LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGANPENGERINGAN DAN
PENEPUNGAN
TEPUNG UBI(Ipomoea batatasL.)
Oleh :
Nama: Anugrah Akhirut TasyrikNRP : 113020090Kelompok: DMeja : 3
(Tiga)Tanggal Praktikum: 17 April 2014Asisten: Mugni Srinova
LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG2014I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan
(2) TujuanPercobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.1.1 Latar Belakang
PercobaanUbi jalaratauketela rambat(Ipomoea batatasL.) adalah
sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya
yang membentuk umbi dengan kadargizi(karbohidrat) yang tinggi.
DiAfrika, umbi ubi jalar menjadi salah satu sumbermakanan pokokyang
penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar
juga dibuat sayuran. Terdapat pula ubi jalar yang dijadikantanaman
hiaskarena keindahan daunnya (Anonim, 2014).Proses pengeringan
merupakan proses pangan yang pertama kali dilakukan untuk
mengawetkan makanan. Selain untuk mengawetkan bahan pangan yang
mudah rusak atau busuk pada kondisi penyimpanan sebelum digunakan,
pengeringan pangan juga menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan
dalam pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimanan, karena,
dengan pengeringan bahan menjadi padat dan kering, sehingga volume
bahan lebih ringkas, mudah dan hemat ruang dalam pengangkutan,
pengemasan maupun penyimpanan. Di samping itu banyak bahan pangan
yang dikonsumsi setelah dikeringkan, seperti teh, kopi, coklat dan
beberapa jenis biji-bijian. (Wirakartakusumah, 1992).Pengeringan
bahan hasil pertanian sering dilakukan sebagai usaha pengawetan,
proses pengeringan bisanya dilanjutkan dengan proses penepungan
guna mengahasilkan bahan yang siap untuk diolah lebih lanjut
(Desrosier, 1988).Dengan cara pengeringan atau penepungan, bahan
hasil pertanian (sayur mayur) tersebut memiliki keuntungan
tersendiri, yaitu daya tahannya dapat bertahan lama, pertumbuhan
mikroorganismenya dapat dihambat. Karena kebanyakan sayur mayur
sifatnya mudah rusak atau busuk (Desrosier, 1988).Proses
pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisika dan kimianya. Warna, aroma,
tekstur dan penampakan merupakan salah satu kriteria penilaian yang
sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung kentang selain nilai
gizinya, sehingga perlu dicari kondisi pengeringan yang optimum
terhadap sifat karakteristik tepung kentang(Desrosier,
1988).Penepungan (milling) adalah cara pengolahan biji-bijian atau
daging buah kering yang dihaluskan sehingga menjadi tepung atau
bubuk. Misalnya tepungberas, tepung tapioka, tepung maizena, tepung
terigu, sagu, dan beras ketan. Dengan adanya pemrosesan penepungan
maka butiran-butiran tepung yang sangat halus, permukaan bidangnya
menjadi sangat lebar. Pada dasarnya penepungan itu sendirijuga
menyebabkan bahan menjadi bersifat higroskopis, yaitu bahan halus
mudah sekali menjadi lembab karena sangat mudah menyerap uap air.
Namun keuntungan dari penepungan yang paling tampak adalah aroma
dan cita rasa bahan yang ditepungkan menjadi sangat mencolok. Dari
situlah pengaruh positif yang ditimbulkan oleh penepungan tersebut
(Rika, 2012).Pembuatan tepung atau bubuk bertujuan untuk mencegah
timbulnya kerusakan bahan yang bersifat fisik maupunchemise.
