PendahuluanPenyakit kardiovaskular dapat terjadi akibat pengaruh
berbagai faktor risiko antara lain hipertensi, merokok,
dislipidemia, diabetes melitus dan obesitas, namun dari beberapa
penelitian klinis dan epidemiologi menunjukkan bahwa faktor risiko
yang paling dominan adalah dislipidemia. Pemahaman tentang peranan
dislipidemia dalam patofisiologi aterosklerosis semakin meningkat
sejak 30 tahun terakhir, dimana dari penelitian di 7 negara Eropa
didapatkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular
lebih tinggi di negara-negara yang kadar kolesterol dan LDL
kolesterol penduduknya tinggi. Gangguan metabolisme lipoprotein,
terutama peningkatan kadar LDL kolesterol dan menurunnya kadar HDL
kolesterol berperan penting dalam patogenesis terjadinya
aterosklerosis koroner yang kemudian akan menyebabkan infark
miokard akut dengan segala akibatnya. Studi-studi klinis seperti
PROVE-IT (the Pravastatin or Atorvastatin Evaluation and Infection
Therapy), TNT (Treating to New Targets) dan IDEAL (Incremental
Decrease in Clinical End-point Through Aggressive Lipid Lowering)
trials telah melakukan pengujian hipotesis the lower, the better
dan membuktikan bahwa pemberian terapi statin yang lebih agresif
dengan pencapaian target kadar LDL kolesterol yang lebih rendah,
disertai dengan perbaikan luaran klinis. Selain menurunkan kadar
LDL kolesterol (lipid lowering effect), statin juga memiliki
pleiotropic effect, yaitu efek lain yang menguntungkan seperti anti
inflamasi, efek imunomodulasi dan perbaikan disfungsi endotel.
Penelitian terbaru dari Kairo Mesir, membuktikan bahwa pemberian
atorvastatin 10 mg pada pasien-pasien DM tipe 2 dengan kadar
kolesterol normal dan tanpa disertai penyakit jantung koroner,
dapat memperbaiki disfungsi endotel.
II. Lipid dan LipoproteinLipid adalah senyawaan kimiawi yang
bersifat tidak larut didalam air, dimana didalam tubuh terdapat 3
jenis yaitu kolesterol, trigliserida dan fosfolipid. Kolesterol
merupakan lipid yang penting untuk pertumbuhan dan keutuhan sel.
Kolesterol dapat diperoleh dari diet atau disintesis oleh sel
secara de novo. Absorpsi trigliserida berlangsung secara sempurna
sedangkan absorpsi kolesterol berkisar antara 30-50%. Sintesis
endogen dari kolesterol didalam hati dikendalikan oleh enzim
mikrosomal yaitu 3-hydroxy-3-methylglutaryl-CoA (HMG-CoA)
reductase. Lipid ditranspor didalam plasma sebagai komponen dari
kompleks lipoprotein. Lipoprotein merupakan partikel-partikel
kompleks yang dibentuk dari ratusan molekul2 lipid dan protein.
Protein yang dikandungnya disebut apolipoprotein yang mengisi
permukaan dari molekul lipoprotein. Apolipoprotein memungkinkan
lipid dapat larut dalam lingkungan air dan memainkan peran penting
dalam regulasi transpor lipid dan metabolisme lipoprotein.
Lipoprotein diklasifikasi berdasarkan densitasnya, sebagai berikut
:
1. Kilomikron > Berperan dalam transpor trigliserida dari
usus halus melalui pembuluh limfe menuju plasma2. Very Low Density
Lipoprotein (VLDL) > Secara endogen mengangkut kolesterol dan
trigliserida yang disintesis oleh sel.3. Low Density Lipoprotein
(LDL) > Merupakan alat transpor utama bagi kolesterol dan
diambil oleh reseptor2 LDL pada sel-sel hati dan sel-sel perifer,
jadi berperan dalam melepaskan komponen kolesterol untuk memenuhi
kebutuhan sel.4. High Density Lipoprotein (HDL) > berperan dalam
memediasi transpor balik kolesterol dari jaringan perifer menuju
hati.Peningkatan kadar lipoprotein, kecuali HDL, merupakan dasar
dari patofisiologi dislipidemia.
