PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DILEMA ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM (Analisis Putusan : Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : ULFIYAH HASAN NIM: 11150480000013 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/ 2019 M
109
Embed
PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DILEMA
ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM
(Analisis Putusan : Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
ULFIYAH HASAN
NIM: 11150480000013
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/ 2019 M
v
ABSTRAK
Ulfiyah Hasan. NIM 11150480000013. ”PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM
DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA
PENUNTUT UMUM DILEMA ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN
HUKUM (Analisis Putusan : Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015)”
Program studi Ilmu Hukum, Konsetrasi Praktisi Hukum, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2019 M.
Skripsi ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan hukum oleh hakim
dalam perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Mahkamah Agung Nomor:
1940 K/Pid.Sus/2015. Secara khusus, skripsi ini mencoba mendalami terkait
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut
umum dalam perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Mahkamah Agung
Nomor: 1940 K/Pid.Sus/2015. Disamping itu, skripsi ini juga mencoba membahas
pada penilaian prinsip tujuan hukum yaitu kepastian hukum dan keadilan terhadap
tindakan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015
dalam perkara tindak pidana narkotika.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis dengan melalui pendekatan
kasus (Case Approach). Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan
menggunakan studi dokumen. Dokumen yang menjadi sumber data pada
penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015.
Kemudian dokumen itu diolah menggunakan metode analisis isi.
Hasil dari penelitian skripsi ini menunjukan bahwa adanya dasar
pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940
K/Pid.Sus/2015 yang cukup kritis dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan
jaksa penuntut umum pada perkara tindak pidana narkotika ini. Pertimbangan
tersebut memberikan suatu gambaran kepada hakim sebagai garda terkahir
penegak keadilan untuk dapat melakukan inovasi hukum serta berani keluar dari
formalisme hukum, demi tercapainya suatu keadilan. Hakim dalam melakukan
inovasi tersebut didasarkan pada prinsip kebebasan untuk dapat
mengenyampingkan hukum (contra legem) dengan membuat putusan diluar
dakwaan jaksa penuntut umum, demi mewujudkan serta menyuarakan rasa
keadilan yang ada dimasyarakat.
Kata Kunci : Putusan Hakim, Surat Dakwaan dan Tindak Pidana Narkotika
Pembimbing Skripsi : Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.
Daftar Pustaka : Tahun 1969 sampai Tahun 2018
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat, nikmat serta karunia dari Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT
UMUM DILEMA ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM
(Analisis Putusan : Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015)” Sholawat
serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu „Alayhi wa
Sallam, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang
terang benderang ini.
Selanjutnya, dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan
ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H. M.H. M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah, S.H. M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H. M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai
Pembimbing Akademik saya yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi
ini.
3. Terkhusus Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. yang telah bersedia meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam memberikan bimbingan, motivasi,
arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada peneliti dalam menyusun
skripsi ini.
4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti
mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
vii
5. Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam menyediakan
fasilitas yang memadai dalam segi kepustakaan.
6. Pihak-pihak lain yang membantu peneliti dalam proses pembuatan skripsi ini.
Jakarta, 23 Agustus 2019
Peneliti
Ulfiyah Hasan
viii
DAFTAR ISI
COVER JUDUL ............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................. iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6
D. Metode Penelitian ................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan .............................................................. 9
BAB II KAJIAN TEORITIS PUTUSAN DAN KEWENANGAN HAKIM
A. Kerangka Konseptual ............................................................. 11
1. Putusan Hakim ................................................................... 11
2. Surat Dakwaan ................................................................... 11
6. Dasar Pertimbangan .......................................................... 52
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DAN EVALUASI TINDAKAN
HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DILUAR
DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Diluar Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara
Tindak Pidana Narkotika Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 ....... 55
B. Evaluasi Tindakan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Diluar Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara
Tindak Pidana Narkotika Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 ........ 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 71
B. Rekomendasi ........................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 74
Lampiran
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hakim sebagai alat penegak hukum di Indonesia diamanahkan oleh undang-
undang untuk dapat menciptakan tujuan hukum dengan memberikan kepastian
hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Kepastian hukum dan
keadilan dalam praktik penegakan hukum di Indonesia sering kali menimbulkan
sebuah perbenturan, khususnya pada penerapan hukum di pengadilan. Secara
prinsip untuk mengejar suatu kepastian seorang hakim akan memuja kepada
tekstualitas hukum, namun sering kali tekstualitas hukum tidak sejalan serta tidak
menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat. Hal ini menjadi suatu sorotan bagi
masyarakat, khususnya menyangkut hakim sebagai pelaksana peradilan pidana di
Indonesia yang diamanahkan untuk menjamin suatu kepastian hukum dan
memperjuangkan suatu keadilan. Perbenturan kepastian hukum dan keadilan ini
menimbulkan suatu keresahan bagi masyarakat terhadap hukum, terutama pada
putusan pengadilan yang tidak memuaskan atau kurang adil serta kurang
bertanggung jawab dalam mengadili suatu perkara. Hal tersebut membuat hukum
semakin tidak dipercaya masyarakat sebagai alat menghadirkan rasa keadilan dan
keseimbangan keadilan di hati masyarakat.
Keadilan menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat terlebih saat berada
dalam permasalahan hukum, karena keadilan merupakan salah satu sendi dasar
yang pokok serta memiliki peran paling utama bagi hakim dalam menegakan
hukum.1 Prinsip keadilan tersebutlah yang menjadikan hakim sebagai salah satu
komponen utama dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang sentantiasa di
tuntut untuk mengasah kepekaan nurani, kecerdasan moral dan profesional dalam
menegakkan hukum dan mewujudkan keadilan yang tercipta pada putusannya.2
Disisi lain, hakim di Indonesia identik hanya menjadi corong undang-undang
1 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan,
Eksepsi, dan Putusan Pengadilan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), h., 3. 2 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor:
047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim Jakarta, 2009, h., 3.
2
yang masih berkutat pada peraturan formal. Hal itu sesuai dengan sistem hukum
di Indonesia yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental “Civil Law”. Sistem
ini telah mempengaruhi corak berpikir hakim dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya untuk memeriksa dan memutus suatu perkara pidana di
pengadilan yang harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
sifatnya tertulis karena undang-undang merupakan sumber hukum utama dalam
sistem yang dianut di Indonesia. Konsekuensi logis dari hal tersebut akhirnya
membatasi hakim untuk tidak dapat melakukan terobosan-terobosan hukum yang
mengikat masyarakat serta tidak berwenang dalam mengambil tindakan keputusan
diluar dari ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belakangan ini hakim banyak melakukan terobosan hukum dalam
menjatuhkan suatu putusan perkara pidana yang tidak mengacu pada kententuan
peraturan perundang-undangan, sehingga menghasilkan penemuan hukum oleh
hakim dalam putusannya (Judge Made Law). Tindakan hakim dalam melakukan
terobosan hukum tersebut melahirkan sebuah permasalahan atau polemik dalam
praktek peradilan pidana, karena terobosan hakim tersebut dipandang bahwa
hukum yang dilihat secara legal tekstual kurang mampu menjangkau nilai-nilai
keadilan yang ada di masyarakat. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi
masyarakat mengenai kemampuan doktrin hukum Civil Law yang tidak mampu
untuk memecahkan permasalahan yang terjadi saat ini. Tindakan hakim dalam
melakukan terobosan hukum mengubah cara berpikir hakim untuk menjalankan
tugas dan kewenangannya dalam tradisi sistem hukum Civil Law yang dianut di
Indonesia bercampur dengan tradisi sistem hukum Common Law yang lebih
melihat hukum bukan berdasarkan tekstual semata.
Tindakan hakim dalam melakukan terobosan hukum dapat ditemukan dalam
praktek peradilan pidana, salah satunya terkait Hakim Mahkamah Agung
menjatuhkan putusan diluar dari dakwaan jaksa penuntut umum. Peneliti pada
kesempatan kali ini mengkonstekstualisasikan permasalahan ini pada Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015. Pada putusan tersebut terdakwa
terjerat kasus tindak pidana narkotika yang didakwakan oleh jaksa penunut umum
dengan dakwaan primair Pasal 114 ayat (1) dan subsidair Pasal 112 ayat (1)
3
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hakim Mahkamah
Agung menilai bahwa fakta dan bukti yang disajikan di persidangan tidak
menunjukan perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, akan
tetapi Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini menilai bahwa perbuatan
terdakwa dinyatakan bersalah dan telah melakukan tindak pidana yang tidak
didakwakan atau diluar pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Kasus
ini menjadi suatu hal sangat memprihatinkan apabila melihat kinerja seorang jaksa
selaku penutut umum yang terlihat kurang teliti dalam menerapkan pasal terhadap
terdakwa, sehingga Hakim Mahkamah Agung melakukan suatu terobosan hukum
dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa dengan menjatuhkan
putusan diluar dari dakwaan jaksa penunut umum dalam perkara tindak pidana
narkotika ini.
Tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan diluar
dakwaan jaksa penuntut umum menimbulkan sebuah persoalan dan polemik yang
diperbincangkan oleh para kalangan praktisi hukum atau pakar hukum, karena jika
melihat secara formil suatu putusan pengadilan yang dijatuhkan oleh hakim
didasarkan atas dakwaan jaksa penuntut umum dan fakta-fakta dipersidangan
sebagaimana sesuai dengan Pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 182
ayat (4) tersebut membatasi ruang gerak hakim dalam menjalankan
kewenangannya untuk tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa
apabila perbuatan tersebut tidak didakwakan oleh jaksa penuntut umum.3 Jika
suatu dakwaan sesuai dengan fakta serta terbukti secara sah dan meyakinkan di
persidangan maka hakim dapat menjadikan dasar penjatuhan putusan pemidanaan
bagi terdakwa. Disisi lain apabila surat dakwaan tidak tepat dan tidak sesuai
dengan fakta di persidangan yang menyebabkan kesalahan terdakwa tidak terbukti
maka terdakwa diputus bebas sebagaimana sesuai dengan Pasal 191 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
3 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), h., 39.