Berkurangnya kualitas adalah satu-satunya bentuk kerusakan yang
harus dihindari, namun dalam kenyataannya dua bentuk kerusakan ini
saling berkait dan sering mempengaruhi sehingga akan membentuk
kerusakan tepung yang lebih serius. Seperti biji-bijian, tepung dan
bubuk berada dalam keadaan telah kering sempurna, sesudah digiling
dengan mesin penepung (milling). Tanda bentuk bahan telah kering
yaitu antara butir tepung atau bubuk halus satu dengan yang lainnya
tidak saling lengkap (menempel), tetapi saling lepas. Tepung yang
masih basah biasanya butiran halusnya saling berlekatansehingga
membentuk agregat (gumpalan) yang lebih besar dan mengelompok
(Purwanto, 1995).1.2 Tujuan PercobaanTujuan percobaan pembuatan
tepung adalah untuk menurunkan kadar air pada bahan pangan samapi
batas tertentu sehingga meminimalkan serangan mikroorganisme,
enzim, dan insekta perusak dan menghasilkan bahan yang siap
diolah.1.3 Prinsip PercobaanPrinsip percobaan pembuatan tepung
berdasarkan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi dan
berdasarkan pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan
dilanjtkan dengan proses reduksi sampai berukuran 100 mesh,
sehingga bahan berbentuk tepung.II BAHAN, ALAT, DAN METODE
PERCOBAAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Bahan Percobaan yang
Digunakan, (2) Alat Percobaan yang Digunakan dan (3) Metode
Percobaan1. 2. 2.1. Bahan Percobaan yang DigunakanBahan-bahan yang
digunakan dalam percobaan ini antara lain ubi jalar, air, dan
natrium bisulfit.2.2. Alat Percobaan yang DigunakanAlat-alat yang
digunkan dalam percobaan ini antara lain kompor, timbangan, baskom,
pisau, slicer, piring, sendok, plastik sampel, panci, tunnel dryer,
tray, blender, dan ayakan.
2.3. Ubi Sortasi Penimbangan TrimmingDibagi 3 BagianReduksi
UkuranPenimbangan Pencucian Perendaman PenirisanPengeringan
Penggilingan(air biasa, blansir, Na2S2O5)Penimbangan Tepung
PengayakanMetode Percobaan
Gambar 1. Alur Proses Pengolahan Tepung Ubi Jalar
Ubi Jalar
Sortasi
Penimbangan
KulitTrimming
Air KotorAir BersihPencucian
Blansing t = 3-5Perendaman Na2S2O5 t = 30Perendaman air biasa
5
Penirisan
Pengeringan T=70C t= 5 jam
Uap Air
Penggilingan
PengayakanTepung PenimbanganPengamatan
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung UbiIII HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan mengenai (1) Hasil Percobaan dan (2)
Pembahasan1. 2. 3. 3.1. Hasil PengamatanBerdasarkan pengamatan
terhadap pembuatan tepung umbi yangvtelah dilakukan maka didapat
hasil pengamatan yang dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 1.
Hasil pengamatan tepung umbiNoAnalisaHasil
PelakuanPerendaman dengan AirPerendaman dengan
Na-BisulfitBlanching
1Nama ProdukTepung Ubi jalarTepung Ubi jalarTepung Ubi jalar
2Basis750 gram750 gram750 gram
3Bahan UtamaUbi jalar ( 232,5 gram)Ubi jalar ( 218 gram)Ubi
jalar (216,9 gram)
4Bahan TambahanAir 5Natrium Bisulfit 30Blanching 3
5Berat Produk92,1 gram27,5 g29,1 gram
6Persen Produk39,61 %22,64 %13,4 %
7Organoleptik8.1. Warna8.2. Rasa8.3. Aroma8.4. Tekstur
8.5.PenampakanKuning kusamHambarKhas ubiAgak
kasarHalusKuningHambarKhas ubiHalusHalusKuning kusamHambarKhas
ubiAgak kasarHalus
8Gambar Produk
(Sumber: Kelompok D, Meja 3, 2014)3.2. PembahasanProses sortasi
dilakukan untuk membuang kotoran yang tidak dikehendaki seperti
debu, tanah yang melekat, serta benda asing lainnya dan untuk
memperoleh ubi jalar yang dikehendaki. Proses penimbangan pertama
dilakukan untuk menimbang berat basis dari ubi jalar yaitu 750
