Top Banner
PENDAHULUAN Berasal dari bahasa Yunani yang lerdiri dati kata syn dan kop yan& artinya memutuskan. Sehingga definisi dari sinkop (ersebut adaiah kehilangan kesadara dan kekuaian postural tubuh yang tiba-liba den bersifat sementara,dengan konsekuensi terjadi pemulihan spont n Kehilangan kesadaran lersebut l akibal penurunan aliran darah ke sislem aklivasi retikular yang berlokasi di otak, dan akan membaik lanpa membutuhkan terapi kimiawi maupun ekktrik. Kebanyakan individu yang pemah mengalami pingsan (temtania sinkop vasovagal) tidak mencari pertolongan dokler sehingga prevalensi dari tersebut sulit ditentukan. Diperkirakansepertiga dari or ng dewasa pemah mengalami paling sedikit sekali episode sinkop selan a hidupnya.. Di dikatakan bahwa ± 3% dari kunjurtgan pasien di gawat damrat disebabkan oleh kejadian sinkop, dan rrferupakan 6% dari alasan seseorang datang ke rumah sak Angka rekuren 1 ; d lam pemantauan selama 3 tahun lebih kurang 34%. Pada studi Fra gl an mengenai kejadian sinkop dilakukan pemeriksaan sekali dalam d la la yang melibatkan 7814 individu, ditaporkan bahwa insidens sinkop perta lerjadi 6,2/1000 orang/lahun.Sedangkanbiaya yang dikeluarkan untuk mela evaluasi dan pengobatan pasien dengan sinkop tersebut dapa meneapai US S 800 juta. Pasien yang mengalami episode sinkop akan mengalami penurunatf kualitas hidup mereka. Prognosis dari sinkop: angat bervariasi tergantung dari etiologinya. Sebagai contoh pada studiFramingham tersebul, individuyang mengalami sinkop termasuk sinkop yang tidak dikelahui penyebabnya memptmyai tingkat mortality yang lebih linggi dibandingkan yang lidak pemah me episode sinkop. Pada pengamatan dikatakan bahwa tingkat mortaliias te ditemukan padaJcasus sinkop yang disebabkan oleh masalah kardiak. Sedangkan pada kelompok dengan kejadian sinkop yang berhubungan dengan persaraf termasuk hipotensi otiostatik dan sinkop yang berhubungan dengan obal-obatan, tidak menunjukkanpeningkatan tingkat KLASIFIKASI Penyeb b inkop i-)pit Jkh ifiLiiik n d kn en m kelon ptk ut ni yaitu vaskular, kardiak, neurologik-serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan iinkop yang tidak diketahui penyebabnya. Kelompok vaskular mtrupakan penyebab sinkop terbanyak kemudian diikuti oleh kelompok kardiak. Penyebab Vaskular dari Sinkop
43

Penda Hulu An

Jul 22, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PENDAHULUAN Berasal dari bahasa Yunani yang lerdiri dati kata syn dan kop yan& artinya memutuskan. Sehingga definisi dari sinkop (ersebut adaiah kehilangan kesadaran dan kekuaian postural tubuh yang tiba-liba den bersifat sementara, dengan konsekuensi terjadi pemulihan spont n Kehilangan kesadaran lersebut lerjadi akibal penurunan aliran darah ke sislem aklivasi retikular yang berlokasi di batang otak, dan akan membaik lanpa membutuhkan terapi kimiawi maupun ekktrik. Kebanyakan individu yang pemah mengalami pingsan (temtania sinkop vasovagal) tidak mencari pertolongan dokler sehingga prevalensi dari sinkop tersebut sulit ditentukan. Diperkirakan sepertiga dari or ng dewasa pemah mengalami paling sedikit sekali episode sinkop selan a hidupnya.. Di Amerika dikatakan bahwa 3% dari kunjurtgan pasien di gawat damrat disebabkan oleh kejadian sinkop, dan rrferupakan 6% dari alasan seseorang datang ke rumah sakit. Angka rekuren1; d lam pemantauan selama 3 tahun lebih kurang 34%. Pada studi Fra gl an mengenai kejadian sinkop dilakukan pemeriksaan sekali dalam d la lahun yang melibatkan 7814 individu, ditaporkan bahwa insidens sinkop pertam kali lerjadi 6,2/1000 orang/lahun.Sedangkanbiaya yang dikeluarkan untuk melakukan evaluasi dan pengobatan pasien dengan sinkop tersebut dapa meneapai US S 800 juta. Pasien yang mengalami episode sinkop akan mengalami penurunatf kualitas hidup mereka. Prognosis dari sinkop: angat bervariasi tergantung dari diagnosis etiologinya. Sebagai contoh pada studi Framingham tersebul, individu yang mengalami sinkop termasuk sinkop yang tidak dikelahui penyebabnya memptmyai tingkat mortality yang lebih linggi dibandingkan yang lidak pemah mengalami episode sinkop. Pada pengamatan dikatakan bahwa tingkat mortaliias tertinggi ditemukan padaJcasus sinkop yang disebabkan oleh masalah kardiak. Sedangkan pada kelompok dengan kejadian sinkop yang berhubungan dengan persarafan termasuk hipotensi otiostatik dan sinkop yang berhubungan dengan obal-obatan, tidak menunjukkanpeningkatan tingkat KLASIFIKASI Penyeb b inkop i-)pit Jkh ifiLiiik n d kn en m kelon ptk ut ni

yaitu vaskular, kardiak, neurologik-serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan iinkop yang tidak diketahui penyebabnya. Kelompok vaskular mtrupakan penyebab sinkop terbanyak kemudian diikuti oleh kelompok kardiak. Penyebab Vaskular dari Sinkop

Dibiy d 1 m beberapa kelompok gangguan vaskular seperti kelainan anatomik (subclavicm hipovoleinia steal dan syndrome), akibat ortostatik (insufisiensi serta. otonom, idiopatik, refleks

induksi

obat-obatan)

diakibatkan

(hipersensitivitas sinus karotis, sinkop yang dimediasi persarafan, sinkop giossofaringeal, situasional pada keadaan batuk, mengunyah atau berkemih serta keadaan sensitif terhadap adenosin). Hipotensi Ortostatik. Definisi hipotensi ortostatik adaiah apabila terjadi penurunan tekanan darah sislolik 20 mmHg atau lekanan darah diastolik 10 mmHg pada posisi berdiri selama 3 menit. Pada saat seseorang dalam posisi berdiri sejumlah 500-800 ml darah akan berpindah ke daerah abdomen dan ekstremttas bawah, sehingga berakibat terjadinya penurunan besar volume darah balik vena secara tiba-tiba ke jantung. Penurunai besar volume ini akan mengakibatkan penurunan curah jantung dan stimuiasi pada aorta, karotis dan baroreseptor kardiopulmonal yang akann mencetuskan peningkatan refleks simpatis. Hasil akhir yang ditemukan adalah keadaan di mana terjadi peningkatan denyut jantung, kontraktihitas otot jantung dan resistensi vaskular untuk mempertahankan tekanan darah sistemik menjadi slabil.

