1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Diberlakukannya Undang-Undang 23 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah menjadi dasar adanya perubahan dalam kebijakan pemerintah sebelumnya yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi. Tujuan dari adanya perubahan ini merupakan usaha dari suatu daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan daya saing dan meningkatkan sumber daya manusia pada tiap-tiap daerah serta pemerataan pembangunan secara nasional melalui otonomi daerah. Melalui prinsif otonomi, daerah diberikan kewenangan serta tanggung jawab yang besar untuk mengurus serta mengatur semua urusan pemerintahan daerahnya yang telah ditentukan. Dengan adanya kebijakan daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan, kualitas peran, dan pemberdayaan masyarakat, melalui pendelegasian sebagian urusan
81
Embed
PENDELEGASIAN KEWENANGAN BUPATI KEPADA BPMPT KABUPATEN KUBU RAYA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Diberlakukannya Undang-Undang 23 Tahun 2014,
tentang Pemerintah Daerah menjadi dasar adanya
perubahan dalam kebijakan pemerintah sebelumnya yang
bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi. Tujuan
dari adanya perubahan ini merupakan usaha dari suatu
daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
meningkatkan daya saing dan meningkatkan sumber daya
manusia pada tiap-tiap daerah serta pemerataan
pembangunan secara nasional melalui otonomi daerah.
Melalui prinsif otonomi, daerah diberikan
kewenangan serta tanggung jawab yang besar untuk
mengurus serta mengatur semua urusan pemerintahan
daerahnya yang telah ditentukan. Dengan adanya
kebijakan daerah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan, kualitas peran, dan pemberdayaan
masyarakat, melalui pendelegasian sebagian urusan
2
kepemerintahan kepada perangkat kerja yang berada
dibawahnya, prinsip tersebut semestinya dilaksanakan
secara bertanggung jawab dan terintegrasi dalam arti
bahwa penyelenggaraan otonomi harus benar-benar
sejalan dengan tujuan dan prinsip otonomi demi
terselenggaranya Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP).
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) juga
dijelaskan pada Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun
2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu, pasal 7 ayat 1 poin a dan b menjelaskan bahwa
: (a) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari
Menteri teknis/Kepala Lembaga yang memiliki
kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan
urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal; (b)
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dapat
melimpahkan wewenang yang diberikan oleh Menteri
teknis/Kepala Lembaga dengan hak subsitusi kepada
PTSP provinsi, PTSP kabupaten/kota, PTSP Kawasan
1
3
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, atau
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus. Selanjutnya,
penyelenggaraan PTSP ini juga diatur dalam Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 96
Tahun 2014 tentang Pendelegasian Wewenang Penerbitan
Perizinan Penanaman Modal di Bidang Perdagangan
Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam
Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa pelayanan terpadu
satu pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah
pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan
proses dimulai dari tahap permohonan sampai tahap
penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu.
Berdasarkan Perpres dan Permendagri tersebut, bahwa
pelayanan dalam bidang penanaman modal sudah menjadi
kewenangan dari pihak Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) yang selanjutnya dilimpahkan kepada
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BPMPT)
sebagai penyelenggara dari PTSP. Sehingga dari mulai
proses pengajuan sampai kepada penandatanganan
4
produk layanan atau dokumen harus dilakukan pada
satu badan saja sebagai penyelenggaranya yaitu BPMPT
Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Kecamatan yang
mendapatkan pendelegasian kewenangan dari Bupati
dalam memberikan pelayanan perizinan dan
nonperizinan.
Pelayanan langsung kepada masyarakat atau
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, menjadikan
instansi di wilayah Kecamatan sebagai memegang peran
yang sangat urgen dan strategis. Dalam hal ini,
diperlukan adanya pemikiran untuk mempertajam
otonomi dan pemberdayaan instansi di Kecamatan
sebagai ujung tombak pemerintah daerah
Kabupaten/Kota. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah mendelegasikan sebagian kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada institusi pemerintahan yang
berada di wilayah Kecamatan dengan harapan
memberikan pelayanan terpadu pada satu Badan/Kantor
saja.
5
Pendelegasian kewenangan dari Bupati bukan
hanya sekedar memberikan legalisasi kewenangan
kepada instansi pemerintahan yang ada di wilayah
kecamatan, melainkan diarahkan pada upaya
meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan
kepada masyarakat dengan penggunaan dana dan
fasilitas publik secara efektif dan efesien.
Pendelegasian kewenangan harus mampu mendorong
terciptanya kemudahan dan kecepatan akses bagi
masyarakat untuk memperoleh pelayanan, sekaligus
juga memberikan partisipasinya dalam pembangunan.
Dewasa ini, Provinsi Kalimantan Barat memiliki
daerah kabupaten yang masih dianggap baru secara
administratif pemerintahannya. Salah satu contoh
daerah kabupaten tersebut yaitu Kabupaten Kubu Raya
(KKR). Berdasarkan prinsip otonomi yang telah
dijelaskan diatas, Pemerintah Daerah memiliki tujuan
dalam mengurusi rumah tangganya masing-masing,
sehingga pada Dinas atau Badan yang terdapat pada
tiap daerah mengharuskan mereka untuk mengurusi
6
segala urusannya masing-masing serta memberikan
pelayanan yang berkualitas dan cepat pada satu
badan/kantor saja, dengan mendekatkan rentang
kendali dalam proses pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya.
Demi menciptakan pelayanan berkualitas
tersebut Bupati Kabupaten Kubu Raya mendelegasikan
sebagian otoritasnya kepada Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu (BPMPT) di Wilayah Kecamatan
Sungai Raya untuk mengurusi segala sesuatu yang
bersangkutan dengan pelayanan perizinan dan
nonperizinan. Pendelegasian kewenangan tersebut
diharapkan akan memberikan beberapa bentuk pelayanan
publik yang efisien dan efektif seperti pemberian
izin dan nonperizinan dapat diselesaikan secara
langsung dan terpadu pada satu badan/kantor saja.
Hal ini jelas akan memberikan semangat yang cukup
kuat kepada instansi yang berada di wilayah
Kecamatan yaitu, BPMPT untuk meningkatkan kinerjanya
terutama dalam pemberian pelayanan yang terintegrasi
7
kepada masyarakat dengan konsep Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) dan memudahkan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan yang cepat, mudah, pasti, aman
dan terbuka.
Pendelegasian kewenangan tersebut agar
berjalan secara efektif dan efisien tentunya tidak
mudah karena pada prosesnya mengalami beberapa
kendala diantaranya sulitnya menyamakan persepsi
mengenai Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan tidak
semua jenis perizinan dan nonperizinan dapat
dilimpahkan Bupati kepada BPMPT karena ditinjau dari
beberapa pertimbangan seperti ketersediaan sarana
dan prasarana serta sumber daya aparatur yang ada
apakah tersedia dan memadai atau tidak. Sehingga
pendelegasian kewenangan pelayanan perizinan dan
nonperizinan kepada BPMPT Kabupaten Kubu Raya
dilakukan secara bertahap dan belum efektif. Padahal
jika mengacu kepada Undang-undang No 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintah Daerah pasal 350 ayat (1), dan
(2), dikatakan bahwa: (1) Kepala daerah wajib
8
memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam
memberikan pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Daerah membentuk unit pelayanan
terpadu satu pintu. Dari pengertian menurut undang-
undang tersebut maka disetiap daerah harus
menyelenggarakan pelayanan perizinan dan
nonperizinan dalam satu pintu atau terpadu pada satu
Badan atau Kantor saja, sehingga harus dilakukan
pendelegasian kewenangan yang efektif. Kemudian
dari data tabel berikut ini, pada tahun 2014 ada 80
jenis perizinan dan nonperizinan yang telah
didelegasiakan Bupati kepada Kepala BPMPT Kabupaten
Kubu Raya dari total 190 jenis pelayanan publik yang
ada di Kabupaten Kubu Raya. Jadi masih ada 110 jenis
pelayanan yang belum didelegasiakan.
