PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DALAM TABLET MERK ”X” SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV DENGAN APLIKASI METODE PANJANG GELOMBANG BERGANDA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Anggoro Adi Setiawan NIM : 068114175 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
84
Embed
PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN … · KNOWLEDGE AND SKILLS ARE TOOLS, THE WORKMAN IS CHARACTER ... dalam campuran 7:4 ... Contoh perhitungan larutan baku ibuprofen ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN
DALAM TABLET MERK ”X”
SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV DENGAN APLIKASI METODE
PANJANG GELOMBANG BERGANDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Anggoro Adi Setiawan
NIM : 068114175
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN
DALAM TABLET MERK ”X”
SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV DENGAN APLIKASI METODE
PANJANG GELOMBANG BERGANDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Anggoro Adi Setiawan
NIM : 068114175
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
Skripsi Berjudul
PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN
DALAM TABLET MERK ”X”
SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV DENGAN APLIKASI METODE
PANJANG GELOMBANG BERGANDA
Yang diajukan oleh :
Anggoro Adi Setiawan
NIM : 068114175
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing :
Tanggal 1 Januari 2010
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN
DALAM TABLET MERK ”X” SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV DENGAN APLIKASI METODE
PANJANG GELOMBANG BERGANDA
Oleh : Anggoro Adi Setiawan
NIM : 068114175
Dipertahankan di hadapan Panitia penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Pada tanggal 7 Januari 2010
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
KNOWLEDGE AND SKILLS ARE TOOLS,
THE WORKMAN IS CHARACTER…..
THE MAN WHO SAYS HE NEVER HAS TIME IS
THE LAZIEST MAN (Lichtenberg)
“HATI YANG GEMBIRA MEMBUAT MUKA BERSERI-SERI,
TETAPI KEPEDIHAN HATI MEMATAHKAN SEMANGAT“
AMSAL 15:13
Kupersembahkan karya ini untuk
Mami dan Papiku tercinta,
Ooh dan adik-adikku tersayang,
Noni yang selalu mengisi hatiku,
Sahabat-sahabatku,
Teman-teman Farmasi 2006 dan Almamaterku
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa USD :
Nama : Anggoro Adi Setiawan
Nomor Mahasiswa : 068114175
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma skripsi saya yang berjudul :
“PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN
DALAM TABLET MERK X SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV DENGAN
APLIKASI METODE PANJANG GELOMBANG BERGANDA”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 23 Januari 2010
Yang menyatakan
Anggoro Adi Setiawan
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen
dalam Tablet Merk X secara Spektrofotometri UV dengan Aplikasi Metode
Panjang Gelombang Berganda”. Laporan skripsi ini dibuat sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi di
Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan laporan skripsi ini, penulis banyak mengalami
kesulitan dan permasalahan, baik suka dan duka. Namun dengan adanya bantuan,
dukungan, dan semangat dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan
laporan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis
ingin berterima kasih kepada berbagai pihak yang membantu penulis antara lain :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan dukungan, semangat, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis.
3. Jeffry Julianus, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah bersedia menguji
sekaligus memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis.
4. Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah
bersedia menguji sekaligus memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis.
vii
5. Seluruh staf dosen Fakultas Farmasi USD yang telah membagikan banyak
ilmu dan pengalamannya kepada penulis.
6. Mas Bimo, Mas Parlan, Mas Kunto dan Mas Ottok yang telah memberikan
bantuan kepada penulis selama penelitian di laboratorium.
7. Novie, kekasihku, yang selalu memberikan semangat dan menemaniku dalam
suka maupun duka.
8. Anton, Jimbonk, Yacob dan Jeffry sahabat dari awal kuliah sampai saat ini,
makasih atas semua bantuan, semangat, dan kerja samanya.
9. Yoki, partner kerja dalam penelitian yang telah banyak membantu, makasih
atas kerja samanya.
10. Pungki, Micell, Angel, Tony, dan Boim teman seperjuangan dalam penelitian
yang telah banyak membantu.
11. PT. Konimex yang telah bersedia memberikan bahan baku untuk parasetamol
dan ibuprofen.
12. Teman-teman Ngapax Team, atas persahabatan, canda tawa dan kebersamaan
kuliah dan praktikum dari semester awal hingga akhir.
14. Teman-teman FST dan FKK angkatan 2006, makasih atas kebersamaan yang
terjalin selama ini.
15. Anak-anak kost Progresif Net atas kebersamaannya.
viii
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan skripsi ini banyak
terjadi kesalahan dan kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga laporan skripsi ini dapat
berguna bagi pembaca.
Penulis
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis
ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 1 Januari 2010
Penulis
Anggoro Adi Setiawan
x
INTISARI
Saat ini banyak beredar obat analgesik antipiretik dengan bahan aktif yang digunakan kombinasi dari beberapa zat aktif. Salah satu kombinasi yang ada di pasaran adalah parasetamol dan ibuprofen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk X dan juga mengetahui apakah jumlah kedua zat aktif tersebut sesuai dengan yang tertera pada etiket.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif, menggunakan metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda. Data dianalisis dengan prinsip persamaan regresi berganda menggunakan persamaan matriks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda. Jumlah parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk X sesuai dengan yang tertera pada etiket, yaitu untuk parasetamol adalah 345-382 mg dan ibuprofen adalah 210-219 mg. Kata kunci: spektrofotometri UV, panjang gelombang berganda, parasetamol,
ibuprofen, tablet merk X
xi
ABSTRACT
We have many outstanding antipyretic analgesics with active ingredients that are used a combination of several active substances. One of the combinations on the market is a mixture of paracetamol and ibuprofen. The purpose of this research is to determine whether the UV spectrophotometry method with the application of multiple wavelengths can be used to determine levels of paracetamol and ibuprofen in tablets brand X, and also find out if the two active substances are listed according to the label.
This research is a non-experimental descriptive study, using UV spectrophotometry method with multiple wavelength applications. Data were analyzed with the principle of multiple regression equations using the matrix equation.
