Top Banner

of 32

Pencegahan Pencemaran (limbah batik)

Oct 16, 2015

Download

Documents

paper pencegahan pencemaran limbah batik
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    PENCEGAHAN PENCEMARAN

    PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI BATIK

    DISUSUN OLEH :

    NABILA AGNASIA D/1206202085

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS INDONESIA

    2014

  • 2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena berkat rahmat dan hidayah-

    Nya saya dapat menyelesaikan paper ini. Paper ini berisikan tentang pengolahan limbah industri

    batik yang banyak menjadi masalah di Indonesia. Selama ini, pengolahan limbah batik tidak

    terlalu dikenal oleh masyarakat padahal batik sudah menjadi ciri khas Indonesia dia mata dunia.

    Oleh kareana itu paper ini dibuat agar muncul ide-ide baru dari tunas penerus bangsa mengenai

    metode pengolahan industri batik.

    Terima kasih saya ucapkan kepada kedua orang tua yang sangat saya sayangi dan Pak

    Heri selaku pengampu mata kuliah pencegahan pencemaran yang telah membimbing saya

    selama pembuatan paper ini; teman-teman Departemen Teknik Kimia khususnya angkatan 2012

    yang selalu mendukung dan membantu proses penyelesaian paper ini; dan semua pihak yang

    terlibat dalam pembuatan paper yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu di sini.

    Semua ide dan isi dari karya ini terinspirasi dari keadaan masyarakat Indonesia dan saya

    bermaksud untuk meningkatkan kualitas lingkungan di Indonesia. Semoga paper ini akan

    bermanfaat bagi warga Universitas Indonesia pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada

    umumnya disamping sebagai salah satu tugas mata kuliah Pencegahan Pencemaran

    Depok, April 2014

    Penulis

  • 3

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar 1

    Daftar isi 2

    Bab I Pendahuluan

    1.1.Latar Belakang . 4

    1.2.Rumusan Masalah . 4

    1.3. Tujuan Penulisan 5

    1.4.Manfaat Penulisan . 5

    Bab II Tinjauan Pustaka

    2.1. Pengertian Batik 6

    2.2. Jenis Batik 6

    2.3. Proses Pembuatan Batik 7

    2.4. Pewarna Batik 8

    2.5. Dampak Limbah Industri Batik . 10

    Bab III Teknologi Pengolahan Limbah

    3.1. Penangan (minimisasi) Limbah Batik 12

    3.2. Pengolahan Limbah Cair Batik .. 13

    Bab IV Desain dan Perhitungan IPAL

    4.1. Desain IPAL Industri Batik . 17

    4.2. Perhitungan IPAL Industri Batik 18

    BAB V Hasil Pengolahan Limbah

    5.1. Baku Mutu Limbah .. 28

  • 4

    5.2. Perbandingan hasil pengolahan

    dengan baku mutu .. 29

    BAB VI Kesimpulan dan Saran

    6.1. Kesimpulan 30

    6.2. Saran 30

    Daftar Pustaka 31

  • 5

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Batik merupakan salah satu warisan kebudayaan Indonesia yang sudah terkenal akan

    keunikannnya dimata Internasional. . Batik dari Indonesia mendapat pengakuan sebagai Warisan

    Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible

    Heritage of Humanity) dari UNESCO sejak tahun 2 Oktober 2009. Sejak diakui oleh dunia

    internasional itulah mata dunia makin tertuju pada Indonesia sebagai penghasil batik. Sebenarnya

    sudah sejak beberapa tahun kebelakang, bahkan sebelum batik diakui oleh UNESCO, proses

    pembuatan batik mulai berkembang pesat sehingga metode pembuatan batik semakin

    berkembang dengan menawarkan semua kelebihan dan kekurangannya. Dengan adanya beberapa

    metode yang dapat diterapkan dalam pembuatan batik itulah yang menjadi acuan dalam

    membuat sebuah industri pembuatan batik. Pengakuan secara internasional pun akhirnya

    memaksa industri pembuatan batik untuk makin berkembang dan membenahi diri dalam upaya

    untuk meningkatkan kualitas batik yang dihasilkannya.

