Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja Oleh : Kartini Ayu Trisnawati ( 1329111006 ) Abstrak: Penulisan artikel ilmiah ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Kegiatan eksperimen yang dilaksanakan dengan subjek terdiri dari empat kelas yang masing-masing terdiri atas 30 orang siswa sehingga total jumlahnya 120 orang. Terdapat 16 siswa yang menampakan rendahnya rasa percaya diri yang dimiliki dilihat berdasarkan persentase hasil kuesionernya dan observasi langsung, dan ke- 16 siswa tersebut diberikan tindakan berupa konseling client centered dan konseling kelompok. Hasil analisis menunjukkan bahwa upaya rasa percaya diri siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja berhasil, karena terjadi peningkatan rasa percaya diri siswa secara individu maupun kelompok. Yang mana konseling kelompok dengan rata-rata persentase peningkatan sebesar 49,35% dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan konseling client centered yang rata-rata persentase peningkatannya hanya 41,44%. Kata Kunci : Konseling Client Centered, Konseling Kelompok, Percaya Diri A. Pendahuluan A.1 Identifikasi Masalah 1
84
Embed
Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja
Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling
Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa
Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja
Oleh :
Kartini Ayu Trisnawati ( 1329111006 )
Abstrak: Penulisan artikel ilmiah ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Kegiatan eksperimen yang dilaksanakan dengan subjek terdiri dari empat kelas yang masing-masing terdiri atas 30 orang siswa sehingga total jumlahnya 120 orang. Terdapat 16 siswa yang menampakan rendahnya rasa percaya diri yang dimiliki dilihat berdasarkan persentase hasil kuesionernya dan observasi langsung, dan ke-16 siswa tersebut diberikan tindakan berupa konseling client centered dan konseling kelompok. Hasil analisis menunjukkan bahwa upaya rasa percaya diri siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja berhasil, karena terjadi peningkatan rasa percaya diri siswa secara individu maupun kelompok. Yang mana konseling kelompok dengan rata-rata persentase peningkatan sebesar 49,35% dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan konseling client centered yang rata-rata persentase peningkatannya hanya 41,44%.
Kata Kunci : Konseling Client Centered, Konseling Kelompok, Percaya Diri
A. Pendahuluan
A.1 Identifikasi Masalah
Dalam pembangunan nasional diperlukan modal dasar yaitu sumber daya
manusia yang sangat menentukan keberhasilan suatu pembangunan nasional.
Untuk menjadi bangsa yang maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain
di dunia, maka diperlukan sumber daya manusia yang cerdas. Untuk dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa dapat ditempuh melalui jalur pendidikan.
Pendidikan adalah suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang
berkembang menuju kepribadian mandiri untuk membangun dirinya sendiri dan
masyarakat. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi seseorang
serta menentukan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
1
Disini sekolah merupakan masyarakat belajar yang didalamnya berlangsung
proses belajar mengajar dan untuk menciptakan proses belajar dan mengajar yang
baik, disekolah telah dibuat peraturan dan tata tertib guna memperkuat proses
belajar tersebut. Proses pendidikan di sekolah berlangsung secara sistematis
melalui kegiatan pembelajaran, dengan kurikulum yang jelas dan pasti. Kegiatan
pembelajaran merupakan inti dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah,
karena keseluruhan proses pendidikan di sekolah didominasi melalui proses
pembelajaran. Dengan adanya proses pembelajaran diharapkan setiap siswa
mampu berkembang menjadi lebih baik. Perkembangan kemampuan atau potensi
seseorang tidak akan terwujud begitu saja apabila tidak ada kemauan atau rasa
percaya diri dari siswa itu sendiri.
Rasa percaya diri merupakan salah satu dimensi kualitas sumber daya
manusia yang perlu dipupuk agar perkembangannya menjadi lebih optimal.
Dalam upaya mewujudkan hal tersebut antara bimbingan, pengajaran dan
pelatihan harus saling terkait dan mendukung satu sama lain. Dengan adanya rasa
percaya diri dari siswa, maka siswa akan mampu mewujudkan pribadi yang
mandiri, takwa dan bertanggung jawab.