Koudisi hipotensi otiostatik ini dapat asimiomalik tetapi dapat pula n en nbulkan gejala-gejala seperti kepa!a!erasaringan,pusing, gangguan penglihatan, lemah, berdebar, gemetar dan sinkop. Sinkop yang terjadi etelah makan, temiania pada usia lanjut disebabkan oleh redistribusi darah ke usus. Penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 20 mmHg rala rata atu jam seteiah makan terjadi pada sekitar seperliga populasi lanjut yang berada di rumah perawatan. Walaupun sering (idak bergejala tetapi dapat mengakibatkan gejata kepala terasa ringan bahkan inkop. Penyebab lain terjadinya hipolensi ortostatik adaiah obat-obatan tcmtama yang mengakibatkan terjadinya deplesi volume atau vasodilatasi. Poputasi usia lanjut merupakan kelompok yang renlan dengan efek hipotensif obat-obalan akibal penurunan sensilivjtas baroreseptor, berkurangnya aliran darah serebral, renal sodium wasting dan gangguan nekanisme haus akibst proses penuaan. Di antara obat-obatan yang e ing menyebabkan hipotensi ortostatik adaiah : diuretika penghambat atlrenergik alfa misalnya : terazosin penghambai saraf adrenergik rnisalnya : guanelidin penghambat ACE anlidepresan : MAO Inhibitor alkohol penghambat ganglion misalnya: heksametonium, mekamilamin tranquilizer misalnya : fenotiazin, barbitural \a;odi!ator : prazosin, hidralazin, penghambai saluran kalshim obai hipotensif yang bekerja sentral misatnya : metildopa, donidin. Hipotensi ortoslatikjuga dapat disebabkan oleh penyebab neurogenik yang digolongkan dalam gangguan primer dan sekunder. Gangguan atau . kelainan primer biasanya idiopatik, sedangkan kelainan sekunder biasanya berhubungan dengan zat biokimiawi tertentu atau kelainan stiuktur yang merupakan bagian dari sindrom tertentu. Salah satu contoh adaiah postural orthostatic tachycardia syndrome (POTS) adaiah salah satu benluk ringan dari gangguan otonom kronik dan intoleransi ortostatik ini ditandai dengan gejala-gejala yaitu peningkatan denyut jan rung sebanyak28 kali/ menit atau lebih tanpa diikuti perubahan bermakna dari tekanan darah selama 5 menit dalam posisi berdiri atau upright tilt. POTS ini diakibatkan oleh kegagalan vaskular perifer sehingga lerjadi vasokonstriksi. Dapat pula terjadi akibat sinkop yang berhubungan dengan hipotensi yang dimediasi persarafan.

Sinkop yang Dimediasi Persarafan- Ada beberapa sindrom sinkop yang dimediasi refieks di antaranya adaiah hipersensitivitas sinus karotis, sinkop yang dimediasi persarafan, sinkop giossofaringeal, situasional (baluk, mengunyah dan berkemih) serta sensitif terhadap adenosin. Pada setiap kasus refleks timbul akibat pencetus (pada afferent limb) dan respqn {pada efferent limb). Akibat dari refleks tersebut akan timbul peningkatan aktivitas vagal dan umpan balikpada simpatis perifer sehingga terjadi bradikardi, vasodilatasi dan pada akhimya hipotensi, presinkop itau sinkop. Penyebab refleks yang paling sering adaiah hipersensitivitas mus karotis dan hipotensi yang dimediasi persarafan. Pencetus yang khusus dari masing-masing keadaan misalnya pada mkop akibat berkemih disebabkan oleh aktivasi mekanoreseptor pada kandung kemih. Sinkop akibat defekasi timbul akibat input neural dari le eptor tekanan pada dinding usus, sedangkan sinkop akibat mengunyah timbul akibat impuls saraf aferen yang berada di saluran ceraa bagian atas. Penyebab Kardiak dari Sinkop Sinkop yang disebabkan oleh masalah kardiak merupakan penyebab kedua lersering dari sinkop tersebut, meliputi 1 ft-20% aiau seperlima dari seluruh

kejadian. Sinkop yang disebabkan kardiak ini akan menyebabkan risiko monaiitas yang lebih tinggi dibandingkan kasus yang tidak mempunyai dasar kelainan janlung. Pasien dengan sinkop kardiak ini mempunyai risiko kematian tertinggi dalam 1 sampai 6 bulan. Tingkat mortalita dalam 1 tahun pertama 18-33%, dibandingkan dengan sinkop yang bukan disebabkan kelainan kardiak yailu 0-12%, bahkan pada sinkop tanpa sebab yang jelas hanya kira-kira 6%. Demikian pula dengan angka kematian mendadak yang lebih tinggi pada populasi yang mempunyai kelainan dasar kardiak.

