Top Banner
i PENGANTAR Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau yang juga dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda pembangunan global yang harus diikuti oleh semua negara, ternasuk Indonesia. Upaya pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagai sebiah agenda pembangunan global tidak hanya bertumpu pada level pemerintah pusat atau nasional, akan tetapi justru sangat bergantung pada mobilitas di tingkat kabupaten/kota dan sampai ke tingkat basis (kelurahan, desa, bahkan komunitas). Dalam konteks perencanaan pembangunan daerah upaya pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menjadi sebuah isu yang sangata strategis, tidak hanya dikaitkan dengan pengintegrasian dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah, akan tetapi juga diintegrasikan dengan potensi yang ada di tingkat basis. Terkait dengan hal tersebut, maka pengintegrasian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam dokumen perencanaan daerah maupun pemetaan terhadap potensi dan permasalahan di tingkat basis merupakan sebuah keharusan, sehingga diperlukan peran semua aktor dalam pemetaan potensi dan permasalahan yang berkaitan dengan upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Merujuk pada hal tersebut, maka upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan akan lebih efektif apabila juga dimulai dari tingkat basis, baik itu kelurahan/desa (bahkan lingkup yang lebih kecil) maupun komunitas. Merujuk pada hal tersebut, maka penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) menjadi sebuah keharusan dalam upaya pencapaian target agenda pembangunan global tersebut. Selanjutnya dengan telah terselesaikannya Rencana Aksi Daerah (RAD) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Suistainable Development Goals (SDGs) Kota Salatiga periode 2019–
81

PENGANTAR - Salatiga

Dec 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGANTAR - Salatiga

i

PENGANTAR

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau yang juga dikenal

dengan Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda

pembangunan global yang harus diikuti oleh semua negara, ternasuk

Indonesia. Upaya pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

sebagai sebiah agenda pembangunan global tidak hanya bertumpu pada

level pemerintah pusat atau nasional, akan tetapi justru sangat bergantung

pada mobilitas di tingkat kabupaten/kota dan sampai ke tingkat basis

(kelurahan, desa, bahkan komunitas).

Dalam konteks perencanaan pembangunan daerah upaya pencapaian

target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menjadi sebuah isu yang

sangata strategis, tidak hanya dikaitkan dengan pengintegrasian dalam

dokumen perencanaan pembangunan daerah, akan tetapi juga

diintegrasikan dengan potensi yang ada di tingkat basis.

Terkait dengan hal tersebut, maka pengintegrasian Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan dalam dokumen perencanaan daerah maupun

pemetaan terhadap potensi dan permasalahan di tingkat basis merupakan

sebuah keharusan, sehingga diperlukan peran semua aktor dalam

pemetaan potensi dan permasalahan yang berkaitan dengan upaya

pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebagaimana tertuang

dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pedoman

Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Merujuk pada hal tersebut, maka upaya pencapaian tujuan

pembangunan berkelanjutan akan lebih efektif apabila juga dimulai dari

tingkat basis, baik itu kelurahan/desa (bahkan lingkup yang lebih kecil)

maupun komunitas.

Merujuk pada hal tersebut, maka penyusunan Rencana Aksi Daerah

(RAD) menjadi sebuah keharusan dalam upaya pencapaian target agenda

pembangunan global tersebut. Selanjutnya dengan telah terselesaikannya

Rencana Aksi Daerah (RAD) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

(TPB)/Suistainable Development Goals (SDGs) Kota Salatiga periode 2019–

Page 2: PENGANTAR - Salatiga

ii

2022, guna memenuhi amanat Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang

Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Seluruh pihak telah

bekerja sangat baik, secara bersama-sama menyusun dokumen RAD

TPB/SDGs ini.

RAD TPB/SDGs disusun dengan prinsip inklusifitas, terintegrasi, no

one left behind serta partisipatif. Rencana Aksi yang dijabarkan dari 17

goals dikelompokkan dalam 4 (empat) pilar pembangunan, yakni: pilar

pembangunan sosial, pilar pembangunan ekonomi, pilar pembangunan

lingkungan, serta pilar pembangunan hukum dan tata kelola. RAD

TPB/SDGs ini juga telah diinternalisasikan kedalam dokumen perencanaan

RPJMD, Renstra, dan RKPD serta selaras dengan visi, misi, target, dan

indikator pembangunan daerah.

Terkait dengan hal tersebut di atas, maka komitmen Pemerintah

Kota Salatiga dalam mewujudkan dan menempatkan upaya pencapaian

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) sebagai agenda prioritas,

dituangkan dalam dokumen Rencana Aksi Daerah yang diharapkan dapat

mendukung akselerasi pencapaian visi dan misi Pemerintah Kota Salatiga

yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah maupun

jangka panjang.

Sebagai sebuah dokumen perencanaan yang menjadi tindak lanjut

agenda pembangunan global serta hasil tagging dengan RPJMD Kota

Salatiga Tahun 2017-2022, maka RAD TPB/SDGs Kota Salatiga Tahun

2019-2022 ini agar dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh karena

bagaimanapun keberhasilan pencapaian target memerlukan komitmen

semua pihak, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring,

evaluasi hingga pelaporan pencapaiannya.

Sekali lagi, meskipun menurut Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun

2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,

Pemerintah Kabupaten/Kota tidak diwajibkan menyusun RAD TPB/SDGs,

akan tetapi penyusunan RAD TPB/SDGs Kota Salatiga Tahun 2019-2022

adalah bentuk komitmen pemerintah Kota Salatiga dalam mendukung

upaya pencapaian TPB/SDGs sebagai agenda pembangunan global yang

harus dipenuhi oleh negara pihak/negara yang menandatangani

Page 3: PENGANTAR - Salatiga

iii

kesepakatan tentang Sustainable Developmet Goals pada 15 September

2015, termasuk Indonesia. Selanjutnya melalui dokumen RAD SDGs Kota

Salatiga Tahun 2019-2022 ini, diharapkan dapat mendukung akselerasi

terwujudnya visi misi Kota Salatiga sebagaimana tertuang dalam Rencana

Pembvangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Salatiga Tahun

2017-2022.

Salatiga, Desember 2019

Kepala BAPELITBANGDA Kota Salatiga

Drs. SUSANTO

Page 4: PENGANTAR - Salatiga

iv

DAFTAR ISI

Pengantar i Daftar Isi iv Daftar Tabel vi Daftar Gambar/Grafik vii

Bab I Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Landasan Hukum 1.4. Sistematika Laporan

1 4 4 5

Bab II Pencapaian Pilar Pembangunan Sosial 6 2.1. Tujuan 1 Mengakhiri segala bentuk Kemiskinan 2.2. Tujuan 2 Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan

Pangan dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan

2.3. Tujuan 3 Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia

2.4. Tujuan 4 Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif 2.5. Tujuan 5 Mencapai Kesetaraan Gender

6

22

27 37 39

Bab III Pencapaian Pilar Pembangunan Ekonomi 41 3.1. Tujuan 7 Energi yang terjangkau, modern, dan

berkelanjutan 3.2. Tujuan 8 Pertumbuhan Ekonomi yang Inkluisf dan

Berkelanjutan 3.3. Tujuan 9 Membangun Infrastruktur yang tangguh, Industri

inklusif dan berkalnjutamn, serta mendorong inovasi 3.4. Tujuan 10 Mengurangi Kesenjangan Intra dan Antarnegara 3.5. Tujuan 17 Memperkuat dan Merevitalisasi Kemitraan Global

41

42

49 50 51

Bab IV Pencapaian Pilar Pembangunan Lingkungan 55 4.1. Tujuan 6 Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air

Bersih serta Sanitasi yang Berkelanjutan 4.2. Tujuan 11 Kota, Permukiman dan Komunitas Berkelanjutan 4.3. Tujuan 12 Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan 4.4. Tujuan 13 Penanganan Perubahan Iklim dan

Penanggulangan Kebencanaan 4.5. Tujuan 14 Pelestarian dan Pemanfaatan Berkelanjutan

Ekosistem Kelautan 4.6. Tujuan 15 Pelestarian dan Pemanfaatan Berkelanjutan

Ekosistem Daratan

55 58 60

63

64

64

Bab V Pencapaian Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola 67 5.1. Tujuan 16 Menciptakan Perdamaian, Penegakan Hukim,

dan Penguatan Kelembagaan

67

Page 5: PENGANTAR - Salatiga

v

Bab VI Penutup 71

6.1. Kesimpulan 71

6.2. Rencana Tindak Lanjut 73

Page 6: PENGANTAR - Salatiga

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah KPM penerima PKH Kota Salatiga (15 februari

2019)

17

Tabel 2.2 Cakupan bayi yang mendapat imunisasi dasar lengkap 20

Tabel 2.3 Kondisi eksisting kondisi pangan tahun 2018 23

Tabel 2.4 Kondisi eksisting indikator tujuan 4 SDGs 38

Tabel 3.1 Kondisi eksisting indikator tujuan 7 SDGs Kota Salatiga

tahun 2016-2018

42

Tabel 3.2 Nilai PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga

konstan 2010 Kota Salatiga tahun 2015-2017 (dalam juta

rupiah)

43

Tabel 3.3 Kondisi eksisting infrastruktur dan industri inklusif dan

berkelanjutan Kota Salatiga tahun 2018

49

Tabel 3.4 Kondisi eksisting indikator disparitas wilayah Kota

Salatiga tahun 2018

51

Tabel 3.5 Kondisi Eksisting Indikator Tujuan 17 SDGs menguatkan

sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global

(aspek kemitraan dalam pembiayaan pembangunan) Kota

Salatiga Tahun 2018

51

Tabel 3.6 Perkembangan PAD Kota Salatiga tahun 2012-2018 54

Tabel 4.1 Kondisi eksisting indikator Tujuan 6 SDGs Kota Salatiga

Tahun 2016-2018

58

Tabel 4.2 Kondisi eksisting indikator dan pemukiman yang

berkelanjutan Kota Salatiga tahun 2018

59

Tabel 4.3 Kondisi eksisting indikator pola produksi dan konsumsi

yang berkelanjutan Kota Salatiga tahun 2018

60

Tabel 4.4 Kondisi eksisting indikator perubahan iklim Kota Salatiga

tahun 2018

63

Tabel 4.5 Kondisi eksisting indikator pemanfaat ekosistim daratan

Kota Salatiga tahun 2018

65

Tabel 5.1 Kondisi eksisting indikator tujuan 16 SDGs (aspek hak

asasi manusia dan hukum) Kota Salatiga tahun 2018

67

Tabel 5.2 Kondisi eksisting indikator tujuan 16 SDGs (aspek tata

kelola dan pemguatan kelembagaaan) Kota Salatiga thun

2018

66

Page 7: PENGANTAR - Salatiga

vii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1 Tingkat kemiskinan (%) Kota Salatiga 6

Grafik 2.2 Perkembangan Tingkat kemiskinan (0%) Kota Salatiga 7

Grafik 2.3

Relevansi Tingkat Kemiskinan (%) Kota Salatiga provinsi

dan Nasional

7

Grafik 2.4 Perkembangan jumlah penduduk miskin (jiwa) Kota

Salatiga

8

Grafik 2.5 Perbandingan penduduk miskin (jiwa) Kota Salatiga,

Provinsi Jawa Tengah dan Nasional tahun 2018

8

Grafik 2.6 Garis kemiskinan (Rp) Kota Salatiga, Provinsi Jawa

Tengah dan Nasional tahun 2018

9

Grafik 2.7 Perkembangan garis kemiskinan Kota Salatiga tahun

2014-2018

10

Grafik 2.8 Indeks kedalaman kemiskinan Kota Salatiga, Provinsi

Jawa Tengah dan Nasional tahun 2018

11

Grafik 2.9 Perkembangan indeks kedalman kemiskinan (P1) Kota

Salatiga tahun 2014-2018

11

Grafik 2.10 Efektifitas perkembangan indeks kedalaman kemiskinan

(P1) Kota Salatiga

12

Grafik 2.11 Relevensi perkembangan indeks kedalaman kemiskinan

(P1) Kota Salatiga terhadap provinsi dan Nasional

12

Grafik 2.12 Indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota Salatiga,

provinsi Jawa Tengah dan Nasional tahun 2018

13

Grafik 2.13 Perkembangan indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota

Salatiga tahun 2014-2018

14

Grafik 2.14 Efektifitas indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota

Salatiga

14

Grafik 2.15 Relevensi efektifitas perkembangan indeks keparahan

kemiskinan (P2) Kota Salatiga terhadap provinsi dan

Nasional

15

Grafik 2.16 Presentase peserta menurut jenis jaminan kesehatan di

Kota Salatiga tahun 2018

16

Grafik 2.17 Cakupan persalinan yang ditolong nakes Kota Salatiga

2014-2018

19

Grafik 2.18 Imunisasi dasar lengkap bayi tahun 2014-2018 20

Grafik 2.19 Cakupan peserta KB aktif Kota Salatiga tahun 2014-

2018

21

Grafik 2.20 Preentase penduduk mengakses jamban sehat tahun

2014-2018

22

Grafik 2.21 Cakupan ASI eksklusif Kota Salatiga Kota Salatiga

tahun 2014-2018

26

Grafik 2.22 Cakupan persalinan yang ditolong nakes Kota Salatiga

tahun 2014-2018

30

Grafik 2.23 Angka bayi Kota Salatiga tahun 2014-2018 33

Page 8: PENGANTAR - Salatiga

viii

Grafik 2.24 Jumlah kasus malaria di Kota Salatiga tahun 2014-2018 35

Grafik 2.25 Cakupan peserta KB aktif Kota Salatiga tahun 2014-

2018

37

Grafik 2.26 Presentase pendududk mengakses jamban sehat tahun

2014-2018

42

Grafik 3.1 Data pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga Provinsi Jawa

Tengah dan Nasional tahun 2013-2018

44

Grafik 3.2 Data posisi relatif pertumbuhan ekonomi di bandingkan

dengan kota lain di Provinsi Jawa Tengah (Kota

Semarang, Kota Tegal, Kota Pekalongan, Kota Surakarta,

dan Kota Magelang ) tahun 2018

45

Grafik 3.3 Laju inflasi Kota Salatiga 46

Grafik 3.4 Laju inflasi Kota Salatiga di bandingkan kota di Provinsi

Jawa Tengah

46

Grafik 3.5 Perkembangan pengeluaran perkapita Kota Salatiga,

Jawa Tengah dan Nasional tahun 2015-2017 (ribu

rupiah)

51

Grafik 3.6 Perkembangan TPAK Kota Salatiga, Jawa Tengah dan

Nasional tahun 2014-2018

52

Grafik 3.7 Perkembangan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota

Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional tahun

2015-2017(%)

52

Grafik 4.1 Persentase Penduduk Mengakses Jamban Sehat Tahun

2014-2018

55

Page 9: PENGANTAR - Salatiga

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable

Development Goals (SDGs) telah dirumuskan pada tingkat global melibatkan

para pemimpin 193 negara anggota PBB pada akhir September 2015.

Agenda tersebut mengakui bahwa penghapusan kemiskinan dalam segala

bentuk termasuk penghapusan ekstrim sebagai tantangan utama di tingkat

global untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.Pembangunan

berkelanjutan sebagai rencana aksi global dilaksanakan hingga tahun 2030

memiliki 5 (lima) prinsip dasar yaitu People, Planet, Prosperity, Peace dan

Partnership dalam 3 dimensi yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan yang

selaras.

Adapun Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/SDGs terdiri dari

17 Tujuan dan 169 Target yang tercakup dalam dimensi sosial, ekonomi

dan lingkungan secara terintegrasi, sebagaimana ditunjukkan tabel berikut:

No Goal SDGs Pilar

1 No Poverty Sosial

2 Zero Hunger Sosial

3 Good Health and Well-Being Sosial

4 Quality Education Sosial

5 Gender Equality Sosial

6 Clean Water and Sanitation Lingkungan

7 Affordable Energy Ekonomi

8 Decent Work and Economic Growth Ekonomi

9 Industry, inovation, and Infrastructure Ekonomi

10 Reduced and Inequalities Ekonomi

11 Sustainable Cities and Communities Lingkungan

12 Responsible Consumtion and Production Lingkungan

13 Climate Action Lingkungan

14 Life Below Wate Lingkungan

15 Life on Land Lingkungan

16 Peace, Justice, and Strong Institution Hukum dan Tata Kelola

17 Partnership for the Goals Ekonomi

Mendasarkan urutan waktu, TPB dirumuskan di tingkat global pada

akhir tahun 2015, sejalan dengan waktu penyusunan RPJMN 2015-2019.

Hal tersebut memudahkan pengarustamaan TPB ke dalam dokumen RPJMN

2015-2019, sehingga sebanyak 94 target dari 169 target SDGs telah selaras

dengan RPJMN. Sebagai tindak lanjut, telah disusun Peraturan Presiden

Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan

Page 10: PENGANTAR - Salatiga

2

Pembangunan Berkelanjutan. Sedangkan untuk Jawa Tengah, perumusan

TPB di tingkat global pada akhir tahun 2015 dan pada saat penerbitan

Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 telah dilakukan penyusunan

Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Salatiga Tahun 2017-

2022, namun demikian indikator yang tertuang dalam Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan secara garis besar sudah terakomodir dalam

RPJMD Kota Salatiga Tahun 2017-2022. Sehingga penyusunan pertama kali

untuk Rencana Aksi Daerah (RAD) Kota Salatiga dilaksanakan dengan

periodisasi 2019-2022. Sehubungan dengan itu, maka metode yang

digunakan untuk penyusunan RAD TPB Jawa Tengah Tahun 2019-2022

menggunakan tagging terhadap dokumen RPJMD Kota Salatiga Tahun

2017-2022, sehingga dimungkinkan beberapa target dan sasaran

pembangunan Kota Salatiga masih ada yang belum mengakomodir TPB.

