PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING DENGAN METODE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING) PADA MATA PELAJARAN EKONOMI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X AKSELERASI SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Oleh: SETIYA PUTRI AMBARWATI K 7406028 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
84
Embed
PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING DENGAN …/Penerap… · Kurangnya perhatian guru dalam meningkatkan kerja sama antar siswa dalam ... tugas proyek berbasis ... belajar siswa. Model
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING DENGAN METODE
PETA PIKIRAN (MIND MAPPING) PADA MATA PELAJARAN
EKONOMI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SISWA KELAS X AKSELERASI SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN
PELAJARAN 2009/2010
Oleh:
SETIYA PUTRI AMBARWATI
K 7406028
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah kunci perbaikan kualitas SDM sehingga perbaikan
kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Kebijakan di bidang
pendidikan harus melakukan terobosan secara konsisten dan berkelanjutan.
Indonesia harus segera melakukan strategi baru dalam memperbaiki dan
meningkatkan kualitas bangsa melalui pendidikan yang berkualitas sehingga
diharapkan mampu menghasilkan manusia-manusia yang unggul, cerdas dan
kompetitif. Perbaikan kualitas pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh oleh
semua pihak baik pemerintah, guru, peserta didik, maupun orangtua siswa. Salah
satu aspek yang mempengaruhi kualitas pendidikan adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran penting untuk diperhatikan karena dengan model
pembelajaran yang tepat dapat membawa dampak positif dalam menciptakan
proses pembelajaran yang berkualitas dan hasil belajar yang optimal sehingga
berujung pada perbaikan kualitas pendidikan yang lebih baik.
Sejak Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) disahkan, secara otomatis peran guru harus berubah sesuai
tuntutan kurikulum yang telah diberlakukan. Dalam pasal 20b disebutkan bahwa:
”Guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik
dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni”. Berdasarkan pasal tersebut, guru perlu
memiliki kreatifitas agar dapat membuat suasana kelas dan pembelajaran menjadi
nyaman, menyenangkan, dan bermakna sehingga siswa merasa belajar merupakan
sesuatu yang menarik dan ditunggu-tunggu.
Pendidikan dapat ditempuh melalui jalur pendidikan formal dan informal.
Pendidikan formal di Indonesia dimulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi. SMA Negeri 1 Surakarta merupakan salah satu sekolah
menengah atas negeri di Kota Surakarta yang memiliki prestasi yang baik.
Sekolah ini mengajarkan dua bidang ilmu, yaitu Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Salah satu kompetensi dari Ilmu Sosial yang diberikan di
Sekolah Menengah Atas adalah Ekonomi, yang diberikan di kelas X-RSBI, X-
Aksel, XI Ilmu Sosial dan XII Ilmu Sosial. Ekonomi merupakan mata pelajaran
inti sehingga siswa dituntut memiliki hasil belajar yang tinggi agar mampu
bersaing untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Observasi peneliti menunjukkan bahwa kondisi pembelajaran mata
pelajaran ekonomi di SMA Negeri 1 Surakarta cenderung masih bersifat
konvensional, guru memberi penjelasan dan siswa mencatat disertai tanya jawab
seperlunya kemudian dilanjutkan dengan latihan soal atau tugas. Penggunaan
metode ceramah dalam pembelajaran masih sangat dominan. Penggunaan metode
konvensional ini dapat menghambat daya kritis siswa karena segala informasi
yang disampaikan guru biasanya diterima secara mentah tanpa dibedakan apakah
informasi itu salah atau benar, dipahami atau tidak. Dengan demikian, sulit bagi
siswa untuk mengembangkan kreativitas yang dimilikinya secara optimal. Proses
pembelajaran demikian membuat sebagian besar siswa kurang berminat dalam
belajar ekonomi.
Situasi dan kondisi pembelajaran tersebut berpengaruh pada tingkat
pencapaian hasil belajar siswa yang rendah, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1
berikut ini:
Tabel 1. Rata-rata Nilai Ujian Semester 1 Mata Pelajaran Ekonomi
Kelas X Akselerasi
No. Kelas Rata-rata Nilai Ujian Semester 1
Mata Pelajaran Ekonomi
1. X Aksel 1 68
2. X Aksel 2 64
Sumber: Data Primer SMA Negeri 1 Surakarta TP 2009/2010
Berdasarkan data di atas, peneliti menetapkan kelas X Aksel 2 sebagai subjek
penelitian karena di kelas tersebut terdapat masalah mengenai hasil belajar siswa.