Dalam rangka mengarahkan dan mengembangkan segala potensi yang ada
pada diri individu, layanan bimbingan dan konseling sangatlah dibutuhkan. Salah
satu menggunakan konseling client centered yang dapat digunakan dalam
meningkatkan rasa percaya diri. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam proses
pembelajaran sering timbul berbagai permasalahan yang menyebabkan kurangnya
rasa percaya diri siswa, seperti prestasi siswa yang kurang memuaskan, kurangnya
keaktifan dan rendahnya minat belajar siswa. Selain itu ada juga siswa yang tidak
bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolah ataupun tidak bisa bergaul dengan
teman-teman di sekolahnya. Hal inilah yang menjadi faktor hilangnya rasa
percaya diri siswa dalam mengikuti proses pembelajaran ataupun dalam proses
beradaptasi di lingkungan sekolahnya.
Merujuk pada UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi “Konselor.” Keberadaan
konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu
kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor,
2
widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No.20/2003, pasal 1 ayat 6).
Pengakuan secara ekplisif dan kesejajaran posisi antara tenanga pendidik satu
dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik,
termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja dan setting layanan
spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Sehubungan dengan itu konseling mempunyai peranan dalam rangka
membantu memecahkan masalah siswa sekaligus dapat mengembangkan prestasi
siswa secara optimal. Kemampuan siswa pada prrinsipnya dapat dibagi menjadi
tiga golongan yaitu: kelompok siswa yang berkemampuan tinggi, kelompok siswa
yang berkemampuan sedang dan kelompok siswa yang berkemampuan rendah
atau kurang. Bagi siswa yang berkemampuan tinggi perlu mendapat pembinaan
dan pengembangan lebih lanjut serta siswa yang tergolong berkemampuan sedang
dan rendah perlu mendapat perhatian khusus agar prestasi mereka bisa meningkat.
Secara teoritis golongan siswa berprestasi rendah, siswa yang bersangkutan
dikatakan mengalami kesulitan belajar.
Kesulitan belajar disebabkan oleh bermacam-macam faktor, faktor-faktor
tersebut secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu: faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah segala yang bersumber dari
dalam diri siswa seperti perhatian, kecerdasan, motivasi, sikap, berpikir, ingatan,
percaya diri, minat, bakat serta kepribadian. Sedangkan faktor lingkungan belajar
(lingkungan alam dan social) serta faktor system pengajaran (kurikulum, bahan
dan metode pengajaran). Salah satu faktor yang perlu diperhitungkan dalam
penelitian ini adalah rasa percaya diri siswa dalam belajar, karena rasa percaya
diri merupakan suatu proses pengembangan diri, hal ini dapat diperoleh bagi
seseorang yang betul-betul mau dengan segala kemampuan dan kreatifitasnya
untuk tampil sebagai sosok yang penuh rasa percaya diri. Hal ini memang tidak
mudah, sekalipun telah memiliki motivasi yang kuat maka perlu diupayakan terus
menerus sehingga menjadi sebuah kebiasaan baik dan tentunya kebiasaan baik ini
akan selalu berdampingan dengan rasa percaya diri sehingga bisa dijadikan daya
gerak dan juga pendorong bagi siswa untuk belajar dengan baik, ini berarti
semakin tinggi rasa percaya diri siswa untuk mau aktif dan kreatif dalam belajar
akan semakin baik juga dalam melakukan kegiatan belajar yang pada akhirnya
3
dapat diikuti dengan prestasi belajar yang baik. Sebaliknya semakin rendah rasa
percaya diri siswa untuk mau maju dalam belajar maka aktifitas belajarnya pun
akan semakin rendah.