Ide atau gagasan tentang SDGs pertama kali disampaikan oleh

pemerintah Kolombia dan Guatemala dalam pertemuan tidak resmi di Solo,

Indonesia, Juli 2011. Usulan ini terus bergulir dan menjadi perdebatan di

kalangan anggota PBB dalam berbagai pertemuan tidak resmi untuk

menyempurnakan usulan tersebut. Di dalam usulannya, kedua negara

menyebutkan ada 8 (delapan) tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu:

(1) Combating Poverty

(2) Changing Consumption Patterns

(3) Promoting Sustainable Human Settlement Development

(4) Biodiversity and Forests

(5) Oceans

(6) Water Resources

(7) Advancing Food Security

(8) Energy, including from renewable sources

TPB/SDGs merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari MDGs

dengan target dan tujuan yang lebih ambisius. Salah satu contoh adalah

target kemiskinan: pada MDGs mensyaratkan untuk menurunkan

kemiskinan setengah dari angka baseline, namun TPB/SDGs lebih berat

yaitu mensyaratkan tanpa kemiskinan. Selanjutnya, target indikator MDGs

yang telah tercapai agar dipertahankan, dan target indikator yang belum

tercapai diupayakan tercapai pada pelaksanaan Agenda TPB/SDGs.

Pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) merupakan pembangunan

yang bersifat universal dan inklusif. Universal, karena tidak hanya

Page 11: PENGANTAR - Salatiga

3

dilaksanakan oleh negara kurang berkembang namun juga negara maju

untuk seluruh bangsa dunia. Inklusif, artinya manfaat pembangunan harus

dapat dirasakan oleh segala lapisan dan kelompok masyakarat meliputi

masyarakat rentan/miskin, disabilitas, anak-anak, dewasa, perempuan dan

laki-laki.

Penetapan tujuan dan target dalam TPB/SDGs mempunyai keterkaitan

yang komprehensif antar pilarnya yaitu pilar sosial, ekonomi, lingkungan

dan hukum tata kelola. Tujuan akhir yang diharapkan dalam pencapaian

TPB/SDGs yaitu: Menghilangkan kemiskinan, Menghilangkan kelaparan dan

Berkurangnya kesenjangan. Untuk mempercepat pencapaian tujuan akhir

tersebut terdapat tujuan-tujuan yang menjadi akselerasi/ pemercepat yaitu

Kehidupan sehat sejahtera, Pendidikan berkualitas, Kesetaraan gender,

Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, Kota pemukiman yang

berkelanjutan, Penanganan perubahan iklim serta Perdamaian keadilan dan

kelembagaan yang tangguh. Sedangkan tujuan-tujuan yang lain merupakan

katalisator/daya ungkit yaitu: Air bersih dan sanitasi layak, Energi bersih

dan terjangkau, Industri inovasi dan infrastruktur, Konsumsi dan

produksiyang bertanggung jawab, Ekosistem lautan, Ekosistem daratan dan

Kemitraan untuk mencapai tujuan.

Inklusif, tidak hanya dimaknai dari sisi penerima manfaat

pembangunan, namun dimaknai juga bagi pelaku pembangunan. Pelaku

pembangunan dalam mewujudkan TPB/SDGs bukan hanya pemerintah

(eksekutif dan legislatif) namun juga melibatkan filantropi dan pelaku

usaha, Akademisi dan Pakar, Organisasi Masyarakat Sipil bahkan Media.

Setiap unsur tersebut memiliki peran masing-masing namun saling terkait.

Pemerintah berperan dalam penyusunan kebijakan, pengalokasian anggaran

dan evaluasi terhadap program/kegiatan yang mendukung pencapaian

target TPB/SDGs. Organisasi Masyarakat Sipil memberikan advokasi,

membangun kesadaran masyarakat dan berperan sebagai mitra pemerintah

dalam pelaksanaan program/kegiatan yang mendukung pencapaian target

TPB/SDGs. Filantropi dan pelaku usaha berperan untuk melakukan

advokasi pada para pelaku usaha dan sektor bisnis. Peran akademisi

bertumpu pada pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat

mengupayakan terwujudnya pencapaian TPB/SDGs.

TPB/SDGs merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya

pemerintah saja, sehingga perlu peran serta aktif seluruh pihak dalam

Page 12: PENGANTAR - Salatiga

4

fasilitasi, koordinasi, advokasi, sosialisasi dan diseminasi guna mewujudkan

sinergitas pencapaian TPB/SDGs. Pembagian pola peran menjadi sangat

penting dalam pelaksanaan TPB/SDGs, demikian halnya dengan

pembiayaan yang dialokasikan untuk perwujudan pencapaian TPB/SDGs

yang tidak hanya bersumber dari APBD namun juga sumber lainnya.

Pelaksanaan upaya pencapaian Tujuan pembangunan Berkelanjutan

atau Sustainable Development Goals (SDGs) dilakukan dengan sumber

pembiayaan dari berbagai pihak selain dari instansi pemerintah. Hal

tersebut sejalan dengan prinsip dalam papardigma baru pembangunan

berkelanjutan yaitu inklusif dan terintegrasi dan melibatkan aktor di luar

negara (non state actor).

1.2. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Maksud penyusunan laporan kinerja pelaksanaan tujuan

pembangunan berkelanjutan ini adalah memberikan informasi

berkaitan dengan kegiatan koordinasi yang telah dilaksanakan oleh

Tim Pelaksana Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Kota Salatiga

dalam rangka pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

di Kota Salatiga Tahun 2019.

2. Tujuan

a. Memberikan gambaran tentang kondisi pencapaian tujuan

pembangunan berkelanjutan di Kota Salatiga dan pelaksanaan

koordinasi dalam implementasi program dalam rangka pencapaian

target tujuan pembangunan berkelanjutan di Kota Salatiga.

b. Memberikan gambaran tentang perkembangan dan permasalahan

yang terjadi dalam pelaksanaan program dalam rangka pencapaian

target tujuan pembangunan berkelanjutan di Kota Salatiga.

c. Merumuskan saran tindak dalam rangka peningkatan efektivitas

kinerja organisasi Tim Pelaksana Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan Kota Salatiga dalam pelaksanaan tugasnya.

1.3. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.

Page 13: PENGANTAR - Salatiga

5

2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015.

3. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.

4. Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang perencana

pembangunan jangka menengah Nasional Tahun 2015-2019

5. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan

Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

6. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang daerah Kota Salatiga tahun 2005-2025.

7. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah daerah Kota Salatiga tahun 2017-

2022.

8. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 050-05/263/2019 tentang Tim

Pelaksana, Kelompok Kerja dan Sekretariat Pelaksanaan Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals

(TPB/SDGs).

1.4. Sistematika Laporan

Laporan kinerja TKPK tahun 2019 disusun dengan sistematika sebagai

berikut:

Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, maksud dan

tujuan, landasan hukum dan sistematika laporan.

Bab II Pencapaian Pilar Pembangunan Sosial, berisi tentang kondisi

capaian Tujuan1, Tujuan 2, Tujuan 3, Tujuan 4, dan Tujuan 5.

Bab III Pencapaian Pilar Pembangunan Ekonomi, berisi tentang kondisi

capaian Tujuan 7, Tujuan 8, Tujuan 9, Tujuan 10, dan Tujuan 17.

Bab IV Pencapaian Pilar Pembangunan Lingkungan, berisi tentang kondisi

capaian Tujuan 6, Tujuan 11, Tujuan 12, Tujuan 13, Tujuan 14,

dan Tujuan 15

Bab V Pencapaian Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola, berisi

tentang kondisi capaian Tujuan 16.

Bab VI Penutup berisi Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut.

Page 14: PENGANTAR - Salatiga

6

BAB II PENCAPAIAN PILAR PEMBANGUNAN SOSIAL

2.1. Tujuan 1. Mengakhiri Segala Bentuk Kemiskinan

Angka Kemiskinan Kota Salatiga.

Kondisi Tingkat kemiskinan Kota Salatiga secara garis besar merujuk

pada Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Daerah.

1. Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin

Persentase penduduk miskin Kota Salatiga pada tahun 2018

sebesar 4,84% berada di bawah rata-rata capaian Jawa Tengah yaitu

sebesar 11,32%, sedangkan capaian rata-rata nasional sebesar

9,82%. Jika dibandingkan dengan capaian Nasional dan Jawa

Tengah, tingkat kemiskinan Kota Salatiga relatif masih lebih baik.

Kondisi tersebut bisa dilihat pada grafik 2.1 di bawah ini.

Grafik 2.1. Tingkat Kemiskinan (%)

Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

Sumber: BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Persentase penduduk miskin Kota Salatiga dalam kurun waktu

tahun 2014-2018 cenderung menurun. Perkembangan penduduk

miskin Kota Salatiga dapat dilihat pada grafik 2.2 di bawah ini.

Page 15: PENGANTAR - Salatiga

7

Grafik 2.2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan (%)

Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber: BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Berdasarkan grafik di atas, tingkat kemiskinan Kota Salatiga

mengalami penurunan dari 5,07% pada tahun 2017 menjadi 4.84%

pada Tahun 2018. Hal ini sudah terlihat relevan (sejalan) dengan

Provinsi maupun Nasional. Tingkat relevansi kemiskinan Kota

Salatiga dapat dilihat pada gambar grafik 2.3 di bawah ini.

Grafik 2.3.

Relevansi Tingkat Kemiskinan (%) Kota Salatiga terhadap Provinsi dan Nasional

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Page 16: PENGANTAR - Salatiga

8

Dilihat dari sisi jumlahnya, penduduk miskin Kota Salatiga

pada tahun 2017 sebesar 9550 jiwa menurun menjadi 9240 jiwa

pada tahun 2018. Kondisi tersebut menurun jika dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada grafik

2.4 perkembangan jumlah penduduk miskin di Kota Salatiga selama

lima tahun terakhir yaitu tahun 2014 - 2018 di bawah ini.

Grafik 2.4. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin (jiwa)

Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Sedangkan perbandingan jumlah penduduk miskin antara Kota

Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional dapat dilihat pada

grafik 2.5 berikut:

Grafik 2.5. Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin (jiwa)

Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Page 17: PENGANTAR - Salatiga

9

2. Garis Kemiskinan

Penduduk dikatakan miskin apabila memiliki rata-rata

pengeluaran per-kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK).

Dalam menghitung GK, BPS melihat dari dua komponen yaitu Garis

Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan

(GKBM). Dalam menghitung GKM, BPS memberikan definisi bahwa

GKM adalah merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum

makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita per hari.

Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis

komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu,

sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

Sedangkan GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,

sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan

dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan

47 jenis komoditi di perdesaan.

Tahun 2018, garis kemiskinan Kota Salatiga sebesar

Rp. 380.856,- dengan demikian lebih tinggi dari rata-rata garis

kemiskinan Provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar Rp. 350,875,- dan

juga lebih tinggi dari garis kemiskinan nasional yaitu Rp. 383,908,-.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 2.6 di bawah ini.

Grafik 2.6.

Garis Kemiskinan (Rp) Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

Sumber: BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Page 18: PENGANTAR - Salatiga

10

Garis kemiskinan menjadi ukuran yang paling berpengaruh

terhadap perubahan jumlah penduduk miskin. Kenaikan garis

kemiskinan jika tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan

masyarakat maka akan berdampak pada kenaikan jumlah

penduduk miskin. Untuk itu perlu ada penekanan dalam

menghadapi tren atau kenaikan garis kemiskinan dengan

mendorong program dan kegiatan sektor riil yang menyentuh

langsung kepada masyarakat dengan kategori berpenghasilan

rendah. Tren garis kemiskinan Kota Salatiga dapat dilihat pada

grafik 2.7 di bawah ini.

Grafik 2.7

Perkembangan Garis Kemiskinan Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan

Untuk mengukur kesenjangan pengeluaran masing – masing

penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, dilihat dari Indeks

Kedalaman Kemiskinannya. Semakin kecil nilai Poverty Gap Index,

semakin besar potensi ekonomi untuk dana pengentasan

kemiskinan berdasarkan identifikasi karakteristik penduduk miskin

dan juga untuk target sasaran bantuan dan program. Indeks

Kedalaman Kemiskinan (P1) sebagai rata-rata kesenjangan

pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis

kemiskinan di Kota Salatiga pada tahun 2018 adalah sebesar 0,69.

Selengkapnya dapat dilihat pada gambar grafik 2.8 berikut ini.

Page 19: PENGANTAR - Salatiga

11

Grafik 2.8. Indeks Kedalaman Kemiskinan

Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

Sumber: BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Pencapaian P1 Kota Salatiga dalam kurun waktu tahun 2014-

2018 terlihat fluktuatif, namun pada tahun 2018 mengalami

kenaikan yaitu sebesar 0,69. Untuk mengetahui perkembangan P1

Kota Salatiga tahun 2014-2018 dapat dilihat pada Grafik 2.9

dibawah ini

Grafik 2.9 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Dilihat dari sisi kinerja penurunan indeks kedalaman

kemiskinan di Kota Salatiga tahun 2014-2018 pada tahun terakhir

Page 20: PENGANTAR - Salatiga

12

terlihat mengalami kenaikan. Namun secara keseluruhan tingkat

kedalaman kemiskinan dari tahun 2014-2018 ada kecenderungan

mengalami penurunan. Efektivitas penurunan indeks kedalaman

kemiskinan Kota Salatiga dapat dilihat pada gambar grafik 2.10

berikut ini.

Grafik 2.10 Efektifitas Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Kota Salatiga

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Dari sisi relevansi penurunan indeks kedalaman kemiskinan

yang dicapai oleh Kota Salatiga terhadap capaian Provinsi dan

Nasional dapat dilihat pada grafik 2.11 di bawah ini.

Grafik 2.11 Relevansi Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Kota Salatiga terhadap Provinsi dan Nasional

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Page 21: PENGANTAR - Salatiga

13

Berdasarkan pada gambar grafik di atas, indeks kedalaman

Kota Salatiga pada tahun 2018 lebih optimal bila dibandingkan

dengan pencapaian indeks kedalaman kemiskinan Provinsi Jawa

Tengah maupun Nasional.

4. Indeks Keparahan Kemiskinan

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran

mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.

Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan

pengeluaran di antara penduduk miskin. Kondisi tahun 2018

indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota Salatiga sebesar 0.13,

Provinsi Jawa Tengah 0.45 dan nasional sebesar 0.44. Jika

disandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah, capaian Kota Salatiga

pada tahun 2018 masih lebih baik. Selengkapnya dapat dilihat

pada gambar grafik 2.12 di bawah ini.

Grafik 2.12 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Dalam kurun waktu tahun 2014-2018, capaian indeks

keparahan kemiskinan Kota Salatiga mengalami fluktuasi namun

mengalami perbaikan di Tahun 2018. Hal tersebut dapat dilihat

dari P2 Kota Salatiga pada Tahun 2017 yaitu 0.21 turun menjadi

0.13 pada Tahun 2018. Perkembangan Indeks Keparahan

Page 22: PENGANTAR - Salatiga

14

Kemiskinan (P2) Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018 dapat dilihat

pada gambar grafik 2.13 di bawah ini.

Grafik 2.13 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Pencapaian penurunan indeks keparahan kemiskinan (P2)

Kota Salatiga terlihat lebih optimal jika dilihat dalam kurun

waktu 2014-2018. Meskipun sempat mengalami kenaikan

fluktuaktif namun kecenderungannya mengalami penurunan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik 2.14 di

bawah ini.

Grafik 2.14 Efektifitas Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Kota Salatiga

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Page 23: PENGANTAR - Salatiga

15

Adapun relevansi penurunan indeks keparahan kemiskinan

yang dicapai oleh Kota Salatiga terhadap tujuan provinsi dan

nasional dapat dilihat pada grafik 2.15 di bawah ini.

Grafik 2.15 Relevansi Efektifitas Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Kota Salatiga terhadap Provinsi dan Nasional

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Pada grafik 2.15 di atas dapat dilihat capaian indeks

keparahan Kota Salatiga pada tahun 2018 mengalami perbaikan

lebih optimal. Bila dibandingkan dengan capaian P2 provinsi

Jawa Tengah dan capaian Nasional, capaian indeks keparahan

Kota Salatiga terlihat lebih baik atau signifikan.

Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Jaminan Kesehatan Nasional adalah salah satu perubahan paradigma

dalam implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Universal

Health Care (UHC) merupakan salah satu isu strategis yang harus

dipenuhi oleh seluruh negara penandatangan kesepakatan tentang

Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development

Goals) pada 15 September 2015.