gram.Proses trimming dilakukan untuk memisahkan bahan yang bisa
dipakai dan bahan reject dalam hal ini ubi jalar dipisahkan dari
kulitnya.Proses pencucian dilakukan untuk membersihkan bahan baku
dari kotoran dan mencegah terjadinya browning. Proses pencucian
yang tidak sempurna juga harus diwaspadai. Pencucian paling baik
dilakukan dibawah air yang mengalir supaya pencucian maksimal dan
bahan bersih sempurna.Proses penimbangan kedua dilakukan untuk
mengetahui berat ubi jalar yang sudah di trimming serta dilakukan
pembagian ubi jalar kedalam 3 bagian yang sama besar untuk memasuki
proses perendaman dengan 2 larutan yang berbeda dan proses
blanching.Proses reduksi ukuran atau pengirisan dilakukan untuk
memperluas permukaan ubi jalar agar memudahkan proses
pengeringan.Proses perendaman dilakukan dengan 2 larutan yang
berbeda, larutan Na2S2O5 dan air biasa, serta dilakukan perlakuan
blanching. Proses perendaman dengan Na2S2O5 adalah untuk mencegah
reaksi pencoklatan dan dapat memucatkan warna karena Na2S2O5
berfungsi sebagai bahan pemucat. Interaksi antara perlakuan arah
irisan dan konsentrasi Na2S2O5 berpengaruh pada kadar serat kasar,
kenampakan dan kerenyahan. Na2S2O5 memberikan pengaruh terhadap
kadar air, kadar gula reduksi, kadar pati, kadar serat kasar, daya
patah, dan residu sulfit, tetapi tidak memberi pengaruh pada aroma,
kenampakan, serta rasa. Proses blanching merupakan pemanasan
pendahuluan yang lazim dilakukan terhadap bahan pangan sebelum
proses pengeringan. Tujuan perlakuan ini antara lain agar udara
yang terdapat dalam jaringan keluar, menginaktifkan enzim-enzim
phenol oksidase, menghilangkan bau dan flavour yang tidak
dikehendaki. Pada umumnya blanching untuk tujuan komersial
dilakukan pada suhu 100C dengan waktu berbeda-beda tergantung jenis
bahan, dan pada umumnya 3-5 menit. Media pemanasan yang biasa
digunakan pada proses blanching yaitu air, uap panas atau udara
panas (Anonim, 2012).Proses pengeringan adalah untuk mengeluarkan
sebagian air dari suatu bahan yang menggunakan energi panas, selain
itu untuk mengurangi kadar bahan padat pada batas tertentu sehingga
bahan tersebut tahan terhadap serangan mikroba, enzim dan insekta
yang merusak sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Prinsip
pengeringan adalah berdasarkan adanya perbedaan kelembaban antara
udara kering dengan bahan yang dikeringkan dan juga berdasarkan
adanya perpindahan panas dan udara pengering kedalam bahan yang
dikeringkan terjadi penguapan air bahan yang sedang
dikeringkan.Proses pengeringan menggunakan alat pengering tunnel
dryer. Alat pengering jenis tunnel dryer disebut alat pengering
lorong ini bekerja secara semi kontinyu. Bahan pangan yang akan
dikeringkan dapat diletakkan dalam tray yang kemudian dimasukkan ke
dalam lori, kemudian lori yang berisi tray beserta bahan pangan
yang akan dikeringkan tersebut dimasukkan kedalam pemanas yang
dilengkapi fan dan selanjutnya melalui buffle yang berfungsi untuk
menyeragamkan aliran udara panas kedalam alat pengering lorong
(tunnel dryer) (Wirakartakusumah, 1992).Proses penggilingan
dilakukan untuk merubah chips ubi jalar yang sudah kering menjadi
bentuk tepung. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender.
Proses pengayakan merupakan pemisahan berbagai campuran partikel
padatan yang mempunyai berbagai ukuran bahan dengan menggunakan
ayakan. Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat pembersih,
pemisah kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan baku.