Maka penelitian yang akan dilaksanakan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan rasa percaya diri yang sifatnya sangat penting, sebab dengan
mengetahui rasa percaya diri siswa dalam belajar berarti secara dini dapat
menyusun upaya dalam pembinaan seperti, dengan memberikan bantuan berupa
layanan yang sifatnya menumbuh kembangkan semangat dan rasa percaya diri
siswa dalam belajar. Dalam penelitian ini akan digunakan konseling client
centered dan konseling kelompok untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa,
Jadi melalui pemahaman ini diharapkan rasa percaya diri siswa akan semakin
meningkat.
A.2 Permasalahan Yang Akan Di Angkat
Rasa percaya diri siswa sangat berpengaruh pada potensi yang dimiliki
siswa. jika rasa percaya diri siswa tinggi maka siswa tersebut akan mampu bergaul
atau bersosialisasi dengan teman sebayanya sehingga siswa mampu untuk
mengaktualisasikan dirinya dan mampu menunjukkan potensi dirinya sedangkan
siswa yang memiliki rasa percaya diri yang kuurang maka siswa cenderung malu
untuk bergaul sehingga siswa tidak mampu untuk mengaktualisasikan dirinya
sehingga apapun potensi yang dimiliki siswa tidak akan mampu untuk
ditunjukkan.
Pada umumnya rasa percaya diri siswa dapat diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu tinggi, sedang dan rendah. Namun dalam penelitian ini difokuskan terhadap
siswa yang mengalami rasa percaya diri yang rendah karena siswa tersebut
cenderung menunjukkan prilaku yang malu, tidak mampu bergaul atau
bersosialisasi sehingga tidak mempu mengaktualisasikan diri dan menunjukkan
potensi dirinya.
Dalam penelitian ini digunakanlah konseling client centered karena dalam
teknik konseling ini klien mampu mewujudkan diri sebagai suatu kecenderungan
yang melekat pada organisme untuk mengembangkan kapasitasnya dengan cara-
4
cara yang dapat menjamin, memelihara dan meningkatkan organisme itu sendiri.
Dan Konseling kelompok merupakan layanan yang dilakukan secara kelompok
yang mengikutkan sejumlah peserta dalam bentuk kelompok. Konseling
kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang
berguna bagi pengembangan, pribadi dan pemecahan masalah individu yang
menjadi peserta kegiatan konseling konseling kelompok. Dalam konseling
kelompok akan terlibat emosi serta prilaku anggota kelompoknya sehingga akan
terjadi saling bertukar pendapat dan pikiran, dalam mendapatkan suatu
kesepakatan dalam pemecahan masalah.
Dengan penerapan konseling kelompok, maka rasa percaya diri yang
tadinya rendah akan dibentuk/dikondisikan sedemikian rupa agar siswa memiliki
rasa percaya diri yang lebih tinggi. Dari dua pendekatan ini mana yang bisa
menuntaskan permasalahan rendahnya rasa percaya diri siswa kelas IX pada SMP
Laboratorium Undiksha Singaraja ini.
B. Kajian Teori
B.1 Jenis Layanan
Menurut Depdiknas, ”program bimbingan dan konseling mengandung empat
komponen pelayanan, yaitu: (1) pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan
responsif, (3) perencanaan individual, dan (4) dukungan sistem”. Adapun
pengertian tiap-tiap komponen pelayanan tersebut sebagai berikut:
1. Pelayanan Dasar
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada
seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara
klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka
mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas
perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian)
5
yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil
keputusan dalam menjalani kehidupannya.
2. Pelayanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli
yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan
dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan
dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan.
3. Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada peserta didik
agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan
perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan
kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang
tersedia di lingkungannya.
4. Dukungan Sistem
Ketiga komponen di atas, merupakan pemberian bimbingan dan
konseling kepada konseli secara langsung. Menurut Gysber & Henderson
(2006: 81), dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan
manajemen, tata kerja infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan
Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara
berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada
konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa jenis pelayanan
yang akan dilaksanakan adalah pelayanan responsif karena permasalahan-
permasalahan yang dialami oleh para siswa ini bila tidak diberikan
pertolongan dengan segera akan menimbulkan gangguan dalam proses
pencapaian tugas-tugas perkembangannya.
