Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Biomonitoring merupakan suatu teknik ilmiah untuk mengetahui risiko bahan kimia alami dan sintetis terhadap manusia berdasarkan sampling dan analisis jaringan individu dan cairan. Teknik ini berdasarkan ilmu bahwa zat kimia yang memasuki tubuh manusia menyebabkan manifestasi klinis (Ibrahim, 2006). Biomarker merupakan penanda suatu peristiwa atau kondisi dalam sistem biologi atau sampel dan memiliki ukuran paparan, dampak, atau kerentanan. Biomarker merupakan penanda adanya perubahan dalam struktur biologi atau proses yang dapat diukur sebagai akibat dari paparan zat toksik (Ibrahim, 2006). Aktifitas masyarakat seperti kegiatan perikanan (tangkap dan budidaya), industri, dan pariwisata menyebabkan banyak polutan masuk ke dalam perairan. Pencemaran perairan ditandai dengan adanya perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi perairan. Bahan pencemar berupa logam berat di perairan dapat membahayakan kehidupan organisme maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia.
50
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Penda Hulu An

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Biomonitoring merupakan suatu teknik ilmiah untuk mengetahui risiko

bahan kimia alami dan sintetis terhadap manusia berdasarkan sampling dan

analisis jaringan individu dan cairan. Teknik ini berdasarkan ilmu bahwa zat

kimia yang memasuki tubuh manusia menyebabkan manifestasi klinis

(Ibrahim, 2006).

Biomarker merupakan penanda suatu peristiwa atau kondisi dalam

sistem biologi atau sampel dan memiliki ukuran paparan, dampak, atau

kerentanan. Biomarker merupakan penanda adanya perubahan dalam struktur

biologi atau proses yang dapat diukur sebagai akibat dari paparan zat toksik

(Ibrahim, 2006).

Aktifitas masyarakat seperti kegiatan perikanan (tangkap dan

budidaya), industri, dan pariwisata menyebabkan banyak polutan masuk ke

dalam perairan. Pencemaran perairan ditandai dengan adanya perubahan sifat

fisik, kimia, dan biologi perairan. Bahan pencemar berupa logam berat di

perairan dapat membahayakan kehidupan organisme maupun efeknya secara

tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Salah satu jenis logam berat yang

memasuki perairan dan bersifat toksik adalah kadmium (Cd). Kadmium

merupakan logam berat yang sangat berbahaya karena tidak dapat

dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup dan dapat terakumulasi

ke lingkungan terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa

kompleks bersama bahan organik dan anorganik melalui absorpsi dan

kombinasinya (Trilianty, 2010).

Gbaruko dan Friday pada tahun 2007 menyatakan bahwa logam berat

Cd secara alami merupakan komponen yang terdapat pada lapisan bumi dan

dapat memasuki perairan melalui rangkaian proses geokimia dan aktivitas

manusia. Aktivitas manusia dapat menyebabkan kontaminasi logam berat Cd

pada lingkungan perairan dan gangguan pada sistem biologis.

1

Page 2: Penda Hulu An

2

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah :

Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengertian dari biomonitoring dan biomarker.

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh toksisitas logam berat

terhadap manusia.

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh toksisitas

karbonmonoksida (CO) terhadap manusia

Tujan Khusus

Untuk menambah wawasan dan ilmu mengenai biomonitoring dan

biomarker

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari disusunnya referat ini adalah mampu

memberikan pengetahuan dan wawasan tentang biomonitoring dan biomarker

serta paparan toksisitas logam berat dan karbonmonoksida (CO) bagi

mahasiswa dan pembaca.

Page 3: Penda Hulu An

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biomonitoring Simpul I-IV

Definisi Biomonitoring

Biomonitoring merupakan cara ilmiah untuk mengukur paparan

manusia dengan alam maupun bahan kimia berdasarkan sampling dan

analisis terhadap jaringan individu dan cairan. Bahan pemeriksaan berupa:

darah, urin, air susu ibu (ASI), udara, rambut, kuku, lemak, tulang, dan

jaringan lain. Teknik ini berdasarkan ilmu bahwa zat kimia yang

memasuki tubuh manusia meninggalkan tanda yang menunjukkan paparan

ini (Anies, 2006).

Tahap Biomonitoring

Proses dari biomonitoring terdiri atas:

Memilih apa yang akan dimonitor, termasuk kapan dan dimana

terjadinya.

Mengumpulkan contoh jaringan.

Memutuskan zat kimia mana yang akan dipelajari dan dianalisis

diantara zat kimia dalam contoh yang dikumpulkan.

Hal tersebut merupakan proses rumit dan mahal, bilamana tujuan

untuk mendapatkan hasil yang menunjukkan tingkatan variasi tubuh

berdasarkan umur, jenis kelamin, suku, letak geografis, dan keadaan

kesehatan individu (Anies, 2006).

Biomonitoring dipengaruhi oleh teknik analisis kimia untuk

mendeteksi zat kimia dalam jumlah sedikit. The United Standard (US) dan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah memulai

program monitoring lingkungan (Anies, 2006).

3

Page 4: Penda Hulu An

4

Analisis yang aktual berdasarkan cara kerja laboratorium yang

benar membutuhkan teknik dan instrumentasi analisis yang berpengalaman

karena metode pemeriksaan sangat sensitif untuk mendeteksi jumlah

sedikit yang ditemukan di manusia. Pemeriksaan khusus ini tidak bisa

dilakukan oleh ahli laboratorium umum yang secara rutin hanya mengecek

darah dan urin yang disarankan oleh dokter (Anies, 2006).

Manfaat Biomonitoring

Manfaat biomonitoring antara lain:

Biomonitoring menyediakan informasi yang dapat digunakan dalam

berbagai cara.

Data ini mendeteksi zat mana yang terdapat di lingkungan dan

kadarnya, bagaimana kadar dapat berubah dan bagian mana pada

populasi memiliki paparan tinggi terhadap zat tertentu.

Sebagai hasil dari pemahaman ini berupa:

Mengetahui keefektifan tahap yang diambil untuk mengurangi

paparan.

Mengidentifikasi penelitian baru.

Membantu dokter mendiagnosis dan penatalaksanaan pada kasus

dengan paparan tinggi yang tidak biasa terhadap suatu zat tertentu.

Risiko Paparan Zat Kimia

Suatu zat kimia yang ditemukan dalam tubuh mengandung risiko

yang dipengaruhi oleh:

Besarnya, rangkaian waktu, dan rute (proses pencernaan, pernapasan

atau kontak kulit) paparan.

Tingkat/dosis toksiknya, bilamana efek buruk dihubungkan dengan

jenis paparan.

Page 5: Penda Hulu An

5

Risiko dapat terjadi bilamana seseorang:

Sangat tidak terlindungi dalam waktu singkat.

Kurang terlindungi untuk waktu yang lama.

