11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran Kontekstual merupakan salah satu pembelajaran inovatif
yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa dengan jalan yang
melibatkan siswa untuk menangkap makna dalam tugas sekolah serta
mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka
miliki sebelumnya. Proses pembelajaran yang berlangsung pun bukan
merupakan transfer pengetahuan dari guru ke siswa, namun merupakan
pengalaman selama proses pembelajaran yang berlangsung dari siswa itu
sendiri.
Berikut pendapat para ahli mengenai pembelajaran kontekstual
a. Menurut University of Washington (dalam Trianto, 2009)
Pengajaran Kontektual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah di dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan.
b. Menurut Trianto (2009)
Pembelajaran kontektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
c. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006)
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
12
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
d. Menurut Elaine B. Johnson (2009)
Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autantik.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
Pembelajaran Kontektual merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana
siswa dituntut untuk merekonstruksi sendiri pengetahuan yang mereka miliki
melalui proses inkuiri, yang kemudian dari pengetahuan tersebut siswa
diharapkan bisa menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual pertama kali diusulkan oleh John Dewey. Pada
tahun 1916 John Dewey mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi
pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa. Dari
keterkaitan antara metode pengajaran dengan minat dan pengalaman siswa
inilah maka diharapakan siswa akan lebih menerima tanggung jawab dan aktif
dalam pembelajaran, sehingga makna dari tiap pembelajaran dapat siswa
temukan.
13
Menurut John Dewey (Trianto, 2009) metode reflektif di dalam
memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir ke arah kesimpulan-
kesimpulan yang definitif melalui lima langkah.
1. Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa itu
sendiri.
2. Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisis kesulitanya dari
menentukan masalah yang dihadapinya.
3. Lalu menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu, atau satu sama
lain, dan mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan
masalah tersebut. Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamanya sendiri.
4. Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan
akibatnya masing-masing.
5. Selanjutnya ia mencoba mempraktikan salah satu kemungkinan
pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul
tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah
atau kurang tepat, maka akan dicobanya kemungkinan lain sampai
ditemukanya pemecahan masalah yang tepat. Pemecahan masalah itulah
yang benar, yaitu yang berguna untuk hidup.
Pembelajaran hendaknya menekankan pada proses belajar dimana siswa
merokonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya, sehingga peran guru
disini salah satunya sebagai fasilitator siwa untuk bisa menggunakan apa yang
dimilikinya. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002) Pendekatan
14
kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar
sebagai berikut.
1. Proses Belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola
bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh
guru
Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu
terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang
sesuatu persoalan
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan.
Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi
baru.
Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide
Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak
itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi
pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
15
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang
terbatas (sedikit demi sedikit)
Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang
tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar
dengan cepat hal-hal baru
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu
yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat
penting
Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang
baru dan yang sudah diketahui.
Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi
kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide
mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi
mereka sendiri.
4. Pentingnya lingkungan Belajar
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa
akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
16
Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan
dibandingkan hasilnya
Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses
penilaian yang benar
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu
penting.
Sejalan dengan hal itu Elaine B. Johnson (2011) mengemukakan bahwa
Sistem CTL berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk bertindak dengan cara yang alami bagi manusia. Cara itu sesuai dengan fungsi otak, dengan fungsi psikologi dasar manusia, dan dengan tiga prinsip alam semesta yang ditemukan para fisiikawan dan ahli biologi moderen. Prinsip-prinsip tersebut adalah kesaling bergantungan, diferensiasi dan pengaturan-diri sendiri.
Berikut karakteristik Pembelajaran Kontekstual menurut Sanjaya (2006), yaitu:
1. Pembelajaran merupakan pengaktifan dari pengetahuan yang sudah ada
(activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak lepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang
sudah diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh dan memeiliki
keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan yang baru (acquiring knowledge). Pengetahuan
yang baru itu diperoleh dangan cara deduktif, artinya pembelajaran
dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian
memperhatikan detailnya.
17
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan
yang diperoleh bukan untuk dihapal tetapi untuk dipahami dan diyakini,
misalnya: dengan meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan
yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut, baru pengetahuan
itu dikembangkan.
4. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus
dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak pada
perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi terhadap strategi pengetahuan pengembangan
(reflecting knowledge), hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses
perbaikan dan penyempurnaan strategi.
B. Langkah Pembelajaran
Menurut Depdiknas (2006) menyatakan secara garis besar langkah-
langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar dalam kelompok-kelompok.
5. Hadirkan model sebagai contoh belajar.
18
6. Lakukanlah refleksi diakhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Trianto (2009:110) mengemukakan bahwa CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 komponen. Komponen ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL, terdiri atas: 1. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus merekonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
2. Inkuiri
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajarn berbasis kontekstual. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan menemukan, apapun materi yang diajarkan.
3. Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Sedangkan bagi siswa sendiri kemampuan bertanya bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang suddah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
19
4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep masyarakat belajar dalam CTL, menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok, dengan bertukar informasi.
5. Pemodelan (Modeling) Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi guru juga dapat memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment) Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar siswa.
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
dituangkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran yang mencakup komponen-
komponen pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
20
Tabel 2.1 Komponen Pembelajaran Dalam Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pendahuluan Learning Community, Questioning, Modeling,Constructivism
Kegiatan Inti Modeling, Learning Community, Authentic Assesment, Inquiry, Contructivism, Questioning
Penutup Reflection, Questioning, Authentic Assesment
Saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) berbasis kontekstual menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006)
adalah sebagai berikut.
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi,
Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat
diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
C. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual
Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual yaitu pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan riil, selain itu juga pembelajaran lebih produktif
dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa melalui
ketrampilan proses.
21
Kekurangan Pendekatan Pembelajaran Kontektual yaitu tidak efektif
untuk jumlah siswa yang banyak karena diperlukan bimbingan lebih kepada
siswa agar siswa lebih bisa mengembangkan dan menerapkan ide-ide yang
mereka miliki dalam pembelajaran sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.
D. Keterampilan Proses Sains (KPS)
Ketrampilan proses sains digunakan dalam mengembangkan kepribadian
seseorang secara menyeluruh. DEPDIKBUD (Mudjiono, 1992:14) menyatakan
lebih lanjut bahwa ketrampilan proses sains dapat diartikan sebagai wawasan
atau anutan pengembangan ketrampilan-ketrampilan intelektual, sosial, dan
fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya
telah ada dalam diri siswa.
Ketrampilan proses sains sangat diperlukan dalam pembelajaran fisika di
sekolah dalam melatih siswa memahami ilmu pengetahuan lebih lanjut.
Science process skills are inseparable from the practice of science and play a
key role in both formal and informal learning of science content (Chris Keil,
2009). Sehingga pembelajaran ilmu pengetahuan alam akan lebih bermakna
apabila dilandasi pada peningkatan ketrampilan proses sains.
Ketrampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah
terhadap siswa. Wahono Widodo mengungkapkan tiga alasan mengapa
ketrampilan proses perlu diterapkan dalam proses belajar mengajar, yaitu:
22
1. Tuntutan dalam standar isi (inkuiry dengan pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan
ketrampilan proses dan sikap ilmiah)
2. Hakikat sains (produk, proses, aplikasi, teknologi, dan sikap)
3. Peningkatan kebermaknaan dalam pembelajaran sains.
Ketrampilan proses sains terdiri atas dua bagian yaitu kemampuan dasar
dan kemampuan terintegrasi, yang kedua duanya penting dan tidak dapat
terpisahkan dalam pembelajaran imu pengetahuan alam. Kemampuan dasar
menjadi dasar untuk kemampuan terintegrasi, dimana kemampuan terintegrasi
merupakan kemampaun yang dibutuhkan pada pembelajaran ketika
bereksperimen.
Keterampilan proses sains yang dimaksud adalah keterampilan proses
menurut Karen L. Lancour terdiri dari kemampuan dasar dan kemampuan
terintegrasi. Kemampuan dasar terdiri dari 6 aspek yakni observasi (observing),
pengukuran (measuring), interpretasi data (inferring), klasifikasi (classifying),
memprediksi (predicting), mengkomunikasikan (communicating). Kemampuan
terintegrasi terdiri dari 11 aspek yakni membuat hipotesis (formulating
hypotheses), identifikasi variabel (identifying of variables), mendefinisikan
variabel (defining variables operationally), menjelaskan hubungan antar
variabel (describing relationships between variables), merencanakan
percobaan (designing investigations), melakukan eksperimen (experimenting),
mengumpulkan data (acquiring data), menyusun data dalam tabel dan grafik
(organizing data in tables and graphs), analisis data (analyzing investigations
23
and their data), memahami hubungan sebab akibat (understanding cause and
effect relationships), memformulasikan model (formulating models).. Adapun
mengenai KPS dan indikatornya menurut Karen L. Lancour adalah sebagai
berikut
Tabel 2.3 Deskripsi Tiap Aspek KPS
No Aspek KPS Deskripsi
Keterampilan Proses Sains Dasar
1 Observasi Menggunakan kelima panca indra dari suatu objek, yang dideskripsikan sesuai dengan apa yang dirasa. Data yang didapat berupa data kualitatif.
2 Mengukur Menggunakan alat ukur standar atau mengestimasi pengukuran untuk bisa menggambarkan secara spesifik besaran dari suatu objek atau kejadian. Informasi yang didapat berupa data kuantitatif.