The results showed a mixture of paracetamol and ibuprofen can be set levels by using UV spectrophotometry method with multiple wavelength applications. The amount of paracetamol and ibuprofen in tablets brand X in accordance with stated on the label, which is to paracetamol is 345-382 mg and ibuprofen is 210-219 mg. Keywords: UV spectrophotometry, multiple wavelength, paracetamol, ibuprofen,
tablets brand X
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................. vi
PRAKATA................................................................................................. vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA..................................................... x
INTISARI................................................................................................... xi
ABSTRACT................................................................................................ xii
DAFTAR ISI.............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL...................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xix
BAB I PENGANTAR................................................................................ 1
A. Latar Belakang....................................................................... 1
dalam tablet merk X............................................................. 55
Lampiran 11. Contoh perhitungan kadar Parasetamol dan Ibuprofen
dalam tablet merk X.............................................................. 56
Lampiran 12. Contoh spektrum serapan Parasetamol dan Ibuprofen
dalam campuran 7:4.............................................................. 59
Lampiran 13. Contoh spektrum serapan Parasetamol dan Ibuprofen
dalam tablet merk X.............................................................. 59
Lampiran 14. Jumlah parasetamol dan ibuprofen
dalam tablet merk X dari 10 kali replikasi............................ 60
xix
Lampiran 15. Nilai signifikansi berdasarkan T-Test
pada 5 panjang gelombang................................................... 60
Lampiran 16. Nilai signifikansi menggunakan Independent Samples Test
(T-Test) pada λ 223............................................................... 61
Lampiran 17. Nilai signifikansi menggunakan Independent Samples Test
(T-Test) pada λ 225............................................................... 61
Lampiran 18. Nilai signifikansi menggunakan Independent Samples Test
(T-Test) pada λ 227............................................................... 62
Lampiran 19. Nilai signifikansi menggunakan Independent Samples Test
(T-Test) pada λ 230............................................................... 62
Lampiran 20. Nilai signifikansi menggunakan Independent Samples Test
(T-Test) pada λ 230............................................................... 63
xx
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Saat ini, sediaan obat analgesik yang banyak beredar merupakan bentuk
sediaan obat dengan kombinasi beberapa zat aktif. Kombinasi ini ditujukan untuk
memperoleh efek terapetik yang lebih baik. Salah satu kombinasi yang digunakan
adalah parasetamol dan ibuprofen. Parasetamol diindikasikan untuk sakit kepala,
nyeri dan demam. Ibuprofen diindikasikan untuk nyeri dan radang pada penyakit
reumatik. Kombinasi kedua obat ini banyak dijumpai dalam produk obat yang
dijual bebas seperti tablet merk X yang berkhasiat sebagai analgesik antipiretik
yang mengandung parasetamol 350 mg dan ibuprofen 200 mg, sehingga perlu
dilakukan suatu penelitian tentang penetapan kadar untuk menjamin kualitas obat.
Dalam sediaan obat yang mengandung parasetamol dan ibuprofen
diperlukan suatu pemilihan metode analisis yang tepat untuk digunakan dalam
penetapan kadar kedua senyawa tersebut. Suatu metode analisis yang tepat
menjadi sangat penting karena sebagai alat untuk mengontrol kualitas dalam
pengawasan mutu produk obat agar memenuhi persyaratan dalam jumlah zat aktif
seperti yang tertera pada etiket. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet
parasetamol mengandung parasetamol (C8H9NO2), tidak kurang dari 90,0% dan
tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Tablet ibuprofen
mengandung ibuprofen (C13H18O2), tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).
1
2
Kontrol kualitas dalam rangka pengawasan mutu obat perlu dilakukan
sebab dalam membuat suatu obat digunakan aturan dosis tertentu. Dosis
merupakan hal yang penting dalam obat. Bila kadar parasetamol dan ibuprofen
dalam obat kurang dari dosis tertera maka obat tersebut tidak akan memberikan
efek terapi yang maksimum atau sebaliknya bila kadar obat melebihi dosis yang
seharusnya maka dapat menyebabkan terjadinya overdosis yang nantinya
membahayakan pasien.
Parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan kadarnya dengan
menggunakan spektrofotometri UV karena kedua senyawa tersebut memiliki
gugus kromofor dalam strukturnya dan memberikan serapan maksimal pada
spektrum UV dengan panjang gelombang yang berdekatan yaitu 244 nm untuk
parasetamol dan 221 nm untuk ibuprofen, sehingga menyebabkan kurva serapan
dari parasetamol dan ibuprofen mengalami tumpang tindih. Berdasarkan sifat
tersebut, salah satu metode analisis campuran parasetamol dan ibuprofen yang
dapat dikembangkan adalah metode analisis multikomponen secara
spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda. Dengan
metode ini tidak diperlukan proses pemisahan komponen zat aktif karena kadar
parasetamol dan ibuprofen dapat ditetapkan bersama-sama.
Metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang
berganda untuk menetapkan kadar secara multikomponen telah umum dilakukan
dalam suatu sediaan obat. Pada penelitian ini, penulis mengacu dari penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Andrianto (2009) mengenai validasi
metode untuk penetepan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan
3
metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda.
Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa metode spektrofotometri UV dengan
aplikasi panjang gelombang berganda memberikan akurasi dan presisi yang baik
dalam penetepan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen. Hal ini mendasari
penulis untuk mencoba menggunakan metode yang sama dalam melakukan
penelitian mengenai penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dalam
suatu produk obat yaitu tablet merk X yang beredar di pasaran.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang
berganda dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dan ibuprofen
dalam tablet merk X?
2. Apakah jumlah parasetamol dan ibuprofen dalam tablet sesuai dengan yang
tertera pada etiket tablet merk X?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai metode
spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda telah banyak
dilakukan untuk menetapkan kadar campuran. Namun, metode ini belum pernah
dilakukan untuk menetapkan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dalam
tablet merk X yang mengandung komposisi 350 mg parasetamol dan 200 mg
ibuprofen.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk
perkembangan metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang
berganda untuk penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dalam
tablet merk X.
2. Manfaat metodologis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan prosedur penggunaan
metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda untuk
menetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk X.
3. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat untuk mengetahui apakah jumlah
parasetamol dan ibuprofen dalam tablet sesuai dengan yang tertera pada etiket
tablet merk X.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian
ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui apakah metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang
gelombang berganda dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol
dan ibuprofen dalam tablet merk X.
2. Mengetahui apakah jumlah parasetamol dan ibuprofen dalam tablet sesuai
dengan yang tertera pada etiket tablet merk X.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tablet
Tablet adalah suatu sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Pada umumnya tablet mengandung zat aktif dan bahan
pengisi, bahan pengikat, disintegran dan lubrikan (Anonim, 1995).
Tablet biasanya terdiri dari beberapa bahan yang yang ditambahkan pada
obatnya. Bahan-bahan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda dan
digolongkan menurut fungsi dasarnya di dalam menyusun tablet. Bahan-bahan
tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet terdiri atas :
1. Bahan pengisi
Bahan pengisi diperlukan jika jumlah zat aktif tidak cukup untuk memenuhi
massa tablet. Pengisi dapat juga ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi
sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Bahan pengisi
yang biasa digunakan antara lain laktosa, amilum, sukrosa (Voight, 1995).
