Top Banner
, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 89 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN AND THE SEA DAN DUA VERSI TERJEMAHANNYA TRANSLATION OF LEXICAL REPETITION IN THE OLD MAN AND THE SEA AND ITS TWO TRANSLATIONS Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini Program Studi Magister, Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana Jalan Pulau Nias 13, Denpasar, Bali, Indonesia Telepon (0361) 224121, Faksimile (0361) 224121 Pos-el: [email protected] Naskah diterima: 30 Maret 2018; direvisi: 17 Mei 2018; disetujui: 25 Juni 2018 Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.29255/aksara.v30i1.225.89-106 Abstrak Repetisi dalam teks merupakan salah satu aspek gaya yang mencerminkan suara unik pengarang dan identitas teks karangannya. Dalam teks sastra, gaya sering tidak dapat dipisahkan dari makna. Penerjemahan sastra menuntut penerjemah untuk memperhatikan aspek-aspek stilistik karya yang diterjemahkannya, termasuk repetisi. Penelitian ini membahas penerjemahan repetisi leksikal—dengan mengacu pada novel The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway—dan dua versi terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Hemingway dikenal sebagai pengarang dunia yang karya prosa fiksinya banyak menghadirkan repetisi. Dalam penelitian ini, pengkajian dilakukan terhadap cara yang digunakan oleh penerjemah novel tersebut, Sapardi Djoko Damono dan Yuni Kristianingsih Pramudhaningrat, untuk menangani repetisi leksikal dalam teks sumber, serta pergeseran terjemahan yang ditimbulkannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan berorientasi pada produk. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dengan teknik sadap yang dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode komparatif yang membandingkan teks sumber dengan teks sasaran. Dalam penelitian ini terungkap bahwa kedua penerjemah telah mereduksi gaya bahasa repetisi Hemingway. Reduksi menyebabkan kedua teks terjemahan mengalami pergeseran yang substansial dari teks orisinal, baik secara sintaktis maupun semantis. Kata kunci: penerjemahan, repetisi, reduksi, gaya, sastra Abstract Repetition in text is one aspect of style that reflects the author’s unique voice and the identity of his/her text. Sense and style can not be separated in a literary text. Literary translation requires the translator to carefully take the stylistic aspects of the source text, including repetition, into consideration. The present research investigates translation of lexical repetition with reference to Ernest Hemingway’s The Old Man and the Sea and its two Indonesian translations. Hemingway is known as a world-class writer who wrote prose fiction characterized by frequent use of repetition. The research aims to explore the ways by which the two translators, Sapardi Djoko Damono and Yuni Kristianingsih Pramudhaningrat, handle repetition as one of the style markers of the novel and detect the translation shifts occurred thereof. This research used a
18

PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

Nov 23, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 89ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN AND THE SEA DAN DUA VERSI TERJEMAHANNYA

TRANSLATION OF LEXICAL REPETITION IN THE OLD MAN AND THE SEA AND ITS TWO TRANSLATIONS

Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri MaliniProgram Studi Magister, Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

Jalan Pulau Nias 13, Denpasar, Bali, IndonesiaTelepon (0361) 224121, Faksimile (0361) 224121

Pos-el: [email protected]

Naskah diterima: 30 Maret 2018; direvisi: 17 Mei 2018; disetujui: 25 Juni 2018

Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.29255/aksara.v30i1.225.89-106

Abstrak Repetisi dalam teks merupakan salah satu aspek gaya yang mencerminkan suara unik pengarang dan identitas teks karangannya. Dalam teks sastra, gaya sering tidak dapat dipisahkan dari makna. Penerjemahan sastra menuntut penerjemah untuk memperhatikan aspek-aspek stilistik karya yang diterjemahkannya, termasuk repetisi. Penelitian ini membahas penerjemahan repetisi leksikal—dengan mengacu pada novel The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway—dan dua versi terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Hemingway dikenal sebagai pengarang dunia yang karya prosa fiksinya banyak menghadirkan repetisi. Dalam penelitian ini, pengkajian dilakukan terhadap cara yang digunakan oleh penerjemah novel tersebut, Sapardi Djoko Damono dan Yuni Kristianingsih Pramudhaningrat, untuk menangani repetisi leksikal dalam teks sumber, serta pergeseran terjemahan yang ditimbulkannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan berorientasi pada produk. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dengan teknik sadap yang dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode komparatif yang membandingkan teks sumber dengan teks sasaran. Dalam penelitian ini terungkap bahwa kedua penerjemah telah mereduksi gaya bahasa repetisi Hemingway. Reduksi menyebabkan kedua teks terjemahan mengalami pergeseran yang substansial dari teks orisinal, baik secara sintaktis maupun semantis.

Kata kunci: penerjemahan, repetisi, reduksi, gaya, sastra

AbstractRepetition in text is one aspect of style that reflects the author’s unique voice and the identity of his/her text. Sense and style can not be separated in a literary text. Literary translation requires the translator to carefully take the stylistic aspects of the source text, including repetition, into consideration. The present research investigates translation of lexical repetition with reference to Ernest Hemingway’s The Old Man and the Sea and its two Indonesian translations. Hemingway is known as a world-class writer who wrote prose fiction characterized by frequent use of repetition. The research aims to explore the ways by which the two translators, Sapardi Djoko Damono and Yuni Kristianingsih Pramudhaningrat, handle repetition as one of the style markers of the novel and detect the translation shifts occurred thereof. This research used a

Page 2: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

90 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018

Penerjemahan Repetisi Leksikal dalam The Old Man and The Sea dan Dua Versi Terjemahannya(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

descriptive qualitative, approach and oriented on the product. The data was collected using observation method with tapping technique followed by uninvolved conversation observation technique and writing technique. The collected data were then analyzed using comparative method which focuses on the comparison of source text with target text. The research shows that the translators have reduced repetition. This reduction has led to substantial translation shifts from the original, both syntactically and semantically.

Keywords: translation, repetition, reduction, style, literature

PENDAHULUANSatu masalah penting dalam penerjemahan sastra adalah penerjemahan gaya (style). Menurut Jones (2009, hlm. 153), dalam konteks sastra, gaya dipandang penting karena dua alasan. Pertama, gaya mendefinisikan ruang-waktu kultural pengarang. Kedua, pengarang bisa sengaja menggunakan gaya non-standar, seperti arkaisme, dialek, dan gaya idiosinkratik khas pengarang itu sendir untuk mengungkapkan sikap terhadap isi teks, menandai suara yang berbeda-beda, dan membangun struktur teks. Karena gaya begitu penting dalam karya sastra, masalah penerjemahan gaya tidak dapat diabaikan dalam penerjemahan sastra.

Repetisi merupakan salah satu aspek gaya yang mencerminkan suara unik pengarang dan identitas teks karangannya. Terutama dalam teks sastra, gaya sering tidak dapat dipisahkan dari makna. Penerjemahan, terutama penerjemahan teks sastra, seharusnya merupakan transfer isi atau pesan dan juga transfer gaya (Boase-Beier, 2011, hlm. 81). Penerjemahan teks sastra berbeda dengan penerjemahan teks nonsastra.Penerjemah harus memperhatikan aspek-aspek stilistik teks sumber, termasuk repetisi, dan berupaya mengalihkannya ke bahasa sasaran.

Penerjemah pada umumnya cenderung menghindari repetisi yang terdapat dalam teks sumber. Kecenderungan ini bahkan dipandang oleh sejumlah sarjana sebagai bagian dari ciri-ciri universal terjemahan. Baker (1993, hlm. 244) mengutip Toury mengamati bahwa kecenderungan menghindari repetisi

merupakansalah satu norma yang paling teguh dan kukuh dalam terjemahan dalam semua bahasa yang dikaji sejauh ini. Chesterman (2004, hlm. 40) memasukkan reduksi repetisi dalam daftar potential S-universals, yaitu ciri-ciri dari cara penerjemah memproses teks sumber. Ciri-ciri tersebut menunjukkan perbedaan-perbedaan universal antara teks terjemahan dan teks nonterjemahan.

Salah satu pengarang dunia yang karya-karyanya banyak menghadirkan repetisi adalah Ernest Hemingway. Pandangan tradisional mengatakan bahwa karya tulis yang bagus dituntut mengedepankan variasi, alih-alih repetisi.Namun,karya-karya Hemingway justru cenderung meredam variasi dan banyak menghadirkan repetisi. Dalam prosa Hemingway, teknik repetisi digunakan untuk, antara lain, untuk menekankan suasana monoton yang meresapi kehidupan tokoh cerita dan untuk menampilkan ekspresi “datar”, sederhana, dan tidak emosional, yang mencirikan gaya sastra realisme objektif khas pengarang Amerika Serikat peraih Hadiah Nobel Sastra 1954 ini.

