i PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN QUANTUM PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KREATIFITAS ANAK DI RA DARUL MA’ARIF PRINGAPUS KAB. SEMARANG TAHUN AJARAN 2010/2011. SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam Oleh : IRNA SUSANTI NIM.073111079 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
97
Embed
PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/106/jtptiain-gdl...Naskah skripsi ini dengan: Judul : ... Tinjauan Historis sejarah berdirinya RA Darul
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN QUANTUM
PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KREATIFITAS ANAK
DI RA DARUL MA’ARIF PRINGAPUS KAB. SEMARANG
TAHUN AJARAN 2010/2011.
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana
dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh :
IRNA SUSANTI
NIM.073111079
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Irna Susanti
NIM : 073111079
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya
saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 06 Mei 2011
Saya yang menyatakan,
Irna Susanti
NIM.073111079
iii
PENGESAHAN
Naskah skripsi ini dengan:
Judul : Penerapan Strategi pembelajaran Quantum Playing
Untuk Meningkatkan Kreatifitas Anak di RA
Darul Ma’arif Pringapus Kab. Semarang Tahun
Ajaran 2010/2011.
Nama : Irna Susanti
NIM : 073111079
Jurusan ; Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam.
Semarang, 20 Juni 2011
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Nasirudin, M. Ag. Yunita Rahmawati, M. A.
NIP: 196910121996031002 NIP: 197806272005012004
Penguji I, Penguji II,
Ismail, M. Ag. H. Mahfudz Siddiq, Lc. M.A.
NIP: 197110211997031002 NIP:150313127000001000
Pembimbing I, Pembimbing II,
Hj. Lift Anis Ma’sumah, M.Ag. Dra. Ani Hidayati, M.Pd. NIP:
19720928121997032001 NIP: 196112051993032001
iv
iv
NOTA PEMBIMBING Semarang, 07 Mei 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi
naskah skripsi dengan:
Judul : Penerapan Strategi pembelajaran Quantum
Playing Untuk Meningkatkan Kreatifitas Anak di
RA Darul Ma’arif Pringapus Kab. Semarang
Tahun Ajaran 2010/2011.
Nama : Irna Susanti
NIM : 073111079
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diajukan dalam Sidang Munaqosyah.
Wassalamualaikum wr wb
Pembimbing I
Hj. Lift Anis Ma’sumah, M.Ag.
NIP: 1972092812 1997032 001
v
NOTA PEMBIMBING Semarang, 07 Mei 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi
naskah skripsi dengan:
Judul : Penerapan Strategi pembelajaran Quantum
Playing Untuk Meningkatkan Kreatifitas Anak di
RA Darul Ma’arif Pringapus Kab. Semarang
Tahun Ajaran 2010/2011.
Nama : Irna Susanti
NIM : 073111079
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diajukan dalam Sidang Munaqosyah.
Wassalamualaikum wr wb
Pembimbing II
Dra. Ani Hidayati, M.Pd
NIP: 19611205 1993032 001
vi
ABSTRAK
Judul: Penerapan Strategi pembelajaran Quantum Playing Untuk
Meningkatkan Kreatifitas Anak di RA Darul Ma’arif Pringapus Kab.
Semarang Tahun Ajaran 2010/2011.
Penulis: Irna Susanti
NIM: 073111079
Penelitian ini membahas Penerapan Strategi pembelajaran Quantum
Playing Untuk Meningkatkan Kreatifitas Anak. Kajiannya dilatarbelakangi
oleh penerapan Strategi pembelajaran Quantum Playing sebagai salah satu
metode pembelajaran di RA Darul Ma’arif yang pada umumnya hanya
dipandang sebagai sebuah permainan tanpa adanya sisipan keilmuan. Studi ini
dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: Uraian latar belakang masalah
tersebut dapat penulis rumuskan beberapa masalah sebagai beriku:
1)Bagaimana penerapan strategi pembelajaran quantum playing di Roudhotul
Athfal Darul Maarif Pringapus Kab. Semarang? 2)Bagaimana kreatifitas
peserta didik di Roudhotul Athfal Darul Maarif Pringapus Kab.
Semarang?Permasalahan tersebut dibahas melalui studi lapangan yang
dilaksanakan di Roudhotul Athfal Darul Maarif Pringapus Kab. Semarang.
Sekolah tersebut dijadikan sebagai sumber data untuk mendapatkan gambaran
Tabel 6 Pengaturan Beban belajar .......................................................................... 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat
menghasilkan perubahan tingkah laku. Segera setelah dilahirkan mulai terjadi
proses belajar pada diri anak dan hasil yang diperoleh adalah kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan.
Pendidikan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar
yang dilaksanakan di sekolah atau luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah
adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, jalur pendidikan terdiri