2. Bahan pengikat
Bahan pengikat diperlukan dalam pembuatan tablet dengan maksud untuk
meningkatkan kohesifitas antar partikel serbuk sehingga memberikan
kekompakkan dan daya tahan tablet (Voight, 1995). Penambahan ini
dimaksudkan agar tablet kompak dan tidak mudah pecah. Bahan pengikat
yang umum digunakan adalah cairan amilum, gelatin, gom arab, tragakan, dan
derivat selulosa (Lachman, 1976).
6
3. Bahan penghancur (disintegran)
Bahan penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya
tablet dalam medium air atau cairan lambung sehingga pecah menjadi granul
atau partikel penyusunnya dan dapat memberikan efek terapetik yang
diharapkan. Jenis bahan penghancur seperti pati yang paling umum digunakan
dan harganya juga paling murah (Lachman, 1976).
4. Bahan pelicin (lubrikan)
Bahan pelicin ditambahkan pada pembuatan tablet untuk memudahkan
pengeluaran tablet dari ruang kempa melalui pengurangan gesekan antara
dinding dalam lubang ruang cetak dengan permukaan sisi tablet. Pelicin dapat
juga ditambahkan untuk memperbaiki sifat alir granul dan mencegah massa
tablet melekat pada dinding ruang kempa. Bahan pelicin yang sering
digunakan adalah magnesium stearat, talk, dan polietilenglikol (Voigt, 1995).
Karateristik dari sifat-sifat bahan yang sering digunakan sebagai bahan
tambahan antara lain :
1. Amilum manihot (pati singkong)
Pati singkong adalah pati yang diperoleh dari umbi akar Manihot utilissima
Pohl. Amilum manihot merupakan serbuk sangat halus dan berwarna putih.
Sifat kelarutan dari amilum manihot praktis tidak larut dalam air dingin dan
dalam etanol (Anonim, 1995).
2. Gelatin
Gelatin adalah suatu zat yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari
kulit, jaringan ikat putih dan tulang hewan. Gelatin berbentuk lembaran,
7
potongan, atau serbuk kasar sampai halus, berwarna kuning lemah atau coklat
terang tergantung ukuran partikel. Larutannya berbau lemah seperti kaldu. Jika
kering stabil di udara, tetapi mudah terurai oleh mikroba jika lembab atau
dalam bentuk larutan. Sifat kelarutan gelatin tidak larut dalam air dingin, larut
dalam air panas, asam asetat 6 N dan dalam campuran panas gliserin dan air,
tidak larut dalam etanol, kloroform, dan dalam minyak lemak (Anonim, 1995).
3. Magnesium stearat (MgO)
Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-
asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari
magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan.
Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3%
MgO. Magnesium stearat merupakan serbuk halus, putih, bau khas lemah,
mudah melekat di kulit, dan bebas dari butiran. Sifat kelarutan dari
magnesium stearat tidak larut dalam air, etanol, dan eter (Anonim, 1995).
Menurut Voigt (1984), definisi tablet adalah sediaan obat pada takaran
tunggal yang dicetak dari serbuk kering, kristal, atau granulat, yang umumnya
dengan penambahan bahan pembantu yang pembuatannya menggunakan mesin
yang sesuai dengan tekanan yang tinggi. Keuntungan dari bentuk tablet antara lain
relatif murah dan mudah digunakan pada masyarakat sehingga tablet merupakan
bentuk sediaan yang banyak digunakan saat ini.
Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan,
ketebalan, waktu hancur, dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara
pemakaian tablet dan metode pembuatannya (Ansel, 1989).
8
Kualitas tablet dapat dipantau dari evaluasi sifat fisik tablet (Aulton dan
Summer, 1994) meliputi :
1. Penampilan tablet. Dalam penampilan tablet, identitas visual sangat penting
karena dapat mempengaruhi penerimaan konsumen tentang mutu suatu obat.
Untuk mengontrol penampilan suatu tablet melibatkan pengukuran
keseragaman ukuran, bentuk, permukaan, warna, ada tidaknya bau, rasa dan
cacat fisik dari tablet (Lachman, 1979).
2. Keseragaman bobot. Salah satu syarat sediaan obat adalah harus memiliki sifat
dosis konstan dalam tiap takarannya. Sediaan farmasi berbentuk tablet harus
memenuhi uji keseragaman bobot untuk menggambarkan keseragaman dosis
zat aktif yang terkandung di dalam tiap tabletnya. Menurut FI edisi III untuk
tablet yang tidak bersalut adalah menimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-
ratanya, kemudian tablet ditimbang satu-persatu lalu dibandingkan dengan
bobot rata-rata tablet. Tablet memenuhi syarat apabila tidak lebih dari 2 tablet
yang masing-masing obatnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar
dari kolom A dan tidak satu pun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih besar dari kolom B. Tablet tidak bersalut dengan bobot rata-
ratanya lebih dari 300 mg syarat keseragaman bobotnya tidak lebih dari 2
tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih besar dari 5 % dan tidak satupun yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih dari 10 % (Anonim, 1979).
9
Tabel I. Persyaratan keseragaman bobot tablet
Penyimpangan bobot rata – rata dalam %
Bobot rata – rata
A B 25 mg atau kurang 15 % 30 % 26 mg sampai dengan 150 mg 10 % 20 % 151 mg sampai dengan 300 mg 7,5 % 15 % Lebih dari 300 mg 5 % 10 %
3. Keseragaman ukuran tablet. Menurut FI edisi III dinyatakan bahwa diameter
tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tabletnya
(Anonim, 1979).
4. Kekerasan. Dikehendaki tablet yang cukup keras agar tablet tidak pecah saat
pengemasan dan distribusi serta tahan terhadap goncangan. Namun tidak
terlalu keras agar tablet dapat hancur dan menimbulkan efek (Lachman, 1979).
Pada umumnya, semakin besar tekanan yang digunakan pada saat kompresi
maka semakin keras pula tablet yang dihasilkan, selain itu juga ditentukan
oleh sifat dari granulnya. Kekerasan tablet minimum yang sesuai dalam
bidang industri farmasi adalah sebesar 4 kg (Ansel, 1989).
5. Kerapuhan. Benturan-benturan pada proses pengemasan dan pengangkutan
tidak cukup kuat untuk memecahkan tablet, tetapi dapat menghilangkan
beberapa partikel obat dari permukaan tablet (Aulton dan Summer, 1994).
Menggunakan Friability tester dimana tablet dibebas-debukan, dimasukkan ke
dalam alat yang diputar selama 4 menit, kerapuhan tablet dinyatakan dalam
selisih berat sebelum dan sesudah pengujian dibagi berat mula-mula dikalikan
100 % (Voigt, 1995).