Adapun jenis perizinan dan nonperizinan yang
didelegasikan kepada BPMPT Kabupaten Kubu Raya
berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 18 Tahun 2014
tentang pendelegasian kewenangan pelayanan dan
9
penandatanganan perizinan dan nonperizinan kepada
BPMPT Kabupaten Kubu Raya, ada 13 bidang dengan
jumlah mencapai 80 jenis izin digambarkan pada
tabel berikut ini :
Tabel 1Jenis Perizinan dan Nonperizinan yang telah
didelegasiakan pada Tahun 2014
NoInstansi AsalPerizinan dannonperizinan
Jenis Perizinan danNonperizinan
jenisizin
1Dinas Pertanian dan Peternakan a. Izin Usaha Peternakan
6
Bidang pertanian dan peternakan
b. Izin Usahan Penggilingan Padi
c. Izin Usaha Toko Obat dan Pakan Ternak
d. Izin Kios Sarana Produksi e. Rumah Potong Hewan f. Izin Praktik Dokter Hewan
2Dinas Perikanan dan Kelautan a. Suat Izin Usaha Perikanan
5 Bidang Kelautan dan Perikanan
b. Surat Izin Penangkapan Ikan
c. Surat Izin Budidaya Ikan d. Surat Izin Pengolahan Ikan
e. Surat Izin Pengumpulan danPemasaran Hasil Perikanan
3
Dinas Perindustrian danPerdagangan a. Izin Usaha industry
2
Bidang b. tanda daftar industry
10
Perindustrian
4
Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu
a. izin prinsip penanaman modal
10
Bidang Penanaman Modal Investasi
b. izin usaha untuk berbagai sektor
c. izin prinsip perluasan penanaman modal
d.izin usaha perluasan berbagai sektor
e. izin prinsip perubahan penanaman modal
f. izin usaha perubahan untukberbagai sektor
g. izin usaha prinsip penggabungan usaha
h. izin usaha penggabungan berbagai sektor
i. pelayanan informasi
j. pelayanan pengaduan masyarakat
5
Dinas Perindustrian danPerdagangan
a. Surat Izin Usaha Perdagangan
4
Bidang Perdagangan b. Surat Izin Usaha Mikro
c. Tanda Daftar Perusahaan d. Tanda Daftar Gudang
6
Dinas Cifta Karya, Tata Ruangdan Kebersihan
a. surat keterangan rencana kabupaten/kota
4 Bidang Pekerjaan Umum b. Izin Mendirikan Bangunan
c. Izin Usaha Jasa KonstruksiNasional
d. Kartu penanggung jawab teknis badan usaha
7 Dinas Kebudayaan Tanda Daftar Usaha Pariwisata 13
11
Pariwisata Pemudadan olahraga (TDUP)
Bidang Kebudayaandan pariwisata
a. pendaftaran usaha daya tarik wisata
b. pendaftaran usaha kawasan pariwisata
c. pendaftara usaha jasa transportasi
d. pendaftaran usaha jasa perjalanan
e. pendaftaran usaha jasa makanan dan minum
f. pendaftaran usah penyediaan akomodasi
g. pendaftaran usaha kegiatanhiburan
h. pendaftaran usaha penyelenggaraan pameran
i. daftar usaha jasa informasi pariwisata
j. daftar usaha jasa konsultan pariwisata
k. daftar usaha jasa pramuwisata
l. pendaftaran usaha wisata tirta
m. daftar usaha Spa
8 Dinas Perhubungana. surat izin usaha angkutan sungai dan danau
11
Bidang Perhubungan
b. surat izin usaha angkutan penyebrangan
c. izin terminal d. izin usaha angkutan e. izin trayek f. izin operasi g. izin bengkel h. persetujuan pengoperasian
kapal sungai
12
i. persetujuan pengoperasian kapal penyebrangan
j. rekomendasi izin usaha angkutan
k. rekomendasi penggantian kendaraan
9Dinas Komunikasi dan Informatika
a. izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus
6
Bidang Komunikasidan Informatika
b. izin instalatur kabel rumah/gedung
c. izin pendirian kantor cabang
d. izin galian pengelaran kabel telekomunikasi
e. izin usaha perdaganan alattelekomunikasi
f. izin jasa titipan untuk kantor agen
10
Dinas Pendapatan pengelolaan keuangan dan asetdaerah a. Izin Reklame
1
Bidang Pendapatan
11 Dinas Pendidikana. izin operasional lembaga pendidikan
3 Bidang Pendidikanb. izin pendirian pusat kegiatan belajar
c. izin mendirikan lembaga kursus
12 Dinas Kesehatana. Izin praktek bersama dokter umum/gigi
12
Bidang Kesehatan b. izin mendirikan klinik c. Izin Praktek dokter d. izin praktek bidan e. izin praktek perawat f. izin mendirikan apotek g. izin pendirian optic h. izin toko obat
13
i. izin pengobatan tradisional
m. daftar usaha Spa
K. Izin laik sehat Hygiene sanitasi
l. izin operasional pemberantasan hama
13Badan Lingkungan Hidup
a. Izin undang-undang gangguan/ HO
3 bidang Lingkunganhidup
b. Izin pembuangan limbah cair
c. izin penyimpanan sementaradan pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracunTOTAL 80
Sumber : data Badan Penanaman Modal dan PelayananTerpadu Kabupaten Kubu Raya, Januari 2015
Berdasarkan tabel, dari 190 pelayanan
perizinan dan nonperizinan yang ada di Kabupaten
Kubu Raya dari berbagai SKPD ternyata baru
didelegasikan kepada BPMPT Kabupaten Kubu Raya pada
tahun 2014 hanya 80 jenis perizinan dan nonperizinan
atau sekitar 42 % saja.
Pendelegasian kewenangan tersebut sampai saat
ini telah mencapai 80 jenis pelayanan perizinan dan
nonperizinan yang dilakukan secara bertahap dengan
tujuan agar menyesuaikan dengan peraturan yang
14
cenderung berubah pada setiap tahunnya sehingga
untuk mengantisipasi itu maka harus diadakan
evaluasi mengenai pelayanan perizinan yang dapat
didelegasikan dan ditangani oleh BPMPT Kabupaten
Kubu Raya. Berikut data pendelegasian kewenangan
tersebut yang digambarkan pada tabel berikut ini :
Tabel 2Pendelegasian Kewenangan
Jenis Perizinan dan Nonperizinan
No.
Tahun
Jumlah
pelayanan
didelegasikan
Belumdidelegasikan
DasarHukum SOP
1 2010 190 14 176Kep.BupNo. 16/2010
PERBUB NO.22TAHUN 2010
2 2011 190 77 113Kep.BupNo.189/2011
PERBUB NO.22TAHUN 2011
3 2012 190 77 113Kep.BupNo.189/2011
PERBUB NO.22TAHUN 2011
4 2013 190 77 113Kep.BupNo.189/2011
PERBUB NO.22TAHUN 2011
5 2014 190 80 110Kep.BupNo.18/2014
PERBUB NO.22TAHUN 2014
Sumber : data Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu KabupatenKubu Raya, Januari 2015
15
Berdasarkan tabel, terlihat bahwa proses
pendelegasian kewenangan tersebut dilakukan secara
bertahap dari total perizinan dan nonperizinan 190
jenis hanya 14 (empat belas) jenis perizinan dan
nonperizinan dapat didelegasikan sisanya 176 belum
didelegasikan, dengan standar operasional
pelayanannya berdasarkan Peraturan Bupati Kubu Raya
Nomor 22 Tahun 2010. Dalam perkembangan selanjutnya,
berdasarkan Keputusan Bupati Kubu Raya Nomor 189
Tahun 2011 yang berlaku sampai tahun 2013 telah
didelegasikan 77 (tujuh puluh tujuh ) jenis
perizinan dan nonperizinan kepada BPMPT dengan
Standar operasional prosedurnya pada Peraturan
Bupati Nomor 22 Tahun 2011 dan yang belum
didelegasikan sebanyak 113 jenis. Selanjutnya pada
berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun 2014
tentang pendelegasian wewenang pelayanan dan
penandatanganan perizinan dan nonperizinan kepada
BPMPT Kabupaten Kubu Raya, telah didelegasikan
sebanyak 13 (tiga belas) bidang perizinan dan
16
nonperizinan dan jenisnya sebanyak 80 (delapan
puluh) perizinan dan nonperizinan dan yang belum
didelegasikan sebanyak 110 jenis pelayanan.
Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun
2014 pendelegasian kewenangan pelayanan dan
penandatanganan perizinan dan nonperizinan kepada
BPMPT Kabupaten Kubu Raya, diharapkan terciptanya
iklim investasi yang kondusif dengan terintegrasinya
pelayanan pada satu badan saja sehingga dalam
pengurusan dokumen sampai kepada penandatanganannya
dilakukan pada satu badan saja yaitu pada BPMPT
Kabupaten Kubu Raya. Namun pendelegasian kewenangan
tersebut mengakibatkan reaksi negatif dari beberapa
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait karena
merasa bahwa perizinan yang telah didelegasikan
kepada BPMPT Kabupaten Kubu Raya adalah hak dan
kewenangannya sehingga terjadilah tumpang tindih dan
tarik menarik atau tawar menawar kewenangan oleh
pemberi kewenangan yaitu Bupati kepada BPMPT
Kabupaten Kubu Raya. Untuk itu dalam mengefektifkan
17
pelayanan agar lebih Cepat, Mudah, Pasti, Aman,
Terbuka (CEMPAKA) sesuai dengan motto dari BPMPT
Kabupaten Kubu Raya itu sendiri, maka harus
dilakukan efektivitas pendelegasian kewenangan, dari
Bupati kepada BPMPT Kabupaten Kubu Raya dalam proses
pengurusan dokumen sampai kepada penandatanganannya
dilakukan pada satu badan saja sesuai dengan fungsi
didelegasikan semuanya sehingga dari sudut pandang
administrasi hal itu dinilai belum efektif, kemudian
adanya keengganan dari pemimpin dalam pendelegasian
kewenangannya serta masih sulitnya menyamakan
18
persepsi mengenai pelayanan terpadu satu pintu.