Aritmia. Sinkop akibat irama jantung yang tidak beraturan paling senna disebabkan oleh keadaan takiaritmia (ventrikular atau supraventrikular) atau bradiaritmia. Takikardia ventrikel meropakan keadaan takiaritmia yang paling sering

menyebabkan sinkop. Takikardia siipraventrikular juga merupakan penyebab sinkop yang cukup sering, walaupun sebagian besar penderita mempunyai keluhan yang lebih ringan seperti berdebar, sesak napas dan kepala terasa ringan. Bradiaritmia juga dapat menyebabkan terjadinya sinkop (ermasuk sick sinus syndrome dan blokafrioventrikulai Contoh yang spesifik misalnya sinus arrest, fibrilasi atrial dengan respond ventrikel yang sangat cepat melalui jalur aksesori pada pasien dengan sindrom Wolff-Parkinson-While dan takikardia ventrikel monomorfik yang menef ap. Sedangkan pada pasien dengan blok jantung komplit dapat mengalami episode sinkop yaag membaik sendiri pada saat terjadinya curah jantung yang tidak efektif akibat lakiaritmia ventrikel atau episode asistol sementara (pada serangan Stokes-Adams). Satu bentuk dari takikardi ventriket polimorfik adalah Torsade de pointes yang terjadi pada pasien dengan repolarisasi ventrike! yang memanjang (sindrom QT memanjang atau Long QT syndrome /LQTS), tetapi mempunyai jantung yang secara struktural normal. LQTS dapat terjadi akibat penyakit dasar yang didapat ataupun kongenital misalnya pada keadaan hipokalemia atau terpapar obat-obatan tertentu. Torsade de poinies dalam perkembangannya dapat menjadi fibrilasi ventrikel. Maka seseorang dengan LQTS mempunyai risiko mengalami sinkop atau balikan kejang (akibat hipoksia serebral sesaat) dan yang lebih fatal adalah kematian mendadak. Kelainan kongenital lain yang berpotensi mengakibatkan gangguan aritmia yang fetal adalah sindrom Brugada (eievasi segmeruST di

daerahprekoulial-V^-V^dan V3 yang sering disertai blot berkas cabang kanan inkomplit maupun koniplit), takikardi ventrikel polimorfik akibat katekolaminergik familial seita displasia ventrikel kanan yang berhubungan dengan arilmia ventrikel-

Padakardiomiopati hipertrofi. akibat hipertrofi kardiak yang ferjadi dapat menyebabkan kematian mendadak karena takiaritmia ventrikel menetap. Penjeiasan lain dari sinkop yang dapat terjadi adalah tipe obslruktif di mana terdapat gradien intraventrikular. Pada pengguna pacu jantung dan ICD (Implantable Cardiac Defibril' lator) yang mengalami gangguan fungsi dapat menyebabkan terjadinya sinkop. Individu pengguna ICD misalnya, apabila terjadi takiaritmia ventrikel yang cepat dan dapat diatasi dengan aiat tersebut, sinkop masih mungkin dapat terjadi, hal ini tergantuugdari lamanya keadaan hipi akibatproseslenninasidari takuntm b Seh gg p g kl ru apabiia

meiidapatkan ketetangan mengenai ICD yang dipergunakj terdapat episode sink p Struktur Anafomi Jantung kl b j tug) dp

menyebabkan sinkop termasuk stenosis valvular (aorta, mitral, pulmonal), disfiingsi katup protesa atau trombosis, kardiomiopati hipertrofik, boli paru, hipertensi pulmonal, tamponadejantungdan anomali dari koroner. Siiikop pada stenosis jd kt k k rj dJ

obslruksi katup menetap dan menghambat peningkatan curah j; tu g sehingga timbul dilatasi vaskul Sinkop dapat (erjadi saat akti 1 pd kI hm 1y b b b hk g k

setelahnya. Sinkop juga dapat terjadi pada saat istirahat pad; aorta bila ditemukan keadaan takiaritmia paroksismal ta b abnonnalitas katup Diseksi aorta, subclavian steal syndrome, disfimgsi berat ventrikt 1 kiri dan infark miokard merupakan penyebab penting lain dari sinkop kardiak. Pada usia lanjut, siakop dapat merupakan tampilan dari infark d an yang timbul bersamaan dengan

miokird ikut. Miksoma atrial kiri atau trombus pada katup protesa yaiig menutupi katup milra] selama fase diastolik akan menyebabkan obstruksi ptd ventrikel clan lerjadi sinkop. Penyebab Neurologik/Serebrovaskular dari Sinkop. Penyebab neurologik dari sinkop termasuk migrain, kejang, malformasi Arnold-Chiari dan TIA (Transient Ischemic Attack) yang temyala cukup mengejutkan karena merupakan < 10% sebagai penyebab sinkop secara keseluruhan. Kebanyakan individu yang mengalami sinkop akibat kelainan neurologik seringkali mengalami kejang, daripada hanya episode sinkop saja. Kelainan neurologi yang terjadi seringkali mirip dengan sinkop yaitu terdapatnya gangguan atau hilangnya kesadaran seseorang. Keadaan ini termasuk iskemi serebral sementara (biasanya pada daerah vertebrobasiler), migrain (daerah arteri basiler), epilepsi lobus temporal, kejang atonik dan serangan kejang umum. Pada gangguan neurologi yang berhubungan dengan nyeri hebat seperti neuralgia trigeminal atau glosofaringeal, kehiiangan kesadaran biasanya disebabkan sinkop vasovagal. Penyebab Metabolik/Lain-lain dari Sinkop. Penyebab metabolikpada sinkop sangat jarang, hanya kira-kira 5% dari seluruh episode sinkop. Gangguan metabolik yang seringkali menjadi penyebab sinkop tersebut adalah hipoglikemi, hipoksia dan hipervenriJasi. Sinkop akibat hipoglikemi adalah hilangnya kesadaran yang berhubungan dengan kadargula darah di bawah 40 mg/dL dan diseitai gejaia tremor, bingung, hipersalivasi keadaan hiperadrenergik dan rasa lapar. Hipoglikemi selalu harus dipikirkan pada pasien dengan diabetes raelitus yang mendapatkan terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penting diperhatikan bUhwa sinkop akibat hipoglikemi beibedii derigan sinkop pada keadaan lain yaitu tidak berhubungan dengan hipotensi, bahkan pada saat pasien dalam posisi terientang. Hipoadrenafism yang dapat menyebabkan terjadinya hipotensi postural akibat sekresi kortisol yang tidak adekuat, merupakan penyebab penting episode sinkop yang dapat diobati. Keadaan ini harus dipikiikan pada individu yang mendapatkan terapi steroid jangka panjang dan tiba-tiba menghentikannya atau bila sudah terdapat stigmata insufisiensi adrenal. UJI DIAGNOST1K Mengetahui penyebab pasti dari sinkop seringkali merupakan sesuatu keadaan stilit yang menaniang. Hal ini disebabkan oleh karena kejadian sinkop tersebut terjadi secara sporadis dan jarang, sehingga sulit untuk dapat melakukan penal ian