Batas nilai ketuntasan di SMA Negeri 1 Surakarta adalah 75 namun rata-rata nilai
Ujian Akhir Semester I mata pelajaran ekonomi siswa di kelas X Aksel 2 hanya
64. Siswa-siswi akselerasi adalah siswa-siswi luar biasa yang memiliki tingkat
prestasi terbaik dari proses seleksi yang telah dilakukan namun siswa yang
dinyatakan tidak tuntas dalam Ujian Akhir Semester di kelas tersebut berjumlah
16 siswa dari 28 siswa atau jika diprosentasekan sebesar 57,14%.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas X Aksel 2
mengenai pembelajaran ekonomi pada kelas mereka dapat disimpulkan bahwa
adanya permasalahan hasil belajar tersebut disebabkan oleh:
1. Berdasarkan substansi materi, ekonomi merupakan pelajaran yang lebih
didominasi oleh materi yang sifatnya hafalan. Jika model pembelajaran yang
diterapkan bersifat konvensional akan menjadikan siswa hanya sebagai ”mesin
penghafal” yang masa pengingatnya bersifat jangka pendek. Padahal hasil
akhir dari pembelajaran yang diharapkan adalah siswa tidak hanya hafal akan
materi yang disampaikan namun siswa dapat memahaminya secara
menyeluruh. Oleh karena itu, untuk membentuk pemahaman yang sifatnya
jangka panjang diperlukan pembelajaran yang bermakna sehingga mengena
pada diri masing-masing siswa.
2. Kurangnya perhatian guru dalam meningkatkan kerja sama antar siswa
dalam proses pembelajaran, terutama dalam melatih keterampilan proses
pembelajaran, sehingga siswa masih bersifat individual dalam belajar.
3. Penyediaan fasilitas pembelajaran berupa sarana dan prasarana pada sekolah
ini sudah sangat baik. Hal ini terlihat dari tersedianya AC, komputer, dan LCD
yang ada pada masing-masing kelas sehingga harapannya kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan dengan lancar dan memperoleh hasil yang optimal.
Pada kenyataannya guru belum menggunakan sarana dan prasarana yang
tersedia dengan optimal, hal ini terbukti dengan sistem pembelajaran yang
diterapkan belum menggunakan komputer dan LCD sebagai alat bantu
pengembangan pembelajaran.
Banyak model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran, misalnya model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran kuantum, model pembelajaran terpadu, dan model
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Adanya permasalahan
hasil belajar tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan
standar kompetensi dan efektif untuk proses pembelajaran yang bermakna dan
menyenangkan, salah satu model yang tepat untuk diterapkan adalah model
Quantum Learning.
Model Quantum Learning merupakan model pembelajaran yang membuat
proses belajar menjadi sederhana (simple), menyenangkan (fun), dan efektif.
Model pembelajaran ini diharapkan dapat melahirkan siswa-siswa yang tidak
hanya memiliki keterampilan akademis, tetapi juga memiliki ketrampilan hidup
(life skill). Kelas diibaratkan sebagai sebuah konser musik yang menyingkirkan
hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah, dengan sengaja
menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling (ruang kelas) dengan
berbagai poster, dan melibatkan peran aktif seluruh siswa. Seperti sebuah konser
musik, semua siswa harus memainkan perannya masing-masing dengan terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat mengingat materi
pelajaran yang diberikan dalam waktu yang lama (ingatan jangka panjang) dengan
menggunakan berbagai asosiasi, mengetahui berbagai keterkaitan dan memahami
konsepnya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pembelajaran harus menciptakan lingkungan belajar yang mendorong
seoptimal mungkin berkembangnya potensi diri. Kelas harus mempresentasikan
masyarakat kecil, di mana siswa berinteraksi. Bentuk-bentuk kegiatan belajar
kolaboratif, bekerja dengan kelompok (team) dalam melakukan eksplorasi alam,
inkuiri dan tugas-tugas proyek berbasis masalah, merupakan aktivitas belajar yang
dapat menghidupkan kelas dan memberi kontribusi terhadap pembentukan
kepribadian anak secara utuh.
Pembelajaran ekonomi akan lebih menarik jika disajikan dalam suatu
bentuk pembelajaran interaktif yang menyenangkan dalam upaya meningkatkan
hasil belajar siswa. Salah satunya adalah dengan model Quantum Learning yang
menggunakan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) agar dalam mempelajari
materi, siswa tidak terpaku pada hafalan yang sifatnya sesaat. Dengan variasi
simbol, warna, dan bentuk yang ada pada peta pikiran (mind mapping) diharapkan
siswa dapat lebih mudah mengingat dan memahami materi sehingga pembelajaran
bermakna dapat tercapai. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul ”Penerapan Model
Quantum Learning dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) pada Mata
Pelajaran Ekonomi sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X
Akselerasi SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010”
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Belum diterapkannya beberapa model pembelajaran yang dapat
mempermudah pemahaman siswa terhadap materi melalui kegiatan yang
menarik dan dapat meningkatkan konsentrasi siswa.