3 Mengambil Kesimpulan
Membuat penjelasan yang mungkin dari suatu kejadian berdasarkan hasil observasi
4 Klasifikasi Mengelompokan objek atau kejadian berdasarkan kategori sesuai dengan karakteristik atau kriteria tertentu
5 Prediksi Menerka/memperkirakan yang akan terjadi berdasarkan pola
6 Komunikasi Menggunakan kata, symbol, atau grafik untuk menjelaskan objek, tindakan, atau suatu kejadian.
Keterampilan Proses Sains Terintegrasi 1 Membuat Hipotesis Mengemukakan hasil yang diharapkan dari suatu
ekpserimen. 2 Mengidentifikasi
Variabel Mengemukakan faktor yang mempengaruhi eksperimen. Hal ini diperlukan agar bisa menentukan variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Memanipulasi variabel bebas agar bisa menentukan variabel terikat. Sedangkan variabel yang selalu tetap besarnya disebut variabel kontrol.
3 Menggunakan Variabel
Menjelaskan bagaimana mengukur variabel saat percobaan
24
No Aspek KPS Deskripsi 4 Menjelaskan
hubungan antara variabel
Menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Menjelaskan tingkat kesebandingan variabel bebas dengan variabel terikat
5. Merencanakan Percobaan
Merancang eksperimen berdasarkan alat dan bahan yang tersedia dan menyusun langkah percobaan yang cocok untuk menguji hipotesis
6. Melakukan Percobaan
Melakukan eksperimen dengan hati-hati dan sesuai dengan prosedur percobaan dan memverifikasi data dengan mengulangi percobaan beberapa kali
7. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data data kualitatif dan kuantitatif dari hasil observasi dan hasil pengukuran.
8 Membuat Tabel dan Grafik
Membuat tabel dan grafik dari data yang sudah dikumpulkan.
9 Menganalisis Data Mengintepretasikan data yakni, menggunakan data untuk melihat pola, untuk memprediksi apa yang akan terjadi, atau untuk menjawab suatu pertanyaan, untuk mengorganisasikan dan untuk membuat kesimpulan dari data tersebut, mengidentifikasi kesalahan dan paralaks, menilai hipotesis, Merumuskan kesimpulan, memberikan saran untuk penelitian selanjutnya
10 Memahami hubungan sebab
akibat
Menjelaskan apa penyebab dan apa akibat yang akan terjadi serta alasannya
11 Merumuskan model Menerima hasil percobaan dan membandingkan objek dan kejadian lain.
E. Prestasi belajar Siswa
Menurut kamus besar bahasa Indonesia prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui materi
pelajaran lazimnya ditunjukan dengan nilai dan angka yang diberikan oleh
guru.
Suryabrata (Setiawati, 2003:33) mengemukakan empat karakteristik
prestasi belajar:
25
a. Prestasi belajar merupakan perubahan perilaku yang dapat diukur.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes prestasi
(achievement test).
b. Prestasi belajar merupakam hasil perbuatan individu itu sendiri
bukan hasil perbuatan orang lain terhadap prestasi itu.
c. Prestasi belajar dapat dievaluasi tinggi rendahnya berdasar atas
kriteria yang telah ditetapkan oleh penilai atau menurut standar
yang dicapai oleh kelompok.
d. Prestasi belajar yang diperoleh para siswa tidak hanya bersifat
kognitif intelektual, tetapi juga bersifat kognitif nonitelektual yang
antara lain diwujudkan dalam bentuk kualitas kepribadian.
Prestasi belajar berbeda dengan hasil belajar. Surapranata (2004:19)
mengungkapkan prestasi belajar hanya meliputi dua aspek , yaitu aspek
kognitif dan psikomotor. Sedangkan hasil belajar meliputi tiga aspek yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar juga meliputi pembentukan
watak seseorang peserta didik.
Syambasri Munaf (2001: 67) mengemukakan bahwa ranah kognitif
meliputi kemampuan menyatakan konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan
kemampuan intelektual. Bloom membagi ranah kognitif ke dalam enam
jenjang kemampuan secara hierarki, yaitu :
1. Pengetahuan/C1 (recall)
Hafalan merupakan kemampuan menyatakan konsep, prinsip,
prosedur, atau istilah yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau
26
dapat menggunakannya. Jenjang ini adalah jenjang yang paling rendah tapi
menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Kata kerja yang dapat
digunakan, misalnya: menyebutkan, mendefinisikan.