Banyak sarjana dan kritikus sastra telah mencatat repetisi sebagai ciri khas fiksi prosa Hemingway. Beberapa nama dapat disebut di sini. Terutama berkaitan dengan kepiawaian Hemingway dalam menulis dialog, Carey (1973, hlm. 27) mengatakan bahwa dengan menggunakan repetisi dan penekanan yang diperhitungkan, Hemingway terus-menerus mengingatkan pembaca kepada suatu hal yang telah atau sedang dikatakan sang pengarang

Page 3: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 91

Translation of Lexical Repetition in The Old Man and The Sea and Its Two Translations(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

dalam teks. Hemingway berpendapat bahwa penggunaan repetisi merupakan ciri linguistis penting fiksi Hemingway. Dick (2009) membahas penggunaan repetisi yang berfungsi menegaskan visi ironis dalam kumpulan cerpen Hemingway, Men Without Women, dan kegagalan terjemahan Jerman karya tersebut dalam merepresentasikan repetisi ironis. Berdasarkan analisis tentang pengaruh Gertrude Stein sebagai “mentor” Hemingway, Lamb (2010) menelaah bagaimana repetisi dan jukstaposisi digunakan oleh Hemingway untuk menerjemahkan metode seni lukis lanskap Cezanne ke dalam pelukisan lanskap dalam fiksi, menciptakan suasana batin dan penekanan, serta merepresentasikan proses kesadaran dan ketidaksadaran.

Di mancanegara, cukup banyak kajian berkenaan dengan masalah penerjemahan repetisi. Sebagian dari kajian-kajian itu membahas penerjemahan repetisi sebagai bagian dari masalah lebih luas yang dikaji, misalnya masalah penerjemahan aspek-aspek stilistik karya sastra tertentu. Sebagian lainnya khusus menyelidiki penerjemahan repetisi, baik repetisi pada tataran fonologikal, leksikal maupun sintaktikal.

Jawad (2009), contohnya, mengkaji repetisi leksikal dalam teks autobiografi Taha Hussein, al-Ayyam, dan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui bagaimana repetisi leksikal dalam teks sumber diterjemahkan dalam teks sasaran dan strategi serta norma apa yang terlibat dalam menentukan cara penerjemahan tertentu yang dipilih.

Penelitian lain adalah Najjar (2015) yang meneliti penerjemahan repetisi dalam novel Adrift on the Nile karya Naguib Mahfouz dari bahasa Arab ke dalam bahasa Inggris. Kajiannya bertujuan untuk menjelaskan fungsi komunikatif repetisi untuk mengetahui apakah

fungsi komunikatif itu dipertahankan atau hilang dalam proses penerjemahan serta untuk mengungkapkan strategi penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah.

Di Indonesia, kajian tentang penerjemahan repetisi relatif langka. Satu kajian yang bisa disebut adalah Rosyidah dkk. (2017). Berfokus pada repetisi sintaktik (perulangan struktur gramatikal), kajian mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendeskripsikan repetisi sintaktik sebagai pemarkah formal-estetis dalam cerita pendek berbahasa Jerman, Das Brot, karya Wolfgang Borchert. Kedua, menjelaskan strategi penerjemahan yang digunakan oleh sejumlah pelajar Indonesia untuk menerjemahkan repetisi sintaktik tersebut ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam upaya menambah kajian tentang penerjemahan repetisi di Indonesia, penelitian ini mengkaji penerjemahan repetisi leksikal (perulangan kata individual) dalam sastra dengan mengacu pada novel The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway dan dua versi terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan membandingkancara yang digunakan oleh beberapa penerjemah untuk menangani repetisi leksikal dalam novel terkenal Hemingway tersebut.Terdapat dua pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini sebagai berikut. Pertama, bagaimana dua terjemahan Indonesia dari The Old Man and the Sea merepresentasikan repetisi dalam teks sumber? Kedua, pergeseran apakah yang ditimbulkan oleh cara setiap penerjemah menangani repetisi dalam teks sumber?

Analisis penerjemahan repetisi leksikal dalam penelitian ini bertumpu pada teori penerjemahan repetisi yang diajukan oleh Ben-Ari (1998). Ben-Ari mengusulkan bahwa penghindaran repetisi kata atau frasa merupakan bagian dari norma penerjemahan yang dioperasikan oleh penerjemah, baik secara

Page 4: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

92 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018

Penerjemahan Repetisi Leksikal dalam The Old Man and The Sea dan Dua Versi Terjemahannya(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

sadar maupun tidak sadar. Penghindaran repetisi dalam penerjemahan dipandang berhubungan dengan norma yang mengatakan bahwa karya tulis yang baik seharusnya mengedepankan kekayaan kosakata. Norma yang dimaksud Ben-Ari mengacu pada konsep “norma” yang diajukan oleh Gideon Toury dalam teori kajian terjemahan deskriptif. Toury mendefinisikan “norma” sebagai “penerjemahan nilai-nilai atau gagasan-gagasan umum yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat–tentang suatu hal yang benar atau salah, adekuat atau tidak adekuat–menjadi instruksi perbuatan yang sesuai dan dapat diterapkan pada, situasi tertentu” (Munday, 2008, hlm. 111).

Menurut Ben-Ari, secara umum penerjemah menghindari repetisi dengan dua cara, yaitu dengan menghilangkan repetisi atau mengganti repetisi dengan sinonim. Terdapat sejumlah metode yang digunakan penerjemah untuk menghindari repetisi dalam teks sumber. Pertama, repetisi dalam teks sumber dihilangkan oleh penerjemah. Kedua, repetisi dalam teks sumber dipertahankan sebagian saja dalam teks sasaran. Ketiga, penerjemah menyatakan adanya repetisi dalam teks sumber, misalnya dengan menulis ungkapan “ulangnya” atau “katanya berulang-kali” dalam teks sasaran. Keempat, repetisi dalam teks sumber direpresentasikan dengan variasi dalam teks sasaran. Kelima, penghilangan repetisi dilakukan karena tuntutan tekstual, bukan karena tuntutan normatif. Sangat sedikit kasus penghilangan repetisi yang didasari oleh semata-mata pertimbangan tekstual, misalnya sebagai upaya menjaga ritme dan harmoni teks. Kebanyakan kasus penghilangan repetisi dilandasi oleh pertimbangan normatif, misalnya norma bahwa tulisan yang baik tidak boleh banyak menghadirkan repetisi.

Ben-Ari juga mengamati bahwa penerjemah kadang-kadang menambahkan repetisi yang

tidak terdapat dalam teks sumber. Hal tersebut dapat dipandang sebagai upaya penerjemah untuk mengompensasi repetisi dalam teks sumber yang tidak dapat ditransfernya ke teks sasaran atau untuk memperkuat efek teks sasaran.

METODEPenelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang berorientasi pada produk. Sumber data penelitian ini berupa korpus paralel dwibahasa Inggris-Indonesia. Korpus terdiri atas teks sumber (TSu) berupa novel The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway (terbit pertama kali pada 1952) dan teks sasaran (TSa) berupadua terjemahan novel tersebut dalam bahasa Indonesia, yaitu Lelaki Tua dan Laut, terjemahan Sapardi Djoko Damono (SDD), dan Lelaki Tua dan Laut, terjemahan Yuni Kristianingsih Pramudhaningrat (YKP). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer berupa pasase-pasase yang memuat repetisi leksikal pada tataran kata, frasa dan klausa. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dengan teknik sadap yang dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat (Mahsun, 2017, hlm. 91). Setelah terkumpul, data kemudian dianalisis dengan bertumpu pada teori penerjemahan repetisi Ben-Ari (1998). Metode yang digunakan untuk analisis data mengadopsi salah satu model teoretis penerjemahan yang diajukan oleh Chesterman dan Williams (2002, hlm. 49–50), yaitu model komparatif. Model komparatif berpusat pada suatu relasi kesepadanan yang dapat dirumuskan sebagai TSu ≈ TSa, atau TSa ≈ TSu. Model ini memandang penerjemahan sebagai masalah penjajaran dengan tugas menyeleksi unsur bahasa sasaran yang akan berjajar paling dekat (dalam batasan kontekstual) dengan unsur tertentu bahasa sumber.

Page 5: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 93

Translation of Lexical Repetition in The Old Man and The Sea and Its Two Translations(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

HASIL DAN PEMBAHASANPembahasan ini mengungkapkan cara yang digunakan penerjemah untuk menangani repetisi leksikal pada tataran kata, frasa dan klausa, serta pergeseran terjemahan terkait.