Pengayakan memudahkan kita untuk mendapatkan tepung dengan ukuran
yang seragam. Dengan demikian pengayakan dapat didefinisikan
sebagai suatu metoda pemisahan berbagai campuran partikel padat
sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari
kontaminan yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan
alat pengayakan. Pengayakan dilakukan untuk mengetahui berat dan
persentase tepung halus dan tepung kasar. tepung halus adalah
tepung yang ketika diayak dengan ayakan lolos dari mess ayakan
(under size) sedangkan tepung kasar adalah tepung yang tidak lolos
mess ayakan (over size).Dilakukan penimbangan kembali untuk
mengetahui jumlah tepung kasar dan tepung halus yang dihasilkan
dari proses pengayakan, dan proses pengamatan dilakukan untuk
mengetahui hasil tepung berdasarkan sifat organoleptik dan
perhitungan.Secara fisik ukuran umbi-umbian berubah ketika proses
reduksi ukuran dan penggilingan. Pada proses reduksi ukuran dimana
ubi jalar dipotong dengan menggunakan Slicer menjadi berukuran
tipis. Pengirisan tersebut akan memperluas permukaan bahan dan
permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium pemanasan
sehingga air mudah keluar, potongan-potongan kecil atau lapisan
yang tipis mengurangi jarak dimana panas harus bergerak sampai ke
pusat bahan pangan. Pada proses penggilingan ukuran ubi menjadi
partikel-partikel kecil berbentuk serbuk.Secara kimia perubahan ubi
terjadi saat perlakuan blansing dan perendaman natrium bisulfit.
Ubi mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan
oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh
pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (browning
enzymatic). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara
oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh polyphenol
oksidase. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan
pangan yang akan dibuat tepung dapat dilakukan dengan mencegah
sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara
dengan cara merendam dalam air (atau larutan garam 1% dan atau
menginaktifkan enzim dalam proses blansir) (Anonim, 2009).Proses
perendaman Na2S2O5 adalah untuk mencegah reaksi pencokelatan atau
browning karena sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil
yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat
dari senyawa melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat.
Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan
disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis
oksidasi senyawa fenolik penyebab browning. Selain dengan
menggunakan Na2S2O5 untuk mencegah terjadinya browning dapat
dilakukan dengan cara blanching dengan uap air.Browning dibagi
menjadi dua bagian yaitu browning enzimatis dan non enzimatis.
Browning enzimatis terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung
substrat senyawa fenolik. Senyawa fenolik dengan jenis
ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan
substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Browning enzimatis
memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus
berhubungan dengan substrat tersebut. Browning non enzimatis ada
tiga macam yaitu pencoklatan akibat karamelisasi adalah gula yang
telah mencair dengan cara dipanaskan terus sehingga suhunya
melampaui titik leburnya kemudian dihasilkan warna coklat dan bau
khas karamel, pencokelatan akibat vitamin C dan reaksi maillard
adalah reaksi antara karbohidrat dan protein, khususnya gula
pereduksi dengan gugus amina primer (Winarno, 1992).