    Faktanya ada wajah kelam dari indahnya batik Indonesia yakni limbah cair yang dihasilkan

    industri batik. Limbah air batik mengandung kandungan BOD dan COD yang diatas ambang

    batas yang ditentukan KepMen LH No.51/MENLH/10/1995. Kandungan BOD dan COD dari

    limbah tekstil yang dilaporkan oleh sekitar yang berada diatas ambang batasnya yaitu 60 mg/L

    dan 150 mg/L. Melihat tingginya parameter air limbah dari hasil industri batik, maka diperlukan

    adanya suatu instalasi penanganan air limbah (IPAL) untuk mengurangi dampak negatif dari

    limbah tersebut.

    1.2. Rumusan masalah

    Proses produksi batik dapat menimbulkan bahaya baik bagi lingkungan maupun bagi

    manusia karena manusia tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan. Prinsip dalam pengelolaan

  • 6

    lingkungan adalah meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang

    terjadi. Untuk mengeliminasi dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif, setiap

    kegiatan pembangunan harus ditelaah aspek kelayakan lingkungannya. Maka pada paper mata

    kuliah pencegahan pencemaran ini dibuat dalam rangka menjawab pertanyaan yang menjadi

    rumusan permasalahan yaitu:

    Bagaimana sistem IPAL yang cocok untuk pengolahan limbah industri batik?

    Bagaimana desain IPAL yang paling efisien dan efektif dalam mengolah limbah dari industri

    batik?

    1.3. Tujuan Penulisan

    Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk memberikan suatu desain sistem IPAL

    dengan harapan agar dapat digunakan untuk mengolah limbah industri batik dan tekstil

    1.4. Manfaat Penulisan

    Manfaat dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan limbah

    industri batik dan untuk mengetahui rancangan dari setiap unit IPAL yang dapat menghasilkan

    pengolahan dengan nilai efisiensi dan efektivitas yang tinggi

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pengertian Batik

    Batik merupakan salah satu warisan kebudayaan Indonesia yang sudah terkenal akan

    keunikannnya dimata Internasional. Batik sendiri memiliki definisi yang telah disepakati pada

    Konvensi Batik di Yogyakarta tahun 1997 sebagai proses penulisan gambar atau ragam hias pada

    media apapun dengan menggunakan lilin batik (wax/malam) sebagai alat perintang warna. Lilin

    batik merupakan bahan yang dipakai untuk menutup permukaan kain menurut gambar motif kain

    sehingga permukaan yang tertutup tersebut tidak terwanai saat dilakukan pewarnaan. Kata

    batik sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti menulis dan titik yang bermakna titik.

    2.2. Jenis Batik

    Batik memiliki beberapa jenis yang dibedakan berdasarkan cara pembuatannya yaitu batik

    tulis dan batik cap. Batik tulis adalah jenis batik yang cara pembuatannya paling konvensional

    dan paling pertama ditemukan. Batik tulis dapat dibuat pada skala industri kecil sampai

    menengah. Corak pada batik tulis dibuat dengan cara menggambar corak dengan tangan

    menggunakan canting yang diisi dengan malam (lilin). Batik jenis ini memakan waktu

    pembuatan sekitar 2-3 bulan tergantung tingkat kerumitan corak serta panjang media yang

    digunakan. Disebabkan karena waktu pembuatan yang lama dan kerumitannya tersebut batik

    tulis memiliki harga pasaran yang lebih tinggi namun memiliki ciri khas serta keunikan

    tersendiri. Keunikan yang dimaksud disini adalah kemungkinan corak pada batik tersebut hanya

    dibuat untuk satu batik saja sehingga dapat dikatakan sebagai limited edition.