Universal Health Care (UHC) merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam

upaya mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya,

sebagaimana tujuan pembangunan kesehatan, maka sejak tanggal 1

Januari 2014 pemerintah telah menetapkan Jaminan Kesehatan Nasional

bagi seluruh rakyat Indonesia secara bertahap hingga 1 Januari 2019.

Page 24: PENGANTAR - Salatiga

16

Jaminan kesehatan ini merupakan pola pembiayaan yang bersifat

wajib, artinya pada tanggal 1 Januari 2019 seluruh masyarakat Indonesia

(tanpa terkecuali) harus telah menjadi peserta. Melalui Jaminan

Kesehatan Nasional, diharapkan tidak ada masyarakat Indonesia,

khususnya masyarakat miskin yang tidak berobat ke fasilitas pelayanan

kesehatan di kala sakit dengan alasan tidak memiliki biaya. Persentase

peserta menurut jenis jaminan kesehatan sebagai berikut:

Grafik 2.16 Persentase Peserta Menurut Jenis Jaminan Kesehatan

Di Kota Salatiga Tahun 2018

5,49

20,62 PBI APBN

21,78 PBI APBD

PPU

13,11 PBPU

BP 28,37

Sumber: Dinas Kesehatan, 2019

Pada gambar di atas diketahui bahwa peserta jaminan

kesehatan terdiri dari peserta jaminan kesehatan yang dijamin oleh

pemerintah dan mandiri. Berdasarkan data dari UPT Jaminan

Pelayanan Kesehatan Masyarakat peserta JKN sebanyak 173.052

jiwa terdiri dari:

1) Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN adalah peserta jaminan

kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang

tidak mampu yang dibayar oleh pemerintah melalui APBN

sebanyak 39.868 jiwa (20,62%).

2) PBI APBD adalah peserta PBI jaminan kesehatan meliputi orang

yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang dibayar

oleh pemerintah daerah melalui APBD sebanyak 25.346 jiwa

(13,11%).

3) Pekerja Penerima Upah (PPU) adalah peserta jaminan kesehatan

yang terdiri dari PNS,TNI, POLRI, pejabat Negara, pegawai

pemerintah non PNS, dan pegawai swasta sebesar 54.860 jiwa

(28,37%).

Page 25: PENGANTAR - Salatiga

17

4) Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU/Mandiri) adalah jaminan

kesehatan dengan peserta yang berasai dari pekerja luar

hubungan kerja atau pekerja mandiri termasuk warga negara

asing yang bekerja di Indonesia paling sedikit 6 (enam) bulan

sebanyak 42.113 jiwa (21,78%).

5) Bukan Pekerja (BP) adalah peserta jaminan kesehatan yang

terdiri dari investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran,

dan perintis kemerdekaan sebanyak 10.611 jiwa (5,49%).

Akses penyandang cacat fisik dan mental, serta lanjut usia tidak

potensial terhadap jaminan sosial.

Salah satu parameter yang berkaitan dengan upaya pencapaian Tujuan

Pertama SDGs adalah Akses penyandang cacat fisik dan mental, serta

lanjut usia tidak potensial terhadap jaminan sosial. Merujuk pada

indikator tersebut, pada tahun 2018 akses penyandang cacat fisik dan

mental, serta lansia tidak potensial terhadap jaminan sosial mencapai

78%.

Implementasi Program Keluarga Harapan.

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program yang menjadi

ikon dalam percepatan penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 2019

per Februari 2019 tertuang dalam tabel berikut. Sedangkan cakupan

layanan mencapai 100%.

Tabel 2.1 Jumlah KPM Penerima PKH Kota Salatiga

(15 Februari 2019)

KELURAHAN JUMLAH KPM PENERIMA PKH

*PER 15 PEB 2019

1.Kel. Cebongan 96

2.Kel. Kumpulrejo 320

3.Kel. Ledok 127

4.Kel. Noborejo 268

5.Kel. Randuacir 197

6.Kel. Tegalrejo 121

1.Kel. Dukuh 291

2.Kel. Kalicacing 58

3.Kel. Kecandran 190

4.Kel. Mangunsari 269

1.Kel. Blotongan 241

2.Kel. Bugel 72

Page 26: PENGANTAR - Salatiga

18

3.Kel. Kauman Kidul 34

4.Kel. Pulutan 120

5.Kel. Salatiga 164

6.Kel. Sidorejo Lor 268

1.Kel. Gendongan 56

2.Kel. Kalibening 57

3.Kel. Kutowinangun Kidul 81

4.Kel. Kutowinangun Lor 130

5.Kel. Sidorejo Kidul 143

6.Kel. Tingkir Lor 87

7.Kel. Tingkir Tengah 46

TOTAL 3436

Sumber: Dinas Sosial, 2019

Cakupan Persalinan di fasilitas kesehatan.

Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong

agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan

dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan

adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan

kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur

melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan

terlatih (Cakupan Pn). Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan

pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang

ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

Cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan sudah mencapai

100% (2.538 persalinan). Meskipun cakupan pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan sudah mencapai target, namun angka

kematian ibu masih tinggi, hal ini karena penyebab kematian ibu

dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk mengetahui cakupan

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Page 27: PENGANTAR - Salatiga

19

Grafik 2.17 Cakupan Persalinan yang Ditolong Nakes

Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Sumber: Dinas Kesehatan, 2019

Persentase Bayi (0-12 bln) yang mendapatkan imunisasi dasar

lengkap.

Tujuan program imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan,

kematian dan kecacatan bayi, anak dan balita akibat penyakit PD3I

(Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) seperti penyakit TBC,

Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio Hepatitis B, Campak, dan pneumonia.

Bayi seharusnya mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari

BCG 1 kali, DPT-HB-HiB 3 kali , Polio 4 kali, HB Uniject 1 kali dan

campak 1 kali. Sebagai indikator kelengkapan status imunisasi dasar

lengkap bagi bayi dapat dilihat dari hasil cakupan imunisasi campak,

karena imunisasi campak merupakan imunisasi yang terakhir yang

diberikan pada bayi umur 9 bulan dengan harapan imunisasi

sebelumnya sudah diberikan dengan lengkap (BCG, DPT-HB-Hib, Polio

dan HB). Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi di Kota Salatiga dapat

dilihat pada gambar berikut :

Page 28: PENGANTAR - Salatiga

20

Grafik 2.18 Imunisasi Dasar Lengkap Bayi

Tahun 2014-2018

Sumber: Dinas Kesehatan, 2019

Selain imunisasi rutin, program imunisasi juga melaksanakan

program imunisasi tambahan / suplemen yaitu bulan Imunisasi

Anak Sekolah (BIAS) DT, BIAS Campak yang diberikan pada semua

usia kelas 1 SD/MI/SDLB/SLB, Blacklog Fighting (melengkapi status

imunisasi).

Tabel 2.2. Cakupan bayi yang Mendapatkan Imunisasi dasar Lengkap

No Kecamatan Puskesmas Jumlah Bayi Imunisasi Dasar lengkap

L P L+P L % P % L+P %

1 2 3 4 5 6 25 26 27 28 29 30

1 Sidorejo Sidorejo Lor 327 314 641 384 117,43 335 106,69 719 112,17

2 Sidomukti Kalicacing 133 126 259 151 113,53 142 112,7 293 113,13

Mangunsari 154 146 300 199 129,22 212 145,21 411 137

3 Argomulyo Tegalrejo 206 221 427 228 110,68 242 109,5 470 110,07

Cebongan 168 139 307 206 122,62 156 112,23 362 117,92

4 Tingkir Sidorejo Kidul

298 299 597 348 116,78 338 113,04 686 114,91

Jumlah Kota 1.286 1.245 2.531 1516 117,8 1425 114,46 2941 116,2

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Salatiga, 2019

Page 29: PENGANTAR - Salatiga

21

Kepesertaan KB Aktif (Cakupan Peserta KB Aktif).

Keluarga Berencana yaitu suatu upaya yang berguna untuk

perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan

dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan

kelahiran seperti kondom, spiral, IUD dan sebagainya. Cakupan peserta

KB aktif secara rinci seperti pada grafik sebagai berikut:

Grafik 2.19 Cakupan Peserta KB Aktif

Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Akses Penduduk terhadap Air Minum Layak.

Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum

dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana

yang dibangun, melalui Kebijakan Air Minum dan Penyehatan

Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Kementerian

Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pekerjaan

Umum memberikan dampak cukup berarti terhadap penyelenggaraan

kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah.

Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan

tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye

kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan,

pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta

evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan penyediaan Air

Bersih dan Sanitasi.

Jenis sarana akses air minum yang dipantau meliputi sumur

gali (SGL) Terlindung, SGL dengan Pompa, Sumur Bor dengan Pompa,

Page 30: PENGANTAR - Salatiga

22

Terminal Air (TA), Mata Air Terlindung, penampungan Air Hujan (PAH),

Perpipaan BPSPAM. Tahun 2018 penduduk yang dapat mengakses air

minum layak sebesar 94,75% (183.238 penduduk) dari jumlah

penduduk 193.386. Proporsi jumlah penduduk pengguna jenis sarana

air minum terbanyak adalah perpipaan dan sumur gali.

Akses terhadap Sanitasi yang Layak. Capaian penduduk

dengan akses jamban sehat pada tahun 2018 sebesar 100%. Jenis

sarana sanitasi dasar yang dipantau sebagai akses jamban sehat

meliputi jamban komunal, leher angsa, plengsengan dan cemplung.

Gambar berikut adalah penduduk yang mengakses jamban sehat dari

tahun 2014-2018.

Grafik 2.20 Persentase Penduduk Mengakses Jamban Sehat

Tahun 2014-2018

2.2. Tujuan 2. Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan

dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan

Ketersediaan Pangan Utama Beras merupakan salah satu parameter

untuk mencapai Tujuan 2 Pembangunan Berkelanjutan, yaitu

Menghilangkan kelaparan, Mencapai ke Mencapai Ketahanan Pangan dan

Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan.

Secara garis besar tujuan 2 SDGs ini dibedakan dalam 2 (dua) aspek

yaitu: (1) Ketahanan Pangan dan Pertanian Berkelanjutan, dan (2)

Ketersediaan dan ketercukupan Gizi. Aspek Ketahanan Pangan dan

Pertanian Berkelanjutan tertuang dalam tabel berikut:

Page 31: PENGANTAR - Salatiga

23

Tabel 2.3 Kondisi Eksisting Kondisi Pangan

Tahun 2018

Indikator Satuan Realisasi Tahun 2018

Ketersediaan Pangan Utama Beras ton 7.5 (Gabah Kering Giling)

Pola Pangan Harapan (PPH) Persen 91,2

Penguatan cadangan pangan persen 20

Presentase Penanganan Daerah Rawan Pangan

persen 30

Proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah 1400 kkal/ kapita/hari

Skor 12

Sumber: Dinas Pangan Kota Salatiga, 2019

Selanjutnya aspek ketersediaan Gizi yang tercukupi, antara lain diukur

dengan indikator gizi buruk yang ditangani, prevalensi gizi buruk, bayi

yang mendapatkan ASI eksklusif, dan lain sebagainya.

Gizi Buruk (Prevalensi).

Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi

pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan

penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya.

Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana

tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil

yang optimal.

Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 (dua)

kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan

umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan

dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di Posyandu

dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan

penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah

(BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status

gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan.

Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus gizi buruk, maka segera

dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan

Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan

tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit.

Page 32: PENGANTAR - Salatiga

24

Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk

yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan dan atau di rumah oleh

tenaga kesehatan sesuai tata laksana gizi buruk. Perkembangan cakupan

balita gizi buruk yang mendapat perawatan tahun 2006 sampai dengan

tahun 2018 adalah sebesar 100 % kasus gizi buruk mendapat pelayanan.

Jumlah kasus gizi buruk tahun 2018 sebesar 4 kasus. Sedangkan selama

tahun 2017 ditemukan kasus baru gizi buruk sebesar 11 kasus dan di

akhir tahun 2018 masih terdapat 4 kasus gizi buruk. Tahun 2017

ditemukan kasus gizi buruk sebesar 11 kasus (3 kasus ditemukan di

tahun 2016, 8 kasus ditemukan di tahun 2017). Sampai dengan akhir

tahun 2017 masih terdapat 6 kasus gizi buruk.

Semua penderita gizi buruk di Kota Salatiga berhasil dirawat di

sarana pelayanan kesehatan karena pemberian KIE dari petugas gizi yang

berupaya menjelaskan dampak buruk balita penderita gizi buruk dan

cara penanggulangan. Selain itu juga adanya dukungan dana dari

pemerintah Kota Salatiga untuk mengurangi kasus gizi buruk berupa

pendampingan dalam bentuk pemberian makan bagi penunggu selama

dirawat dan PMT pasca perawatan selama 3 bulan (90 hari). Terkait

dengan hal tersebut, maka Prevalensi Gizi Buruk yang Kota Salatiga dari

tahun 2016 sebsear 0.04 persen, tahun 2017 sebesar 0,05 persen, dan

tahun 2018 sebesar 0,04 persen.

Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI

Eksklusif.

Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna

dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang

dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang

optimal.

ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan

kepada bayi, dalam keadaan miskin merupakan hadiah satu-satunya,

dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan

jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI perlu diberikan secara

eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap mempertahankan

pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping sampai usia 2

(dua) tahun.

Page 33: PENGANTAR - Salatiga

25

Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6

(enam) bulan telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.

450/Menkes/SK/IV/2004 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 Tahun

2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. ASI eksklusif adalah Air

Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam)

bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau

minuman lain. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi yang hanya

mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja

pada kurun waktu tertentu.

Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga

merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu

formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat,

ternyata menurut laporan UNICEF (Feat About Breast Feeding)

merupakan kekeliruan fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada

bayi yang diberi susu formula, namun pada masa pertumbuhan

berikutnya bayi yang tidak diberi ASI ternyata memiliki peluang yang

jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, jantung, kanker, obesitas,

diabetes dan lain sebagainya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas capaian ASI

Eksklusif Kota Salatiga pada tiga tahun terakhir mengalami penurunan,

yaitu tahun 2018 sebesar 52,71% (1.273 dari 2.415 bayi), tahun 2017

sebesar 64,84% (474 dari 731 bayi), tahun 2016 sebesar 65,43% (528 dari

807 bayi). Berbagai upaya promosi tentang ASI Ekslusif telah dilakukan

oleh Dinas Kesehatan beserta jaringannya. Hal ini dapat dilihat dengan

berdirinya ruang-ruang laktasi di tempat-tempat kerja baik pemerintah

maupun swasta (perusahaan).

Cakupan ASI Eksklusif Kota Salatiga dapat dilihat pada gambar di bawah

ini:

Page 34: PENGANTAR - Salatiga

26

Grafik 2.21 Cakupan ASI Eksklusif

Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Sumber: Dinas Kesehatan, 2019 Beberapa hal yang menghambat pemberiaan ASI eksklusif

diantaranya adalah:

1. Masih kurangnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya

mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar.

2. Masih adanya faktor sosial budaya.

3. Adanya pemasaran susu formula.

Upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan

cakupan pemberiaan ASI eksklusif tetap berpedoman pada Sepuluh

Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yaitu:

1) Sarana pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan

Peningkatan Pemberiaan Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang

secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.

2) Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan

dan keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

3) Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat

menyusui dan penatalaksana dimulai sejak masa kehamilan,

masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara

mengatasi kesulitan menyusui.

4) Membantu ibu menyusui bayinya dalam 30 menit setelah

melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi dini).

Page 35: PENGANTAR - Salatiga

27

Apabila ibu mendapat operasi caesar, bayi disusui setelah 30

menit ibu sadar.

5) Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara

mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas

indikasi medis.

6) Tidak memberikan makanan dan minuman apapun selain ASI

kepada bayi baru lahir.

7) Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu

bersama bayi 24 jam sehari.

8) Membantu ibu menyusui semau ibu, tanpa pembatasan

terhadap lama dan frekuensi menyusui.

9) Tidak memberikan dot atau kempeng bayi yang diberi ASI

10) Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-

ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang

dari rumah sakit, rumah bersalin atau sarana pelayanan

kesehatan.

Selain hal tersebut diatas, upaya yang dilakukan adalah dengan

melakukan sosialisasi agar di tempat-tempat kerja misalnya perkantoran

pemerintah maupun swasta, perusahaan, dan sebagainya agar

menyediakan ruang Menyusui /Laktasi

2.3. Tujuan 3. Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan

Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia

Angka Kematian Ibu

Kematian ibu adalah kematian wanita pada masa kehamilan,

persalinan sampai 42 hari setelah persalinan, baik sebagai akibat

langsung dari kehamilan atau persalinanya, maupun sebagai akibat tidak

langsung dari penyakit lain kecuali kecelakaan. Lebih 90% kematian ibu

disebabkan oleh penyebab langsung yaitu perdarahan, infeksi dan

eklamsia. Ketiga penyebab langsung kematian ibu ini disebut komplikasi

kebidanan (komplikasi obstetri).

Selain itu, persalinan lama (lebih dari 12 jam) dan pengguguran

kandungan (abortus terinfeksi) dapat berakibat perdarahan dan atau

infeksi. Kurang dari 10% kematian ibu disebabkan oleh penyebab tidak

langsung, misalnya penyakit yang sudah diderita ibu sejak sebelum hamil

atau penyakit lain yang diderita pada masa kehamilan. Keadaan gizi sejak

Page 36: PENGANTAR - Salatiga

28

sebelum hamil, kehamilan yang terlalu sering/dekat, terjadi pada usia

terlalu muda atau tua dapat menambah risiko timbulnya gangguan.

