PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia, seperti: bubur kacang hijau dan isi onde-onde. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang air besar dan menambah semangat hidup, juga digunakan untuk pengobatan (Atman, 2007). Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, karena memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau nasional. Sebaran daerah produksi kacang hijau di Indonesia adalah: NAD, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Total kontribusi daerah tersebut adalah 90% terhadap produksi kacang hijau nasional dan 70% berasal dari lahan sawah. Tantangan pengembangan kacang hijau di lahan kering adalah peningkatan produktivitas dan mempertahankan kualitas lahan untuk berproduksi lebih lanjut. Pengembangan kacang hijau merupakan solusi murah untuk mengatasi masalah tersebut. Keterbatasan modal, garapan lahan kering yang relatif luas, anggapan petani terhadap kacang hijau sebagai tanaman kedua, dan infrastruktur yang kurang memadai merupakan faktor biofisik dan sosial ekonomi yang menghambat pengembangan kacang hijau di lahan kering (Kasno, 2007). Tanaman kacang hijau masih kurang mendapat perhatian petani, meskipun hasil tanaman ini mempunyai nilai gizi yang tinggi dan harga yang baik. Universitas Sumatera Utara
20
Embed
PENDAHULUAN Latar Belakang - USU-IRrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31727/5/Chapter I.pdf · Kacang hijau (Vigna radiata L ... akar yang panjang dan hipokotil yang ... Varietas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman
kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia, seperti: bubur
kacang hijau dan isi onde-onde. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman
ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium,
minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain
dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang air besar dan menambah
semangat hidup, juga digunakan untuk pengobatan (Atman, 2007).
Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, karena
memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau nasional. Sebaran
daerah produksi kacang hijau di Indonesia adalah: NAD, Sumatera Barat dan
Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan
Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Total kontribusi daerah tersebut adalah 90%
terhadap produksi kacang hijau nasional dan 70% berasal dari lahan sawah.
Tantangan pengembangan kacang hijau di lahan kering adalah peningkatan
produktivitas dan mempertahankan kualitas lahan untuk berproduksi lebih lanjut.
Pengembangan kacang hijau merupakan solusi murah untuk mengatasi masalah
tersebut. Keterbatasan modal, garapan lahan kering yang relatif luas, anggapan
petani terhadap kacang hijau sebagai tanaman kedua, dan infrastruktur yang
kurang memadai merupakan faktor biofisik dan sosial ekonomi yang menghambat
pengembangan kacang hijau di lahan kering (Kasno, 2007).
Tanaman kacang hijau masih kurang mendapat perhatian petani, meskipun
hasil tanaman ini mempunyai nilai gizi yang tinggi dan harga yang baik.
Universitas Sumatera Utara
2
Dibanding dengan tanaman kacang-kacangan yang lain, kacang hijau memiliki
kelebihan ditinjau dari segi agronomi maupun ekonomis, seperti: lebih tahan
kekeringan, serangan hama penyakit lebih sedikit, dapat dipanen pada umur
55 – 60 hari, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan cara budidayanya
yang mudah. Dengan demikian kacang hijau mempunyai potensi yang tinggi
untuk dikembangkan (Sunantara, 2000).
Masalah yang dihadapi dalam pengembangan kacang hijau adalah masih
rendahnya produksi yang dicapai petani. Rendahnya hasil disebabkan oleh
budidaya yang kurang baik (tanpa pemupukan dan penyiangan), persediaan air
tidak cukup, adanya serangan penyakit terutama seperti bercak daun Cercospora,
karat daun, embun tepung, kudis (scab) dan virus (Rukmana, 1997).
Kecambah kacang hijau (tauge) merupakan sayuran tradisional yang
terkenal diseluruh dunia. Nama itu jadi bersih sejak pelarangan pestisida dalam
proses produksinya. Untuk itu, sumber vitamin yang baik perlu dipikirkan,
khususnya kaya akan vitamin C. Enam puluh jam proses perkecambahan
meningkatkan kadar vitamin C hingga 132 mg/100 g, sebuah pertimbangan
keuntungan yang nyata. Perkecambahan itu juga meningkatkan kadar niasin dan
riboflavin secara signifikan. Jika tauge diproduksi berbasis komersial, diperlukan
suatu varietas baik yang memiliki sifat diinginkan seperti hasil yang tinggi, dapat
beradaptasi pada kondisi iklim yang berbeda dan toleran terhadap hama-penyakit
selain untuk produksi tauge yang baik. Kacang hijau kualitas tinggi untuk
kecambah, harus sedikit akar, berdiameter besar dan renyah. Permasalahan utama
yang terjadi secara komesial adalah: akar yang panjang dan hipokotil yang
Universitas Sumatera Utara
3
ramping, sulit berkecambah, perakaran pendek dan besar tauge dikatakan hal yang
paling sulit untuk dicapai (Heettiarachchi, 1985).
Dalam perdagangan kacang hijau di Indonesia hanya dikenal dua macam
mutu, yaitu kacang hijau biji besar dan biji kecil. Kacang hijau biji besar
digunakan untuk bubur dan tepung, sedangkan yang berbiji kecil digunakan untuk
pembuatan tauge. Di Indonesia, tauge sangat populer karena proses pembuatannya
sangat sederhana (Astawan, 2004).
Varietas unggul merupakan komponen teknologi produksi yang murah,
mudah diadopsi petani serta aman terhadap lingkungan. Tersedianya varietas yang
memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap penyakit embun tepung, memegang
peranan penting dalam menekan kehilangan hasil dan meningkatkan pendapatan
petani. Selain itu tersedianya varietas tersebut memiliki dampak positif terhadap
efisiensi usaha tani dan aman terhadap lingkungan (Anwari, et al, 2006).
Meskipun banyak usaha yang telah dilakukan pada kecambah (tauge),
mereka mengutamakan pada penemuan cara untuk meningkatkan kualitas tauge.
Juga banyak usaha telah dilakukan pada analisa kualitas nutrisinya. Hanya
literatur yang terbatas menyediakan berbagai komponen produksi tauge. Ada
hubungan terbalik antara hari dan indeks panen dari awal pembungaan sampai
awal pematangan polong pada kacang hijau. Ini menjadi tahap dalam kelebihan
dari strategi yang diperlukan dari kerapatan kanopi dalam kondisi agronomi yang
berbeda, hasil, dalam produksi kering berikutnya, sebagian lagi pada batang dan
daun tanpa peningkatan produksi (Heettiarachchi, 1985).
Dalam sebuah studi pada berbagai karakter populasi kacang hijau
kelompok kematangan yang berbeda menunjukkan dalam kelompok yang paling
Universitas Sumatera Utara
4
cepat matang dengan jumlah polong/tanaman, tinggi tanaman dan biji/polong
menjadi komponen produksi utama dimana dalam kelompok kematangan terakhir
jumlah polong/tanaman, ruas/tanaman, cabang sekunder, cabang primer, biji/
polong, tinggi tanaman dan hari berbunga. Selebihnya, mereka pernah meneliti
suatu hubungan negatif diantara berat dan hasil 100 galur. Jumlah polong
/tanaman sebagai komponen hasil utama (Heettiarachchi, 1985).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau
(Vigna radiata (L.) Wilczek) dalam produksi kecambah (tauge) yang berkualitas
tinggi.
Hipotesa Penelitian
1. Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi dari varietas kacang hijau
(Vigna radiata (L.) Wilczek) yang diuji.
2. Ada pengaruh perbedaan varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)
terhadap produksi kecambah (tauge).
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.