    Seiring waktu berjalan makin banyak metode untuk membuat batik, salah satu jenisnya

    adalah batik cap. Batik cap banyak diterapkan pada industri menengah dan industri besar. Pada

    jenis ini corak batik dibuat dengan mencetak corak sesuai dengan cetakannya sehingga tidak

    perlu ditulis dengan tangan. Batik cap memiliki efisiensi dalam proses pengerjaannya maka tidak

    diperlukan waktu yang lama untuk membuat satu helai kain batik. Efisiensi ini ditunjang dengan

  • 8

    skala pembuatannya yang berada pada skala industri besar yang membuat semakin banyaknya

    batik yang dihasilkan pada selang waktu tertentu. Efisiensi dari proses pembuatan tersebut juga

    menyebabkan harga batik cap terbilang jauh lebih murah dibandingkan dengan batik tulis.

    Dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh batik cap membuat industri batik cap makin marak

    di Indonesia.

    2.3. Proses Pembuatan Batik

    Proses pembuatan batik secara garis besar untuk tiap jenis batik adalah sama yaitu meliputi

    3 tahapan yakni pemberian lilin(malam) pada media, pewarnaan, dan pelepasan malam dari

    media. Apabila dilihat dari segi jenis batik, proses pembuatan batik hanya memiliki perbedaan

    pada tahap pemberian lilin selebihnya secara garis besar adalah sama.

    A. Pemberian lilin (malam)

    Sebelum tahap ini dilakukan, proses pembuatan batik diawali dengan menyiapkan

    bahan/media dari proses pembatikan. Media yang digunakan untuk membatik biasanya

    merupakan kain mori. Kain mori adalah bahan baku kain batik yang terbuat dari kain sutera.

    Selanjutnya untuk jenis batik tulis dapat dilakukan proses penggambaran pola atau sketsa

    dari corak batik yang akan ditulis di atas kain. Pada batik cap proses penggambaran pola

    tidak ada karena seperti yang diketahui bahwa jenis ini memiliki cetakan tersendiri yang

    memberikan pola. Setelah corak pada batik tulis selesai digambar proses selanjutnya adalah

    memberikan lilin atau malam yang sudah dipanaskan pada sketsa corak tersebut. Pada batik

    tulis, lilin diberikan dengan menggunakan canting dan lilin diberikan pada semua sketsa

    corak yang sudah dibuat. Pada batik cap proses pemberian lilin dilakukan dengan

    mencelupkan cetakan corak pada wadah yang berisi lilin panas. Cetakan direndam kurang

    lebih 2 cm dibawah permukaan lilin panas kemudian cetakan diangkat dan cetakan ditekan

    pada kain sehingga corak pada cetakan muncul pada kain mori. Setelah semua corak pada

    batik tulis telah dilapisi lilin dan semua kain tertutupi corak dari cetakan pada batik cap,

    maka proses pembuatan dilanjutkan pada proses pewarnaan.

    B. Pewarnaan

  • 9

    Setelah lilin telah diberikan pada media maka proses dilanjutkan dengan pewarnaan

    media. Secara umum jenis pewarna yang digunakan pada proses pewarnaan batik dibagi

    menjadi 2 jenis yakni pewarna alami dan kimia yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan

    tiap batik yang dihasilkan. Proses pewarnaan diawali dengan memanaskan larutan pewarna

    agar tercampur dengan rata kemudian media batik dengan lilin dicelupkan pada pewarna

    panas tersebut. Proses pewarnaan batik dimulai dengan pewarnaan warna muda terlebih

    dahulu hal ini disebabkan apabila ada kesalahan dalam pewarnaan dapat dihilangkan

    warnanya dengan warna yang lebih tua. Setelah proses pewarnaan pertama dilakukan maka

    pewarna akan memberikan warna pada bagian yang tidak tertutupi dengan lilin dan bagian

    dengan lilin akan tetap tidak berwarna. Selanjutnya media batik dikeringkan dan kemudian

    dilakukan pemberian lilin pada bagian yang ingin dipertahankan warnanya. Pencelupan

    kedua pun dilakukan untuk memberikan warna yang lebih tua pada bagian-bagian yang

    dikehendaki. Proses pewarnaan kemudian dilakukan berulang-ulang hingga warna paling tua

    pada bagian tertentu dari media sudah diberikan dan motif warna yang diinginkan telah

    didapatkan. Setelah proses pewarnaan selesai maka media batik akan tertutupi dengan lilin

    sehingga harus dilakukan proses pelunturan lilin dari media yang akan dijelaskan pada

    tahapan berikutnya

    C. Pelepasan malam dari media batik

    Proses selanjutnya dari pembuatan batik adalah proses peluruhan lilin dari media.

    Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni antara lain adalah pengerikan malam

    dengan pisau, melumuri dengan bensin, media disetrika sehingga lilin meleleh, dan

    perebusan media. Pada pembuatan batik konvensional yang banyak digunakan adalah

    perebusan. Pada perebusan media direbus dalam air mendidih dan untuk mempercepat proses

    peluruhan dapat digunakan katalis yakni soda abu. Perbandingan jumlah soda abu yang

    dimasukkan per volum air yang digunakan adalah 1 sendok soda abu untuk tiap 10 liter air.

    Setelah semua lilin hilang, media dicuci kembali untuk menghilangkan residu lilin yang

    bersisa dan terakhir batik yang sudah jadi dijemur untuk mengeringkannya.

    2.4. Pewarna Batik

  • 10

    Batik yang dikenal masyarakat Indonesia awalnya hanya memiliki warna-warna natural

    seperti cokelat, merah bata, dan sebagainya namun seiring berkembanganya zaman sekarang

    dapat ditemukan batik dengan warna-warna yang tidak ditemukan di alam seperti merah jambu,

    biru, ungu dan sebagainya. Adanya perbedaan warna tersebut disebabkan adanya perbedaan jenis

    pewarna yang digunakan, yakni pewarna alami dan pewarna kimia. Pewarna alami adalah

    pewarna yang berasal dari bahan-bahan yang dapat ditemukan di alam, sedangkan pewarna

    kimia adalah pewarna yang dihasilkan dari proses sintesis dari bahan-bahan kimia yang dibuat

    industri pewarna. Pewarna alami pada industri batik dapat menggunakan lamtoro, andong

    Cordyline fruticosa (L) A. Cheval., sereh Cymbopogon citratus, daun katuk sauropus

    androgynus, bunga pacar air Impatiens balsamina, daun jati Tectona grandis L.f., jambu keling

    Syzygium cumini, dan sebagainya. Pewarna kimia yang banyak digunakan adalah Napthol dan

    garam Diazol sebagai pembangkit warna. Perbedaan pewarna alami dan pewarna kimia

    dijelaskan pada tabel sebagai berikut

    Tabel 1 diatas menjelaskan perbedaan antara pewarna alami dan kimia, dapat dilihat bahwa

    pewarna kimia memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan pewarna alami. Oleh karena itu

    industri batik sekarang lebih banyak menggunakan zat warna kimia dibandingkan alami terutama

    dilihat dari prinsip industri yang menekan biaya produksi serendah-rendahnya untuk

    menghasilkan untung besar.

    Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa industri batik lebih banyak menggunakan

    pewarna yang dinamakan naftol. Naftol sendiri merupakan turunan naftalen sehingga naftol

    merupakan jenis fenol dan larut dalam larutan basa. Struktur kimia dari naftol sangat mirip

    dengan pewarna azo namun perbedaannya adalah naftol tidak memiliki gugus sulfonik larut.

    Dalam pewarna naftol terdapat senyawa alizarin atau dihydroxyanthraquinone yaitu senyawa

    No Aspek Pembanding Pewarna Alami Pewarna Kimia

    1 Bahan Alami dari alam Bahan Kimia

    2 Jenis warna yang dihasilkan Sedikit Banyak

    3 Warna yang dihasilkan Tidak tegas Tegas

    4 Proses pembuatan Sulit Mudah

    5 Harga Mahal Murah

    Tabel 1. Perbandingan Pewarna alami dan kimia dari berbagai aspek pembanding

  • 11

    organik dengan rumus Cr14H8O4 yang telah digunakan sepanjang sejarah sebagai pewarna merah

    yang menonjol, terutama untuk pencelupan kain tekstil. (Permana,A.F. 2013). Bila menggunakan

    zat warna ini warnanya muncul saat didalam serat pada pencelupan dan merupakan hasil reaksi

    komponen senyawa naftol dengan senyawa diazonium. Zat warna naftol juga disebut ingrain

    colors karena terbentuk didalam serat dan tidak larut didalam air. Napthol yang banyak

    digunakan dalam industri batik antara lain adalah Napthol AS.G, Napthol AS.BO, Napthol AS,