10
6. Disintrigasi atau waktu hancur. Tablet dinyatakan hancur jika mereka terlarut
atau hancur menjadi partikel dalam suatu medium penguji yaitu air bersuhu
tertentu (misal 37ºC) (Voigt, 1984). Tablet dinyatakan hancur jika semua
partikel telah menembus saringan 10 mesh dalam waktu yang telah ditentukan,
dan jika ada sisa yang tertinggal maka sisanya harus lunak dan tidak boleh ada
inti tablet. Menurut Farmakope Indonesia untuk tablet yang tidak bersalut
adalah tidak lebih dari 15 menit sedangkan untuk tablet bersalut ditetapkan
tidak lebih dari 60 menit (Anonim, 1995).
B. Parasetamol
Parasetamol dengan nama lain asetaminofen atau 4'- hidroksiasetanilida
dengan rumus molekul C8H9NO2 memiliki bobot molekul 151,6 (Anonim, 1995).
Rumus bangun parasetamol digambarkan sebagai berikut seperti gambar 1.
O
NH
OH
Gambar 1. Struktur Parasetamol (Anonim, 1995)
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol merupakan serbuk
hablur putih, tidak berbau, dan berasa sedikit pahit. Parasetamol memiliki serapan
maksimum pada panjang gelombang lebih kurang 244 nm (Anonim, 1995).
11
Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7-10 bagian etanol
dan 13 bagian aseton, agak sukar larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam
eter (Clarke, 1986). Larut dalam natrium hidroksida 1 N (Anonim, 1995).
Parasetamol diindikasikan untuk sakit kepala, nyeri muskuloskleletal
sementara, dismenor dan demam. Parasetamol tidak memiliki aktivitas
antinflamasi yang berarti dan kurang mengiritasi lambung dibandingkan dengan
asetosal (Anonim, 2000).
Dosis untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1 g, maksimal 4g/hari,
pada penggunaan kronis maksimal 2,5 g/hari. Anak-anak 4-6 dd 10 mg/kg, yakni
rata-rata usia -12 bulan 60 mg, 1-4 tahun 10-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-12
tahun 240-360 mg, 4-6 kali sehari (Rahardja, 2007).
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet parasetamol mengandung
parasetamol, C8H9NO2 , tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari
jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).
C. Ibuprofen
Ibuprofen dengan nama lain (R,S)-2-(-p-Isobutilfenil) asam propionat
dengan rumus molekul C13H18O2 memiliki bobot molekul 206,28 (Anonim, 1995).
Rumus bangun ibuprofen digambarkan seperti tampak pada gambar 2.
O
HO
Gambar 2. Struktur Ibuprofen (Anonim, 1995)
12
Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
103,0% C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Ibuprofen berupa serbuk hablur,
putih hingga hampir putih; berbau khas lemah. Ibuprofen memiliki serapan
maksimum pada panjang gelombang lebih kurang 221 nm (Anonim, 1995).
Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol,
dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform. Ibuprofen sukar larut dalam
etil asetat (Anonim, 1995).
Ibuprofen diindikasikan untuk nyeri dan radang pada penyakit reumatik
dan gangguan otot skelet lainnya, nyeri ringan sampai berat termasuk dismenor,
analgesik paskabedah, nyeri dan demam pada anak-anak (Anonim, 2000).
Dosis awal 1,2-1,8 g sehari dalam 3-4 dosis, sebaiknya setelah makan,
jika perlu dinaikkan hingga 2,4 g/hari. Dosis pemeliharaan 0,6-1,2 g sehari sudah
mencukupi. Anak-anak 20 mg/kg sehari dalam dosis terbagi, hingga 40
mg/kg/hari, tidak dianjurkan bagi anak kurang dari 7 kg (Anonim, 2000).
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet ibuprofen mengandung
ibuprofen, C13H18O2, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari
jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).
D. Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri adalah salah satu teknik analisis fisiko-kimia yang
mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik
(REM) (Mulja dan Suharman, 1995). Interaksi antara senyawa yang mempunyai
gugus kromofor dengan radiasi elektromagnetik pada daerah UV-Vis
13
(200-800 nm) akan menghasilkan transisi elektromagnetik dan spektra absorbansi
elektromagnetik. Jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap akan sebanding
dengan jumlah molekul penyerapnya, sehingga spektra absorbansi dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif. Spektrum UV mempunyai aborbansi antara
100-400 nm. Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding
terbalik dengan panjang gelombang radiasi (Fessenden, 1995).
Ada tiga macam distribusi elektron di dalam suatu senyawa organik
secara umum yang selanjutnya dikenal sebagai elektron pi (π), elektron sigma (σ),
dan elektron berpasangan (n). Apabila pada suatu molekul dikenakan radiasi
elektromagnetik maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih
tinggi yang dikenal sebagai elektron anti-bonding (Mulja dan Suharman, 1995).
σ* Anti bonding
π* Anti bonding
E
n Non bonding
π Bonding
σ Bonding
Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik (Mulja dan Suharman, 1995)
Jika suatu elektron dalam molekul memiliki energi yang tidak sama,
maka energi yang diserap dalam proses eksitasi dapat mengakibatkan terjadinya
satu atau lebih transisi tergantung pada jenis elektron yang terlihat. Transisi-
transisi tersebut dapat diklasifikasikan seperti berikut (Sastrohamidjodjo, 2001).
14
Transisi σ → σ*. Eksitasi elektron σ → σ* memberikan energi yang
terbesar dan terjadi pada daerah ultraviolet jauh yang diberikan oleh ikatan
tunggal kovalen dan menduduki orbital σ, sebagai contoh pada alkana. Tingkat
energi yang dibutuhkan untuk eksitasi sangat besar. Transisi ini terjadi pada
daerah ultraviolet jauh (100 – 190 nm) (Mulja dan Suharman, 1995).
Transisi π → π*. Transisi ini menunjukkan pergeseran merah dengan
adanya substitusi gugus-gugus yang memberi atau menarik elektron dan dengan
kenaikan dalam tetapan dielektrik dari pelarut. Dalam kedua keadaan ini akan
menstabilkan “tingkatan tereksitasi polar” (Sastrohamidjodjo, 2001). Transisi ini
diberikan oleh ikatan rangkap dua dan tiga (alkena dan alkuna) (Mulja dan
Suharman, 1995). transisi ini juga yang paling mudah terbaca dan bertanggung
jawab terhadap spektra elektronik dalam daerah UV dan Visible (Christian, 2004).
Transisi n → π*. Transisi dari jenis ini meliputi transisi elektron-
elektron heteroatom tak berikatan ke orbital anti ikatan π*. Serapan ini terjadi
pada panjang gelombang yang panjang dan intensitas rendah. Transisi n → π*
menunjukkan pergeseran batokromik dalam pelarut-pelarut yang lebih polar dan
dengan substituen yang bersifat pemberi elektron (Sastrohamidjodjo, 2001).