Repetisi KataSimpson (1993, hlm. 63) mengutip Peterson yang mencatat preferensi Hemingway terhadap penggunaan konjungsi “and”: “Sesungguhnya Hemingway bersusah-payah menghindari mot juste (kata khusus), barangkali karena hal itu terdengar terlalu sastrawi baginya, lebih menyukai kata umum yang tidak spesifik seperti ‘dan’.” Menurut Simpson (1993, hlm. 62), untuk menghadirkan ekspresi “datar” yang khas pada gaya tulisannya, Hemingway banyak menggunakan konjungsi penambahan (“and”) alih-alih konjungsi perlawanan atau konjungsi penyebaban. Dengan cara itu, konektivitas terjalin secara lugas, linear, dan tidak bergantung pada hubungan sebab-akibat.

Di bawah ini contoh tipikal penggunaan konjungsi “and” dalam The Old Man and the Sea beserta terjemahannya.

Data 1

EH: [1] sat on the Terrace and many of the fishermen made fun of the old man and he was not angry. [2] Others, of the older fishermen, looked at him and were sad. [3] But they did not show it and they spoke politely about the current and the depths they had drifted their lines at and the steady good weather and of what they had seen.[4] The successful fishermen of that day were already in and had butchered their marlin out and carried them laid full length across two planks, with two men staggering at the end of each plank, to the fish house where they waited for the ice truck to carry them to the market in Havana. [5] Those who had caught sharks had taken them to the shark factory on the other side of the cove where they were hoisted on a block and tackle,

their livers removed, their fins cut off and their hides skinned out and their flesh cut into strips for salting(Hemingway, 2003, hlm. 11).

SDD: [1] Mereka pun duduk di Teras dan banyak di antara para nelayan yang ada di sana mengejek lelaki tua itu, tetapi ia tidak marah. [2] Yang lain, yang lebih tua, memandang ke arahnya dan merasa kasihan. [3] Tetapi mereka tidak memperlihatkan perasaan itu dan bercakap-cakap dengan sopan tentang arus dan lubuk laut tempat menghanyutkan pancing-pancing mereka dan tentang cuaca yang selalu cerah dan tentang apa saja yang telah mereka saksikan. [4] Para nelayan yang hari itu beruntung telah berada di darat dan telah menyembelih ikan todak mereka dan mem bawanya terbujur di atas dua lembar papan, yang setiap ujungnya diangkat oleh dua orang yang berjalan terhuyung ke arah gudang ikan, di mana mereka menunggu truk es yang akan mengangkut mereka ke pasar di Havana. [5] Para nelayan yang berhasil menangkap ikan hiu telah membawa perolehan mereka ke perusahaan hiu yang terletak di seberang teluk, dan di sana ikan-ikan itu diangkat dengan kerekan dan katrol, hatinya dikeluarkan, siripnya dipotong, serta kulitnya dikelupas, dan dagingnya diiris-iris menjadi lempengan untuk digarami (Hemingway, 2016, hlm. 3).

YKP: [1] Mereka duduk di Teras, sebutan untuk tempat nongkrong para nelayan. [2] Di sana banyak ne layan mengolok si lelaki tua. [3] Namun, olok-olok itu tidak membuatnya marah. [4] Sebagian yang lain, nelayan-nelayan yang lebih tua, memandang ke padanya dan merasa turut bersedih. [5] Namun me reka tidak memperlihatkannya, mereka mengajaknya berbicara dengan sopan mengenai arus dan kedalaman-kedalaman yang telah mereka je-lajahi tepiannya serta cuaca yang terus-menerus baik dan segala yang menarik dari banyak hal yang telah mereka lihat. [6] Nelayan yang hari itu berhasil sudah berada di dalam Teras dan sudah memotong ikan marlin hasil tangkapan mereka serta menjajarkannya di dua papan kayu, diangkut oleh dua pria yang berjalan terhuyung-huyung karena beratnya, me nuju rumah ikan tempat mereka telah ditunggu oleh

Page 6: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

94 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018

Penerjemahan Repetisi Leksikal dalam The Old Man and The Sea dan Dua Versi Terjemahannya(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

truk es yang akan membawa ikan itu ke pasar di Havana. [7] Mereka yang menangkap hiu telah membawa tangkapannya ke pabrik peng-olahan hiu di sisi lain dari teluk tempat hiu-hiu itu diletakkan di atas pengait dan diikat, jan-tungnya dikeluarkan, sirip-siripnya dipotong, tu-buhnya dikuliti, dan dagingnya diiris-iris untuk diasinkan(Hemingway, 2015, hlm. 3–4).

Kalimat-kalimat dalam Data 1 tergabung dalam satu paragraf. Dari data 1 dilihat, repetisi konjungsi “and” mengalami reduksi dalam terjemahan SDD maupun YKP. Dua belas “and” dalam paragraf EH berkurang menjadi sebelas “dan” dalam paragraf SDD, dan hanya enam “dan” dalam paragraf YKP.

Dalam paragraf EH yang terdiri atas lima kalimat majemuk, empat kalimat (1, 3, 4, 5) memuat repetisi “and”. Repetisi “and” dalam kalimat [3], [4] dan [5] EH direproduksi oleh SDD dengan repetisi konjungsi “dan” dalam kalimat-kalimat terjemahan padanannya. Namun, repetisi “and” dalam kalimat [5] EH tidak sejajar dengan repetisi “dan” dalam kalimat [5] SDD. Satu frasa nomina yang memuat klausa relatif (“the shark factory on the other side of the cove where they were hoisted on a block and tackle”) dipecah oleh SDD menjadi frasa nomina (“perusahaan hiu yang terletak di seberang teluk”) dan klausa independen (“di sana ikan-ikan itu diangkat dengan kerekan dan katrol”) yang dihubungkan dengan konjungsi “dan”, yang tidak terdapat padanannya dalam teks sumber. Pada tataran sintaksis, pemecahan itu mengakibatkan terjadi perubahan tata klausa. Bandingkan bagan dalam Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini [garis miring menunjukkan subordinasi, garis horisontal menunjukkan koordinasi].

Gambar 1Struktur Kalimat [5] EH

Keterangan1: Those [2] had taken them to the shark factory on the

other side of the cove2: who had caught sharks3: where they were hoisted on a block and tackle 4: their livers removed 5: their fins cut off 6: their hides skinned out 7: their flesh cut into strips for salting

Gambar 2Struktur Kalimat [5] SDD

Keterangan1: Para nelayan [2] telah membawa perolehan mereka ke

perusahaan hiu yang terletak di seberang teluk 2: yang berhasil menangkap ikan hiu3: di sana ikan-ikan itu diangkat dengan kerekan dan

katrol 4: hatinya dikeluarkan 5: siripnya dipotong 6: kulitnya dikelupas 7: dagingnya diiris-iris menjadi lempengan untuk

digarami.

Dalam kalimat [5] SDD, meskipun terdapat tambahan satu konjungsi “dan”, tidak semua konjungsi “and” diterjemahkan menjadi “dan”. Ada satu konjungsi “and” yang diterjemahkan menjadi “serta”.

Dua konjungsi penambahan “and” dalam kalimat [1] EH diterjemahkan oleh SDD menjadi satu konjungsi penambahan “dan”, dan satu konjungsi perlawanan “tetapi”. Penggantian konjungsi penambahan dengan konjungsi perlawanan itu tampaknya disebabkan SDD mengikuti kaidah tata bahasa baku, alih-alih

1

2 3 5 4 6 7

1

2

7 6 4 3 5

Page 7: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 95

Translation of Lexical Repetition in The Old Man and The Sea and Its Two Translations(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

mengikuti gaya EH. Hubungan antara klausa “banyak di antara para nelayan yang ada di sana mengejek lelaki tua itu” dan “ia [lelaki tua itu] tidak marah” jelas bermakna perlawanan, sehingga memang lebih tepat dinyatakan dengan konjungsi koordinatif perlawanan. Strategi SDD untuk menerjemahkan “and” menjadi “tetapi” dapat dipandang sebagai normalisasi atau konservatisme, salah satu ciri universal terjemahan yang didefinisikan oleh Baker (Olohan, 2004, hlm. 91)sebagai “kecenderungan untuk menyesuaikan dengan pola dan praktik khas bahasa sasaran, bahkan sampai taraf berlebihan” – meskipun dalam kasus ini kaidah gramatikal yang diikuti SDD tidak khas bahasa Indonesia.