4
Tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan diluar
dakwaan jaksa penuntut umum pada Putusan Nomor 1950 K/Pid.Sus/2015 telah
bertentangan dengan ketentuan Pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
menjadi batasan bagi hakim dalam menjalankan kewenangannya. Disisi lain
hakim dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum tidak
dapat dikatakan sebagai suatu kesalahan, karena hakim memiliki penalaran
tersendiri terhadap suatu perkara yang dihadapkan kepadanya dengan
menggunakan hati nurani dan pandangannya demi tercapainya keadilan secara
substansial. Penalaran itulah yang menggambarkan suatu terobosan hukum yang
dilakukan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut
umum ini.
Tindakan hakim dalam melakukan terobosan hukum dengan menjatuhkan
putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum pada perkara tindak pidana
narkotika ini menjadi sesuatu yang menarik untuk melihat perkembangan ilmu
hukum yang telah dikembangkan oleh aparat penegak hukum (hakim). Tema ini
menjadi sesuatu yang penting untuk melihat apakah teori hukum yang ada cukup
membantu hakim dalam menerapkan hukum pada konteks putusan diluar dakwaan
jaksa penuntut umum ini, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara
khusus dengan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul
“PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DILEMA
ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM (Analisis Putusan :
Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015)”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti memberikan identifikasi
masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut:
a. Apa yang diamanahkan oleh hukum kepada Hakim Mahkamah Agung
ketika adanya benturan antara kepastian hukum dengan keadilan?
5
b. Apa yang lebih diprioritaskan oleh Hakim Mahkamah Agung ketika
adanya perbenturan antara kepastian hukum dengan keadilan?
c. Apa tolak ukur yang gunakan oleh Hakim Mahkamah Agung ketika lebih
mengutamakan keadilan dari pada kepastian hukum?
d. Apakah tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan
yang tidak sesuai dengan surat dakwaan jaksa penuntut umum
dibenarkan?
e. Apakah ada aturan yang memperbolehkan Hakim Mahkamah Agung
menjatuhkan putusan di luar dakwaan jaksa penuntut umum?
f. Apakah menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum
bertentangan dengan ketentuan hukum acara pidana?
g. Apakah tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan
diluar dakwaan jaksa penuntut umum mengubah tradisi sistem hukum
Civil Law di Indonesia?
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah peneliti,
agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang dimaksud
serta untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dengan permasalahan diluar
wilayah penelitian, untuk itu peneliti memberi batasan-batasan demi
mempertajam pembahasan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a. Skripsi ini berfokus pada penilaian prinsip tujuan hukum dalam
penelitian ini yaitu prinsip kepastian hukum dan keadilan terhadap
tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan diluar
dakwaan jaksa penuntut umum pada perkara tindak pidana narkotika.
b. Skripsi ini berfokus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940
K/Pid.Sus/2015 terkait putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum
dalam perkara tindak pidana narkotika.
c. Skripsi ini berfokus mengevaluasi tindakan Hakim Mahkamah Agung
dan penilaian peneliti terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat,
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, dan Putusan Mahkamah Agung
dalam penelitian ini.
6
3. Perumusan Masalah
Agar penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik, maka perlu dibuat
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam
menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam
perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 1940
K/Pid.Sus/2015?
b. Apakah Hakim Mahkamah Agung sudah menerapkan hukum dengan
benar dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum
dalam perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 1940
K/Pid.Sus/2015?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan
tujuan tersebut dapat diperoleh solusi atau jawaban atas masalah yang dihadai
pada penelitian ini. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan
di atas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah:
a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam
menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam
perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 1940
K/Pid.Sus/2015.
b. Untuk mengetahui penerapan hukum oleh Hakim Mahkamah Agung
dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam
perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 1940
K/Pid.Sus/2015
2. Manfaat Penelitian
Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat
diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan
pengetahuan kepada Ilmuan Hukum/ Praktisi Hukum dalam konteks sebuah
terobosan hukum, ketika terdapat suatu pertentangan tujuan hukum antara
kepastian dan keadilan terutama dalam penanganan perkara-perkara pidana
jika terjadi dakwaan yang tidak terbukti secara sempurna namun ditemukan
pasal diluar dakwaan.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
pertimbangan bagi calon hakim/ hakim dan komponen penegak hukum
untuk memperhatikan prinsip-prinsip dan aturan hukum secara bijak dalam
menjatuhkan putusan diluar surat dakwaan jaksa penuntut umum pada perkara
tindak pidana narkotika. Selain itu, peneliti juga menggunakan data berupa
informasi terkait penerapan hukum oleh Hakim Mahkmah Agung dalam
menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum pada perkara
tindak pidana Narkotika pada Putusan Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015.
Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder5 berupa dokumen
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1950 K/Pid.Sus/2015 yang diterbitkan oleh
Mahkamah Agung. Adapun informasi tersebut kemudian dikelompokan
menjadi 2 (dua) data sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer dari penelitian ini merupakan data tumpuan yang digunakan
oleh peneliti untuk menjawab pertanyan penelitian dalam skripsi ini.
Adapun data primer yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa
pertimbangan Hakim Mahkamah Agung pada Putusan Nomor 1940
K/Pid.Sus/2015 dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penunut
umum dalam perkara tindak pidana narkotika. Selain itu, penerapan hukum
oleh Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan Putusan diluar dakwaan
jaksa penuntut umum dalam tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor
1940 K/Pid.Sus/2015.
b. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini merupakan data yang digunakan oleh
peneliti untuk mendukung dan melanjutkan penulisan pada BAB II. Peneliti
membutuhkan data yang menjadi kriteria untuk menilai pertimbangan dan
penerapan Hakim Mahkamah Agung yang menjatuhkan putusan diluar
dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara tindak pidana narkotika yang
tersimpan didalam peraturan perundang-undangan. Adapun data yang
dimaksud dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Undang-undang Dasar Tahun 1945
5 Sumber data sekunder (secondary data) merupakan data yang diperoleh hasil penelitian
dan pengolahan orang lain, atau data dalam bentuk dokumen yang telah tersedia. Lihat Hilman
Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju,
1995, h.,65.
9
2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)
4) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Selanjutnya peneliti menggunakan metode pengumpulan data berupa
studi dokumen yang diawali dengan membaca isi dokumen Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 yang memuat
pertimbangan Hakim serta penerapan Hukum oleh Hakim Mahkmah Agung
dalam menjatuhkan putusan yang diluar dakwaan jaksa penuntut umum
dalam tindak pidana narkotika.
3. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis data maka peneliti menggunakan metode analisis
deskriptif dan evaluatif berdasarkan Putusan Mahmakah Agung Nomor 1950
K/Pid.Sus/2015. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memaparkan
informasi berupa pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan
putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum. Metode evaluatif digunakan
untuk mengevaluasi tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menerapkan
hukum yang tertuang di dalam putusan tersebut.
4. Teknik Penulisan
Dalam penelitian skripsi ini peneliti menggunakan teknik penyusunan
dan sistematika penelitian yang berpedoman pada Buku Pedoman Penelitian
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2017.
E. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian skripsi, ada suatu sistematika pembahasan yang disajikan
oleh peneliti untuk mempermudah penjelasan materi secara menyeluruh yang
akan dibahas dalam skripsi ini. Peneliti menyusun sistematika pembahasan yang
terbagi menjadi lima BAB, diantaranya sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
10
BAB I ini terdiri dari uraian latar belakang masalah yang akan
diteliti, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORITIS PUTUSAN DAN KEWENANGAN
HAKIM
BAB II ini terdiri dari kajian pustaka yang menguraikan kerangka
konseptual, kerangka teoritis, putusan dan kewenangan hakim serta
tinjauan (review) kajian terdahulu.
BAB III PUTUSAN HAKIM DILUAR DAKWAAN JAKSA
PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA
NARKOTIKA
BAB III ini menguraikan data penelitian yang memuat gambaran
umum terkait Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940
K/Pid.Sus/2015 dalam perkara tindak pidana narkotika
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DAN EVALUASI
TINDAKAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN
DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM
PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA
BAB IV ini menyajikan analisis dan interpretasi temuan yang
menjadi dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan diluar
dakwaan dan mengevaluasi tindakan hakim dalam menjatuhkan
putusan diluar dakwaan dalam perkara tindak pidana narkotika.
BAB V PENUTUP
BAB V ini merupakan bagian akhir yang menyajikan kesimpulan
hasil penelitian berikut rekomendasi yang dapat peneliti berikan
terkait penelitian ini.
11
BAB II
KAJIAN TEORITIS PUTUSAN DAN KEWENANGAN HAKIM
DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA PIDANA
Pada Bab 2 (dua) ini peneliti memaparkan beberapa poin penting yang diri
dari 5 (lima) subbab pembahasan. Subbab pertama berisi pemaparan terkait
kerangka konseptual. Subbab kedua berisi pemaparan terkait kerangka teori yang
digunakan untuk menganalisis pada penelitian ini. Subbab ketiga berisi
pemahaman terkait putusan Hakim/Pengadilan. Subbab keempat berisi
pemahaman terkait kewenangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam
perkara pidana. Subbab kelima, peneliti mencoba menghadirkan beberapa
penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan oleh sejumlah kalangan.
A. Kerangka Konseptual
1. Putusan Hakim
Berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas
dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut acara yang diatur
dalamundang-undang. Pengertian hakim itu sendiri merupakan pejabat
peradilan negara yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk
mengadili. Pada ketentuan Pasal 1 angka 9 bahwa yang dimaksud dengan
mengadili adalah serangkaian tindakan hakim, untuk menerima, memeriksa,
memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di
sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang. Hakim disebutkan bahwa Hakim dan Hakim Konstitusi adalah pejabat
negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-
undang
2. Surat Dakwaan
Mangasa Sidabutar menyatakan bahwa surat dakwaan ialah sebentuk
surat resmi yang dibuat oleh jaksa penuntu umum, diberi penanggalan yang
lengkap dan ditandatanganinya yang menerangkan identitas tersangka yang
12
didakwa,uraian tindak pidana yang didakwakan, kapan dan dimana tindak
pidana itu dilakukan yang tersusun secara cermat, jelas, dan lengap”.1
Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur mengenai adanya
definisi tentang surat dakwaan, melainkan hanya mengatur mengenai syarat-
syarat yang harus dipenuhi dan hal-hal yang berhubungan dengan surat
dakwaan. Surat dakwaan oleh kebanyakan pakar hukum di Indonesia, diartikan
sebagai sebuah surat/akta yang dibuat oleh jaksa penuntut umum yang berisi
perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, berdasarkan
kesimpulan dari hasil penyidikan.