6
1. Konseling Client Centered
1.1. Pengertian Konseling
Konseling sebagai terjemahan dari “counseling” merupakan bagian dari
bimbingan, baik sebagai layanan maupun sebagai teknik. Layanan konseling
adalah jantung hati layanan bimbingan secara keseluruhan. Konseling berasal
dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang berarti ”dengan” atau “bersama”
yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Namun demikian
penggunaannya sehari-hari telah sangat meluas dan bukan lebih bersifat
konseling. Konseling diartikan bahwa proses pemberian bantuan yang
dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka antara orang ahli (yaitu orang
yang telah mengikuti pendidikan khusus dan tertatih secara baik dalam bidang
bimbingan dan konseling) dan seorang individu yang mengalami masalah atau
kesulitan. Yusuf.dkk., 2006 dalam Sedanayasa dan Suranata, (2009)
Menurut Natawidjaja dalam Sukardi, (2008:38) konseling merupakan
suatu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari konseling. Konseling
dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana
seseorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk
mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-
masalah yang dihadapainya pada waktu yang akan datang.
Konseling memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
konseling yaitu untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal
sesuai dengan tahap perkembangan yang dimiliki, berbagai latar belakang yang
ada, serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Sedangkan tujuan
khususnya adalah penjabaran dari tujuan umum yang dikaitkan secara langsung
dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan sesuai
dengan permasalahannya. Masalah-masalah individu beranekaragam jenis,
intensitas dan sangkut pautnya serta bersifat unik, oleh karena itu tujuan khusus
bimbingan dan konseling bersifat unik pula. Tujuan konseling antara individu
yang satu berbeda dengan tujuan konseling pada individu lainnya. Menurut
7
Prayitno dan Amti, (1994:114). Jadi masing-masing individu mendapatkan
layanan sesuai dengan masalah yang dihadapinya.
Sedanayasa dan Suranata (2009:19) mengemukakan konseling adalah
usaha membantu konseli atau klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien
dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau
masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh
konseli atau klien.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa
konseling merupakan proses pemberian bantuan kepada konseli/klien dengan
tatap muka langsung antara konseli dan klien, yang bertujuan untuk mencari
jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh konseli atau klien.
1.2 Pengertian Client Centered
Seorang tokoh yang bernama Roger dalam Corey (2010) yang
merupakan pelopor dan tokoh konseling, menyatakan bahwa pada dasarnya
konseling yang berpusat pada klien atau client centered sering pula disebut
dengan konseling konsep diri, konseling non-derektif dan konseling regerion
yang mengacu pada proses konseling dimana klien yang menjadi pusatnya dan
bukan konselor. Karena itu dalam proses konseling ini sebagaian besar
kegiatan diletakkan di pundak klien itu sendiri. Dalam pemecahan masalah,
maka klien itu sendiri didorong oleh konselor untuk mencari serta menemukan
cara yang terbaik dalam pemecahan masalahnya.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien
untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah
dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-
konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat
kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah
konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
(Sukardi, 2008:121)
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa konseling client
centered adalah teknik yang memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya
dan mampu bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukan.
8
Dalam lingkungan sekolah, melalui teknik client centered guru pembimbing
atau konselor berperan hanya sebagai pendamping dan mengarahkan siswa
untuk memilih jalan keluar dari permasalahannya.
1.3 Pandangan Tentang sifat manusia
Menurut Rogers dalam Corey, (2010: 91-92) menyatakan bahwa
pandangan client centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang
kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Sementara beberapa pendekatan
beranggapan bahwa manusia menurut kodratnya adalah irasional dan
berkecenderungan merusak terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain, kecuali jika telah mengalami sosialisasi. Rogers menunjukkan
kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia
tersosialisasi dan bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta
memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam.
Pandangan manusia yang positif memiliki implikasi-implikasi yang
berarti bagi praktik terapi client centered. Model client centered menolak
konsep yang memandang terapis sebagai otoritas untuk mengetahui mana yang
terbaik serta yang memandang klien sebagai manusia pasif dan hanya
mengikuti perintah-perintah terapis atau konselor. Oleh karena itu, terapis
client centerd berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat
keputusan.
