non big six accounting firms sering
menerbitkan opini going concern kepada perusahaan sebelum
mengalami kebangkrutan. Jadi besarnya KAP seperti big four
tidak menjamin mereka lebih berani mengeluarkan opini going
concern, karena KAP non big four melakukan audit dengan
standar yang sama seperti KAP big four.
Hal ini tidak mendukung konsep teori yang dikemukakan
oleh Mutchler et. al (1981) dalam Irfana dan Muid (2012) yang
menyebutkan bahwa semakin besar skala auditor, maka akan
semakin besar kemungkinan dalam mengeluarkan opini going
concern. Auditor skala besar memiliki insentif yang lebih baik
dalam menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan
pada auditor skala kecil. Auditor skala besar juga lebih
cenderung untuk mengungkapkan masalah- masalah yang ada
karena mereka lebih kuat menghadapi resiko pengadilan
(Foroghi,2012).
3) Pengaruh Disclosure (DISC) terhadap Opini Audit Going
Concern (GC)
Variabel DISC menunjukkan koefisien regresi negatif
sebesar -5,862, dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0,008,
lebih kecil dari α=5%. Karena tingkat signifikansi (p) lebih kecil
95
dari α=5%, maka hipotesis ke-3 berhasil didukung. Penelitian ini
berhasil membuktikan bahwa disclosure berpengaruh terhadap
opini going concern. Semakin tinggi pengungkapan maka
semakin rendah perusahaan menerima opini going concern. Hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Haron et al. (2009), Junaidi dan Hartono (2010),
namun tidak mendukung hasil penelitian Astuti dan Darsono
(2012).
Perusahaan yang tidak mengungkapkan rasio- rasio
keuangan yang bagus dan mengungkapkan dampak kondisi
ekonomi atau keraguan dalam kelangsungan hidup usahanya
akan meningkatkan kemungkinan menerima opini going
concern. Dengan nilai koefisien beta negatif mengindikasikan
perusahaan yang mengungkapkan keadaan perusahaannya lebih
banyak cenderung tidak menerima opini going concern. Semakin
banyak pengungkapan yang dilakukan oleh klien maka semakin
baik kondisi keuangannya sehingga terhindar dari penerimaan
opini going concern. Pengungkapan informasi tentang kondisi
perusahaan juga dapat menghindari konflik antara investor
dengan manajemen (Haroon et. al, 2009:6).
Berbanding terbalik dengan hasil penelitian Astuti dan
Darsono (2012) dimana menyatakan bahwa tingkat
pengungkapan yang tinggi tidak menyebabkan perusahaan
96
terhindar dari penerimaan opini going concern. Hal tersebut
dapat terjadi karena tingkat pengungkapan yang terlalu tinggi
menimbulkan kesan tidak baik dan diartikan sebagai
pengungkapan yang berlebihan. Terlalu banyak informasi akan
membahayakan karena penyajian rinci dan tidak penting justru
akan mengaburkan informasi yang signifikan dan membuat
laporan keuangan sulit ditafsirkan (Hendriksen dan Breda, 2002).
Penggunaan variabel disclosure dalam penelitian tentang
opini going concern masih sedikit (Junaidi dan Hartono, 2010),
namun variabel ini cukup efektif dalam memprediksi penerimaan
opini going concern terbukti dari tingkat signifikansi sebesar
0,008.
4) Pengaruh Ukuran Perusahaan Klien (LnTA) terhadap Opini
Audit Going Concern (GC)
Variabel LnTA menunjukkan koefisien regresi negatif
sebesar 0,278, dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0,238 lebih
besar dari α=5%. Dengan tingkat signifikansi yang lebih besar
dari α=5% maka hipotesis ke-4 tidak berhasil didukung. Hasil
penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Junaidi dan Hartono (2010), Muttaqin dan Sudarno (2012).
Namun hasil penelitian ini tidak didukung oleh penelitian
97
sebelumnya yang dilakukan oleh Dewayanto (2011), dan
Widyantari (2011).