atas; pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Selain
jenjang tersebut dapat juga diselenggarakan pendidikan anak usia dini yang
diselenggarakan sebelum jenjang Pendidikan Dasar.1
Taman Kanak-kanak (TK) didirikan sebagai usaha mengembangkan
seluruh segi kepribadian anak didik dalam rangka menjembatani pendidikan
keluarga ke pendidikan sekolah. Pendidikan di taman kanak-kanak diatur
berdasarkan Peraturan Pemerintah, Keputusan Mendikbud No. 0486/U/1992
tentang taman kanak-kanak. Berdasarkan kedua keputusan tersebut, taman
kanak- kanak merupakan satuan pendidikan yang berada pada jenjang
pendidikan prasekolah dan berada pada pendidikan jalur sekolah.2 Ruang
lingkup program kegiatan belajarnya meliputi: pembentukan prilaku melalui
pembiasaan dalam pengembangan moral Pancasila, Agama, disiplin, perasaan
emosi dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan dasar
melalui kegiatan yang dipersiapkan oleh guru, meliputi: pengembangan
1 Undang-undang RI. Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Jakarta: Mini Jaya, 2003), hlm. 21.
2 Mohamad Surya, Bina Keluarga ,( Semarang : Aneka Ilmu , 2001), hlm. 31.
2
kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, ketrampilan dan jasmani.3
Sedangkan program kegiatan di TK maupun RA berorientasi pada
pembentukan prilaku melalui pembiasaan dan pengembangan kemampuan
dasar yang terdapat pada diri anak didik sesuai tahap perkembangannya. An
attitude in usually defined by psychologist as a tendency to respond positively
(favorably) or negatively (unfavorably) to certain objects persons or
situations.4Sikap biasanya didefinisikan sebagai kecenderungan untuk
menanggapi secara positif atau negatif terhadap suatu objek tertentu, orang
tertentu, atau objek tertentu.
Hal senada diungkapkan Moeslichatoen R. bahwa karakteristik tujuan
kegiatan di Taman Kanak-kanak biasanya diarahkan pada pengembangan
kreatifitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan
motorik dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan nilai. Hal
tersebut dilandasi oleh latar belakang anak RA yang memiliki kecenderungan
selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, senang bereksperimen
dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai
imajinasi dan senang berbicara.5
y7‾Ρ Î)uρ 4’ n?yès9 @, è=äz 5ΟŠ Ïàtã ∩⊆∪
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur”.6
Pada prinsipnya materi pelajaran dapat disajikan dengan berbagai
macam variasi mulai dari metode, model, pendekatan, dan strategi yang
menarik sebagai upaya mengembangkan potensi dan kreatifitas anak. Dunia
anak hampir tak bisa dipisahkan dengan permainan. Bisa dikatakan sepanjang
3 Undang-undang RI. Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, hlm. 3. 4 Clifford. T Morgan, Introduction to Psychology (New York: University Of Wisconsin,
1961), hlm.526.
5 Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 9.
6 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Duta Ilmu Surabaya, 2006), hlm. 826.
3
waktu mereka diisi hanya dengan bermain, kecuali saat tidur. Baik bermain
menggunakan alat maupun tidak. Si anak menggunakan tubuhnya sendiri
sebagai alat bermain untuk berlari, meloncat-meloncat, merangkak dan
sebagainya. Tidak ada tempat yang tidak bisa dijadikan tempat bermain
baginya, baik yang outdoor maupun indoor. Dengan bermain, anak-anak
berkembang untuk menemukan dan mengembangkan potensi dirinya. Mereka
belajar taktik, strategi, kekuatan fisik, kemampuan bernyanyi, berhitung,
berbicara, mengeluarkan dan menjalankan idenya.7
Namun sampai saat ini pendidikan di Taman Kanak-kanak masih
menjadi kontroversi, dapatkah anak-anak usia dini diberikan materi pelajaran
seperti membaca, menulis dan berhitung? Jawabnya jelas: dapat. Menurut
Jerome Brunner, setiap materi pelajaran dapat diajarkan kepada setiap
kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan perkembangannya.
Dalam konteks anak usia dini kuncinya adalah pada permainan atau bermain.8
Biasanya anak bermain dengan alasan untuk mengetahui dan bereksperimen
tentang dunia di sekitarnya dalam rangka mengembangkan hubungan dengan
dunia sekitarnya, bermain merupakan alat utama untuk mencapai
pertumbuhannya, sebagai medium dimana anak mencobakan diri bukan saja
hanya dalam fantasinya tetapi dilakukan secara nyata. Dworetzky dikutip
dalam Maslihatoen mengemukakan sedikitnya ada lima kriteria dalam
bermain yakni:
1. Motivasi Intrinsik yaitu tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri
anak itu sendiri, bukan karena adanya tuntutan dari orang-orang
disekitarnya.
2. Pengaruh positif, yaitu tingkah laku yang menyenangkan untuk dilakukan.
3. Bukan dikerjakan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti urutan yang
sebenarnya melainkan lebih bersifat pura-pura.
7 Atik Sustiwi, Class and Home Activities Quantum Playing for Smart Children,
(Yogyakarta: Elmatera Publishing, 2008), hlm. 3.
8 Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 62.
4
4. Cara atau tujuan, cara bermain lebih diutamakan daripada tujuannya
karena anak lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri daripada keluaran
yang dihasilkan.
5. Kelenturan, yakni bermain itu perilaku yang lentur yang ditujukan baik
dalam bentuk hubungan dan berlaku dalam setiap situasi.
Batasan mengenai bermain menjadi penting untuk dipahami karena
berfungsi sebagai parameter bagi guru, antara lain dalam menentukan sejauh
mana aktifitas yang dilakukan anak bisa dikategorikan dalam kegiatan
bermain atau bukan bermain.9
Dengan kenyataan di atas guru diharapkan mampu menjadi fasilitator
dalam arti guru dalam mengajar bisa membawa pembelajar (anak) ke dalam
dunia pengajar dan mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar
salah satunya adalah mengkondisikan suatu ruangan atau lingkungan yang
bisa menumbuhkan potensi, minat, bakat dan kreatifitas anak.
Menurut Bobbi De Porter dalam Ary Nilandari sesuai prinsip
Quantum Teaching dalam mengajar guru bersandar pada konsep “Bawalah
Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”.
Maksud asas utama ini memberi pengertian bahwa langkah awal yang harus
dilakukan dalam pengajaran yaitu mencoba memasuki dunia yang dialami
oleh peserta didik.