pemeriksaan fisis alaupun membual rekaman jantung saat kejadian sinkop tersebut. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Pada saat sinkop kehilangan kesadaran terjadi akibat berkurangnya perfusi darah di otak. Penting sekali diketahui riwayat kejadian di saat-saat sebelum terjadinya sinkop tersebut nntuk menentukan penyebab sinkop rta gkirkan diagnosis banding yang ada. Dari anamnesis harm d n, b dp k p ten secara teliti dan seksama, sehingga dari riwaya

d p gg mbarkan kemungkinan penyebab sinkop tersebi b g p tunjukunttikstralegievaluasipadapasien.Gambaian klinis yang fk fk r yang

muncul pada setiap pasien sangat penting untuk diketahi m

dapat merupakan predisposisi terjadiny; inkop beserta akibatnya. Hal-hal penting untuk ditacyakan pada saat anamnesis tercantuni p d Sebaiknya semua hal yang tercannim ditanyakan lain berguna untuk diagnostik, mengetalr n eui I d a k j d k ibel 1. S J g d p

merupakan strategi untuk evafuasi. Sebagai contoh, penyebab kardiak sangat mungkin dipikirkan apabila sinkop didahuk d atau sinkop terjadi pada posisi fisik. Sebaliknya, mekanisme mediasi oleh persarafan sangat mungkin jdp y b be 1 j bb k gd1 p bila terdapat faktor-faktor predisposis k ad in le g k11 b 1 tar-debar,

n i pada saat selama melakukan latihan

g jala ikutan dan pasien mengalami episode sinkop bI pa tahim.

B b rap pen) I bterjadinyakehilangankesadaranyangpalingscriag

tanyaan-pertanyaa

esis Pasien dengan Sinkop

Tabel 2. Gambatun Kliris yang Kemurgkinari Beihubjrgan dengari Penyebab & Tertentu --. ':

-Posisi (fluduic, terkntang atau berdiri) -Aklivitas (istirahal, perubahan posisi, sedang alau sehabis melakiikan latitian fisik, sedang atau sesaat seldah berkemih, buang air besar, batuk atau metteSan) -Faktor-faktor predisposisi (misalnya tempat ramai atau panas, herdin dalam ivaktii Luna, siat sttclah makan) dan fakior >ang number iti an {misalnya ketakutan, nyen hebat, peigerakan leher} Penanyaan-pertanyaan mengenai saa( teijadinya lerangan -Mual, muntah, rasa tidak eiiak di perut rasa dinjin berkeru^at aura nycri pdda kher atau bahu, penglihjtan kabur Pertanyaan-pertanyaan mtngenai serangan yang teijadi (siksi mata) -Bagaiimm cjra seieorang tersebut j-ituh (mtrotol atdii herlutut) wama kulit (pw-at, sianosis, kemerahan) lamanja hihag kesidaran jems periiiipa^an (mengorok), pergerakan (lomk, klc nik, tumk klomk

etclab atau Va uara menj n di ebsk Po raberdin \as tibatib yang ON di bau Mual enangkin inkop lam Vi'Jdtu Pos dalam Seteldh timbul keramii-m, nn tidak tidak gal "inkop muntin o^i d'jn tengsornlan Nc Denganlima Sin setelah waktu fi^ik gil pmtkanan kar peiasainn\m t latihan timp dtnpin bertiubuii ural dap 1 atauwajah g^l rota vmus pra kop raak

UimllUI detik) Blok tn i niTkil Br d k rcli

derji di | i

N tk(

bl I ^(dr p 1 bl i beri I sibnl h ksn tn

inu

Kompl(.k\QRSpr k i IilenaJQTmen , ng P beip t O i du ii I ii

diperoleh dari pemeriksaan ini serta kemungkinan dapat diidentifikasi sebagai penyebab sinkop antara Iain, pemanjangan interval QT (sindrom QT memanjang), pemendekan interval PR dan gelombang delta (pada sindrom

Wolff-Parkinson-White), blok berkas cabang kanan dengan elevasi segmen ST (pada sindrom Brugada), infark miokard akut, blok atrioventrifcular derajat tinggi atau inversi gelombang T pada sandapan prekordial kanan (pada displasi ventrikel kanan aritmogenik). Banyak pasien dengan sinkop menunjukkan gambaran rekaman elektrokardiografi yang normal. Hal ini sangat berguna untuk menunjukkan kemungkinan kecil penyebab sinkop berasal dari kelainan kardiak, yang berhubungan dengan prognosis yang lebih baik. Terutama bila terjadi pada pasien usia muda yang mengalami sinkop. Ekokardiografi. Dipergunakan sebagai uji penapisan untuk deteksi penyakit jantung pada pasien dengan sinkop. Walaupun mempunyai nilai diagnostik yang rendah bila dari anamnesis, pemeriksaan fisis dan EKG tidak ditemukan abnormalitas kardiak. Pada pasien yang mengalami sinkop atau pre-sinkop dengan pemeriksaan fisis yang normal, kelainan yang paling sering ditemukan (4-6% sampai 18-50% kasus) adalah prolaps katup mitral. Abnormalitas kardiak lain termasuk penyakit katup jantung (paling banyak stenosis aorta), kardiomiopali, abnormalitas pergerakan dinding ventrikel regional yang menunjukkan

kemungkinan terdapat infark miokard, penyakit jantung infiltratif seperti amyloidosis, tumor kardiak, aneurysma dan tromboemboli atriai. Penemuan kelainan jantung mi peoting sebagai stratifikasi risiko. Bila ditetnukan kelainan

jantung yang sedang-berat, maka evaluasi langsung dilakukan pada penyebab kardiak dari sinkop tersebuf. Di sisi lain, bila kelainan struktur yang ditemukan hanya risgan, kemungkinan sinkop kardiak menjadi kecil sehingga evaluasi dilanjutkan seperti pada seseorang tanpa kelainan struktur jantung. Elektrofisiologi. Untuk indikasi rekdmendasi dilakukannya studi elektrofisiologi invasif bila pada evaluasi awal dicurigai sinkop terjadi disebabkan oleh aritmia (pasien dengan abnormalitas EKG dan atau terdapat penyakit struktur jantung atun sinkop yang berliubungan dengan palpitasi, atau pasien dengan