2. Guru masih dominan dalam pembelajaran karena masih menerapkan model
pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) dari pada berpusat pada
siswa (student centered).
3. Proses pembelajaran yang diterapkan belum menggunakan sarana dan
prasarana secara optimal.
4. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan,
padahal penerapan metode pembelajaran konvensional kurang efektif dalam
kegiatan belajar mengajar.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah perlu dilakukan guna memperoleh kedalaman kajian
untuk menghindari perluasan masalah. Subjek dari penelitian ini adalah siswa
kelas X Aksel 2 SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Objek dari
penelitian ini meliputi:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah Model Quantum Learning
dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping).
2. Hasil belajar siswa yaitu berkenaan dengan nilai kognitif mata pelajaran
ekonomi yang dicapai siswa melalui tes hasil belajar formatif.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Apakah penerapan model
Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) pada mata
pelajaran ekonomi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X Akselerasi
SMA Negeri 1 Surakarta?”.
Definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model Quantum Learning merupakan kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh
proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta
membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
2. Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) merupakan metode pembelajaran yang
memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam
diri seseorang.
3. Hasil belajar merupakan salah satu indikator siswa dalam menguasai dan
memahami pelajaran yang dilihat dari aspek kognitif, afektif dan psikomotoris
namun ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi
pengajaran.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian disini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan dalam rumusan masalah di atas. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
meningkatkan hasil belajar siswa melalui model Quantum Learning dengan
metode Peta Pikiran (Mind Mapping) pada mata pelajaran ekonomi kelas X
Akselerasi SMA Negeri 1 Surakarta.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian yang dapat dijadikan
dasar penelitian lebih lanjut.
b. Memberikan manfaat untuk mendukung teori-teori di bidang pendidikan
tentang penggunaan model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran
(Mind Mapping) .
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa :
Siswa termotivasi sehingga senang belajar Ilmu Pengetahuan Sosial,
khususnya mata pelajaran Ekonomi dan dapat memperoleh pengalaman
belajar.
b. Bagi Guru
Memberikan masukan bagi guru untuk menerapkan model Quantum
Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) dalam proses belajar
mengajar di kelas sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
c. Bagi Sekolah
1) Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merealisasikan
tujuan pembelajaran bagi siswa dan juga sebagai bahan pertimbangan
untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
2) Memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran dan
peningkatan mutu proses pembelajaran.
d. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang penggunaan model
Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) serta
pengaruh dan perkembangan siswa setelah penggunaan model Quantum
Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping).
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Ilmu pengetahuan yang ada sekarang tidak lepas dari pengetahuan yang
ada sebelumnya. Penelitian ilmiah pada hakikatnya merupakan alat untuk
mendapatkan pengetahuan baru ataupun menguji pengetahuan yang telah ada.
Agar dapat diketahui bagaimana hubungan dan dimana posisi pengetahuan yang
diperoleh dari penelitian, dalam kaitannya dengan pengetahuan yang telah ada,
perlu dilakukan kajian terhadap bahan pustaka yang relevan dengan topik
masalah.
1. Hakikat Model Quantum Learning
a. Definisi Model Pembelajaran
Winataputra dalam Sugiyanto (2008: 7) mengemukakan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pencanang
pembelajaran dan para pengajar dalam mencanangkan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran.
b. Jenis-jenis Model Pembelajaran
Sugiyanto (2008: 7-15) mengemukakan bahwa ada banyak model
pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha
mengoptimalkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran tersebut antara lain
terdiri dari:
1) Model Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang
mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa. Pembelajaran ini juga mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan
keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan baru ketika siswa belajar.
2) Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
3) Model Pembelajaran Kuantum
Model pembelajaran kuantum merupakan rakitan dari berbagai teori atau
pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi yang jauh
sebelumnya sudah ada.
4) Model Pembelajaran Terpadu
Model pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang
memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif
mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik.
Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa
pokok bahasan.
5) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning – PBL)
Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning – PBL)
merupakan pembelajaran yang mengambil psikologi kognitif sebagai
dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang
dikerjakan siswa tetapi pada apa yang siswa pikirkan selama mereka
mengerjakannya. Guru memfungsikan diri sebagai pembimbing dan
fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berfikir dan menyelesaikan
masalahnya sendiri.
c. Model Quantum Learning
Akhmad Sudrajat (2008: 1) mengemukakan, ”Quantum Learning ialah
kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam
pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang
menyenangkan dan bermanfaat”. Dalam Quantum Learning, beberapa teknik
yang dipakai merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah
populer dan umum digunakan. Namun, teknik tersebut dikembangkan yang
sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan
bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas.