Koefisien beta bernilai negatif mengindikasikan bahwa H4
ditolak. Dalam penelitian ini baik perusahaan dengan ukuran
besar dan kecil tetap mungkin menerima opini going concern.
Ukuran perusahaan klien yang diproksikan dengan
logaritma natural total aset menjelaskan contoh industri textile,
garment yang mempunyai mesin dan gedung dengan nilai yang
aset yang cukup besar namun tetap menerima opini going
concern. Karena penerimaan opini going concern oleh klien
tidak hanya sebatas melihat ukuran perusahaan saja namun
melihat kondisi keuangan perusahaan seperti mengalami laba
bersih negatif sekurang- kurangnya dua tahun berturut- turut
(Muttaqin danSudarno,2012:12).
5) Pengaruh Opini Audit Sebelumnya (OPINI) terhadap Opini
Audit Going Concern (GC)
Variabel OPINI menunjukkan koefisien regresi positif
sebesar 5,130, dengan tingkat signifikansi (p) 0,000 lebih besar
dari α=5%. Dengan tingkat signifikansi (p) yang lebih kecil dari
α=5%, maka hipotesis ke-5 berhasil didukung. Hasil penelitian
ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyantari
(2011), Kartika (2012), Muttaqin dan Sudarno (2012). Semakin
98
tinggi perusahaan menerimaan opini going concern pada tahun
sebelumnya maka semakin tinggi potensi untuk menerima opini
going concern pada tahun berikutnya.
Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa
auditor dalam menerbitkan opini audit going concern akan
mempertimbangkan opini audit going concern yang telah
diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Walaupun
penerbitan kembali opini audit going concern tidak semata-mata
didasarkan pada opini audit going concern yang diterima pada
tahun sebelumnya, namun penerimaan opini audit going concern
pada tahun sebelumnya akan mengakibatkan hilangnya
kepercayaan publik akan kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya sehingga hal ini akan
semakin mempersulit perusahaan untuk bangkit dari kesulitan
yang dialami (Ayu, 2011).
Selain itu, penerimaan opini audit going concern dapat
berdampak pada kesulitan perusahaan untuk mencari pinjaman
(Setyowati, 2009 dalam Ayu, 2011). Menurut Nogler (1995)
dalam Ramadhany (2004) juga menemukan bukti bahwa setelah
auditor mengeluarkan opini going concern maka perusahaan
harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk
memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (unqualified
99
opinion) pada tahun berikutnya, jika tidak maka opini going
concern dapat diberikan kembali.
Opini audit sebelumnya adalah variabel yang kuat dalam
memprediksi penerimaan opini going concern. Terbukti sebesar
89,9% dapat memprediksi penerimaan opini going concern tahun
selanjutnya (Mutchler et.al, 1994).
Ringkasan hasil penelitian akan disajikan dalam tabel 4.11
dibawah ini:
Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Penelitian
Variabel
Dependen Variabel
Independen Hasil
Opini Audit Going Concern
TENURE (-) X REP (-) X DISC (-) √ LnTA (-) X OPINI (+) √
Keterangan:
√ = Variabel independen berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen atau hipotesis diterima
X = Variabel independen tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen atau hipotesis tidak diterima
(ditolak)
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini meneliti tentang pengaruh audit tenure, reputasi KAP,
disclosure, ukuran perusahan klien, dan opini audit sebelumnya terhadap opini
audit going concern. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi
logistik dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS) Ver.
20. Data sampel perusahaan sebanyak 110 pengamatan perusahaan
manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2007-
2011.
Hasil pengujian dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat diringkas
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan
bahwa audit tenure secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap
opini audit going concern selama 5 tahun pengamatan (2007-2011). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewayanto (2011), dan
Widyantari (2011). Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Knechel dan Vanstraelen (2007), Januarti
(2007), Junaidi dan Jogiyanto (2010), serta Mutaqqin dan Sudarno (2012).
2. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan
bahwa reputasi KAP secara statistik tidak berpengaruh signifikan
101
terhadap opini audit going concern selama 5 tahun pengamatan (2007-
2011). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Irfana dan Muid (2012), Muttaqin dan Sudarno (2012), Dewayanto
(2011), Rahayu dan Pratiwi (2011). Namun hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Junaidi
dan Jogiyanto (2010), Astuti dan Darsono (2012), Foroghi (2012).
3. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan
bahwa disclosure secara statistik berpengaruh signifikan terhadap opini
audit going concern selama 5 tahun pengamatan (2007-2011). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Junaidi dan Jogiyanto (2010), dan Haron et al. (2009). Namun hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Astuti dan Darsono (2012).
4. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan klien secara statistik tidak berpengaruh
signifikan terhadap opini audit going concern selama 5 tahun (2007-
2011). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Junaidi dan Hartono (2010), Muttaqin dan Sudarno (2012). Namun
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Widyantari (2011), Dewayanto (2011), Beams et.al (2012).
102
5. Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan
bahwa opini audit sebelumnya secara statistik berpengaruh signifikan
terhadap opini audit going concern selama 5 tahun (2007-2011). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Widyantari (2011), Kartika
(2012), Muttaqin dan Sudarno (2012).
B. Implikasi
Penelitian ini memiliki implikasi yang diharapkan dapat berguna untuk
pihak- pihak yang berkepentingan. Implikasi dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Auditor dan Kantor Akuntan Publik
Dalam tugasnya mengeluarkan opini audit going concern sebaiknya
auditor terus mengkaji lebih dalam mengenai faktor- faktor internal
maupun eksternal yang berpengaruh terhadap opini going concern. Dan
juga auditor haruslah bersikap selalu bersikap objektif dan independen
terhadap klien sehingga tidak menyebabkan asimetri nformasi diantara
pengguna dan pembaca laporan audit.
2. Bagi Investor
Baik investor maupun kreditor harus mempertimbangkan dalam
bekerjasama dengan suatu perusahaan, terlebih bila perusahaan tersebut
telah menerima opini audit going concern. Investor dan kreditor harus
menganalisis apakah perusahaan tersebut dapat mempertahankan
kelangsungan usahanya atau bahkan akan mengalami kepailitan. Sebagai
pihak luar dari organisasi perusahaan hendaknya investor dan kreditor
103
memperhatikan tindakan manajemen untuk mengatasi kondisi buruk
perusahaan dengan meninjau ulang langkah- langkah konkrit yang
dilakukan perusahaan sehingga investor dan kreditor tidak akan rugi
dikemudian hari.
C. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang mungkin dapat melemahkan
hasil penelitian. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Populasi penelitian hanya menggunakan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2007-2011 saja.
2. Variabel ukuran perusahaan klien menggunakan logaritma natural (ln) dari
total aset. Terdapat proksi lain seperti total penjualan yang mungkin dapat
memberikan hasil berbeda dalam penelitian tentang penerimaan opini
going concern.
3. Generalisasi hasil penelitian dapaat terganggu karena situasi dan kondisi
lingkungan perusahaan yang berbeda di tiap perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI.
D. Saran
Penelitian mengenai penerimaan opini going concern di masa yang akan
datang diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih berkualitas,
dengan mempertimbangkan saran dibawah ini:
104
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan untuk menggunakan
seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai
populasi penelitian.
2. Menggunakan periode waktu penelitian lebih panjang, seperti 10 tahun
untuk melihat trend negatif yang ada.
3. Menggunakan proksi lain untuk variabel ukuran perusahaan klien seperti
log natural total penjualan.
4. Penelitian selanjutnya diharapkan menambahkah variabel- variabel lain
baik itu keuangan dan non keuangan.
5. Pada penelitian selanjutnya diharapkan tidak banyak menggunakan
variabel dummy karena akan berpengaruh terhadap hasil uji.