riwayatkematianmendadakpadakeluarga). Sedangkan untuk diagnosis dikatakan apabila hasil studi elektrofisiologi normal tidak dapat sepenubnya menyingkirkan aritmia sebagai penyebab sinkop, sangat dianjtirkan untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya. Pada beberapa keadaan dikatakan studi elektrofisiologi sangai tinggi nilai diagnostiknya sehingga tidak diperlukan pemeriksaan tambahan lam Sebagian besar ahli berpendapat bila hasil studi dapat menginduksi terjadinya ventrikular takikardia monomorfik yang menetap dengan mempergunakan protokol standard. Sedangkan kriteria lain yang raenunjukkan hasil positif adalah : 1). Pemanjangan waktu CSNRT (Corrected Sinus Node Recovery Time) lebih dari 1000 ms 2). Pemanjangan yang bennakna dari interval HV (His-Purkinje) lebih dari 90-100 ms; 3). Terjadinya blok infra-His baik akibat induksi ataupun secaia spontan; 4). Takikardia supraventrikular dengan hipotenii Pemijatan pada Sinus Karotis. Pemijatan pada sinus karotis ini adalah suatu teknik dengan melakukan lekanan seeara haius pada sinus karotis untuk mendiagnosis hipersensitivitas sinus karotis. Bila hasil yang

ditemukan Terjidi a istol selama lebih dari 3 detik berarti : terjadi respon k irdioinhibi i [ rj di penurun n lekanan darah ssstohk 50 mmHg berarti ; terjadi respon \asodepre or Pa len dengan respon katdioinhibisi harus ditatalaksana dengan menggunakan alat pacu jantung. Pada beberapa studi dikatakan bahwa manu\er mi angat berguna bila dilakukan pada individu berusia > 60 tahun dengan rita rata nilai diagnostiknya 46%. Selama dilakukan manuver ini ehlu dihkukan dengan pemantauan EKG dan pengukuran tekanan dinh karemmanu\er ini bukan tanpa risiko walaupun kecil. Tentusaja p leny ng ebelumnya diketahui mempunyai kelainan pada arteri karotis (mis Inya terdapat bruit karotis) atau yang mempunyai risiko strok tidak di n urkan untuK dilakukan manuver tersebut. Tilt Table Testing U i ini merupakan pemeriksaan standar dan sudah di tenra ecara !uas ebagat salah satu uji diagnostik pada evaluasi pasien dengan sinkop. Pemeriksaan upright lilt testing diindikasikan pada sinkop yang kemungkinan dimediasi oleh persarafan, dan uji ini penting sebagai baku emas untuk membuat diagnosis tersebut. Dalam acuan yang dikeluarkan the American College of Tab lerj^di epi idc n t Tipc 2 B.

Hambalan kurdiak dicantumkan rekomendasi sekaligus interpretasi dari pemeriksaan ini. Cardiologyilfngan asisloL tilt UprightAsi testing biasanya dilakukan selama 30 sampai 45 menit dengan sudut . kemiringan \isod 60 sampai 80 derajat (biasanya dipakai 70 derajat). Sensitivitas antara Tipt3 dari hasil pemeriksaan ini dapat meningkat, dengan spesifisitas yang lebih prism rendah, menggunakan iama pemeriksaan yang lebih panjang, sudut pemeriksaan Demutjintung yang mmu tidil lebih curam dan obat-obatan provokatif seperti isoproterenol atau nitrogliserin. Kesepakatan yang dipakai adalah ' uji ini disarankan pada kejadian piint.4knya pada sinkop bemiang, atau pada kejadian sinkop pertama kali tetapi pasien dengan saat sinkop. risiko tinggi, pada serangan sinkop pertama kali tanpa kelainan struktur jantung lensfunlntil alau penyebab sinkop lain dapat disingkiikan dengaa pemeriksaan ini, dan pada Inkompttensi evaluasi pasien -i, yang penyebab sinkop telah terbukti (seperti asistol, blok kriinotiiipik Tilt!

atrioventrikular) ^ tetapi menunjukkan kemungkinan adanya penyebab persarafan pad* kejadian sinkop tersebut j%ng akan mempengaruhi rencana pengobatan sebnjutn\a sertipemenksaaninijugadnn"irkan :ebaeaie\aluasi5inkoj)| (

A

\m

berhubui^in idu ilibil-iKiMij h ll PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN SINKOP Pendekatan dalam pcnatalaksanaan pasien dengan sinkop san^ul bergantung dari diagnosis yang telah dibuat. Seperti contohnya p men dengan sinkop yang disebabkan oleh blok atrioventrikular atau side sinus syndrome harus dilakukan pemasangan pacu jantung menetap, tatalaksana pasien dengan sindrom Wolff-Parkinson-White membutuhkan ablasi kateter, sedangkan pasien dengan takikardi ventrikel kemungkinan hams dilakukan implantasi defibrilator. Jenis-jenis lain dari penyebab sinkop

lengharuskan pengheniian obat-obatan tertentu, pcnjngkaian asupan aram atau edukasi terhadap pasien. Sinkop neurokardiogenik : Yaitu pada pasien-pasien dengan sinkop berulang atau sinkop yang berhubungan dengan cedera fisik atau stres pada pasien. Pendekalan non-farmakologik biasanya merupakan pilihan pertama dalam terapi, termasuk mengajati pasien untuk menghindari faktor-faktor yang dapal menjadi pemicu timbulnya sinkop, seperti panas yang berlebihan, dehidrasi, posisi berdiri setelah latihan fisik, alkohol dan obat-obatan tertentu. Ada pula pengalaman klinis yang mengatakan bahwa suplementasi garam dan asupan caiian dapat menurunkan episode sinkop. Sedangkan untuk terapi farmakologis, ada beberapa obat-obatan yang direkomendasikan seperti golongan : atenolol (p blocker), midodrine (a agonist), paroxetine (selective serotonin reuptake inhibitor) dan enalapnl. Golongan obal-obataa lain yangjuga direkomendasikan sebagai terapi sinkop vasovagal adalah: disopiramid, gol antikolinergik, teofilin dan clonidine. Pacu Jantung: Secara teoritis, pacu jantung akan banyak bermanfaat pada pasien dengan dominasi kelainan pada kardioinhibisi dibandingkan dengan respon vasodepresan. Sinkop akibat aritmia: Behim banyak data yang inengevaluasi efek anrjaritmia, baik farmakologik ataupun pemasangan alat pada pasien dengan episode sinkop akibat aritmia. Saat ini telah dipertimbangkan untuk pemasangan defibrilalor intrakardiak pada pasien yang mengalami sinkop dan membutuhkannya sesuai rekomendasi dari American College Cardiology {ACC)I American Heart Association (AHA), yaitu: pasien dengan riwayat infark miokard, ejection fraction (EF) < 35% atau sama, (erdapat dokumentasi yang membuktikan terjadinya takikardia ventrikular yang tidak menelap, dan takikardia venlrifcular yang

diinduksi pada studi efektrofisiologi, atau kejadian takikatdia ventrikular yang spontan. Sedangkan pacu jantung hams dipasang pada pasien dengan bukti dokumentasi teijadinya bradiariimia berat atau