Bobby DePorter (2007: 14) mengatakan bahwa Quantum Learning
berakar dari upaya Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan
Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya sugesti (suggestology).
Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi
belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif.
Untuk mendapatkan sugesti positif ada beberapa teknik yang dapat digunakan
seperti membuat siswa merasa nyaman berada di kelas, memperdengarkan
musik-musik klasik yang dapat meningkatkan daya konsentrasi siswa,
mendorong partisipasi siswa untuk lebih aktif, menempelkan poster besar
yang berisi informasi pada dinding kelas, dan menyediakan guru yang terlatih
baik dalam seni pengajaran maupun sugesti. Prinsip sugesti (suggestology)
hampir sama dengan proses pemercepatan belajar (accelerated learning), yaitu
proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang
mengesankan, dengan upaya yang normal, dan diiringi dengan kegembiraan.
Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui percampuran antara unsur
hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa dalam Quantum learning pemberian sugesti positif berupa
penciptaan suasana belajar yang menyenangkan sangatlah diperlukan. Hal ini
bertujuan agar dalam waktu yang relatif singkat proses pembelajaran yang
berlangsung dapat mencapai efektifitas belajar yang maksimal yang ditandai
dengan perolehan hasil belajar yang baik.
Menurut Bobby DePorter (2007: 16), ”Quantum Learning sebagai
interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”. Mereka
menganggap kekuatan energi sebagai bagian penting dari setiap interaksi
manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, dimana: E = Energi
(antusiasme, efektivitas belajar mengajar, dan semangat), m = massa (semua
individu yang terlibat, situasi, materi, dan fisik), dan c = interaksi (hubungan
yang tercipta di kelas). Berdasarkan persamaan ini dapat diketahui bahwa
interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar
terhadap efektivitas dan antusiasme belajar para peserta didik (Falah Yunus,
2009: 1).
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi
cahaya. Jadi Quantum Learning menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan
belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Bobby DePorter
(2007: 6) mengatakan bahwa Quantum Learning bersandar pada konsep
bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka.
Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan Quantum Learning tidak
hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu,
siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik
dalam dan ketika belajar.
Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan menciptakan ”pegangan” dari saat-saat keberhasilan yang meyakinkan (Bobby DePorter , 2007: 14-16).
Dengan Quantum Learning kita dapat mengajar dengan
memfungsikan kedua belahan otak, yaitu otak kiri dan otak kanan pada
fungsinya masing-masing. Eksperimen terhadap dua belahan otak tersebut
telah menunjukkan bahwa masing-masing belahan bertanggung jawab
terhadap cara berfikir, dan masing-masing mempunyai spesialisasi dalam
kemampuan-kemampuan tertentu, walaupun ada beberapa pesilangan dan
interaksi antara kedua sisi. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial,
linear, dan rasioanal. Walaupun berdasarkaan realitas, otak kiri mampu
melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berfikirnya sesuai untuk
tugas-tugas teratur seperti ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi
auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Cara
berfikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara
berfikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal
seperti perasaan, emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan,
a) Faktor keluarga (1) Tingkat pendidikan orang tua (2) Hubungan antara anggota keluarga (3) Penyediaan fasilitas belajar (4) Keadaan ekonomi keluarga
b) Faktor sekolah c) Faktor masyarakat
Ngalim Purwanto (2002: 106) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah:
1) Faktor yang ada pada diri orang itu sendiri yang disebut faktor individual, meliputi: a) faktor pertumbuhan b) kecerdasan c) latihan d) motivasi e) faktor pribadi
2) Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial, meliputi: a) faktor keluarga b) guru c) alat mengajar d) lingkungan dan kesempatan e) motivasi
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa di
dalam melaksanakan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa
faktor baik dari dalam diri siswa itu sendiri maupun dari luar. Faktor-faktor
yang menyangkut keadaan diri siswa baik keadaan fisik maupun psikologis
serta keadaan yang berada di luar diri siswa seperti lingkungan, sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai.
c. Fungsi Hasil Belajar
Penyelenggaraan penilaian hasil belajar yang bertujuan mengidentifikasi
hasil belajar siswa tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan nasional,
tujuan institusional, tujuan kurikuler serta tujuan pengajaran, materi
pengajaran dan metode pengajaran serta sumber-sumber lain. Melalui evaluasi
tersebut akan diperoleh informasi tentang hasil belajar yang secara tidak
langsung dapat berfungsi sebagai indikator tentang baik buruknya
konseptualisasi dan operasionalisasi komponen-komponen pengajaran
menjadi sistem pengajaran, yang proses kegiatannya merupakan upaya untuk
mewujudkan kurikulum.