1. Syarat Surat Dakwaan
Dalam Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur
mengenai isi surat dakwaan yang juga merupakan syarat surat dakwaan
yang harus dipenuhi oleh Jaksa Penuntut Umum. Adapun 2 (dua) syarat
surat dakwan antara lain sebagai berikut :
a. Syarat Formil yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat:
(1) Diberi tanggal,
(2) Memuat identitas terdakwa secara lengkap, meliputi:
1) Nama lengkap
2) Tempat lahir
3) Umur/ tanggal lahir
4) Jenis kelamin
5) Kebangsaan
6) Tempat tinggal
7) Agama
8) Pekerjaan
(3) Ditandatangani oleh Penuntut Umum
1 Mangasa Sidabutar, Hak Terdakwa Terpidana Penuntut Umum Menempuh Upaya
Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h., 26.
13
b. Syarat Materil yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat unsur yang tidak
boleh dilalaikan:
(1) Uraian cermat, artinya surat dakwaan harus didasarkan kepada
undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, dan harus
memperhatikan:
1) Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan,
2) Apakah penerapan hukum/ ketentuan pidananya sudah tepat
3) Apakah terdakwa dapat dipertanggung jawabkan dalam
melakukan tindak pidana tersebur
4) Apakah tindak pidana tersebut belum/ sudah kadaluarsa
5) Apakah tindak pidana yang dilakukan itu tidak “Nebis In Idem”.
(2) Jelas, artinya surat dakwaan harus merumuskan unsur-unsusr dari
tindak pidana sekaligus mempadukan dengan uraian perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan
(3) Lengkap, artinya uraian surat dakwaan harus mencangkup semua
unsur yang ditentukan oleh undang-undang secara lengkap.
(4) Menyebutkan waktu (tempus delicti) dan tempat tindak pidana
dilakukan (locus delicti).
Secara materil, suatu surat dakwaan dipandang telah memenuhi syarat
apabila surat dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan
utuh tentang:
1) Tindak pidana yang dilakukan,
2) Siapa yang melakukan tindak pidana tersebut,
3) Dimana tindak pidana dilakukan,
4) Bilamana/ kapan tindak pidana dilakukan,
5) Bagaimana tindak pidana dilakukan,
6) Akibat apa yang ditimbulkan tindak pidana tersebut (delik materill),
7) Ketentuan-ketentuan pidana yang diterapkan.
Dapat diformulasikan bahwa syarat formil ialah syarat formalitas surat
dakwaan, sedangkan syarat materil syarat yang berkenaan dengan substansi
14
surat dakwaan. Kedua syarat tersebut harus dipenuhi, apabila tidak
terpenuhinya syarat formil menyebabkan surat dakwaan dapat dinyatakan
tidak dapat diterima (niet ontyankelijk) serta dapat dibatalkan
(vernietigbaar). Jika tidak terpenuhinya syarat materil menyebabkan
dakwaan batal demi hukum (absolut niettig).
2. Bentuk Surat Dakwaan
a. Dakwaan Tunggal/ Biasa
Surat dakwaan tunggal/ biasa merupakan surat dakwaan yang disusun
dalam rumusan tunggal. Adami Chazawi mendefinisikan surat dakwaan
tunggal merupakan surat dakwaan yang dalam uraiannya hanya
menuduhkan satu jenis tindak pidana tanpa disertai dakwaan pengganti,
dakwaan subsidair, atau dakwaan lainnya.2 Surat dakwaan tunggal hanya
berisi satu dakwaan saja atau perbuatan yang dilakukan terdakwa hanya
merupakan satu tindak pidana saja, karena tidak terdapat kemungkinan
untuk mengajukan dakwaan alternatif ataupun dakwaan pengganti
lainnya.
b. Dakwaan Alternatif
Menurut Laden Marpaung bentuk dakwaan alternatif merupakan
dakwaan yang memuat beberapa dakwaan yang diutarakan kata “atau”,
maksudnya dakwaan alternatif memberikan pilihan kepada hakim atau
pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang dipertanggung
jawabkan kepada terdakwa karena tindak pidana yang dilakukan.3 Dalam
surat dakwaan alternatif terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara
berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat
mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini
digunakan apabila belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana
yang paling tepat dapat dibuktikan, meskipun dakwaan terdiri dari
beberapa lapisan tetapi hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan.
2 Adami Chazawi, Kemahiran dan Keterampilan Praktik Hukum Pidana, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2013), h., 41. 3 Laden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (di Kejaksaan dan Pengadilan
Negeri Upaya Hukum Eksklusif Bagian Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h., 44.
15
c. Dakwaan Subsidair (Subsidiary)
Dakwaan secara subsidair yaitu diurutkan mulai dari yang paling
berat hingga yang paling ringan digunakan dalam tindak pidana yang
berakibat peristiwa diatur dalam pasal lain pada KUHP. Dakwaan
subsidair menggantikan dakwaan primair seandainya penuntut umum
tidak mampu membuktikan dakwaaan primair. Hakim dalam mengadili
suatu perkara terlebih dahulu memeriksa dakwaan primair dan jika
dakwaan primair tidak terbukti, maka hakim akan memeriksa dakwaan
subsidair dan apabila masih tidak terbukti maka diperiksalah dakwaan
yang lebih subsidair. Dalam praktiknya surat dakwaan subsidair sering
disebut juga dakwaan alternatif, karena pada umumnya dakwaan disusun
oleh jaksa penuntut umum menurut bentuk subsidair, artinya tersusun
primer dan subsidair.
d. Dakwaan Kumulatif
Hendar Soetarna mendefinisikan dakwaan kumulatif merupakan
dakwaan bertitik tolak pada adanya perbarengan (concursus) baik
perbarengan tindak pidananya ataupun perbarengan pelakunya.
Perbarengan tindak pidana ditemukan apabila terdakwa melakukan
beberapa perbuatan yang harus dipamdang sebagai perbuatan yang
berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan.4 Sementara Lilik
Mulyadi menyatakan dakwaan kumulatif dibuat oleh penuntut umum
apabila seorang atau lebih terdakdwa melakukan lebih dari satu
perbuatan pidana dimana perbuatan tersebut harus dianggap berdiri
sendiri atau juga dapat dikatakan tidak ada kaitannya satu dengan
lainnya”.5
e. Dakwaan Kombinasi
Adami Chazawi menyatakan dakwaan kombinasi merupakan
dakwaan yang menuduhkan beberapa tindak pidana pada terdakwa
4 Hendra Soetarno, Hukum Pembuktian Dalam Acara Pidana, (Bandung: PT. Alumni,
2011), h., 33. 5 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan,
Eksepsi, dan Putusan Pengadilan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), h., 59-60.
16
dengan mengombinasikan antara beberapa bentuk surat dakwaan secara
kumulatif.6 Dakwaan kombinasi merupakan kombinasi/gabungan dari
dakwaan yang berbentuk alternatif dengan dakwaan yang berbentuk
subsidair atau antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan subsidair atau
antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan dakwaan alternatif dan
sebagainya. Timbulnya bentuk dakwaan ini seiring dengan
perkembangan dibidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam
bentuk atau jenisnya maupun dalam modus operadi yang dipergunakan.
3. Tindak Pidana Narkotika
Nakotika secara etimologi berasal dari bahasa Inggris narcose atau
narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Kata narkotika juga berasal
dari Yunani yaitu narkoun yang artinya membuat lumpu atau membuat mati
rasa.7 Secara etimologi terminologis narkotika dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia ialah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa
sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau merangsang. Sementara itu, Wilson
Nadaek menjelaskan didalam bukunya mengenai definisi Narkotika menurut
Elijah Adams bahwa narkotika adalah terdiri dari zat sisntetis dan semi sintetis
yang dikenal adalah heroin yang terbuat dari morfhine yang tidak
dipergunakan, tetapi banyak nampak dalam perdagangan-perdagangan gelap.
Selain itu, narkotika ini juga dikenal dengan istilah dihydo morfhine.8
Smith Kline dan French Clinical memberikan definisi narkotika yaitu
“Narkotic are drugss which product insensibility or stuporduce to their
depresnat offer on the central nerveous system, inclided in this definition are
opium-opium derivativis (Morhphine, codein, methadone).” Memiliki arti
sebagai zat-zat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan
dikarenakan zat-zat tersebut berkerja mempengaruhi susunan pusat syaraf.
Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari
6 Adami Chazawi, Kemahiran dan Keterampilan Praktik Hukum Pidana, … h., 89
7 Hari Sasangka, Narkotika dan Prikotropika Dalam Hukum Pidana Untuk Mahasiswa
dan Praktisi Serta Penyuluh Masalah Narkoba ,(Bandung: Mandar Maju, 2003), h., 35. 8 Wilson Nadaek, Korban dan Masalah Narkotika, (Bandung: Indonesia Publing House,
1983), h., 122.
17
candu seperti motphin, codein, heroin atau zat-zat yang dibuat dari candu
seperti meripidin dan methodan. 9
Tindak pidana narkotika itu sendiri di Indonesia diatur didalam Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atas perubahan dari Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 ini berguna untuk mencegah dan memberantas tindak pidana
narkotika yang sangat merugikan, serta membahayakan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara. Selain itu dalam rangka melindungi masyarakat dari
bahayanya narkotika, undang-undang narkotika ini memiliki cakupan yang
sangat luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun mengatur
mengenai sanksi pidana.