Menurut Rogers dalam Corey (2010) inti konseling client centered
adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan
perwujudan. Hal ini terdiri atas unsur-unsur persepsi terhadap karakteristik dan
kecakapan seseorang, pengawasan, dan konsep diri dalam hubungan dengan
orang lain serta lingkungan.
Kualitas nilai yang dipandang sebagai pertautan dengan pengalaman dan
objek, tujuan serta cita-cita yang dipandang mempunyai kekuatan positif dan
negatif. Dalam hubungannya dengan konsep aktualisasi diri, Rogers
mendefinisikan keenderungan mewujudkan diri sebagai satu kecenderungan
9
yang melekat dalam organisme untuk mengembangkan kapasitasnya dengan
cara-cara yang dapat menjamin, memelihara dan meningkatkan organisme itu
sendiri.
Dari penjelasan tentang pandangan sifat manusia dapat ditarik suatu
pengertian bahwa teori client centered adalah suatu teori dimana dalam
kegiatan konseling, klien yang harus menentukan jalan keluar pemecahan
terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi. Sedangkan konselor hanya
mengarahkan dan memberikan pertimbangan-pertimbangan yang mampu
mendorong klien untuk mengambil keputusan secara mandiri.
1.4 Tujuan Konseling Client Centered
Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui pendekatan konseling
client centered ialah untuk membantu individu atau klien agar berkembang
secara optimal sehingga ia mampu menjadi manusia yang berguna.
Secara rinci tujuan dasar dari pendekatan konseling client centered ialah
sebagai berikut: (a) membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang
dihadapinya, (b) menumbuhkan kepercayaan pada diri klien bahwa ia memiliki
kemampuan untuk mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik
bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain, (c) memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai orang lain, dan
memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai pengalaman orang
lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, (d) memberikan kesadaran kepada
klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian dari suatu lingkup sosial budaya
yang luas, walaupun demikian ia masih tetap memiliki kekhasan atau keunikan
tersendiri serta, (e) menumbuhkan suatu keyakinan pada klien bahwa dirinya
terus tumbuh dan berkembang. (Sukardi, 2008: 136).
Jadi tujuan terapi client centered bukan untuk mengobati klien dalam arti
konveksional, tetapi membantu klien untuk menyadari apa yang mereka
lakukan dan meningkatkan kesanggupan pilihannya yang bebas dan
bertanggung jawab.
10
1.5 Fungsi dan Peranan Konselor
Peran terapis client centered berakar pada cara-cara dan sikap, bukan
pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien
“berbuat sesuatu”. Penelitian tentang terapi client centered tampaknya
menunjukkan bahwa yang menuntut perubahan kepribadian klien adalah sikap
konselor, bukan pengetahuan, teori ataupun teknik yang digunakan. Dengan
menghadapi klien pada taraf pribadi, maka “peran” konselor adalah tanpa
peran. Karena disini konselor hanya mengarahkan klien untuk mencari jalan
keluar dari masalah yang dihadapinya. Adapun fungsi konselor adalah
membangun suatu keadaan yang nyaman supaya klien mau terbuka dengan
konselor.
Jadi terapis client centered membangun hubungan yang membantu
dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk
mengeksplorasi hidupnya yang sekarang diingkarinya. Klien menjadi kurang
defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang
ada dalam dirinya maupun dalam dunia.
Hal utama yang harus dilakukan konselor adalah bisa membuka diri atau
memberikan rasa aman dan nyaman kepada klien. Seorang konselor harus
memberikan perhatian yang tulus, respek, memotivasi, dan pengertian kepada
klien, karena dengan keadaan yang seperti itu klien akan lebih terbuka dan bisa
menghilangkan persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf hidup yang
lebih baik lagi.