Menurut Waridjan (1991: 4) pemanfaatan informasi tentang hasil
belajar siswa sebagai berikut:
1) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat mendesain program
pengajaran yang apabila dilaksanakan akan mengisi selisih antara apa yang
telah dicapai oleh siswa dengan apa yang dikehendaki oleh tujuan
pengajaran.
2) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dari waktu ke waktu, proses
kemajuan dan kemunduran belajar siswa dapat diikuti dengan tujuan untuk
memberikan motivasi belajar.
3) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat mengidentifikasi
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dan konselor pengajaran dapat
mendiagnosis kesulitan belajar siswa dalam rangka memberikan
bimbingan dan konseling pengajaran.
4) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dapat diramalkan keberhasilan
belajar siswa di masa depan.
5) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat menetapkan siswa
dalam kualifikasi tertentu (lulus dan tidak lulus atau tuntas dan tidak
tuntas), menetapkan peringkat siswa dalam prestasi belajar siswa
(rangking atau kelompok kurang pandai) serta menyeleksi siswa untuk
tujuan-tujuan tertentu (memenuhi syarat atau tidak).
6) Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa termotivasi untuk belajar
secara lebih bersemangat, tekun dan teliti.
d. Evaluasi Hasil Belajar
Usaha untuk mengetahui hasil belajar peserta didik dapat dilakukan
melalui evaluasi. Menurut Slameto (2001: 15-16) evaluasi dapat berfungsi
untuk:
1) Mengetahui kemajuan kemampuan belajar siswa.
2) Mengetahui status akademis seorang siswa dalam kelompok atau kelasnya.
3) Mengetahui penguasaan, kekuatan, dan kelemahan seoarang siswa atas
suatu unit pelajaran.
4) Mengetahui efesiensi metode mengajar yang digunakan guru.
5) Menunjang pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah yang
bersangkutan.
6) Memberi laporan kepada siswa dan orang tua siswa.
7) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan promosi siswa.
8) Hasil evalusai dapat digunakan keperluan pengurusan.
9) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan perencanaan pendidikan.
10) Memberi informasi kepada masyarakat yang memerlukan.
11) Merupakan bahan masukan bagi siswa, guru, dan program pengajaran.
12) Sebagai alat motivasi belajar mangajar.
Tujuan evaluasi hasil belajar dapat terwujud sesuai dengan prinsip-
prinsip yang mendasari serta syarat-syarat yang diperlukan. Pelaksanaannya
perlu menyesuaikan prosedurnya dengan menggunakan teknik yang cocok
menurut jenis yang diperlukan.
Materi yang disampaikan guru telah dapat dikuasai dengan baik oleh
siswa dapat diketahui dengan melihat hasil belajarnya yang diambil melalui
tes hasil belajar. Menurut Ngalim Purwanto (2006: 33), “Tes hasil belajar atau
achievement test adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil
pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya , atau oleh
dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu”. Sedangkan menurut
Slameto (2001: 30), “Tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau
tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan
untuk mengukur kemajuan belajar siswa”. Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa tes hasil belajar adalah teknik atau cara dalam rangka
melaksanakan kegiatan evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam
menjawab dan menyelesaikan pertanyaan yang berkaitan dengan sesuatu yang
dipelajarinya.
Menurut Anas Sudijono (2005: 68-91) teknik penilaian hasil belajar
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Teknik Tes
Tes adalah cara yang dapat dipergunakan atau prosedur yang perlu
ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan,
yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-perintah yang
harus dikerjakan oleh testee, sehingga atas dasar data yang diperoleh dari
hasil pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai yang melambangkan
tingkah laku atau prestasi testee; nilai mana yang dapat dibandingkan
dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan
dengan nilai standar tertentu. Jenis-jenis tes sebagai berikut:
a) Menurut fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan
belajar peserta didik
(1) Tes seleksi, sering dikenal dengan istilah ujian saringan masuk atau
ujian masuk.
(2) Tes awal, sering dikenal dengan istilah pre-test yaitu tes yang
dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta
didik.
(3) Tes akhir, sering dikenal denga istilah pos-test yang dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajran
yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-
baiknya oleh para peserta didik.
(4) Tes diagnostik, yaitu tes yang dilaksanakan untuk menentukan
secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik
dalam suatu mata pelajaran tertentu.
(5) Tes formatif, yaitu tes hasil belajar yang bertujuan untuk
mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik”telah
terbentuk”(sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan)
setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu.