Tidak terlindungi dari tingkat yang lebih rendah dari suatu senyawa

dengan tingkat keberacunan yang tinggi.

Pengetahuan tentang tingkat keberacunan dan ciri-ciri paparan

penting untuk menduga risiko yang mungkin terjadi. Biomonitoring hanya

menyediakan satu bagian dari data yang dibutuhkan untuk menjaga risiko,

tidak bisa digunakan sebagai pengganti dari risiko (Anies, 2006).

Sayangnya, bilamana individu tidak mengerti batasan

biomonitoring dalam menyediakan informasi mengenai risiko, mereka

mungkin mengambil langkah untuk mengurangi paparan. Namun

sebenarnya bukannya mengurangi risiko tapi malah menambah risiko

totalnya, contoh: ibu yang sedang menahan diri untuk memberikan ASI

ketika mengetahui sebuah zat kimia tertentu telah ditemukan pada air susu

mereka. Hampir pada semua kasus keuntungan dari pemberian ASI lebih

banyak daripada risiko yang mungkin terjadi dari zat kimia ini (Anies,

2006).

Dalam upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, maka

perlu diketahui perjalanan penyakit atau patogenesis penyakit tersebut,

sehingga kita dapat melakukan intervensi secara cepat dan tepat.

Patogenesis penyakit dapat digambarkan seperti dibawah ini:

Page 6: Penda Hulu An

6

Gambar 2.1 Simpul-Simpul BiomonitoringDikutip dari: Anies, Manajemen berbasis lingkungan.

Teori Simpul

Simpul 1 (Sumbernya)

Pengamatan, pengukuran, dan pengenalan sumber pencemar seperti

emisi kendaraan bermotor, sumber penyakit. Sumber penyakit merupakan

suatu keadaan organ tubuh didapati agen penyakit. Agen penyakit

merupakan komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan

penyakit baik melalui kontak secara langsung maupun melalui perantara

(Achmadi, 2008).

Beberapa contoh agen penyakit:

Agen Biologis: bakteri, virus, jamur, protozoa, amoeba.

Agen Kimia: logam berat (Timbal [Pb], merkuri [Hg]), polusi udara

(Iritasi: ozon [O3], nitrogenoksida [N2O], sulfurdioksida [SO2],

Asphyxiant: metana [CH4], karbonmonoksida [CO]), debu dan serat

(Asbestos, silicon), pestisida.

Agen Fisika: radiasi, suhu, kebisingan, dan pencahayaan.

Simpul 2 (Media Lingkungan)

Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit

karena dapat memindahkan agen penyakit. Komponen lingkungan yang

lazim dikena sebagai media transmisi adalah:

Page 7: Penda Hulu An

7

- Udara

- Air

- Makanan

- Hewan

- Manusia (secara langsung)

Simpul 3 (Tubuh Manusia)

Pemeriksaan terhadap tubuh manusia yang terpapar, pemeriksaan

yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah, urin, rambut, lemak,

jaringan, dan sputum (dahak) (Achmadi, 2008).

Simpul 4 (Dampak Kesehatan)

Dampak kesehatan yang terjadi pada manusia seperti toksisitas,

kanker paru-paru, kanker kulit, serta penderita penyakit menular

(Achmadi, 2008).

2.2 Biomarker Pada Toksisitas Logam Berat

Definisi Biomarker Pada Toksisitas Logam Berat

Biomonitoring meliputi analisis terhadap bioakumulasi, biotoksisitas,

dan biomarker logam. Perkembangan penelitian dalam bidang ekotoksikologi

diharapkan dapat mendeteksi adanya logam berat di perairan melalui

biomarker. Pendekatan biomarker memanfaatkan sistem biomolekuler

(Dianne, 1999).

Logam berat merupakan komponen alami dari kerak bumi dan toksik

telah diketahui manusia dan digunakan sebelumnya. Logam berat seperti

arsenik, timbal, kadmium, dan merkuri berbahaya bagi kesehatan manusia

dan kelangsungan kehidupan di lingkungan. Pencemaran logam berat

dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan baik pada

manusia, hewan, tanaman maupun lingkungan (Dianne, 1999).

Page 8: Penda Hulu An

8

Faktor Risiko Biomarker Pada Toksisitas Logam Berat

Survei yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Nasional dan Gizi

atau The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES

III) dari tahun 1988-1990 menemukan bahwa 0,4% dari orang yang

berusia satu tahun dan lebih tua memiliki tingkat darah 25µg/dL atau lebih

tinggi. Data juga mencatat bahwa di antara mereka yang berusia 1—5

tahun diperkirakan sebanyak 1,7 juta anak-anak memiliki tingkat darah

yang lebih besar dari 10µg/dL. Toksisitas plumbum (Pb) pada anak yang

disebabkan oleh konsumsi timah diyakini memberikan dampak pada lebih

dari 2 juta anak usia prasekolah di Amerika. Prevalensi toksisitas timbal

atau plumbum cukup tinggi pada penduduk Amerika-Afrika yang memiliki

ekonomi menengah ke bawah. Paparan arsenik dapat terjadi di luar bidang

industri karena kegunaannya sebagai rodentisida dan dapat bersifat letal.

Penggunaan kadmium dalam industri meningkat sejak

ditemukannya pada tahun 1817 oleh Stromyer. Bahan campuran yang

mengandung kadmium digunakan secara luas dalam pembuatan cat,

plastik, gelas, logam campuran, dan alat listrik (Soghoian, 2011).

Pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan

meningkatnya proses industrialiasasi di Indonesia. Sejak zaman

industrialisasi, merkuri menjadi bahan pencemar penggalian. Salah satu

penyebab pencemaran lingkungan oleh merkuri adalah pembuangan

tailing pengolahan emas yang diolah secara amalgamasi. Mereka mencari

emas menggunakan mesin sedot dengan demikian mengganggu hamparan

kanal dan alur sungai, serta meningkatkan jumlah tumpukan sedimen

(pengendapan bahan atau partikel yang terdapat di permukaan bumi). Pengolahan

emas menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dalam proses

amalgamasi (Trilianty, 2010).

Paparan logam berat meliputi sumber daya alam seperti tanah dan

bijih logam, proses industri, produk komersial, obat tradisional, makanan

Page 9: Penda Hulu An

9

yang terkontaminasi, dan produk herbal. Logam berat bersifat toksik dan

memapari tubuh kita melalui makanan, air minum, dan udara. Logam

menghasilkan toksik dengan membentuk kompleks senyawa yang seluler

yang mengandung sulfur, oksigen, dan nitrogen. Kompleks tersebut

menonaktifkan sistem enzim atau memodifikasi struktur protein yang

menyebabkan gangguan fungsi sel. Sistem organ yang paling sering

terkena dampaknya meliputi gastrointestinal (GI), kardiovaskular (CV),

hematopoietik, ginjal, dan sistem saraf perifer. Sifat dan tingkat keparahan

toksisitas berbeda tergantung pada jenis logam yang terlibat, tingkat

paparan, bahan kimia dan jenis ion (Anorganik atau organik), cara paparan

(akut atau kronik), dan usia manusia tersebut (Soghoian, 2011).