Kematian ibu juga diwarnai oleh penyebab mendasar, yaitu rendahnya

status wanita, terutama di pedesaan, dan rendahnya tingkat pendidikan.

Di Kota Salatiga AKI tahun 2016-2018 berurut-turut,

157.05/100.000 KH (4 kasus), 236,87/100.000 KH (6 kasus), dan

117,60/100.000 KH (3 kasus). Penyebab kematian tahun 2016 yaitu

HHD, HELLP Syndrome, dan 2 lainnya disebabkan oleh emboli paru

sedangkan penyebab kematian ibu tahun 2017 adalah Pre Eklamsi Berat

(PEB) 2 kasus, Sepsis 2 kasus, Cardiomegali dan Udema pulmo 1 kasus,

Lupus 1 kasus. Sedangkan penyebab kematian pada tahun 2018 adalah

pre eklampsia berat.

Terdapat beberapa kendala dalam upaya menurunkan Angka

Kematian Ibu (AKI), antara lain sebagai berikut:

Kasus terlambat mengenali tanda bahaya dalam kehamilan masih

menjadi kendala berat yang dihadapi. Hal ini disebabkan karena

kurangnya pengetahuan keluarga tentang tanda bahaya dan

ketidakpahaman keluarga tentang proses rujukan sehingga

memperpanjang alur rujukan yang mengakibatkan klien terlambat

mendapatkan penanganan yang tepat.

Pergeseran trend dari hamil terlalu muda menjadi hamil terlalu tua,

hal ini menunjukkan bahwa kurang optimalnya pelayanan KB

Berkualitas dalam upaya mencegah terjadinya kehamilan 4T

(Terlalu Tua, Terlalu Muda, Terlalu Banyak dan Terlalu Dekat) dan

Kehamilan tidak diinginkan.

Kurang optimalnya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang

diberikan pasien paska persalinan di rumah sakit.

Belum optimalnya jejaring rujukan khususnya feedback (rujukan

balik) dari rumah sakit ke fasilitas kesehatan yang merujuk.

Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak

adalah jumlah tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu

khususnya bidan dan dokter spesialis obgyn sudah mencukupi jika

dibandingkan dengan sasaran ibu hamil, namun kepatuhan dalam

pemberian pelayanan kebidanan belum sesuai dengan Standar

Operasional dan Prosedur. Demikian juga secara kuantitas,

Salatiga telah memiliki Puskesmas PONED dan RS PONEK namun

Page 37: PENGANTAR - Salatiga

29

belum diiringi dengan optimalisasi kualitas pelayanan. Pelaksanaan

serta evaluasi hasil rekomendasi Audit Maternal Perinatal (AMP)

juga belum dapat dilakukan secara optimal.

Perlu ditingkatkan upaya promosi kesehatan antara lain dalam

pengenalan resiko tinggi dan tanda bahaya dalam kehamilan tidak

hanya kepada ibu hamil saja tetapi juga kepada keluarga. Hal ini

dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan saat melakukan konseling

kesehatan pra nikah, pelayanan antenatal care maupun melalui

kader kesehatan yang dapat disisipkan saat penyuluhan di

lapangan. Selain itu pengoptimalisasian dan monitoring evaluasi

pendampingan ibu hamil oleh kader kesehataan harus dilakukan

secara berkesinambungan.

Selanjutnya terdapat berbagai upaya yang telah dilakukan untuk

menekan Angka Kematian Ibu antara lain :

Upaya Deteksi Dini Resiko Tinggi dan pendampingan pada

kehamilan, pesalinan dan nifas oleh kader dan tenaga kesehatan

mengalami peningkatan yang signifikan. Meskipun masih ada

beberapa resiko tinggi yang tidak terdeteksi dan tidak terdampingi.

Kondisi tersebut antara lain disebabkan beberapa faktor antara lain

karena kehamilan tidak diinginkan, kondisi ekonomi maupun

kondisi psikologis klien.

Keberhasilan Manajemen Resiko Tinggi di Masyarakat melalui

Program Kelompok Sayang Ibu, Pendampingan Ibu Hamil Resti oleh

Anggota Dasawisma dan Pendampingan Ibu Hamil Resti oleh

Mahasiswa Kebidanan.

Cakupan Pertolongan Persalinan Tenaga Kesehatan.

Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong

agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan

dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan

adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan

kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur

melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih

(Cakupan Pn). Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan

Page 38: PENGANTAR - Salatiga

30

pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang

ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

Cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan sudah mencapai 100%

(2.538 persalinan). Meskipun cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan sudah mencapai target, namun angka kematian ibu masih

tinggi, hal ini karena penyebab kematian ibu dipengaruhi oleh banyak

faktor. Untuk mengetahui cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Grafik 2.22 Cakupan Persalinan yang Ditolong Nakes

Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Sumber : Dinas Kesehatan, 2019

Angka Kematian Balita (AKBa).

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian Balita 0-5 tahun

per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA

menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan pada balita, pelayanan

Kesehatan Ibu dan Anak, pelayanan Posyandu, dan tingkat keberhasilan

program KIA/Posyandu serta faktor kondisi sanitasi lingkungan.

AKABA tahun 2018 sebesar 9,80 per 1.000 KH (25 kasus), tahun

2017 sebesar 16,38 per 1.000 KH (42 kasus), dan tahun 2016 sebesar

16,10 per 1.000 KH (41 kasus). Terjadi penurunan kasus pada tahun

2018 sebagaimana AKB dan AKN.

Banyak faktor yang menyebabkan kematian balita, namun beberapa

penyebab utama adalah keterlambatan mengakses pelayanan kesehatan.

Keterlambatan ini sebagian besar disebabkan karena kurangnya

Page 39: PENGANTAR - Salatiga

31

pengetahuan orang tua tentang tanda bahaya pada balita. Upaya yang

perlu dilakukan adalah sosialisasi manajemen balita sakit.

Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi.

Pelayanan kesehatan bayi termasuk salah satu dari beberapa indikator

yang bisa menjadi ukuran keberhasilan upaya peningkatan kesehatan

bayi dan balita. Pelayanan kesehatan bayi ditujukan pada bayi usia 29

hari sampai dengan 11 bulan dengan memberikan pelayanan kesehatan

sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi

klinis kesehatan (dokter, bidan, perawat) minimal 4 kali, yaitu pada usia

29 hari-2 bulan, 3-5 bulan, 6-8 bulan dan 9-12 bulan sesuai standar di

satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Pelayanan yang diberikan terdiri dari penimbangan berat badan,

pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3, Polio 1-4, dan campak),

Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) bayi,

pemberian vitamin A pada bayi, dan penyuluhan perawatan kesehatan

bayi serta penyuluhan ASI Eksklusif, pemberian makanan pendamping

ASI (MP-ASI) dan lain-lain.

Cakupan pelayanan kesehatan bayi dapat menggambarkan upaya

pemerintah dalam meningkatkan akses bayi untuk memperoleh

pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan

atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta

peningkatan kualitas hidup bayi. Cakupan pelayanan kesehatan bayi

tahun 2018 sebesar 89,85%.

Angka kematian Bayi (AKB).

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-11 bulan) per

1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB

menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang

berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan

antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan

KB, serta kondisi lingkungan sosial ekonomi.

AKB di Kota Salatiga tahun 2018 sebesar 7,84/1.000 KH (20 kasus),

tahun 2017 sebesar 15,00/1.000 KH (38 kasus), dan tahun 2016 sebesar

15,31/1.000 KH (39 kasus). Angka kematian bayi menurun selama tiga

tahun terakhir seperti juga angka kematian neonatal. Dari kasus

Page 40: PENGANTAR - Salatiga

32

kematian bayi yang telah dilakukan audit ditemukan bahwa kondisi bayi

yang dilahirkan berkaitan erat dengan riwayat dan kondisi ibu sejak

hamil, penatalaksanaan persalinan atau bahkan penyakit penyerta/

kelainan bawaan pada bayi.

Faktor–faktor yang mempengaruhi kematian bayi tersebut, antara

lain:

Masih banyaknya kasus kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) baik

faktor gagal KB maupun kehamilan pra nikah. Hal tersebut

disebabkan karena kurang optimalnya pelaksanaan pelayanan

kesehatan reproduksi remaja.

Penyebab kematian bayi masih didominasi oleh Asfiksia dan BBLR

Kasus asfiksia terjadi erat hubungannya dengan proses persalinan

yang tidak sesuai dengan prosedur. Sehingga dapat dikatakan

bahwa faktor ketidakpatuhan petugas dalam menjalankan prosedur

tidak terpenuhi sehingga penanganan kepada pasien tidak optimal.

Selain itu beberapa kasus kematian di Rumah sakit adalah rujukan

dari pelayanan kesehatan primer, sehingga perlu diperhatikan pula

upaya stabilisasi bayi menuju ke fasilitas rujukan, kondisi bayi saat

tiba di fasilitas rujukan serta sistem rujukan yang berlaku. Kondisi

bayi saat tiba di fasilitas rujukan mempengaruhi besarnya peluang

bayi untuk dapat diselamatkan. Dengan demikian perlu ditingkatkan

pemahaman petugas kesehatan, serta sarana dan prasarana di

fasilitas pelayanan dasar.

Sedangkan Untuk kasus BBLR, banyak faktor yang mempengaruhi

antara lain masih banyaknya ibu hamil KEK dan anemi, umur saat

hamil, jumlah paritas serta penyakit penyerta pada ibu seperti asma,

hipertensi, dll.

Hal tersebut diatas terjadi akibat dari kurangnya konseling pra

nikah yang dilakukan oleh petugas dan juga skrening pra

kehamilan.

Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa langkah dan

upaya yang dilakukan guna menurunkan AKB antara lain:

Meningkatkan peran lintas program dalam upaya promosi kesehatan

dalam bidang KIA, terutama dalam hal konseling pra nikah, skrening

Page 41: PENGANTAR - Salatiga

33

awal pra kehamilan serta pendidikan kesehatan reproduksi pada

remaja.

Meningkatkan dukungan lintas sektor, khususnya di sektor agama,

dengan melakukan promosi penundaan usia nikah dan konseling

pra nikah secara komprehensif.

Meningkatkan dukungan lintas sektor khususnya di sektor

pendidikan, dengan cara mengintegrasikan materi kesehatan

reproduksi dalam muatan lokal/ kurikulum pendidikan.

Dengan demikian diharapkan akan terjadi penurunan AKB,

seiring dengan upaya-upaya yang dilakukan. Gambaran AKB tahun

2014-2018 dapat dillihat pada gambar dibawah ini.

Grafik 2.23. Angka Kematian Bayi Kota Salatiga Tahun 2014-2018

2500

2000

1500

1000

500 15,15 13,04 15,31 15 7,84

0

2014 2015

2016 2017

2018

Sumber: Dinas Kesehatan, 2019

Cakupan Kelurahan UCI.

Desa atau Kelurahan UCI adalah desa/kelurahan di mana minimal

85% dari jumlah bayi yang ada di desa/ kelurahan tersebut sudah

memperoleh imunisasi dasar lengkap. Imunisasi dasar lengkap pada

bayi (0-11 bulan) meliputi : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3

dosis Hepatitis B dan 1 dosis campak. Cakupan kelurahan UCI di

Kota Salatiga sejak tahun 2010 sampai 2018 seluruhnya sebanyak 23

kelurahan merupakan kelurahan UCI.

Page 42: PENGANTAR - Salatiga

34

Keberhasilan Kota Salatiga mencapai UCI 100% didukung oleh

beberapa elemen baik lintas program maupun lintas sektor, antara

lain:

Koordinasi rutin bulanan antara pengelola program di Dinas

Kesehatan, Bidan Koordinator dan Koordinator Imunisasi

menunjang pengumpulan dan validasi data sasaran dan cakupan

imunisasi antar puskesmas.

Dukungan PKK dalam sosialisasi baik imunisasi rutin maupun

imunisasi tambahan kepada masyarakat sangat membantu peran

aktif sasaran untuk mendapatkan pelayanan imunisasi.

Pemberian piagam imunisasi bagi bayi yang sudah mendapatkan

imunisasi lengkap merupakan reward atas partisipasi

masyarakat terhadap keberhasilan imunisasi.

Kejadian Malaria per 1000 orang.

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kota Salatiga malaria

meskipun tidak termasuk daerah endemis, namun kasus masih

banyak ditemukan penyakit malaria. Kasus malaria tahun 2018

sebesar 18 kasus (API: 0,09/1.000 pdd) menurun jika dibandingkan

tahun 2017 sebesar 84 kasus (API: 0,45/1.000 pdd).

Kasus malaria yang ditemukan sebagian besar merupakan

kasus yang di bawa dari daerah endemis. Oleh karena itu perlu

diwaspadai sumber penularan dan peta wilayah kasusnya, sehingga

penularan di wilayah Salatiga dapat dicegah sedini mungkin. Gambar

menunjukan jumlah kasus malaria dari tahun 2012-2018, sebagai

berikut:

Page 43: PENGANTAR - Salatiga

35

Grafik 2.24 Jumlah Kasus Malaria di Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Sumber : Dinas Kesehatan 2019

Presentase HIV AIDs ditangani.

Sesuai kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit

HIV/AIDS, seluruh penderita HIV/AIDS harus mendapatkan

pelayanan sesuai standar. Tata laksana penderita HIV/AIDS meliputi

Voluntary Counseling Testing (VCT) yaitu tes konseling secara

sukarela, perawatan orang sakit dengan HIV/AIDS, pengobatan Anti

Retroviral (ARV), pengobatan infeksi oportunistik, dan rujukan kasus

spesifik.

Tahun 2018 ditemukan kasus baru penderita HIV/AIDS

sebesar 20 kasus, tahun 2017 sebesar 20 kasus, dan tahun 2016

ditemukan sebesar 18 kasus. Keseluruhan (100%) kasus HIV/AIDS di

Kota Salatiga yang ditemukan tersebut sudah mendapatkan

penanganan sesuai standar.

Succes Rate TB (Angka Keberhasilan Pengobatan).

Succes Rate TB (Angka Keberhasilan Pengobatan) Angka kesembuhan

adalah angka yang menunjukkan presentase seluruh pasien baru TB

yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun

pengobatan lengkap) sebanyak 179 pasien diantara pasien baru TB

yang tercatat dan diobati sebanyak 187 pasien.

Page 44: PENGANTAR - Salatiga

36

Prevalensi hipertensi penduduk usia >18.

Capaian prevalensi hipertensi penduduk usia >18 tahun pada Tahun

2018 sebesar 1,13%, angka tersebut diperoleh dari jumlah penduduk

usia >18 tahun yang menderita hipertensi sebanyak 1.621 orang

dibanding total jumlah penduduk usia >18 tahun di Kota Salatiga

sebanyak 143.468.

Angka Penemuan Kasus Baru Kusta per 100.000 Penduduk.

Penyakit kusta atau lepra disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium

leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara

2-3 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar

tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa inkubansi 2-5 tahun

bahkan bisa lebih dari 5 tahun. Penatalaksanaan kasus yang buruk

dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan

kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata.

Tahun 2018 terdapat kasus baru sebanyak 5 kasus seluruhnya

kaus kusta type Multi Basiler/MB (basah). Tahun 2017 kasus baru

kusta sebanyak 7 kasus yang terdiri dari kasus kusta type Pausi

Basiler/PB (kering) sebanyak 4 kasus dan Multi Basiler/MB (basah)

sebanyak 3 kasus. Tahun 2016 kasus baru sebanyak 8 kasus yang

terdiri dari kasus kusta kering (Pausi Basiler) sebanyak 5 kasus dan

kusta basah (Multi Basiler) sebanyak 3 kasus. Dalam tiga tahun

terakhir penemuan kasus baru kusta semakin menurun. Di wilayah

Provinsi Jawa Tengah Kota Salatiga termasuk katagori beban rendah

dengan angka NCDR sebesar 2,59 per 100.000 penduduk. Sedangkan

prevalensi penyakit kusta tahun 2018 di Salatiga sebesar

0,26/10.000 penduduk. Penderita kusta yang ditemukan, semua

menyelesaikan pengobatan, Release From Treatment (RFT) 100%.

Peserta KB Aktif.

Keluarga Berencana yaitu suatu upaya yang berguna untuk

perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa

dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau

penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD dan

sebagainya. Cakupan peserta KB aktif secara rinci seperti pada grafik

sebagai berikut:

Page 45: PENGANTAR - Salatiga

37

Grafik 2.25.

Cakupan Peserta KB Aktif Kota Salatiga Tahun 2014-2018

100 82,59

77,88 83,42

75,57

80

Ca

ku

pa

n

60 55,81

40

20

0

2014 2015 2016 2017 2018

tahun

2.4. Tujuan 4. Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif

Dalam upaya mewujudkan visi pembangunan nasional, penerapan

konsep pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan merupakan suatu

keharusan. Pengembangan Sumber Daya Manusia berkualitas,

penguasaan sains dan teknologi dan bagaimana pendidikan memberi

kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi merupakan dasar pijakan.