    Napthol AS.BR, Napthol AS.D, Napthol AS.LB, Napthol AS.GR, Napthol AS.BS. Gambar

    berikut akan menjelaskan struktur kimia dari nafthol

    2.5. Dampak Negatif Limbah Industri Batik

    Dibalik warna-warni dari batik, industri batik atau tekstil merupakan penyumbang terbesar

    tiga dari komposisi air limbah di Indonesia. Limbah sendiri didefinisikan sebagai segala sesuatu

    buangan yang dihasilkan dari aktivitas mahluk hidup, sedangkan limbah cair atau air limbah

    adalah buangan dari aktivitas manusia yang berwujud cairan. Limbah dari industri batik

    didominasi berasal dari proses pencelupan dan penghilangan lilin yang berupa cairan. Limbah

    industri batik tersebut memiliki dampak negatif bagi manusia maupun lingkungan. Bahan

    pewarna batik yakni naftol memiliki senyawa alizarin yang mengandung unsur krom dan unsur

    inilah yang berbahaya bagi mahluk hidup.

    Krom adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr dan

    nomor atom 24. Kromium hasil industri batik dan kegiatan manusia lainnya sebagian besar akan

    berakhir di perairan atau tanah. Kromium dalam tanah akan melekat dengan partikel tanah

    sehingga menyebabkan krom tidak dapat bergerak, begitu pula pada perairan krom akan menjadi

    endapan dan hanya sebagian kecil yang pada akhirnya akan larut. Perairan akan menjadi keruh

    Gambar 1. Struktur kimia naftol ( sumber : www.iqac.csic.es )

  • 12

    dan berbau serta dapat membunuh organisme yang ada didalamnya. Apabila dikonsumsi manusia

    maka air itu akan menyebabkan berbagai penyakit mulai dari gatal-gatal, mual, hingga kanker.

  • 13

    BAB III

    TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH

    3.1. Penanganan (Minimisasi Limbah)

    Limbah yang dihasilkan oleh industri batik harus diolah terlebih dahulu sebelum dapat

    dibuang ke lingkungan. Sebelum dilakukan tindakan pengolahan limbah ada baiknya dilakukan

    upaya untuk meminimalisasi pengeluaran limbah. Minimalisasi limbah sebenarnya lebih

    menguntungkan dibandingkan mengolah limbah karena dengan melakukan minimalisasi, suatu

    industri dapat mengurangi ongkos produksi, karena biaya untuk pengolahan limbah ditiadakan,

    bahkan dapat menghasilkan pendapatan lebih akibat kenaikan produksi. Apabila suatu industri

    sudah melakukan upaya minimisasi limbah namun limbah yang dihasilkan masih tetap diambang

    batas normal untuk dibuang ke lingkungan, maka pengolahan limbah tetap harus dilaksanakan.

    Kesinambungan antara minimisasi dan pengolahan limbah merupakan upaya suatu industri untuk

    menjaga kelestarian lingkungan sekitar pabrik.

    Penanganan limbah dari industri batik dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi

    bahan baku serta modifikasi proses. Seperti yang sudah diketahui bahwa pada proses pembuatan

    batik lebih banyak digunakan pewarna kimia dibanding pewarna alami dikarenakan segala

    kelebihannya yang dijelaskan pada tabel 1. Faktanya penggunaan pewarna kimia justru

    penyumbang kandungan toksik terbesar pada limbah batik sehingga menghasilkan limbah yang

    berbahaya. Untuk menangani tingkat toksin yang terlampau tinggi maka diperlukan sebuah

    tindakan penanganan yaitu modifikasi bahan baku menjadi pewarna alami. Pewarna alami yang

    digunakan berasal dari tumbuhan yang biodegradable sehingga tidak akan membahayakan

    lingkungan. Selain itu, pewarna alami juga tidak mengandung logam berat yang berbahaya bagi

    manusia. Dengan segala alasan tersebutlah pada industri batik paling cocok untuk dilakukan

    modifikasi bahan pewarna menjadi pewarna alami. Pewarna alami dapat digunakan dari daun

    katuk, daun lamtoro, bahkan dari limbah teh hijau seperti yang dilaporkan oleh Padmasari,A.K.