Selanjutnya, apabila tujuan yang dimaksud adalah
tujuan suatu instansi maka proses pencapaian tujuan
tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan
program atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan
fungsi instansi tersebut. Dari hasil penelitian dan
wawancara yang dilakukan dapat dikatakan bahwa hasil
yang diinginkan belum dapat tercapai secara maksimal
(efektif), karena dari 190 jenis pelayanan perizinan
dan nonperizinan yang ada Kabupaten Kubu Raya
ternyata diserahkan oleh Bupati ke BPMPT hanya 80
jenis perizinan dan nonperizinan saja yang dapat
dilaksanakan. Hal inilah yang menjadi latar belakang
penulis dalam melakukan penelitian ini dan
beranggapan bahwa permasalahan ini layak untuk
diteliti lebih lanjut.
1.2. Identifikasi Permasalahan
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang
penulis paparkan diatas dari 190 jenis pelayanan
perizinan dan nonperizinan yang ada di instansi
19
pemerintah Kabupaten Kubu Raya, tidak semuanya
dapat didelegasikan karena harus ada asistensi
terhadap izin yang akan didelegasikan seperti
melakukan identifikasi dan klasifikasi jenis-jenis
izin apa saja yang dapat didelegasikan dan jika
didelegasikan dapat mempercepat proses pelayanan
bukan sebaliknya. Maka penulis mengidentifikasikan
permasalahan pada :
1. Adanya keengganan Bupati dalam mendelegasikan
kewenangannya kepada Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Kabupaten Kubu Raya.
2. Pendelegasian kewenangan pelayanan perizinan dan
nonperizinan masih dilakukan secara bertahap dan
belum didelegasikan secara efektif.
1.3. Fokus Penelitian
Mengingat kompleksnya permasalahan yang ada di
BPMPT Kabupaten Kubu Raya mengenai pendelegasian
kewenangan Bupati kepada Badan Penanaman Modal dan
20
Pelayanan Terpadu di wilayah Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya, maka perlu dilakukan pembatasan
permasalahan yang menjadi pusat perhatian dan
menjadi pokok permasalahan dalam pelaksanaannya.
Maka penulis memfokuskan permasalahan ini pada :
Efektivitas pendelegasian kewenangan Bupati dalam
memberikan pelayanan perizinan dan nonperizinan pada
BPMPT di wilayah Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
Kubu Raya.
1.4. Rumusan Permasalahan
Sesuai dengan latar belakang permasalahan dan
fokus penelitiannya maka secara spesifik rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah : Mengapa
pendelegasian kewenangan Bupati kepada Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu dalam
memberikan pelayanan perizinan dan nonperizinan di
wilayah Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya
belum efektif ?
1.5. Tujuan Penelitian
21
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab belum
efektifnya pendelegasian kewenangan pelayanan
perizinan dan nonperizinan pada BPMPT di Wilayah
Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya.
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1. Manfaat Teoritis
Sebagai salah satu bahan perbandingan dari
studi lebih lanjut dalam peningkatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Ilmu
Administrasi Negara, khususnya yang berkaitan
dengan efektivitas pendelegasian kewenangan Bupati
kepada BPMPT dalam memberikan pelayanan perizinan
dan nonperizinan terpadu di wilayah Kecamatan
Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya.
1.6.2. Manfaat Praktis
Sebagai salah satu masukan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan, yang ada di
Kalimantan Barat pada umumnya dan khususnya di
22
Kabupaten Kubu Raya. Supaya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan demi kemajuan suatu
badan atau instansi terkait baik dimasa sekarang
maupun yang akan datang.
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Konsep Otonomi Daerah
Otonomi daerah berasal dari bahasa Yunani
yaitu autos dan nomos. Kata pertama berarti
23
“sendiri”, dan kata kedua berarti “perintah”.
Otonomi bermakna “memerintah sendiri”
(Dwidjowijoto, 2000:46). Menurut Sarundajang (dalam
Dwidjowijoto, 2000:46), Otonomi daerah sendiri
dapat diartikan sebagai hak wewenang dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurusi rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Secara prinsip terdapat dua hal yang
tercakup dalam otonomi. Hak dan wewenang untuk
memanajemeni daerah, dan tanggung jawab untuk
kegagalan dalam memanajemeni daerah.
Menurut Widjaja (2011:7) mengemukakan prinsip
otonomi daerah merupakan pembangunan daerah sebagai
bagian integral dari pembangunan nasional yang
tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah.
Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan
dan tanggung jawab menyelenggaraan kepentingan
masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan,
partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban
kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan otonomi
15
24
daerah diperlukan kewenagan yang luas, nayata, dan
bertanggung jawab di daerah secara proporsional dan
berkeadilan, jauh dari praktik-praktik korupsi
kolusi dan nepotisme serta adanya perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah. Berdasarkan
prinsip otonomi daerah yang dikemukankan diatas,
dapat diketahui bahwa konsep otonomi daerah
merupakan peluang bagi Pemerintah Daerah untuk
mengurus setiap urusan pemerintahan baik dari
tingkat Provinsi sampai ke Kecamatan. Otonomi
daerah menjadi semangat baru bagi daerah untuk
mengembangkan daerahnya kearah yang lebih baik dari
sebelumya.
Namun demikian pelaksanaan otonomi tetap dalam
batas koridor yang tidak melampaui wewenang
pemerintah pusat yang menyerahkan urusan kepada
daerah. Hal ini sesuai dengan pandangan Ryass
Rasyid (2002:32), yang menyatakan bahwa: Otonomi
daerah bukanlah merupakan hak dari masyarakat dan
pemerintah daerah, melainkan kewajiban daerah dalam
25
rangka mensukseskan pembangunan nasional. Jadi pada
hakekatnya otonomi daerah lebih mengutamakan
kewajiban dari pada hak, yaitu kewajiban daerah
untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai
sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang
harus diterima dan dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab.
Untuk konteks Indonesia, Kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah, mungkin
merupakan satu-satunya kebijakan yang paling besar
peluangnya untuk sukses. Ini didasarkan pada adanya
suatu komitmen reformasi yang diterima secara
nasional didukung perangkat hukum yang jelas dan
komitmen awal yang sangat kuat, serta diterima
secara luas oleh pemerintah daerah, partai politik,
organisasi masyarakat dan kaum intelektual bahkan
pemuka agama.
Di sisi lain, otonomi lebih menitikberatkan
pada aspirasi daripada kondisi (Sarundajang,
26
2005). Dari berbagai pemahaman tentang otonomi
daerah tersebut beliau menyimpulkan sebagai :
1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatudaerah otonom;
2. Daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenangotonominya di luar batas wilayahnya;
3. Daearah tidak boleh mencanpuri urusan rumahtangga daerah lain sesuai dengan wewenangpangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya;
4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain.
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk
desentralisasi pemerintahan, pada dasarnya
memiliki tujuan dalam memenuhi kepentingan bangsa
secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang
terkandung dalam konsep otonomi, sehingga
Sarundajang (2005:35) juga menegaskan tujuan
pemberian otonomi daerah kepada daerah meliputi 4
aspek :
1. Dari segi politik adalah mengikutsertakan,menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat,baik untuk kepentingan untuk daerah sendiri,maupun untuk mendukung politik kebijakannasional;
2. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untukmeningkatkat daya guna dan hasil gunapenyelenggaraan pemerintahan;
3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkanpartisipasi serta menumbuhkan kemandirian
27
masyarakat melalui upaya pemberdayaan(empowerment) masyarakat untuk mandiri;
4. Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untukmelancarkan program pembangunan guna tercapainyakesejahteraan rakyat.
Banyak kalangan menilai bahwa kebijakan
otonomi daerah adalah merupakan peluang sekaligus
tantangan bagi daerah untuk melaksanakan
kewenangan atau urusan yang dilimpahkan pemerintah
pusat dengan dilandasi prinsip-prinsip pelayanan
public yang baik seperti kesederhanaan pelayanan,
kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan dan
tanggung jawab pelayanan. Ketika daerah mampu
menangkap peluang, maka daerah akan lebih maju dan
mandiri, sebaliknya daerah yang tidak mampu
menangkap peluang, maka kebijakan otonomi daerah
tidak akan memberikan perubahan yang berarti
kepada daerahnya.