Na2S2O5+ 2 HCl 2 NaCl + H2O + 2 SO2Natrium metabisulfit atau
natrium pyrosulfit (Sodium metabisulfit) merupakan senyawa
anorganik yang mempunyai rumus kimia Na2S2O5dan digunakan sebagai
bahan pengawet. Natrium metabisufit juga disebut sebagai dinatrium
atau metabisulfit. Senyawa ini memiliki penampakan kristal atau
bubuk dan memiliki berat molekul 190,12. Apabila Natrium
Metabisulfit direaksikan dengan air, natrium metabisulfit akan
melepaskan sulfur dioksida (SO2). Gas tersebut mempunyai bau yang
merangsang. Selainitu, Natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur
dioksida ketika kontak dengan asam kuat, reaksi kimianya yaitu
sebagai berikut:
Natrium metabisulfit mempunyai sifat kimia diantaranya
adalah:1.Penampilan dari natrium metabisulfit berupa bubuk
putih.2.Bau yang timbul dari saat natrium metabisulfit bereaksi
adalah bau samar yang berasal dari SO2.3.Kepadatan natrium
metabisulfit sekitar 1,48 g/cm3. Padatan natrium metabisulfit yang
dilarutkan sebanyak 20 % akan tampak berwarna kuning pucat sampai
jernih.4.Titik lebur natrium metabisulfit yaitu > 170oC (dimulai
dari 1500C)5.Kelarutan natrium metabisulfit dalam air yaitu 54
g/100 ml (20oC)dan 81,7 g/100ml (1000C)6.Natrium metabisulfit
sangat larut dalam gliserol dan larut dalam etanol.Natrium
metabisulfit disimpan di tempat sejuk, dalam wadah tertutup dan di
area yang mempunyai ventilasi baik, karena natrium metabisulfit
termasuk senyawa yang sensitif terhadap kelembaban tinggi (Naning,
2014).Regulasi penggunaan natrium metabisulfit sebagai bahan
pengawet dalam bahan pangan yaitubahan pangan sekitar 2 g/kg bahan
pangan. Dosis penggunaan natrium metabisulfit yang diizinkan adalah
0,1-0,6% atau 1- 6 g/liter larutan perandam.Berdasarkan peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia,untuk asupan harian natrium
metabisulfit yaitu 0,7 mg per kg berat badan (Naning,
2014).Pengeringan merupakan proses pengeluran air dari sutu bahan
pangan menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau
pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pangan dapat dicegah dari
serangan jamur, enzim dan aktivitas serangga. Pengeringan diartikan
juga sebagai proses pemisahan atau pengeluaran air dari suatu bahan
yang jumlahnya relatif kecil dengan menggunakan panas atau
diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali,
untuk mengeluarkan air dalam bahan pangan melalui evaporasi dan
sublimasi (Effendi, 2009)Terdapat 2 istilah yang dipakai untuk
pengeringan yaitu : Drying : suatu proses kehilangan air yang
disebabkan oleh daya atau kekuatan alam, misalnya matahari
(dijemur) dan angin (diangin-anginkan). Dehydration (dehidrasi) :
suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan menggunakan
peralatan/alat-alat pengering (Gajah, 2010).Faktor- Faktor Yang
Mempengaruhi Pengeringan yaitu:1. Luas PermukaanMakin luas
permukaan bahanmakin cepat bahan menjadi kering Air menguap melalui
permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian tengah akan
merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Untuk
mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang akan dikeringkan
dipotong-potong atau di iris-iris terlebih dulu.2. Perbedaan Suhu
dan Udara SekitarnyaSemakin besar perbedaan suhu antara medium
pemanas dengan bahan pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam
bahan dan makin cepat pula penghilangan air dari bahan. Air yang
keluar dari bahan yang dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga
kemampuannya untuk menyingkirkan air berkurang. Jadi dengan semakin
tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan semakin cepat.
Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan,
akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case
Hardening", yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah
kering sedangkan bagian dalamnya masih basah3. Kecepatan Aliran
UdaraMakin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap
air dari permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara
jenuh di permukaan bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan
yang tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan
uap air tersebut dari permukaan bahan pangan, sehingga akan
mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan memperlambat
penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan
berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu
semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan.4.
Tekanan UdaraSemakin kecil tekanan udara akan semakin besar
kemampuan udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena
dengan semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin
berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tetampung dan
disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara
semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab,
sehingga kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses
atau laju pengeringan.5. Kelembapan UdaraMakin lembab udara maka
Makin lama kering sedangkan Makin kering udara maka makin cepat
pengeringan. Karena udara kering dapat mengabsobsi dan menahan uap
air Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi
masing-masing. kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan tidak
akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan mengambil
uap air dari atmosfir (Supriyono, 2003)Mekanisme pengeringan ketika
benda basah dikeringkan secara termal, ada dua proses yang
berlangsung secara simultan, yaitu :1. Perpindahan energi dari
lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di permukaan benda
padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat berlangsung
secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari ketiganya.
Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan arah
aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan
udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap
awal pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan
yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa
difusi uap dari permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan
film tipis udara2. Perpindahan massa air yang terdapat di dalam
benda ke permukaanKetika terjadi penguapan pada permukaan padatan,
terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian
dalam benda padat menuju ke permukaan benda padat.Struktur benda
padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran internal air
(Rohman, 2008)Tepungadalahpartikelpadat yang berbentuk butiran
halus atau sangat halus tergantung proses penggilingannya. Biasanya
digunakan untuk keperluan penelitian,rumah tangga, dan bahan
bakuindustri. Tepung bisa berasal dari bahannabatimisalnya tepung
terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau
hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan (Anonim, 2014)Tepung
ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan sebagian
kadar airnya. Tepung ubi jalar tersebut dapat dibuat secara
langsung dari ubi jalar yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan,
tetapi dapat pula dibuat dari gaplek ubijalar yang dihaluskan
(digiling) dengan tingkat kehalusan 80 mesh (Simonbdwidjanarko,
2008)Syarat bahan untuk dijadikan tepung yaitu bahan pangan yang
memiliki banyak pati yaitu karbohidrat, kandungan serat, indeks
glikemik (IG).Critical Control Point(CCP atau titik pengendalian
kritis), adalah langkah dimanapengendalian dapat diterapkan dan
diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahayaatau
menguranginya sampai titik aman .Titik pengendalian kritis (CCP)
dapat berupa bahanmentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan
dimana pengendalian dapat diterapkanuntuk mencegah atau mengurangi
bahaya. Ada duatitik pengendalian kritis: Titik Pengendalian Kritis
1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan
Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2),adalah sebagai titik dimana
bahaya dikurangi (Abdul, 2010)CCP pada proses pembuatan tepung ubi
jalar, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu saat proses pencuaian
harus dilakukan dengan baik supaya ubi jalar bersih dan terhindar
dari kotoran yang menempel yang dapat menimbulkan bahaya saat
dilakukan proses selanjutnya. Pada proses reduksi ukuran yang harus
diperhatikan yaitu saat kentang di slicer harus cepat dimasukan
kedalam air hal ini dimaksudkan agar proses pencoklatan yang
terjadi dapat dicegah, sehingga hasil tepung yang didapat menjadi
putih bersih.Berdasarkan tabel SNI dapat disimpulkan bahwa kadar
air pada tepung ubi jalar rata-rata sebanyak 15 %. Berdasarkan SNI
tepung yang baik adalah salah satunya memiliki kehalusan yang lolos
ayakan 212 mikron sebanyak 95%. 212 mikron adalah ayakan dengan
nomer mesh 70 mesh maka tepung yang dihasilkan dari percobaan
pembuatan tepung ubi jalar sudah masuk kriteria SNI dari segi
kehalusan. Selain itu dilihat dari penampakan tepung yang
dihasilakn juga masuk kriteria SNI karena warna, aroma, dan rasa
tidak ada yang menyimpang yaitu normal seperti halnya tepung pada
umumnyaTabel 2. Standar Mutu Tepung Ubi kayu dan Usulan Standar
Mutu Tepung Ubi jalarKriteriaTepung ubi kayuTepung ubi jalar
Kadar air (maks)Keasaman (maks)Kadar pati (min)Kadar serat
(maks)Kadar abu (maks)HCN (maks)12%3 ml 1 N NaOH/100 g75%-1,5%40
ppm15%4 ml 1 N NaOH/100 g55%3%2%-
Sumber: SNI (1996).Berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan
menggunakan empat pelakukan dapat disimpulkan bahwa tepung ubi
jalar yang dilakukan dengan pelakukan perendaman dengan Na-bisulfit
yang paling baik dilihat dari warna, penampakan. Dilihat dari
banyaknya produk yang dihasilkan tepung yang dihasilkan dari
perlakuan perendaman air biasa. Sedangkan dilihat dari aroma dan
rasa tepung yang baik adalah tepung ubi jalar yang di blanching
karena dengan pelakukan ini aroma dan rasa ubi jalar terasa pada
tepung yang dihasilkan.IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran1. 2.