Berbeda dengan paragraf SDD yang tersusun dari lima kalimat, setiap kalimat dalam paragraf teks sumber, paragraf YKP tersusun dari tujuh kalimat. Tiga klausa yang membentuk kalimat [1] EH dirombak oleh YKP menjadi tiga kalimat yang tidak merepresentasikan repetisi “and”. Dari dua konjungsi penambahan “and” dalam kalimat [1] EH, hanya satu yang terwakili dalam tiga kalimat pertama YKP, itu pun dalam bentuk konjungsi perlawanan “namun”. Strategi perombakan rangkaian klausa dalam satu kalimat menjadi kalimat-kalimat terpisah yang dilakukan YKP mungkin bertujuan menyederhanakan kalimat majemuk teks sumber agar lebih mudah dipahami pembaca teks sasaran. Jika demikian, maka strategi ini mencerminkan simplifikasi, salah satu ciri universal terjemahan yang didefinisikan Baker (Olohan, 2004, hlm. 91)sebagai “gagasan bahwa penerjemah secara bawah-sadar menyederhanakan bahasa atau pesan atau keduanya”. Eksplisitasi, satu ciri universal terjemahan yang didefinisikan Baker (Olohan, 2004, hlm. 91) sebagai “kecenderungan menjelas-jelaskan dalam terjemahan, termasuk, dalam bentuknya yang paling sederhana, praktik

menambahkan informasi penjelas”, juga terlihat dalam kalimat [1] YKP yang menambahkan keterangan pada istilah “Teras”: “sebutan untuk tempat nongkrong para nelayan”.

Repetisi “and” dalam kalimat [3], [4] dan [5] EH semuanya direduksi ataupun dihilangkan dalam YKP. Empat konjungsi “and” dalam kalimat [3] EH direduksi menjadi dua konjungsi “dan” dan satu konjungsi “serta” dalam kalimat [5] YKP. Dua konjungsi “and” dalam kalimat [4] EH direduksi menjadi satu konjungsi “dan” dan satu konjungsi “serta” dalam kalimat [6] YKP – artinya, tidak ada repetisi eksak dalam kalimat terjemahan ini. Tiga konjungsi “and” dalam kalimat [5] EH direduksi menjadi dua konjungsi “dan” dalam kalimat [7] YKP.

Data 2

EH: When the wind was in the east a smell came across the harbour from the shark factory; but today there was only the faint edge of the odour because the wind had backed into the north and then dropped off and it was pleasant and sunny on the Terrace (Hemingway, 2003, hlm. 11).

SDD: Kalau angin bertiup dari arah timur, bau dari per usahaan ikan hiu itu tercium melewati pelabuhan, tetapi hari itu baunya tidak tajam sebab angin telah berbalik ke arah utara lalu berhenti, dan suasana di Teras terasa nyaman dan cerah (Hemingway, 2016, hlm. 3).

YKP: Setiap kali angin dari timur berembus, maka akan terbawa bau dari pabrik pengolahan ikan hiu hingga melintasi pelabuhan. Tetapi, saat itu hanya ada bau yang timbul-tenggelam karena angin telah berubah arah ke utara, kemudian tu run dan menghilang. Itu saat yang menyenang kan dan cerah di Teras (Hemingway, 2015, hlm. 4).

Kemunculan tiga konjungsi “and” dalam EH direduksi menjadi dua konjungsi “dan” dalam SDD dan YKP. Kedua penerjemah tidak menerjemahkan “and” menjadi “dan”

Page 8: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

96 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018

Penerjemahan Repetisi Leksikal dalam The Old Man and The Sea dan Dua Versi Terjemahannya(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

saja, tetapi juga menjadi “lalu” (SDD) dan “kemudian” (YKP). Mungkin variasi tersebut dipilih karena salah satu “and” dalam EH berdampingan dengan kata lain membentuk rangkaian “and then”, yang jika diterjemahkan secara harfiah menjadi “dan lalu” atau “dan kemudian” akan terasa janggal.

Data 3

EH: He was sleepy and the old man put his arm across his shoulders and said, “I am sorry.” (Hemingway, 2003, hlm. 26).

SDD: Ia masih mengantuk dan lelaki tua itu merangkul pundaknya sambil berkata, “Maaf.” (Hemingway, 2016, hlm. 15).

YKP: Dia masih mengantuk. Lelaki tua itu meletakkan tangan di pundak si anak lelaki seraya berkata, “Maafkan aku.” (Hemingway, 2015, hlm. 21).

Pada Data 3, repetisi “and” tidak direpresentasikan dalam SDD maupun YKP. Konjungsi “and” yang kedua diterjemahkan menjadi “sambil” (SDD) dan “seraya” (YKP). Tampaknya kedua penerjemah menafsirkan bahwa peristiwa “the old man put his arm across his shoulders” dan “[the old man] said” berlangsung serentak atau hampir bersamaan, sehingga dua peristiwa tersebut lebih tepat dihubungkan dengan menggunakan kata “sambil” atau “seraya” alih-alih “dan”.

Data 4

EH: He tried it again and it was the same. So he thought, and he felt himself going before he started; I will try it once again (Hemingway, 2003, hlm. 93).

SDD: Ia mencobanya lagi tetapi hasilnya sama saja. Beginilah, pikirnya, dania merasa dirinya bersemangat sebelum memulai; akan kucoba sekali lagi (Hemingway, 2016, hlm. 72).

YKP: Kalau aku mencoba sekali lagi hasilnya pasti sama, begitu pikirnya. Dia merasa dirinya nyaris menyerah sebelum dia mulai. Tidak, aku akan mencoba sekali lagi (Hemingway, 2015, hlm. 95).

Dalam Data 4, repetisi “and” juga tidak direpresentasikan dalam SDD maupun YKP. Konjungsi penambahan “and” dalam kalimat pertama teks sumber diterjemahkan SDD menjadi konjungsi perlawanan “tetapi”. YKP bahkan sama sekali tidak menerjemahkan konjungsi “and”.

Struktur gramatikal maupun modus naratif YKP tampak bergeser dari teks sumber. Pertama, YKP menerjemahkan dua kalimat EH menjadi tiga kalimat. Kedua, kalimat pertama EH, yang menyatakan fakta, diterjemahkan oleh YKP menjadi pernyataan hipotetis. Ketiga, YKP mengubah segmentasi sintaktis dengan menggeser terjemahan “so he thought”, yang seharusnya bagian dari kalimat kedua, ke kalimat pertama. Keempat, YKP menggeser sudut pandang naratif. Narrative Report of Action (NRA, narasi yang dituturkan oleh narator dari luar kesadaran tokoh cerita) dalam kalimat pertama EH diubah oleh YKP menjadi Free Direct Thought (FDT, narasi yang menyuarakan pikiran tokoh cerita).

Empat pergeseran struktural tersebut mengharuskan YKP untuk mengubah subjek orang ketiga tunggal (“he”) dalam kalimat pertama teks sumber menjadi subjek orang pertama tunggal (“aku”) dalam kalimat pertama terjemahannya. YKP juga menambahkan pengingkaran “tidak” pada kalimat terakhir. Dengan demikian, YKP melakukan intervensi yang signifikan terhadap teks sumber.

Sebagaimana yang dicatat oleh Simpson (1993, hlm. 75–76) dan Leech dan Short (2007, hlm. 278–279), Hemingway dalam The Old Man and the Sea menggunakan sudut pandang

Page 9: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 97

Translation of Lexical Repetition in The Old Man and The Sea and Its Two Translations(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

naratif secara bervariasi. Berbagai modus penyajian ujaran dan pikiran digunakan secara interaktif dan intensif, terutama NRA, FDT dan DS (Direct Speech, Ujaran Langsung). Berikut ini transisi modus naratif dalam kalimat EH, SDD & YKP.

EH: He tried it again and it was the same. So he thought, and he felt himself going before he started; [NRA]I will try it once again. [FDT]

SDD: Ia mencobanya lagi tetapi hasilnya sama saja. Beginilah, pikirnya, dan ia merasa dirinya bersemangat sebelum memulai; [NRA]akan kucoba sekali lagi. [FDT]

YKP: Kalau aku mencoba sekali lagi hasilnya pasti sama, begitu pikirnya. [FDT]Dia merasa dirinya nyaris menyerah sebelum dia mulai. [NRA]Tidak, aku akan mencoba sekali lagi. [FDT]

Data 5

EH: He no longer dreamed of storms, nor of women, nor of great occurrences, nor of great fish, nor fights, nor contests of strength, nor of his wife (Hemingway, 2003, hlm. 25).

SDD: Ia tak lagi bermimpi tentang topan, tak pernah lagi memimpikan perempuan-perempuan atau petualangan -petualangan atau ikan-ikan besar atau perkelahian atau adu kuat atau istrinya (Hemingway, 2016, hlm. 14).