III. Pembentukan dan Transpor LipidTerdapat 3 jalur utama yang
berperan dalam pembentukan dan transpor lipid didalam tubuh, antara
lain : jalur eksogen, jalur endogen dan jalur transpor balik
kolesterol (reverse cholesterol transport).1. Jalur EksogenSetelah
lemak dalam makanan mengalami pencernaan dan absorpsi, TG dan
kolesterol akan dipaket dalam bentuk kilomikron didalam sel-sel
epitel usus halus. Kilomikron selanjutnya akan dialirkan melalui
sistem limfe usus halus.Didalam darah, kilomikron yang beredar akan
masuk kedalam kapiler2 dari jaringan adiposa dan sel-sel otot,
melepaskan TG kedalam jaringan adiposa untuk disimpan sebagai
cadangan bagi kebutuhan energi tubuh. Enzim lipoprotein lipase
(LPL) menghidrolisis TG dan melepaskan asam lemak bebas. Beberapa
komponen kilomikron akan mengalami repackaged kedalam lipoprotein
lain.2. Jalur Endogen :Jalur endogen melibatkan sintesis
lipoprotein didalam hati. TG dan kolesterol ester dihasilkan oleh
hati dan dipaket kedalam partikel2 VLDL untuk kemudian dilepaskan
kedalam sirkulasi. VLDL kemudian diproses oleh Lipoprotein Lipase
(LPL) didalam jaringan untuk melepaskan asam lemak dan gliserol.
Setelah diproses oleh LPL, VLDL kemudian menjadi VLDL remnant.
Kebanyakan dari VLDL remnant diambil oleh hati via reseptor LDL,
dan partikel2 remnant yang tersisa akan menjadi Intermediate
Density Lipoprotein (IDL), lipoprotein yang lebih kecil dan lebih
padat daripada VLDL. Beberapa partikel IDL akan mengalami
reabsorpsi oleh hati (melalui kerja reseptor LDL).3. Reverse
Cholesterol Transport :Reverse cholesterol transport adalah proses
dimana kolesterol dipindahkan dari jaringan dan kembali ke hati.
High Density Lipoprotein (HDL) adalah lipoprotein kunci yang
terlibat dalam transpor balik kolesterol dan transfer ester
kolesterol diantara lipoprotein.
Tabel 1 : Klasifikasi LipoproteinVLDL- Very Low Density
Lipoproteins; IDL-Intermediate Density Lipoproteins; LDL-Low
Density Lipoproteins; HDL-High Density Lipoproteins;
TG-Triglyceride; Chol-free and esterified cholesterol;
PL-PhospholipidNote - The remaining composition is made up of
apoproteins. Dikutip dari 5.
Gambar 1 : Sintesis, Metabolisme dan Transpor Lipid (dikutip
dari5)IV. Patofisiologi dislipidemiaAbnormalitas lipoprotein dapat
ditemukan pada individu dengan obesitas sentral sebagai akibat dari
resistensi insulin yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
lipoprotein seiring dengan terjadinya peningkatan kandungan lemak
tubuh.
1. Peningkatan kadar trigliseridaOverproduksi VLDL didalam hati
merupakan kelainan primer yang ditemukan pada obesitas dan keadaan
resistensi insulin. Ketidakmampuan menekan produksi glukosa dihati,
gangguan oksidasi dan ambilan glukosa diotot dan ketidakmampuan
jaringan adiposa menekan pelepasan asam lemak tak jenuh (non
esterified fatty acids = NEFA) merupakan konsekuensi dari
resistensi insulin didalam hati, otot dan jaringan adiposa. Keadaan
ini akan meningkatkan aliran NEFA dan glukosa kedalam hati, yang
merupakan regulator dari produksi VLDL didalam hati. Regulasi
sekresi VLDL juga ditentukan oleh kecepatan degradasi
apolipoprotein B-100 (apo B-100). ApoB-100 yang baru disintesis
bersama-sama dengan endoplasmic reticulum akan didegradasi oleh
sistem ubiquitin/proteasome atau ditranslokasi menuju lumen dan
bergabung kedalam prekursor2 VLDL yang miskin lipid. Selanjutnya,
apoB-100 yang ada di lumen akan didegradasi atau akan bergabung
dengan lipid VLDL didalam endoplasmic reticulum. Apo B-100
distabilisasi dan terlindung dari degradasi oleh Heat shock protein
(HSP) 70. Bila tidak terjadi translokasi, maka apoB-100 akan
mengalami degradasi. Insulin merupakan hormon penting dalam
memfasilitasi proses degradasi apo-B intrasel. Jadi, pada individu
dengan obesitas atau resistensi insulin, ketidakmampuan menekan
degradasi apoB-100 akan mengakibatkan peningkatan sekresi apoB-100.