Transisi n → σ*. Senyawa-senyawa jenuh yang mengandung heteroatom
seperti oksigen, nitrogen, belerang, atau halogen, memiliki elektron-elektron yang
tidak berikatan disamping elektron-elektron σ. Senyawa-senyawa heteroatom
menunjukkan jalur serapan yang kemungkinan disebabkan oleh transisi elektron-
elektron dari orbital tak berikatan atom-atom hetero ke orbital anti ikatan σ*.
15
Transisi n → σ* membutuhkan energi yang lebih sedikit daripada transisi σ → σ*
(Silverstein et al., 1991).
Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium
homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap dalam
medium itu, dan sisanya akan diteruskan. Jika intensitas sinar masuk dinyatakan
oleh Io, Ia intensitas sinar terserap, It intensitas sinar diteruskan, Ir intensitas sinar
terpantulkan, maka :
Io = Ia + It +Ir
Untuk antar muka udara-kaca sebagai akibat penggunaan sel kaca,
dapatlah dinyatakan bahwa sekitar 4% cahaya masuk dipantulkan. Ir biasanya
terhapus dengan penggunaan suatu kontrol, seperti misalnya sel pembanding,
sehingga persamaannya menjadi :
Io = Ia + It
Hukum Lambert. Hukum ini menyatakan bahwa bila cahaya
monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas
oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini
setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang
secara eksponensial dengan bertambahnya medium yang menyerap.
Hukum Beer. Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna
dalam larutan, terhadap transmisi maupun absorbsi cahaya. Beer menemukan
hubungan yang sama antara transmisi dan konsentrasi seperti yang dikemukakan
oleh Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan, yakni intensitas berkas
16
cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya
konsentrasi zat penyerap secara linier.
Menurut Mulja dan Suharman (1995), dari kedua hukum tersebut dapat
diperoleh suatu persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara
transmitan atau absorban terhadap konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan
yang mengabsorbsi sebagai berikut :
T =ItIo
= 10 − a.b.c
A = log 1T
= a.b.c
dimana: T = persen transmitan Io = intensitas radiasi yang datang It = intensitas radiasi yang diteruskan a = absorbansi molar b = tebal kuvet c = konsentrasi
Jika c dinyatakan mol dm-3 dan b dalam sentimeter, maka a diberi
lambang ε dan disebut koefisien absorbsi molar (Basset et al., 1994).
E. Analisis Multikomponen secara Spektrofotometri UV
Analisis kuantitatif campuran dua komponen merupakan teknik
pengembangan analisis kuantitatif komponen tunggal. Prinsip pelaksanaanya
adalah mencari absorban atau beda absorban tiap-tiap komponen yang
memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi, sehingga akan dapat
dihitung masing-masing kadar campuran zat tersebut secara serentak atau salah
satu komponen dalam campurannya dengan komponen yang lainnya (Mulja dan
Suharman, 1995).
17
1. Kemungkinan I
Spektra tidak tumpang tindih, atau sekurangnya dimungkinkan untuk
menemukan suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak, serta
panjang gelombang serupa untuk mengukur Y. Situasi kemungkinan satu dapat
dilihat pada gambar 4. Konstituen X dan Y semata-mata diukur masing-masing
pada panjang gelombang λ1 dan λ2 (Day and Underwood, 1996).
X Y a b s o r b a n
λ1 λ2 Panjang gelombang
Gambar 4. Spektra serapan senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih pada dua panjang gelombang yang digunakan) (Day and Underwood, 1996)
2. Kemungkinan II
Tumpang tindih satu-cara (dari) spektra : seperti ditunjukkan pada
gambar 5, Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ1, tetapi X memang
menyerap cukup banyak bersama-sama Y pada λ2. Pendekatan soal ini pada
prinsipnya sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari absorban larutan
pada λ1. Kemudian absorban yang disumbangkan oleh larutan X pada λ2 dihitung
dari absortifitas molar X pada λ2, yang telah diketahui sebelumnya. Sumbangan
ini dikurangkan dari absorban terukur larutan pada λ2 sehingga akan diperoleh
18
absorban yang disebabkan oleh Y, kemudian konsentrasi Y dapat diukur dengan
cara yang umum (Day and Underwood, 1996). Spektra kemungkinan dua dapat
dilihat pada gambar 5.
X Y a
b s o r b a
λ1 λ2
Panjang gelombang
Gambar 5. Spektra serapan senyawa X dan Y. Tumpang tindih satu cara: X dapat diukur tanpa gangguan Y, namun X mengganggu pengukuran Y
(Day and Underwood, 1996)
3. Kemungkinan III
Tumpang tindih dua cara (dari) spektra : bila tidak dapat ditemukan
panjang gelombang dimana X atau Y menyerap secara eksklusif, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 6.
X Y a b s o r b a n
λ1 λ2 Panjang gelombang
Gambar 6. Spektra serapan senyawa X dan Y. Tumpang tindih dua cara:
tidak ada panjang gelombang dimana salah satu komponen dapat diukur tanpa gangguan oleh yang lain (Day and Underwood, 1996)
19
Spektra saling tumpang tindih dari dua komponen X dan Y, pada
absorbansi maksimum dari komponen X pada λ1, komponen Y juga mempunyai
absorbansi tersendiri. Demikian juga pada absorbansi maksimum senyawa Y pada
λ2, komponen X juga mempunyai absorbansi tersendiri. Spektrum serapan dari
campuran X dan Y merupakan jumlah dari dua kurva individu. Sehingga dapat
ditulis persamaan – persamaan absorbansi total pada setiap panjang gelombang
sebagai berikut:
Pada λ1 :
AX(λ1) = aX(λ1) . b . cX dan AY(λ1) = aY(λ1) . b . cY
Absorbansi campuran pada λ1:
Ac(λ1) = AX(λ1) +AY(λ1)
= aX(λ1) . b. cX + aY(λ1) . b . cY (1)
pada λ2 :
AX(λ2) = aX(λ2) . b . cX dan AY(λ2) = aY(λ2) . b . cY
Absorbansi campuran pada λ2:
Ac(λ2) = AX(λ2) +AY(λ2)
= aX(λ2) . b . cX + aY(λ2) . b . cY (2)
dimana:
Ac(λ1) dan Ac(λ2) = absorbansi – absorbansi campuran yang teramati dari campuran pada panjang gelombang λ1 dan λ2
AX(λ1) dan AX(λ2) = absorbansi – absorbansi komponen X dalam campuran pada panjang gelombang λ1 dan λ2
AY(λ1) dan AY(λ2) = absorbansi – absorbansi komponen Y dalam campuran pada panjang gelombang λ1 dan λ2
aX(λ1), aX(λ2), aY(λ1), aY(λ2) = serapan molar dari komponen X dan Y pada panjang gelombang λ1 dan λ2 cX dan cY = konsentrasi komponen X dan Y dalam campuran
20
Serapan – serapan molar ditentukan pengukuran terhadap larutan murni
X dan Y pada kedua panjang gelombang tersebut. Jadi untuk dua konsentrasi X
dan Y yang tidak diketahui diperoleh dengan menyelesaikan dua persamaan (1)
dan (2) secara bersama dengan pengukuran Ac pada dua panjang gelombang yang
berbeda (Pescok, 1986).