(6) Tes sumatif, yaitu tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah
sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan.
b) Menurut aspek psikis yang ingin diungkap
(1) Tes intelegensi, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
(2) Tes kemampuan, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki
oleh testee.
(3) Tes sikap, yaitu salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk
mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk
melakukan suatu respon tertentu terhadapa dunia sekitarnya, baik
berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.
(4) Tes kepribadian, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan
mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya
bersisfat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara,
hobi atau kesenangan, dll.
(5) Tes hasil belajar, yaitu tes yang biasa digunakan untuk
mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar.
c) Menurut banyaknya orang yang mengikuti tes
(1) Tes individual, yaitu tes dimana tester hanya berhadapan dengan
satu orang testee saja.
(2) Tes kelompok, yaitu tes dimana tester berhadapan dengan lebih
dari satu orang testee.
d) Menurut waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tes
(1) Power test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan bagi testee
untuk menyelesaiakan tes tersebut tidak dibatasi
(2) Speed test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan bagi testee
untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
e) Menurut bentuk respon
(1) Verbal test, yaitu suatu tes yang menghendaki respon (jawaban)
yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik
secara lisan maupun secara tertulis.
(2) Nonverbal test, yaitu tes yang menghendaki respon (jawaban) dari
testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan
berupa tindakan atau tingkah laku.
f) Menurut cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawaban
(1) Tes tertulis, yaitu jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-
butir pertanyaan atau soal dilakukan secara tertulis dan testee
memberikan jawaban secar tertulis.
(2) Tes lisan, yaitu tes dimana tester di dalam mengajukan pertanyaan-
pertanyaan atau soal dilakukan secara lisan, dan testee memberikan
jawaban secara lisan pula.
2) Teknik Non Tes
Keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar tidaklah selalu dapat
diukur dengan alat tes sebab masih banyak aspek kemampuan siswa yang
sukar diukur secara kuantitatif dan objektif, misalnya aspek afektif dan
psikomotor yang mencakup sifat, sikap, kerajinan, kejujuran, tanggung
jawab, kerja sama, dan lain-lain. Untuk mengukur kedua aspek itu perlu
alat penilaian yang sesuai dan memenuhi syarat. Alat khusus untuk
melaksanakan teknik non tes ini dapat dilakukan melalui:
a) Observasi
Observasi merupakan cara menghimpun data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
b) Wawancara
Wawancara adalah cara menghimpun data yang dilaksanakan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara sepihak , berhadapan muka, dan
dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
c) Angket
Angket adalah cara pengumpulan data berupa penghimpunan jawaban
dari responden melalui lembar observasi yang diberikan.
d) Pemeriksaan dokumen
Pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen dapat dilakukan untuk
evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan peserta
didik.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian-penelitian terdahulu yang sejenis dapat digunakan sebagai
referensi dalam membantu kelancaran proses penelitian. Penelitian sejenis yang
penulis pakai dalam referensi penelitian ini adalah:
”Pattaufi. 2008. Penerapan Model Quantum Learning dalam Hubungannya
dengan Kemampuan Siswa Berbahasa Inggris” menyimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran Quantum Learning mempunyai hubungan yang signifikan
dengan kemampuan siswa berbahasa Inggris bagi peserta supercamp di lembaga
kursus Britania Makassar serta siswa, keaktifan dan prestasi belajar siswa.
”Wiwin Yuni Lestari. 2009. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis
Cerita dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping): Penelitian Tindakan Kelas di
Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Mlilir 01 Madiun” menyimpulkan bahwa
penerapan metode peta pikiran dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran
menulis cerita dan kemampuan siswa dalam menulis cerita.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan arahan penalaran untuk dapat sampai pada
penelitian jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Untuk
mengetahui keberhasilan siswa selama mengikuti proses belajar mengajar perlu
dilakukan evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara kontinyu. Untuk
mencapai hasil belajar yang optimal diperlukan langkah-langkah nyata untuk
mencapainya.
Pembelajaran konvensional yang diterapkan seperti guru masih dominan
dalam pembelajaran karena masih menerapkan model pembelajaran teacher
centered dari pada student centered, aktivitas siswa hanya meliputi mencatat
disertai tanya jawab dari guru seperlunya kemudian dilanjutkan dengan
pengerjaan latihan soal atau tugas, dan proses pembelajaran yang diterapkan
belum menggunakan sarana dan prasarana secara optimal berdampak pada
pencapaian hasil belajar siswa yang rendah. Hal ini ditandai dengan pencapaian
hasil nilai rata-rata kelas dibawah batas tuntas keberhasilan belajar yaitu 64
sementara nilai batas tuntas keberhasilan belajar yaitu 75. Siswa yang dinyatakan
tidak tuntas di kelas tersebut berjumlah 16 siswa dari 28 siswa atau jika
diprosentasekan sebesar 57,14%.