Ini adalah asas utama sebagai alasan dasar dibalik strategi, model, dan
keyakinan quantum teaching. Untuk mendapatkan hak mengajar, seorang guru
harus membuat jembatan autentik memasuki kehidupan siswa sebagai langkah
pertama. Setelah kaitan itu terbentuk bawalah mereka ke dunia kita sehingga
siswa dapat membawa apa yang dipelajari ke dalam dunianya dan
menerapkannya pada situasi baru. Pendidikan dapat berhasil jika disesuaikan
dengan perkembangan anak didik.10
9 Sofia Hartati, How To Be A Good Teacher And To Be A Good Mother, (Jakarta: Enno
Media, 2007), hlm. 56-57.
10 Zuhairini, et. al., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 173.
5
Tersirat makna bahwa guru dalam mengajar diharapkan melihat siapa
yang sedang diajar, salah satunya dengan pengkondisian tempat-tempat
bermain yang mempunyai makna secara tematik akan membuat pembelajaran
menyenangkan secara efektif.
Strategi pembelajaran quantum playing merupakan transformasi dari
quantum teaching, aplikasinya guru membuat wahana bermain untuk anak
sebagai sarana pembelajaran dalam upaya mengembangkan kreatifitas anak.
Karena dunia anak adalah dunia bermain maka guru harus membawa si anak
ke dalam dunia bermain yang di dalamnya mengandung pembelajaran seperti
perosotan. Dalam bermain perosotan anak bisa menikmati sensasi ketinggian,
terlebih saat ia berada di puncak perosotan dan siap meluncur. Belum lagi
merasakan bagaimana tubuhnya terasa melayang kala meluncur ke bawah
hingga akhirnya mendarat di ujung perosotan. Sebelum meluncur pun anak
harus menjalani proses naik tangga. Motorik kasar anak benar-benar teruji,
Termasuk bagaimana menjaga keseimbangan tubuhnya saat menapaki anak
tangga. Selain itu, anak juga belajar mengenai peraturan. Diantaranya mesti
tertib bergiliran naik satu per satu dan tidak boleh naik dari papan luncurnya
agar tidak tertabrak anak lain di atasnya.11 Strategi pembelajaran quantum
playing mengharapkan guru dalam mengajar mengusahakan anak didik untuk
mampu berpartisipasi aktif dalam kegiatan fisik dan segala macam gerakan
atau aktifitas dalam bentuk-bentuk permainan.
Proses pembelajaran pada anak usia dini sudah seharusnya memainkan
fungsi-fungsi permainan, karena tujuan membelajarkan anak didik akan
tercapai manakala berada pada kondisi yang menyenangkan. Dan hal yang
menyenangkan bagi anak usia dini adalah bermain. Beberapa fenomena
menunjukkan kepada kita, yakni munculnya sinyal negatif dalam dunia
pendidikan. Dalam istilah Paulo Fraire adalah pendidikan yang menindas. Hal
ini berangkat dari realitas penyelenggaraan pendidikan yang terjadi di
lapangan, orang tua bangga bila anaknya disebut sebagai juara di kelas, anak
11 Atik Sustiwi, Class and Home Activities Quantum Playing for Smart Children, hlm.
156.
6
dipicu untuk belajar, belajar dan belajar, supaya menjadi pintar dan menjadi
juara. Selain itu, guru hendak “menghabiskan” kurikulum cepat. Tetapi
dampak yang diperolehnya dari cara belajar seperti ini tidak menguntungkan
dan lebih lanjut lagi tidak memanusiakan. Dampak yang paling ringan adalah
bahwa anak pintar di TK, mungkin pintar di kelas 1, 2, ataupun 3, tetapi
ternyata menurut penelitian oleh Universitas Indonesia (1981), makin lama
menjadi makin tidak pintar.12 Sedangkan mereka yang kebutuhan bermainnya
terpenuhi, makin tumbuh dengan memiliki keterampilan mental yang lebih
tinggi untuk menjelajahi dunianya dan menjadi manusia yang memiliki
kebebasan mental untuk tumbuh kembang sesuai potensi yang dimilikinya..
Pendidikan seperti model di atas seperti memenjara siswa. Oleh
karenanya anak perlu dibebaskan. Menurut Ivan Illich dan Nail Postman
mengatakan bahwa pembelajaran merupakan aktifitas subversif. Tentunya hal
ini bisa dihindari manakala anak diajak ke permainan diinjeksikan sebagai
metode pembelajaran. Dengan penerapan quantum playing, maka pernyataan
pendidikan sebagai penindasan, atau pembelajaran sebagai aktivitas subversif
akan tereduksi. Disinilah urgensi strategi pembelajaran quantum playing,
pengkondisian ruangan dengan berbagai tema bentuk-bentuk permainan,
pengoptimalan pembelajaran yang diselipkan pada aktifitas bermain, dan
kekuatan macam-macam permainan yang mempunyai nilai edukatif sangat
diperlukan.
Sehubungan dengan kenyataan di atas Roudlotul Athfal Darul Ma’arif
berupaya mereduksi fenomena-fenomena yang selama ini terjadi, dengan
menerapkan strategi pembelajaran quantum playing. Berdasarkan hasil
obsevasi pra research yang ditemukan peneliti, Roudlotul Athfal Darul
Ma’arif, mengambil langkah-langkah konkret yaitu dengan membuat sanggar
kreatifitas, area atau sentra, wahana bermain, yang bermacam-macam seperti
ayunan, perosotan, balok keseimbangan, permainan pasir, terowongan, jaring-
jaring dan masih banyak yang lainnya yang bisa mengasah kognitif,
12 Conny R.Semiawan, Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar, (Bandung: Indeks, 2008), Cet. III, hlm. 22-23.