1. Penggolongan Pelaku Tindak Pidana Narkotika
Secara garis besar tindak pidana narkotika secara umum dikenal dalam
beberapa bentuk, yaitu :10
a. Penyalahgunaan/melebihi dosis: menggunakan atau memakai narkotika
secara illegal/tidak dibenarkan, hal ini disebabkan oleh banyak hal seperti
stress, kehilangan jati diri dan kepercayaan diri, pergaulan, kepentingan
seksual, menghilangkan frustasi dan lain sebagainya.
b. Pengedaran Narkotika: distribusi narkotika yang terlibat jaringan
narkotika baik nasional maupun ietrnasional.
c. Jual beli Narkotika, ini dikarenakan matavasi komersil atau kepuasan.
d. Produksi Narkotika, usaha membuat atau menghilangkan arkotika baik
dalam negeri maupun luar negeri.
2. Penggolongan Jenis Narkotika
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
digolongkan ke dalam 3 (tiga) jenis golongan, yaitu:
a. Narkotika Golongan I yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
9 Smith Kline dan French Clinical, A Manual For Law Enforcemen Officeer Drugs Abuse,
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 1 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
PUTUSAN Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Yang memeriksa dan mengadili perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi
telah memutus sebagai berikut dalam perkara Terdakwa :
Nama : JHONI NGADIANTO alias JHON; Tempat Lahir : Jakarta;
Umur/Tanggal Lahir : 46 tahun / 02 Juli 1967;
Jenis Kelamin : Laki-laki;
Kebangsaan : Indonesia;
Tempat Tinggal : Jalan Hos Cokroaminoto Nomor 8 RT 05/04,
Gondangdia, Jakarta Pusat;
Agama : Budha;
Pekerjaan : Wiraswasta;
Terdakwa ditahan dalam tahanan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) oleh :
1. Penyidik, sejak tanggal 22 Juli 2014 sampai dengan tanggal 10 Agustus
2014;
2. Perpanjangan penahanan oleh Penuntut Umum, sejak tanggal 11 Agustus
2014 sampai dengan tanggal 19 September 2014;
3. Perpanjangan penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri, sejak tanggal 20
September 2014 sampai dengan tanggal 19 Oktober 2014;
4. Penuntut Umum, sejak tanggal 09 Oktober 2014 sampai dengan tanggal 28
Oktober 2014;
5. Majelis Hakim Pengadilan Negeri, sejak tanggal 27 Oktober 2014 sampai
dengan tanggal 25 November 2014;
6. Perpanjangan penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri, sejak tanggal 26
November 2014 sampai dengan tanggal 24 Januari 2015;
7. Perpanjangan penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi, sejak
tanggal 25 Januari 2015 sampai dengan tanggal 23 Februari 2015;
8. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, sejak tanggal 11 Februari 2015 sampai
dengan tanggal 12 Maret 2015;
9. Perpanjangan penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi, sejak
tanggal 13 Maret 2015 sampai dengan tanggal 11 Mei 2015;
10. Hakim Mahkamah Agung selama 50 (lima puluh) hari, terhitung sejak
tanggal 25 Mei 2015 sampai dengan tanggal 13 Juli 2015, berdasarkan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 2 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
Surat Penetapan Penahanan Nomor : 2583/2015/S.797.Tah.Sus/PP/
2012/MA. tanggal 03 Juli 2015;
11. Ketua Mahkamah Agung sebagai perpanjangan penahanan Hakim
Mahkamah Agung selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal 14
Juli 2015 sampai dengan tanggal 11 September 2015, berdasarkan Surat
Penetapan Penahanan Nomor : 2584/2015/S.797.Tah.Sus/PP/2012/MA.
tanggal 03 Juli 2015;
Terdakwa diajukan di depan persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
karena didakwa dengan dakwaan sebagai berikut :
DAKWAAN : PRIMAIR :
Bahwa ia Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon, pada hari Minggu
tanggal 20 Juli 2014 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu
lain dalam bulan Juli 2014 bertempat di tempat kost Jalan Jambu BB.33
Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan Serpong,
Tangerang atau setidak-tidaknya yang termasuk daerah hukum Pengadilan
Negeri Tangerang namun berdasarkan Pasal 84 Ayat (2) KUHAP, Pengadilan
Negeri Jakarta Barat berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya, yaitu
tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan I”, perbuatan tersebut dilakukan ia Terdakwa dengan cara
sebagai berikut :
Bahwa mulanya saksi Sumantri bersama rekan anggota lainnya diantaranya
saksi Jhon Gun Sinaga telah menangkap saksi Derri Afrian alias Ei Bin
Sutomo (dilakukan penuntutan secara terpisah) karena kedapat shabu dan
menurut keterangan saksi Derri Afrian alias Ei Bin Sutomo mengaku bahwa
Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon pernah mambeli shabu sebanyak
1 (satu) paket dengan berat brutto 1 gram dengan harga Rp1.800.000,00
(satu juta delapan ratus ribu rupiah) dan atas petunjuk tersebut maka saksi
Gumantri bersama dengan anggota Polisi lain diantaranya saksi Jhon Gun
Sinaga mendatangi ke tempat kost Terdakwa yang beralamat di Jalan Jambu
BB.33 Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan
Serpong, Tangerang. Kemudian pada hari Minggu tanggal 20 Juli 2014 sekira
jam 22.30 WIB, kedua anggota Polisi tiba di tempat kost Terdakwa tersebut
kemudian kedua anggota Polisi tersebut melakukan penangkapan terhadap
Terdakwa dan dari hasil penggeledahan ditemukan 1 (satu) paket plastik
Narkotika jenis shabu dengan berat brutto 0,6 gram atau berat netto 0,1909
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 3 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
gram yang Terdakwa simpan di dalam laci lemari pakaian kemudian setelah
Terdakwa diinterogasi mengaku bahwa shabu yang ditemukan di dalam
lemari pakaian tersebut adalah milik Terdakwa yang didapat beli dari seorang
laki-laki yang berada di Hotel Sion Holiday Serpong BSD dengan harga
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dimana Terdakwa dalam membeli
Narkotika jenis shabu tersebut tanpa ijin sah dari pejabat yang berwenang
dan dari hasil Pemeriksaan Badan Reserse Kriminal Polri Pusat Laboratorium
Firensik No. LAB : 2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus 2014, menyatakan
bahwa barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal
warna putih dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar mengandung
Metamfetamina terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 61 Lampiran Undang-
Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
Perbuatan ia Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana
dalam Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika;
SUBSIDAIR :
Bahwa ia Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon, pada hari Minggu
tanggal 20 Juli 2014 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu
lain dalam bulan Juli 2014 bertempat di tempat kost Jalan Jambu BB.33
Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan Serpong,
Tangerang atau setidak-tidaknya yang termasuk daerah hukum Pengadilan
Negeri Tangerang namun berdasarkan Pasal 84 Ayat (2) KUHAP, Pengadilan
Negeri Jakarta Barat berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya yaitu tanpa
hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika Golongan l bukan tanaman, perbuatan tersebut dilakukan ia
Terdakwa dengan cara sebagai berikut
Bahwa mulanya saksi Sumantri bersama rekan anggota lainnya diantaranya
saksi Jhon Gun Sinaga telah menangkap saksi Derri Afrian alias Ei Bin
Sutomo (dilakukan penuntutan secara terpisah) karena kedapatan shabu dan
menurut keterangan saksi Dem Afrian alias Ei Bin Sutomo mengaku bahwa
Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon pernah membeli shabu sebanyak
1 (satu) paket dengan berat brutto 1 gram dengan harga Rp1.800.000,00
(satu juta delapan ratus ribu rupiah) dan atas petunjuk tersebut maka saksi
Sumantri bersama dengan anggota Polisi lain diantaranya saksi Jhon Gun
Sinaga mendatangi ke tempat kost Terdakwa yang beralamat di Jalan Jambu
BB.33 Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan
Serpong, Tangerang. Kemudian pada hari Minggu tanggal 20 Juli 2014 sekira
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 4 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
jam 22.30 WIB, kedua anggota Polisi tiba di tempat kost Terdakwa tersebut
kemudian kedua anggota Polisi tersebut melakukan penangkapan terhadap
Terdakwa dan dari hasil penggeledahan ditemukan 1 (satu) paket plastik
Narkotika jenis shabu dengan berat brutto 0,6 gram atau berat netto 0,1909
gram yang Terdakwa simpan di dalam laci lemari pakaian kemudian setelah
Terdakwa diintrogasi mangaku bahwa shabu yang ditemukan di dalam lemari
pakaian tersebut adalah milik Terdakwa yang didapat beli dari seorang laki-
laki yang berada di Hotel Sion Holiday Serpong BSD dengan harga
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dimana Terdakwa dalam membeli
Narkotika jenis shabu tersebut tanpa ijin sah dari pejabat yang berwenang
dan dari hasil Pemeriksaan Badan Reserse Kriminal Polri Pusat Laboratorium
Firensik No. LAB : 2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus 2014, menyatakan
bahwa barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal
warna putih dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar mengandung
Metamfetamina terdaftar dalam Golongan I nomor urut 61 Lampiran Undang-
Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
Jakarta Barat tanggal 17 Desember 2014 sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON tidak terbukti dalam
dakwaan Primair Penuntut Umum;
2. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau
melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika Golongan I bukan tanaman”, sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dalam surat Dakwaan Subsidair;
3. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON
dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama Terdakwa
berada dalam tahanan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan dan denda
sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) subsidair 6 (dua)
bulan penjara;
4. Menyatakan barang bukti berupa :
- 1 (satu) paket narkotika jenis shabu dengan berat brutto 0,6 gram, setelah
pemeriksaan laboratorium dengan berat netto 0,1909 gram, sisa barang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 5 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
bukti setelah pemeriksaan labkrim dengan berat netto 0,1644 gram,
dirampas untuk dimusnahkan;
5. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp2.000,00
(dua ribu rupiah);
Membaca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor :
1778/Pid.Sus/2014/PN Jkt.Brt., tanggal 04 Februari 2015 yang amar lengkapnya
sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
tersebut dalam dakwaan Primair;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan Primair tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau
melawan hukum menguasai Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan
tanaman”;
4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak
dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan;
5. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
6. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
7. Memerintahkan barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan
kristal warna putih dengan berat netto 0,1909 gram, sisa barang bukti setelah
pemeriksaan labkrim dengan berat netto 0,1644 gram, dirampas untuk
dimusnahkan;
8. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp2.000,00 (dua ribu rupiah);
Membaca putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 71/PID/2015/
PT.DKI., tanggal 28 April 2015 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
1. Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa;
2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor :
1778/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Brt., tanggal 04 Februari 2015, yang dimintakan
banding;
3. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 6 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
4. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam dua tingkat
pengadilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp2.500,00 (dua
ribu lima ratus rupiah);
Mengingat akta permohonan kasasi Nomor : 1778/Pid.Sus/2014/
PN.JKT.BRT, yang dibuat oleh Panitera pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat,
yang menerangkan, bahwa pada tanggal 25 Mei 2015, Penasihat Hukum
Terdakwa berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 Mei 2015 untuk dan atas
nama Terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan
Tinggi Jakarta tersebut;
Memperhatikan memori kasasi tertanggal 08 Juni 2015 dari Penasihat
Hukum Terdakwa untuk dan atas nama Terdakwa sebagai Pemohon Kasasi
yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tanggal 08
Juni 2015;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut telah
diberitahukan kepada Terdakwa pada tanggal 25 Mei 2015 dan Terdakwa
mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 25 Mei 2015 serta memori
kasasinya telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada
tanggal 08 Juni 2015, dengan demikian permohonan kasasi beserta dengan
alasan-alasannya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara
menurut undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara
formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Terdakwa pada pokoknya sebagai berikut : KEBERATAN PERTAMA :
Bahwa Judex Facti telah tidak menerapkan hukum Acara Pidana dengan
benar dengan mengijinkan dan menyidangkan perkara ini di Pengadilan Negeri
Jakarta Barat, sedangkan Locus Delicti dan Tempus Delicti perkara ini terjadi di
wilayah hukum Pengadilan Negeri Tangerang yakni di Jalan Jambu BB 33
perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jagung, Kecamatan Serpong
Tangerang, Judex Facti sama sekali tidak mempertimbangkan keberatan kami
Penasihat Hukum Terdakwa/Pemohon Kasasi dalam Pledoi kami, dimana di
dalam pledoi kami telah menguraikan bahwa Anggota Kepolisian Polres Jakarta
Barat telah melampaui kewenangannya melakukan penangkapan di wilayah
hukum Pengadilan Negeri Tangerang, dan merekayasa BAP sedemikian rupa
dibuat seolah-olah bahwa penangkapan Terdakwa tersebut bermula dari
penangkapan saksi Derri Afrian alias Ei bin Sutomo, yang kemudian atas
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 7 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
pengakuan Derri Afrian yang pernah menjual shabu-shabu kepada Terdakwa
dan atas petunjuk dari saksi Derri Afrian kemudian saksi Sumantri dan saksi
Jhon Gun Sinaga melakukan penangkapan ditempat kost Terdakwa di Jalan
Jambu BB 33 Perumahan Pondok Jagung Kelurahan Pondok Jagung
Kecamatan Serpong Tangerang, padahal hal tersebut sama sekali tidak benar,
berdasarkan keterangan dari saksi Derri Afrian yang menerangkan sebagai
berikut :
a. Saksi sama sekali tidak kenal dengan Terdakwa dan baru bertemu dengan
Terdakwa di kantor Polisi Polres Jakarta Barat;
b. Saksi tidak pernah menjual shabu-shabu kepada Terdakwa;
c. Pada saat saksi ditangkap saksi dibawa dengan mata tertutup dan dipukuli
oleh Polisi;
d. Saksi tidak tahu pada saat Terdakwa ditangkap;
e. Saksi pada saat menandatangani BAP tidak diberi kesempatan untuk
membaca BAPnya dan tidak juga dibacakan BAPnya.;
Dari keterangan saksi tersebut bagaimana mungkin penangkapan
Terdakwa di tempat kostnya adalah merupakan pengembangan dan petunjuk
dari Derri Afrian, Penyidik sengaja membuat rekayasa hukum sehingga seolah-
olah ada keterkaitan perkara antara perkara saksi Derri Afrian dengan perkara
Terdakwa agar Terdakwa dapat diperiksa di Polres Jakarta Barat dan dapat
disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Seharusnya Judex Facti tingkat
Pertama dan Tingkat Banding dengan memperhatikan fakta yang terungkap
dalam persidangan tersebut serta memperhatikan alasan yang kami utarakan
dalam Pledoi Kami tersebut menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta
Barat Tidak Berwenang mengadili Perkara ini, walaupun tidak ada Eksepsi dari
Terdakwa maupun dari Penasihat Hukum Terdakwa terdahulu, karena sesuai
dengan Pasal 156 Ayat (7) KUHAP “Hakim Ketua Sidang karena jabatannya”,
“walaupun tidak ada perlawanan”, “setelah mendengar pendapat Penuntut
Umum dan Terdakwa” dengan “surat penetapan” yang memuat alasannya dapat
menyatakan “pengadilan tidak berwenang”. Artinya jika Hakim menemukan
ketidakbenaran dakwaan yang berakibat tidak berwenangnya pengadilan maka
Hakim secara ex officio dapat memutuskannya. Misalnya pada saat dakwaan
dibacakan tidak ada keberatan dari Terdakwa mengenai locus delicti tindak
pidananya, akan tetapi setelah memeriksa alat bukti, saksi, ahli, surat,
Terdakwa, ternyata locus delictinya terjadi di luar yuridiksi pengadilan yang
memeriksa, maka Hakim dapat menyatakan tidak berwenang mengadili perkara
tersebut meski tidak ada eksepsi, maka berdasarkan Pasal 156 Ayat (7) KUHAP
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 8 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
tersebut maka seharusnya gambaran prosedur yang sebenarnya harus
dilakukan oleh Judex Facti adalah :
- Langkah pertama : jika pada saat atau setelah melakukan pemeriksaan alat
bukti ditemukan ada permasalahan dakwaan mengenai kompetensi
(absolut/relatif), maka karena jabatannya Hakim harus menyatakan adanya
“ketidakwenangan mengadili” di persidangan;
- Langkah Kedua : Atas pernyataan Hakim tersebut, Penuntut Umum
memberikan pendapat yang dilanjutkan pendapat dari Terdakwa;
- Langkah Ketiga : Jika setelah mendengar pendapat tersebut, Hakim tetap
menemukan ketidakwenangan pengadilan, maka Hakim dapat menyatakan
tidak berwenang mengadili dan dibuat dalam bentuk Penetapan, menurut
Pasal 157 Ayat 7 KUHAP dan bentuknya sama dengan kewenangan Ketua
Pengadilan untuk menyatakan tidak berwenang mengadili sebelum perkara
disidangkan yakni dibuat dalam bentuk Penetapan (vide Pasal 148 dan Pasal
149 KUHAP), namun oleh karena pemeriksaan perkara sudah dilakukan
maka ketidakwenangan mengadili dibuat dalam bentuk Putusan dengan
menyatakan dakwaan tersebut batal atau harus di N.O, dalam putusan akhir,
walaupun KUHAP mengatur putusan akhir itu hanya dalam bentuk putusan
pemidanaan dan putusan bukan pemidanaan (bebas dan lepas dari tuntutan
hukum), sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11 jis Pasal 194 Ayat (1),
Pasal 199 Ayat (1) huruf b, Pasal 222 Ayat (1) KUHAP, namun jika membaca
Pasal 156 Ayat (2) yakni “Sebaliknya dalam hal tidak diterima atau Hakim
berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan,
maka sidang dilanjutkan”, Penekanannya dalam kata “baru dapat diputus
setelah selesai pemeriksaan”, berarti KUHAP memberikan sarana yuridis
bagi Hakim untuk memutuskan batal hukum tidaknya suatu dakwaan setelah
pemeriksaan selesai yakni setelah proses pemeriksaan alat bukti, sebelum
pengajuan tuntutan pidana (Pasal 182 Ayat 1). Sedangkan jika telah ada
pengajuan tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan, KUHAP
menamakannya dengan “pemeriksaan dinyatakan ditutup” (Vide Pasal 182
Ayat 2 KUHAP), Dengan demikian, Hakim masih dapat memutus batal/tidak
dapat diterimanya suatu dakwaan;
Berdasarkan alasan yang kami utarakan ini, kami mohon agar Ketua/
Hakim Agung yang memeriksa perkara ini berkenan memutuskan bahwa
Pengadilan Negeri Jakarta Barat Tidak Berwenang mengadili perkara ini dan
menyatakan bahwa dakwaan rekan Jaksa/Penuntut Umum tidak dapat diterima;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 9 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
KEBERATAN KEDUA
Bahwa dalam memori kasasi ini kembali kami menyatakan bahwa Judex
Facti baik di tingkat pertama maupun banding telah salah dalam menerapkan
hukum dalam mengklasifikasikan/menggolongkan perbuatan Terdakwa yang
terbukti di persidangan, dengan karena menyatakan perbuatan Terdakwa telah
memenuhi unsur-unsur Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, hanya dengan melihat secara tekstualnya saja dengan
hanya melihat fakta bahwa Terdakwa telah kedapatan menguasai dan memiliki
Narkotika, dan kemudian mencocokkan fakta tersebut dengan kalimat dalam
Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, tanpa melihat kasus ini secara Kontekstualnya yaitu dengan
memperhatikan maksud dan tujuan Terdakwa menguasai dan memiliki narkotika
tersebut, apakah untuk diperdagangkan, ataukah untuk digunakan sendiri oleh
Terdakwa, oleh karenanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 telah
melakukan Penggolongan Pelaku Tindak Pidana Narkotika sebagai berikut
a. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika, atau
prekusor narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 111, 112, 117, 122 dan
Pasal 129;
b. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi/mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal
113, 118, 123 dan 129;
c. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual-beli, menukar
atau menyerahkan atau menerima narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal
114, 119, 124 dan Pasal 129;
d. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentrasito narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal
115, 120, 125 dan Pasal 129;
e. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika kepada
orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain,
sebagaimana diatur dalam Pasal 116, 121 dan Pasal 126;
f. Perbuatan penyalahgunaan Narkotika bagi diri sendiri, sebagaimana
diatur dalam Pasal 127, yaitu orang yang menggunakan narkotika tanpa hak
atau melawan hukum (Pasal 1 angka 15), sedangkan pecandu narkotika,
sebagaimana diatur dalam Pasal 128 dan Pasal 134, yaitu orang yang
menggunakan atau menyalah gunakan narkotika dan dalam keadaan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 10 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1
angka 13);
g. Percobaan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
narkotika dan prekusor narkotika dalam Pasal 111, 112, 113, 114, 115, 116,
Bahwa penggolongan pelaku tindak pidana narkotika tersebut
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tiap kedudukan dan perbuatan pelaku
tindak pidana narkotika memiliki sanksi yang berbeda, karena alangkah tidak
adilnya seorang korban atau penyalahguna narkotika untuk diri sendiri in casu
Terdakwa harus dihukum sama beratnya dengan seorang pengedar narkotika;
Jadi berdasarkan penggolongan pelaku tindak pidana narkotika tersebut,
seharusnya para penegak hukum dalam hal ini Penyidik, Penuntut Umum, dan
Hakim dalam penanganan sebuah kasus narkotika tidak semata-mata hanya
melihat bahwa setiap penyalahguna yang kedapatan membawa atau memiliki
narkotika tersebut harus dikenakan Pasal 112, namun sebagai seorang
penegak hukum harus bersikap secara jujur dan adil, menggali fakta yang
sebenarnya, apa tujuan seorang penyalahguna yang kedapatan memiliki,
menguasai dan membawa narkotika tersebut, apakah untuk diperdagangkan
ataukah untuk digunakan bagi dirinya sendiri, Mahkamah Agung dalam sebuah
Yurisprudensi Putusan kasasi perkara Nomor : 1071/K/Pid.Sus/2012
menyatakan dalam pertimbangannya yang berbunyi “Bahwa ketentuan Pasal
112 adalah merupakan ketentuan keranjang sampah atau pasal karet.