3. 4. 4.1. KesimpulanBerdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung
dengan cara blanching didapatkan berat produk tepung halus 31 gram
dengan persentase produk 13,4%, berat tepung kasar 3 gram dengan
persentase produk 1,38% dan lost product sebanyak -1,1 gram dengan
persentase -3,5%, secara organoleptik tepung ubi jalar mempunyai
warna kuning kusam, aroma khas ubi, handfeel agak kasar, dan rasa
hambar. Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung dengan cara
direndam dengan Na2S2O5 didapatkan berat produk tepung halus 49,5
gram dengan persentase produk 22,64%, berat tepung kasar 16,3 gram
dengan persentase produk 7,46% dan lost product sebanyak 1,2 gram,
dengan persentase sebanyak 1,79% secara organoleptik tepung ubi
jalar mempunyai warna kuning, aroma khas ubi, handfeel halus, dan
rasa hambar. Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung dengan
cara direndam dengan air biasa didapatkan berat produk tepung halus
92,1 gram dengan persentase produk 39,61%, berat tepung kasar 7gram
dengan persentase produk 3,82% dan lost product sebanyak 0 gram,
secara organoleptik tepung pisang mempunyai warna kuning pucat,
aroma khas pisang, handfeel halus, dan rasa pisang4.2.
SaranBerdasarkan percobaan pembuatan tepung ubi jalar dapat
disarankan yaitu pada saat penimbangan harus teliti, tidak boleh
teledor, dan setelah diiris bahan-bahan yang digunakan untuk
pembuatan tepung harus segera diberikan perlakuan misalnya direndam
dengan air agar tidak terjadi browning enzimatis, dan sebaiknya
diiris setipis mungkin agar proses pengeringan dapat berlangsung
dengan cepat
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Ubi Jalar. http://id.wikipedia.org/wiki/Ubi_jalar.
Diakses: 18 April 2014
Anonim. 2014. Tepung. http://id.wikipedia.org. Diakses: 18 April
2014
Abdul, Muqit. 2010. HACCP. http://www.academia.edu. Diakses: 19
April 2014
Anonim. 2009. Pembuatan Tepung Pisang.
http://topagriculture.blogspot.com. Diakses: 19 April 2014
Desrosier, N.W, (1988),Teknologi Pengawetan Pangan, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta
Gajah. 2010. Pengeringan Bahan Pangan.
http://merpatibatubara.blogspot.com. Diakses: 19 April 2014
Naning, Septyani. (2012). Bahan Tambahan Pangan Natrium
Metabisulfit.
http://naning-septiyani.blogspot.com/2012/06/ilmuteknologi-pangan-bahantambahan.html.
Diakses: 19 April 2014
Wirakartakusuma, Aman dkk., (1992),Peralatan Dan Unit Proses
Industri Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Purwanto, S. 1995.Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam
PeningkatanProduksi Jagung. Direktorat Budi Daya Serealia,
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta.
Rika. 2012. Laporan Penepungan Jagung.
http://rikadamayantiftpuj2011. blogspot.com. Diakses: 18 April
2014
Rohman, Saepul. (2008).Teknologi Pengeringan Bahan Makanan,
http://majarimagazine.com. Diakses: 19 April 2014
Simonbdwidjanarko. 2008. Tepung Ubi Jalar dan Komposisi
Kimianya. http://simonbwidjanarko.wordpress.com. Diakses: 19 April
2014
Supriyono. (2003). Mengukur Faktor-Faktor dalam
ProsesPengeringan. Jakarta : Depdiknas.