Toksisitas logam berat relatif jarang terjadi. Kegagalan untuk

mengenali dan mengobati toksisitas logam berat dapat menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Ensefalopati merupakan

penyebab utama kematian pada penderita dengan toksisitas logam baik

akut dan kronis (Soghoian, 2011).

Ras

Di Amerika Serikat, prevalensi tinggi pada toksisitas timbal terjadi

pada populasi Afrika−Amerika yang disebabkan oleh keterlambatan dalam

meniadakan sumber timbal (logam berat) dari lingkungan di daerah sosial

ekonomi rendah (Soghoian, 2011).

Jenis Kelamin

Jenis pekerjaan dengan paparan logam berat yang dominan

melibatkan jenis kelamin tertentu yang dihubungkan dengan angka

tertinggi terhadap paparan dalam jenis kelamin itu (Soghoian, 2011).

Usia

Umumnya, anak-anak lebih rentan terhadap efek racun dari logam

Page 10: Penda Hulu An

10

berat dan lebih rentan terhadap paparan yang tidak disengaja (Soghoian,

2011).

Garam anorganik memasuki tubuh dengan cara menelan atau inhalasi.

Pada orang dewasa ± 10% dari dosis yang ditelan akan diabsorpsi.

Kasus inhalasi garam anorganik pada anak-anak terjadi 50% dari dosis

yang ditelan.

Prosentase timbal yang diserap meningkat dengan kekurangan zat

besi, kalsium, dan seng. Hal ini juga meningkat terutama pada diet

susu karena kandungan lemaknya tinggi.

Anak-anak dan bayi rentan terhadap keterlambatan perkembangan

sekunder pada toksisitas. Konsentrasi timbal dalam darah yang

diperoleh pada anak usia enam tahun sangat terkait terhadap kognitif

dan perkembangan perilaku daripada konsentrasi timbal dalam darah

diukur pada usia dua tahun.

Tabel 2.1 Prosentase Logam Yang Paling Umum Ditemukan

Jenis Logam Akut Kronik Konsentrasi Toksik

Arsenikic

Bismut

Kadmium

Merkuri

Mual, muntah, diare, nyeri saraf

Gagal ginjal, nekrosis tubular akut

Pneumonitis (asap oksida)

Menghirup : demam, muntah, diareGaram anorganik (konsumsi) : gastroenteritis kaustik

Diabetes, hipopigmentasi/hiperkeratosis, kanker : paru-paru, kandung kemih, enselopati

Difusi mioklonik, enselopati

Proteinurea, kanker paru-paru, osteomalacia

Mual, tremor, neurasthenia, sindrom nefrotik, hipersensitivitas

24-h urin : ≥50 µg/L urin atau 100 µg/g kreatinin

Tidak ada standar referensi yang jelas

Proteinuria dan/atau ≥15 µg/ g kreatinin

Latar Belakang paparan "normal" batas:10 mg / L (whole blood), 20 mg / L (24-h urin)

Dikutip dari : http://emedicine.medscape.com/article/814960-overview#a0101

Gejala Klinis Toksisitas Logam Berat

Page 11: Penda Hulu An

11

Toksisitas logam berat dapat menyebabkan gejala gangguan

saluran cerna, alopesia, dan perubahan mental (susah berkonsentrasi,

irritable, dan somnolen) (Trilianty, 2010).

Patofisiologi toksisitas logam berat tetap relatif konstan. Logam

berat mengikat oksigen, nitrogen, dan kelompok sulfhidril protein

sehingga terjadi perubahan aktivitas enzimatik. Afinitas logam pada

kelompok sulfhidril menyebabkan peran protektif dalam homeostasis

logam berat. Peningkatan sintesis protein mengikat logam sebagai respon

terjadinya peningkatan kadar sejumlah logam yaitu pertahanan utama

tubuh terhadap toksisitas. Sebagai contoh, metalloproteins yang

disebabkan oleh banyak logam. Molekul-molekul yang kaya ligan tiol

yang memungkinkan memiliki afinitas yang tinggi dalam mengikat

kadmium, tembaga, perak, dan seng. Protein lain yang terlibat baik dalam

transportasi logam berat dan ekskresi melalui pembentukan ligan yang

ferritin, transferin, albumin, dan hemoglobin (Soghoian, 2011).

Pembentukan ligan merupakan dasar dari banyak pengangkutan

logam berat keseluruh tubuh, beberapa logam dapat bersaing dengan logam

terionisasi seperti kalsium dan seng yang bergerak melalui saluran

membran dalam bentuk ion bebas. Sebagai contoh, timbal mengikuti jalur

kalsium dalam tubuh, sehingga terjadi deposisi dalam tulang dan gingiva

(Soghoian, 2011).

Sistem organ yang paling sering terlibat yaitu sistem saraf pusat

(SSP), sistem saraf perifer, gastrointestinal, hematopoietik, ginjal, dan

kardiovaskular. Pada tingkat lebih rendah, toksisitas melibatkan sistem

muskuloskeletal dan reproduksi. Sistem organ yang terkena dan keparahan

toksisitas bervariasi sesuai dengan logam berat terlibat, kronisitas dan

tingkat paparan, dan usia manusia (Soghoian, 2011).

Senyawa arsenik terbagi di tiga bagian oksidasi: arsenik trivalen,

arsenik pentavalen, dan arsenik unsur. Arsenik memiliki kandungan 10kali

lebih toksik dari arsenat, unsur tidak beracun. Arsenik terbagi dalam tiga

Page 12: Penda Hulu An

12

bentuk kimia: organik, anorganik gas, dan arsine. Arsenik organik

memiliki toksisitas sedikit lebih akut dibanding arsenik anorganik dan gas

arsine yang beracun. Paparan arsenik terutama terjadi saat konsumsi tetapi

bilamana terhirap atau terserap melalui kulit dapat juga terjadi. Arsenik

terjadi secara alami dalam makanan laut sebagai senyawa organik beracun

seperti arsenikobetaine yang dapat menyebabkan kadar arsenik pada urin

tinggi (Ibrahim, 2006).

Dosis yang mematikan arsenik anorganik ± 0,6mg/kg. Setelah

penyerapan, arsenik anorganik akan cepat mengikat hemoglobin dalam

eritrosit. Arsenik darah didistribusikan dengan cepat (Dalam waktu 24

jam) akan ke hati, ginjal, jantung, paru-paru, dan untuk tingkat yang lebih

rendah menuju sistem saraf, saluran pencernaan, dan limpa. Arsenik

mengalami proses bio-methylation hati untuk membentuk asam

monomethylarsonic dan dimethylarsinic yang memiliki toksisitas kurang

akut. Sejumlah kecil arsenik anorganik juga diekskresikan tidak berubah.