Penggunaan teknik persamaan simultan memerlukan beberapa
persyaratan agar diperoleh hasil yang memuaskan, antara lain harga selisih
panjang gelombang maksimum masing – masing komponen harus relatif besar
(Zainuddin, 1999) atau harga rasio serapan jenis antar komponen pada panjang
gelombang maksimum cukup besar. Pada campuran multikomponen yang ada,
terutama pada sediaan farmasi syarat tersebut akan sulit terpenuhi. Untuk
mengatasi hal tersebut, telah diperkenalkan analisis multikomponen menggunakan
prinsip persamaan regresi berganda (multiple regression) melalui perhitungan
matriks dengan metode pengamatan beberapa panjang gelombang (multiple
wavelength) (Zainuddin,1999).
Jika suatu campuran bikomponen diamati serapannya pada multi
panjang gelombang 1, 2, 3, 4, …..j, maka akan diperoleh j persamaan yaitu:
dimana : Ac1, Ac2, Ac3, …Acj = serapan campuran pada panjang gelombang 1, 2, 3,...j a1x, a2x, a3x, …ajx = serapan jenis senyawa X pada panjang gelombang 1,2,3, j a1y, a2y, a3y, …ajy = serapan jenis senyawa Y pada panjang gelombang 1,2,3, j cx = konsentrasi senyawa X cy = konsentrasi senyawa Y
21
Jika masing – masing disusun dalam persamaan matriks [:] maka akan
didapat persamaan matriks sebagai berikut :
Ac[ ]= aij[ ]x cim[ ]
Dari persamaan matriks tersebut maka dapat ditentukan harga c1 dan c2
secara bersamaan, dengan persamaan matriks :
c[ ] = a[ ]x a 1[ ][ ]−1x a[ ]x Ac[ ]
Perhitungan tersebut akan valid jika pengukuran serapan dilakukan pada
multi panjang gelombang dengan jumlah melebihi komponen dan dikenal dengan
istilah over-determained system (Zainuddin cit Massart, 1999).
F. Landasan Teori
Kombinasi zat aktif antara parasetamol dan ibuprofen dalam tablet
ditujukan untuk mendapatkan efek terapetik yang lebih baik. Pada umumnya
tablet mengandung zat aktif dan bahan tambahan seperti bahan pengisi, bahan
pengikat, disintegran dan lubrikan. Penggunaan bahan tambahan ini dimaksudkan
untuk memperbaiki kualitas dari sifat fisik tablet. Menurut FI edisi IV untuk tablet
parasetamol dan ibuprofen mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket
Penetapan kadar parasetamol dan ibuprofen dapat dilakukan secara
spektrofotometri UV karena kedua senyawa tersebut memiliki gugus kromofor
dalam strukturnya. Parasetamol mempunyai serapan maksimal pada panjang
gelombang 244 nm, sedangkan ibuprofen mempunyai serapan maksimal pada 221
nm. Parasetamol dan ibuprofen mudah larut dalam metanol. Kedua zat ini
22
memiliki kesamaan yaitu larut dalam pelarut yang sama sehingga dapat ditetapkan
kadarnya secara bersama-sama. Selain itu, kedua senyawa tersebut mempunyai
selisih panjang gelombang dimana serapannya maksimal yang tidak terlalu besar
sehingga kurva serapan masing-masing komponen saling tumpang tindih secara
keseluruhan.
Apabila kurva serapan parasetamol dan ibuprofen yang secara
keseluruhan saling tumpang tindih maka dapat dilakukan analisis multikomponen
secara spektrofotometri UV dengan metode pengamatan pada panjang gelombang
berganda yang berkembang dari teknik persamaan simultan. Berdasarkan sifat
dari parasetamol dan ibuprofen tersebut, maka penetapan kadar campuran
parasetamol dan ibuprofen dapat dilakukan secara bersamaan menggunakan
metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda.
G. Hipotesis
1. Metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda
dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dan ibuprofen dalam
tablet merk X.
2. Jumlah parasetamol dan ibuprofen dalam tablet sesuai dengan yang tertera
pada etiket tablet merk X.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian non eksperimental
deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Instrumental
dan Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah panjang gelombang parasetamol
dan ibuprofen.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kandungan parasetamol dan
ibuprofen dalam tablet merk X.
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah pelarut yang
digunakan serta asal parasetamol dan ibuprofen.
C. Definisi Operasional
1. Parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk X mengandung komposisi obat
350 mg dan 200 mg, seperti yang tertera pada kemasan. Kandungan yang
digunakan adalah satuan mg.
2. Tablet merk X merupakan suatu sediaan padat yang mengandung bahan obat
dengan bahan pengisi.
24
3. Spektrofotometri UV yang digunakan adalah spektrofotometri berkas ganda
dengan menggunakan data absorbansi senyawa.
4. Panjang gelombang berganda yang digunakan sebanyak 5 buah panjang
gelombang, dimana panjang gelombang ini berada dalam daerah tumpang
tindih pada spektrum serapan masing-masing komponen dalam campuran.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi parasetamol
kualitas working standar (No.CoA0920032), ibuprofen kualitas working standar
(No.CoA50909135), tablet merk X, metanol pro analisis (E.Merck) dan aquadest.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spektrofotometer UV-Vis
A = 0,0061 A = 0.0037 A = 0,0022 A = -0,0057 A = -0,0119 B = 0,2535 B = 0.2514 B = 0,2361 B = 0,1754 B = 0,0625 r = 0,9792 r = 0.9853 r = 0,9868 r = 0,9825 r = 0,9670
Keterangan:
a
Berdasarkan tabel di atas, harga korelasi regresi (r hitung) dibandingkan
dengan r tabel dengan taraf kepercayaan 95 % dengan degree of freedom (df) 4,
yaitu sebesar 0,811. Maka, terlihat bahwa r hitung lebih besar daripada r tabel,
11 = serapan jenis parasetamol pada 223 nm a21 = serapan jenis ibuprofen pada 223 nm a = serapan jenis parasetamol pada 225 nm a12 22 = serapan jenis ibuprofen pada 225 nm a = serapan jenis parasetamol pada 227 nm a13 23 = serapan jenis ibuprofen pada 227 nm a = serapan jenis parasetamol pada 230 nm a14 24 = serapan jenis ibuprofen pada 230 nm a = serapan jenis parasetamol pada 235 nm a15 25 = serapan jenis ibuprofen pada 235 nm
38
sehingga absorbansi dan kadar mempunyai linieritas yang baik sehingga dari data
absorbansi dapat dipergunakan untuk menetapkan kadar campuran parasetamol
dan ibuprofen dalam tablet merk X.