Hal lain yang harus diperhatikan adalah indikasi perawatan di rumah sakit pada pasien dengan sinkop dan lamanya larangan seorang pasien untuk mengemudikan kendaraan. Pada umuronya perawatan di rumah sakit diindikasikan pada pasien yang : Mempwiyai riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif

- Disertai gejala nyeri dada Pada pemeriksaan fisik terdapat kelainan katup yang beimakna, gagal jantung kongestif, strok atau gangguan neurologik fokal Pada pemeriksaan EKG ditemukan gambaran : iskemia, aritmia, interval QT rnemanjang atau b!ok berkas cabang - Indikasi Iain: Kehilangan kesadaran yang tiba-tiba disertai terjadinya cedera, denyut jaotung yang cepat atau sinkop yang berhubungan dengan aktivitas Frekuensi kejadian makin meningkat, kemungkinan penyakit jantung koroner atau terdapat aritmia (misalnya pada peinakaian obat-obatan yang dapat nienginduksi terjadinya torsades de pointes). Hipotensi ortostatik sedang - berat Usia di atas 70 tahun Demikian pula daigan masaiah iziii mengc mudikan kendaraan beimtrtor. Dokter yang merawat pasien dengan sinkop harus memberitahukan kemungkinan risiko yang dapat tiinbui bila pasieo tersebut mengemudikan kendaraan, baik risiko terhadap dirinya maupun terhadap orang di sekilarnya. Sebagian ahli berpendapat seseorang yang pemah mengaJami sinkop sebaiknya tidak diizinkan untuk mengemudikan kendaraan, karena terdapat kemungkinan sinkop berulang. Di AS dari AHA/NASPE dibuat suatu rekwnendasi mengenai izin mengemudikan kendaraan bermotor bagi individu yang peniab mengalami episode sinkop, aturan ini dikenakan pada kejadian aritmia yang tnengakibatkan kehilangan kesadaran, yaitu:

Episode vasovagal ringan(hanyapre-S!nkopsaja, dengan. tanda-tanda Timothy K.W, Vincent GM et al. Spectium of ST-T wave pattdns sebelum kejadian sinkop tersebut, hanya pada posisi berdiri, jelas and rcpolnriiation parameters in congenital long-QT syndrome ; ECG faktorpemicunya,tidaksering&ekueiisitimbulseranganj,tidakdikenai identify genotypes. Circulation 2000; 102: 2849-55. batasan dalam memperoleh izin mengemudikan kendaraan bermotor. Sinkop vasovagal beiat (kehilangan kesadaran sepenuhnya, tanpa tanda(anda sebelum kejadian sinkop tersebut, dapat timbul pada berbagai posisi tubuh, tanpa faktor pemicu yang jelas, frekuensi timbul serangan cukup sering), izin untuk mengemudikan kendaraan bermotor setelah sinkop teratasi dapat diberikan dengan pemanlauan dalam 3 bulan. Sinkop vasovagal berat yang tidak diobati: izin

Zhang L,

findings

untuk mengemudikan kendaraan bermofor sama sekali tidak dapat diberikan. REFERENSI Abboud FM, Neurocardiogenic syncope. N Engl J Med 1993; 328; 1117-20. Alboni P, Menozzi C, Brignole M et al. An abnormal neural reflex plays a role in causing syncope in sinus bradycardia. J Am Coll Cardiol 1993;22: 1123-9. Alboni P, Brignole M, Menozzi C et al. The diagnostic value of history in patients with syncope with or without heart disease. J Am Coll Cardiol 2001; 37; 1921-8. Atkins D, Hanusa B, Sefcik T et a!. Syncope and orthos*atic hypotension. Am J Med 1991 ; 91 : 179-85, Benditt DG, Ferguson DW, Grubb 13P et al. Tilt table testing for assessing syncope. American College of Cardiology, J Am Coll Cardiol 1996; 28: 263-75. Benditt DG, Lurie KG, Fabian WH : Clinical approach to

diagnosis of syncope. An overview. Cardiol Clin 1997; 15: 165-76. Brignole M, Menozzi C, Gianfratichi L et at.

Neurally mediated syncope detected by carotid sinus massage and head-up lilt tesl in sick sinus syndrome. Am J Cardiol 1989; 63: 58-65. Brignole M, Alboni P, Benditt D, Bergfeldt L, Blanc JJ, Thomsen PEB.Van Dijk JG, Fitzpatrick A, Hohnloser S, Janousek J, el al. Guidelines on management (diagnosis and treatment) of syncope. Eur Hear! J, 2001; 22: 1256-1306. Brugada J, Brugada R, Antzelevilhch C et at. Long-term follow-up of individual with the electrocardiographs pattern of right bundle branch block and ST-segment elevation in precordial leads VI to V3. Circulation 2002; 105: 73-8. Day SC, Cook EF, Funkenstein H et al- Evaluation and outcome of emergency room patients with transient loss of consciousness. Am J Med 1982; 73: 15-23. Denes P, Uretz E, Ezri MD et al. Clinical predictors of electrophysiologic findings in palients with syncope of unknown origin. Arch Intern Med 1988; 148: 1922-8." Fonarow GC, Feliciano Z, Boyle NG et al. Improved survival m patients with nonischemic advanced heart failure and syncope treated with an implantable cardioverter defibrillator. Am J Cardiol 2000; 85: 981-5. Hoemagels WAJ, Padberg GW, Overweg J et al. Transient loss of consciousness : the value of (he history for distinguishing seizure from syncope. I Neurol 1991; 238: 39-43. Knight BP, Goyal R, Pelosi F et al. Outcome of patients with nonischemic dilated cardiomyopathy and unexplained syncope treated with an implantable defibrillator. J Am Coll Cardiol 1999; 33: 1964-70. Krumholz HM, Douglas PS," Goldman L,

Waksmonski C. Clinical utility of transihoracic two-dimensional and Doppler echocardiagraphy. J Am Coll Cardiol 1994; 24: 125-31. Leitch JW, Klein GJ, Yee R el al. Syncope associated with supravenlricular tachycardia : An expression of tachycardia or vasomotor response.