2. Pemahaman/C2 (comprehension)
Pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan proses
berfikir yang menuntut siswa untuk memahami yang berarti mengetahui
tentang sesuatu hal dan dapat melihatnya dari beberapa segi (Syambasri
Munaf, 2001: 69). Siswa dituntut untuk dapat menafsirkan bagan, diagram
atau grafik, meramalkan, mengungkap suatu konsep atau prinsip dengan
kata-kata sendiri. Kata kerja yang dapat digunakan, misalnya:
membedakan, menginterpretasi, menjelaskan.
3. Penerapan/C3 (application)
Penerapan merupakan kemampuan menggunakan prinsip, teori,
hukum, aturan, maupun metode yang dipelajari pada situasi nyata. Kata
kerja yang dapat digunakan, misalnya: menerapkan, menghubungkan,
menghitung, menunjukkan, mengklasifikasikan.
4. Analisis/C4 (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menganalisa atau merinci materi
atau konsep menjadi susunan-susunan yang terartur serta memahami
hubungan diantara satu materi dengan materi yang lain. Kata kerja yang
dapat digunakan, misalnya: menganalisa, menemukan, membandingkan.
27
5. Sintesis/C5 (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian
materi sehingga menjadi satu gabungan yang berpola dan berkaitan satu
sama lain. Contoh kemampuan sintesis adalah kemampuan merencanakan
eksperimen. Kata kerja yang dapat digunakan, misalnya: mensintesis,
menghubungkan, merumuskan, menyimpulkan.
6. Evaluasi/C6 (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan tertinggi yang merupakan pemberian
penilaian atau keputusan terhadap suatu situasi, nilai-nilai, atau ide-ide.
Pemberian keputusan dapat dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja,
pemecahan, metode, materi, berdasarkan kriteria tertentu. Untuk dapat
menilai, seseorang harus dapat menerapkan, mampu mensintesis, dan
menganalisa (Syambasri Munaf, 2001: 74). Kata kerja yang dapat
digunakan, misalnya: menilai, menentukan, memutuskan.
Pada pengukuran prestasi belajar pada ranah kognitif tersebut maka
instrumen yang digunakan haruslah disesuaikan dengan usia perkembangan
anak.
28
Tabel 2.3 Tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget
Periode Usia
(tahun)
Deskripsi Perkembangan
1. Sensorimotor 0 2 Pengetahuan anak diperoleh melalui
interaksi, baik dengan orang atau objek
(benda). Skema-skemanya baru
berbentuk refleks-refleks sederhana,
seperti : menggenggam atau mengisap.
2. Praoprasional 2 6 Anak mulai menggunakan simbol-
simbol untuk mempresentasikan dunia
(lingkungan) secara kognitif. Symbol-
simbol itu seperti : kata-kata dan
bilangan yang dapat menggantikan
objek, peristiwa dan kegiatan (tingkah
laku yang nampak)
3. Operasi
Konkret
6 11 Anak sudah dapat membentuk operasi-
operasi mental atas pengetahuan yang
mereka miliki. Mereka dapat
menambah, mengurangi dan mengubah.
Operasi ini memungkinkannya untuk
dapat memecahkan masalah secara
logis.
29
Periode Usia
(tahun)
Deskripsi Perkembangan
4. Operasi
formal
Lebih
dari 11
Periode ini merupakan operasi mental
tingkat tinggi. Disini anak (remaja)
sudah dapat berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa hipotesis atau
abstrak, tidak hanya dengan objek-
objek konkret. Remaja sudah dapat
berfikir abstrak dan memecahkan
masalah melalui pengujian semua
alternatif yang ada
Prestasi belajar fisika merupakan hasil yang dicapai setelah belajar fisika
pada ranah kognitif. Hasil ini berbentuk skor yang diperoleh siswa dari skor tes
hasil belajar.
F. Keterkaitan Komponen Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dengan
Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Siswa
Keterkaitan komponen pendekatan pembelajaran kontekstual dengan
keterampilan proses sains dan prestasi belajar siswa yang diukur dalam
penelitian ini dapat ditunjukkan pada tabel 2.4.
30
Tabel 2.4 Keterkaitan Komponen Pendekatan Kontekstual dengan
Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Siswa
Komponen
Pembelajaran
Keterkaitan dengan Komponen Pembelajaran
Kontekstual
Aspek Keterampilan Proses
Sains yang Dilatih
Aspek Prestasi
Belajar
Konstruktivisme Observasi, Mengukur Pengetahuan (C1)
Bertanya Mengambil Kesimpulan,
Komunikasi
Pngetahuan (C1),
Pemahaman (C2)
Inkuiri Observasi, Mengukur,
Klasifikasi, Prediksi
Pemahaman (C2),
Penerapan (C3)
Masyarakat Belajar Prediksi, Komunikasi Pemahaman (C2
Pemodelan Klasifikasi, Mengambil
Kesimpulan
Penerapan (C3)
Refleksi Komunikasi Pengetahuan (C1)
Penilaian Autentik