Sekitar 50% dari arsenik yang tertelan dapat dieliminasi dalam urin dalam

tiga sampai lima hari dengan jumlah residu yang tersisa di keratin yang

kaya akan jaringan seperti kuku, rambut, dan kulit (Ibrahim, 2006).

Dalam toksisitas arsenik akut, gambaran klinis yang pada awalnya

terjadi pada saluran pencernaan, seperti mual, muntah, sakit perut, dan

diare berdarah. Syok hipovolemik dapat terjadi dalam kasus yang berat

sebagai akibat dari kerusakan endotel. Kelainan hematologi termasuk

depresi sumsum tulang, pansitopenia, anemia, dan basophilic stippling

biasanya akan muncul dalam waktu empat hari dari inhalasi besar

(Ibrahim, 2006).

Perpanjangan interval QT dan aritmia ventrikel pada pemeriksaan

elektrokardiografi (EKG) seperti torsade de pointes dapat terjadi beberapa

hari setelah gejala di saluran pencernaan mulai membaik. Manifestasi

neurologis termasuk neuropati perifer distal simetris dengan gejala mati

rasa di tangan dan kaki (Ibrahim, 2006).

Page 13: Penda Hulu An

13

Perubahan dermatologik termasuk hiperpigmentasi dan keratosis

pada telapak tangan dan telapak kaki. Kuku tampak seperti tali putih

melintang yang dikenal sebagai garis Mees. Garis Mees adalah hasil dari

gangguan matriks kuku dapat dilihat pada toksisitas akut dan kronis, dan

tidak spesifik untuk arsenik. Gejala klinis tidak tampak jelas sampai

beberapa minggu dan tidak selalu menjadi manifestasi pada semua

penderita. Pengaruh terhadap kardiovaskular termasuk peningkatan insiden

hipertensi dan penyakit pembuluh darah perifer (Ibrahim, 2006).

Wabah sporadis gangren pembuluh darah perifer dikenal sebagai

penyakit kaki hitam telah terjadi di Taiwan dan telah dikaitkan dengan

kadar arsenik yang tinggi pada air minum. Paparan arsenik kronis

dikaitkan dengan berbagai keganasan termasuk kulit, paru-paru, hati,

kandung kemih, dan ginjal (Ibrahim, 2006).

Gambar 2.2 Toksisitas Arsenik dan Garis MeesDikutip dari : R. Pascuzzi, MD, Indianapolis, IN.

Manifestasi dari toksisitas unsur merkuri memiliki variabilitas yang

besar tergantung pada kronisitas paparan. Toksisitas akut dapat

bermanifestasi dalam beberapa jam dari paparan besar pada gangguan

Page 14: Penda Hulu An

14

saluran pencernaan, menggigil, lemah, batuk, dan dispnu, pada kasus yang

parah terjadinya sindrom gangguan pernapasan dewasa dan gagal ginjal.

Toksisitas kronis merkuri dapat berkembang dalam jangka waktu minggu

ke bulan, tergantung pada tingkat paparan. Gejala awal biasanya meliputi

gangguan saluran pencernaan, sembelit, nyeri perut, dan nafsu makan yang

buruk, dan dapat menyerupai penyakit akibat virus. Gejala lain siantaranya

mulut kering, sakit kepala, dan nyeri otot. Hasil paparan yang kronis dalam

dua sindrom klinis yang berbeda, acrodynia dan erethism. Dikenal sebagai

penyakit merah muda, sindrom Feer, penyakit Feer-Swift, eritroderma, dan

tangan kaki seperti daging sapi mentah (Ibrahim, 2006).

Acrodynia merupakan kompleks gejala yang terjadi pada toksisitas

kronis dalam unsur merkuri dan anorganik. Hal ini lebih sering terjadi

pada bayi dan anak-anak, tetapi telah dilaporkan telah menyerang pada

orang dewasa. Karakteristik yang didapat diantaranya berkeringat,

hipertensi, takikardia, pruritus, kelemahan, lemah otot, insomnia,

anoreksia, eritematosa, ruam pada telapak tangan, dan telapak kaki. Pada

oral ditemukan kemerahan, gusi bengkak, ulserasi mukosa, dan

kemungkinan kehilangan gigi (Ibrahim, 2006).

Dengan mekanisme yang tidak diketahui, merkuri dapat

mengakibatkan kelemahan proksimal terutama melibatkan gelang panggul

dan dada. Penderita dengan kasus toksisitas merkuri sering mengalami

perubahan kepribadian karakteristik yang disebut erethism kolektif.

Penderita-penderita ini menunjukkan kehilangan memori, mengantuk,

menyendiri, lesu, depresi, dan mudah tersinggung. Temuan lain yang

umum dalam toksisitas merkuri adalah inkoordinasi dan terjadinya tremor

motorik halus terutama pada tangan. Erethism mungkin seperti sindrom

Parkinson yang melibatkan ganglia basalis dan serebelum meskipun

hubungannya belum dapat ditunjukkan dengan jelas (Ibrahim, 2006).

Page 15: Penda Hulu An

15

Gambar 2.3 Acrodynia karena unsur merkuri.Dikutip dari : D. Rusyniak, MD, Indianapolis, IN

Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Toksisitas Sistem Saraf Pusat

Dikutip dari : Kumpulan Kuliah Farmakologi

Penatalaksanaan Toksisitas Logam Berat

Penatalaksanaan pada penderita dengan toksisitas logam berat

difokuskan pada sistem organ saraf pencernaan, hematologi, dan ginjal.

Mual, muntah, diare, dan nyeri perut merupakan ciri khas dari inhalasi

Page 16: Penda Hulu An

16

logam berat akut. Dehidrasi merupakan gejala yang umum terjadi.

Ensefalopati, kardiomiopati, disritmia, nekrosis tubular akut, dan asidosis

metabolik termasuk dalam gejala toksisitas akut pada kadar paparan logam

yang paling tinggi (Ibrahim, 2006).

Toksisitas logam berat kronis memiliki dampak langsung terhadap

sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf perifer. Paparan logam berat

kronis meliputi anemia, garis Mees (Garis hipopigmentasi horisontal di

semua kuku), dan temuan neurologis halus. Gejala ini memberikan

kecurigaan toksisitas logam berat (Ibrahim, 2006).