Disamping peningkatan sintesis, obesitas dan resistensi insulin
juga ditandai dengan penurunan klirens lipoprotein yang kaya
trigliserida (triglyceride-rich lipoprotein =TRL) didalam sirkulasi
darah.Insulin merupakan stimulator aktifitas enzim lipoprotein
lipase, melalui kerjanya meningkatkan mRNA LPL. Aktifitas LPL
didalam otot rangka dari individu dengan resistensi insulin
mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya gangguan regulasi
LPL oleh insulin. Jadi, penurunan aktivitas LPL pada individu
dengan resistensi insulin akan menurunkan rangkaian kaskade
metabolisme normal lipoprotein yang mengakibatkan penurunan klirens
VLDL. Partikel-partikel VLDL terutama dibersihkan dari sirkulasi
oleh reseptor LDL atau disebut juga apoB/E receptor. Transkripsi
gen reseptor LDL diatur oleh kadar kolesterol intrasel, hormon dan
faktor-faktor pertumbuhan. Sterol regulatory element-binding
protein 1 (SREBP-1), terlibat secara selektif didalam jalur
transduksi sinyal insulin dan insulin-like growth factor1, yang
akan menyebabkan aktivasi gen reseptor LDL. Resistensi insulin yang
disertai dengan obesitas dapat mengganggu aktivitas reseptor LDL,
yang akan menyebabkan hambatan klirens partikel VLDL.2. Peningkatan
partikel-partikel small dense LDLKonsentrasi small dense LDL dan
trigliserida puasa berkorelasi secara positif, sebab pembentukan
small dense LDL sangat tergantung dengan metabolisme partikel2
VLDL.Pada individu yang gemuk dan mengalami resistensi insulin,
peningkatan kadar VLDL dan hambatan bersihannya menyebabkan
peningkatan pertukaran antara kolesterol ester didalam LDL dan
trigliserida didalam VLDL yang dimediasi oleh cholesterol ester
transfer protein (CETP).Pertukaran ini akan menyebabkan
partikel-partikel LDL kaya trigliserida cepat mengalami lipolisis,
menghasilkan partikel-partikel kecil dan padat yaitu small dense
LDL. Partikel-partikel small dense LDL cenderung mengalami
modifikasi melalui proses oksidasi dan glikasi (meningkat dengan
adanya peningkatan kadar glukosa darah), yang akan menyebabkan
peningkatan produksi antibodi terhadap modified apoB-100 dan
pembentukan kompleks imun. Berkurangnya diameter partikel-partikel
ini akan meningkatkan kemungkinan pergerakannya menembus endotel
menuju ruang subendotel, sehingga akan memicu terjadinya inflamasi,
penumpukan leukosit dan transformasi membentuk plak aterosklerosis.
Modifikasi ini akan menyebabkan penurunan bersihan
partikel-partikel small dense LDL yang dimediasi oleh reseptor
LDL.3. Penurunan kadar HDL cholesterolMekanisme yang mengatur HDL
tidak diketahui dengan jelas, dimana ada beberapa mekanisme yang
dapat berkontribusi dalam terjadinya penurunan kadar HDL pada
individu gemuk dengan resistensi insulin. Sebagaimana pembentukan
small dense LDL, metabolisme TRL memainkan peranan. Berbagai studi
tentang lipoprotein menunjukkan adanya hubungan terbalik antara
trigliserida VLDL dan kolesterol LDL. Gangguan lipolisis TRL
menyebabkan penurunan kadar HDL melalui penurunan transfer
apolipoprotein dan fosfolipid dari TRL ke kompartmen HDL. Disamping
itu, hambatan bersihan TRL memfasilitasi pertukaran antara ester
kolesterol didalam HDL dan trigliserida didalam VLDL yang dimediasi
oleh Cholesterol ester transfer protein (CETP).Peningkatan
aktifitas lipid dihati pada keadaan obesitas dan resistensi insulin
menghasilkan partikel-partikel HDL yang lebih kecil dan
memfasilitasi bersihan HDL. Insulin juga merangsang produksi apo
A-I atau sekresi HDL nascent oleh hati. Oleh karena itu, pada
individu dengan obesitas dan resistensi insulin, terjadi penurunan
partikel-partikel HDL, terutama HDL2 yang lebih besar (dibandingkan
dengan HDL 3 yang lebih kecil) dan HDL yang mengandung apoA-I
(dikenal dengan partikel-partikel LpA-I). Partikel-partikel LpA-I
lebih efektif dibandingkan dengan partikel-partikel LpA-I:A-II
dalam proses reverse cholesterol, oleh karena itu perubahan ini
dianggap bersifat lebih aterogenik.