1.6 Karakteristik Konseling Client Centered
Pendekatan client centered di-fokuskan pada tanggung jawab dan
kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara
lebih penuh. Klien orang yang paling mengetahui dirinya sendiri adalah orang
yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya.
Pada dasarnya konseling client centered memiliki karakteristik sebagai
berikut: (a) lebih mengutamakan kemampuan individu memecahkan masalah
dan bukan terpecahkan masalah, (b) lebih mengutamakan sasaran perasaan dari
pada intelek, (c) lebih memperhatikan masa sekarang daripada masa lalu, (d)
11
menunjukkan pertumbuhan emosional dalam hubungan konseling, (e) adanya
proses terapi yang merupakan penyelesaian antara gambaran diri klien dengan
keadaan dan pengalaman diri klien, (f) Hubungan antara klien dengan konselor
merupakan situasi pengalaman terapeutik, yang berkembang menuju pada
kepribadian klien yang integral dan mandiri, (g) Klien memegang peran aktif
dalam konseling, sedangkan konselor bersifat pasif-reaktif.
1.7 Teknik-Teknik atau Prosedur Konseling Client Centered
Pendekatan konseling client centered memberi penekanan pada teknik-
teknik terapeutik. Dimana teknik komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
pemecahan masalah klien. Dalam kerangka client centered, teknik-tekniknya
adalah pengungkapan dan pengkomunikasian penerimaan, respek, dan
pengertian, serta berbagi upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka
acuan internal dengan memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi, dimana
klien bisa mengungkapkan dengan jujur tentang apa yang dihadapinya, serta
dapat mencari jalan keluar untuk dirinya sendiri.
Pada dasarnya, langkah-langkah dalam proses terapi konseling client
centered adalah sebagai berikut:
1. Individu atas kemauan sendiri datang ke konselor untuk meminta bantuan.
2. Konselor menerapkan situasi terapeutik bahwa yang bertanggung jawab
adalah klien.
3. Konselor mendorong klien agar mampu mengemukakan perasaannya
secara bebas.
4. Konselor menerima, mengenal perasaan-perasaan negatif yang
diungkapkan klien, kemudian meresponnya.
Dalam penelitian ini, langkah-langkah dan teknik-teknik konseling yang
digunakan secara umum, yaitu:
1. Wawancara konseling.
Dalam melaksanakan wawancara konseling Williamson dalam Ahmadi
dan Rohani, (1991:42) terdapat enam langkah yang harus ditempuh
diantaranya:
12
a. Analisis
Analisis adalah proses pengumpulan data, fakta atau informasi tentang
klien dan lingkungannya. Konseling ini bertujuan untuk menggali
sebab-sebab suatu masalah.
b. Synthesis
Suatu langkah pemilihan terhadap sumber data, fakta dan informasi
yang tersedia dipilih sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang
sedang dihadapi. Konseling berperan untuk memadukan kembali atau
menghubungkan sumber masalah atau ke masalah yang lain.
c. Diagnosis
Diagnosis suatu bentuk perumusan kesimpulan tentang hakekat serta
sebab-sebab yang dihadapi. Konseling dalam hal ini bertujuan untuk
menentukan penyebab pokok dari suatu masalah.
d. Prognosis
Prognosis ialah suatu bentuk pemecahan masalah yang dapat dicapai
oleh klien dalam kegiatan konseling. Konseling ini memiliki tujuan
untuk mengajak konseli bersama-sama mencari serta merencanakan
jalan keluar suatu permasalahan.
e. Treatment
Treatment adalah langkah pemeliharaan untuk klien, langkah ini
merupakan inti dari pelaksanaan konseling yang meliputi berbagai
usaha diantaranya, menciptakan hubungan yang baik antara konselor
dengan klien. Dalam hal ini konseling bertujuan untuk membicarakan
kembali masalah yang dihadapi.
f. Follow up
Follow up adalah tindak lanjut yang merupakan suatu langkah
penentuan efektif tidaknya suatu usaha konseling yang telah
dilaksanakan.
2. Teknik-teknik wawancara konseling
Untuk dapat melaksanakan wawancara konseling secara efektif dan