Circulation 1992; 85: 1064-71. Linzer M et al. Syncope. Ann Intern Med 1997; 126: 989-96. Nienaber CA, HiUer S, Spielmaim RP, Geiger M, Kuck KH. Syncope in hypertropic cardiomyopathy : multivariate analysis of the heart of prognostic determinants. J Ara Coll Cardiolo 1990; 15; 948-55. Schnipper JL, Kapoor WN. Diagnostic evaluation and management of patients with syncope. In : Thakur RK, ed. The Medical Clinics of North America, WB Saunders Company, 2001; 85(2): 423-56. ^ '

PENDAHULUAN Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang dirawat dengan infark miokard akut. Terapi reperfusi segera (prifnan' PCt) untuk kasus infark miokard akut menurunkan insiden syok kardiogenik tersebut. Kejadian syok kardiogenik sebagai komplikasi infark miokard menunin dari 20% pada tahun 1960an kemudian menelap 8% selama 20 tahun. Syok kardiogenik pada infark miokard kebanyakan terjadi pada infark miokard dengan elevasi segmen STdibandiBgkan deng n yang tanpa disertai elevasi segmen ST. Gagal ventrikel kiri terjadi pada hampir 80% dari syok kardiogenik akibat infark miokard akut. Sedangkan sisanya adalah akibal regurgiti I mitral berat yang akut, rupiur septum ventrikuiar, gagal jantung kanan predominan dan ruptur dinding atau tamponade. Penelitian menunjukkan strategi revaskularisasi dihi menurunkan mortalifas dalam 6 dan 12 bulan dan !ebih superior dibandingkan terapi medis agresif awal. Walaupun (indakan percitlaneu c rotiui\ intervention ( PCI ) dini atau coronary artery bypass graft surgery (CABG) bermanfaat, sekali diagnosis syok ditegakkan, laju mortalitas tetap tinggi ( 50 % ), walaupun mendapat intervensi, dan separuh kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh kemsakan miokard luas yang ireveraibel dan kerusakan organ vital. Bukti baru menduga bahwa respons inflamasi sistemik, aktivasi komplemen, pelepasan sitokin inflamasi, ekspresi inducible nitric oxide synttiase (iNOS ) dan vasodiiaiasi yang tak adekuat mempunyai peran penting, tidak hanya pada genesis syok tetapi juga outcome sctelah syok. Syok kardiogenik ditandai dengan hipoperfusi sistemik akibat teijadinya depresi berat dari indeks kardiak [< 2,2 (L/min)/m2 dan hipotensi tekanan sistolik arterial menetap (< 90 mniHg), disamping teijadinya peningkatan tekanan baji kapiler pam (PCWP) > 18 mmHg. DEFINISi SYOK KARDIOGENIK Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat

mengakibatkan hipoksia jqringan. Syok dapat terjadi karena distungsi ventrikel kin yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan di mana fimgsi ventrikel kiri cukup baik. Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah < 90 mmHg. Dengan menurunnya

tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis dapat ditemukan tanda-ianda hipoperfu I temik mencakup perubahan status mentai, kulit dingin dan oliguna Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah t hk 90 iraiiHg selama > 1 jam di mana: Tak responsif dengan pemberian cairansaja, Sekunder terhadap disfiingsi jantung, alau, Berkaitan dcngaa tanda-tanda hipoperfijsi atau indeks kardiak < 2,2

1/menit per m2 dan tekanan baj i kapiler paru > 18 mini (g. Termasuk dipertimbangkan dalam definisi im adalah: Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat > 90 mmHg dalam i

jam setelah pemberian obat inotropik, dan Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kritcria lain syok kardiugenik. EPIDEMIOLOGI Pcnyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah infark miokard akut, dirnana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya

T

ekr I Inydtns yikkardiogeniksebagaikomplikasisindromkoroner ikut bervariasi.

Hal ini berbubungan dengan definisi syok kardiogenik dan (criteria sindrom koroner akut yang dipakai sangat beragam pada berbagai penelitidn Syok kardiogenik terjadi pada 2,9-% pasien angina pektoris tak stabil dan 2, 1 % pasien IMA non elevasi ST. Median waktu perkembangan menjad iyok pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, di mana yang tersenng etelah 48 jam. Syok lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pa studi bt r negara maju, pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik tetap diternukan kejadian syok kardiogenik yang berkisar antara 4,2 % sampai 7,2 %. Tingkat mortalitas masih tetap tinggi sampai aatim berki in t ra 70-100%. ETIOLOG1 Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan (erjadinya syok. Di antara komplikasi tersebut adalah : ruptur septa) ventrikel, ruptur atau disfimgsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark alau disfungsi ventrikei kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok. Hal lain yang seringmenyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibal disfungsi venrrike] kiri, dan dapat rimbul bersamaan dengan aritmia supraventrikular ataupun ventrikuiar. Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tabapakhii dari disfiingsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantuii iskemia, maupun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif. Picard MH et al, melaporkan, abnonnalitas stmktural dan fungsiiii i.s1 jantung dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiosiomi'' akut. Mortalitas jangka pendek dan jangka panjang dikaitkan dm i fimgsi sistolik ventrikel kiri awal dan regurgitasi mitral yang dinilaitkiii;..: ekokardiografi, dan tampak manfaat revaskularisasi dini tanpa dipengarutu nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri pada awal ( baseline ) atau adanya regwgiwh> mitral. PATORSIOLOGl Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik ail; depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkan penuninan curah jantung,

tekanan darah rendah, insufisiensi h dan selaajutnya terjadi penurunan kontaktilitas dan curah i Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokonstrik; berkompensasi dengan peningkatan resistensi vaskular sister terjadi sebagai respons dari penurunan curah jantung. Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelnli in. peninggian kadar iNOS, NO dan peroksimm1 miokard. Pada pasien pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin in fl, i ; yang mengakibatkan ' mana semuanya mempunyai efek Efck terhadap metabolisme