2.1.2. Efektifitas Pendelegasian Kewenangan
Efektifitas merupakan gambaran tingkat
keberhasilan dan keunggulan dalam mencapai sasaran
yang telah ditetapkan dan adanya keterkaitan
28
antara nilai-nilai yang bervariasi. Hal tersebut
juga sejalan dengan pendapat yang dikemukankan
oleh Sedarmayanti (2012:59), yaitu efektivitas
merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran
seberapa jauh target dapat tercapai.
Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan
yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan
keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini
berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat
diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu,
biaya maupun mutunya, maka dapat dikatakan
efektif. Pengertian efektivitas ini lebih
berorientasi kepada keluaran (output) sedangkan
masalah penggunaan masukan (input) kurang menjadi
perhtian utama. Efektivitas memiliki arti berhasil
atau tepat guna. Efektif merupakan kata dasar,
sedangkan kata sifat dari efektif adalah
efektivitas.
Efektivitas juga dapat dilakukan dengan
melihat sejauh mana pendelegasian dari seorang
29
pejabat kepada pejabat lain yang berada dibawahnya
dengan berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan. Jika seorang bawahan mendapatkan
pendelegasian kewenangan yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku maka pendelegasian
kewenangan dapat dikatakan efektif.
2.1.3. Konsep Pendelegasian Kewenangan
Delegasi dapat diartikan sebagai pelimpahan
kewenangan dan tanggung jawab formal dari atasan
kepada orang lain untuk melaksanakan tugas
tertentu. Delegasi kewenangan adalah proses
pengalihan kewenangan dari atasan kepada orang
yang ditunjuk.
Secara definitif menurut Handoko (dalam
Sedarmayanti, 2012:313), “Wewenang dapat diartikan
sebagai hak untuk melakukan sesuatu/memerintah
orang lain untuk melanjutkan sesuatu atau untuk
tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan
tertentu”.
30
Kewenangan merupakan kunci pekerjaan seorang
pemimpin. Arti sebenarnya dari seorang pemimpin
dalam sebuah organisasi dan hubungannya dengan
orang lain pada organisasi tersebut melihat pada
kewenangan yang dimilikinya. Hal yang mengikat
bagian-bagian suatu struktur organisasi adalah
hubungan wewenang. Wewenang adalah hak untuk
melakukan sesuatu dengan menggunakan sumber daya
untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Umam (2010:313), wewenang bersumber dari
dua pendapat :
1. Institusional approach Disini status pelaksana aktivitasmanajemen didasarkan atas kekuasaan yangberkaitan dengan hak milik. Kekuasaantersebut kemudian didelegasikan/dilimpahkankepada manajer.
2. Subordinate acceptance approach Seorang manajer tidak mempunyai wewenangsebelum wewenang tersebut diberikan olehbawahan kepadanya (buttom up management).
Pendelegasian kewenangan (delegation of authority)
dapat dilihat dari beberapa aspek, yakni aspek
31
tugas, tanggung jawab dan wewenang. Pada
prinsipnya, pendelegasian atau pelimpahan sama
dengan penyerahan, jadi pendelegasian atau
pelimpahan kewenangan berarti penyerahan sebagian
hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar
tugas dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan
dengan baik dari pejabat satu kepada pejabat
lainnya.
Menurut Hodge dan Anthony (1998:156),
menyebutkan pendelegasian dapat diartikan sebagai
(responsibility dan authority). Penjelasan tersebut
menggambarkan bahwa bentuk pendelegasian
kewenangan adalah pemberian tugas dan pemberian
hak berupa tanggung jawab dan kewenangan.
Sedangkan menurut Sutarto (2002:95), mengatakan
bahwa pelimpahan kewenangan itu bukan penyerahan
hak dari atasan kepada bawahan, melainkan
penyerahan hak dari pejabat kepada pejabat.
Agar pendelegasian kewenangan dapat efektif,
maka perlu memperhatikan prinsip-prinsip
32
sebagaimana dikemukakkan oleh Koontz, Donnel dan
Weihrich dalam Syafiie (2003; 217), bahwa prinsip-
prinsip pendelegasian meliputi :
a. Principle of delegation by result expected b. Authority level principlec. Authority of unity of commandd. Principle of absoluteness of responsibilitye. Principle of functional definitionf. Scalar Principleg. Principle of parity of authority of responsibility
Bedasarkan prinsip-prinsip tersebut
menyatakan bahwa pendelegasian didasarkan pada
hasil yang dapat diharapkan, maksudnya adalah
pendelegasian diberikan berdasarkan tujuan dan
rencana yang telah disiapkan sebelumnya. Kemudian,
Prinsip jenjang kewenangan, dimana prinsip ini
mengharapkan adanya pendelegasian secara bertahap
berdasarkan tingkat kewenangan yang dimiliki
pejabat atau satu unit organisasi tertentu.
Selanjutnya, prinsip kesatuan komando. Prinsip ini
menekankan akan pentingnya satu kesatuan komando
dalam pendelegasian wewenang agar perintah yang
diberikan menyamakan persepsi bagi yang diberi
33
perintah atau wewenang. Berikutnya kemutlakan
tanggungjawab mengharapkan pendelegasian wewenang
diimbangi dengan pemberian tanggung jawab yang
penuh kepada pihak yang diberi delegasi
kewenangan, sehingga pihak yang mendelegasikan
tidak seharusnya terlalu campur tangan terhadap
urusan yang sudah didelegasikannya. Pendelegasian
berdasarkan prinsip defenisi fungsional.
Berdasarkan prinsip ini dimaksudkan bahwa
pendelegasian kewenangan hendaknya didasarkan
pertimbangan-pertimbangan fungsional agar
pekerjaan atau tugas tertentu dapat dilaksanakan
secara lebih efektif dan efesien. Sedangkan
prinsip berurutan berdasarkan hierarki jabatan.
Maksudnya adalah bahwa kewenangan yang diberikan
hendaknya didelegasikan secara berurutan dari
jabatan tertinggi hingga jabatan dibawahnya. Dan
prinsip keseimbangan dan tanggung jawab, artinya
bahwa kewenangan yang didelegasikan harus
dibarengi tanggung jawab yang seimbang.
34
Dalam organisasi, pendelegasian wewenang
menurut Sedarmayanti (2012:315), perlu
dilaksanakan karena alasan yang bersifat timbal
balik :
1. Pendelegasian memungkinkan manajer dapatmencapai kinerja lebih baik dibandingkanketikan mereka menangani sendiri setiaptugasnya. Dengan adanya delegasi wewenang,manajer dapat memusatkan tenaganya padatugas prioritas lebih penting. Dalam rangkaorganisasional, delegasi wewenang dariatasan kebawahan merupakan proses yangdiperlukan agar organisasi berfungsi lebihefisien.
2. Pendelegasian memungkinkan bawahan tumbuhdan berkembang, bahkan dapat digunakansebagi alat untuk belajar dari kesalahan.
Selanjutnya, menurut Umam (2010:314-315),
agar pendelegasian wewenang dapat berjalan dengan
lancar seorang pemimpin harus mempunyai sikap
sebagai berikut :
1. Personal receiptiveness. Pemimpin harus bersediamemberikan kesempatan kepada bawahannya untukmengemukakan gagasan dan pendapat-pendapatnya.
2. Willing bess to let go. Pemimpin harus bersedia dansepenuh hati melepaskan wewenang kepadabawahannya.
3. Willingness to let other make mistake. Kurang bijaksanaapabila seorang pemimpin yang telah
35
mendelegasikan wewenangnya terus menerusmengawasi bawahan yang telah menerimawewenang karena khawatir si bawahan membuatkesalahan. Jika hal tersebut dilakukan,pendelegasian wewenang tidak murni lagi.
4. Willingness to trust subordinate. Delegasi yangefektif menegaskan bahwa pemimpin telahmempercayai bawahannya dan menganggapbawahannya telah matang dan mampumelaksanakan aktivitas yang dipercayakankepadanya.
5. Willingness to establish and exercise broad control.Pemimpin harus bersedia melatih dan mengawasibawahannya secara luas. Dengan demikian ,pemberian pendidikan dalam bentuk pelatihandan sistem pengawasan dapat dipergunakansebagai alat untuk melaksanakan pendelegasianwewenang yang efektif.
Walaupun pendelegasian kewenangan merupakan
hal yang penting dalam sebuah organisasi, sering
terjadi keengganan dari pemimpin dalam melimpahkan
kewenangannya. Hal ini menurut Umam (2010:315),
keengganan pemimpin dalam mendelegasikan
kewenangannya disebabkan oleh dua faktor yaitu :
1. Rintangan Psychologisa. Pemimpin menganggap bahwa ia adalah
manusia super yang tidak dapat diganti.Tanpa dia, organisasi akan macet.
b. Pemimpin berhasrat mendominasi segalaaktivitas organisasi. Jadi, pemimpin inginberkuasa
36
c. Pemimpin tidak bersedia menanggung resikoapabila bawahan membuat kesalahan
d. Perasaan takut dalam diri pemimpin bahwadalam mendelegasikan wewenang, ternyatabawahan lebih mampu dari dirinya.