Permasalahan rendahnya hasil belajar siswa tersebut dapat diatasi dengan
pemilihan model dan metode pembelajaran yang tepat. Model dan metode
pembelajaran yang dipilih harus mampu meningkatkan motivasi belajar siswa dan
tidak menimbulkan kejenuhan. Oleh karena itu, guru harus membuat variasi atau
kombinasi model dan metode mengajar inovatif yang pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Beberapa dekade terakhir ini mulai dikembangkan model pembelajaran
yang lebih bervariatif, yaitu model Quantum Learning. Model Quantum Learning
merupakan model pembelajaran yang membuat proses belajar menjadi sederhana
(simple), menyenangkan (fun), dan efektif. Dalam penerapan model Quantum
Learning, ada tiga metode yang dapat digunakan yaitu peta pikiran (mind
mapping), membaca cepat (speed reading), dan mengoptimalkan daya ingat
(super memory system).
Pembelajaran ekonomi akan lebih menarik jika disajikan dalam suatu
bentuk pembelajaran interaktif yang menyenangkan dalam upaya meningkatkan
hasil belajar siswa. Salah satunya adalah dengan model Quantum Learning yang
menggunakan metode peta pikiran (mind mapping) agar dalam mempelajari
materi, siswa tidak terpaku pada hafalan yang sifatnya sesaat. Dengan variasi
simbol, warna, dan bentuk yang ada pada peta pikiran (mind mapping) diharapkan
siswa dapat lebih mudah mengingat dan memahami materi sehingga pembelajaran
bermakna dapat tercapai.
Model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping)
akan menimbulkan rasa kegembiraan karena diskusi kelompok yang membahas
materi pelajaran dalam bentuk peta pikiran dan permainan (games) yang bersifat
menyenangkan sehingga terkadang peserta didik tidak merasa secara tidak
langsung sedang melakukan pembelajaran. Dengan model Quantum Learning
dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping), siswa akan merasakan suasana yang
lebih menyenangkan, minat dan motivasi siswa untuk belajar pun meningkat
sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan. Oleh karena itu, dengan
Pembelajaran konvensional
diterapkannya model pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan hasil
belajar siswa.
Bagan berikut ini menjelaskan kerangka pemikiran di atas:
Pencapaian hasil belajar siswa rendah yang ditandai dengan nilai
rata-rata dibawah batas tuntas keberhasilan belajar yaitu 64
sementara nilai batas tuntas keberhasilan belajar yaitu 75.
Penerapan model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi dalam bentuk peta pikiran 2. Siswa diminta berdiskusi secara kelompok membahas materi
per sub bab dalam bentuk peta pikiran. 3. Salah satu siswa dari masing-masing kelompok mewakili
kelompok untuk mempresentasikan peta pikiran yang dibuat.
Guru masih dominan
dalam pembelajaran
karena masih
menerapkan model
pembelajaran
teacher centered dari
pada student
centered.
Aktivitas siswa hanya
meliputi mencatat
disertai tanya jawab
dari guru seperlunya
kemudian dilanjutkan
dengan pengerjaan
latihan soal atau
tugas.
Proses
pembelajaran
yang diterapkan
belum
menggunakan
sarana dan
prasarana
secara optimal.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: penerapan model Quantum
Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) dapat meningkatkan hasil
belajar mata pelajaran ekonomi pada siswa kelas X Akselerasi SMA Negeri 1
Surakarta.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian tindakan kelas. Penelitian
tindakan kelas merupakan penelitian reflektif yang dilakukan oleh pendidik,
hasilnya dimanfaatkan sebagai alat pengembangan prestasi, kurikulum, sekolah,
ketrampilan mengajar, dan sebagainya. Penelitian tindakan kelas menghubungkan
Peningkatan hasil belajar siswa pada tes formatif ditandai dengan
tercapainya nilai batas tuntas keberhasilan belajar, yaitu 75.
antara teori dan praktek, yang secara kolaboratif pendidik dapat melakukan
penelitian terhadap proses dan produk pembelajaran secara reflektif di kelas.
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Surakarta yang beralamat di
Jalan Kol. Sutarto 62 Surakarta. Kelas yang dipilih adalah kelas X Aksel 2.