Perbuatan para pengguna atau pecandu yang menguasai atau memiliki
narkotika untuk tujuan dikonsumsi atau dipakai sendiri tidak akan terlepas dari
jeratan Pasal 112 tersebut, padahal pemikiran semacam ini adalah keliru dalam
menerapkan hukum, sebab tidak mempertimbangkan keadaan atau hal-hal
yang mendasari Terdakwa menguasai atau memiliki barang tersebut sesuai
dengan niat atau maksud Terdakwa”;
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan pada saat
Terdakwa ditangkap oleh Anggota Sat. Resnarkoba Polres Jakarta Barat,
Terdakwa kedapatan sedang akan menggunakan sabu-sabu, dimana Terdakwa
telah mempersiapkan dan merakit bong dan cangklongnya sebagai alat yang
akan digunakan untuk menghisap sabu-sabu tersebut, dengan fakta tersebut
maka arti menguasai dalam unsur Pasal 112 Ayat (1) ini harus diartikan secara
luas sebagai menguasai untuk digunakan dan termasuk pula menguasai pada
saat ia menghisap/menggunakannya, karena jika hanya melihat fakta secara
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 11 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
tekstualnya saja bahwa Terdakwa telah kedapatan menguasai dan memiliki
narkotika tersebut maka sudah pasti perbuatan Terdakwa tersebut cocok
dengan unsur-unsur Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, namun jika dilihat dari segi kontekstualnya dengan
melihat maksud dan tujuan Terdakwa/Pemohon Kasasi yang telah
mempersiapkan alat hisap berupa bong, pipet dan cangklong sebagai sarana
untuk menghisap sabu-sabu, maka sudah jelas bahwa kepemilikan sabu-sabu
oleh tersebut adalah untuk digunakan sendiri, oleh karenanya Mahkamah
Agung telah memberikan Yurisprudensi dalam sebuah putusan perkara Pidana
Narkotika Nomor : 1386/K/Pid.Sus/2011, memberikan kaidah hukum yang
berbunyi sebagai berikut “bahwa kepemilikan atau penguasaan atas suatu
narkotika dan sejenisnya harus dilihat maksud dan tujuannya atau
kontekstualnya dan bukan hanya tekstualnya dengan menghubungkan kalimat
dalam undang-undang tersebut”;
Berdasarkan Yurisprudensi MA tersebut jika dihubungkan dengan fakta
yang terungkap dalam persidangan, maka sudah jelas Judex Facti
tingkat pertama dan tingkat Banding telah salah dalam menerapkan hukum
dalam menentukan kualifikasi perbuatan Terdakwa/Pemohon Kasasi dengan
menyatakan bahwa kualifikasi perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa
adalah melanggar Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang 35 Tahun 2009, dimana
seharusnya perbuatan Terdakwa tersebut adalah melanggar Pasal 127 Ayat (1)
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni sebagai
Penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri oleh karenanya kami
mohon agar Ketua/Majelis Hakim Agung membatalkan Putusan Judex Facti
tersebut dan mengadili sendiri menyatakan perbuatan Terdakwa adalah
melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009;
KEBERATAN KETIGA
Bahwa Judex Facti telah salah dan atau tidak menerapkan hukum telah
salah atau keliru dalam pertimbangannya khususnya dalam hal Pembuktian
Unsur Pokok (bestandeel delict) Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor
35 Tahun 2009 dengan mengabaikan kaidah-kaidah hukum yang telah dibuat
oleh Mahkamah Agung melalui beberapa Yurisprudensi maupun dalam surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tertanggal 07 April 2010 yang
dapat dijadikan dasar untuk penerapan ketentuan pidana yang tepat tentang
tujuan seseorang yang sedang menguasai, memiliki, menerima atau membeli
Narkotika, dimana dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010 secara jelas Mahkamah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 12 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
Agung mengkualifikasikan seorang Penyalahguna atau Pecandu Narkotika
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh Penyidik Polri dan Penyidik BNN dalam
kondisi tertangkap tangan;
b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a di atas, diketemukan barang bukti
pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut :
1. Kelompok Methamphetamine (sabu-sabu) seberat 1 gram;
2. Kelompok MDMA (ectasy) seberat 2,4 gram/ sebanyak 8 butir;
3. Kelompok Heroin seberat 1,8 gram;
4. Kelompok Kokain seberat 1,8 gram;
5. Kelompok Ganja seberat 5 gram;
6. Daun Koka seberat 5 gram;
7. Meskalin seberat 5 gram;
8. Kelompok Psilosybin seberat 3 gram;
9. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) seberat 2 gram;
10. Kelompok PCP (Phencyclidine) seberat 3 gram;
11. Kelompok Fentanil seberat 1 gram;
12. Kelompok Metadon seberat 0,5 gram;
13. Kelompok Morfin seberat 1,8 gram;
14. Kelompok Petidine seberat 0,96 gram;
15. Kelompok Kodein seberat 72 gram;
16. Kelompok Bufrenorfin seberat 32 gram;
c. Surat Uji Laboratorium yang berisi positif menggunakan Narkoba yang
dikeluarkan berdasarkan permintaan penyidik;
d. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang
ditunjuk oleh Hakim;
e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam
peredaran gelap Narkotika;
Bahwa demikian pula dalam beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung,
salah satunya putusan Mahkamah Agung yang hampir sama dengan apa yang
dialami Terdakwa yakni Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1386 K/Pid.Sus/
2011 tanggal 03 Agustus 2011 yang amar putusannya Menolak Kasasi dari
Jaksa/Penuntut Umum dan menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang
Nomor : 119/Pid/2011/PT. Smg. tanggal 28 April 2011 membebaskan Terdakwa
Sidiq Yudhi Ardianto, S.E. alias Didik dalam dakwaan Primair melanggar Pasal
112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, dan menghukum
Terdakwa dengan dakwaan Subsidair melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 13 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
Undang Nomor 35 Tahun 2009. Adapun pertimbangan Majelis Hakim dari
putusan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Jumlah jenis narkotika yang ditemukan pada diri Terdakwa hanya seberat 0.2
gram yang dibeli Terdakwa dari seseorang bernama Ganjar Raharjo;
b. Terdakwa membeli narkotika bukan untuk diperdagangkan atau
diperjualbelikan, melainkan untuk digunakan;
c. Terdakwa yang bermaksud untuk menggunakan atau memakai narkotika
tersebut, tentu saja menguasai atau memiliki narkotika tersebut tetapi
kepemilikan dan penguasaan narkotika tersebut semata-mata untuk
digunakan. Sehubungan dengan hal tersebut maka harus dipertimbangkan
bahwa kepemilikan atau penguasaan atas suatu narkotika dan sejenisnya
harus dilihat maksud dan tujuannya atau kontekstualnya dan bukan hanya
tekstualnya dengan menghubungkan kalimat dalam undang-undang tersebut;
d. Dalam proses hukum penyidikan, polisi sering kali menghindari untuk
dilakukan pemeriksaan urine Terdakwa, sebab ada ketidakjujuran dalam
penegakan hukum untuk menghindari penerapan ketentuan tentang
Penyalahgunaan Narkotika, meskipun sesungguhnya Terdakwa melanggar
Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009;
Bahwa apabila Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010
dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1386 K/Pid.Sus/2011 tanggal 03
Agustus 2011 tersebut dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan, maka dapat ditemukan fakta-fakta sebagai berikut :
1. Terdakwa tertangkap tangan oleh Anggota Sat Narkoba pada saat hendak
menggunakan narkotika jenis sabu-sabu, dimana pada saat itu Terdakwa
telah merakit bong yang terbuat dari botol air mineral dan pipa cangklongnya
yang terbuat dari kaca;
2. Pada saat tertangkap tangan, diketemukan barang bukti pemakaian 1 (satu)
hari yaitu narkotika dalam kelompok methamphetamine (sabu-sabu) dengan
berat netto 0,1909 gram (kurang dari 1 gram);
3. Urine Terdakwa sudah pasti positif menggunakan narkotika jenis sabu-sabu,
namun dalam perkara ini Penyidik sengaja tidak melampirkan atau sengaja
tidak membuatkan Surat Uji Laboratorium demikian pula dengan barang bukti
berupa pipa cangklong dan bongnya juga tidak dijadikan barang bukti sebab
ada ketidakjujuran dalam penegakan hukum untuk menghindari penerapan
ketentuan tentang Penyalahgunaan Narkotika, meskipun sesungguhnya
Terdakwa melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun
2009;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 14 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
4. Tidak terdapat bukti bahwa Terdakwa terlibat dalam peredaran gelap