YKP: Dia tidak lagi bermimpi tentang badai, wanita- wanita, peristiwa-peristiwa besar, ikan raksasa, perkelahian-perkelahian, ajang adu kekuatan, bah kan tidak juga memimpikan istrinya (Hemingway, 2015, hlm. 20).

Dalam kalimat EH terdapat enam kemunculan “nor”. Meskipun “nor” atau “nor of” dapat diterjemahkan secara berantai menjadi “tidak pula” atau “tidak pula tentang”,dan bahkan bisa juga diterjemahkan menjadi “atau”

atau “tentang”, kalimat SDD maupun YKP tidak merepresentasikan repetisi intensif dalam kalimat EH itu. Dalam kadar yang lebih lemah daripada repetisi EH, repetisi mencuat dalam kalimat SDD saja, yaitu dengan kemunculan empat konjungsi “atau”.

Selebihnya, dalam SDD maupun YKP, repetisi yang ada terbatas pada kemunculan kata tertentu paling banyak dua kali, itu pun kebanyakan berupa nomina jamak yang dalam kaidah tata bahasa Indonesia direalisasikan dengan reduplikasi penuh (contoh: ikan-ikan, perkelahian-perkelahian). Namun demikian, tidak semua nomina jamak dalam kalimat teks sumber diterjemahkan dengan reduplikasi oleh SDD maupun YKP. Tampaknya pilihan mereka untuk menggunakan reduplikasi bersifat manasuka.

Repetisi parsial terlihat pada terjemahan verba “dreamed” yang muncul satu kali saja dalam kalimat teks sumber. Dalam kalimat SDD maupun YKP, terjemahan “dreamed” muncul dua kali dengan variasi morfologis, yaitu “bermimpi” dan “memimpikan”. Penerjemahan “dreamed” menjadi “bermimpi” dan “memimpikan”, beserta posisinya yang berbeda dalam SDD dan YKP, menimbulkan variasi makna yang signifikan antara kalimat EH dan terjemahannya.

Kalimat teks sumber memiliki makna bahwa subjek tidak lagi bermimpi tentang A, tidak lagi bermimpi tentang B, tidak lagi bermimpi tentang C dan seterusnya. Sebelumnya, subjek tidak hanya satu kali, melainkan berkali-kali, bermimpi tentang A, bermimpi tentang B, bermimpi tentang C dan seterusnya, seperti suatu kebiasaan. Mimpi tentang A, mimpi tentang B, mimpi tentang C dan seterusnya tidak bercampur. Makna tersebut diisyaratkan dalam kutipan-kutipan dari teks sumber berikut ini yang menunjukkan kebiasaan bermimpi subjek (perhatikan bagian

Page 10: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

98 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018

Penerjemahan Repetisi Leksikal dalam The Old Man and The Sea dan Dua Versi Terjemahannya(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

berhuruf miring).

He was asleep in a short time and he dreamed of Africa when he was a boy and the long golden beaches and the white beaches, so white they hurt your eyes, and the high capes and the great brown mountains. He lived along that coast now every night and in his dreams he heard the surf roar and saw the native boats come riding through it (Hemingway, 2003, hlm. 24–25).

He did not dream of the lions but instead of a vast school of porpoises that stretched for eight or ten miles and it was in the time of their mating and they would leap high into the air and return into the same hole they had made in the water when they leaped.

Then he dreamed that he was in the village on his bed and there was a norther and he was very cold and his right arm was asleep because his head had rested on it instead of a pillow.

After that he began to dream of the long yellow beach and he saw the first of the lions come down onto it in the early dark and then the other lions came and he rested his chin on the wood of the bows where the ship lay anchored with the evening off-shore breeze and he waited to see if there would be more lions and he was happy (Hemingway, 2003, hlm. 81).

Kutipan-kutipan tersebut mengungkapkan bahwa subjek sering bermimpi dan isi mimpinya berbeda-beda. Kalimat YKP dalam Data 5, subjek dikatakan tidak lagi bermimpi tentang badai, wanita -wanita, peristiwa-peristiwa besar dan seterusnya. Ungkapan tersebut dapat memiliki makna bahwa badai, wanita-wanita, peristiwa-peristiwa besar, dan seterusnya itu mungkin bercampur, hadir secara bersamaan, dalam mimpi subjek. Kalimat YKP diakhiri dengan ungkapan bahwa subjek “tidak juga memimpikan istrinya”. Ungkapan tersebut menyiratkan bahwa subjek mungkin pernah memimpikan istrinya satu kali, sekali-sekali, atau bahkan tidak pernah memimpikan istrinya.Memimpikan istri bukanlah seperti kebiasaan

bagi subjek. Dibandingkan dengan kalimat YKP, kalimat SDD yang mengungkapkan bahwa subjek “tak lagi bermimpi tentang topan, tak pernah lagi memimpikan perempuan-perempuan atau petualangan -petualangan atau […]”, mengandung makna yang lebih dekat dengan makna kalimat teks sumber.

Data 6

EH: It was the weight of the fish and he let the line slip down, down, down, unrolling off the first of the two reserve coils (Hemingway, 2003, hlm. 43).

SDD: Itulah bobot si ikan dan dibiarkannya saja talinya terulur ke bawah, terus, terus, sampai habis gulungan cadangan yang pertama (Hemingway, 2016, hlm. 29).

YKP: Itu adalah berat si ikan dan dia membiarkan tali meluncur ke dalam, terus turun, menguraikan gulungan pertama dari dua gulungan tali cadangan (Hemingway, 2015, hlm. 40–41).

Dalam Data 6, Hemingway menggunakan gaya bahasa repetisi yang dalam retorika tradisional dikenal sebagai epizeuksis. Salah satu fungsi stilistik epizeuksis dalam The Old Man and the Sea adalah untuk mengintensifkan proses yang dilukiskan dalam narasi. Repetisi kata “down, down, down”, yang mengintensifkan proses turunnya tali kail ke kedalaman lautan, direduksi oleh SDD dan dihilangkan oleh YKP.

Data 7

EH: But I must get him close, close, close, he thought. I mustn’t try for the head. I must get the heart (Hemingway, 2003, hlm. 91).

SDD: Tetapi aku harus menariknya sedekat mungkin, dekat ke mari, dekat, pikirnya. Jangan sampai mencoba menusuk kepalanya.

Page 11: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 99

Translation of Lexical Repetition in The Old Man and The Sea and Its Two Translations(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

Harus kena jantungnya (Hemingway, 2016, hlm. 70).

YKP: Tapi aku harus membuatnya mendekat, pikir nya. Aku tidak boleh mencoba membidik kepala. Aku harus mengenai jantungnya (Hemingway, 2015, hlm. 92).

SDD mempertahankan repetisi“close, close, close” dengan sedikit variasi. YKP menghilangkan repetisi beruntun tersebut.

Data 8

EH: He woke with the jerk of his right fist coming up against his face and the line burning out through his right hand. He had no feeling of his left hand but he braked all he could with his right and the line rushed out. Finally his left hand found the line and he leaned back against the line and now it burned his back and his left hand, and his left hand was taking all the strain and cutting badly (Hemingway, 2003, hlm. 82).

SDD: Ia terbangun karena kepalan tangan kanannya terhantam ke mukanya dan tali itu terasa membakar meluncur lewat tangan kanannya. Tangan kirinya mati dan dengan sekuat tenaga ia mengerem dengan tangan kanan dan tali terus saja meluncur. Akhirnya tangan kirinya bergerak menemukan tali dan ia merebah ke belakang menahannya dan kini tali itu membakar punggung dan tangan kirinya, dan tangan kirinya menahan tegangan tali itu sehingga parah berdarah (Hemingway, 2016, hlm. 63).

YKP: Dia terbangun karena kepalan tangan ka nannya terhantam ke wajahnya dan tali serasa membakar melewati tangan kanannya. Dia tidak merasakan apa-apa di tangan kirinya, tapi dia menahan semampunya dengan tangan kanan nya, dan tali itu terulur keluar. Akhirnya tangan kirinya menemukan tali dan dia condong ke be lakang melawan tali. Sekarang tali itu menyengat punggung dan tangan kirinya, dan tangan kiri nya menahan tegangan tali itu sehingga teriris dengan parah

(Hemingway, 2015, hlm. 83).Repetisi unsur-unsur yang berlawanan

dalam EH, “right” dan “left”, dipertahankan dalam SDD maupun YKP. Hal ini tampaknya disebabkan tidak ada alternatif yang tersedia dalam bahasa Indonesia untuk menerjemahkan kata “right” dan “left”.