Penatalaksanaan awal pada toksisitas arsenik yaitu dengan

menjauhkan dari sumber paparan. Tindakan resusitasi merupakan hal yang

paling penting pada penderita dengan toksisitas yang berat. Resusitasi

merupakan perawatan suportif yang baik dan penting. Pastikan patensi

jalan nafas dan berikan perlindungan, memberikan ventilasi mekani,

disritmia yang tepat, menggantikan cairan dan elektrolit (apabila

kehilangan cairan yang signifikan dan memerlukan rehidrasi agresif), serta

memantau dan mengobati gejala dari disfungsi organ. Kelasi dengan

dimercaprol atau suksimer (2,3-asam dimercaptosuccinic, DMSA)

mempertimbangkan pada penderita dengan gejala peningkatan arsenik.

Tindakan hemodialisis perlu pertimbangan terhadap penderita yang

mengalami gagal ginjal (Ibrahim, 2006).

Menjauhkan penderita dari sumber paparan toksik merupakan salah

satu tindakan intervensi. Unsur merkuri memiliki paparan toksisitas yang

minimal ketika dicerna dan memiliki paparan yang kecil untuk

dekontaminasi saluran pencernaan (Ibrahim, 2006).

Penatalaksanaan kelasi dengan memberikan molekul yang dapat

mengikat ion logam membentuk kompleks netral dan diekskresikan oleh

ginjal. Tujuan terapi kelasi adalah untuk mengurangi kadar logam berat

dalam tubuh. Beberapa unsur yang tersedia, yang paling sering dikutip

termasuk succimer, dimercaprol, dan D-penisilamin. Terapi kelasi

Page 17: Penda Hulu An

17

membutuhakan waktu beberapa bulan tergantung pada kandungan merkuri

dalam tubuh. Kegunaan terapi kelasi masih belum jelas dikarenakan

kurangnya penelitian yang menunjukkan manfaat jangka panjang pada

penderita yang diobati dengan terapi ini (Soghoian, 2011).

2.3 Biomarker Toksisitas Karbonmonoksida

Definisi Toksisitas Karbonmonoksida

Karbon monoksida (CO) merupakan gas tidak berbau, tidak

berwarna, tidak berasa dan tidak mengiritasi. Gas CO biasanya sering

ditemukan di industri. Gas ini merupakan hasil pembakaran tidak

sempurna dari kendaraan bermotor, alat pemanas, peralatan yang

menggunakan bahan api dari karbon dan nyala api (seperti tungku kayu),

asap dari kereta api, pembakaran gas, asap dan tembakau. Sumber yang

paling umum berupa residu pembakaran mesin (Hadiyani, Murti. 2006).

Faktor Risiko Toksisitas Karbonmonoksida

Paparan gas CO mudah terjadi, khususnya di kota-kota besar

dengan tingkat lalu lintas kendaraan bermotor yang sangat tinggi. Pekerja

yang sering menghirup asap kendaraan bermotor, mempunyai risiko tinggi

toksisitas gas CO, diantaranya mekanik bengkel dan petugas lalu lintas,

para pekerja di penambangan, pekerja kimia, dan operator mesin-mesin

berat yang menanggung risiko terbesar (Koeman, J.H. 1987).

Penggunakan bahan bakar seperti alat pemanas dengan

menggunakan minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas

air, dan alat pembuangan hasil pembakaran yang dapat menghasilkan

karbonmonoksida. Pembuangan asap mobil mengandung 9%

karbonmonoksida (Koeman, J.H. 1987).

Asap rokok juga mengandung gas CO. Pada orang dewasa yang

tidak merokok biasanya terbentuk karboksi hemoglobin tidak >1% tetapi

Page 18: Penda Hulu An

18

pada perokok yang berat biasanya lebih tinggi yaitu 5—10%. Pada ibu

hamil yang merokok dapat membahayakan janinnya.

Gambar 2.4 Paparan karbonmonoksida dari pabrik

Dikutip dari: Stoker dan Seager (1972).

Paparan gas CO sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia

karena gas itu akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan

hemoglobin dalam darah. Gas CO akan mengalir ke dalam jantung, otak,

serta organ vital. Ikatan antara CO dan hemoglobin membentuk

karboksihemoglobin yang jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan

ikatan antara oksigen dan hemoglobin (Anonima, 2005).

Efek dari toksisitas CO adalah sebagai berikut:

Pertama, oksigen tidak dapat berikatan baik dengan molekul

hemoglobin, sehingga kadar oksigen dalam darah akan berkurang

secara fisiologis. Oksigen berperan pada metabolisme sel (Anonima,

2005).

Kedua, gas CO akan menghambat komplek oksidasi sitokrom. Hal ini

menyebabkan respirasi intraseluler menjadi kurang efektif. Respirasi

Page 19: Penda Hulu An

19

intraseluler secara fisiologis lebih efektif dan tidak menghambat

kompleks oksidasi sitokrom yang dapat membahayakan tubuh

(Anonima, 2005).

Ketiga, CO dapat berikatan secara langsung dengan sel otot jantung

dan tulang. Efek dapat terjadi toksisitas secara langsung terhadap sel-

sel tersebut dan menyebabkan gangguan pada sistem saraf (Anonima,

2005).

Toksisitas biasanya terjadi di rumah akibat dari kebakaran rumah.

Pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar juga merupakan penyebab

utama kasus non-fatal toksisitas CO disengaja. Sebagai perbandingan,

toksisitas yang paling disengaja disebabkan oleh knalpot kendaraan

bermotor, yang mewakili sekitar 6,4% dari kasus bunuh diri. Munculnya

catalytic converter di mobil dapat menyebabkan penurunan efektivitas

metode bunuh diri. Penelitian ini menggambarkan dampak tersembunyi

toksisitas CO dan menurut data penelitian pada tahun 1970an lebih dari

40 kematian per tahun di Irlandia (Crowley D, 2003).

Pada kasus awal pemaparan CO pada para pekerja yang secara

langsung mendapatkan paparan gas CO mengalami tekanan darah sistolik

maupun diastolik yang lebih tinggi dibandingkan para pekerja yang tidak

terpapar gas CO pada tahun 1973 pernah diadakan suatu penelitian kepada

931 pekerja pabrik besi di negara Finlandia paparan gas CO dengan kadar

yang diperkirakan sekitar 72% dari sampel udara di dalam pabrik tersebut

yang terus dipantau sampai tahun 1993 (Meredith T, Vale A. 1988).

Toksisitas gas CO menyebabkan 1.500 kasus meninggal tiap

tahunnya, ditambah 10.000 kasus yang harus mendapat pertolongan medis

ditemukan di Amerika Serikat Hal ini disebabkan oleh gas CO tidak

memiliki warna, bau atau rasa dan setiap orang bisa toksisitas tanpa di

sengaja (Stewart RD, Hake CL. 1976).

Gas CO menyumbang lebih dari 480 kematian yang tidak disengaja

setiap tahun dari tahun 2001—2003 dan >15.000 kasus datang ke rumah

Page 20: Penda Hulu An

20

sakit disebabkan karena toksisitas CO. Sampai saat ini belum jelas berapa

banyak dari kunjungan ini yang berasal dari penderita anak-anak maupun

dewasa menurut penelitian World Health Organization (WHO) di

Amerika Serikat (Stewart RD, Hake CL. 1976).