V. Patofisiologi Aterosklerosis pada dislipidemiaPemahaman
tentang peranan dislipidemia dalam patogenesis aterosklerosis mulai
berkembang sejak 30 tahun terakhir. Dari hasil penelitian 7
Countries Study terbukti bahwa kematian akibat penyakit
kardiovaskular sangat tinggi dinegara-negara yang kebanyakan
penduduknya memiliki kadar kolesterol dan LDL kolesterol yang
sangat tinggi.Berdasarkan kenyataan ini, dimana kolesterol dan LDL
kolesterol sebagai faktor penyebab utama aterosklerosis, mendorong
berbagai penelitian klinis untuk membuktikan manfaat penurunan
kadar kolesterol dan LDL kolesterol dalam menurunkan angka kejadian
penyakit kardiovaskular. Aterosklerosis adalah suatu proses
inflamasi kronik didalam dinding pembuluh darah yang ditandai
dengan meningkatnya aktivasi makrofag dan limfosit T, proliferasi
dan migrasi sel-sel otot polos, produksi matriks ekstraseluler dan
neovaskularisasi.Sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Peter Libby,
disfungsi endotel memegang peran utama dalam patofisiologi
aterosklerosis. Disfungsi endotel akan menimbulkan rangkaian
kejadian yang akan menyebabkan terbentuknya plak yang diikuti
dengan inflamasi, trombosis, gangguan tonus pembuluh darah dan
interaksi biokimiawi yang kompleks. Pembesaran plak akan
menyebabkan shear stress, ruptur plak, adhesi platelet dan
trombosis. Makrofag akan mengalami aktivasi didalam pembuluh darah
dan akan menangkap LDL kolesterol untuk membentuk sel-sel busa
(foam cells). Makrofag juga mensekresi metalloproteinase yang dapat
memperlemah jaringan ikat plak, sehingga dapat menyebabkan
instabilitas plak. Makrofag juga mensekresi PDGF (Platelet Derived
Growth Factor), yang akan merangsang mitogenesis dan
neovaskularisasi. Makrofag juga merangsang pembentukan
sitokin-sitokin yang merangsang proliferasi sel-sel otot polos dan
limfosit sehingga meningkatkan proses inflamasi. Dengan
terbentuknya plak dan disfungsi endotel, akan terjadi penurunan
produksi NO (Nitric Oxide) , EDRF (Endothelial Derived Relaxation
Factor) dan peningkatan aktivasi platelet sehingga meningkatkan
agregasi platelet dan vasokonstriksi. Platelet juga mensekresi PDGF
(Platelet Derived Growth Factor), yang merupakan mitogen yang kuat.
Proses ini selanjutnya akan menyebabkan peningkatan kadar
lipoprotein (a) dan C-reactive protein yang terjadi akibat
berlanjutnya proses inflamasi.
VI. Klasifikasi DislipidemiaDislipidemia merupakan kelainan yang
bersifat heterogen dengan berbagai etiologi. Di negara-negara barat
sebagian besar dislipidemia disebabkan karena gaya hidup dan
kebiasaan makan. Kadar LDL kolesterol antara 50 70 mg/dl ditemukan
pada populasi masyarakat primitif dimana jarang ditemukan
aterosklerosis. Kebiasaan makan dan gaya hidup modern (merokok,
obesitas, asupan lemak tinggi dan aktivitas fisik yang kurang)
merupakan kontributor terbesar terhadap terjadinya epidemi
aterosklerosis saat ini. Secara garis besar penyebab dislipidemia
dibagi 2 bagian :1. Penyebab primer :a. Meningkatnya LDL kolesterol
: Defisiensi reseptor LDL Familial homozygous hyperlipidemia
b. Menurunnya HDL kolesterol : Defisiensi Apo A-1 Mutasi Apo A-1
Defisiensi LCAT (sebagian atau menyeluruh) Penyakit Tangier
Familial hypoalpalipoproteinemia
2. Penyebab sekunder :a. Meningkatnya LDL kolesterol : Obesitas
Asupan tinggi lemak Diabetes Melitus Sindrom Nefrotik Steroid
Anabolik Progestin Penyakit Hepatobilier Obstruktif
b. Menurunnya HDL kolesterol : Sindrom Metabolik Diabetes
Melitus Obesitas Inaktivitas fisik Merokok Terapi beta bloker Diet
lemak tinggi PUFA Steroid Anabolik Progestin Diuretik tiazidDalam
praktek sehari-hari paling sering ditemukan dislipidemia sekunder
dan jarang ditemukan gambaran dislipidemia terisolasi (misalnya
hanya LDL kolesterol saja yang meningkat atau HDL kolesterol saja
yang menurun). Kebanyakan pasien menunjukkan gambaran dislipidemia
campuran, yaitu kombinasi LDL kolesterol yang tinggi disertai
dengan HDL kolesterol rendah atau trigliserida yang tinggi.