Dalam pembangunan pendidikan nasional itu sendiri juga terdapat

sejumlah tantangan, isu dan permasalahan.

Di dalam rangka melaksanakan pembangunan pendidikan

dalampembangunan nasional maka diantaranya harus berpegang pada

asas kepedulian. Pembangunan pendidikan nasional pada satu sisi

diharapkan tidak merugikan kepentingan dan pemenuhan kebutuhan

generasi yang akan datang dan pada sisi lain diharapkan dapat mencapai

hasil sesuai dengan tujuan pembangunan serta perwujudan visi nasional.

Agar kepentingan dan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan

datang masih tetap terpelihara dan terpenuhi maka penerapan prinsip

dan konsep pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang perlu

diperhatikan. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan dalam konteks

pembangunan nasional menuju terwujudnya bangsa Indonesia yang

mandiri dan berdaya saing tinggi harus mempertimbangkan isu dan

permasalahan terkait dan menggunakan dasar kontekstual, teoritis dan

hasil studi. Agar tercipta modal sosial yang dapat membentuk pemikiran

kritis dalam rangka mencapai keberhasilan pembangunan nasional ini

Page 46: PENGANTAR - Salatiga

38

maka diperlukan pula kebijakan dan strategi memperluas kesempatan

guna memperoleh pendidikan berkualitas yang inklusif dan

berkelanjutan.

Secara filosofis, inklusi adalah pemahaman atau cara berpikir yang

didadasarkan pada prinsip keadilan sosial. Dalam konteks pendidikan,

inklusi merujuk kepada keadilan dalam mengakses atau memperoleh

kesempatan pendidikan bagi setiap warga masyarakat yang mempunyai

latar belakang berbeda. Kata inklusi mengandung unsur pokok antara

lain: Sikap positif atau inklusif terhadap anak-anak yang memiliki

kelainan; Rasa efisiensi yang tinggi terhadap pembelajaran; serta

Kemauan dan kemampuan melakukan adaptasi terhadap pengajaran

berdasarkan kebutuhan dan kelainan individu.

Terkait dengan hal tersebut, maka kondisi eksisting parameter dan

indiktor yang relevan dengan Tujuan 4 Menjamin Kualitas Pendidikan

yang Inklusif, tertuang dalam tabel berikut:

Tabel 2.4 Kondisi Eksisting Indikator Tujuan 4 SDGs

Indikator Satuan Realisasi

Tahun 2017 Tahun 2018

Persentase SD/MI berakreditasi minimal B.

Persen 98.13% 99.66%

Persentase SMP/MTs berakreditasi minimal B.

Persen 93.33% 100%

Persentase SMA/MA berakreditasi minimal B

Persen 88.88% 100%

Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/sederajat

Persen 114,2 140,65

Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/sederajat

Persen 139,5 136,22

Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA/sederajat.

Persen 191,9 147,85

Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Persen 75,28 76,46

Angka Partisipasi Kasar (APK) A/SMK/MA/sederajat.

Persen 191,9 151

Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SD/MI/sederajat

Rasio 1,002 0,98

Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SMP/MTs/sederajat

Rasio 0,968 0,99

Page 47: PENGANTAR - Salatiga

39

Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SMA/SMK/MA/sederajat

Rasio 0,973 0,92

Prosentase Penduduk Melek Huruf

Persen 99,1 99,1

Persentase Ruang Kelas Dalam Kondisi Baik (PAUD)

Persen 90,24 87,78

Persentase Kelas dalam Kondisi Baik (SD/MI)

Persen 78,36 79,64

Persentase Kelas dalam Kondisi Baik (SMP/MTs)

Persen 84,77 88,91

Persentase guru layak mengajar PAUD

Persen 74,12 80,43

Persentase guru layak mengajar SD/ MI

Persen 93,41 94,52

Persentase guru layak mengajar SMP/ MTs

Persen 93,5 94,47

Sumber: Dinas Pendidikan Kota Salatiga, 2019

2.5. Tujuan 5. Mencapai Kesetaraan Gender

Perencanaan Anggaran Responsif Gender.

Dalam rangka implementasi PPRG tahun 2018, Pemerintah Kota Salatiga

telah menetapkan Peraturan Walikota Salatiga Nomor 34 Tahun 2017

tentang Pedoman Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2018 yang di dalamnya

memuat ketentuan yang mewajibkan bagi OPD yang telah dilatih PPRG

untuk membuat DPA yang responsif gender dengan dilampiri : Gender

Analisys Pathway (GAP); Gender Budget Statement (GBS); dan Kerangka

Acuan Kerja (KAK).

Sebagai tindak lanjut terhadap Peraturan Walikota tersebut diatas,

melalui 900/148/502 tanggal 28 Maret 2018 tentang Perencanaan dan

Penganggaran Responsif Gender (PPRG) pada seluruh Organisasi

Perangkat Daerah yang di dalamnya mewajibkan setiap OPD untuk

menyusun PPRG pada tahun anggaran 2018, melalui analisis gender

dituangkan dalam sebuah Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis

Pathway/GAP). Hasil GAP agar diintegrasikan ke dalam Renja OPD yang

selanjutnya hasil GAP tersebut juga dituangkan dalam Pernyataan

Anggaran Gender (Gender Budget Statemen/GBS) yang digunakan

sebagai dasar penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari RKA OPD Responsif Gender.

Page 48: PENGANTAR - Salatiga

40

Pada tahun 2018 implementasi PPRG di OPD adalah sebagai

berikut :

Jumlah program sebanyak 43 program dengan jumlah kegiatan

sebanyak 53 kegiatan yang tersebar di 31 OPD dengan total anggaran

sebesar Rp. 48. 553.807.000,- (empat puluh delapan milyar lima

ratus lima puluh tiga juta delapan ratus tujuh ribu rupiah).

Terdapat 1 OPD yang tidak melakukan PPRG pada tahun 2018 yaitu

Sekretariat Daerah.

Dengan demikian, maka seluruh OPD telah menerapkan Perencanaan

Penganggaran Responsif Gender (PPRG)

Page 49: PENGANTAR - Salatiga

41

BAB III PENCAPAIAN PILAR PEMBANGUNAN EKONOMI

3.1. Tujuan 7. Menjamin Akses Energi Yang Terjangkau, Andal,

Berkelanjutan, dan Modern

Peningkatan konsumsi energi yang berhadapan dengan ketersediaan

akan berbanding lurus dengan tingginya tingkat kompetisi dalam

mendapatkan sumber energi tersebut khususnya diantara negara-negara

industri maju. Tingginya tingkat kompetisi dalam memperebutkan

sumber energi sangat rentan menimbulkan konflik. Konflik akan menjadi

resiko mengingat energi merupakan factor krusial dari perkembangan

teknologi dan pembangunan ekonomi. Pengelolaan Energi merupakan isu

strategis yang senantiasa mewarnai dalam diskursus masalah

lingkungan. Pada satu sisi, pihak yang ingin melestarikan lingkungan

berpendapat konsumsi energi yang diperlukan untuk pertumbuhan

ekonomi menghasilkan produk sampingan yang berbahaya bagi

lingkungan hidup

Penggunaan energi memiliki potensi yang sangat tinggi untuk

mengentaskan kemiskinan. Tanpa listrik, perempuan dan anak

perempuan harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengambil

air, klinik kesehatan tidak bisa menyimpan vaksin, anak-anak tidak bisa

mengerjakan pekerjaan rumah di malam hari, pengusaha kurang

kompetitif, dan negara tidak bisa menggerakkan ekonomi. Akses kepada

energi sangat penting dalam melawan kemiskinan” (Sri Mulyani, 2015).1

Selanjutnya, Sri Mulyani (2015) mengatakan bahwa energi yang kita

gunakan haruslah efisien, berkelanjutan dan terbarukan. Pentingnya

konsep efisien, berkelanjutan dan terbarukan ini tidak lepas dari

kesadaran akan ancaman bahaya pemanasan global, efek rumah kaca

dan perubahan iklim. Penggunaan energi bersumber bahan bakar fosil

menghasilkan gas rumah kaca berupa CO2 yang mengakibatkan

1 Indrawati, Sri Mulyani., 2015,. Energi dan Pembangunan Berkelanjutan: Berikutnya Apa? Pidato dan Transkrip dalam International Student Energy Summit Bali, Indonesia Tahun 2015, 30 Oktober 2017 http://www.worldbank.org/in/news/speech/2015/06/10/energy-and-sustainable-development-whats-next

Page 50: PENGANTAR - Salatiga

42

perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan Indonesia sangat rentan

terhadap bencana terkait pemanasan global dan perubahan iklim. 2

Dalam implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, maka

parameter atau tolok ukur dari Tujuan 7 Menjamin Akses Energi yang

Terjangkau, Berkelanjutan, dan Modern, kondisi ekssitirng tertuang

dalam tabel berikut:

Tabel 3.1

Kondisi Eksisting Indikator Tujuan 7 SDGs Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan

Realisasi 2018

Penangung-jawab Sumberdata

1 Rasio elektrifikasi Persen 98,24 PLN

2 Tingkat Konsumsi Listrik KWH 126.934.190 PLN

3 Rasio penggunaan gas rumah tangga

Persen 89 BPS

Sumber: Diolah dari data primer, 2019

Merujuk pada tabel tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar

wilayah Kota salatiga telah teraliri listrik yaitu sekita 98,24%, dengan

tingkat konsumsi listrik per KWH sebesar 35.135.734 KWH. Hal ini

menujukkan bahwa di Kota Salatiga pemenuhan akan hak warga negara

atas energi yang murah dan terjangkau maupun akses terhadap listrik

secara mayoritas sudah terpenuhi.

3.2. Tujuan 8. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan

Berkelanjutan.

Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Salah satu indikator penting untuk mengetahui perkembangan

perekonomian suatu daerah dalam suatu periode dapat digambarkan

dari Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Analisis

Pertumbuhan PDRB merupakan salah satu pendekatan yang dapat

digunakan untuk melihat perkembangan kesejahteraan masyarakat dari

sudut pandang ekonomi. Melalui dinamika dari berbagai kegiatan

ekonomi yang ada, akan dapat diidentifikasi karakteristik wilayah

2 Indrawati, Sri Mulyani., 2015,. Energi dan Pembangunan Berkelanjutan: Berikutnya Apa? Pidato dan Transkrip dalam International Student Energy Summit Bali, Indonesia Tahun 2015, 30 Oktober 2017 http://www.worldbank.org/in/news/speech/2015/06/10/energy-and-sustainable-development-whats-next

Page 51: PENGANTAR - Salatiga

43

berikut potensi-potensi dan kelemahan yang memerlukan perhatian

demi kemajuan wilayah yang semakin baik dimasa mendatang.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu

indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam satu

periode tertentu. PDRB pada prinsipnya merupakan jumlah nilai tambah

yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu

atau jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit

ekonomi. Perhitungan PDRB dilakukan atas dasar harga berlaku (PDRB

ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (PDRB-ADHK). PDRB ADHB

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan

menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB ADHB dapat digunakan

untuk melihat pergeseran struktur ekonomi.

PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah

barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang

berlaku pada satuan tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB

menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2010 Kota Salatiga

di dominasi oleh sektor industri pengolahan dan perdagangan besar dan

eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. PDRB Kota Salatiga meningkat

dari tahun 2016 sebesar 8,163,940.76 juta rupiah menjadi 8.589.009

juta rupiah pada tahun 2017. Secara lengkap data PDRB Kota Salatiga

tahun 2015-2017sebagai berikut:

Tabel 3.2 Nilai PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2010

Kota Salatiga Tahun 2015-2017 (dalam juta rupiah)

Kategori Uraian 2015 2016 2017

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

376,804.16 385,340.32 396,177.76

B Pertambangan dan Penggalian 3,358.23 3,357.52 3,356.55

C Industri Pengolahan 2,321,817.06 2,410,894.81 2,498,325.94

D Pengadaan Listrik dan Gas 17,936.17 19,079.53 19,772.22

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

6,571.97 6,676.40 6,875.99

F Konstruksi 1,066,758.78 1,144,525.50 1,202,759.10

G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

1,094,504.89 1,143,782.58 1,217,675.43

H Transportasi dan Pergudangan 270,360.17 279,974.74 296,405.58

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

600,659.93 641,032.66 683,581.60

J Informasi dan Komunikasi 295,965.41 317,253.06 340,539.43

Page 52: PENGANTAR - Salatiga

44

K Jasa Keuangan dan Asuransi 263,701.14 287,487.51 306,731.01

L Real Estate 413,977.83 442,708.21 470,023.31

M,N Jasa Perusahaan 84,092.70 92,153.74 100,615.29

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

420,903.90 431,216.05 441,121.79

P Jasa Pendidikan 335,797.55 359,678.23 393,308.15

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

108,721.64 117,027.98 122,387.86

R,S,T,U Jasa lainnya 77,250.08 81,751.92 89,352.54

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

7,759,181.62 8,163,940.76 8,589,009.54

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Salatiga

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga pada tahun 2018

mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2017 yaitu sebesar 0,02%.

Pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga tahun 2018 sebesar 5,23 dan pada

tahun 2017 sebesar 5,21. lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi

Jawa Tengah, yaitu sebesar 5,32% Namun demikian pertumbuhan

ekonomi Kota Salatiga masih lebih baik jika dibandingkan dengan

pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu sebesar 5,17%. Data perbandingan

pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional

tahun 2012-2016 disajikan pada grafik 2.27 sebagai berikut:

Grafik 3.1 Data Pertumbuhan Ekonomi Kota Salatiga,

Provinsi Jawa Tengah Dan Nasional Tahun 2013-2018

7

6

5

4

3

2

1 2013 2014 2015 2016 2017* 2018* Salatiga Jawa Tengah Nasional

Sumber : BPS, Buku PDRB Kabupaten/Kota Di Indonesia, 2018

Page 53: PENGANTAR - Salatiga

45

Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga jika

dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kota lainnya di Jawa

Tengah, berada di bawah Kota Semarang, Kota Tegal, Kota Pekalongan

dan Kota Surakarta, namun masih berada di atas Kota Magelang. Data

posisi relatif pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga dibandingkan dengan

kota lain di Provinsi Jawa Tengah (Kota Semarang, Kota Tegal, Kota

Pekalongan, Kota Surakarta dan Kota Magelang) tahun 2016 disajikan

pada grafik 2.28 sebagai berikut:

Grafik 3.2 Data Posisi Relatif Pertumbuhan Ekonomi

Dibandingkan dengan Kota Lain di Provinsi Jawa Tengah (Kota Semarang, Kota Tegal, Kota Pekalongan, Kota Surakarta dan Kota

Magelang) Tahun 2018

Sumber : BPS, Buku PDRB Kabupaten/Kota Di Indonesia, 2018

Laju Inflasi

Inflasi merupakan persentase kenaikan harga sejumlah barang dan jasa

yang secara umum dikonsumsi rumah tangga. Namun, tidak jarang ada

barang dan jasa yang harganya justru turun. Kenaikan harga satu atau

dua sejumlah barang dan jasa saja tidak dapat disebut inflasi, terkecuali

bila kenaikan itu meluas yang mengakibatkan kenaikan harga barang dan

jasa lainnya. Dampak dari inflasi salah satunya adalah menurunnya daya

beli masyarakat, yang dapat diartikan bahwa tingkat kesejahteraan

masyarakat terganggu karena ketidakmampuan penduduk dalam

mengkonsumsi barang dan jasa.

Page 54: PENGANTAR - Salatiga

46

Inflasi Kota Salatiga pada tahun 2015 sebesar 2,61% dan pada

tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 2,19% dan pada tahun 2017

mengalami kenaikan sebesar 3,5%.

Grafik 3.3 Laju Inflasi Kota Salatiga

2.612.19

3.5

0

1

2

3

4

2015 2016 2017

Kota Salatiga

Sumber : website BPS Kondisi inflasi Kota Salatiga tahun 2017 dibanding dengan Provinsi

Jawa Tengah dan Kabupaten Kota sekitar pada tahun 2017 terlihat pada

pada gambar berikut:

Grafik 3.4 Laju Inflasi Kota Salatiga dibandingkan Kota

Di Provinsi Jawa Tengah

Sumber : website BPS

Page 55: PENGANTAR - Salatiga

47

Pengeluaran Rill Per Kapita

Besarnya pengeluaran konsumsi per kapita digunakan sebagai

pendekatan untuk mengetahui tingkat pendapatan masyarakat dan

tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Pengeluaran rumah tangga ini

terdiri dari pengeluaran makanan dan bukan makanan yang

menggambarkan bagaimana penduduk mengalokasikan kebutuhan

rumah tangganya. Pengeluaran per kapita Kota Salatiga pada tahun 2015

sebesar Rp 14.600.000,- dan mengalami peningkatan di tahun 2016

sebesar Rp 14.811.000,- dan tahapan 2017 sebesar Rp 14.921.000,-.

Angka pengeluaran per kapita Kota Salatiga tahun 2017 berada diatas

Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 10.377.000,-dan Nasional sebesar Rp

10.664.000,-, secara rinci dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 3.5 Perkembangan Pengeluaran Perkapita

Kota Salatiga, Jawa Tengah dan Nasional

Tahun 2015-2017 (Ribu Rupiah)

Sumber : website ipm.bps.go.id

Rasio Penduduk yang Bekerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah suatu indikator

ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang

aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari. Perkembangan TPAK

Kota Salatiga menunjukkan mengalami kenaikan dari 67,86% di tahun

2015 menjadi 69,11% pada tahun 2017. Berikut perbandingan TPAK Kota

Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional tersaji pada gambar di

bawah ini.