2. Rintangan Organisatorisa. Sulit membuat batas tentang tanggung jawabb. Pemimpin kadang-kadang kurang mengetahui
sampai dimana delegasi wewenangdilaksanakan.
Dari pendapat tersebut maka dapat di jelaskan
lebih rinci lagi hal utama yang menghambat proses
pendelegasian yaitu keengganan dari seorang
pimpinan dalam mendelegasikan kewenangan
dikarenakan :
1. Pemimpin kurang yakin akan kemampuan bawahan
2. Pemimpin merasa mampu untuk mengerjakan
sendiri
3. Takut wewenangnya sebagai pemimpin akan
berkurang
4. Tidak mau menanggung resiko
5. Perasaan tidak aman
6. Ketidakpercayaan kepada bawahan.
37
Selanjutnya untuk mendukung teori Umam, dari
kedua faktor yaitu Psychologis dan Organisatoris. Menurut
Yukl (1998:179), yang membuat pemimpin enggan atau
tidak mau mendelegasikan kewenangannya juga
dipengaruhi oleh faktor politis dari pemimpin
yaitu Koalisi. Menurut Pfeffer (dalam Yukl, 1998:
179), Proses politis menyangkut usaha-usaha para
anggota organisasi untuk meningkatkan kekuasaan
mereka atau melindungi sumber-sumber kekuasaan
yang ada seperti kewenangan dan control-kontrol
terhadap sumber daya itu. Kekuasaan politis
menyangkut proses mempengaruhi yang mengubah basis
awal kekuasaan dengan cara yang unik. Proses-
proses politis yang umum dalam organisasi termasuk
membentuk koalisi, memperoleh control terhadap
proses-proses keputusan penting dan melakukan
persaingan. Proses-proses politis ini menjelaskan
mengapa beberapa pihak mampu untuk mempertahankan
kekuasaan bahkan setelah keahlian mereka tidak
lagi kritis bagi organisasi.
38
Proses politis yang umumnya dalam organisasi
adalah membentuk sebuah koalisi atau aliansi untuk
mendukung atau menentang sebuah kebijakan,
program, atau perubahan tertentu. Dalam sebuah
koalisi tiap pihak membantu lainnya dalam
perolehan apa yang mereka inginkan. Koalisi tidak
terbatas pada pihak-pihak dalam sebuah organisasi,
kadang-kadang mereka dibentuk dengan pihak luar
(Yukl, 1998:180). Sehingga proses politis yang
membentuk suatu koalisi sangat memungkinkan
terjadinya keengganan pemimpin dalam
mendelegasiakan kewenangannya karena memungkinkan
adanya unsur-unsur kepentingan anggota atau
pribadi didalamnya.
Format pendelegasian kewenangan dapat
dilakukan oleh pejabat yang berkedudukan lebih
tinggi (superior) kepada pejabat yang berkedudukan
rendah (subordinate) atau pejabat atasan kepada
pejabat bawahan, di samping itu pendelegasian
kewenangan dapat pula dilakukan di antara pejabat
39
yang berkedudukan pada jenjang yang sama atau
antara pejabat yang sederajat. Pendelegasian
wewenang menegak atau vertikal, sedangkan
pendelegasian wewenang yang kedua diartikan
pendelegasian kewenangan mendatar atau horizontal.
Dilihat dari sumbernya, kewenangan dapat
dibedakan menjadi dua jenis (Wasistiono : 2005:56-
57), yaitu : a. Kewenangan atributif adalah
kewenangan yang melekat dan diberikan kepada suatu
institusi atau pejabat yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan; b. Kewenangan delegatif adalah
kewenagan yang berasal dari pendelegasian
kewenangan dari institusi atau pejabat yang lebih
tinggi tingkatannya.
Masing-masing pejabat diberikan tugas melekat
sebagai bentuk tanggung jawab agar tugas yang
diberikan itu dapat dilaksanakan dengan baik.
Tanggung jawab merupakan keharusan pada seseorang
pejabat untuk melaksanakan secara layak segala
sesuatu yang telah dibebankan kepadanya. Tanggung
40
jawab hanya dapat dipenuhi bila pejabat yang
bersangkutan disertai dengan wewenang tertentu
dalam bidang dan tugasnya. Dengan tiadanya
otoritas itu, tanggung jawab tidak dapat
dilaksanakan dengan sebaik- baiknya. Jadi ada
korelasi antara tugas, tanggung jawab dan
wewenang.
Kewenangan adalah hak seseorang pejabat
untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar
tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan
dengan berhasil, atau kekuasaan bagi pemilik
jabatan tertentu untuk melakukan sesuatu yang
diinginkannya sesuai dengan tujuan organisasi.
Berbicara mengenai pendelegasian kewenangan
berarti berbicara mengenai desentraslisasi.
Desentralisasi merupakan suatu prinsip
pedelegasian wewenang dari pusat ke bagian-
bagiannya, baik bersifat kewilayahan maupun
kefungsian. Prinsip ini mengacu kepada fakta
41
adanya span of control dari setiap organisasi sehingga
organisasi perlu diselenggarakan secara bersamaan.
Menurut Dwidjowijoto (2000:47), Pelimpahan
kewenangan atau konsep desentralisasi lebih dekat
dengan otonomi daerah. Konsep desentraslisai
dengan demikian mempunyai “cetakan” pemahaman yang
sama dengan otonomi daerah. Selanjutnya secara
umum desentralisasi terbagi menjadi dua :
desentralisasi territorial atau kewilayahan dan
desentralisasi fungsional. Desentralisasi
kewilayahan berarti pelimpahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada wilayah di dalam Negara.
Desentralisasi fungsional berarti pelimpahan
wewenang kepada organisasi fungsional (teknis)
yang secara langsung berhubungan dengan
masyarakat.
Desentralisasi dalam arti fungsional
sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah di
setiap Negara manapun. Adanya departemen,
42
kementrian, dan badan-badan pemerintah merupakan
bukti nyata desentralisasi. Dalam berbagai
tingakatan, organisasi yang menerima pendelegasian
fungsional tersebut memiliki jaringan kerja
langsung kemasyarakat. Menurut Rondinelli (dalam
Nurcholis, 2007:11), merumuskan :
“Decentralization is the transfer of planning, decision making, oradministrative authority from the central government to itsorganization, local administrative unit, semi-autonomous andparastatal organization, local government, or nongovernmentorganization”.
(Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan,pembuatan keputusan, atau kewenanganadministratif dari pemerintah pusat kepadaorganisasi wilayah, satuan administratif daerah,organisasi semi otonom, pemerintah daerah, atauorganisasi nonpemerintah/lembaga swadayamasyarakat).
Desentralisasi menurut Rondinelli mencakup
dekonsentrasi, devolusi, pelimpahan pada lembaga
semi otonom (delegasi), dan pelimpahan pada
lembaga nonpemerintah. Dekonsentrasi adalah
penyerahan beban kerja dari kementrian pusat
kepada pejabat-pejabatnya yang berada di wilayah.
43
Penyerahan tidak diikuti oleh kewenangan keputusan
untuk melaksanakannya. Devolusi merupakan
pelepasan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah
pusat untuk membuat satuan pemerintah baru yang
tidak dikontrol secara langsung dengan tujuan
memperkuat pemerintahan dibawah pemerintah pusat
dengan cara mendelegasikan fungsi dan kewenangan.
Pelimpahan wewenang pada lembaga semi otonom
(delegasi) yaitu pemberian kewenangan
administratif kepada organisasi-organisasi yang
melakukan fungsi-fungsi tertentu yang tidak
dibawah pengawasan pemerintah pusat. Selanjutnya
penyerahan fungsi pemerintah pusat kepada lembaga
nonpemerintah adalah tindakan pemberian wewenang
dari pemerintah kepada badan-badan milik swasta.
Selanjutnya, format desentralisasi dapat
dikelompokkan ke dalam empat bentuk (Sarundajang,
2005 : 54-56) yaitu :
1. Comprehensive local government system, yaitu aparatdaerah melakukan fungsi-fungsi yang diserahkanoleh pemerintah pusat;
44
2. Patnership system, yaitu beberapa jenis pelayananyang dilaksanakan langsung oleh aparat pusat danbeberapa jenis pelayanan yang lain dilakukanoleh aparat daerah;
3. Dual system, yaitu aparat pusat melaksanakanpelayanan teknis secara langsung, demikian jugaaparat daerah;
4. Integrated administrative system, yaitu aparat pusatmelakukan pelayanan teknis secara langsung dibawah pengawasan seorang pejabat koordinator.Aparat daerah hanya punya wewenang kecil dalamkegiatan pemerintahan.
