MODEL PEMBELAJARAN HUMANISTIK Makalah dalam Matakuliah TEORI DAN MODEL DALAM TEKNOLOGI PEMBELAJARAN (TEP731) Pembina: Prof. Dr. H. Punaji Setyosari, M.Pd., M.Ed. Oleh: Abdus Syakur NIM: 110121609133 DTEP 075019 {BELUM ADA LOGO} UNIVERSITAS NEGERI MALANG PROGRAM PASCA SARJANA TEKNOLOGI PEMBELAJARAN OKTOBER 2011
29
Embed
Pendahuluan - Web viewMenulis hampir mustahil tanpa membaca. ... menunjuk kepada penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah ... dan 5) kemahiran
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MODEL PEMBELAJARAN HUMANISTIK
Makalah dalam MatakuliahTEORI DAN MODEL DALAM
TEKNOLOGI PEMBELAJARAN (TEP731)
Pembina:Prof. Dr. H. Punaji Setyosari, M.Pd., M.Ed.
Oleh:Abdus Syakur
NIM: 110121609133 DTEP 075019
{BELUM ADA LOGO}
UNIVERSITAS NEGERI MALANG PROGRAM PASCA SARJANA TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
OKTOBER 2011
Daftar Isi
Daftar Isi............................................................................................................................ i
Pengantar......................................................................................................................... ii
A. Pendahuluan.............................................................................................................1
B. Filsafat Humanisme..................................................................................................2
C. Psikologi Humanistik.................................................................................................3
1. Beberapa Asumsi Dasar Psikologi Humanistik...................................................4
2. Kekuatan Pendekatan Psikologi Humanistik......................................................5
D. Pembelajaran dengan Pendekatan Humanistik........................................................6
E. Model-model Pembelajaran dengan Pendekatan Humanistik.................................9
1. Model Pendidikan Populer (Popular Education)................................................9
2. Model Belajar Orang Dewasa (Adult Learning)...............................................11
3. Model Belajar Lancaster..................................................................................13
F. Kesimpulan.............................................................................................................14
dan 9) perkuat ingatan dan transfer belajar (Gagné dan Briggs, 1979), (Gagné, 1985).
Kata kunci “gambarkan”, sebagaimana diatributkan oleh Medsker dan
Holdsworth (2001) kepada pendekatan humanistik mungkin semakna dengan kegiatan
8
reflektif yang dilakukan oleh si belajar pada masing-masing model dengan pendekatan
ini. Pendekatan ini menempatkan si belajar sebagai pemegang peran utama dalam
belajar. Keotentikan, kepedulian, dan hubungan interpersonal antara pembelajar
dengan si belajar. Hubungan interpersonal ini memungkinkan si belajar membangun
realitas subjektif yang unik. Di atas dasar realitas subjektif itulah kemudian atmosfer
belajar individual dapat terwujud. Itulah mengapa pendekatan ini sering pula disebut
sebagai pendidikan berpusat-pada pribadi. Model-model belajar yang menggunakan
pendekatan humanistik antara lain: model Populer, dewasa, Lancester, Kooperatif, dan
ARCS. Mengingat keterbatasan modalitas penulis, tiga model pertama yang akan
dibahas serba singkat.
E. Model-model Pembelajaran dengan Pendekatan Humanistik
1. Model Pendidikan Populer (Popular Education)
Model pendidikan populer dikembangkan oleh Jane K. Vella (Medsker dan
Holdsworth, 2001). Fokus utama model ini adalah intensitas pelibatan si belajar dalam
seluruh tahapan belajar yang meliputi: analisis kebutuhan, desain aktivitas belajar,
penyampaian pelatihan, dan evaluasi.
Model ini banyak dipengaruhi oleh andragogi (Malcom Knowles) dan
Pendidikan Kaum Tertindas (Paulo Freire), yang tema sentralnya adalah
mengedepankan pembelajaran berpusat kepada si belajar. Karena itulah model ini
seringkali juga disebut sebagai pendidikan berpusat pada si belajar, yang belakangan—
disebutkan oleh Medsker dan Holdsworth, sebagai istilah yang—lebih sering digunakan
oleh Vella.
9
Simpul penting model ini antara lain 1) penyediaan lingkungan yang aman dan
hangat secara psikologis, 2) praksis (siklus aksi-refleksi), 3) dialog jujur dan sejajar
antara si belajar dan fasilitator, 4) perlakuan terhadap si belajar sebagai subjek, 5)
mempelajari apa yang langsung dirasakan manfaatnya oleh si belajar, dan 6) kerja aktif
dalam kelompok kecil.
Contoh kasus di mana prinsip-prinsip Vella digunakan adalah ketika dia diminta
untuk mendisain sebuah program pelatihan untuk sejumlah mahasiswa guna
mengajarkan bahasa Inggris bagi para pekerja imigran Haiti di pinggiran Carolina Utara.