14600 14811 14921

9930 10150 10377

10150 10420 10664

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

2015 2016 2017

Kota Salatiga

Pro. Jawa Tengah

Nasional

Page 56: PENGANTAR - Salatiga

48

Grafik 3.6

Perkembangan TPAK Kota Salatiga, Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2014-2017 (%)

Sumber: website BPS

Tingkat Pengangguran Terbuka

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan indikator

ketenagakerjaan yang ditunjukkan untuk melihat seberapa besar jumlah

pengangguran di suatu wilayah dibandingkan dengan jumlah penduduk

yang termasuk pada kategori angkatan kerja. Besar kecilnya tingkat

pengangguran terbuka mengindikasikan besarnya persentase angkatan

kerja yang termasuk dalam pengangguran. Perkembangan TPT Kota

Salatiga mengalami kenaikan dari 3,96 pada tahun 2017 menjadi 4,28 di

tahun 2018, secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut di bawah ini.

Grafik 3.7 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional

Tahun 2015-2017 (%)

Sumber: website BPS

Page 57: PENGANTAR - Salatiga

49

3.3. Tujuan 9. Membangun Infrastruktur Tangguh, Meningkatkan Industri

Inklusif dan Berkelanjutan, Serta Mendorong Inovasi

Pembangunan infrastruktur yang tangguh merupakan salah satu

kunci dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan sebagai salah satu

paarnmeter dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan kondisi eksisting

tahun 2018 di Kota Salatiga sebagaimana tertuang dalam tabel berikut

Tabel 3.3 Kondisi Eksisting Infrastruktur dan Industri Inklusif dan Berkalanjutan

Kota Salatiga Tahun 2018

Indikator SDGs Kota Satuan Realisasi

2018

Penanggung-jawab Sumber Data

Persentase Jalan kota dalam Kondisi baik

Persen 84,16 Dinas PUPR

Proporsi nilai tambah sektor industri manufaktur terhadap PDB dan perkapita

Persen 30,85 BPS

Laju pertumbuhan PDB Industri manufaktur pengolahan

Persen 0,25 BPS

Indeks Kualitas Udara (IKU) Angka Komposit

23,061 Dinas Lingkungan Hidup

Proporsi individu yang menggunakan telepon genggam

persen 88.45 Survei BPS

Proporsi individu yang menggunakan internet

persen 60.67 Survei BPS

Sumber: Data Sekunder dari Berbagai Sumber, 2018 (diolah)

Pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan di Kota Salatiga

sampai dengan tahun 2018 menghasilkan panjang drainase dalam

kondisi baik yaitu 335,61 km dari total keseluruhan panjang drainase

340,96 km, sedangkan panjang irigasi dalam kondisi baik sepanjang

447.715 m2 dari total panjang irigasi yang ada sepanjang 497.130 m2,

serta panjang jalan dalam kondisi baiksepanjang 306.658 m2 dari total

panjang jalanyang ada 337.120 m2.

Upaya membangun industri yang inklusif dan berkelanjutan antara

lain dilakukan dengan meningkatkan pengembangan industri pengolahan

(industri manufaktur). Industri pengolahan berperan penting dalam

pembangunan ekonomi di Kota Salatiga. Peran lapangan usaha ini di Kota

Salatiga pada tahun 2018 berdasarkan Produk Domestik Bruto atas dasar

harga berlaku sebesar 30,85 persen. Sektor ini juga menyerap tenaga

kerja yang cukup tinggi sehingga mengurangi jumlah pengangguran.

Page 58: PENGANTAR - Salatiga

50

Indeks Kualitas Udara di Kota Salatiga sebesar 25,01 pada tahun

2016, turun menjadi 23,061 di tahun 2018. Berdasarkan klasifikasi

penjelasan kualitatif terhadap rentang nilai IKLH yang disusun KLHK

tahun 2014, bahwa nilai IKU 23,061 mengandung arti bahwa kualitas

udara di Kota Salatiga berada dalam kategori “waspada” (x < 50). Namun

jika dibandingkan dengan nilai IKU Jawa Tengah, maka nilai IKU Kota

Salatiga tahun 2018 masih berada dibawah nilai IKU Jawa Tengah

sebesar 82,97.

Selain itu, dalam aspek proporsi individu yang menggunakan

telepon genggam, hasil survei yang dilakukan BPS, pada tahun 2018

terdapat 88,45% penduduk yang menggunakan telepon genggam.

Sedangkan pada tahun 2018, BPS juga melakukan survei terhadap

penduduk yang terbiasa menggunakan internet (familiar with internet),

dengan hasil sebanyak 60,67% penduduk terbiasa menggunakan internet

(familiar with internet)

3.4. Tujuan 10. Mengurangi Kesenjangan Intra dan Antarnegara

Salah satu tujuan utama dalam pelaksanaan pembangunan adalah

mengurangi kesenjangan atau dipsaritas antar wilayah/negara. Dalam

konteks global hal tersebut dimanifestasikan dengan adanya negara

Utara-Selatan yang merupakan bentuk relasi antare negara, maju di

belahan bumi utara dan negara berkembang di belahan bumi selatan.

Dalam implementasi Tujuan 10 Menguranhgi Kesenjangan Intra dan

Antar Negara, terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan

sebagai acuan dalam intervensi program yang mendukung pengurungan

kesejanjan atau disparitas antara wilayah.

Tujuan 10 Mengurangi kesenjangan intra dan antar negara diukur

melalui Koefisien Gini dan Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi

yang tinggi belum menjadi jaminan bahwa kesenjangan pendapatan akan

rendah. Hubungan pertumbuhan ekonomi dengan kesenjangan

pendapatan tidak hanya dilihat dari outcome pada keseimbangan umum

suatu perekonomian, namun lebih kepada proses yang mempengaruhi

alokasi sumber daya terutama melalui capital market, melalui sistem

politik dan juga melalui kondisi sosial.

Page 59: PENGANTAR - Salatiga

51

Kondisi eksisting parameter yang berkaitan dengan upaya

pencapaian Tujuan 10 Mengurangi Kesenjangan Intra dan Antarnegara

sebagainan tertuang dalam tabel berikut.

Tabel 3.4 Kondisi Eksisting Indikator Disparitas Wilayah

Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan Realisasi

2018

Penanggung-jawab Sumber Data

1 Indeks Gini (Gini Ratio) Angka 0,35 (Tahun 2015)

BPS (mulai tahun 2016 BPS tidak melakukan penghitungan Indeks Gini di kabupaten/Kota

2 Angka Kemiskinan Persen 4.84 BPS

3 Persentase perempuan korban kekerasan termasuk TPPO yang dilayani sesuai standar

persen 100 Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (DP3A)

4 Pelayanan Kepesertaan Jamsostek (IKK)

Persen 85,40 Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja / BPJS Ketenagakerjaan

5 Persentase penempatan tenaga kerja

Persen 68,24

Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, BPS

6 Persentase Lembaga Penempatan Kerja Swasta (LPTKS) memiliki izin

Persen 66 Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja

7 Jumlah TKI yang terlindungi

orang 29 Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja

Sumber: data sekunder dari berbagai sumber, 2019 (diolah)

3.5. Tujuan 17. Kemitraan untuk Mencapai Tujuan

Keberhasilan pencapaian SDGs akan bergantung pada kemitraan global

yang inklusif dengan keterlibatan aktif dari pemerintah, masyarakat sipil,

sektor swasta, lembaga filantropi, akademisi dan lembaga-lembaga PBB.

Salah satu aktor kunci yang diharapkan berperan dan berkontribusi

besar dalam pelaksanaan SDGs adalah lembaga filantropi.

Tabel 3.5 Kondisi Eksisting Indikator Tujuan 17 SDGs

Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi Kemitraan Global (Aspek Kemitraan dalam Pembiayaan Pembangunan)

Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan

Realisasi 2018

Penanggung-jawab Sumber

Data

1 PDRB per Kapita Rupiah (Juta)

64,22 BPS

2 Rasio penerimaan pajak terhadap PDB

Persen 23,48 Badan Keuangan Daerah

3 Proporsi penduduk terlayani mobile broadband

Persen 88.45 BPS

Page 60: PENGANTAR - Salatiga

52

4 Proporsi individu yang menggunakan internet

Persen 60.67 BPS

5 Persentase konsumen Badan Pusat Statistik (BPS) yang merasa puas dengan kualitas dan statistik

persen 78.70 BPS

6 Persentase indikator SDGs terpilah yang relevan dengan target

persen 68,7 BPS

Sumber: Data Sekuder dari berbagai sumber, 2019 (diolah)

Sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah,

Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah. Pengelolaan

pendapatan daerah bertujuan mengoptimalkan sumber pendapatan

daerah untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah dengan tujuan

memaksimalkan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam rangka

pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah dalam melaksanakan fungsi

pelayanan dasar publik masih banyak bergantung pada penerimaan dari

dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi

Khusus, dan Dana Bagi Hasil Pajak dan bukan Pajak.

Adanya otonomi daerah diharapkan dapat memacu daerah menuju

ke tingkat kemampuan keuangan yang lebih baik yang tercermin dengan

semakin meningkatnya kapasitas fiskal dan berkurangnya celah fiskal

dari tahun ke tahun. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan

kapasitas fiskal dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan

daerah yang merupakan komponen kapasitas fiskal daerah. Kebijakan

pendapatan tahun 2017-2022 difokuskan untuk memberdayakan potensi

pendapatan daerah dan mendorong peningkatan dana perimbangan

melalui : (1) Optimalisasi penggalian sumber-sumber pendapatan daerah

(ekstensifikasi dan intensifikasi); (2) Peningkatan pengelolaan,

pemanfaatan dan pengawasan aset daerah yang berdaya guna dan

berhasil guna; (3) Peningkatan Sistem Pelayanan Unit Pelayanan Teknis

Daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, (4)

Peningkatan profesionalisme sumber daya manusia dalam pengelolaan

pendapatan daerah, (5) Peningkatan koordinasi dengan OPD penghasil,

dan (6) Pengembangan fasilitas sarana dan prasarana untuk peningkatan

investasi dan sumber-sumber pendapatan.

Realisasi pendapatan daerah Kota Salatiga tahun 2018 secara

keseluruhan tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Dari target

Page 61: PENGANTAR - Salatiga

53

anggaran pendapatan sebesar Rp. 895.371.154.000,- realisasinya

mencapai Rp. 889.992.411.250,- atau 99,40%. Jika dibandingkan

realisasi tahun 2017 sebesar Rp. 882.746.082.111,-, maka realisasi

tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp. 7.246.329.139,- atau

0,82%.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber

pendapatan daerah yang potensial untuk ditingkatkan, walaupun

kontribusi PAD terhadap APBD saat ini masih relatif rendah. Untuk

menentukan pengelolaan komponen PAD diperlukan identifikasi potensi

komponen PAD yang digunakan untuk mengetahui posisi komponen PAD

sebagai sumber pendapatan daerah dengan menganalisis rasio

pertumbuhan jenis penerimaan dengan proporsi atau sumbangannya

terhadap rata-rata total penerimaan. Salah satu tolak ukur dari

perkembangan ekonomi daerah adalah besarnya pendapatan daerah pada

pos Pendapatan Asli Daerah (PAD). Besarnya PAD secara umum

menunjukkan kemajuan aktivitas perekonomian pada masyarakat yang

dapat dijadikan obyek pungut. Oleh karena itu, pencapaian target PAD

merupakan faktor penting dalam menilai laju pembangunan di daerah.

Dalam rangka memacu roda perekonomian masyarakat, Kota Salatiga

menerapkan kebijakan insentif dan disinsentif untuk obyek-obyek pungut

tertentu.

Merujuk pada hal tersebut, diharapkan akan mampu memberi

kontribusi terhadap pemerataan pendapatan masyarakat. Realisasi

Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2018 mencapai Rp.

208.926.057.032,- atau 99,60% persen dari target sebesar Rp.

209.772.712.000,-. Jika dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar Rp.

220.243.361.132,-, maka realisasi tahun 2017 mengalami penurunan

sebesar Rp. 11.317.304.100,- atau 5,14%. Rasio PAD terhadap

pendapatan daerah tahun 2018 sebesar 23,48% mengalami penurunan

jika dibandingkan rasio tahun 2017 yang besarnya 24,95%. Adapun

target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2012 sampai

dengan tahun 2018 dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 62: PENGANTAR - Salatiga

54

Tabel 3.6 Perkembangan PAD Kota Salatiga

Tahun 2012 – 2018

Tahun

Target PAD

Realisasi PAD

PD (Realisasi)

Proporsi

%

2012 63.171.463.000 77.798.870.961 562.323.845.006 13.84 %

2013 87.723.650.000 106.100.450.499 603.204.201.915 17.59 %

2014 114.781.747.000 165.747.645.080 727.619.868.812 22.78%

2015 143.835.170.000 167.010.555.173 673.865.039.498 24,78%

2016 172.775.326.000 203.768.652.017 879.784.189.262 23,16%

2017 188.391.649.000 218.453.587.980 880.956.308.959 24.80%

2018 209.772.712.000 208.926.057.032 889.992.411.250 23,48%

Sumber : Badan Keuangan Daerah Kota Salatiga (diolah)

Page 63: PENGANTAR - Salatiga

55

BAB IV PENCAPAIAN PILAR PEMBANGUNAN LINGKUNGAN

4.1. Tujuan 6. Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih serta

Sanitasi yang Berkelanjutan

Ketersediaan Air Bersih dan sanitasi yang berkelanjutan merupakan

salah satu isu strategis dalam tujuan pembangunan berkelanjutan.

Terdapat beberapa indikator yang berkaitan langsung atau pun tidak

langsung dengan upaya pencapaian tujuan 6 SDGs, antara lain: Akses

terhadap air minum layak, akses terhadap sanitasi layak, persentase

pemenuhan air baku, julah kelurahan ODF dan yang sudah

melaksanakan Sanitasi Berbasis Masyarakat.

Persentase penduduk berakses air minum layak. Adanya

perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan

penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang

dibangun, melalui Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkunganan

yang ditandatangani oleh Bappenas, Kementerian Kesehatan,

Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pekerjaan Umum

memberikan dampak cukup berarti terhadap penyelenggaraan kegiatan

penyediaan air bersih dan sanitasi khususnnya di daerah. Strategi

pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap

kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran

masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan

kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada

semua tingkatan proses pelaksanaan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.

Jenis sarana akses air minum yang dipantau meliputi sumur gali

(SGL) Terlindung, SGL dengan Pompa, Sumur Bor dengan Pompa,

Terminal Air (TA), Mata Air Terlindung, penanmpungan Air Hujan (PAH),

Perpipaan BPSPAM. Tahun 2018 penduduk yang dapat mengakses air

minum layak sebesar 94,75% (183.238 penduduk) dari jumlah penduduk

193.386. Proporsi jumlah penduduk pengguna jenis sarana air minum

terbanyak adalah perpipaan dan sumur gali.

Akses terhadap Sanitasi yang Layak.

Capaian penduduk dengan akses jamban sehat pada tahun 2018 sebesar

100%. Jenis sarana sanitasi dasar yang dipantau sebagai akses jamban

Page 64: PENGANTAR - Salatiga

56

sehat meliputi jamban komunal, leher angsa, plengsengan dan cemplung.

Gambar berikut adalah penduduk yang mengakses jamban sehat dari

tahun 2014-2018.

Grafik 4.1 Persentase Penduduk Mengakses Jamban Sehat

Tahun 2014-2018

100,00%

80,00%

60,00%

40,00%

20,00%

0,00% 2014 2015 2016 2017 2018

Pdd Akses Jamban 81,57% 85,75% 86,68% 94,83% 100%

Sehat

Persentase Pemenuhan Air Baku. Persentase pemenuhan air baku

di Salatiga pada tahun 2018 mencapai nilai sebesar 85%. Hal ini

merupakan salah satu indikator bahwa pemenuhan kebutuhan air di

Kota Salatiga telah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Air Baku

adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air

tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air

baku untuk air minum.

Jumlah Kelurahan yang melaksanakan STBM

Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial

budaya danperilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di

sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk

mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya. Buruknya kondisi

sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3

tahun yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena

diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3%

dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank, 2007).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, penanganan

masalah sanitasi merupakan kewenangan daerah, tetapi sampai saat ini

belum memperlihatkan perkembangan yang memadai. Oleh sebab itu,

Page 65: PENGANTAR - Salatiga

57

pemerintah daerah perlu memperlihatkan dukungannya melalui

kebijakan dan penganggarannya.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai

STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi

melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Komunitas

merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial

berdasarkan kesamaan kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan.

Open Defecation Free yang selanjutnya disebut sebagai ODF adalah

kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar

sembarangan. Sedangkan Cuci Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci

tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.

Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga yang selanjutnya disebut

sebagai PAMRT adalah suatu proses pengolahan, penyimpanan dan

pemanfaatan air minum dan air yang digunakan untuk produksi

makanan dan keperluan oral lainnya seperti berkumur, sikat gigi,

persiapan makanan/minuman bayi.

Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas:

Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.

Mencuci tangan pakai sabun.

Mengelola air minum dan makanan yang aman.

Mengelola sampah dengan benar.

Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk

memutus mata rantai penularan penyakit. Sanitasi dasar adalah sarana

sanitasi rumah tanggayang meliputi sarana Luang air besar, sarana

pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

Merujuk pada konsep dan definsi tersebut, pada tahun 2018,

seluruh kelurahan (23 kelurahan) di Kota Salatiga, telah

melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Proses

pelaksanaan STBM tersebut dilakukan secara bertahap sejak tahun 2016

(7 kelurahan), tahun 2017 (6 kelurahan), dan tahun 2018 (10 kelurahan).

Jumlah desa/kelurahan yang Open Defecation Free (ODF)/ Stop

Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

Open Defecation Free yang selanjutnya disebut sebagai ODF adalah

kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar

Page 66: PENGANTAR - Salatiga

58

sembarangan. Dengan demikian ODF merupakan bagian yang tak

terpisahkan dalam kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Sebagaimana Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM),

penerapan ODF di Kota Salatiga sampai dengan tahun 2018 telah

dilaksanakan di seluruh kelurahan (23 kelurahan). Program ODF

dilaksanakan beriringan sengan STBM, dimulai sejak tahun 2016 (6

kelurahan), Tahun 2017 (7 kelurahan), dan tahun 2018 (10 kelurahan).

Tabel 4.1 Kondisi Eksisting Indikator Tujuan 6 SDGs

Kota Salatiga Tahun 2016-2018

No Indikator Satuan Realisasi Perangkat Daerah Penanggungjawab 2016 2017 2018

1 Persentase penduduk berakses air minum layak

Persen 90 90,5 93,64 Dinas Kesehatan dan Dinas PU dan PR

2 Persentase Pemenuhan Air Baku

Persen 77 83 85 Dinas PU dan PR

3 Persentase Rumah Tangga dengan Akses Air Sanitasi Layak

Persen 77,15 80 95 Dinas PU dan PR

4 Jumlah Kelurahan yang melaksanakan STBM Kelurahan 7 6 10 Dinas Kesehatan

5 Jumlah desa/kelurahan yang Open Defecation Free (ODF)/ Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

Kelurahan

7 6 10 Dinas Kesehatan

6 Persentase pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang ditindaklanjuti

Persen 100 100 100 Dinas Lingkungan Hidup

Sumber: Data Perangkat Daerah, 2019

4.2. Tujuan 11. Kota dan Permukiman Berkelanjutan

Sebuah kota yang humanis dan layak huni merupakan padanan dari

Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan. Sebuah kota dan pemukiman

yang berkelanjutan adalah sebuah kota yang dikelola dengan

memperhatikan 4 (empat) aspek pembangunan berkelanjutan, yaitu

aspek sosial, ekonomo, lingkungan, maupun aspek hak asasi manusia

dan tata kelola.

Kota dan Permukiman yang berkelanjutan merupakan salah satu kunci

dalam upaya mewujudkan kota yang humanis dan layak huni. Terkait

dengan hal tersebut kondisi eksisting tahun 2018 Kota Salatiga tertuang

dalam tabel berikut:

Page 67: PENGANTAR - Salatiga

59

Tabel 2.10 Kondisi Eksisting Indikator Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan

Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan Realisasi

2018

Penanggung-jawab Sumber Data

1 Cakupan Ketersediaan Rumah Layak huni

persen 99,61 Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman

2 Persentase kendaraan angkutan umum yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan

persen 80 Dinas Perhubungan

3 Persentase masyarakat dalam Musrenbang

Persen 94,7 Bappeda

4 Persentase Cagar Budaya yang dilestarikan

Persen 11,2 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

5 Indeks Resiko Bencana (IRB)

Persen Belum dilakukan

pengukuran

Satpol PP (saat ini sebagai OPD yang mengampu

8 Persentase Penanganan Sampah

persen 73,04 Dinas Lingkungan Hidup

9 Persentase pengurangan sampah diperkotaan

persen 16,77 Dinas Lingkungan hidup

10 Persentase Ruang Terbuka Hijau

persen 15.7 Dinas Lingkungan Hidup

Sumber: Data Sekunder dari berbagai sumber, 2019 (diolah)

Indikator tersebut adalah indikator yang ada dan sejalan dengan

RPJMD Kota salatiga Tahun 2017-2022, mengingat tidak semua indikator

SDGs dapat diukur atau dihitung di tingkat kota, dengan berbagai

pertimbangan antara lain karena aspek geografis, aspek kewenangan

daerah, dan aspek cakupan indikator (aspek pembilang).

Merujuk pada tabel diatas, dapat diuraikan bahwa cakupan rumah

layak huni pada tahun 2018 mencapai 99,61% (berdasarkan sinkronisasi

data dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dan BPS).

Sedangkan dalam pengelolaan sampah terdapat 2 (dua) parameter yaitu

Persentase Penanganan Sampah Perkotaan sebesar 75%, yang melampaui

target sebesar 73%, dan Persentase Pengurangan Sampah Perkotaan pada

tahun 2018 mencapai 22%, yang melebihi yang menjadi target pada

tahun 2018 yaitu sebesar 16%.

Parameter lainnya adalah ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada tahun 2018 sebesar

15,67%. Hal tersebut dapat tercapai karena Pemerintah Kota Salatiga

dalam kurun waktu 3 tahun terakhir aktif dalam menyelenggarakan

taman kota sebagai salah satu upaya untuk memenuhi ketersediaan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30% dari luas wilayah.

Page 68: PENGANTAR - Salatiga

60

4.3. Tujuan 12. Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan

Konsumsi berkelanjutan adalah hasil dari suatu proses pengambilan

keputusan dari konsumen sebagai tanggung jawab terhadap terhadap

lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Menerapkan konsumsi

berkelanjutan berarti menjadi seorang konsumen yang beretika, yaitu

merasa bertanggung jawab terhadap isu-isu sosial dan lingkungan di

dunia dan melawan masalah ini dengan pola perilaku sendiri.

Pola produksi dan konsumsi berkelanjutan sangat terkait erat

dengan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dimensi ekonomi dalam

hal ini terkait dengan konsep supply dan demand akan kebutuhan

manusia dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga unsur

keberlanjutan (sustainability) akan sangat tergantung pada faktor

ekonomi masyarakatnya yang terlibat. Tingkat ekonomi masyarakat

yang meningkat setidaknya akan mengubah pola produksi dan

konsumsi komoditas yang berimbang. Sementara dimensi sosial erat

kaitannya dengan faktor peningkatan kualitas sumber daya manusia

dalam mengelola sumber daya alam secara lebih baik dan bijaksana.

Tabel 4.3 Kondisi Eksisting Indikator Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan

Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan

Realisasi 2018

Penanggung-jawab Data

1 Jumlah peserta PROPER yang mencapai minimal ranking BIRU

Perusahaan 2 Dinas Lingkungan Hidup

2 Cakupan pembinaan perbaikan kinerja pengelolaan B-3 dan limbah B-3 bagi pelaku usaha dan/kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Persen 100 Dinas Lingkungan Hidup

3 Persentase penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan

persen 35 Dinas Lingkungan Hidup

4 Persentase penanganan sampah persen 75 Dinas Lingkungan Hidup

5 Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan AMDAL

persen 100 Dinas Lingkungan Hidup

6 Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan UKL/UPL

persen 100 Dinas Lingkungan Hidup

Sumber: Data Sekunder dari berbagai sumber, 2019 (diolah)

Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga telah memfokuskan diri pada

upaya untuk mengendalikan pencemaran air dari sektor industri dan

kegiatan usaha lain. Berbagai upaya dari hulu hingga hilir melalui

Page 69: PENGANTAR - Salatiga

61

program pembinaan, pengawasan, susur sungai, patroli air, sidak,

penilaian program peringkat kinerja lingkungan industri (PROPER) dan

penegakan hukum. Upaya ini telah berhasil meningkatkan ketaatan

pihak industri untuk memenuhi baku mutu air limbah di kota Salatiga.

Kegiatan PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan

dalam Pengelolaan Lingkungan) merupakan instrumen

insentif/disinsentif sesuai amanat dalam pasal 42 Undang-undang No. 32

tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Hal ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah dalam

meningkatkan ketaatan industri/kegiatan usaha dengan memberikan

penghargaan dan publikasi terhadap industri/kegiatan usaha yang telah

melakukan ketentuan regulasi secara baik dan memberikan publikasi

negatif terhadap industri/keg. usaha yang tidak melakukan pengelolaan

lingkungan dengan baik.

Program PROPER sudah dimulai sejak tahun 1996, sempat

dihentikan karena krisis ekonomi pada tahun 1997-2001. Tahun 2002

dihidupkan kembali dengan kriteria yang lebih lengkap, semula hanya

dinilai aspek pengendalian pencemaran air, kemudian berkembang

menjadi multimedia meliputi pengendalian pencemaran air, udara,

pengelolaan limbah B3 dan penerapan AMDAL.

Sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 sebagian tugas

pengawasan dan pemantauan PROPER diserahkan kepada Pemerintah

Provinsi, termasuk Jawa Tengah, melalui program dekonsentrasi.

Peringkat final perusahaan-perusahaan peserta PROPER ditetapkan

berdasarkan hasil penilaian self-assessment (penilaian mandiri),

pengawasan langsung oleh KLHK, maupun pelaksaan langsung oleh

Provinsi. Adapun bagi perusahaan-perusahaan di Kota Salatiga, hasil

penilaiannya adalah sebagai berikut:

Peringkat Hijau : -

Peringkat Biru : PT Kievit Indonesia, PT. Damatex

Peringkat Merah : PT. Timatex

Peringkat Hitam :

Sistem pengelolaan limbah Kota Salatiga meliputi sistem

pembuangan air limbah setempat dan sistem pembuangan air limbah

terpusat. Rencana sistem pembuangan air limbah setempat yang

dimaksud adalah meliputi: (1) Peningkatan kualitas septic tank dan/atau

Page 70: PENGANTAR - Salatiga

62

cubluk; (2) Peningkatan kualitas pengumpulan/pengangkutan lumpur

tinja; dan (3) Peningkatan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di

Kelurahan Kumpulrejo.

Rencana sistem pembuangan air limbah terpusat di Kota Salatiga

meliputi : (1) Sistem air limbah mandiri skala kawasan di Kelurahan

Kutowinangun, Kelurahan Salatiga, Kelurahan Pulutan, Kelurahan

Kecandran, Kelurahan Noborejo, Kelurahan Tingkir Lor dan Kelurahan

Tingkir Tengah; dan (2) Pembangunan IPAL skala kawasan.

Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) merupakan bahan yang

karena sifatnya dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik

secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau

merusak lingkungan hidup atau membahayakan lingkungan hidup,

kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Dengan sifat seperti itu, maka limbah B3 harus dikelola dengan benar.

Pengelolaan harus dilakukan sejak dari sumber, pengangkutan sampai di

lokasi pengelolaan akhir. Perusahaan/lembaga yang mengelola ataupun

mengangkut limbah B3 harus mendapat izin khusus agar mudah dalam

pengawasannya.

Hampir semua jenis industri menghasilkan limbah B3, baik berasal

dari buangan bahan baku, bahan sampingan, maupun bahan pendukung

operasional. Limbah B3 yang banyak dihasilkan dari kegiatan industri

diantaranya adalah oli bekas, lampu tl, kain majun bekas, bahan kimia

tertentu, sludge, aki, baterai bekas, tinta, limbah klinis, dan beberapa

limbah lainnya yang dikategorikan sebagai limbah berbahaya dan

beracun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun.

Pola produksi dan konsumsi berkelanjutan perlu diterapkan untuk

mendorong pencapaian tujuan ke-12 Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan atau Sustainable Development Goal's (SDGs). Untuk itu

standar fasilitas pelayanan publik pun akan diperbaiki berkonsep ramah

lingkungan. Praktik ini berkaitan dengan banyak hal seperti perubahan

iklim, kota berkelanjutan dan penggunaan sumber daya berkelanjutan

Page 71: PENGANTAR - Salatiga

63

4.4. Tujuan 13. Penanganan Perubahan Iklim dan Penanggulangan

Kebencanaan

Iklim didefinisikan sebagai kejadian cuaca selama kurun waktu yang

panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan

nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World

Climate Conference, 1979). Sedangkan perubahan iklim merupakan

berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh

aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer

secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati

pada kurun waktu yang dapat dibandingkan (Undang-Undang Nomor 31

tahun 2009).

Serangkaian dampak negatif yang diakibatkan oleh perubahan iklim

merupakan ancaman besar untuk mencapai SDGs secara keseluruhan.

Perubahan iklim menimbulkan risiko substansial terhadap pertanian,

kesehatan, persediaan air, produksi pangan, nutrisi, ekosistem,

keamanan energi, dan infrastruktur. Gagasan untuk mengaitkan agenda

perubahan iklim dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG)

sungguh relevan. Sejak konvensi PBB 1992 di Rio de Janeiro yang

melahirkan Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan

Bangsa-Bangsa (UNFCCC) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca,

berbagai negara telah memulai dialog guna menyelaraskan konservasi

lingkungan dalam proyek pembangunan global. Lambat atau cepat

pemanasan global akan terjadi di bumi ini, dan hal ini juga akan

berdampak pada timbulnya bencana, terutama bencana hidrometeorologi.

Tabel 4.4 Kondisi Eksisting Indikator Perubahan Iklim Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan Realisasi 2018

Penanggung-jawab Sumber Data

1 Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) daerah

Dokumen Belum diprioritaskan karena bukan daerah resiko bencana

Satpol PP, Bappeda

2 Tersusunya Profil Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

Dokumen Sudah terpenuhi Tahun 2017

Dinas Lingkungan Hidup

Sumber: Data Sekunder dari beberapa sumber, 2019 (diolah)

Page 72: PENGANTAR - Salatiga

64

4.5. Tujuan 14 Pelestarian dan Pemanfaatan Ekosistem Lautan

Dalam implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau

Sustainable Development Goals (SDGs) yang berpedoman pada Peraturan

Presiden Nomor 59 Tahun 2017, tidak semua Tujuan/Goals, Target,

ataupun indikator dapat diterapkan diseluruh daerah di Indonesia.

Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab Tujuan, Target, dan

Indikator tidak dapat diterapkan di semua daerah: (1) Indikator tersebut

bukan merupakan kewenangan dari daerah yang bersangkutan, (2) Tidak

sesuai dengan karakteristik dan kondisi geografis daerah tersebut, dan (3)

Cakupan penghitungan indikator tidak dapat diterapkan pada daerah

otonom terendah. Terkait dengan hal tersebut, maka tujuan 14

Pelestarian dan Pemanfaatan Ekosistem Kelautan tidak dapat diterapkan

di Kota Salatiga, mengingat karakteristik geografis Kota salatiga sebagai

daerah pegununungan bukan merupakan daerah yang mempunyai

wilayah laut.

4.6. Tujuan 15 Pelestarian dan Pemanfataan Berkelanjutan Ekosistem

Daratan

Selama lebih dari lima dekade, sumberdaya hutan telah memainkan

peran yang signifikan dalam memfasilitasi perkembangan ekonomi

Indonesia. Namun demikian, kinerja pengelolaan hutan Indonesia telah

menurun, dan kontribusi ekonomi dari hutan telah secara drastis

menurun, akibat ekspolitasi berlebihan pada periode aeal reformasi

pemerintahan dan pelaksanaan otonomi daerah atau desentralisasi (big

bang decentralization) dalam masa transisi yang cukup berat di awal

tahun 2000-an.3

Pola penggunaan lahan pada hakekatnya adalah gambaran ruang

dari hasil jenis usaha dan tingkat teknologi, jumlah manusia dan

keadaan fisik daerah, sehingga pola penggunaan lahan di suatu daerah

dapat mencerminkan kegiatan manusia yang berada di daerah tersebut.

Karenanya Penggunaan lahan bersifat dinamis, artinya penggunaan

tanah dapat berubah tergantung dari dinamika pembangunan dan

kebutuhan masyarakat di suatu wilayah dalam memenuhi kebutuhan

sosial, ekonomi, lingkungan dan kepentingan lainnya. Berdasarkan

3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2018, Status Hutan dan Kehutanan Indonesia Tahun 2018, Kementerian Kehutanan RI, Jakarta, hlm. xxii (eksekutif summary)

Page 73: PENGANTAR - Salatiga

65

pemikiran tersebut di atas, maka data luas dan letak penggunaan lahan

menjadi sangat penting, terutama untuk mengetahui berapa lahan yang

masih tersedia untuk suatu kegiatan. Hal ini tentunya akan

mempengaruhi kualitas tutupan lahan.

Sumber daya lahan (land resource) merupakan salah satu

komponen sumber daya alam (natural resource) yang turut berperan

dalam proses produksi pertanian, termasuk peternakan dan kehutanan.

Parameter-parameter sumber daya lahan meliputi tanah, iklim dan air,

topografi, serta vegetasi termasuk padang rumput dan hutan. Setiap

kegiatan yang mengubah sumber daya alam termasuk bentang lahan

(landscape) untuk pembangunan seperti pertanian, pertambangan,

industri, perumahan, infrastruktur dapat menyebabkan kerusakan

sumber daya lahan dan kemunduran produktivitasnya akibat hilangnya

tanah lapisan atas yang subur.