Narkotika dan Terdakwa membeli narkotika bukan untuk diperdagangkan
atau diperjuaIbelikan melainkan untuk digunakan;
Bahwa berdasarkan keberatan-keberatan serta alasan-alasan kami
tersebut maka jelaslah bahwa Judex Facti telah salah atau keliru dalam
pertimbangannya khususnya dalam hal pembuktian unsur pokok (bestandeel
delict) Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 karena
Judex Facti hanya terpaku pada fakta bahwasanya Terdakwa telah terbukti
memiliki atau menguasai Narkotika jenis sabu-sabu yang kemudian
menghubungkan fakta tersebut dengan unsur pokok (bestandeel delict) dalam
kalimat pada Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009,
dengan tidak mempertimbangkan keadaan atau hal-hal yang mendasari
Terdakwa menguasai atau memiliki barang tersebut sesuai dengan niat atau
maksud Terdakwa menguasai narkotika jenis sabu-sabu tersebut, demikian pula
kekeliruan Judex Facti karena mengabaikan beberapa yurisprudensi dan Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2010, dimana seharusnya
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang dihubungkan
dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 1386 K/Pid.Sus/2011 tanggal
03 Agustus 2011 serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010
Judex Facti seharusnya menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa telah
memenuhi unsur-unsur Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2009, bukan menghukum Terdakwa dengan ketentuan Pasal 112 Ayat (1)
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Oleh karenanya
kami mohon agar Ketua/Majelis Hakim Agung membatalkan putusan tersebut;
KEBERATAN KEEMPAT
Bahwa Judex Facti telah tidak menerapkan hukum dengan benar, karena
tetap memaksakan menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa dengan Pasal 112
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, sementara perbuatan
Terdakwa yang terbukti di persidangan adalah Pasal 127 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009;
Sebagaimana dalil-dalil hukum berdasarkan fakta-fakta yang terungkap
dalam persidangan, dimana sudah jelas perbuatan yang dilakukan oleh
Terdakwa adalah terbukti melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang 35
tahun 2009, maka seharusnya Terdakwa dibebaskan dari dakwaan Subsidair,
dan dijatuhi hukuman dengan Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009, namun oleh karena Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor
35 Tahun 2009 tidak didakwakan kepada Terdakwa dalam perkara ini, maka
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 15 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
dengan demikian Terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan (vrijsprak),
Mahkamah Agung dalam beberapa Yurisprudensinya telah membebaskan
Terdakwa karena tidak Jaksa/Penuntut Umum tidak mendakwakan Pasal 127
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sementara yang terbukti dalam
persidangan adalah Pasal 127 Ayat (1) tersebut, adapun putusan-putusan
Mahkamah Agung Tersebut adalah sebagai berikut :
1. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2089 K/Pid.Sus/2011 Atas nama
Terdakwa Widya Wati, yang amar putusannya Membatalkan putusan
Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor : 177/Pid.Sus/2011/PT.PTK., tanggal 16
September 2011., yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Ketapang
Nomor : 151/Pid.B/2011/PN.KTP., tanggal 23 Agustus 2011. Dengan
pertimbangan hukumnya sebagai berikut : Bahwa terlepas dari alasan-alasan
kasasi tersebut, Judex Facti telah salah menerapkan hukum, oleh karena
telah menyatakan Terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana terhadap
Terdakwa didasarkan pada ketentuan pidana Pasal 127 Ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang tidak didakwakan oleh Jaksa/
Penuntut Umum, lagi pula fakta di persidangan membuktikan bahwa
Terdakwa hanya menghisap shabu-shabu, dengan demikian Terdakwa tidak
terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primair dan Subsidair, dan
harus dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa/Penuntut Umum;
2. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1540 K/Pid.Sus/2011 atas nama
Terdakwa Jonaidi (Terdakwa I) dan Mulyadi (Terdakwa II), yang amar
putusannya menolak kasasi Jaksa/Penuntut Umum, dan menguatkan
putusan pengadilan Tinggi Padang Nomor : 62/PID/2010/PT.PADANG. yang
pertimbangannya berbunyi sebagai berikut :
- Bahwa alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum terhadap Terdakwa II tidak
dapat dibenarkan, sebab putusan Judex Facti terhadap Terdakwa II, bukan
bebas tidak murni melainkan bebas murni sebab Terdakwa dinyatakan
tidak terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 114 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Menurut Judex Facti Terdakwa
terbukti melakukan tindak pidana namun tidak didakwakan;
- Bahwa berhubung karena unsur tindak pidana yang didakwakan Jaksa/
Penuntut Umum dinyatakan tidak terbukti maka pembebasan terhadap
Terdakwa merupakan pembebasan murni, dengan demikian Jaksa/
Penuntut Umum tidak dapat mengajukan permohonan kasasi ke
Mahkamah Agung;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 16 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
- Menimbang, bahwa dengan demikian dihubungkan dengan surat
dakwaan, maka yang harus dipandang terbukti secara sah di persidangan
adalah dakwaan Primair terhadap Terdakwa I, yaitu “Secara Melawan
Hukum Menjual Narkotika Golongan I” sedang terhadap Terdakawa II
hanya terbukti sebagai “Pemakai” (Penyalahguna), dan karena dalam
surat dakwaan tidak ada dakwaan melanggar Pasal 127 Ayat (1)
(“Penyalahguna” Narkotika) dan hanya dakwaan melanggar Pasal 114
Pasal 112 Ayat (1) (dakwaan Lebih Subsidair), maka Terdakwa II harus
dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan Primair, Subsidair dan
Lebih Subsidair. Dan oleh karenanya Terdakwa harus dibebaskan dari
segala dakwaan (“Vrijspraak”).;
KEBERATAN KELIMA
Kasasi ini Terdakwa/Pemohon Kasasi ajukan semata mata hanya untuk
mencari keadilan baginya, alangkah tidak adilnya bagi Terdakwa/Pemohon
kasasi yang merupakan pecandu Narkotika harus menjalani hukuman selama 4
tahun penjara berdasarkan Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009, sementara perbuatan Terdakwa/pemohon kasasi melanggar Pasal
127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, apalagi undang-undang
telah menyatakan bahwa setiap Pecandu Narkotika berhak mendapatkan
Penyembuhan dengan Rehabilitasi, dalam kasus ini Terdakwa benar-benar
merasa sangat terdzolimi oleh para penegak hukum, terutama di Penyidikan,
hak-hak Terdakwa/Pemohon Kasasi diabaikan seperti Hak Terdakwa pada saat
ditangkap untuk menjalani Assesment di Tim Assesment Terpadu untuk
menentukan kualifikasi perbuatan Terdakwa apakah Terdakwa ini selaku
pengguna/penyalahguna/pecandu Narkotika ataukah terlibat dalam peredaran
gelap narkotika, kemudian barang bukti berupa Hasil Tes Urine yang
menyatakan Urine Terdakwa Positif menggunakan Narkotika tidak dicantumkan
dalam BAP, dan yang terakhir barang bukti berupa bong, pipet, dan cangklong
dari kaca tidak dilampirkan juga sebagai barang bukti, ini semua adalah
kecurangan-kecurangan Penyidik terhadap kasus Terdakwa agar Terdakwa
dapat dijerat dengan Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009, oleh karenanya melalui memori kasasi ini Terdakwa/Pemohon kasasi
meminta keadilan dari yang mulia;
Bahwa Judex Facti baik di tingkat pertama maupun tingkat banding
dalam memutuskan perkara ini tidak menggali kaidah kaidah hukum yang telah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 17 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
ditetapkan oleh Mahkamah Agung dalam Yurisprudensinya, jikalau Terdakwa/
Pemohon Kasasi memang harus dijatuhi hukuman karena perbuatannya, maka
hukumlah ia dengan seadil-adilnya dengan menggunakan hukum yang tepat,
dalam sebuah Yurisprudensi Mahkamah Agung nomor : 1628/K/PID.SUS/2012
yang diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari
Jum’at tanggal 14 September 2012 oleh Dr. Artidjo Alkostar, S.H., L.LM. Hakim
Agung yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Sri
Murwahyuni, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim
Agung sebagai Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
hari Selasa tanggal 18 September 2012 oleh Ketua Majelis beserta Dr. Drs.