Vella memutuskan untuk mengajarkan bahasa Inggris itu sendiri dan langsung kepada
para pekerja imigran yang dimaksud. Dia menyelenggarakan pembelajarannya di lokasi
penampungan para imigran itu, sehingga mereka tidak direpotkan oleh urusan
transportasi. Satu kelas biasanya terdiri dari 10 sampai 12 orang, yang dibagi-bagi ke
dalam kelompok dua sampai empat orang.
Vella memulai kelasnya tidak dengan mengajar tetapi justeru meminta para
imigran itu mengajarinya beberapa kosakata bahasa Creole. Pada pelajaran pertama
setelah pendekatan itu, Vella meminta setiap partisipan (kebetulan semuanya laki-laki)
menyebutkan nama isteri atau pacar mereka. Kemudian meminta setiap orang dari
mereka menggunakannya dalam sebuah kalimat bahasa Inggris: “I will send {nama
isteri/pacar} a clock”.
Dengan cara ini Vella sudah menerapkan dua di antara prinsip-prinsip dari
model yang dikembangkannya, yaitu urutan dan penguatan. Dengan cara ini pula,
hingga tahap tertentu, dia sudah mengenali individualitas masing-masing partisipan.
Prinsip-prinsip model ini secara lengkap ditabulasikan pada lampiran 1. Pendekatan-
10
pendekatan inilah yang digunakan oleh Vella pada berbagai latar belakang partisipan
dan berbagai keterampilan yang hendak dilatihkan. Analisis kebutuhan dan disain
pembelajaran memang dilakukan secara bersama-sama oleh instruktur dengan
sebagian partisipan, tetapi pada saat pembelajaran berlangsung partisipanlah yang
aktif belajar (Medsker dan Holdsworth).
2. Model Belajar Orang Dewasa (Adult Learning)
Malcolm Knowles (1913-1977) digelari predikat sebagai Bapak Pendidikan
Orang Dewasa (Medsker dan Holdsworth), karena jasanya mengenalkan teori
andragogi. Andragogi berasal dari bahasa Yunani aner-orang atau dewasa dan agogus-
pemimpin dari. Sebaliknya, paedagogi berasal dari paid-anak-anak dan agogus. Istilah
andragogi sebenarnya tidak berasal dari Knowles, bahkan idenya tentang pendidikan
bagi orang dewasa lebih berupa gabungan pemikiran banyak tokoh. Knowles sendiri
menyebut model ini sebagai seni dan sains dalam membantu orang dewasa belajar.
Meski demikian, di Amerika istilah andragogi lebih sering dikaitkan dengan nama
Knowles.
Tema utama teori Knowles adalah asumsi bahwa orang dewasa adalah
partisipan aktif dalam kegiatan belajar mereka sendiri. Peran pembelajar/intruktur
adalah sebagai fasilitator dan sumber (a pointer-outer) gagasan. Knowles
mengemukakan model andragogi pertama kali dalam bukunya The Modern Practice of
Adult Education: Andragogy Versus Pedagogy (1970). Berdasarkan model ini, ada
empat asumsi yang membedakan belajar orang dewasa dari anak-anak, yaitu: konsep
diri, pengalaman, kesiapan untuk belajar, dan orientasi belajar (Medsker dan
Holdsworth).
11
Konsep diri – anak-anak secara alami masih bergantung kepada orang tuanya;
orang dewasa sudah mandiri (self-directing). Pengalaman – pengalaman anak-anak
masih terbatas; pengalaman orang dewasa yang lebih luas merupakan sumber belajar
yang berharga. Kesiapan untuk belajar – kesiapan anak-anak lebih bersifat subjektif;
kesiapan belajar orang dewasa erat kaitannya dengan pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan peran mereka dalam masyarakat. Orientasi
belajar – orientasi anak-anak adalah subject-centered (penguasaan pengetahuan dan
keterampilan untuk lulus pelajaran); orientasi orang dewasa bersifat problem-centered
(pengetahuan dan keterampilan untuk situasi kehidupan nyata).
Melalui bukunya Andragogy in Action: Applying Modern Principle of Adult
Learning (1984), Knowles menambahkan konstruk motivasi sebagai satu asumsi baru
ke dalam model belajarnya. Motivasi anak-anak dikatakannya berasal dari luar,
misalnya persetujuan guru, atau tekanan orang tuanya. Sedangkan orang dewasa,
meskipun ada juga motivasi eksternal seperti gaji, promosi jabatan, dsb., tetapi mereka
lebih tanggap terhadap motivasi internal seperti peningkatan kepuasan kerja atau
kualitas hidup yang lebih baik.
Asumsi yang terakhir ditambahkan (tetapi ditempatkan pada urutan pertama)
adalah kebutuhan untuk tahu (need to know). Anak-anak hanya perlu tahu bahwa
mereka mesti belajar untuk bisa melanjutkan ke tingkat berikutnya. Sedangkan orang
dewasa membutuhkan penjelasan mengapa mereka mempelajari sesuatu (Medsker
dan Holdsworth).