Terdapat 27 kematian akibat paparan CO di lingkungan pada anak-

anak di bawah enam tahun, enam di antaranya karena karbon monoksida.

Pada kelompok usia 6—12, ada 16 korban jiwa, tujuh yang karena karbon

monoksida menurut hasil statistik tahun 2004 dari Poison Control hotline

(Stewart RD, Hake CL. 1976).

Sumber yang paling umum dari CO di Amerika Serikat berasal dari

mesin gas dengan jumlah 55% dari semua emisi CO. Sumber-sumber lain

termasuk kompor gas, minyak tanah dalam ruangan, backdraft dari

pemanas air gas, dan asap tembakau. Toksisitas CO terjadi selama musim

dingin ketika pemanas banyak yang digunakan. Paparan CO juga terjadi di

daerah yang berventilasi buruk pada setiap saat sepanjang tahun (Stewart

RD, Hake CL. 1976).

Gejala Klinis Toksisitas Karbonmonoksida

Gejala toksisitas gas CO tidak spesifik. Gejala toksisitas CO

ditimbulkan sama dengan gejala penyakit lain seperti sakit kepala, mual

dan pening seperti gejala flu. Tidak sedikit pada kasus ini di diagnosis

sebagai sindrom viral (Wichaksana, A. 2003)

Gas CO juga dapat berikatan secara langsung dengan sel otot

jantung dan tulang sehinga berhubungan langsung dengan sistim

kardiovaskular. Efek terjadinya toksisitas secara langsung terhadap sel-sel

menyebabkan gangguan pada sistem saraf, jantung dan otak yang berujung

pada kematian. Hal ini menyebabkan lebih banyak kasus yang tidak

dilaporkan akibat tidak dikenali gejalanya dan tidak terdiagnosis

dibandingkan yang dengan jumlah kasus yang berhasil ditangani

(Wichaksana, A. 2003).

Page 21: Penda Hulu An

21

Gas CO tidak mengiritasi tetapi membahayakan (Toksik), sehingga

gas CO disebut sebagai silent killer atau pembunuh diam-diam. Toksisitas

gas CO kurang dari 20% sehingga tidak menimbulkan gejala sama sekali

dan bilamana kadar COnya mencapai 20% dapat menimbulkan sesak nafas

(Hadiyani, M. 2006).

Pada umumnya, gejala klinik toksisitas gas CO dibedakan menjadi

empat golongan (Wichaksana, A. 2003), yaitu:

Toksisitas ringan dengan kadar CO 30% berupa sakit kepala

berdenyut di bagian pelipis akibat refleks vasodilatasi jaringan SSP

yang hipoksia (Wichaksana, A, 2003).

Toksisitas berat dengan kadar CO 30%-50% berupa tremor tidak

menetap, korea, spastik, distonia, kekakuan, bradikinesia (gerakan

pelan yang tidak normal), gangguan keseimbangan, gangguan fungsi

penglihatan, pendengaran, koma, dan kematian (Wichaksana, A,

2003).

Toksisitas akut mengakibatkan kematian segera karena ederma

menyeluruh pada jaringan otak. Hal ini menandakan kadar CO telah

mencapai 70%—89% (Wichaksana, A, 2003). 

Gangguan neuropsikiatri, dementia, psikosis, dan manik depresi. Hal

ini disebabkan oleh berubahnya fungsi membran akibat pejanan secara

terus menerus. Gejala toksisitas CO dapat timbul pada awal toksisitas

atau beberapa hari setelah masa penyembuhan. Kerusakan ini

merupakan hasil kombinasi keadaan hipoksia, hipoperfusi,

vasodilatasi, dan edema serebral yang menyebabkan penurunan

pasokan dan penggunaan glukosa sehingga timbul asidosis

(Wichaksana, A, 2003).

Tabel 2.3 Kadar CO Di Dalam Darah

Konsentrasi CO dalam darah Gejala-gejala

Kurang dari 20% Tidak ada gejala

Page 22: Penda Hulu An

22

20% Nafas menjadi sesak

30% Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernafasan

meningkat sedikit

30% – 40% Sakit kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat,

lemah, hilang daya koordinasi gerakan

40% - 50% Kebingungan makin meningkat, setengah sadar

60% - 70% Tidak sadar, kehilangan daya mengontrol faeces dan

urin

70% - 89% Koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian karena

kegagalan pernafasan

Dikutip dari: Stoker dan Seager (1972)

Pencegahan Toksisitas Karbonmonoksida

Pencegahan berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi 3 yaitu:

Pencegahan melalui sumber yang bergerak.

Pencegahannya seperti merawat mesin kendaraan bermotor agar

tetap baik, melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara

berkala dan memasang filter pada knalpot (Anonima, 2005).

Pencegahan melalui sumber yang tidak bergerak.

  Pencegahannya antara lain dengan cara memasang sc ruber  pada

cerobong asap, merawat mesin industri agar tetap baik dan lakukan

pengujian secara berkala dan menggunakan bahan bakar minyak atau

batu bara dengan kadar CO rendah (Anonima, 2005).

Pencegahan yang dilakukan oleh manusia.

Apabila kadar gas CO yang terkandung dalam udara telah melebihi

batas ambang (10.000ug/Nm udara dengan rata-rata waktu

pengukuran 24 jam) maka untuk mencegah dampak negatif, dapat

dilakukan upaya penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti masker

gas dan menutup atau menghindari tempat-tempat yang mengandung

Page 23: Penda Hulu An

23

CO seperti sumur tua dan goa (Anonima, 2005).

Penatalaksanaan Toksisitas Karbonmonoksida

Penatalaksanaan berupa tindakan suportif dan pemberian terapi

oksigen:

ABC (airway, breathing, circulation)

Dilakukan evaluasi dan terapi suportif jalan nafas.

Dilakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan

oksigenasi.

Diberikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat

erat ke wajah.

Catatan:

Waktu paruh eliminasi karboksihemoglobin (COHb) dalam serum

bila bernafas dengan udara bebas adalah 520menit berubah menjadi

80menit bila bernafas dengan oksigen 100%. Terapi oksigen

sebaiknya tidak dihentikan sampai gejala hilang dan kadar COHb

<10%.

Penggunaan natrium bikarbonat infus bila ada metabolik asidosis

(pH darah <7,1).

Pemeriksaan Laboratorium

Rutin: darah lengkap, glukosa, ureum/kreatinin/elektrolit, analisis

gas darah dengan kadar COHb.