2.2. Hasil Penelitian yang Relevan
Untuk menunjang penelitian serta menjaga
orisinalitas penelitian ini, penulis meninjau
beberapa tinjauan pustaka yang merupakan hasil-
hasil penelitian yang sebelumnya berkenaan dengan
pendelegasian kewenangan Bupati kepada Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu di Wilayah
Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Hasil
penelitian memiliki relevansi dengan penelitian
ini dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
maupun perbandingan dalam proses penulisan.
2.2.1. A. Rofik
45
Skripsi program studi Ilmu Pemerintahan
Universitas Maritim Raha Ali Haji Tanjungpinang
2014, dengan judul “Analisis Pelimpahan Kewenangan
Bupati kepada Camat di Kecamatan Kundur Tahun
2012”. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pelaksanaan Kewenangan Camat
Kundur dalam pemberian izin SITU BBM untuk
Menciptakan Ketenteraman dan Ketertiban Umum.
Metode penelitian yang digunakan oleh A. Rofik
adalah metode kualitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pelimpahan kewenangan Bupati
kepada Camat tidak disertai dengan sumber daya
yang memadai dan mekanisme pelayanan yang
berbelit-belit dan sulitnya menyamakan persepsi
mengenai Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
diantara SKPD teknis terkait dan kurangnya
koordinasi mengenai pelayanan tersebut.
Berangkat dari penelitian terdahulu ini yang
meneliti mengenai pelayanan publik pada Badan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kecamatan Kundur,
46
yang menitikberatkan permasalahan pada kualitas
pelayanan dengan penekanan pada teori pelayanan
publik. Sementara dalam penelitian ini lokus
penelitian terhadap Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Kabupaten Kubu Raya lebih luas
mengkaji efektifitas pendelegasian kewenangan
Bupati kepada BPMPT sebagai organisasi layanan
publik secara menyeluruh, artinya aspek
administrasi dan politis menyangkut pendelegasian
kewenangan akan menjadi bahan kajian dalam
penelitian ini.
2.2.2. Moh. Iskandar Mardani
Jurnal program studi Administrasi Negara,
Universitas UNTAD Sulawesi Tengah 2011, dengan
judul “Pelimpahan Kewenangan Bupati dalam Otonomi
Daerah”. Metode penelitian yang digunakan oleh
Moh. Iskandar Mardani adalah metode kualitatif.
47
Hasil penelitian menunjukan bahwa Bupati
melimpahkan kewenangan delegatif kepada Camat di
Kabupaten Parigi Moutong. Dengan pelimpahan
kewenangan delegatif tersebut perangkat daerah
yaitu kecamatan sulit melakukan perubahan dan
menyamakan persepsi pada instansinya sehingga
terjadi ketidaksiapan SDM pada bidang pekerjaan
yang dilimpahkan. Sehingga diharapkan dalam
pelimpahan kewenangan Bupati kepada Camat di
Kabupaten Parigi Moutong tidak dapat serta-merta
dilimpahkan begitu saja ke kecamatan untuk
dilaksanakan, akan tetapi memerlukan berbagai
persiapan dan kesiapan yang terpadu dari semua
pihak yang berkompeten. Persiapan dilakukan oleh
organisasi perangkat daerah yang akan menyerahkan
sebagian kewenangannya dan juga kesiapan kecamatan
dalam menjalankan kewenangan yang dilimpahkan
kepadanya. Persiapan tersebut meliputi : persiapan
kelembagaan, persiapan sumber daya manusia
aparatur, alokasi dana dan fasilitas sarana
48
/prasarana pendukung, serta standarisasi dan
hubungan tata kerja antar Kecamatan dengan
Perangkat Daerah lainnya.
Berdasarkan penelitian terdahulu ini lebih
memfokuskan kepada koordinasi antar instansi yang
telah diberikan pelimpahan kewenangan supaya
pelayanan dapat dilayani pada satu pintu (one stop
service). Sementara dalam penelitian ini akan
mengkaji mengenai keengganan pemimpin
mendelegasikan kewenangannya dengan tujuan
efektifitas pelayanan perizinan dan nonperizinan
yang telah dilimpahkan agar dapat dilayani secara
efektif.
2.3. Kerangka Pikir Penelitian
Uma Sekaran (dalam Sugiono 2003:65)
mengemukan kerangka pikir adalah model konseptual
tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
penting.
49
Berdasarkan pendapat diatas, kerangka
berfikir merupakan sebuah konsep dari penelitian
yang dimuat dalam sebuah bagan yang digunakan oleh
peneliti menjelaskan secara singkat mengenai
penelitiannya. Kerangka berpikir juga biasanya
disebut sebagai gambaran ringkas dalam bentuk bagan
mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti.
Berdasarkan judul penelitian yaitu mengenai
pendelegasian kewenangan Bupati kepada BPMPT di
wilayah Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya
maka dilakukan identifikasi permasalahan. Kemudian
berdasarkan identifikasi tersebut sesuai dengan
tujuan penelitian maka dilakukan identifikasi lebih
lanjut mengenai faktor-faktor penyebab belum
efektifnya pendelegasian wewenang pelayanan
perizinan dan nonperizinan dalam rangka integrasi
pelayanan pada BPMPT di Wilayah Kecamatan Sungai
Raya Kabupaten Kubu Raya.
50
Selanjutnya, untuk mengidentifikasi
keengganan pemimpin dalam mendelegasikan wewenang
tersebut sudah berjalan secara efektif atau belum
maka dilakukan kajian teori keengganan pemimpin
mendelegasikan kewenangannya menurut Umam
(2010:315), yaitu karena alasan Rintangan Psychologis
dan Rintangan Organisatoris, serta faktor politis yaitu
Koalisi menurut Yukl (1998:179). Dari teori tersebut
akan menjadi rujukan atau pisau analisis penulis
dalam melakukan penelitian ini dengan harapan agar
pendelegasian wewenang dapat dilakukan secara
efektif sehingga pelayanan dapat dilaksanakan
secara terpadu sesuai dengan motto dari BPMPT
Kabupaten Kubu Raya yaitu “CEMPAKA” (Cepat, Mudah,
Pasti, Aman dan Terbuka), yang akan digambarkan
pada bagan sebagai berikut :
51
Bagan 2.1Kerangka Pikir Penelitian
Pendelegasian Kewenangan Bupati Kepada BadanPenanaman Modal dan Pelayanan Terpadu di Wilayah
Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya
Identifikasi Permasalahan :1. Adanya keengganan Bupati dalam mendelegasikan
sebagaian kewenangannya kepada Badan PenanamanModal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten KubuRaya.
2. Pendelegasian kewenangan pelayanan perizinan
Faktor-faktor yang menyebabkan belum efektifnyapendelegasian kewenangan Bupati kepada BPMPTdalam memberikan pelayanan perizinan dannonperizinan di wilayah Kecamatan Sungai Raya
Umam (2010:315)1. Rintangan
Psychologis
Yukl (1998:179)Faktor politisyaitu : Koalisi
52
2.4. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dari masalah
peneliti seperti yang telah dikemukan sebelumnya
dengan dukungan teori, maka pertanyaan
penelitian sesuai dengan fokus penelitian
yaitu :
1. Mengapa rintangan psychologis dapat menyebabkan
pendelegasian
Efektifitas pendelegasiankewenangan dan terlaksanannyapelayanan yang Cepat, Mudah,
53
kewenangan Bupati kepada Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu dalam
memberikan pelayanan perizinan dan
nonperizinan di Wilayah Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya belum efektif ?
2. Mengapa rintangan organisatoris dapat menyebabkan
pendelegasian kewenangan Bupati kepada Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu dalam
memberikan pelayanan perizinan dan
nonperizinan di Wilayah Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya belum efektif ?
3. Mengapa faktor politis yaitu Koalisi dapat
menyebabkan pendelegasian kewenangan Bupati
kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu dalam memberikan pelayanan perizinan
dan nonperizinan di Wilayah Kecamatan Sungai
Raya Kabupaten Kubu Raya belum efektif ?
54
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:1-2), metode penelitian
dapat diartikan sebagai cara alamiah untuk
mendapatkan data yang valid untuk tujuan yang dapat
ditentukan, dikembangkan, dibuktikan untuk suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada waktunya dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
pengamatan langsung (observasi), wawancara
terstruktur dan dokumentasi. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini bersifat komparatif.