7
psikomotorik kasar dan kreatifitas anak. Termasuk juga mengkondisikan
suasana yang kondusif dengan peraturan-peraturan yang mempunyai nilai
edukatif dan berakhlakul karimah.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik
untuk menelitinya dengan judul Penelitian ”Penerapan Strategi Pembelajaran
Quantum Playing untuk Meningkatan Kreatifitas Anak di RA Darul Ma’arif
Pringapus Kab. Semarang tahun pelajaran 2010/2011’’.
B. Penegasan Istilah.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merasa perlu menjelaskan
terlebih dahulu istilah-istilah yang terdapat didalamnya, untuk menghindari
kemungkinan penafsiran judul yang salah.
1. Penerapan
Penerapan bisa diartikan pemasangan, pengenaan, atau perihal
mempraktekkan.13
2. Strategi
Strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan diterapkan secara
sengaja untuk melakukan atau tindakan.14 Sedang strategi bila
dihubungkan dengan belajar mengajar strategi bisa diartikan sebagai pola-
pola umum kegiatan guru-anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.15
3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik
melakukan kegiatan belajar.16
4. Quantum Playing
13 E.M. Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Semarang:
Aneka Ilmu bekerja sama Difa Publisher, t.th), hlm. 809.
21 WS. Winkel S. J, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm. 149.
9
Berdasarkan istilah-istilah di atas, maka maksud dari judul tersebut
adalah suatu penelitian untuk mengetahui upaya yang di lakukan oleh RA
Darul Ma’arif Pringapus Semarang untuk mengoptimalkan potensi
pembelajaran quantum playing untuk meningkatkan kreatifitas anak sesuai
dengan pola pikir anak yang gemar bermain namun ada sisipan keilmuwan
dan juga dalam bidang keagamaan yang sebagai cover di RA Darul
Ma’arif Pringapus Semarang.
RA. Darul Ma’arif Pringapus Kab. Semarang adalah taman kanak-
kanak yang berada di kabupaten Semarang tepatnya di desa Pringapus
dimana penelitian ini dilaksanakan.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan bentuk pertanyaan yang dapat memandu
peneliti untuk mengumpulkan data di lapangan.22
Uraian latar belakang masalah tersebut dapat penulis rumuskan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan strategi pembelajaran quantum playing di
Roudhotul Athfal Darul Maarif Pringapus Kab. Semarang tahun pelajaran
2010/2011?
2. Bagaimana kreatifitas peserta didik di Roudhotul Athfal Darul Maarif
Pringapus Kab. Semarang tahun pelajaran 2010/2011?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui atau mendapatkan informasi tentang penerapan dari strategi
pembelajaran quantum playing di Roudhotul Athfal Darul Maarif
Pringapus Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011.
2. Mengetahui keefektifan penerapan strategi pembelajaran quantum playing
pada peningkatan kreatifitas anak di Roudhotul Athfal Darul Maarif
Pringapus Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011.
22 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D),
(Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 288.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
Penelitian ini pada dasarnya bukan penelitian yang baru, karena
sebelum ini, sudah banyak mengkaji obyek yang sama. Namun tentu saja
ada perbedaan penekanannya, dengan penelitian ini mencakup dan
membahas dari beberapa permainan yang dirangkum dalam quantum
playing untuk mengembangkan nilai-nilai agama.
Dalam telaah pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan beberapa
karya yang ada relevansinya dengan judul skripsi Penerapan Strategi
Pembelajaran quantum playing Untuk Meningkatkan Kreatifitas Anak di
RA Darul Ma’arif Pringapus Kab. Semarang. Beberapa karya itu antara
lain sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, berjudul, “Lengkapi Anak
dengan Tiga Kecerdasan : IQ, EQ dan SQ ” disusun oleh DR.dr.Taufiq
Pasiak,M.Pd.I,M.Kes. Dalam penelitian ini penulis membahas secara
teoritis tentang pendidik yang profesional dan bermakna, karena tugas
kemanusiaan pendidik adalah berusaha membelajarkan para peserta didik
untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang
dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna
(Meaningful Learning) (SQ), menyenangkan (Joyful Learning) (EQ) dan
menantang atau problematis (problematical Learning) (IQ), sehingga pada
gilirannya dapat dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang
cageur, bageur, bener, tur pinter.
Skripsi Zainal Arifin, tentang ” PAI pada anak usia dini prasekolah
( studi tentang metode pengajaran di TK Hj. Isriati Semarang)” yang
membahas, meneliti tentang penerapan dan relevansi metode-metode
pengajaraan PAI di TK yang berkaitan bengan tujuan, materi,
perkembangan anak didik dan situasi proses belajar mengajar khususnya di
TK Hj. Isriati Baiturrahman Semarang.
11
Skripsi penulis sendiri, yang berjudul Penerapan pembelajaran
strategi quantum playing untuk meningkatkan kreatifitas anak, meskipun
memiliki kesamaan dengan karya-karya penulis dan atau peneliti
sebelumnya yakni masing-masing dalam lembaga pendidikan. Namun
secara prinsipil memiliki perbedaan, yakni pada fokus pelaksanaan.
Penulis sengaja fokuskan pelaksanaan quantum playing pada pembelajaran
di RA Darul Maarif Pringapus kabupaten Semarang. Salah satu yang
berkembang di Pringapus, dan sekarang menggunakan metode quantum
playing sebagai metode pembelajaran anak didik di sana. Meskipun
berbeda, diharapkan skripsi penulis dapat menambah kontribusi dalam hal
peningkatan kualitas pendidikan terutama dalam pemilihan metode yang
tepat pada anak usia dini.