105
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2008. “Auditing (Pemeriksaan Akuntansi) oleh Kantor Akuntan Publik”, Edisi Ketiga Cetakan Keempat, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Almilia, L Spica dan Ika Retrinasari. 2007. “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kelengkapan dalam Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Proceeding Seminar Nasional FE Universitas Trisakti, hal 1-14. Anwar, Arif Budiman. 2010. “Analisis pengaruh Kinerja Keuangan dan Kualitas Pengungkapan Informasi Terhadap Return Saham”, Tesis S-2 Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Arens, Alvin A, Elder J Randal, dan Mark S. Beasley. 2010. “Auditing and
Assurance Services An Integrated Approach”, 13th edition, Pearson Education Inc, Upper Saddle River, New Jersey.
Astuti, Irtani Retno, dan Darsono. 2012. “Pengaruh Faktor Keuangan dan Non-
Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern”, Diponegoro Journal of Accounting Vol.1 No.2. Pg. 1- 10.
Badan Pengawas Pasar Modal. 2006. Keputusan Nomor: KEP-134/BL/2006 : Tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik. www.bapepam.go.id diakses pada tanggal 25 Januari 2013.
Badan Pengawas Pasar Modal. 2008. Keputusan Nomor: KEP-310/BL/2008
Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa di Pasar Modal. www.bapepam.go.id diakses pada tanggal 25 Januari 2013.
Bazerman, Max H, George Loewenstein, dan Don A Moore. 2002. “Why Good
Accountants Do Bad Audits”. http://sds.hss.cmu.edu/media/pdfs/loewenstein/WhyGoodAccountants.pdf. diakses melalui www.google.com pada tanggal 1 Februari 2013.
Belkaoui, Ahmed. R. 2006. “Teori Akuntansi”. Edisi Terjemahan. Jilid 1. Salemba Empat. Jakarta. Beams, Joseph, Wachira Boonyanet, Chatraphorn, dan Yan Yun-Chia. 2013. “The Effect of CEO and CFO Resignations on Going Concern Opinions”. http://ssrn.com/abstract=2250125 diakses pada tanggal 13 Februari 2013.
106
Blay, Allen D, Geiger Marshall A, dan North David S. 2011.”The Auditor’s Going Concern Opinion As a Communication of Risk”, Auditing: A Journal of Practice & Theory. Pg. 77- 102. Diakses melalui www.google.com pada tanggal 13 Februari 2013.
Boynton, William C, Raymond N. Johnson, dan Walter G. Kell. 2006. “Modern Auditing: Assurance Services and The Integrity of Financial Reporting”, 8th edition, John Wiley&Sons Inc, United States of America. Diakses pada tanggal 13 Februari melalui www. google.com
Chen, Ching-Lung, Fu Hsing Chang dan Gili Yen. 2005. “The Information
Contents of Auditor Change In Financial Distress Prediction” – Empirical Findings from The TAIEX – listed firms. www.google.com diakses pada tanggal 13 Februari 2013.
Cresswell, A.T, Francis J.R, dan Taylor S.L. 1995. “Auditor Brand Name
Reputations and Industry Specialization”. Journal of Accounting and Economics Vol. 20. Diakses melalui www.google.com pada tanggal 13 Februari 2013.
Dewayanto, Totok. 2011. “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Fokus Ekonomi Vol. 6 No.1 pg.81-104. De Angelo, L.E. 1981. “Auditor Independence, Lowballing, and Disclosure Regulation”. Journal of Accounting and Economic pg. 113-127. Dye, R.A. dan Sridhar, S.S 1995. “Industry wide disclosure dynamics”, Journal of
Accounting Research, 33(1): 157-174. Diakses melalui www.google.com pada tanggal 13 Februari 2013.
Elqorni, Ahmad Kurnia. 2009. “Mengenal Teori Keagenan”. The Management Lecture Resume. http://elqorniwordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori- keagenan/ diakses padatanggal 20 Maret 2013. Fitriani, Lingga, dan Tintri Dharma. 2007. “Disclosure Index Laporan Tahunan
2004 Emiten di BEJ”. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek dan Sipil) Vol. 2, ISSN:1858-2559.
Foroghi, Daruosh. 2012. “Audit Firm Size and Going Concern Reporting Accuracy”, Interdiciplinary Journalof Contemporary Research In Business Vol. 3 No. 9.