buruk mullipel antara lain : Inhibisi langsung kontraktilitas miokard Supresi respirasi rnitokondria pada miokard uon iikemik. glukosa Efek proinflaroasi Penarunan responsivisitas katekolamin Merangsang vasodilatasi sistemik Sindrom respons inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah kt.Mite-'* non infeksi, antara lain trauma, pintas kavdiopulmoncr, pankreatid^ 85 % informasi prediktif. Empat variabel yang sama, bermakna pada populasi GUSTO III dan memberikan > 95 % informasi prediktif. Prediktor utama syok pada populasi PURSUIT mencakup usia, tekanan darah sistolik, depresi ST, frekuensi jantung, tinggi, infark miokard dan ronki pada pemeriksaan Studi awal pada infark miokard akut mengidentifikasi indikato signifikan untuk prognostik pasien berdasarkan gambaran klinis da keadaan hemodinamik. Klasiilkasi Killip dibuat berdasarkan gambara kJinis (tanda-tanda gagal jantung kongeslif, suara S3 j radiografik yang menunjukkan gagal jantung kongestif, edem p syok kardiogenik). Sedangkan klasifikasi Forrester dil keadaan hemodinamik yaitu : aagka PCWP (pulmonary capillary wedge pressure) dan CI (cardiac index) yang dihubungkan dengan tingkat mortalitas- Semakin tinggi nilai PCWP dan semakin rendah CI maka mortaiitas akan men ingkat. MAMFESTASI KLINIS Anamnesis

regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung katian yang sultt untuk diatasi. Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun intensitasnya dan edema perifer dapat limbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremilas yang ieraba dingin, menunjukkan terjadinya penurunan perfusi ke jaringan. Pemeriksaan Penunjang: Elektrokardiografi (EKG): Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menentukan etiologi dari syok kardiogenik. Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut. Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan maka akan lerlihat proses di sandapan jantung sebelah kanan (misalnya elevasi ST di sandapan V4R). Begitu pula bila gangguan irama atau aritmia sebagai ttiologi terjadinya syok kardiogenik, maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung tersebut. Foto Roentgen Dada : Pada folo poios dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru alau edema paru pada gagal ventrike] kiri yang berat. Bila (erjadi komplikasi defckseptal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat mfark miokard akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali, temtama pada onset infark yang pertama k h Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil kemungkinan terdapat g gal ventrike! kanan yang dominan atau keadaan hipovolemia. Ekokardiografi : Modalitas pemeriksaan yang non-invasi?ini sangat banyak membanto dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari ;yok kardiogenik. Pemeriksaan ini relatif cepat, aman dan dapat dilakukan ecara langsung di lempat tidur pasien (bedside). Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya pada defek seplai ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efiisi perikardial atau tamponade.

kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri dada yang akut, dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya. Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut, biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu setelah onset infark lersebut. Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang

menunjukkan adanya edema paru afeut atau bahkan henti jantung. Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop alau merasakan irama jantung yang berhenli sejenak. Kemudian pasien akan merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi ke i tern saraf pusat. Pemeriksaan Fisis Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanafl darah sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai < 80 mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya cenderung meningkat sebagai akibal siimulaI

simpatis, demikian pula dengan frekuensi

pernapasan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti di pani. Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien dengan infark venirikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yi ng menurut studi sangat kecil kemungkinannya menyebabkan kongesti paw Sistem kardiovaskularyang dapat dievaluasi seperti vena-vena di leher seringkali meningkat distensinya. Letak tmpuls apikal dapal bergeser pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi, dan intensilas btmyi jantung akan jauh menurun pada eftisi ppnkardial ataupun tamponade. Irama gallop dapat timbul yang menunjukkan adanya disfiingsi ventrikel kiri yaag bermakna. Sedangkan regurgitasi mitral atau defek septal ventrikel, bunyi bising atau murmur yang iimbul akan sangat membantu dokter pemeriksa untuk menentukan kelainan atau komplikasi mekanik yang ada. Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan beberapa tanda-tanda antara lain: pembcsaran hali, pulsasi di liver akibal

mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, setta sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kiri yang berat, akan terjadi peningkatan tekanan baji paru. Bila pada pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18 mmHg pada pasien infark roiokard akut menunjukkan bahwa volume intravaskular pasien tersebui cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolemia yang signifikan, akan menunjukkan tekanan baji pembuluh paru yang normal aiau lebihrendah. Pemantauan paiameler hemodinamik jugamembutuhkan perhitungan afterload (resistensi vaskular sistemik). Minimalisasi afterload sangat diperlukan, karena bila teqadi peningkatan afterload ikan menimbulkan efek penunman konlraktilitas yang akan menghasilkan penurunan curah jantung. SalurasI Oksigen : Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapal dilakukan pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz, yang juga dapat mendeteksi adanya defek septal ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari venlrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal. PENATALAKSANAAN \folume pengisian ventrikel kin haius dioptimalkan, dan pada keadaan tanpa adanya bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250 ml dapat dilakukan dalam 10 menit. Oksigenasi adekual penting, intubasi atau venlilasi hams dilakukan segera jika ditemukan abnormaiitas difiisi oksigen. Hipotensi yang terus berlangstmg memicu kegagalan otot pemapasan dan dapat dicegah dengan pemberiaa ventilasi mekanis. Laporan adanya penurunan secaca dramatis mortalitas syok kardiogenik dengan melakukan revaskutarisasi awal mulai muncul pada akhir tahun 1980. Uji klinis seeara acak yang menguji superioritas dan generalisabilitas strategi revaskularisasi awal telah dilakukan di USA yaitu

SHOCK trial Pada penelitian SHOCK dilaporkan peningkatan survival 30 hari dari 46,7 % menjadi 56 % dengan strafegi revaskuiarisasi awal, namiin perbedaan 9 % absolut tidak bermakna ( p=0,l 1). Pada pemantauan, perbedaan survival pada strategi revaskularisasi awal menjadi lebih besar dan bermakna setelah 6 bulan (36,9 % v 49,7 %, p=0,027) dan satu tahun (33,6 % v 46,7 %) untuk reduksi absolut 13,2 % ( 95 % CI 2,2 % sampai 24,1 %, p


Related Documents