Disamping itu pasien dislipidemia juga dapat disertai beberapa
penyakit penyerta seperti DM, sindrom metabolik, obesitas,
hipertensi dan kadang-kadang obstructive sleep apnea, yang semuanya
memerlukan pengobatan.
VII. Dislipidemia pada Diabetes MelitusThe Centers for Disease
Control and Prevention baru2 ini melaporkan bahwa 70-97% individu
dengan diabetes mengalami dislipidemia. Laporan dari dua pusat
kesehatan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa hanya 35,5% dari
pasien yang berkunjung ke klinik diabetes memiliki kadar LDL
kolesterol dibawah 100 mg/dl. Huruf C dalam ABC penatalaksanaan
diabetes mengingatkan pasien akan pentingnya evaluasi dan
penatalaksanaan kolesterol,yang merupakan bagian integral dari
penatalaksanaan diabetes. Untuk menurunkan komplikasi
makrovaskular, pengendalian terhadap profil lipid dan tekanan darah
harus sejalan dengan pengendalian terhadap kadar glukosa darahnya.
Dislipidemia pada diabetes ditandai dengan meningkatnya kadar
trigliserida dan menurunnya kadar HDL kolesterol. Kadar LDL
kolesterol tidak banyak berbeda dengan yang ditemukan pada individu
non diabetes, namun lebih didominasi oleh bentuk yang lebih kecil
dan padat (small dense LDL). Partikel2 LDL kecil padat ini secara
intrinsik lebih bersifat aterogenik daripada partikel2 LDL yang
lebih besar (buoyant LDL particles). Selanjutnya, karena ukurannya
yang lebih kecil, kandungan didalam plasma lebih besar jumlahnya,
sehingga lebih meningkatkan risiko aterogenik. Trias dari
abnormalitas profil lipid ini dikenal dengan istilah dislipidemia
diabetik. Adanya dislipidemia diabetik, meningkatkan risiko
Penyakit Kardiovaskular dan keadaan ini ekivalen dengan kadar LDL
kolesterol antara 150-220 mg/dl. Untuk memahami patofisiologi
dislipidemia pada diabetes, perlu diketahui perubahan2 komposisi
lipoprotein yang dapat meningkatkan sifat aterogenisitasnya. Dalam
pengamatan the Multiple Risk Factor Intervention Trial mendapatkan
bahwa mortalitas akibat Penyakit Kardiovaskular diantara pasien
diabetes mencapai 4 kali lebih tinggi daripada individu non DM
dengan kadar kolesterol serum yang sama. Selanjutnya, pasien2
diabetes dengan kadar kolesterol serum terendah, mempunyai angka
kematian yang lebih tinggi dibandingkan kelompok individu non DM
yang mempunyai kadar kolesterol tertinggi. Meningkatnya sifat
aterogenisitas ini disebabkan karena adanya pengaruh proses
glikosilasi, oksidasi dan tingginya kandungan trigliserida didalam
lipoprotein. Glikosilasi LDL akan meningkatkan waktu paruhnya,
sehingga bentuknya menjadi lebih kecil dan padat serta lebih
bersifat aterogenik. Bentuk ini lebih mudah mengalami oksidasi
serta lebih mudah diambil oleh makrofag untuk membentuk sel-sel
busa (foam cells). Glikosilasi HDL akan memperpendek waktu paruhnya
dan membentuk lebih banyak varian HDL3 yang kurang bersifat
protektif dibandingkan varian HDL2. Kemampuan HDL untuk mengangkut
kolesterol dari jaringan perifer kembali ke hati mengalami
penurunan bila HDL banyak mengandung trigliserida. Perbaikan
kendali glukosa darah melalui perubahan gaya hidup atau dengan
terapi insulin dan OHO dapat menurunkan kadar trigliserida,
meningkatkan kadar HDL, mengurangi glikosilasi lipoprotein dan
menurunkan kandungan trigliserida didalam lipoprotein.
VIII. Manifestasi klinis dislipidemiaKeadaan dislipidemia
kadang-kadang tidak menimbulkan gejala, dan hanya diketahui pada
saat pemeriksaan kesehatan rutin. Tidak jarang, dislipidemia
didiagnosis pertama kali setelah pasien mengalami infark miokard
atau stroke. Benjolan-benjolan yg tidak nyeri yang disebut xanthoma
dapat ditemukan pada daerah tendo, siku dan bokong. Kelainan ini
terjadi akibat endapan kolesterol intra dan ekstra seluler.