B. Kerangka Teoritik
1. Pengertian Strategi Pembelajaran Quantum Playing
Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata yaitu strategi dan
pembelajaran. Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata
kerja dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos, merupakan
gabungan kata “stratos” (militer) dengan “ago” (memimpin). Sebagai kata
kerja, stratego berarti merencanakan (to plan). Konsep strategi semula
hanya diterapkan dalam kemiliteran dan dunia politik kemudian
berkembang banyak diterapkan pula dalam bidang manajemen, dunia
usaha, pengadilan dan pendidikan.
Menurut Mintzberg dan Waters mengemukakan bahwa strategi
adalah pola umum tentang keputusan atau tindakan (strategies are realized
as patterns in streams of decisions or actions). Hardy, Langley, dan Rose
dalam bukunya Sudjana mengemukakan Strategy is perceived as a plan or
a set of explicit intention proceeding and controlling actions (strategi
dipahami sebagai rencana atau kehendak yang mendahului kegiatan).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa
strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja
12
untuk melakukan kegiatan atau tindakan.23 Strategi mencakup tujuan
kegiatan, siapa, yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan,
dan sarana penunjang kegiatan.
أطرأ على خرية سابقة فيحدث تغيريانّ التعلم هو تغيري ىف ذهن املتعلم ي ٢٤6 جديدا
“sesungguhnya belajar merupakan perubahan di dalam orang yang
belajar (murid) yang terdiri atas pengalaman lama, kemudian menjadi
perubahan baru”
خة عنها تصدر االفعال بسهولة اخللق عبارة عن هيئة ىف النفس راساىل فكرورؤية ٢٥ويسرٍ من غري حاجة
“Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang dari sifat itu timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan
fikiran lebih dahulu”
Pembelajaran merupakan kata dasar belajar mendapat awalan pe
dan an. Belajar Menurut Cronbach dalam bukunya Educational
Phsycology mengatakan: “Learning is shown by a change in behavior as
result of experience”.26 Clifford T. Morgan dalam bukunya Intraduction to
psychology mengatakan: Learning ia any relatifely permanent change in
behavior which occurs as a result of experience or practice.27 Sedang
pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik
melakukan kegiatan belajar. Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran disebut strategi pembelajaran. Tujuan strategi
pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan belajar
yang dilakukan peserta didik, pihak-pihak yang terlibat dalam
23 Sudjana, Strategi Pembelajaran, hlm. 5-6.
24 Sholeh Abdul Aziz, At Tarbiyah Wat Turuqut Tadris, (Mesir: Darul Ma’arif, t.th), Juz I, hlm. 169.
25 Al Imam Al Ghozali, Ihya’ Ulumiddin juz Jilid III, (Bairut : Dar Al-fikr, tt), hlm. 70 26 Lee, J. Cronbach, Educational Phsycology, (Brance and company: New York, Chicago,
1915), hlm. 47. 27 Clifford T. Morgan, Intraduction to psycology, (New York: Grow Hill, 1971), hlm. 63.
13
pembelajaran adalah pendidik, serta peserta didik yang berinteraksi
edukatif antara satu dengan yang lainnya. Isi kegiatan adalah bahan atau
materi belajar yang bersumber dari kurikulum suatu program pendidikan.
Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau tahapan yang dilalui pendidik
dan peserta didik dalam pembelajaran. Sumber pendukung kegiatan
pembelajaran mencakup fasilitas dan alat-alat bantu pembelajaran. Jadi
strategi pembelajaran mencakup penggunaan pendekatan, metode dan
teknik, bentuk media, sumber belajar, pengelompokan peserta didik, untuk
mewujudkan interaksi edukasi antara pendidik dengan peserta didik, antar
peserta didik, dan antara peserta didik dengan lingkungannya, serta upaya
pengukuran terhadap proses, hasil, atau dampak kegiatan pembelajaran.28
Selanjutnya mengenai quantum playing, sebelum mendefinisikan
istilah quantum playing terlebih dahulu peneliti akan mengenalkan sejarah
dan akar kata quantum sendiri. Dalam literatur kamus, kata quantum
berarti banyaknya sesuatu, secara mekanik berarti studi tentang gerakan.
Sedang menurut Agus Nggermanto dalam bukunya quantum quotient
menceritakan bahwa pada awalnya, istilah quantum hanya digunakan oleh
pakar fisika modern menjelang abad 20. kemudian berkembang secara luas
merambat ke bidang-bidang kehidupan manusia lainnya. Salah satunya
quantum digunakan dalam bidang pembelajaran-learning yang dikenal
dengan sebutan Quantum Learning.29
Akhir abad ke-19 masehi penduduk bumi dicekam rasa takut luar
biasa. Bencana ultraviolet mengancam kehidupan manusia. Bencana ini
diungkapkan oleh peneliti Rayleigh-Jeans. Dia menjelaskan bahwa energi
radiasi berbanding lurus dengan kuadrat frekuensi gelombang, sehingga
makin naik frekuensi, semakin naik pula energi radiasinya secara kuadrat.
Sebagai contoh bila frekuensi gelombang kita naikkan dua kali maka
energinya akan naik menjadi dua kuadrat kali alias empat kali. Pada hal
gelombang ultraviolet memiliki frekuensi yang amat tinggi (sekitar 108
28 Sudjana, Strategi Pembelajaran, hlm. 6.
29 Agus Nggermanto, Quantum Quotient, (Bandung: Nuansa, 2005), hlm. 22-23.
14
Hz). Energi radiasi ultraviolet ini sangat besar dan mampu
menghanguskan benda-benda yang diterpanya. Tetapi beruntunglah dunia
dengan kehadiran tokoh piawai waktu itu. Dialah Max Planck pencetus
pertama teori fisika quantum. Planck dengan gigih melakukan penelitian
energi radiasi (benda hitam). Dia berpikir keras bagaimana cara
menanggulangi bencana ultraviolet yang mencekam. Akhirnya, Planck
menemukan rumus radiasi yang sahih. Rumus ini dapat menanggulangi
bencana ultraviolet.