Sebagaimana perubahan (penambahan) asumsi terhadap model belajarnya,
Knowles yang semula melihat model andragogi berlawanan dengan model paedagogi,
12
kemudian memikirkan ulang cara pandangnya. Ia menyerah pada fakta bahwa anak-
anak kadangkala belajar dengan lebih baik dalam setting andragogi, pun sebaliknya
orang dewasa kadang belajar lebih baik dalam setting paedagogi. Meski demikian, dia
tetap mempertahankan bahwa pembelajaran yang paling efektif bergantung kepada
situasi, si belajar, dan tugas belajarnya.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran andragogi:
1. Menyiapkan si belajar
2. Mengatur iklim belajar
3. Melibatkan si belajar dalam perencanaan bersama
4. Melibatkan si belajar dalam mendiagnosis kebutuhan belajar mereka sendiri
5. Melibatkan si belajar dalam memformulasikan tujuan belajar mereka
6. Melibatkan si belajar dalam mendisain rencana belajar
7. Membantu si belajar menjalankan rencana belajar mereka
8. Melibatkan si belajar dalam mengevaluasi belajar
3. Model Belajar Lancaster
Model Lancester disebut juga sebagai sebuah meta-model, karena
memasukkan tiga metode besar (discovery, reflection, dan receipt of input) yang saling
berkaitan. Model ini terdiri dari dua dimensi, dunia dalam (refleksi dan penemuan)
dan dunia luar (informasi dan pengalaman) di mana proses belajar dapat terjadi
(Medsker dan Holdsworth).
Dimensi dunia dalam berisi pengetahuan pribadi masing-masing individu, yang
didasarkan pada dan diinterpretasi melalui konstruksi internal terhadap ragam definisi,
13
interpretasi, dan bakat. Dunia luar adalah area di mana setiap pengetahuan individual
dan maknanya dapat ditemukan, diuji, dan diterapkan.
Model belajar Lancaster menggabungkan elemen-elemen perspektif teori
kognitif dan teori personal/humanistik. Bila harus diklasifikasi, model ini lebih dekat
kepada keluarga personal/humanistik, mengingat kuat hubungannya dengan
pengalaman personal di satu sisi, sementara lemah pada di sisi perspektif kognitif yang
justeru menaruh perhatian besar pada klasifikasi hasil-hasil belajar.
Model ini dapat digunakan untuk mendisain pembelajaran dalam siklus belajar
berulang-keseluruhan (whole-loop learning cycles), mencakup belajar melalui
mode/cara menerima informasi (receipt of input), refleksi, dan penemuan (discovery).
Gambar beserta uraian siklus belajar berulang-keseluruhan ini dapat dilihat pada
lampiran 2. Urutan dan penekanan pada masing-masing mode dapat bervariasi,
bergantung kepada isi, konteks, dan pengetahuan serta pengalaman si belajar.
F. Kesimpulan
Pembelajaran humanistik berakar pada filsafat humanisme dan psikologi
humanistik. Pada tataran praksis, pembelajaran humanistik adalah aktivitas belajar
mengajar yang menggunakan prinsip-prinsip psikologi humanistik. Prinsip utama
pembelajaran ini terutama berpijak pada asumsi bahwa belajar berasal dari dan oleh si
belajar sendiri. Fenomena objektif di luar diri si belajar lebih merupakan tempat dan
sarana bagi upaya belajar.
14
Lampiran 1
Prinsip Belajar Orang DewasaPrinciple Description1. Needs assesment At least a sample of attendees must be included in the
planning of a training session. In this way the dialogue between instructor and student begins even before a face-to-face meeting.
2. Safety Tasks are designed for pairs and small groups, providing a safe environment for sharing experiences and practicing new skills.
3. Sound Relationships The instructor is a coach, available as a resource to help the learners perform classroom tasks. The instructor needs to engage in dialogue with learers, not to convey information but to work with them toward new understanding.
4. Sequence and Reinforcement The tasks that attendees engage in during the class must follow a logical progression, allowing attendees to master simple and less-threatening tasks before moving on to more challenging ones.
5. Praxis The design must plan for what attendees will do, not for what the instructor will do. All content must be presented as tasks for attendees to work on in small groups. Group discussion encourages reflecting on the task performed.
6. Respect for Learners Learners are encourage to participate as adults, providing modifications to the objectives based on their needs, sharing their experiences, and making their own decisions about how to carry out the tasks.
7. Ideas, Feelings, Actions Tasks are designed to involve as many as of these aspects as is practicable.
8. Immediacy Learners must be able to find an immediate use for what they’re learning.
9. Clear Roles The conduct of a popular education session includes both deliberative (decision-making) and consultative (advice-giving) roles. The instructor has a deliberative role in the sequencing of tasks, while learners have a deliberative role in deciding on a topic for their practice teaching sessions.
10. Teamwork Learners work primarily in small groups of four or six. In these groups, everyone’s voice can be heard, questions can be asked in a safe environment, and leaders can readily emerge.
11. Engagement Tasks must invite learner participation from the start12. Accountability Vella’s Perennial Question Is, “How Do They Know They
Know?” Learners know they know because they have performed the tasks that the session was designed to teach.
15
16
Lampiran 2
Siklus Belajar Berulang-Keseluruhan
Lancaster Element General Prescription Theoretical PerspectiveDiscovery/Action Active involvement