Menurut Masyhuri dan Zainuddin (2008:41), metode
komparatif yaitu jenis penelitian deskriptif yang
ingin mencari jawaban secara mendasar tentang
55
sebab-akibat dengan menganalisa faktor-faktor
penyebab terjadinya atau munculnya suatu fenomena
tertentu. Sependapat juga dengan Suryabrata
(2003:84), bahwa metode komparatif atau Kausal-
komparatif merupakan penelitian untuk menyelidiki
kemungkinan sebab-akibat dengan cara : berdasar
atas pengamatan terhadap akibat yang ada mencari
kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab
melalui data tertentu. Berdasarkan dua pendapat
tersebut maka penelitian ini menggunakan metode
Komparatif dengan tujuan mengidentifikasi faktor-
faktor yang menyebabkan belum efektifnya
pendelegasian kewenangan Bupati kepada BPMPT
Kabupaten Kubu Raya dalam memberikan pelayanan
perizinan dan nonperizinan.
3.2. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah untuk mendukung penelitian dan
pengumpulan data ini dilakukan melalui :
a. Studi Kepustakaan
56
Yaitu dengan cara mendapatkan atau memperoleh
pokok pikiran, teori, pendapat maupun pandangan
dengan cara mempelajari buku-buku, tulisan-
tulisan serta berbagai peraturan perundang-
undangan yang mendukung pembahasan dalam
penelitian.
b. Penelitian Lapangan
Yaitu untuk mendapatkan data secara langsung
termasuk fakta dan informasi berupa data primer
dan data sekunder yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini adalah pada Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu di wilayah
Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya, dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. Data dan informasi sangat mudah diperoleh
sehingga akan sangat membantu kelancaran
penulis dalam mengumpulkan data.
57
b. Sebagai Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu terbaik yang memperoleh Invesment Award
2014 atas penilaian Self Assesment 2013,
nominasi 20 besar tingkat nasional atau dari
552 Provinsi, Kabupaten atau Kota.
c. Di BPMPT Kabupaten Kubu Raya belum pernah
dilakukan penelitian mengenai efektifitas
pelaksanaan pendelegasian kewenangan sehingga
dipandang perlu dilakukan penelitian agar
pelayanan mengenai perizinan dan nonperizinan
dapat dilayani secara efektif dan optimal pada
satu badan atau satu pintu (One Stop Service).
3.3.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini mulai dilaksanakan Pada bulan
Maret 2015 sampai dengan Mei 2015. Secara rinci
pelaksanaan kegiatan penelitian dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
TABEL 3WAKTU PENELITIAN
No.
Kegiatan Pelaksanaan KegiatanDes Ja Fe Ma Ap Me
58
"14
n"15
b"15
r"15
r"15
i"15
1 Pengajuan Outline
2 Penyerahan SK kepada pembimbing
3
Penyusunan Proposal dan konsultasi pada Dosen Pembimbing
4 seminar Proposal
5 Penelitian Lapangan
6 Analisis data dankonsultasi
7 Ujian skripsi
3.4. Subjek dan Objek Penelitian
3.4.1. Subjek Penelitian
Teknik pengambilan subjek dalam penelitian
ini menggunakan teknik snowball. Subjek
penelitiannya adalah informan (orang), sebagai
sumber data utama, pemilihan informan didasarkan
atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki
data yang bersedia memberikan data. Sedangkan
59
informan selanjutnya diminta kepada informan awal
untuk menentukan siapa atau orang mana yang dapat
memberikan informasi. Sedangkan yang menjadi
informan kunci dalam penelitian ini adalah :
1. Bupati Kabupaten Kubu Raya, periode 2014-2019.
2. Kepala BPMPT Kabupaten Kubu Raya.
3. Sekretaris BPMPT Kabupaten Kubu Raya.
4. Masyarakat pengguna yang memiliki kepentingan
dalam pengurusan perizinan dan nonperizinan ( 5
orang ).
3.4.2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah efektifitas
pendelegasian kewenangan Bupati kepada BPMPT dalam
memberikan pelayanan perizinan dan nonperizinan di
wilayah Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang
digunakan dalam pengumpulan data di lapangan.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah (1) peneliti sendiri, (2)
60
alat perekam wawancara/tape recorder, dan (3) kamera
digital, untuk mendapatkan data yang lengkap dari
semua pihak yang terkait sehingga data yang
diperoleh dapat menjawab semua permasalahan yang
diteliti.
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan metode :
a. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan langsung ke lokasi
penelitian untuk memperoleh gambaran yang jelas
tentang pendelegasian kewenangan Bupati kepada
BPMPT di wilayah Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
Kubu Raya. Alat yang digunakan adalah pedoman
observasi.
b. Wawancara terstruktur, yaitu teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan mewawancarai informan
secara langsung dengan pertanyaan yang telah
disusun. Wawancara yang telah dilakukan terhadap
informan yang memiliki informasi dan pengetahuan
61
yang luas dan mendalam berkaitan dengan
penelitian. Alat yang digunakan dalam wawancara
adalah pedoman wawancara dan alat perekam suara.
Informan dalam penelitian ini adalah Bupati
Kabupaten Kubu Raya, periode 2014-2019, Kepala
BPMPT Kabupaten Kubu Raya, dan Sekretaris BPMPT
Kabupaten Kubu Raya, serta masyarakat pengguna
dan memiliki kepentingan dalam mengurusi
perizinan dan nonperizinan di BPMPT Kabupaten
Kubu Raya.
c. Dokumentasi, dilakukan dengan cara mengumpulkan
data sekunder yang dijadikan landasan teoritis
serta sebagai pedoman untuk melakukan penelitian.
Dokumentasi ini dilakukan ke berbagai sumber data
seperti : Bupati Kabupaten Kubu Raya, periode
2014-2019, BPMPT Kabupaten Kubu Raya, serta
pengumpulan data dari berbagai peraturan
perundang-undangan, buku dan hasil penelitian
terdahulu sebagai referensi dan landasan
pelaksanaan studi kepustakaan mengenai
62
efektifitas pendelegasian kewenangan Bupati
kepada BPMPT dalam memberikan pelayanan perizinan
dan nonperizinan di wilayah Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya.
3.7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis ekploratif
kualitatif dengan melakukan pengamatan atau
penjajagan terhadap permasalahan yang belum pernah
diteliti sebelumnya. Ada tiga hal yang dilakukan
dalam analisis data menurut Moleong (2000:109-197),
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
Analisis data dilakukan setelah semua data
yang peneliti butuhkan terkumpul. Data yang telah
terkumpul direduksi atau diolah lagi agar lebih
sempurna dan relevan dengan penelitian yang
dilakukan sehingga bila ada data yang kurang dapat
dilakukan penambahan terhadap data yang dirasa
masih kurang. Setelah dilakukan reduksi atau
63
pengolahan data, kemudian dilakukan penyajian data
dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan
kategori yang diperlukan yang telah ditetapkan oleh
peneliti. Setelah melakukan penyajian data, data
kemudian diinterpretasikan dengan menelaah maupun
memahami kemabali data yang telah disajiakan untuk
mengambil makna yang tersirat maupun tersurat dalam
data tersebut. Terakhir adalah penarikan kesimpulan
dari seluruh rangkaian analisis data sehingga
mendapatkan rumusan atau makna dari hasil
penelitian sehingga mudah dipahami dan relevan
dengan judul, tujuan dan rumusan permasalahan
penelitian.
3.8. Teknik Keabsahan Data
Validitas atau pemeriksaan keabsahan data,
merupakan proses penelitian yang dilakukan
peneliti, dimana peneliti sendiri bertindak sebagai
instrumen kunci. Dalam proses validitas, dihasilkan
catatan lapangan, transkip wawancara dan
dokumentasi baik berupa audio maupun gambar. Untuk
64
menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam
penelitian, data yang telah terkumpul, khususnya
data-data mengenai efektifitas pendelegasian
kewenangan Bupati kepada BPMPT dalam memberikan
pelayanan perizinan dan nonperizinan di wilayah
Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya.
Teknik triangulasi dengan sumber data (Bungin,
2008:256-257), triangulasi sumber berarti cara
untuk mendapatkan data dari sumber-sumber yang
berbeda akan tetapi menggunakan teknik yang sama.
Untuk mendapatkan data dari sumber yang sama
peneliti melakukan observasi partisipatif.
Wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber
data yang sama secara serempak. Triangulasi sumber
data menurut Denzin (dalam Moleong, 2000:257),
membedakan tiga macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, dan teori. Dengan triangulasi, peneliti
dapat mengecek kembali temuannya dengan jalan
membandingkan sumber, metode, dan teori. Peneliti
65
dapat melakukan dengan cara mengajukan pertanyaan
yang bervariasi, mengecek dengan sumber data, dan
memanfaatkan berbagai metode agar pengecekkan
kepercayaan dapat dilakukan.