107
Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS 19”, Edisi 5 Cetakan V, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Halim, Abdul. 2008. “Auditing Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan”, Edisi Keempat Cetakan Pertama, Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta. Hamid, Abdul. 2007. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta. Haroon, Hasnah, Bambang Hartadi, Mahfooz Ansari, dan Ishak Ismail. 2009.
“Factors influencing auditor’s going concern opinion”. Asian academy of Management Journal, Vol. 14 No.1 : 1-19. Diakses melalui www.google.com pada tanggal 25 Maret 2013.
Hossain, Mohammed. 2008. “The Extent of Disclosure in Annual Reports of
Banking Companies: The Case of India”. European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.23 No.4, pg 659-680. Diakses melalui www.google.com pada tanggal 25 Maret 2013.
Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. ” Standard Profesional Akuntan Publik”. Jakarta: Salemba Empat Indriantoro, Nur, dan Bambang Supomo. 2002. “Metodologi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi & Manajemen”, Edisi Pertama Cetakan Pertama, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.
Januarti, Indira, dan Ella Fitrianasari. 2008. “Analisis Rasio Keuangan dan Rasio
Non Keuangan yang Mempengaruhi Auditor dalam memberikan Opini Audit Going Concernpada Auditee”, Jurnal MAKSI Vol. 8 No. 1.
------------------. 2009. “Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Jurnal Akuntansi, Universitas Diponegoro Semarang. Jensen MC, dan W.H Meckling. 1976. “Theory of Firm Managerial Behaviour Agency Cost & Ownership Structure”. Journal of Financial Economics Vol. 3 Pg 305-306. Diakses pada tanggal 26 Maret 2013. Junaidi, dan Jogiyanto Hartono. 2010. “Faktor Non- Keuangan pada Opini Going Concern”, Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto.
108
Kartika, Andi. 2012. “Pengaruh Kondisi Keuangan dan Non Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur di BEI”. Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan pg. 25-40.
Kevin, C.K Lam, dan Yaw M. Mensah. 2006. “Auditor’s Decisions Making Under Going Concern Uncertainties in Low Litigation Risk Environments: Evidence From Hongkong”. http://papers.ssrn.com/vol.3/papers.cfm?abstractid=899323 diakses pada tanggal 25 Maret 2013.
Koh, Hyan Chye, dan Sen Suan Tan. 1999. “A Neural Network Approach to The Prediction of Going Concern Status”. Accounting and Business Research, Vol.29 No. 3 pg. 211-216. Diakses melalui www.google.com pada tanggal 16 Maret 2013.
Knechel, W. Robert dan Ann Vanstraelen. 2007. “The Relationship Between Auditor Tenure and Audit Quality Implied By Going Concern Opinions”. Auditing A Journal Of Practice And Theory Vol. 26, No.1, pg 113-131. La Salle, Randal E, dan Anandarajan Asokan. 1996. “Auditor View on The Type
of Audit Report Issued to Entities with Going Concern Uncertainties”. Accounting Horisons Vol. 10.
Lennox, C. 2000. “Do Companies Successfully Engaged in Opinion Shopping:
Evidence From The UK”. Journal of Accounting and Economics Vol. 29. Diakses pada taggal 24 januari 2013.
Lingga Fitriani dan Dharma Tintri Ediraras Sudarsono. 2007. Disclosure Index Laporan Tahunan Emiten di BEJ. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil). Auditorium Kampus Gunadarma,Vol.2 ISSN: 1858-2559, 21- 22 Agustus 2008.