    tahun 2012.

  • 14

    Selain dengan modifikasi bahan pewarna, minimisasi dilakukan dengan mengganti proses

    penghilangan malam dengan yang lebih ramah lingkungan. Proses penghilangan malam yang

    dilakukan selama ini paling banyak dilakukan adalah dengan perebusan dengan soda abu.

    Menurut MSD, soda abu atau natrium karbonat dapat menyebabkan bahaya yakni iritasi kulit,

    iritasi mata dan iritasi paru-paru. Oleh karena itu sebaiknya proses penghilangan malam diganti

    dengan metode lain yang lebih aman seperti penyetrikaan malam hingga meleleh yang dapat

    mengurangi penggunaan bahan kimia dalam industri batik.

    3.2 Pengolahan Limbah Cair Industri Batik

    Pengolahan limbah cair pada industri biasanya dibagi menjadi tiga tahap yaitu pengolahan

    primer, sekunder dan tersier. Pengolahan primer adalah tahapan yang berfungsi untuk

    menyisihkan polutan yang berupa padatan (solids). Padatan yang dimaksud adalah padatan yang

    dapat mengendap (settleable solids) maupun padatan yang dapat terapung (floatable solids).

    Mekanisme penyisihan padatan di dalam pengolahan primer dilakukan melalui proses fisika

    yang dapat berupa pengendapan (settling, sedimentation) atau pengapungan (flotation).

    Pengolahan sekunder adalah pengolahan secara biologis dengan memanfaatkan aktivitas

    mikroorganisme seperti bakteri, alga, jamur dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi

    polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut menjadi

    karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya, yang secara umum

    bertujuan untuk mengkoagulasikan serta mengambil padatan koloid yang tidak bisa mengendap.

    Pengolahan tersier adalah pengolahan lanjutan setelah pengolahan primer dan sekunder apabila

    pada kedua proses tersebut tidak dapat menghilangkan substansi tertentu. Pengolahan tersier

    biasanya jarang digunakan akibat biaya pelaksanaan yang tinggi.Pada pengolahan industri batik

    dapat digunakan berbagai macam metode pengolahan salah satunya adalah dengan kombinasi

    screening koagulasi dan lumpur aktif dengan diagram alir proses IPAL (Instanlasi

    Pengolahan Air Limbah) ditunjukan oleh gambar 2.

  • 15

    3.2.1. Screening

    Screening adalah proses penyaringan benda-benda yang biasanya padat dan mengapung di

    atas air. Tahap penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk

    menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Pada industri batik, screening digunakan

    untuk menyaring padatan-padatan yang terbawa dari proses pencelupan dan peluruhan lilin

    seperti benang dari kain batik serta lilin yang diluruhkan. Screen yang digunakan adalah jenis

    trash track yang banyak digunakan untuk menyaring air limbah industri.

    3.2.2. Koagulasi

    Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid akibat adanya penambahan bahan

    kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan akibat adanya

    gaya grafitasi. Koagulan digunakan pada proses pengolahan limbah cair sebagai pembentuk

    Gambar 2. Diagram alir proses pengolahan limbah batik

  • 16

    padatan dari partikel yang ingin dihilangkan dari kandungan air limbah. Koagulan memiliki tiga

    kunci sifat, yaitu:

    1. Kation bervalensi tiga (Trivalent cation)

    Koloid biasanya ditemukan dialam dalam bentuk negatif, oleh karena itu diperlukan

    kation untuk menetralkan bentuknya. Kation bervalensi tiga ini merupakan kation yang

    paling efektif.