Foto rontgen thoraks (pada cedera inhalasi yang berat, aspirasi

paru, bronkopneumonia dan edema paru)

Terapi antidotum.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weaver, 2002 menunjukan

bahwa tiga terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan dalam 24 jam

berhasil menurunkan risiko gejala kelainan kognitif dalam waktu

enam minggu dan 12 minggu setelah toksisitas gas CO. Keuntungan

Page 24: Penda Hulu An

24

dari terapi oksigenhiperbarik adalah untuk mencegah kerusakan yang

disebabkan oleh gas CO tetapi tidak menghasilkan gas tersebut.

Disposisi

Penderita dirujuk untuk melakukan terapi oksigen hiperbarik

dengan menghubungi tempat-tempat lokal yang memiliki sarana

terapi hiperbarik. Dengan keadaan penderita:

Seluruh penderita yang pingsan, kelainan neurologis dan

kelainan jantung dengan peningkatan kadar COHb.

Seluruh penderita dengan kadar COHb >25%

Ibu hamil dengan kadar COHB >10%

Iskemik myokardium

Gejala yang memburuk setelah pemberian terapi oksigen

Gejala yang menetap setelah terapi oksigen 100% selama

empat jam (temasuk kelainan test psikometer dan takikardia)

Dilakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan

oksigenasi.

Diberikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat

erat ke wajah.

Catatan:

Dengan terapi oksigen hiperbarik, waktu paruh eliminasi CO

berkurang menjadi 23 menit.

Penderita dirawat di ruangan penyakit dalam bila kadar COHb

<20%, berikan oksigen aliran tinggi 15L/menit melalui masker

minimal empat jam sampai kadar COHb kembali ke normal.

Penderita yang tanpa gejala dengan kadar COHb <20% jarang

sekali mengalami komplikasi dan dapat dipulangkan dari

emergency departement dengan nasihat untuk segera mencari

pertolongan medis bila muncul gejala sebagai berikut:

Kesulitan untuk bernafas atau sesak.

Nyeri dada atau rasa berat di dada.

Page 25: Penda Hulu An

25

Kesulitan untuk mengkoordinasikan tangan dan kaki.

Gangguan daya ingat

Sakit kepala atau pusing yang berkepanjangan.

Penderita yang dipulangkan harus dirujuk ke bagian psikiatri untuk

melakukan screening, neuropsikiatri karbonmonoksida untuk

mendeteksi deterioration.

Penderita harus diinformasikan untuk tidak merokok terlebih

dahulu selama 72 jam (Anonima, 2005).

2.4 Biomarker Pada Toksisitas Alkohol

Definisi Biomarker Pada Toksisitas Alkohol

Alkohol akan bersifat toksik jika tertelan dalam jumlah cukup

besar. Klasifikasi alkohol bersifat toksik terdiri dari isopropanol, metanol,

dan etilena glikol. Seseorang dikatakan menderita keracunan alkohol

ketika jumlah alkohol yang dikonsumsi orang tersebut menghasilkan

kelainan perilaku atau fisik. Tingkat alkohol juga dapat diukur dalam

darah.

Faktor Risiko Toksisitas Alkohol

Toksisitas alkohol merupakan hal yang umum pada masyarakat

modern, terutama karena ketersediaan secara luas. Lebih dari 8 juta orang

Amerika telah ketergantungan terhadap alkohol, dan ±15% dari populasi

dianggap beresiko. (Tjokroprawiro, 2007).

Toksisitas akut terhadap salah satu alkohol dapat menyebabkan

trauma pada pernafasan, aspirasi, hipotensi, dan kolaps kardiovaskuler.

Toksisitas dapat melewati saluran makanan, inhalan, dan lewat kulit

(Tjokroprawiro, 2007).

Etanol

Penggunaan kronik terhadap ethanol menyebabkan cidera pada

hati dan gastrointestinal. Coma, pingsan, trauma pernafasan,

Page 26: Penda Hulu An

26

hipotermia, dan kematian dapat terjadi akibat keracunan etanol akut.

Pecandu alkohol kronis serta anak-anak memiliki risiko hipoglikemia.

Isopropanol, Metanol, dan Etilena Glikol

Pada tahun 2007, sebanyak 447 kasus ingesti isopropanol

dilaporkan ke Pusat Pengendalian Racun Amerika Serikat (AS). Dari

jumlah tersebut didapatkan 36 penderita diklasifikasikan sebagai

morbiditas terparah dengan satu penderita meninggal. Pada tahun

yang sama didapatkan 2.252 kasus metanol dan 5.395 kasus etilen

glikol. Dari jumlah tersebut kasus toksisitas dengan metanol, 26

penderita diklasifikasikan memiliki tingkat kecacatan terparah dan 11

penderita meninggal. Penderita dengan kasus toksisitas etilena glikol

sebanyak 135 penderita diklasifikasikan sebagai memiliki tingkat

kecacatan terparah dan 16 penderita lainnya mengalami kematian.

Toksisitas utama terhadap isopropanol adalah trauma sistem

saraf pusat (SSP). Manifestasi SSP meliputi kelesuan, ataksia, dan

koma. Isopropanol dapat menyebabkan iritasi pada saluran

pencernaan. Gejala nyeri perut, gastritis hemoragik, dan muntah dapat

diamati. Isopropanol tidak menyebabkan asidosis metabolik.

Toksisitas terhadap metanol menyebabkan asidosis metabolik

serta anion format (asam formiat). Mata merupakan lokasi utama

pada toksisitas organ dan tahap selanjutnya dari keracunan metanol

yang parah terhadap perubahan spesifik yang terjadi pada ganglia

basal. Pankreatitis merupakan gejala yang timbul setelah konsumsi

metanol. Hiperventilasi terjadi sebagai mekanisme kompensasi untuk

melawan asidosis tersebut.

Sebagian besar asidosis metabolik terjadi dikarenakan asam

glikolat. Bentuk morbiditas terjadi ketika oksalat bergabung dengan

kalsium hingga menyebabkan kristal oksalat dengan bentuk kalsium

dan akan menumpuk di tubulus ginjal proksimal sehingga

menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Hypocalcemia dapat pula terjadi

Page 27: Penda Hulu An

27

dan menyebabkan koma, kejang, dan disritmia. Kristal kalsium

oksalat tidak hanya di ginjal tetapi juga terdapat pada organ termasuk

otak, jantung, dan paru-paru.

Usia

Toksisitas etanol terjadi pada remaja hingga dewasa yang lebih

tua. Dosis toksik untuk dewasa adalah 5 mg/dL, sedangkan dosis

toksik pada anak adalah 3 mg/dL. Anak-anak berada pada risiko lebih

tinggi mengalami hipoglikemia setelah konsumsi etanol daripada

risiko terhadap orang dewasa.