Mulyadi. 2002. “Auditing”. Edisi 6. Penerbit: Salemba 4. Yogyakarta. Mutchler, J. 1994. “Auditor’s Perceptions of The Going Concern Opinion Decision”. Auditing: Journal Practice and Theory. Muttaqin, Ariffandita Nuri, dan Sudarno. 2012. “Analisis Rasio Keuangan dan
Factor Non- Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 2008- 2010)”, Diponegoro Journal of Accounting Vol. 1 No. 2. Pg. 1- 13.
O’Reilly, Dennis M. 2010. “Do Investors Percieve The Going Concern Opinion As Useful For Pricing Stocks?” Department Of Accounting, College Business, East Carolina University, Greenville, North Carolina, USA.
109
Managerial Auditing Journal Vol. 25 No. 1, pg 4-16. Diakses pada tanggal 2 Maret 2013.
Praptitorini, Myrna Diah, Indira Januarti. 2007. “Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern” . Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar. Susarni, Ovi, dan Singgih Jatmiko. 2011. “Analisis Faktor- faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern”, Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
Tanor, L.A.O. 2009. Pentingnya Pengungkapan (Disclosure) Laporan Keuangan dalam Meminimalisasi Asimetri Informasi. Jurnal Formas. Vol 2, No.4 Juni pg 287-294.
Widyantari, AA Ayu Putri. 2011. “Opini Audit Going Concern dan Faktor- faktor yang Mempengaruhi: Studi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Tesis S-2, Program Studi Akuntansi, Universitas Udayana, Denpasar.
Zulkarnaini. 2007. “Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Jenis Industri terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Go Public di Indonesia”. Jurnal Ichsan Gorontalo Vol. 2 No. 1 hal. 506-523.
Nugroho, Priyanto. 2010. “Borok Lehman Brothers Terungkap: Repo ‘105’. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/03/29/borok-lehman-brothers-terungkap-repo-105-105113.html diakses pada tanggal 11 Januari 2013.
Edj. 2010. “Citibank & JP Morgan Percepat Kejatuhan Lehman”. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/03/14/1918474/Citibank.JP.Morgan.Percepat.Kejatuhan.Lehman diakses pada tanggal 11 Januari 2013
Taqiyyah, Barratut.2012. “Aksi Jual 6 Sektor menekan IHSG sebesar 0,08%”. http://investasi.kontan.co.id/news/aksi-jual-6-sektor-menekan-ihsg sebesar-008 diakses pada tanggal 11 Januari 2013.
LAMPIRAN 1
DATA SAMPEL
110
Daftar Nama Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Tahun 2007-2011
NO NAMA EMITEN KODE TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011
1 Akasha Wira International Tbk ADES √ √ √ √ √
2 Polychem Indonesia Tbk ASMG √ √ √ √ √
3 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA √ √ √ √ √
4 Aneka Kemasindo Utama Tbk AKKU √ √ √ √ √
5 Argha Karya Prima Ind. Tbk AKPI √ √ √ √ √
6 Alakasa Industrindo Tbk ALKA √ √ √ √ √
7 Alumindo Light Metal Industry Tbk ALMI √ √ √ √ √
Kreston International (Hendrawinata Eddy & Siddharta) 0
18 SIMM A. Krisnawan & Rekan Edi Subyakto, CPA 0 Edi Subyakto, CPA 0 Junaedi, Chairul, Labib & Rekan
0 Drs. Basri Hardjosumarto
0 Drs. Basri Hardjosumarto 0
19 SULI
Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja)
Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja
1Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja)
1Ernst & Young (Purwantono Sarwoko & Sandjaja)
1Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja)
1Ernst & Young (Purwantono, Suherman & Surja) 1
20 TBMS
Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja)
Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja
1Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja)
1Ernst & Young (Purwantono Sarwoko & Sandjaja)
1Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja)
1Ernst & Young (Purwantono, Suherman & Surja) 1
21 TFCO
Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja)
Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja
1Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja)
1Ernst & Young (Purwantono Sarwoko & Sandjaja)
1Ernst & Young (Purwantono, Sarwoko & Sandjaja)
1Ernst & Young (Purwantono, Suherman & Surja) 1
22 TIRTMorison (Junarto Tjahjadi BAP)
Kanto, Tony, Frans, Darmawan
0 Ngurah Arya & Rekan 0 Joachim Sulistyo & Rekan
0 Joachim Sulistyo & Rekan
0 Joachim Sulistyo & Rekan 0
opini audit sebelumnya
NO EMITEN 2006 2007 2008 2009 2010 20111 AKKU NGC 0 GC 1 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC2 BIMA NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC3 BRPT GC 1 GC 1 GC 1 NGC 0 NGC 0 NGC4 CNTX NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC5 DAVO NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC6 DPNS NGC 0 NGC 0 NGC 0 GC 1 GC 1 NGC7 ERTX GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC8 FPNI GC 1 GC 1 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC9 IKAI NGC 0 NGC 0 NGC 0 GC 1 GC 1 GC
10 JKSW GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC11 KARW GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC12 KICI GC 1 GC 1 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC13 MLIA GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC14 MYRX GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC15 MYTX GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC16 PAFI GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC17 POLY NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC18 SIMM GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC19 SULI GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 GC20 TBMS NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC21 TFCO GC 1 GC 1 GC 1 GC 1 NGC 0 NGC22 TIRT NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC 0 NGC
d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1
Step 100,940 5 ,000
Block 100,940 5 ,000
Model 100,940 5 ,000
Model Summary
Step -2 Log
likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 51,225a ,601 ,802
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 2,936 8 ,938
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
GC = NGCO GC = GCO Total
Observed Expected Observed Expected
Step 1
1 11 10,926 0 ,074 11
2 11 10,843 0 ,157 11
3 10 10,520 1 ,480 11
4 10 9,740 1 1,260 11
5 6 6,307 5 4,693 11
6 3 1,757 8 9,243 11
7 1 ,971 10 10,029 11
8 0 ,482 11 10,518 11
9 0 ,283 11 10,717 11
10 0 ,172 11 10,828 11
Classification Tablea
Observed Predicted
GC Percentage
Correct NGCO GCO
Step 1 GC
NGCO 46 6 88,5
GCO 4 54 93,1
Overall Percentage 90,9
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a
TENURE -,394 ,314 1,572 1 ,210 ,675
REP -,312 ,910 ,118 1 ,732 ,732
DISC -5,852 2,200 7,077 1 ,008 ,003
LnTA -,276 ,234 1,390 1 ,238 ,759
OPINI 5,130 ,899 32,604 1 ,000 169,091
Constant 8,465 6,721 1,586 1 ,208 4744,181
a. Variable(s) entered on step 1: TENURE, REP, DISC, LnTA, OPINI.
Correlation Matrix
Constant TENURE REP DISC LnTA OPINI
Step 1
Constant 1,000 -,189 ,363 -,536 -,982 ,251
TENURE -,189 1,000 -,234 ,189 ,099 -,359
REP ,363 -,234 1,000 -,008 -,405 -,020
DISC -,536 ,189 -,008 1,000 ,406 -,355
LnTA -,982 ,099 -,405 ,406 1,000 -,253
OPINI ,251 -,359 -,020 -,355 -,253 1,000
Step number: 1 Observed Groups and Predicted Probabilities 16 + + I I I G I F I G I R 12 +N G + E IN G I Q IN G I U INN G I E 8 +NN G + N INN G I C INN GG I Y INNG GGG I 4 +NNN N N GGG + INNN N N N G G GGGGG I INNNN N N NN N G G GGGGG GGGGGGI INNNN N NGNNNN NN G N G N N G G G G G NNGNG GGGGGNGGGGGGI Predicted ---------+---------+---------+---------+---------+---------+---------+---------+---------+---------- Prob: 0 ,1 ,2 ,3 ,4 ,5 ,6 ,7 ,8 ,9 1 Group: NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG Predicted Probability is of Membership for GCO The Cut Value is ,50 Symbols: N - NGCO G - GCO Each Symbol Represents 1 Case.