    2. Tidak beracun (Nontoxic)

    3. Tidak dapat dilarutkan pada pH netral.

    Koagulan yang ditambahkan harus mengendap diluar dari larutan sehingga konsentrasi

    yang tinggi dari ion-ionnya tidak tertinggal dalam air.

    Pada proses pengolahan limbah industri batik ini digunakan koagulan FeSO4 atau disebut

    dengan Besi (II) Sulfat serta tawas atau Al2(SO4)3. Kedua koagulan tersebut diaplikasikan

    terhadap dua jenis koagulasi pada pengolahan ini yakni koagulasi I dan koagulasi II. Koagulasi I

    bertujuan untuk menghilangkan warna pada air limbah industri batik sedangkan koagulasi II

    berfungsi untuk mengurangi padatan tersuspensi yang ada di air limbah sehingga air limbah yang

    dikeluarkan memiliki padatan tersuspensi dengan konsentrasi yang kecil.

    3.2.3. Sedimentasi

    Sedimentasi merupakan proses pengendapan padatan tersuspensi dalam cairan akibat

    adanya gaya gravitasi. Selain gaya gravitasi, sebenarnya ada 3 jenis gaya yang yang

    menyebabkan proses sedimentasi yakni gaya gravitasi, gaya apung, dan gaya dorong. Cepat atau

    lambatnya proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu berat jenis air, berat jenis

    partikel padatan, viskositas air, aliran dalam bak pengendapan, serta bentuk dan ukuran partikel.

    Sedimentasi pada proses pengolahan limbah batik dilakukan sebanyak 3 kali yakni setelah proses

    koagulasi I, setelah proses aerasi, dan setelah proses koagulasi II. Sedimentasi setelah proses

    koagulasi dilakukan untuk mengendapkan substansi yang sudah terpadatkan oleh koagulan

    sehingga kosentrasi dari substansi tersebut tidak tertinggal pada aliran air. Pada proses aerasi,

    sedimentasi digunakan untuk mengendapakan substansi yang telah didegradasi oleh bakteri

    sehingga dihasilkan padatan yang disebut lumpur aktif yang akan digunakan kembali untuk

    proses aerasi berikutnya.

    3.2.4. Sistem aerasi

  • 17

    Aerasi merupakan proses yang bertujuan untuk meningkatkan kontak antara udara dengan

    air. Pada prakteknya, proses aerasi terutama bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen

    di dalam air limbah. Dikarenakan tujuan aerasi adalah untuk meningkatkan kontak udara dan air,

    maka bakteri yang digunakan adalah bakteri aerob yakni bakteri yang hidup pada lingkungan

    yang kaya dengan O2. Bakteri yang dijumpai pada proses aerasi adalah dari genus pseudomonas,

    bacillus, dan sebagainya. Dengan adanya kontak udara dan air tersebut maka bahan organik

    dalam suatu limbah akan berkurang konsentrasinya. Selain diperlukan untuk proses metabolisme

    bakteri aerob, kehadiran oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa kimia

    di dalam air limbah serta untuk menghilangkan bau. Pada proses pengolahan limbah batik ini

    digunakan extended aeration yakni suatu sistem di mana pemberian oksigen dilakukan dengan

    cara menyemburkan oksigen ke dalam cairan dengan mengunakan blower.

  • 18

    BAB IV

    DESAIN DAN PERHITUNGAN IPAL

    4.1. Desain IPAL Industri Batik

    Keterangan gambar :

    Unit

    Penangan Jumlah

    Volume Bak

    (m3)

    Total Volume Debit

    (m3/L)