Data 9

EH: But that was the location of the brain and the old man hit it. He hit it with his blood mushed hands driving a good harpoon with all his strength. He hit it without hope but with resolution and complete malignancy (Hemingway, 2003, hlm. 102).

SDD: Tetapi di situlah letak benaknya dan lelaki tua itu menusuknya. Dengan segenap tenaganya kedua tangan yang penuh darah itu menancapkan kaitnya yang tajam. Iamenancapkannya tanpa harapan apa pun tetapi dengan penuh keteguhan hati dan kebencian (Hemingway, 2016, hlm. 80).

YKP: Tapi di situlah terletak otak dan lelaki itu menusuknya di sana. Dia menyerangnya dengan tangan yang berdarah, mendorong seruit yang tajam dengan seluruh kekuatannya. Dia menyerangnya tanpa harapan, hanya dengan kekuatan hati dan kebencian (Hemingway, 2015, hlm. 104).

Repetisi verba “hit” dalam teks sumber direduksi oleh SDD maupun YKP dengan menerjemahkannya secara bervariasi: “menusuk”, “menancapkan”, “menyerang”.Untuk menekankan peran aktif subjek dan intensitas perbuatannya, klausa “he hit it” direpetisi dan diletakkan pada awal kalimat kedua dan ketiga EH. Repetisi ini dipertahankan secara utuh oleh YKP dengan memberikan klausa “dia menyerangnya” pada awal kalimat kedua dan ketiga. Sebaliknya, SDD menghilangkan repetisi “he hit it” dengan melesapkan subjek dan menggeser posisi terjemahan klausa

Page 12: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

100 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018

Penerjemahan Repetisi Leksikal dalam The Old Man and The Sea dan Dua Versi Terjemahannya(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

tersebut (“menancapkan kaitnya yang tajam”) ke akhir kalimat kedua, sehingga peran aktif subjek dan intensitas perbuatannya menjadi teredam.

Repetisi FrasaDalam The Old Man and the Sea, catat Leech dan Short (2007, hlm. 278–279), Hemingway menggunakan interaksi berbagai penyajian ujaran dan pikiran untuk merepresentasikan dua aspek khas pikiran tokoh utama cerita, yaitu sang lelaki tua. Ujaran langsung (DS) sering digunakan Hemingway untuk melukiskan reaksi serta-merta sang lelaki tua terhadap dunia di sekelilingnya.

Repetisi banyak terdapat dalam DS yang digunakan Hemingway dalam The Old Man and the Sea.

Data 10

EH: “I must thank him.” “I thanked him already,” the boy said. “You don’t need to thank him.”(Hemingway, 2003, hlm. 20).

SDD: “Nanti kuucapkan terima kasih kepadanya.”“Tak usah,” kata anak itu. “Aku sudah mengucapkan nya.”(Hemingway, 2016, hlm. 10).

YKP: “Aku harus berter ima kas ih kepadanya.”“Aku sudah mengucapkan terima kasih kepadanya,” jawab anak lelaki itu. “Kau tidak perlu melakukannya.”(Hemingway, 2015, hlm. 14).

Repetisi frasa verba “thank him” (beserta infleksinya, “thanked him”) direduksi oleh YKP dan dihilangkan oleh SDD dengan penggunaan acuan-silang. Leech dan Short(2007, hlm. 196) memahami acuan-silang sebagai “aneka sarana yang digunakan bahasa untuk menunjukkan

bahwa ‘hal yang sama’ diacu atau disebutkan di berbagai bagian teks”. Sarana acuan-silang yang digunakan oleh SDD dan YKP adalah substitusi dan elipsis.

YKP mereduksi repetisi “thank him” dengan memberikan verba “melakukan” pada kalimat ketiga. Verba ini mensubstitusi, dan mengacu pada, verba “[ber]terima kasih” yang disebutkan dalam kalimat pertama dan kedua.

SDD menghilangkan repetisi “thank him” dengan sarana elipsis dan substitusi. Elipsis, yang didefinisikan oleh Leech dan Short(2007, hlm. 196) sebagai penghilangan unsur-unsur yang maknanya telah “dipahami” karena makna tersebut dapat ditangkap dari konteksnya, digunakan dalam kalimat kedua. Ungkapan “tak usah” dalam kalimat kedua bermakna “tak usah ucapkan terima kasih kepadanya” – dengan unsur “ucapkan terima kasih kepadanya” dihilangkan karena sudah disebutkan dalam kalimat pertama. Dalam kalimat ketiga, unsur “-nya” dari kata “mengucapkannya” mensubstitusi, dan mengacu pada, frasa “terima kasih kepadanya” yang disebutkan dalam kalimat pertama.

SDD juga membalik urutan ujaran dalam kalimat kedua dan ketiga EH. Kalimat kedua SDD (“Tak usah,”) merupakan terjemahan dari kalimat ketiga EH (“You don’t need to thank him.”), sedangkan kalimat ketiga SDD (“Aku sudah mengucapkannya.”) merupakan terjemahan dari kalimat kedua EH (“I thanked him already,”). Pembalikan ini membuat dialog SDD terasa wajar, tetapi kewajaran tersebut menyembunyikan intervensi besar penerjemah terhadap “suara” pengarang.

Data 11

EH: “Unless sharks come,” he said aloud. “If sharks come, God pity him and me” (Hemingway, 2003, hlm. 68).

Page 13: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 101

Translation of Lexical Repetition in The Old Man and The Sea and Its Two Translations(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

SDD: “Asal saja hiu-hiu itutidak menyerang,” katanya keras-keras. “Kalau hiu-hiu itu menyerang, Tuhan kasihan kepadanya dan kepadaku” (Hemingway, 2016, hlm. 51).

YKP: “Kecuali kalau hiu-hiu datang,” ujarnya de ngan keras. “Jika hiu-hiu datang, Tuhan mengasihi dia dan aku” (Hemingway, 2015, hlm. 68).

Repetisi frasa verba “sharks come” relatif dipertahankan dalam SDD ataupun EH. Namun, terjemahan klausa utama dalam kalimat kedua EH, “God pity him and me” terasa tidak logis jika rangkaian kalimat yang bersangkutan dimaknai berdasarkan konteks cerita. SDD menerjemahkan klausa “God pity him and me” menjadi “Tuhan kasihan kepadanya dan kepadaku”, sedangkan YKP menerjemahkannya menjadi “Tuhan mengasihi dia dan aku”.

Ujaran “Unless sharks come […] If sharks come, God pity him and me” diucapkan oleh tokoh utama cerita setelah merenungkan bahwa manusia bukan tandingan binatang buas besar. Ia merasa lebih suka menjadi ikan marlin meskipun sudah terkena kait pancingnya, masih kuat menyeret kapalnya. Baginya, lebih baik menjadi si marlin, asalkan hiu tidak datang – karena hiu adalah binatang laut sangat buas yang mampu memangsa marlin. Dalam konteks demikian, tidak masuk akal jika ia berkata “Kalau hiu-hiu itu menyerang, [maka] Tuhan kasihan kepadanya dan kepadaku” (SDD) atau “Jika hiu-hiu datang, [maka] Tuhan mengasihi dia dan aku” [YKP]. Penerjemahan “God pity him and me” oleh SDD maupun YKP tampaknya tidak mempertimbangkan mood ungkapan itu.

Menurut Brinton (2000, hlm. 115), mood adalah indikasi sikap pembicara terhadap apa yang dibicarakannya, apakah peristiwa yang dibicarakan itu dianggap sebagai fakta (indikatif) atau nonfakta (subjungtif). Nonfakta meliputi harapan, keinginan, permintaan, peringatan, larangan, perintah, prakiraan, kemungkinan, dan kejadian yang bertentangan dengan fakta. “God save

the Queen” adalah contoh ungkapan subjungtif.Sebagaimana “God save the Queen”, ungkapan

“God pity him and me” merupakan bentuk subjungtif. Ungkapan ini dibingkai dengan repetisi “Unless sharks come […] If sharks come” yang melukiskan nonfakta, peristiwa yang masih berupa kemungkinan. Selain itu, sesuai dengan ciri subjungtif menurut Brinton (2000, hlm. 115), verba dalam ungkapan “God pity him and me” tidak memiliki akhiran -s (“pity”, bukan “pities”) meskipun subjeknya adalah orang ketiga tunggal. Ucapan “God pity him and me” dalam kalimat EH tersebut sesungguhnya merupakan suatu permohonan kepada Tuhan agar menyelamatkan tokoh cerita dan ikan marlinnya jika hiu datang menyerang.