Perubahan lahan akan terus berlangsung sejalan dengan

meningkatnya jumlah dan aktivitas penduduk dalam menjalankan

kehidupan sosial, ekonomi dan budaya. Ini pada akhirnya akan

berdampak positif maupun negatif sebagai konsekuensi dari

pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat. Dari penjelasan di atas dapat

disimpulkan bahwa faktor utama penyebab terjadinya perubahan

penggunaan lahan secara umum adalah karena peningkatan jumlah

penduduk yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perkembangan

ekonomi yang menuntut ketersediaan lahan bagi penggiaaan lahan lain,

seperti pemukiman, industri, infrastruktur maupun jasa.

Tabel 4.5 Kondisi Eksisting Indikator Pemafataan Ekosistem Daratan

Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan

Realisasi 2018

Penanggung-jawab Sumber Data

1 Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKLT)

Angka Komposit

23,78 Dinas Lingkungan Hidup

2 Luas lahan kritis yang direhabilitasi terhadap luas lahan keseluruhan

Ha (hektar) 1,0648 Ha Dinas Lingkungan Hidup

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup, 2019 (data diolah)

Penggunaan lahan di Kota Salatiga menurut penggunaannya, untuk

luasan daerah terbangun meningkat dari tahun 2016 seluas 3.176 Ha

Page 74: PENGANTAR - Salatiga

66

menjadi 3.230 Ha pada tahun 2018. Sebaliknya, luasan daerah non

urban seperti sawah, tegalan, dan perkebunan menyusut dari 744 Ha

pada tahun 2016 menjadi 674 Ha pada tahun 2018. Sedangkan untuk

menuruti perkembangan pembangunan yang kian pesat, fungsi lahan

yang sebelumnya merupakan lahan produktif bagi sektor pertanian

banyak berubah status menjadi lahan pekarangan yang kurang produktif

dan cenderung konstruktif dan dapat berubah sewaktu-waktu menjadi

lahan terbangun.

Penggunaan lahan yang melampaui kemampuan lahannya sangat

berpotensi menyebabkan lahan terdegradasi. Jika keadaan ini terus

dibiarkan akan memicu terjadinya lahan kritis. Dampak yang terjadi

akibat lahan kritis tidak hanya mengakibatkan lahan mengalami

penurunan kualitas dan produktivitas namun membahayakan sosial

ekonomi masyarakat. Kerusakan lahan yang semakin nyata dan meluas,

ditandai oleh semakin besar adanya resiko bencana seperti banjir,

kekeringan, dan longsor. Dengan demikian, meluasnya lahan kritis perlu

diidentifikasi agar dapat ditetapkan faktor penyebab dan teknik

penanggulangannya

Mengacu KLHK (2019), kualitas tutupan lahan mendskripsikan

kondisi kenampakan permukaan lahan secara fisik, baik kenampakan

alami berupa vegetasi maupun kenampakan buatan manusia yang

kemudiaan dinilai berdasarkan Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL).

Hingga tahun 2018, Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL) di Kota

Salatiga mencapai 23,78 berada jauh dari IKTL Provinsi Jawa Tengah

(50,12), dan nilai IKTL Nasional yang sebesar 61,03. Jika dibandingkan

dengan nilai IKTL sebelumnya (tahun 2017) yang sebesar 23,75, maka

nilai IKTL tahun 2018 mengalami kenaikan yang tidak signifikan.

Page 75: PENGANTAR - Salatiga

67

BAB V PENCAPAIAN PILAR PEMBANGUNAN HUKUM DAN TATA KELOLA

5.1. Tujuan 16. Menciptakan Perdamaian, Penegakan Hukum, dan

Penguatan Kelembagaan

Aspek Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hukum

Perencanaan pembangunan yang berwawasan HAM merupakan

perencanaan pembangunan yang menjadikan nilai-nilai HAM sebagai

rambu-rambu dalam perencanaan pembangunan. HAM harus dipatuhi

oleh negara atau pemerintah dalam menjalankan misinya sehingga tidak

menjadikan pembangunan sebagai tujuan dengan mengorbankan

manusia demi pembangunan, melainkan sebagai alat untuk mencapai

tujuan penegakkan hak atas pembangunan.

Dari sisi pembangunan hukum, hukum yang relevan untuk

dikembangkan sejalan dengan nilai-nilai HAM adalah model humanis

partisipatoris. Manifestasi dari model pembangunan hukum ini adalah

memberi perhatian pada aspek dan dimensi manusiawi sebagai tujuan

utama pembangunan yang memberi akses kepada warga negara untuk

ikut serta dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang kehidupan.

Hukum memberi alokasi wewenang yang lebih besar kepada warga negara

untuk menentukan realisasi dirinya sebagai subjek, bukan objek yang

dibentuk dan dikontrol oleh subjek lain.

Tabel 5.1 Kondisi Eksisting Indikator Tujuan 16 SDGs

(Aspek Hak Asasi Manusia dan Hukum) Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan

Realisasi 2018

Penangung-jawab Sumber Data

1 Indeks Kriminalitas skor 0,012 Polres

2 Prevelensi penyalahgunaan Narkoba skor 0,0025 Badan Kesbangpol

3 Kematian disebabkan konflik per 100.000 penduduk

Jumlah Kasus

0 Polres

4 Jumlah kasus kejahatan pembunuhan pada satu tahun terakhir

Kasus 0 Polres

5 Proporsi penduduk yang menjadi korban kejahatan dalam 12 bulan terakhir

Kasus 217 Polres

6 Cakupan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan yang Mendapatkan Penanganan Sesuai Standart

Persen 100 Dinas P3A

7 Persentase perempuan korban kekerasan termasuk TPPO yang dilayani sesuai standar

Persen 100 Dinas P3A

Page 76: PENGANTAR - Salatiga

68

8 Proporsi korban kekerasan dalam 12 bulan terakhir yang melaporkan kepada polisi

Persen 10,5 Polres

9 Jumlah orang atau kelompok masyarakat miskin yang memperoleh bantuan hukum litigasi dan non litigasi.

Org/Pokmas

PM Bag. Hukum Setda

10 Persentase cakupan akta kelahiran Persen 94 Dindukcapil

11 Persentase keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota

Persen 28 DP3A

12 Persentase perempuan pada jabatan eselon II,III, dan IV

Persen 43,2 Badan Kepegawaian dan Pendidikan Pelatihan Daerah

Sumber: Data sekunder dari berbagai sumber, 2019 (diolah)

Indeks kriminalitas menjadi salah satu tolok ukur kondusivitas

suatu wilayah. Dalam konteks pelaksanaan Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan

Prevalensi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi

pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah. Prevalensi penyalahgunaan

narkoba ditargetkan 2,5 terealisasi 0,025 angka tersebut dihitung dengan

rumus :

Angka tersebut berdasrkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota

Salatiga yang tertuang dalam Salatiga dalam Angka 2018 dengan

menunjukan jumlah kasus narkoba tahun 2018 pada Kota Salatiga

sebanyak 50 kasus. Semakin kecil persentase maka menunjukan bahwa

tingkat penyalahgunaan Narkoba rendah, oleh karenanya tingkat

keterlibatan dan penyalahgunaan narkoba pada masyakat Kota Salatiga

relatif kecil hal ini menunjukan bahwa masyarkat Kota Salatiga memiliki

pola hidup yang sehat.

Dengan demikian untuk mempertahankan jumlah penyalahgunaan

narkoba yang rendah, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Salatiga

melaksanakan kegiatan sebagai berikut:

Kegiatan Fasilitasi alat tes Narkoba

Kegiatan operasional Badan Narkotika Kota (BNK) selama 9 bulan

Kegiatan sosialisasi penyuluhan, pencegahan peredaran/

penggunaan narkoba (P4GN) bagi pelajar SMP/MTs/SMA/SMK/MA,

Page 77: PENGANTAR - Salatiga

69

masyarakat dan mahasiswa sejumlah 200 orang, sebanyak 1 kali dalam

satu tahun. sebanyak 1 kali dalam satu tahun

Aspek Tata Kelola dan Penguatan Kelembagaan

Penguatan kapasitas kelembagaan Pemerintah Daerah dapat diartikan

sebagai upaya membangun organisasi, sistem-sistem, kemitraan, orang-

orang dan proses-proses secara benar untuk menjalankan agenda atau

rencana tertentu. Penguatan kapasitas kelembagaan Pemerintah Daerah

oleh karenanya berkaitan dengan individual capability development,

organizational capacity building, dan institutional capacity building.

Tabel 5.2 Kondisi Eksisting Indikator Tujuan 16 SDGs

(Aspek Tata Kelola dan Pemguatan Kelembagaan) Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan Tahun 2018

Penangungjawab Sumber Data

1 Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK)

Angka Belum BPS

2 Realisasi APBD Rupiah (Juta)

923.538,24 Badan Keuangan Daerah

Persen 77,79 Badan Keuangan Daerah

3 Opini BPK atas Laporan Keuangan

Opini WTP BPK

4 Nilai SAKIP Huruf B Kemen PAN dan RB, Inspektorat

5 Persentase penggunaan E-procurement terhadap belanja pengadaan

Persen 100 Bag. Pembangunan Setda

6 Indeks Reformasi Birokrasi (Indeks RB)

Angka Komposit

58 Kemen PAN dan RB, Bag. Organisasi Setda, Inspektorat

7 Tingkat Kepatuhan pelaksanaan UU Pelayanan Publik Pemerintah Daerah

Zona Hijau Ombudsman RI

8 Persentase OPD yang mengembangkan Teknologi Informasi

Persen 100 Dinas Kominfo

9 Jumlah PPID di OPD OPD 33 Dinas Kominfo

Sumber: Data sekunder dari berbagai sumber, 2019 (diolah)

Merujuk pada tabel tersebut diatas, realisasi APBD Kota salatiga

pada tahun 2018 sebesar Rp. 845.503.525.507,- Realisasi tersebut

menjadi salah satu parameter kontribusi pemerintah daerah dalam

pelaksanaan program prioritas daerah sebagaimana tertuang dalam

Page 78: PENGANTAR - Salatiga

70

RPJMD dan Renstra yang telah diselaraskan dengan upaya pencapaian

target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development

Goals (SDGs).

Akuntabilitas laporan keuangan yang diukur dengan berdasarkan

Audit oleh BPK yang kemudian hasilnya dituangkan dalam Opini BPK

atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Salatiga. Berdasarkan Audit

BPK tersebut, Opini atas Laporan Keuangan pada tahun 2018 daoat

mempertahankan Opini Wajar tanpa Pengecualian (WTP), yang sudah

diraih sejak tahun 2016.

Nilai Akuntabilitas pada Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP) pada tahun 2018 mencapai nilai B. Nilai SAKIP

digunakan untuk mengetahui ketercapaian (rasio antara target dan

realisasi) maupun keserasian indikator dalam RPJMD, Renstra, dan

Renja. Selain itu, salah satu prioritas dalam reformasi birokrasi adalah

peningkatan kualitas penyelenggaran pelayanan publik. Kualitas

penyelenggaraan pelayanan publik amanat dalam peberapannya harus

diselaraskan dengan Standar Pelayanan Publik yang tertuang dalam

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman, maka penilaian kepatuhan terhadap Undang-undang

Pelayanan Publik dilakukan oleh Ombudsman RI. Pada tahun 2018 telah

dilakukan penilaian oleh Ombudsman RI dan mendapatkan Kategori Zona

Hijau (92,27), setelah 2 tahun sebelumnya Tahun 2016 (53,10) dan 2017

(55,09) masih dalam Kategori Zona Kuning.

Hal lain berkaitan dengan parameter makro reformasi birokrasi yang

diukur dengan Indeks Reformasi Birokrasi (Indeks RB). Indeks Reformasi

Birokrasi sebagai bagian integral Tujuan 16 SDGs merupakan indeks

komposit yang diukur berdasarkan akumulasi dari nilai indikator 8

(delapan) arean perubahan dalam reformasi birokrasi, termasuk

diantaranya adalah Nilai SAKIP, Opini BPK atas Laporan Keuangan

Instansi Pemerintah, Kepatuhan terhadap Undang-Undang Pelayanan

Publik, Nilai Zona Integritas, Nilai Survei Kepuasan Masyarakat, dan lain

sebagainya. Berdasarkan pengukuran dan validasi oleh Kementerian PAN

dan RB, pada tahun 2018 diperoleh Indeks Reformasi Birokrasi (Indek

RB) Kota Salatiga sebesar 58.

Page 79: PENGANTAR - Salatiga

71

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) merupakan pembangunan yang

bersifat universal dan inklusif. Oleh karena itu, penetapan tujuan dan

target dalam pelaksanaan TPB/SDGs mempunyai keterkaitan yang

komprehensif antarpilarnya, yaitu pilar sosial, pilar ekonomi, pilar

lingkungan serta pilar hukum dan tata kelola. Pada tahun 2018, kondisi

pencapaian pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dibagi

dalam 4 pilar.

No. Indikator SDGs Kota Satuan Capaian Tahun

2018

Pilar Pembangunan Sosial

1 Angka Kemiskinan Persen 4,84

2 Ketersediaan Pangan Utama Beras

Ton 7,5 (Gabah Kering

Giling)

3 Pola Pangan Harapan Persen 91,2

4 Penguatan cadangan pangan Persen 20

5 Penanganan daerah rawan pangan

Persen 30

6 Proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah 1400 kkal/kapita/hari

Skor 12

7 Jumlah kasus balita gizi buruk Kasus 4

8 Angka Kematian Ibu Kasus 3

9 Angka Kematian Balita Kasus 25

10 Angka kematian bayi Kasus 20

11 APK SD/MI sederajat Persen 140,65

12 APK SMP/MTs sederajat Persen 136,22

13 APK PAUD Persen 76,46

14 SD/MI terakreditasi minimal B Persen 99,66

15 SMP/MTs terakreditasi minimal B

Persen 100

16 Jumlah OPD yang telah menyusun PPRG

OPD 31

Pilar Pembangunan Ekonomi

1 Rasio Elektrifikasi Persen 98,24

2 Rasio penggunaan gas rumah tangga

Persen 89

3 Pertumbuhan ekonomi Persen 5,23

4 Tingkat Pengangguran Terbuka Persen 4,28

5 Persentase jalan kota dalam kondisi baik

Persen 84,16

6 Proporsi nilai tambah sector Persen 30,85

Page 80: PENGANTAR - Salatiga

72

industri manufaktur terhadap PDB dan perkapita

7 Laju pertumbuhan PDB industri manufaktur

pengolahan

Persen 0,25

8 Indeks Kualitas Udara (IKU) Angka

komposit 23,061

9 Gini Ratio Angka 0,35

*data terakhir tahun 2015

10 PDRB per kapita Rupiah (juta)

64,22

11 Rasio penerimaan pajak terhadap PDB

Persen 23,48

Pilar Pembangunan Lingkungan

1 Persentase penduduk berakses air minum layak

Persen 93,64

2 Persentase pemenuhan air baku

Persen 85

3 Persentase rumah tangga dengan akses sanitasi layak

Persen 95

4 Jumlah Kelurahan ODF Kelurahan 23

5 Cakupan ketersediaan rumah layak huni

Persen 99,61

6 Persentase penanganan sampah

Persen 73,04

7 Persentase pengurangan sampah perkotaan

Persen 16,77

8 Persentase ruang terbuka hijau Persen 15,7

9 Persentase penyimpanan limbah b3 sesuai dengan ketentuan

Persen 35

10 Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan AMDAL

Persen 100

11 Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan UKL/UPL

Persen 100

12 Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKLT)

Angka komposit

23,78

13 Luas lahan kritis yang direhabilitasi terhadap luas lahan keseluruhan

Ha 1,0648

Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola

1 Indeks kriminalitas Skor 0,012

2 Kematian disebabkan konflik per 100.000 penduduk

Kasus 0

3

Cakupan perempuan dan anak

korban kekerasan yang mendapatkan penanganan sesuai standar

Persen 100

4 Persentase perempuan korban Persen 100

Page 81: PENGANTAR - Salatiga

73

kekerasan termasuk TPPO yang dilayani sesuai standar

5 Cakupan akta kelahiran Persen 94

6 Opini BPK atas laporan

keuangan Opini WTP

7 Indeks Reformasi Birokrasi Angka

komposit 58

8 Persentase penggunaan E-procurement terhadap belanja pengadaan

Persen 100

6.2 Rencana Tindak Lanjut

Untuk mendorong pencapaian target Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan (TPB) di Kota Salatiga, ada beberapa hal yang perlu

dilakukan sebagai berikut:

a. Penyusunan Rencana Aksi Daerah Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan (RAD TPB).

b. Penguatan peran kelembagaan Tim Pelaksana Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan.

c. Sinkronisasi indikator-indikator Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan dengan dokumen perencanaan daerah.

d. Pengembangan model kelurahan berkelanjutan berbasis potensi

lokal yang nantinya akan menjadi role model dalam upaya

pencapaian target TPB tingkat kota.

e. Penguatan peran non state actor, terutama perguruan tinggi,

NGO/Komunitas dan dunia usaha.