Dudu D. Machmudin, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum.,
sebagai Hakim-Hakim Anggota, dan dibantu oleh Tuty Haryati, S.H., M.H.,
Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh Pemohon Kasasi/Terdakwa dan
Jaksa Penuntut Umum, dalam perkara pidana atas nama Terdakwa Agus
Setiadi alias Agus bin H. Sumardi, Majelis Hakim Agung tersebut dalam
pertimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut : Bahwa walaupun Pasal
127 (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak didakwakan,
namun sesuai Yurisprudensi MA Nomor : 675 K/Pid/1987 Jo. putusan-putusan
MA Nomor : 1671 K/Pid/1996 tanggal 18 Maret 1996 Jo. putusan MA Nomor :
1872 K/Pid/2011 yang pada pokoknya menyatakan : apabila delik yang terbukti
di persidangan adalah delik yang sejenis yang lebih ringan sifatnya dari delik
yang didakwakan yang lebih berat sifatnya, maka walaupun delik yang lebih
ringan tidak didakwakan, Terdakwa tetap dipersalahkan atas delik tersebut dan
di pidana atas dasar melakukan delik yang lebih ringan;
Berikut kami kutip Pertimbangan Majelis Hakim Agung tersebut :
“Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung
berpendapat :
Terlepas dari alasan-alasan kasasi, telah terbukti fakta di persidangan bahwa :
1. Terdakwa bersama saksi Agus, Dedy telah menggunakan Narkotika
golongan I jenis sabu-sabu yang dibeli secara patungan, digunakan bersama-
sama mereka dan masih ada sisa 0,20 gram;
2. Ketika dilakukan penangkapan oleh petugas kepolisian sesaat setelah
menggunakan narkotika, ditemukan seperangkat alat hisap sabu-sabu dan
sisa sabu-sabu dengan berat kotor 0,20 gram;
3. Dari hasil tes urine atas nama Terdakwa, didapat kandungan Narkotika
dengan bahan adiktif metamfetamina, terdaftar dalam golongan I nomor urut
61 lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 18 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
4. Dari fakta tersebut di atas dihubungkan dengan SEMA Nomor 4 Tahun 2010
Terdakwa telah melanggar Pasal 127 (1) huruf a yaitu “Penyalahgunaan”
Narkotika golongan I bagi diri sendiri, dan sisa sabu-sabu seberat 0,20 gram
yang ditemukan dari tempat kejadian tersebut tidak dapat di kualifikasi bahwa
Terdakwa memiliki, menyimpan, menguasai sabu-sabu/narkotika golongan I
untuk tujuan di luar pemakaian/penggunaan seperti yang disebut dalam
Pasal 112 (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009;
5. Bahwa Pasal 127 (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak
didakwakan, namun sesuai Yurisprudensi MA Nomor : 675 K/Pid/1987 Jo.
putusan-putusan MA Nomor : 1671 K/Pid/1996 tanggal 18 Maret 1996 Jo.
putusan MA Nomor : 1872 K/Pid/2011 yang pada pokoknya menyatakan :
apabila delik yang terbukti di persidangan adalah delik yang sejenis yang
lebih ringan sifatnya dari delik yang didakwakan yang lebih berat sifatnya,
maka walaupun delik yang lebih ringan tidak didakwakan, Terdakwa tetap
dipersalahkan atas delik tersebut dan di pidana atas dasar melakukan delik
yang lebih ringan”;
Bahwa atas pe rtimbangan tersebut, Majelis Hakim Agung memutuskan
dengan amar putusan yang kami rangkum sebagai berikut :
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa: Agus
Setiadi alias Agus bin H. Sumardi, tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah Nomor :
45/PID.SUS/2012/PT.PR tanggal 07 Juni 2012;
MENGADILI SENDIRI :
1. Menyatakan Terdakwa Agus Setiadi alias Agus Bin H. Sumardi terbukti
secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana
Penyalahgunaan Narkotika GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan pidana
penjara selama 1 (satu) tahun;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Dst....
Berdasarkan alasan kasasi tersebut, kami mohon keadilan yang seadil-
adilnya dari yang mulia, jikalau memang Terdakwa/Pemohon Kasasi tidak dapat
dibebaskan dari segala dakwaan sebagaimana permohonan kami dalam
memori kasasi ini, kami berharap kiranya Terdakwa/termohon kasasi dapat
mendapatkan keringanan hukuman dengan dalil yang kami utarakan di atas,
sungguh Terdakwa sangat menyesal telah terjerat dalam lingkaran setan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 19 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
Narkotika sebagai Pengguna/Pecandu Narkotika jenis sabu-sabu, dan berjanji
tidak akan lagi mengulangi perbuatannya tersebut;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut : a. Bahwa alasan kasasi Terdakwa dapat dibenarkan, putusan Judex Facti
Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Judex Facti Pengadilan Negeri
tidak tepat dan salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak
sebagaimana mestinya. Putusan Judex Facti dibuat berdasarkan kesimpulan
dan pertimbangan hukum yang salah, tidak mendasarkan pertimbangannya
pada fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan benar
sesuai fakta hukum yang terungkap di muka sidang, yaitu :
- Bahwa saat Terdakwa ditangkap dan digeledah Anggota Sat. Narkoba
Polres Metro Jakarta Barat di tempat kostnya, ternyata Terdakwa sedang
santai hendak menghisap shabu dengan menyiapkan cangklong dan bong.
Bahkan saat itu Anggota Polres Metro Jakarta Barat menemukan alat
hisap sabu berupa cangklong dan bong tergeletak di lantai kamar kos.
Hanya saja Anggota Polres Metro Jakarta Barat tanpa alasan yang jelas
tidak menyita cangklong dan bong tersebut;
- Bahwa saksi Sumantri (petugas Kepolisian yang menangkap,
menggeledah dan menyita barang bukti dari Terdakwa) menerangkan
bahwa ketika saksi Sumantri melakukan penangkapan terhadap
Terdakwa, dari Terdakwa ditemukan satu paket kecil narkotika jenis
shabu-shabu seberat 0,1909 gram dalam dompet kecil yang disimpan
Terdakwa dalam laci lemari pakaian;
- Bahwa menurut Terdakwa, narkotika seberat 0,1909 gram tersebut adalah
sisa dipakai dan akan dipakai lagi bersama-sama dengan teman Terdakwa
di kamar kost Terdakwa tersebut, akan tetapi sebelum sempat dipakai,
petugas Kepolisian datang menggeledah dan selanjutnya Terdakwa
diperiksa urine dan hasilnya positif mengandung Methamphetamine;
- Bahwa Terdakwa memperoleh shabu itu dengan cara membeli secara on
line dari seseorang yang tidak dikenal di Hotel Sion Holiday seharga
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), karena ternyata Terdakwa dalam 6
(enam) bulan terakhir ini adalah pengguna shabu untuk diri sendiri 4
(empat) sampai 5 (lima) kali sehari untuk menambah stamina bekerja;
- Bahwa dengan demikian terbukti maksud dan tujuan Terdakwa membeli
shabu dalam jumlah yang kecil itu adalah untuk dihisap atau dipakai
sendiri, bukan untuk diperjualbelikan atau diedarkan lagi kepada orang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 20 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
lain. Karena bagaimanapun seseorang sebelum menggunakan atau
memakai shabu untuk dirinya sendiri terlebih dahulu harus menguasainya,
apakah itu diperoleh dengan cara membeli atau diberi oleh orang lain;
b. Bahwa sesuai dengan fakta hukum yang terungkap dimuka sidang tersebut di
atas, ternyata Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf
a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Akan tetapi dilain pihak dalam
perkara a quo Jaksa/Penuntut Umum tidak mengajukan dakwaan alternatif
penyalahguna Narkotika golongan I bagi diri sendiri kepada Terdakwa. Maka
demi penegakan hukum yang bermanfaat dan berkeadilan, Terdakwa dapat
dipersalahkan dan dijatuhi pidana atas tindak pidana yang lebih ringan
sifatnya yang tidak didakwakan Jaksa/Penuntut Umum kepadanya, untuk itu
Terdakwa beralasan hukum dijatuhi pidana yang setimpal dengan
perbuatannya sebagaimana jelasnya termuat dalam amar putusan di bawah
ini;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka Terdakwa
tidak terbukti telah melakukan tindak pidana dalam Pasal 114 Ayat (1) dan
Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sebagaimana
didakwakan dalam dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair, oleh karena itu
Terdakwa dibebaskan dari dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa beralasan hukum dikabulkan dan
putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 71/PID/2015/ PT.DKI., tanggal 28
April 2015 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor :
1778/Pid.Sus/2014/PN Jkt.Brt., tanggal 04 Februari 2015 tidak dapat
dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung
mengadili sendiri perkara a quo sebagaimana tersebut dalam amar putusan di
bawah ini;
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung
akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan;
Hal-hal yang memberatkan :
- Perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam
memberantas kejahatan narkoba;
Hal-hal yang meringankan :
- Terdakwa bersikap sopan selama persidangan;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 21 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
- Terdakwa masih berusia muda diharapkan dapat memperbaiki perilakunya di
kemudian hari;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi/Terdakwa dikabulkan, namun Terdakwa tetap dinyatakan bersalah serta
dijatuhi pidana, maka biaya perkara pada tingkat kasasi ini dibebankan kepada
Terdakwa;
Memperhatikan Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah
diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta
peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Terdakwa JHONI
NGADIANTO alias JHON tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 71/PID/2015/
PT.DKI., tanggal 28 April 2015 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat Nomor : 1778/Pid.Sus/2014/PN Jkt.Brt., tanggal 04 Februari
2015;
MENGADILI SENDIRI
1. Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penyalahgunaan
Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri”;
4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON
oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam)
bulan;
5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
6. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
7. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih dengan berat
netto 0,1909 gram sisa barang bukti setelah pemeriksaan labkrim netto
0,1644 gram;
Dirampas untuk dimusnahkan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 22 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015
8. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam
tingkat kasasi ini sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah
Agung pada hari Kamis, tanggal 10 September 2015 oleh Sri Murwahyuni, S.H.,
M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai
Ketua Majelis, Maruap Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.Hum. dan H. Eddy Army,
S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga, oleh Ketua Majelis beserta
Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Retno Murni Susanti, S.H.,
M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh Pemohon Kasasi/Terdakwa
dan Jaksa/Penuntut Umum.
Hakim-Hakim Anggota, Ketua Majelis,
TTD TTD
Maruap Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.Hum. Sri Murwahyuni, S.H., M.H.
TTD
H. Eddy Army, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,
TTD
Retno Murni Susanti, S.H., M.H.
UNTUK SALINAN
MAHKAMAH AGUNG RI a/n PANITERA
PANITERA MUDA PIDANA KHUSUS
(ROKI PANJAITAN, S.H.) NIP.195904301985121001
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22