Harga serapan jenis merupakan nilai yang menunjukkan seberapa besar
konstribusi absorbansi suatu senyawa terhadap harga absorbansi dari campuran
senyawa pada suatu panjang gelombang. Pada panjang gelombang 223, 225, 227,
230, dan 235 nm harga serapan jenis parasetamol lebih besar daripada ibuprofen.
Hal ini menunjukkan bahwa konstribusi parasetamol dalam absorbansi campuran
lebih besar daripada ibuprofen.
Data serapan jenis yang diperoleh ini kemudian digunakan untuk
menetapkan kadar parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk X dengan
menggunakan perhitungan matriks sehingga diperoleh data jumlah parasetamol
dan ibuprofen dalam tablet.
E. Penetapan Kadar Parasetamol dan Ibuprofen dalam Tablet Merk X
Sampel yang digunakan adalah tablet merk X yang beredar di pasaran
yang mengandung parasetamol dan ibuprofen dengan pebandingan komposisi 7:4.
Komposisi ini sesuai dengan yang tertera pada etiket yaitu mengandung 350 mg
parasetamol dan 200 mg ibuprofen.
Pada penelitian ini dilakukan terlebih dahulu uji keseragaman bobot
tablet. Tablet yang telah digerus menjadi serbuk dilarutkan dalam metanol dan
diencerkan dengan aquadest karena parasetamol dan ibuprofen mudah larut dalam
metanol, sedangkan bahan-bahan tambahan lain yang tidak larut dalam metanol
39
disaring dengan kertas saring. Bahan tambahan seperti bahan pengisi, bahan
pengikat, disintegran dan lubrikan tidak larut dalam metanol karena sifat
karakteristik kelarutan dari amilum, gelatin, dan magnesium stearat tidak larut
metanol.
Sebelum dilakukan pengukuran larutan disaring dengan millipore untuk
menjamin bahwa sudah tidak ada senyawa-senyawa dari bahan tambahan yang
dapat mengganggu pembacaan absorbansi larutan. Pengukuran absorbansi pada 5
panjang gelombang pengamatan dan dilakukan sebanyak 10 kali replikasi.
Pada gambar di bawah ini spektrum serapan parasetamol dan ibuprofen
dalam campuran 7:4 dan dalam tablet merk X terlihat adanya spektrum serapan
yang tumpang tindih sebagai berikut :
Gambar 16. Spektrum serapan parasetamol dan ibuprofen dalam campuran 7:4
Gambar 17. Spektrum serapan parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk X
Dari bentuk spektrum serapan campuran parasetamol dan ibuprofen
dengan spektrum serapan parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk X, maka
40
terlihat bentuk spektrum yang mirip, karena keduanya merupakan campuran dari
parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan komposisi yang sama yaitu 7:4.
Tabel V. Nilai absorbansi campuran dan tablet merk X pada 5 panjang gelombang
Selanjutnya untuk melihat apakah terdapat perbedaan bermakna antara
nilai absorbansi campuran dengan nilai absorbansi tablet maka dapat ditentukan
berdasarkan nilai signifikansi. Nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan terdapat
perbedaan yang bermakna antara kedua data yang dibandingkan.
Berdasarkan hasil analisis dengan Independent Samples Test (T-test),
diperoleh nilai signifikansi 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara nilai absorbansi campuran parasetamol dan
ibuprofen dengan absorbansi parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk X, hal
ini disebabkan karena parasetamol dan ibuprofen dalam campuran hanya
mengandung dua jenis senyawa sedangkan pada tablet merk X terdapat senyawa
lain seperti bahan tambahan yang kemungkinan ikut terukur saat pembacaan
absorbansi.
Namun berdasarkan perbedaan yang bermakna tersebut, nilai absorbansi
dari tablet merk X masih dapat digunakan untuk menghitung jumlah parasetamol
dan ibuprofen dalam tablet karena hasil validasi menunjukkan akurasi dan presisi
yang baik dalam penetepan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen.
41
Nilai absorbansi dari tablet merk X dan serapan jenis dari parasetamol
dan ibuprofen pada multi panjang gelombang dimasukkan dalam operasi matriks
sehingga diperoleh data jumlah parasetamol dan ibuprofen sebagai berikut :
Tabel VI. Data jumlah Parasetamol dan Ibuprofen dalam tablet merk X
Parasetamol Ibuprofen Parasetamol Ibuprofen Sampel SampelBobot Bobot Bobot Bobot Nomor Nomor (mg/tablet) (mg/tablet) (mg/tablet) (mg/tablet) 1 358,891 210,472 6 357,258 214,590
2 368,636 215,063 7 377,627 218,630
3 352,753 218,914 8 366,470 216,767
4 372,769 219,551 9 382,143 219,665
5 371,378 219,656 10 345,630 218,872
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah parasetamol dan
ibuprofen dalam tablet merk X telah memenuhi syarat yang berlaku karena sesuai
dengan persyaratan yang ada dalam Farmakope Indonesia IV (1995) yaitu tablet
parasetamol dan ibuprofen mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Dalam etiket tertulis bahwa
tablet merk X mengandung parasetamol 350 mg dan ibuprofen 200 mg.
Nilai range yang diperbolehkan pada tablet merk X sesuai dengan
persyaratan dalam Farmakope Indonesia untuk parasetamol adalah 315-385 mg
dan untuk ibuprofen adalah 180-220 mg. Dari hasil penelitian diperoleh nilai
range untuk parasetamol adalah 345-382 mg dan untuk ibuprofen adalah 210-219
mg sehingga dapat disimpulkan bahwa tablet merk X mengandung parasetamol
dan ibuprofen sesuai dengan yang tertera pada etiket.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Metode spektrofotometri UV dengan aplikasi panjang gelombang berganda
dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dan ibuprofen dalam
tablet merk X.
2. Jumlah parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk X sesuai dengan yang
tertera pada etiket, yaitu untuk parasetamol adalah 345-382 mg dan ibuprofen
adalah 210-219 mg.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penetapan kadar multi
komponen dalam tablet merk lain dengan metode spektrofotometri UV dengan
aplikasi panjang gelombang berganda.