IX. Komplikasi DislipidemiaDislipidemia merupakan faktor risiko
utama untuk terjadinya aterosklerosis, yaitu suatu proses penyakit
yang mengenai sirkulasi darah koroner, serebral dan arteri
perifer.1. Penyakit Jantung KoronerEtiologi atherosklerosis
bersifat multifaktorial, namun hubungan sebab akibat antara
dislipidemia dan atherosklerosis telah dibuktikan melalui banyak
studi klinis dan percobaan-percobaan hewan. Penurunan kadar
kolesterol LDL plasma telah terbukti dapat menurunkan risiko klinis
Penyakit Jantung Koroner berulang pada pasien yang sebelumnya telah
mengalami PJK ataupun serangan baru pada pasien yang belum
mengalami PJK. Terbukti pula tentang sifat aterogenisitas dari LDL,
yang terjadi akibat modifikasi oksidatif dari LDL didalam
arteri.Studi angiografik menunjukkan bahwa terapi intensif
penurunan kolesterol akan memperlambat progresivitas lesi koroner
dan pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan regresi lesi
secara bermakna. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko kuat
terhadap kejadian Penyakit Jantung Koroner, tidak hanya kadarnya,
melainkan juga jenis LDLnya memegang peran penting dalam proses
patofisiologi terjadinya aterosklerosis pembuluh darah koroner. LDL
dapat berupa small dense LDL yang kecil padat dan large buoyant LDL
yang berukuran lebih besar dan kurang padat. Small dense LDL lebih
bersifat aterogenik dan toksik terhadap endotel. Small dense LDL
akan memasuki dinding pembuluh darah, mengalami oksidasi dan memicu
proses aterosklerosis. Large buoyant LDL tidak terlalu toksik
terhadap dinding pembuluh darah dan tidak terlalu kuat memicu
proses aterosklerosis. Small dense LDL lebih banyak terjadi pada
dislipidemia diabetik. Kadar trigliserida serum yang tinggi dapat
disertai dengan risiko penyakit kardiovaskular yang tidak
tergantung dengan faktor-faktor risiko lainnya. Studi-studi
terdahulu menunjukkan bahwa hubungan antara trigliserida dan risiko
kardiovaskular berkurang setelah penyesuaian terhadap kadar
kolesterol total dan HDL. Namun dalam suatu studi terbaru,
menunjukkan bahwa kadar trigliserida serum merupakan determinan
independen terhadap risiko kardiovaskular diantara kelompok
populasi di wilayah Asia Pasifik. Bahkan peningkatan ringan saja
dari kadar trigliserida dapat meningkatkan risiko Penyakit Jantung
Koroner. Kilomikron dan VLDL tidak langsung bersifat aterogenik,
diduga karena terlalu besar untuk dapat menembus dinding arteri.
Namun demikian, produk2 katabolisme dari kilomikron dan VLDL dapat
bersifat aterogenik. Kadar HDL plasma yang tinggi disertai dengan
risiko rendah Penyakit Jantung Koroner. Hal ini disebabkan karena
HDL mempunyai kemampuan proteksi terhadap terjadinya aterosklerosis
melalui fasilitasi transpor balik kolesterol, yaitu kemampuan HDL
menerima kelebihan kolesterol dari jaringan dan mengembalikannya ke
hati baik secara langsung maupun melalui perantaraan lipoprotein
yang lain. Meningkatnya risiko Penyakit Jantung Koroner juga
ditemukan pada individu dengan kadar Lp(a) yang tinggi. Lp(a)
adalah suatu partikel LDL dimana melekat suatu protein besar yang
disebut apo(a). Gambaran lipoprotein aterogenik yang ditandai
dengan small dense LDL yang predominan, peningkatan kadar
trigliserida dan penurunan kadar HDL, merupakan faktor risiko yang
sangat kuat untuk terjadinya Penyakit Jantung Koroner.
2. StrokeStroke adalah suatu istilah untuk menjelaskan adanya
kejadian klinis yang disebabkan karena oklusi atau perdarahan
arteri yang memperdarahi sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan
kematian jaringan. Stroke merupakan konsekuensi paling berbahaya
dari penyakit pembuluh darah. Pembentukan atheroma merupakan akar
permasalahan dalam patogenesis terjadinya stroke thrombo-embolik.