Setelah melakukan penelitian secara intens, akhirnya dia
menemukan jawabannya, dia menemukan bahwa untuk memperoleh total
energi dalam bentuk yang benar, satu energi harus sebanding dengan
frekuensi osilator, e = hf (disebut sebagai quanta atau quantum), f adalah
frekuensi dan h adalah tetapan yang kecil sekali, mendekati nol.
Bagaimanapun, fisika quantum telah lahir. Selanjutnya kita bandingkan
fisika quantum dengan quantum learning. Fisika quantum telah
menyelamatkan dunia dari bencana ultraviolet.30 Lalu quantum learning
menyelematkan apa? Tak mau kalah dengan fisika quantum, Quantum
Learning berperan menyelamatkan generasi muda dan tua dari bencana
ultrasekolah.
Dalam bidang pendidikan tokoh utama di balik pembelajaran
Quantum adalah Bobbi DePorter, Namun sebenarnya menurut DePorter
dan Mike Hernacki, bahwa istilah Quantum berakar dari upaya Dr. Georgi
Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen
dengan apa yang disebutnya dengan “suggestology” atau “suggestopedia”
(yang menurut sebagian orang memicu seluruh gerakan Accelerated
Learning). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi
hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif
ataupun negatif. Beberapa teknik yang digunakannya untuk memberikan
sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang
30 Sudjana, Strategi Pembelajaran, hlm. 23-24.
15
musik latar di dalam ruang kelas, meningkatkan partisipasi individu,
menggunakan poster-poster untuk memberikan kesan besar sambil
menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik
dalam seni pengajaran sugesti.31
Pada tahap awal perkembangannya, pembelajaran Quantum
terutama dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup
dan karier para remaja di rumah atau ruang-ruang rumah, tidak
dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk mencapai
keberhasilan lebih tinggi di sekolah atau ruang-ruang kelas. Lambat laun,
orang tua para remaja juga meminta kepada DePorter untuk mengadakan
program program pembelajaran kuantum bagi mereka. “ Mereka telah
melihat hal yang telah dilakukan Quantum Learning pada anak-anak
mereka, dan mereka ingin belajar untuk menerapkan teknik dan prinsip
yang sama dalam hidup dan karier mereka sendiri – perusahaan komputer,
kantor pengacara, dan tentu agen-agen real estat mereka. Demikian
lingkaran ini terus bergulir”, papar DePorter dalam Quantum Business.
Demikianlah, metode pembelajaran kuantum merambah berbagai tempat
dan bidang kegiatan manusia, mulai lingkungan pengasuhan di rumah
(parenting), lingkungan bisnis, lingkungan perusahaan, sampai dengan
lingkungan kelas (sekolah).
Sebenarnya pembelajaran Quantum merupakan falsafah dan
metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus
diperuntukkan bagi pengajaran di sekolah. Falsafah dan metodologi
pembelajaran kuantum yang telah dikembangkan, dimatangkan, dan diuji
cobakan tersebut selanjutnya dirumuskan, dikemukakan, dalam Quantum
Learning.
Dalam perkembangannya istilah Quantum merambah ke berbagai
bidang kehidupan manusia. Salah satu di antara istilah quantum yang
digunakan dalam bermain (Quantum Playing) yang diterapkan di taman
31 Bobby DePorter, Quantum Learning, (Bandung: Kaifa, 2008), hlm. 14.
16
kanak-kanak. Quantum Playing terdiri dari dua kata yaitu: quantum dan
playing, istilah quantum dapat dipahami sebagai “interaksi yang mengubah
energi menjadi pancaran cahaya yang dahsyat”. secara aplikatif dalam
konteks belajar, quantum dapat dimaknai sebagai “interaksi yang terjadi
dalam proses belajar niscaya mampu mengubah pelbagai potensi yang ada
dalam diri manusia menjadi pancaran atau ledakan gairah (dalam
memperoleh hal-hal baru) yang dapat ditularkan (ditunjukkan) kepada
orang lain”.32
Sedang playing merupakan kata kerja dari bahasa inggris play,
mendapat suffik –ing. Penambahan ing dalam kata bahasa inggris yang
lazim pada simple present continous tense. Playing dalam bahasa
Indonesia berarti bermain. Bermain merupakan suatu aktifitas. Bermain
menurut Gallahue adalah suatu aktifitas yang langsung dan spontan
dimana seorang anak menggunakan orang lain atau benda-benda di
sekitarnya dengan senang, suka rela dan dengan imajinatif, menggunakan
perasaannya, tangannya atau seluruh anggota tubuhnya.33
J. Piaget mengartikan bermain sebagai kegiatan yang dilakukan
berulang-ulang demi kesenangan. Sependapat dengan J. Piaget, Karl
Buhker berpendapat bahwa bermain adalah kegiatan yang menimbulkan
kenikmatan, dan kenikmatan itu menjadi rangsangan bagi pelakunya.34
Montessori mengartikan kegiatan bermain sebagai latihan jiwa dan badan
demi kehidupan anak di masa depan. Berbagai permainan yang dilakukan
anak merupakan latihan atas berbagai tugas dan fungsi yang akan dijalani
di waktu yang akan datang.35
Menurut Soemiarti Patmonodewo kegiatan bermain terbagi
perumusan kembali, kerincian (elaborasi) dalam pemikiran dan gagasan
b. David Campbell.