66
BAB 1VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Daerah Kabupaten Kubu Raya
4.1.1.1. Kondisi Geografis
Secara geografis wilayah Kabupaten Kubu
Raya berada di sisi Barat Daya, Provinsi
Kalimantan Barat 0o13'40,83” sampai dengan 1o00'
53,09” Lintang Selatan dan 109o02’19,32” sampai
dengan 109o58’32,16” Bujur Timur. Sedangkan secara
administratif, batas wilayah Kabupaten Kubu Raya
adalah sebagai berikut, sebelah utara berbatasan
dengan Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Ketapang, Sebelah barat berbatasan dengan Laut
67
Natuna dan sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Landak dan Kabupaten Sanggau. Luas
Kabupaten Kubu Raya mencapai 6.985,24 km2.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2007
tentang pembentukan Kabupaten Kubu Raya di
Provinsi Kalimantan Barat ibukota Kabupaten Kubu
Raya berada di Sungai Raya. Adapun letak kondisi
geografis Kabupaten Kubu Raya digambarkan pada
peta berikut ini :
Gambar 1Peta Kabupaten Kubu Raya
68
Tabel4
Luas Wilayah Kabupaten Kubu Raya Dirinci MenurutKecamatan
No Kecamatan IbukotaluasArea(km2)
persentase (%)
1 Batu Ampar Padang Tikar2.002,70 28,67
2 Terentang Terentang786,40 11,26
3 Kubu Kubu1.211,60 17,35
4 Teluk Pekedai Teluk Pekedai291,90 4,18
5 Sungai Kakap Sungai Kakap453,17 6,49
6 Rasau Jaya Rasau Jaya111,07 1,59
7 Sungai Raya Sungai Raya 292,3 13,30
69
0
8 Sungai AmbawangAmbawang Kuala
726,10 10,39
9 Kuala Mandor B Kuala Mandor473,00 66,77
Kabupaten Kubu Raya 6.985,24 100,00
Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Pontianak, 2015
Sebagian besar wilayah daratan Kabupaten
Kubu Raya (KKR) merupakan wilayah datar (dengan
kemiringan lahan 0-2%), Keadaan ini homogen yang
menyebar dari daerah pesisir Utara ke Selatan.
Wilayah yang berkemiringan lebih dari 2% terdapat
dibagian Timur yang berbatasan dengan Kabupaten
Sangggau. Wilayah Barat dan Selatan KKR berhadapan
dengan Laut Cina Selatan. KKR termasuk wilayah
yang mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS),
diantaranya termasuk kategori sungai-sungai besar
seperti : Sungai Kapuas, Sungai Landak dan Sungai
Ambawang. Keberadaan sungai-sungai tersebut sangat
mempengaruhi aktifitas perekonomian masyarakat di
wilayah KKR. Sedangkan, Kantor Bupati sebagai
pusat pemerintahan yang berada di jalan arteri
70
Supadio Kecamatan Sungai Raya yang merupakan milik
Pemerintah KKR.
4.1.1.2. Kondisi Demografis
Pada tahun 2012 penduduk KKR tercatat 522.174
jiwa, dengan kepadatan penduduk 75 per km2.
Penyebaran penduduk belum merata dimana kecamatan
terpadat yaitu di Kecamatan Sungai Kakap dengan
kepadatan 236 jiwa per km2, kemudian Rasau Jaya
sebesar 222 jiwa per km2 dan Sungai Raya sebesar
211 jiwa per km2. Penduduk yan paling jarang
adalah Kecamatan Terentang sebesar 15 jiwa per km2
. Laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,14%.
4.1.1.3. Kondisi Ekonomi
Dilihat dari letak geografis wilayah KKR
sangat strategis, hal ini dilihat dari beberapa
faktor antara lain :
a) Wilayah Kubu Raya Daerah Aliran Sungai (DAS),
yaitu DAS Kapuas, sehingga banyak hasil-hasil
71
alam dari wilayah hulu Sungai Kapuas yang
bermuara diwilayah KKR, hal ini meransang
berdirinya industri-industri pengolahan dari
berbagai komoditas hasil alam disepanjang
Sungai Kapuas.
b) Keberadaan KKR yang sangat berdekatan dengan
Kota Pontianak sebagai Ibukota Provinsi
Kalimantan Barat memberi multiplier effect bagi
perkembangan wilayah. Disisi lain, percepatan
pembangunan dan pertambahan penduduk Kota
Pontianak dengan lahan yang sangat terbatas
memberikan peluang yang sangat penting dalam
pengembangan pembangunan wilayah KKR, khususnya
pada kecamatan-kecamatan yang berbatasan
langsung dengan Kota Pontianak (Kecamatan
Sungai Raya, Kecamatan Sungai Ambawang, dan
Kecamatan Sungai Kakap). Adanya interaksi
secara langsung antara Kota Pontianak dan KKR
dapat memacu pertumbuhan ekonomi secara
72
langsung terutama pada sektor perdagangan dan
jasa.
c) Wilayah KKR yang merupakan pintu masuk poros
timur (Trans Kalimantan), terutama setelah
dibukanya poros jalan darat Pontianak-Tayan,
dan juga keberadaan Bandar udara Supadio yang
merupakan jalur penghubung transportasi udara
utama di wilayah Kalimantan Barat dengan daerah
luar yang merupakan potensi daerah yang perlu
diperhitungkan.
4.1.2. Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten
Kubu Raya
Perubahan paradigma dan konsep dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah telah
memberi ruang gerak kepada daerah sekaligus
sebagai keleluasaan kewenangan untuk menjalankan
fingsi-fungsi pemerintahan yang didelegasikan
kepada Daerah Otonom, agar mempunyai dampak nyata
(tangible impact) bagi kemajuan daerah. Untuk
menempatkan dan melaksanakan fungsi-fungsi
73
pemerintahan dibentuk Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang merupakan unit-unit kerja
penyelenggara pemerintahan di daerah. Berdasarkan
Peraturan Daerah KKR Nomor 14 Tahun 2009 tentang
Susunan
4.1.3. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
4.1.3.1. Pembentukan
Upaya meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah
di bidang pelayanan publik, pemerintah
mengeluarkan paket kebijakan nasional :
a) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik;
b) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang
Penanaman Modal;
c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun
2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu;
74
d) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun
2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah.
Dalam rangka mengimplementasikan kebujakan
tersebut, Pemerintah Kabupaten Kubu Rayamerumuskan
Umam, Khaerul. 2010. Perilaku Organisasi. Bandung :CV. Pustaka Setia.
Wasistiono, Sadu, 2001, Esensi Undang-Undang Nomor 22Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah. Bandung :Alqaprint.
Wasistiono, Sadu Dkk. 2009 Perkembangan OrganisasiKecmatan dari Masa Ke Masa, Fokusmedia.
Widjaja. HAW. 2011. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Yukl, Gary. 1998. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Prenhallindo.
80
Sumber lain :
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 TentangPenyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik IndonesiaNomor 96 Tahun 2014 Tentang Pendelegasian WewenangPenerbitan Perizinan Penanaman Modal di BidangPerdagangan Kepada Kepala Badan KoordinasiPenanaman Modal dalam Rangka PelaksanaanPelayanan Terpadu Satu Pintu.
Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2010 tentang StandarOperasional Prosedur Pelayanan Perizinan danNonperizinan Badan Penanaman Modal dan PelayananTerpadu Satu Pintu Kabupaten Kubu Raya.
Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2011 tentang StandarOperasional Prosedur Pelayanan Perizinan danNonperizinan Badan Penanaman Modal dan PelayananTerpadu Satu Pintu Kabupaten Kubu Raya.
Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2014 tentang StandarOperasional Prosedur Pelayanan Perizinan danNonperizinan Badan Penanaman Modal dan PelayananTerpadu Satu Pintu Kabupaten Kubu Raya.
Kep.Bup. No. 16 Tahun 2010 tentang PelimpahanKewenangan Perizinan dan nonperizinan pada BadanPenanaman Modal dan Pelayanan Terpadu KabupatenKubu Raya.
81
Kep.Bup. No. 189 Tahun 2011 tentang PelimpahanKewenangan Perizinan dan nonperizinan pada BadanPenanaman Modal dan Pelayanan Terpadu KabupatenKubu Raya.
Kep.Bup. No. 18 Tahun 2014 tentang PelimpahanKewenangan Perizinan dan nonperizinan pada BadanPenanaman Modal dan Pelayanan Terpadu KabupatenKubu Raya.
Penelitian Terdahulu :
Rofik. A. 2014. Analisis Pelimpahan Kewenangan Bupati kepadaCamat di Kecamatan Kundur Tahun 2012. Tanjungpinang :Skripsi Program Studi Ilmu PemerintahanUniversitas Raja Ali Haji.
Mardani. Moh. Iskandar. 2011. Pelimpahan KewenanganBupati dalam Otonomi Daerah. Sulawasi Tengah : JurnalProgram Studi Administrasi Negara UniversitasUNTAD.