Alasan pemilihan sekolah dan kelas X Aksel 2 karena:
a. Terdapat permasalahan rendahnya hasil belajar siswa kelas X Aksel 2 pada
mata pelajaran Ekonomi.
b. Sekolah SMA Negeri 1 belum pernah digunakan sebagai obyek penelitian
sejenis sehingga terhindar dari kemungkinan adanya penelitian ulang.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang direncakan untuk kegiatan penelitian ini adalah mulai bulan
November 2009. Kegiatan tersebut meliputi persiapan sampai penyusunan laporan
penelitian, dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan dalam Penelitian Jenis Kegiatan November Desember Januari Februari
1. Persiapan Penelitian
a. Pengajuan Judul
b. Penyusunan proposal
c. Perijinan
2. Perencanaan Tindakan
3. Implementasi Tindakan
a. Siklus I
b. Siklus II
4. Review
5. Penyusunan Laporan
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini yaitu kelas X Aksel 2 karena:
a. Terdapat permasalahan rendahnya hasil belajar siswa kelas X Aksel 2 SMA
Negeri 1 Surakarta.
b. Kelas X Aksel 2 belum pernah digunakan sebagai obyek penelitian sejenis
sehingga terhindar dari kemungkinan adanya penelitian ulang pada subjek,
waktu dan objek yang sama.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Berdasarkan tujuan
penelitian, penelitian ini tidak menguji hipotesis secara kuantitatif, tetapi lebih
bersifat mendeskripsikan data, fakta dan keadaan yang ada.
Menurut Rochiati Wiriaatmadja (2006: 13), ”Penelitian tindakan kelas
adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek
pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri”. Guru dapat
mencobakan suatu gagasan dalam praktek pembelajaran mereka dan melihat
pengaruh nyata dari upaya tersebut.
Kegiatan penelitian diawali dari permasalahan yang dialami guru di dalam
kelas. Permasalahan ini muncul dalam proses pembelajaran yang sedang
berlangsung dan menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap siswa maupun
pembelajaran itu sendiri. Adanya permasalahan dalam kelas ini oleh guru
direfleksikan dalam suatu tindakan perbaikan yang terencana dan terukur dengan
pengamatan maupun ukuran kuantitatif melalui peningkatan hasil belajar yang
dicapai siswa.
Pengertian dan karakteristik Penelitan Tindakan Kelas (PTK) itu sendiri
perlu diketahui, untuk lebih memahami apa yang disebut Penelitan Tindakan
Kelas (PTK). Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 2-3) ada tiga kata yang
membentuk pengertian Penelitian Tindakan Kelas, maka ada tiga pengertian yang
dapat diterangkan:
1. Penelitian; menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan
menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data
atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang
menarik minat dan penting bagi peneliti.
2. Tindakan; menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan
dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan
untuk siswa.
3. Kelas; dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam
pengertian yang lebih spesifik. Seperti sudah lama dikenal dalam bidang
pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah
sekelompok siswa dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama
dari guru yang sama pula.
Menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2)
tindakan, dan (3) kelas, segera dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan,
yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.
Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru dilakukan
oleh siswa.
Hopkins dalam Rochiati Wiriaatmadja (2006: 25) mengatakan bahwa
karakteristik penelitian tindakan kelas bersifat emansipatoris dan membebaskan
karena penelitian ini mendorong kebebasan berpikir dan berargumen pada pihak
siswa, dan mendorong guru untuk bereksperimen, meneliti, dan menggunakan
kearifan dalam mengambil keputusan (judgment). Kasihani Kasbolah (2001: 15-
17) menyebutkan karakteristik Penelitan Tindakan Kelas (PTK) meliputi:
1. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan oleh guru.
2. Munculnya penelitian tindakan kelas karena ada permasalahan praktik faktual
permasalahan yang timbul dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari yang
dihadapi oleh guru.
3. Adanya tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk memperbaiki proses
belajar mengajar di kelas yang bersangkutan.
4. Penelitian tindakan kelas bersifat kolaboratif.
Remaja Rosdakarya. Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. ______________. 2006. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pattaufi. 2008. Penerapan Model Quantum Learning dalam Hubungannya dengan
Kemampuan Siswa Berbahasa Inggris. Jurnal. Tersedia pada http:// pkab.wordpress.com/2008/07/18/penerapan-model-quantum-learning/. Diunduh tanggal 11 Oktober 2009.
Rochiati Wiriaatmadja. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. ______. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Sertifikasi. Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Teti Rostikawati. 2009. Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning: Mind
Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar dan Kreatifitas Siswa. Jurnal. Tersedia pada http://pkab.wordpress.com/2008/04/02/metode-quantum-learning/. Diunduh tanggal 11 Oktober 2009.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 dan Nomor 20
Tahun 2003. 2006. Tentang Guru dan Dosen serta Sisdiknas. Bandung: Citra Umbara.
Waridjan. 1991. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang: IKIP Semarang Press. Wiwin Yuni Lestari. 2009. Tesis. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis
Cerita dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping): Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Mlilir 01. Madiun.