Menyatakan bahwa kreatifitas adalah suatu kemampuan untuk
menciptakan, hasil yang sifatnya, inovatif, belum ada sebelumnya,
menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat.
c. Rotherberg
Kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan ide atau
gagasan dan solusi yang baru dan berguna untuk memecahkan masalah
dan tantangan yang dalam kehidupan sehari-hari.
d. Utami Munandar
Mengemukakan tiga bentuk rumusan kreatifitas. Pertama
kreatifitas diartikan sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi
baru, berdasarkan data dan informasi. Kedua, kreatifitas, sebagai
kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan
banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, yang ditekankan
pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Ketiga,
kreatifitas sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran,
kelenturan, keaslian, dan kerincian gagasan atau pemikiran.43
e. Rogers
Mendefinisikan kreatifitas sebagai proses munculnya hasil-hasil
baru kedalam suatu tindakan.
f. Drevdahl
43 Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanak dan
Sekolah Dasar, hlm. 9.
28
Mendefinisikan kreatifitas sebagai kemampuan untuk
memproduksi komposisi dan gagasan baru yang dapat berwujud
aktifitas imajinatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan
pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang
dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.44
g. Barron.
Kreatifitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru. sesuatu yang baru disini bukan berarti harus sama sekali baru,
tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada
sebelumnya.
Dengan demikian kreatifitas merupakan kemampuan untuk
mencipta produk baru, ciptaan itu tidak seluruhnya baru, mungkin saja
kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya.
Kreatifitas mempunyai ciri-ciri non kecakapan seperti rasa ingin tahu,
senang mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan selalu ingin mencari
pengalaman baru.45
2. Tahap-tahap Kreatifitas.
Proses kreatif berlangsung mengikuti tahap-tahap tertentu. Tidak
mudah mengidentifikasikan secara persis pada tahap manakah suatu proses
kreatif itu sedang berlansung. Wallas Solso mengemukakan empat tahapan
proses kreatif, yaitu:
a. Persiapan (preparation)
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau
data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha
menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk
44 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-5, hlm. 42.
45 Conny R Semiawan et. al., Memupuk Bakat dan Kreatifitas Siswa Sekolah Menengah, hlm. 7.
29
memecahkan masalah itu. Pada tahap ini masih amat diperlukan
pengembangan kemampuan berpikir divergen.
b. Inkubasi (incubation)
Pada tahap ini, proses pemecahan masalah “ dierami ” dalam alam
prasadar, individu seakan-akan melupakannya. Jadi, pada tahap ini
individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari
masalah yang dihadapinya dalam pengertian tidak memikirkannya
secara sadar melainkan “mengendapkannya” dalam alam prasadar.
Proses Inkubasi ini dapat berlansung lama(berhari-hari tau bahkan
bertahun-tahun) dan juga bisa sebentar (beberapa jam saja) sampai
timbul inspirasi atau gagasan untuk pemecahan masalah.
c. Iluminasi (illumination).
Tahap ini sering disebut sebagai tahap timbulnya insight. pada
tahap ini sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta
proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya
inspirasi atau gagasan baru. Ini timbul stelah diendapkan dalam waktu
yang lama atau juga bisa sebentar pada tahap inkubasi.46
d. Verifikasi (verification).
Pada tahap ini gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis
dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. pada tahap ini,
pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen.
3. Ciri-ciri Kreatifitas
Kreatifitas merupakan kemampuan berpikir seseorang untuk
melahirkan gagasan yang lancar, luwes, rinci, baru dan asli. Menurut
Robert J. Sternberg seseorang anak dikatakan memiliki kreatifitas di kelas,
jika mereka senantiasa menunjukkan:
a. Merasa penasaran dan memiliki rasa ingin tahu.
b. Memiliki kemapuan berpikir lateral dan mampu membuat hubungan-
hubungan yang baru diluar hubungan yang lazim.
46 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-5, hlm. 51.
30
c. Melihat sesuatu dengan pandangan yang berbeda.
d. Mengeksplorasi berbagi pemikiran dan pilihan.
e. Merefleksikan secara kritis atas setiap gagasan.47
Utami Munandar mengemukakan ciri-ciri kreatifitas, antara lain :
a. Senang mencari pengalaman baru.
b. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit.
c. Memiliki inisiatif
d. Memiliki ketekunan yang tinggi
e. Cenderung kritis terhadap orang lain.
f. Percaya kepada sendiri.
g. Mempunyai rasa humor.
h. Memiliki rasa keindahan.
i. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
Sedangkan Torrance mengemukakan karakteristik kreatifitas
sebagai berikut:
a. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
b. Tekun dan tidak mudah bosan
c. Percaya diri dan mandiri
d. Merasa tertantang oleh kemajemukan dan kompleksitas.
e. Berani mengambil resiko.
f. Berpikir divergen.
4. Peningkatan Kreatifitas Anak
Kreatifitas merupakan kemampuan untuk mencipta produk baru,
ciptaan itu tidak seluruhnya baru, mungkin saja kombinasinya, sedangkan
unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya. Kreatifitas mempunyai ciri-ciri
nonkecakapan seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan
47Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik, hlm. 52-53.
31
pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman baru.48 Berikut unsur-
unsur dalam kreatifitas:
a. Kemampuan Berpikir Mencipta.
Dalam pengembanganya kreatifitas memerlukan pikiran yang
berdaya dalam arti menghindarkan diri dari jebakan keadaan, namun
menjadi imajinatif dalam upaya menemukan sebuah jalan keluar atas
sebuah permasalahan atau dalam upaya untuk memiliki rasa memiliki
atas sebuah teka-teki.49 Lebih lanjut Elliot memaparkan bahwa
imajinasi dan kreatifitas adalah sama, karenanya dapat dikatakan bahwa
pemecahan masalah masuk dalam imajinasi dalam upaya melihat
kemungkinan-kemungkinan.50 Pikiran untuk mencipta merupakan
esensi dari kreatifitas, sebagaimana Gardner menyebut bahwa pikiran
untuk mencipta adalah sebuah frase yang mengandung dinamisme dan
cakupan yang jelas.
b. Berpikir untuk Pemecahan Masalah.