42
43
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, Y.C., 2009, Validasi Penetepan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen secara Spektrofotometri UV dengan Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 6-7, Departeman Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 4, 5, 107, 404, 450, 515, 649, Departeman Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 183, 357, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Ansel, H. C.,1989, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, 244-245, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Aulton, M., and Summer, M., 1994, Pharmaceutics : The Science of Dosage Forms Design, 2nd ed., 305-306, Churcill Living Stone, London.
Clarke, E. G. C.,1986, Isolation and identificationof Drugs, Second Edition, 849-850, The Pharmaceutical Press, London.
Daniel, W.W., 1987, Biostatistic, 5th Ed., 190, John Willey and Sons, New York.
thDay, R. A., Underwood, A. L., 1996, Quantitative Analysis, 4 edition, 401-404, Pretice Hall, Ltd., New Dehli.
Day, R. A., Underwood, A. L., 1996, Kimia Analisis Kuantitatif, Edisi V, 382-415, Erlangga, Jakarta.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1995, Organic Chemistry, diterjemahkan oleh Handyana Pudjaatmaka, jilid II, 436-437, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Lachman, 1976, Teori dan Praktek Industri Farmasi, ed III, 28, 31, 107 – 113, UI Press, Jakarta.
44
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 19-32, 164, Airlangga University Press, Surabaya.
Mulja, M., Hanwar, D., 2003, Prinsip-prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik (Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Airlangga, vol.III, No. 2
Munson, J. W., 1984, Pharmaceutical Analysis Modern Methods, diterjemahkan oleh Harjana Parwa B, Bagian B, 14-16, Airlangga University Press, Surabaya.
Nurkhayati, T., 2004, Analisis Multikomponen secara Spektrofotometri UV Campuran Oktil Metoksisinamat dan Oksibenzon dengan Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta.
Pescok, R., L., Shields, L. D., 1986, Modern Methodes of Chemical Analysis, 2nd
Ed., 115-239, John Willey & Sons, New York.
Rahardja , Drs. K., 2007, Obat-Obat Penting, edisi IV, 318 , PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Setyawati, C.D., 2004, Penetapan kadar Prokain HCl dan Kofein secara Spektrofotometri UV dengan Aplikasi Panjang Gelombang Berganda, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta.
Sevilla, G.C., 1993, Pengantar Metode Penelitian, diterjemahkan oleh Alimuddin Tuwu, Edisi I, 163, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Silvesterstein, R. M., Bassler, G. C., Morril, T. C., 1974, Spectrometric Identification of Organic Compound, 3rd Ed, 231-252, John Willey & Sons, Toronto.
Skoog, D. A, Holler, F. J., and Nieman, T. A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3th Ed., 490, Harcourt bace College, Philadelphia.
Voigt, R., 1984, Lehrbuch der Pharmazeutischen Technologie, diterjemahkan oleh Seondani Noerono, Edisi ke-5, 163-164, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Voigt, R. 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, 159-160,169-170, 205-209, UGM Press, Yogyakarta.
Zainuddin, M., 1999(a), Pengaruh Selisih Panjang Gelombang Maksimum Antar Komponen Terhadap Akurasi Kuantitatif Campuran Bikomponen Secara Spektrofotometri Dengan Teknik Persamaan Simultan, J. MIPA 4 (1).
Zainuddin, M., 1999 (b), Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Pada Analisis Multikomponen Secara Spektrofotometri Terhadap Campuran Fenilbutazon dan Metampiron, Majalah Farmasi Indonesia, 10(4).
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Sertifikat analisis parasetamol
48
Lampiran 2. Sertifikat analisis ibuprofen
49
Lampiran 3. Penimbangan baku
Tabel VII. Data penimbangan Parasetamol untuk larutan baku
A = -0,1313 A = -0,1342 A = -0,1398 A = -0,1522 A = -0,1740 B = 0,4940 B = 0,5276 B = 0,5657 B = 0,6269 B = 0,7373 r = 0,9863 r = 0,9893 r = 0,9905 r = 0,9913 r = 0,9920
Tabel X. Data perhitungan serapan jenis Parasetamol replikasi kedua
(λ1) (λ2) (λ3) (λ4) (λ5) C (mg%) A a A a A a A aA a11 12 13 14 15
A = -0,0602 A = -0,0643 A = -0,0678 A = -0,0658 A = -0,0613 B = 0,3483 B = 0,3908 B = 0,4317 B = 0,4704 B = 0,5447 r = 0,9918 r = 0,9951 r = 0,9968 r = 0,9953 r = 0,9924
52
Tabel XI. Data perhitungan serapan jenis Parasetamol replikasi ketiga
(λ1) (λ2) (λ3) (λ4) (λ5) C (mg%) A a11 A a12 A a13 A a14 A a15
A = -0,0501 A = -0,0539 A = -0,0458 A = -0,0399 A = -0,0397 B = 0,2311 B = 0,2656 B = 0,2884 B = 0,3235 B = 0,3979 r = 0,9588 r = 0,9604 r = 0,9701 r = 0,9682 r = 0,9721
A = 0,0061 A = 0,0037 A = 0,0022 A = -0,0057 A = -0,0119 B = 0,2535 B = 0,2514 B = 0,2361 B = 0,1754 B = 0,0625 r = 0,9792 r = 0,9853 r = 0,9868 r = 0,9825 r = 0,9670
A = -0,0333 A = -0,0277 A = -0,0186 A = -0,0101 A = -0,0209 B = 0,4824 B = 0,4684 B = 0,4321 B = 0,3235 B = 0,1588 r = 0,9805 r = 0,9768 r = 0,9729 r = 0,9656 r = 0,9489
53
Tabel XIV. Data perhitungan serapan jenis Ibuprofen replikasi ketiga
(λ1) (λ2) (λ3) (λ4) (λ5) C (mg%) A a A a A a A a A a21 22 23 24 25
A = -0,1182 A = -0,1161 A = -0,1099 A = -0,0876 A = -0,0667 B = 0, 3602 B = 0, 3533 B = 0, 3359 B = 0, 2340 B = 0, 1174 r = 0,9743 r = 0,9715 r = 0,9793 r = 0,9332 r = 0,9735
Lampiran 7. Gambar spektrum parasetamol pada panjang gelombang maksimum
dengan berbagai konsentrasi
Gambar 18. Spektrum serapan parasetamol konsentrasi rendah
Gambar 19. Spektrum serapan parasetamol konsentrasi tengah
54
Gambar 20. Spektrum serapan parasetamol konsentrasi tinggi
Lampiran 8. Gambar spektrum ibuprofen pada panjang gelombang maksimum
Gambar 21. Spektrum serapan ibuprofen konsentrasi rendah
Gambar 22. Spektrum serapan ibuprofen konsentrasi tengah
Gambar 23. Spektrum serapan ibuprofen konsentrasi tinggi