Data 12

EH: Just then the fish jumped making a great bursting of the ocean and then a heavy fall. Then he jumped again and again and the boat was going fast although line was still racing out and the old man was raising the strain to breaking point and raising it to breaking point again and again (Hemingway, 2003, hlm. 82).

SDD: Baru saja ikan itu melonjak menggemuruh di samudra lalu terjun kembali dengan hebat. Kemudian ia melonjak lagi dan lagi dan perahu itu bergerak cepat sekali meskipun tali masih terus terulur dan lelaki tua itu menahannya sampai hampir putus dan menahannya sampai hampir putus dan begitu lagi dan lagi (Hemingway, 2016, hlm. 63).

YKP: Seben tar kemudian ikan itu melompat menggemuruh di laut dan kemudian terjun lagi dengan dahsyat. Lantas dia melompat berkali-kali dan perahu menjadi melaju makin cepat meski tali masih terulur dan lelaki tua itu menahannya sampai hampir putus dan terus begitu (Hemingway, 2015, hlm. 83).

Dengan risiko terjemahannya terasa janggal, SDD mempertahankan repetisi frasa“raising the

Page 14: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

102 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018

Penerjemahan Repetisi Leksikal dalam The Old Man and The Sea dan Dua Versi Terjemahannya(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

strain to breaking point” dan “again and again”. Sebaliknya, demi mengupayakan kewajaran terjemahan, YKP menghilangkan repetisi.

Repetisi KlausaMenurut Leech (2013, hlm. 161), dalam kaitannya dengan mood, makna dalam bahasa Inggris modern dibedakan menjadi tiga, yakni makna faktual, makna teoretis, dan makna hipotetis. Pernyataan bermakna faktual mengungkapkan situasi yang diasumsikan sebagai kebenaran atau truth-committed (Leech, 2013, hlm. 163). Pernyataan bermakna teoretis mengungkapkan situasi yang bersifat tentatif atau truth-neutral, yaitu situasi yang bisa benar dan bisa juga tidak benar (Leech, 2013, hlm. 163). Pernyataan bermakna hipotetis mengungkapkan situasi yang diasumsikan tidak terjadi di dunia nyata, melainkan di dunia imajiner atau dunia hipotetis (Leech, 2013, hlm. 170).

Sebagian dari repetisi dalam The Old Man and the Sea melibatkan pernyataan bermakna hipotetis.

Data 13

EH: I wish I could see him. I wish I could see him only once to know what I have against me (Hemingway, 2003, hlm. 46).

SDD: Seandainya aku bisa melihatnya sekali saja sekadar supaya tahu macam apa lawanku ini (Hemingway, 2016, hlm. 32).

YKP: Andai saja aku dapat melihatnya. Aku ber harap bisa melihatnya sekali saja untuk mengetahui apa yang sedang bertarung denganku (Hemingway, 2015, hlm. 44–45).

Klausa sematan “I could see him” mengungkapkan suatu dunia hipotetis bahwa subjek dapat melihat objek; padahal, di dunia nyata, subjek tidak dapat melihat objek.

Pernyataan bermakna hipotetis “I wish I could see him” menyiratkan “but in fact I can’t see him”, sehingga bertentangan dengan fakta. Namun, sebagaimana yang dikatakan Leech (2013, hlm. 175), pernyataan bermakna hipotetis hanya mutlak bertentangan dengan fakta jika pernyataan itu merujuk pada fakta masa lampau, karena fakta masa lampau tidak dapat berubah.

Pernyataan “I wish I could see him” merujuk pada fakta masa kini, yaitu ketika subjek mengucapkan pernyataan itu. Fakta “I can’t see him” terjadi pada saat subjek mengucapkan pernyataan “I wish I could see him”. Artinya, pernyataan “I wish I could see him” tidak mutlak bertentangan dengan fakta karena implikasi dari pernyataan itu, “I can’t see him”, masih bisa berubah pada masa depan. Tetap ada kemungkinan bahwa pada masa depan, fakta “I can’t see him” berubah menjadi fakta “I can see him”.

Dunia hipotetis yang diungkapkan oleh klausa “I could see him” adalah dunia yang disebut oleh Declerck (2009, hlm. 31) sebagai dunia not-yet-factual at time t, yaitu dunia yang dibayangkan oleh penutur, tetapi belum faktual pada saat tuturan terjadi – suatu dunia masa depan. The Old Man and the Sea menunjukkan bahwa dunia hipotetis yang dibayangkan oleh tokoh utama cerita ketika mengatakan (dalam pikiran) “I wish I could see him” pada akhirnya memang menjadi faktual. Tokoh cerita (“I”) akhirnya dapat melihat ikan marlin buruannya (“him”).

Repetisi pernyataan “I wish I could see him” berfungsi menunjukkan betapa besar keinginan tokoh cerita untuk melihat ikan buruannya dan sekaligus menyiratkan keyakinannya bahwa ia akan dapat melihat ikan itu. Namun, repetisi tersebut tidak dipertahankan dalam SDD maupun YKP, sehingga efeknya menjadi hilang dalam terjemahan.

Page 15: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 103

Translation of Lexical Repetition in The Old Man and The Sea and Its Two Translations(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

Dua pernyataan “I wish I could see him” diterjemahkan satu kali saja menjadi “seandainya aku bisa melihatnya” oleh SDD, dan diterjemahkan secara bervariasi menjadi “andai saja aku dapat melihatnya” dan “aku ber harap bisa melihatnya” oleh YKP. Dalam pernyataan “seandainya aku bisa melihatnya” dan “andai saja aku dapat melihatnya”, jarak antara dunia faktual dan dunia hipotetis terentang lebih jauh daripada jarak yang terentang dalam pernyataan “I wish I could see him”. Dibanding dua versi terjemahan yang berbasis pengandaian itu, versi terjemahan ketiga yang berbasis harapan, “aku ber harap bisa melihatnya” (YKP), lebih dekat dengan makna hipotetis “I wish I could see him” yang mengungkapkan dunia not-yet-factual at time t: dunia yang belum terwujud pada masa kini, tapi mungkin terwujud pada masa depan.

Data 14

EH: If the boy was here he would wet the coils of line, he thought. Yes. If the boy were here. If the boy were here (Hemingway, 2003, hlm. 83).

SDD: Seandainya anak laki-laki itu ada di siniia bisa membasahi gulungan tali itu, pikirnya. Ya. Seandainya anak itu di sini. Seandainya anak itu di sini (Hemingway, 2016, hlm. 64).

YKP: Jika anak lelaki itu ada di sini dia akan mem basahi gulungan tali, pikirnya. Ya. Jika anak lelaki itu di sini (Hemingway, 2015, hlm. 84).

Pernyataan “if the boy was here he would wet the coils of line”mengungkapkan makna hipotetis. Pernyataan kondisional seperti itu, menurut Leech (2013, hlm. 170), mengungkapkan kondisi tidak nyata karena menyiratkan “but in fact the boy is not here”.

Penggunaan verba bentuk lampau hipotetis “was” dalam “if the boy was here” menunjukkan gaya nonformal, sedangkan penggunaan subjungtif “were” dalam “if the boy were here” menunjukkan gaya formal (Quirk, Greenbaum, Leech, & Svartvik, 1985, hlm. 1013).

Repetisi “if the boy was [were] here”, yang oleh Carey (1973, hlm. 17) dikatakan berfungsi “memberikan urgensi dan pathos kepada sang lelaki tua yang sendirian pada saat didesak kebutuhan”, tampak dipertahankan oleh SDD. Di pihak lain, YKP mereduksi repetisi itu dengan hanya menerjemahkan dua dari tiga kemunculan “if the boy was [were] here”.

Perubahan register formal-nonformal dalam EH tidak tercermin pada SDD maupun YKP. Meskipun demikian, hilangnya perubahan register itu dalam SDD dan YKP dikompensasi oleh perbedaan kecil pada penerjemahan “if the boy was here” dan “if the boy were here”. Masing-masing klausa-if tersebut diterjemahkan menjadi “seandainya anak laki-laki itu ada di sini” dan “seandainya anak itu di sini” (SDD), dan “jika anak lelaki itu ada di sini” dan “jika anak lelaki itu di sini” (YKP).

Data 15

EH: “I am a strange old man.”(Hemingway, 2003, hlm. 14).“I told the boy I was a strange old man,” he said (Hemingway, 2003, hlm. 66).

SDD: “Aku pun suka heran tentang diriku sendiri.” (Hemingway, 2016, hlm. 9).“Kukatakan kepada anak itu bahwa aku seorang lelaki tua yang menakjubkan,” katanya (Hemingway, 2016, hlm. 49).