Sebagaimana diutarakan diatas bahwa kreatifitas melibatkan
imajinasi dalam berbagai situasi yang dialami, yaitu tidak puas dengan
apa yang sudah ada, namun mengupayakan kemungkinan-kemungkinan
lain yang mungkin termasuk sesuatu belum kita ketahui. Sebagaimana
dikemukakan Peneliti Amerika Csikszentmihalyi yang memandang
kreatifitas sebagai persoalan pemecahan masalah dan penemuan
masalah.51
48 Conny R Semiawan dkk., Memupuk Bakat dan Kreatifitas Siswa Sekolah Menengah,
(Jakarta: Gramedia, 1984), hlm. 7.
49 Anna Craft, Creativity Across the Primary Curriculum, Alih Bahasa M.Chairul Annam, Membangun Kreatifitas Anak, (Depok: Inisiasi Press, 2000), hlm. 2.
50Anna Craft, Creativity Across the Primary Curriculum, Alih Bahasa M.Chairul Annam, Membangun Kreatifitas Anak, hlm. 11.
51 Anna Craft, Creativity Across the Primary Curriculum, Alih Bahasa M.Chairul Annam, Membangun Kreatifitas Anak, hlm. 53.
32
Dalam memperkenalkan proses pemecahan masalah pada anak
kecil, kita harus menggunakan materi yang dekat dengan kehidupannya.
Beberapa proses yang harus dikembangkan adalah:
1. Tahap orientasi, siswa diminta mendaftar proyek yang ingin
dikerjakan secara kelompok atas masalah di dalam kelas yang
mereka rasakan perlu dipecahkan. Guru dapat memilih satu topik
atau masalah untuk dibahas bersama, bergantung pada situasi
kelasnya.
2. Tahap persiapan, tahapan ini berkaitan dengan fakta yang telah
diketahui dan informasi yang masih diperlukan. Hal tersebut penting
untuk membahas bersama perbedaan antara fakta dan pendapat, fakta
dan dugaan, fakta dan desas-desus, kemudian meminta siswa untuk
melihat sub-masalah yang mereka ungkapkan dan menentukan mana
yang fakta.s
3. Tahap penggagasan, siswa diminta mengemukakan pertanyaan
kreatif dari sub-masalah yang mereka temukan atau dari informasi
faktual.
4. Tahap penilaian, siswa diminta memunculkan kriteria atas gagasan
mereka. Ketika mengajukan setiap kriteria gunakan pernyataan
“dampaknya terhadap”, hal ini membantu siswa memahami arti
kriteria.
5. Tahap pelaksanaan, dalam melaksanakan gagasan terbaik siswa
perlu merancang rencana tindakan, yaitu menentukan apa yang harus
pertama dilakukan, bagaimana membagi tanggung jawab, dan
memberikan pengalaman yang bermakna bagi mereka.52
c. Model Pembelajaran Kreatif.
Dalam pengembangan kurikuilum, model-model dapat digunakan
untuk menentukan materi (konten) pembelajaran dan metode-metode
dalam pencapaian materi tersebut, dalam arti bahwa model memberikan
52 Utami Munandar, Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 212-213.
33
kerangka untuk menentukan pilihan. Dengan menguasai berbagai model
bermanfaat dalam situasi pembejaran tertentu.
Talents dan Taylor mengemukakan bahwa tidak hanya bakat
akademis yang perlu dipupuk dan dihargai dalam sekolah, dalam
modelnya dapat dibedakan enam talenta yang dapat dikembangkan di
sekolah. Seperti yang tertuang dalam curriculum guide, program
disusun untuk mengajar konten akademik, kreatifitas, ketrampilan
merencanakan, komunikasi, prediksi, dan pengambilan keputusan.
Kreatifitas sebagai kemampuan untuk melihat atau memikirkan
hal-hal yang luar biasa, yang tak lazim, memadukan informasi yang
tampaknya tidak berhubungan dan mencetuskan solusi-solusi baru atau
gagasan-gagasan baru, yang menunjukkan kelancaran, kelenturan, dan
orisionalitas dalam berpikir.
Merencanakan mencakup elaborasi yang mempertimbangkan
rincian dalam melaksanakan sesuatu. Menyusun atau mengorganisasi
bahan, waktu, dan tenaga. Komunikasi meliputi kelancaran dengan kata
dalam ekspresi (ungkapan) dan dalam asosiasi. Prediksi membutuhkan
antisipasi konseptual, kesadaran sosial, dan menganalisis kriteria yang
berhubungan.
Pengambilan keputusan meliputi evaluasi eksperimental, evaluasi
logis dan pertimbangan.53 Sehubungan pengembangan kreatifitas anak,
perlu meninjau empat aspek dari kreatifitas, diantaranya:
1) Penyediaan ruang untuk mencipta
Pengembangan kreatifitas memerlukan komitmen atas ruang
baik secara fisik maupun konsep. Tampilan ruang kelas, materi dari
tiap aktivitas serta lingkungan pembelajaran. Dalam ruang kelas
tersedia media pembelajaran yang mendukung anak berpikir secara
independen disetiap wilayah kurikulum, yaitu dengan kemudahan
53 Utami Munandar, Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat, hlm. 168.
34
mengakses materi-meteri, buku, komputer, atlas, permainan (games),