Studi observasional menunjukkan bahwa dislipidemia terutama kadar
LDL kolesterol yang tinggi, HDL kolesterol yang rendah dan kadar
trigliserida yang tinggi merupakan faktor2 risiko penting untuk
terjadinya stroke thrombo-embolik. Studi-studi klinis terbaru pada
pasien2 dengan penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa terapi
penurun lipid, terutama statin dapat menurunkan risiko terjadinya
stroke. Penurunan kejadian stroke yang signifikan dilaporkan pada 3
studi klinis besar yang menggunakan statin, yaitu studi2 4S, CARE
dan LIPID. Hasil yang sama juga didapatkan pada studi metaanalisis
menggunakan pravastatin. Mekanisme terjadinya penurunan risiko
stroke pada pasien-pasien Penyakit Jantung Koroner yang diterapi
dengan statin masih belum diketahui dengan pasti, namun diduga
terjadi akibat hambatan terhadap progresifitas plak, stabilisasi
plak dan penurunan risiko terjadinya serangan PJK berulang.
Penurunan risiko terjadinya stroke merupakan manfaat tambahan dari
terapi dengan statin dalam pencegahan sekunder. Disamping terapi
statin, pengobatan dengan gemfibrozil pada pasien-pasien dengan PJK
terbukti juga dapat menurunkan kejadian stroke sebesar 25% dan TIA
sebesar 59% yang terlihat pada studi VA-HIT.
3. Penyakit Arteri PeriferPenyakit Arteri Perifer merupakan
manifestasi klinis dari aterosklerosis sistemik yang paling sering
terjadi, dimana lumen arteri dari ekstremitas bawah mengalami
oklusi progresif akibat adanya plak aterosklerotik. Kadar
lipoprotein yang tinggi merupakan faktor risiko penting dalam
terjadinya Penyakit Arteri Perifer. Dari berbagai studi klinis
menyimpulkan bahwa aterosklerosis didalam sirkulasi darah perifer
hendaklah diperlakukan sama dengan aterosklerosis didalam sirkulasi
darah koroner. Pasien-pasien dengan Penyakit Arteri Perifer
walaupun tanpa adanya riwayat infark miokard atau stroke, mempunyai
risiko kematian kardiovaskular yang relatif sama dengan pasien yang
mempunyai riwayat penyakit jantung koroner atau penyakit
serebrovaskular.
X. Penatalaksanaan dislipidemia
1. Penatalaksanaan non farmakologikKebanyakan pasien
dislipidemia dapat ditatalaksana dengan terapi nutrisi medik yang
intensif. Mengurangi asupan lemak jenuh dan kandungan kalori total
dapat menurunkan kadar LDL kolesterol 10 sampai 15%. Kadar
trigliserida plasma dapat menurun 20 40% setelah diterapkan
intervensi diet atau terapi nutrisi medik. Program latihan fisik
yang teratur dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol 10 sampai 15%,
sama efektifnya dengan terapi farmakologik namun tanpa efek samping
dan biayanya murah. Sebaliknya pada kebanyakan pasien, terapi
nutrisi medik gagal mencapai sasaran kadar LDL kolesterol yang
diinginkan sehingga perlu diberikan tambahan terapi farmakologik.
Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas
fisik sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas
fisik bermanfaat, seperti jalan kaki, naik sepeda, berenang dll.
Penting sekali diperhatikan agar jenis olahraga disesuaikan dengan
kemampuan dan kesenangan pasien, selain itu agar dilakukan secara
terus menerus. The American Heart Association merekomendasikan
untuk pasien dislipidemia dengan Penyakit Kardiovaskular bahwa
Terapi Nutrisi Medik maksimal dapat menurunkan kadar LDL kolesterol
sebesar 15 sampai 25mg/dl. Jadi, bila kadar LDL kolesterol
mengalami peningkatan lebih dari 25 mg/dl diatas kadar sasaran
terapi, hendaklah diputuskan untuk menambahkan terapi farmakologik
terutama terhadap pasien-pasien dengan risiko tinggi (pasien DM
dengan riwayat infark miokard sebelumnya atau dengan kadar LDL
kolesterol tinggi).