YKP: “Aku ini lelaki tua yang aneh.” (Hemingway, 2015, hlm. 8).“Aku telah mengatakan kepada anak lelaki itu kalau aku lelaki tua yang aneh,” katanya (Hemingway, 2015, hlm. 66).

Page 16: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

104 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018

Penerjemahan Repetisi Leksikal dalam The Old Man and The Sea dan Dua Versi Terjemahannya(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

Dalam teks sumber, ujaran “I told the boy I was a strange old man” di halaman 66 mengacu secara langsung pada ujaran “I am a strange old man” di halaman 14. Repetisi yang jaraknya jauh ini tidak dipertahankan oleh SDD, yang memberikan dua terjemahan berbeda untuk ungkapan yang sama. Sebaliknya, YKP mempertahankan repetisi tersebut dengan sedikit variasi.

SIMPULANKajian bandingan terhadap sepilihan unsur repetitif dalam novel The Old Man and the Sea dan dua terjemahannya dalam bahasa Indonesia mengungkapkan bahwa gaya bahasa repetisi Hemingway direduksi oleh dua penerjemah novel tersebut, yaitu Sapardi Djoko Damono dan Yuni Kristianingsih Pramudhaningrat. Reduksi repetisi berlangsung pada tataran kata, frasa dan klausa, dan dilakukan dengan menghilangkan unsur-unsur repetitif teks sumber atau menggantinya dengan variasi ungkapan yang dianggap sepadan.

P e n g h i l a n g a n a t a u p e n g g a n t i a n unsur-unsur repetitif teks sumber kadang-kadang memang tidak dapat dihindari oleh penerjemah karena adanya perbedaan sistem linguistik antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Meskipun demikian, tampak pula kecenderungan penerjemah untuk menghindari unsur-unsur repetitif teks sumber manakala variasi terjemahannya tersedia dalam bahasa sasaran. Penghindaran repetisi tidak hanya berakibat memudarkan gaya khas prosa Hemingway, tetapi juga menimbulkan pergeseran struktural dan semantis yang substansial dari teks sumber. Dalam terjemahan Yuni, misalnya, reduksi repetisi kadang-kadang disertai dengan pemecahan kalimat teks sumber menjadi beberapa kalimat terjemahan. Penerjemah ini sesungguhnya banyak melakukan pemecahan terhadap kalimat

Hemingway, tetapi menghindari repetisi jelas bukan satu-satunya alasannya.

Analisis tentang penerjemahan repetisi dalam penelitian ini cenderung mendukung hipotesis tentang reduksi repetisi sebagai salah satu ciri universal terjemahan. Reduksi repetisi yang terungkap dalam kajian ini juga berkaitan erat dengan sejumlah strategi penerjemahan yang diduga merupakan ciri universal terjemahan, yaitu normalisasi, simplifikasi dan eksplisitasi. Patut diduga, Damono dan Pramudhaningrat melakukan reduksi repetisi, normalisasi, simplifikasi dan eksplisitasi karena mereka, sebagai penerjemah profesional (dalam arti bahwa terjemahan mereka telah diterbitkan oleh penerbit resmi atau komersial), berupaya mengikuti kaidah penulisan yang benar dan meningkatkan keterbacaan terjemahan mereka bagi khalayak pembaca bahasa sasaran. Namun, harus segera disampaikan bahwa dugaan ini mengasumsikan tidak ada campur-tangan yang signifikan dari editor penerbit terhadap terjemahan mereka. Penelitian lanjutan yang memasukkan faktor-faktor sosial dan budaya perlu dilakukan untuk membuktikan dugaan tersebut.

Penelitian lanjutan juga perlu dilakukan untuk mengungkapkan dan lebih memahami peran penerjemah dalam proses penerjemahan. Khususnya di Indonesia, selama ini penerjemah masih dipandang sebagai sosok “tak kasatmata” yang tertutup bayang-bayang pengarang. Tugas penerjemah sering dianggap sekadar “memindahkan” karya orisinal sang pengarang dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Namun, sebagaimana yang diungkapkan dalam kajian ini, peran penerjemah sesungguhnya lebih dari itu. Damono dan Pramudhaningrat tidak saja melakukan intervensi yang kadang-kadang tergolong radikal terhadap “suara” pengarang, tetapi juga memperdengarkan “suara” mereka sendiri dalam teks terjemahan. Analisis

Page 17: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

, Vol. 30, No. 1, Juni 2018 105

Translation of Lexical Repetition in The Old Man and The Sea and Its Two Translations(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

stilistik terjemahan dapat mengungkapkan “suara” penerjemah, sehingga penerjemah tampil sebagai sosok “kasatmata” yang memiliki authorship tersendiri seperti layaknya pengarang karya orisinal.

DAFTAR PUSTAKA

Baker, M. (1993). “Corpus Linguistics and Translation Studies: Implications and Applications”. Dalam M. Baker, G. Francis, & E. Tognini-Bonelli (Ed.), Text and Technology: In Honour of John Sinclair. Philadelphia & Amsterdam: John Benjamins.

Ben-Ari, N. (1998). The Ambivalent Case of Repetitions in Literary Translation. Avoiding Repetitions: A “Universal” of Translation? Meta, 43(1), 68–78.

Boase-Beier, J. (2011). A Critical Introduction to Translation Studies. London & New York: Continuum.

Brinton, L. J. (2000). The Structure of Modern English: A Linguistic Introduction. Philadelphia & Amsterdam: John Benjamins.

Carey, G. (1973). Cliffs Notes on Hemingway’s The Old Man and the Sea. Lincoln: Cliffs Notes, Inc.

Chesterman, A. (2004). “Beyond the Particular”. Dalam A. Mauranen & P. Kujamäki (Ed.), Translation Universals: Do they exist? Philadelphia & Amsterdam: John Benjamins.

Chesterman, A., & Williams, J. (2002). The Map: A Beginner’s Guide to Doing Research in Translation Studies. Manchester: St. Jerome Publishing.

Declerck, R. (2009). “‘Not-yet-factual at time t’: a neglected modal concept”. In R. Salkie, P. Busuttil, & J. van der Auwera (Ed.), Modality in English: Theory and

Description. Berlin & New York: Mouton de Gruyter.

Dick, C. (2009). Shifting Form, Transforming Content: Stylistic Alterations in the German Translations of Hemingway’s Early Fiction. University of Kansas.

Hemingway, E. (2003). The Old Man and the Sea. New York: Scribner.

Hemingway, E. (2015). Lelaki Tua dan Laut. (Y. K. Pramudhaningrat, Penerj.). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Hemingway, E. (2016). Lelaki Tua dan Laut. (S. D. Damono, Penerj.). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Jawad, H. A. (2009). “Repetition in Literary Arabic: Foregrounding, Backgrounding, and Translation Strategies”. Meta, 54(4), 753–769.

Jones, F. R. (2009). “Literary Translation”. Dalam M. Baker & G. Saldanha (Ed.), Routledge Encyclopedia of Translation Studies . Abingdon & New York: Routledge.

Lamb, R. P. (2010). Art Matters: Hemingway, Craft, and the Creation of the Modern Short Story. Baton Rouge: Louisiana State University Press.

Leech, G. (2013). Meaning and the English Verb. New York: Routledge.

Leech, G., & Short, M. (2007). Style in Fiction: A Linguistic Introduction to English Fictional Prose. Harlow: Pearson Education.

Mahsun. (2017). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya. Depok: Rajawali Pers.

Munday, J. (2008). Introducing Translation Studies: Theories and Applications. New York: Routledge.

Page 18: PENERJEMAHAN REPETISI LEKSIKAL DALAM THE OLD MAN …

106 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018

Penerjemahan Repetisi Leksikal dalam The Old Man and The Sea dan Dua Versi Terjemahannya(Arif Bagus Prasetya, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Nyoman Seri Malini)

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Halaman 89 — 106

Najjar, I. (2015). “‘Repetition’ in Arabic-English Translation: The case of Adrift on the Nile”. International Journal of Foreign Language Teaching & Research, 3(10 Summer), 24–34.

Olohan, M. (2004). Introducing Corpora in Translation Studies. New York: Routledge.

Quirk, R., Greenbaum, S., Leech, G., & Svartvik, J. (1985). A Comprehensive

Grammar of the English Language. New York: Longman Inc.

Rosyidah, Suyitno, I., Suwignyo, H., & Wijayati, P. (2017). “Translation of Syntactic Repetitions as Formal-Aesthetic Marker in Das Brot”. International Journal of English Language & Translation Studies, 5(1), 33–41.

Simpson, P. (1993). Language, Ideology, and Point of View. New York: Routledge.