Gejala Klinis Toksisitas Alkohol

Gejala awal yang timbul setelah keracunan metanol seperti sakit

kepala, pusing, mual, koordinasi terganggu, kebingungan dan pada dosis

yang tinggi tidak sadarkan diri, dan kematian. Akumulasi asam format

pada saraf optik dapat menyebabkan penglihatan kabur. Hilangnya

penglihatan secara total dapat disebabkan oleh berhentinya fungsi

mitokondria pada saraf optik. Demielinisasi saraf optik juga dapat terjadi

karena penghancuran myelin oleh asam format. Akumulasi asam format

dalam darah dapat menyebabkan asidosis metabolik.

Interval antara masuknya toksik sampai timbulnya gejala

berhubungan dengan volume metanol yang tertelan. Kadar metanol

dalam darah mencapai puncaknya setelah 30—90 menit. Dosis letal

minimal adalah 1mg/kgbb. Asidosis merupakan faktor primer dari

toksisitas metanol dan depresi dari sistem saraf pusat adalah faktor

sekunder.

Ketika metabolisme metanol telah berlangsung asidosis metabolik

dengan anion gap yang berat akan terjadi. Asidosis metabolik yang berat

berhubungan dengan gangguan penglihatan merupakan tanda dari

keracunan metanol. Penderita biasanya mengalami penglihatan kabur,

penglihatan ganda, dan perubahan dari persepsi warna. Bisa juga terjadi

Page 28: Penda Hulu An

28

pengecilan lapang pandang dan terkadang kehilangan penglihatan secara

total. Tanda khas dari disfungsi penglihatan termasuk dilatasi pupil dan

hilangnya reflek pupil.

Tanda dan gejala lebih lanjut dapat terjadi pernafasan dangkal,

sianosis, takipnu, koma, kejang, gangguan elektrolit dan perubahan

hemodinamik yang bervariasi termasuk hipertensi dan cardiac arrest.

Penderita yang bertahan dapat menderita gejala sisa seperti kebutaan

yang permanen atau defisit neurologis yang lain.

Penatalaksanaan Toksisitas Alkohol

Hasil pemeriksaan fisik pada toksisitas alkohol biasanya tidak

spesifik. Merupakan hal yang sangat perlu untuk menentukan kadar

metanol dalam darah secepat mungkin bila diduga suatu toksisitas

metanol.

Kadar metanol >50 mg/dL merupakan indikasi mutlak untuk

hemodialis dan pengobatan dengan etanol meskipun kadar format dalam

darah merupakan indikasi yang lebih baik. Hasil laboratorium tambahan

termasuk asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap dan osmolar

gap.

Penatalaksanaan pertama untuk toksisitas metanol, seperti pada

keadaan kritis ialah untuk membebaskan jalan nafas, bila perlu dengan

trakeotomi. Muntah dapat dibuat pada pasien yang tidak koma, tidak

mengalami kejang, dan tidak kehilangan refleks muntah. Bila salah satu

kontraindikasi ini ada maka harus dilakukan intubasi endotrakeal dan

bilasan lambung dengan selang berdiameter besar setelah saluran nafas

terlindungi

Ada tiga cara yang spesifik untuk toksistas metanol berat,

penekanan metabolisme oleh alkohol dehidrogenase untuk pembentukan

produk-produk toksiknya, dialisis untuk meningkatkan netralisir metanol,

serta alkalinasi untuk menetralkan asidosis metabolik.

Page 29: Penda Hulu An

29

Alkalinasi adalah penatalaksanaan paling lama dipakai bertujuan

untuk mengatasi asidosis metabolik dan diperlukan dosis yang sangat

besar dari sodium bikarbonat. Karena sistem-sistem yang bergantung

pada folat bertanggung jawab dalam oksidasi pembentukan asam format

menjadi karbondioksida pada manusia, sehingga dapat berguna untuk

memberikan asam folat kepada penderita-penderita toksisitas metanol.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Biomonitoring merupakan suatu teknik ilmiah untuk mengetahui

risiko bahan kimia alami dan sintetis terhadap manusia berdasarkan sampling

Page 30: Penda Hulu An

30

dan analisis jaringan individu dan cairan. Biomarker merupakan penanda

suatu peristiwa atau kondisi dalam sistem biologi dan memiliki ukuran

paparan, dampak, atau kerentanannya.

Prosedur dari biomonitoring terdiri atas: memilih apa yang akan

dimonitor (termasuk kapan dan dimana terjadinya), mengumpulkan contoh

jaringan, memutuskan zat kimia mana yang akan dipelajari serta dianalisis

diantara zat kimia dalam contoh yang dikumpulkan. Biomonitoring

menyediakan informasi yang dapat digunakan dalam berbagai cara. Data ini

mendeteksi zat mana yang terdapat di lingkungan dan kadarnya, bagaimana

kadar dapat berubah dan bagian mana pada populasi memiliki paparan tinggi

terhadap zat tertentu.

Teori simpul pada biomonitoring terdiri atas: simpul 1 (sumbernya),

simpul 2 (media lingkungan), simpul 3 (tubuh manusia), dan simpul 4

(dampak kesehatan). Risiko paparan toksisitas zat kimia yang ditemukan

dalam tubuh mengandung risiko yang dipengaruhi oleh: besarnya zat kimia

tersebut, rangkaian waktu, rute (proses pencernaan, pernapasan atau kontak

kulit) paparan, tingkat/dosis toksiknya (bilamana efek buruk dihubungkan

dengan jenis paparan).

3.2 Saran

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi

pokok bahasan dalam referat ini, tentunya masih banyak kekurangan dan

kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau

referensi yang ada hubungannya dengan judul ini. Penulis berharap para

pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun kepada

penulis demi sempurnanya referat ini dan penulisan referat di kesempatan

berikutnya. Semoga referat ini berguna bagi penulis pada khususnya dan para

pembaca pada umumnya.

30

Page 31: Penda Hulu An

31

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Universitas

Indonesia. Jakarta. 56 hal.

Page 32: Penda Hulu An

32

Anies. 2006. Manajemen berbasis Lingkungan. Elexmedia Komputindo. Jakarta.

20—21 hal.

Baldwin, Dianne R. and Marshall, William J. 1999. Heavy metal poisoning and its

laboratory investigation. Department of Clinical Biochemistry, King's

College Hospital. London. 34 hal.

Ibrahim, Danyal (dkk). 2006. Heavy Metal Poisoning: Clinical Presentations and

Pathophysiology. Department of Emergency Medicine. USA. 31 hal.

Lestarisa, Trilianty. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan

Merkuri (Hg) Pada Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI) Di Kecamatan

Kurun, Kabupaten Tengunung Mas, Kalimantan Tengah. Tesis. Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. 112 hal.

Soghoian, Samara. 2011. Heavy Metal Toxicity:

http://emedicine.medscape.com/article/814960-overview diunduh pada

tanggal 26 September 2012.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan

Kuliah Farmakologi. EGC. Jakarta. 286 hal.

Tjokroprawiro, A. 2007. Buku Ajar Ilmpu Penyakit Dalam. Airlangga Iniversity

Press. Surabaya.


Related Documents