2. Penatalaksanaan farmakologikLini pertama terapi dislipidemia
pada kebanyakan pasien adalah golongan statin. Namun beberapa
pasien mengalami dislipidemia ganda dan memerlukan terapi
kombinasi. Pendekatan terapi farmakologik terhadap dislipidemia
hendaklah dititikberatkan terhadap koreksi secara keseluruhan dari
kelainan metabolisme lipid tanpa menimbulkan efek samping yang
berarti. Terapi farmakologik terbukti efektif menurunkan risiko
kardiovaskular jangka panjang pada dislipidemia. Studi klinis obat2
penurun lipid membuktikan efektifitasnya dalam pencegahan primer
pada individu dengan risiko tinggi. Pada era sebelum statin,
beberapa studi pencegahan primer telah dilakukan, antara lain : WHO
clofibrate trial Helsinky Heart Study gemfibrozil trial Lipid
Research Clinic cholestyramine trial.Semua studi ini menunjukkan
penurunan angka kejadian PJK, namun tidak banyak memberikan manfaat
dalam menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung koroner
secara total. Tersedianya golongan obat penurun lipid yang lebih
efektif yaitu golongan statin mendorong para peneliti untuk
membuktikan apakah dengan menurunkan kadar LDL kolesterol dapat
menurunkan risiko PJK. Ada 2 studi pencegahan primer yang
menggunakan statin yaitu West of Scotland Coronary Prevention Study
(WOSCOPS) dan Air Force/Texas Coronary Atherosclerosis Prevention
Study (AFCAPS/TexCAPS). Hasil dari kedua studi ini dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
*Perubahan bermakna bila p menurunkan kadar hs-CRP dan petanda2
inflamasi lain Anti trombotikPerbaikan fungsi endotel, metabolisme
tulang dan fungsi kognitif.
B. Bile acid sequestrants (BAS) atau bile acid binding
resinsGolongan obat ini bekerja mengikat asam empedu didalam
saluran cerna dan mencegah reabsorpsinya kedalam sirkulasi
enterohepatik melalui protein transpor asam empedu didalam ileum.
Bile acid sequestrants menurunkan kadar LDL kolesterol dengan
beberapa cara, antara lain :Meningkatkan katabolisme kolesterol
melalui up regulasi enzim 7--hydroxylase, suatu enzim yang berperan
dalam proses konversi kolesterol menjadi asam empedu.Meningkatkan
ekspresi reseptor LDL pada permukaan sel-sel hati sehingga dapat
meningkatkan bersihan lipoprotein yang mengandung Apo B-100 dari
plasma.BAS dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai bagian
dari terapi kombinasi dengan statin. Diantara golongan BAS,
cholestyramine (Questran) dan colestipol (Colestid) terbukti
efektif dalam menurunkan kadar LDL kolesterol, namun efek samping
saluran cerna membatasi penggunaannya.
C. Golongan Niacin dan FibratNiacin dan fibrates sering
digunakan dalam pengobatan hipertrigliseridemia dan atau HDL
kolesterol yang rendah (sering dikombinasi dengan obat golongan
lain). Namun kedua golongan obat tersebut memiliki kekuatan yang
kurang dalam menurunkan kadar LDL kolesterol (5-20%) terutama pada
pasien yang mengalami dislipidemia campuran dimana disamping
mengalami peningkatan kadar LDL kolesterol juga ditemukan
hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL kolesterol. Selain itu
perlu diperhatikan bila kadar TG > 350 mg/dl, maka kadar LDL
kolesterol dapat mengalami peningkatan dengan terapi fibrat. Hal
ini disebabkan karena gangguan konversi partikel2 VLDL menjadi LDL
pada pasien-pasien dengan hipertrigliseridemia berat.
D. Golongan Cholesterol Absorption InhibitorsEzetimibe merupakan
obat baru yang beredar dipasaran mulai tahun 2003 dan tersedia
dalam bentuk tablet 10 mg. Ezetimibe merupakan jenis pertama dari
golongan cholesterol absorption inhibitor, yang bekerja di brush
border enterosit jejunum untuk menghambat ambilan empedu dan
sumber-sumber makanan yang mengandung kolesterol. Secara spesifik,
ezetimibe berikatan dengan the Nieman Pick C1 like-1 sterol
transporter yang berperan dalam transpor kolesterol dan phytosterol
kedalam sel-sel usus halus. Obat ini dapat menurunkan pengangkutan
kolesterol usus halus menuju hati dan menurunkan simpanan
kolesterol hati dan peningkatan bersihan kolesterol didalam darah.
Ezetimibe tidak mempengaruhi absorpsi TG, asam lemak, asam empedu
atau vitamin-vitamin yang larut lemak seperti vitamin A,D,E dan
serta - carotenes.Ezetimibe monoterapi dapat menurunkan kadar LDL
sekitar 18%, kolesterol sebesar 13% dan trigliserida sebesar 8%,
namun sangat sedikit efeknya terhadap HDL. Bila dikombinasi dengan
statin, efeknya akan meningkat, sehingga dapat menurunkan LDL
sebesar 25%, trigliserida sebesar 14% dan peningkatan ringan dari
HDL sebesar 3%. Ezetimibe tidak memberikan efek samping yang berat,
karena hanya 20% yang diserap kedalam sirkulasi enterohepatik.