    Waktu

    Retensi

    Koagulasi I 1 2 2 400 7.2 menit

    Gambar 3. Skema desain IPAL Industri batik jababeka

    Tabel 2. Keterangan pada setiap unit penangan

  • 19

    Sedimentasi I 1 16.67 16.67 400 1 jam

    Lumpur Aktif

    (Aerasi) 1 124.67 124.67 400 7.48 jam

    Sedimentasi

    II 1 48.3 48.3 400 2.9 jam

    Koagulasi II

    (tersier) 1 0.694 0.694 400 2.5 menit

    Sedimentasi

    III 1 21 21 400 1.26 jam

    4.2. Perhitungan IPAL

    1. Koagulasi I

    Neraca massa

    Qin = 400 m3/hari

    Konsentrasi FeSO4 = 600 ppm

    Konsentrasi polimer = 1 ppm

    Debit masuk FeSO4 = 13.28 L/jam

    Debit masuk polimer = 561.50 L/jam

    Waktu tinggal = 7.2 menit

    Mencari volume tangki

    =

    = 4003

    7.2

    1

    24

    1

    60

    = 2 3

    Influent

    Polimer

    FeSO4

    effluent

  • 20

    Mencari dimensi tangki

    Panjang = 3 m

    Lebar = 1.5 m

    Tinggi = 0.4 m

    Free board = 2 1.8 m

    = 0.2 m

    Mencari dosis (laju penambahan) FeSO4

    =

    = 13.28

    0.6

    = 7.968

    Mencari dosis (laju penambahan) polimer

    =

    = 561.50

    1. 10 4

    = 0.05615

    2. Sedimentasi I

    Neraca massa

    Qin = 400 m3/hari

    Waktu tinggal = 1 jam

    V = 1.8 m3

    Influent effluent

  • 21

    BOD masuk = 250 mg/L

    Efisiensi = 35%

    BOD keluar = 162.5 mg/L

    Penurunan turbidity = 64%

    Mencari volume tangki

    =

    = 4003

    1

    1

    24

    = 16.67 3

    Asumsi :

    tinggi kerucut 5 m

    tinggi tabung 2.5 m

    Mencari jari-jari tangki

    = +

    16.67 = 2 +1

    32

    16.67 = 3.14 2(2.5) +1

    33.14 2(5)

    16.67 = 7.85 2 + 5.23 2

    16.67 = 13.083 2

    2 =16.67

    13.083

    2 = 1.27

    = 1.12

    Mencari volume sludge yang dihasilkan

    = 64%

    = 64% 16.67 3

    = 10.66 3

  • 22

    3. Lumpur aktif (Aerasi)

    Neraca massa

    Qin = 400 m3/hari

    Waktu tinggal = 7.48 jam

    Asumsikan :

    MLSS = 2500 mg/L

    SVI = 75 mL/g

    Yobs = 0.36

    Mencari volume bak aerasi

    =

    = 4003

    7.48

    1

    24

    = 124.67 3

    Mencari dimensi tangki

    Panjang = 8 m

    Lebar = 6.2 m

    Tinggi = 2.5 m

    Influent effluent

    Bakteri

    Nutrisi ( C, N, P)

    V = 124 m3

  • 23

    Free board = 124.67 124 m

    = 0.67 m

    Mencari nilai rasio food to microorganism

    =

    =

    400 3

    162.5

    2500 124.67

    3

    = 0.208

    Nilai rasio food to microorganism yang dihasilkan adalah sebesar 0.208 per hari yang

    menunjukan rasio F/M yang ideal

    Mencari nilai produksi lumpur (Yobs)

    = ( )

    1000

    =

    0.36 400 3

    (162.5 121.875)

    1000

    = 5.85 /

    Mencari O2 yang perlu dimasukkan ke dalam tangki aerasi

    2

    =

    ( )

    1000. 1.42

    2

    =

    400 3

    (162.5 121.875)

    1000. (0.7) 1.42 5.85 /

    2

    = 23.214 / 8.307 /

  • 24

    2

    = 14.90 /

    Mencari udara teroritis yang harus dimasukkan dari blower

    3

    =

    2

    1.2 (0.232)

    3

    =

    14.9

    1.2 (0.232)

    3

    = 53.5

    Mencari udara actual yang dimasukkan dari blower

    3

    =

    30.08

    3

    =

    53.5

    0.08

    3

    = 6693/

    Jadi dibutuhkan blower yang dapat memberikan udara dengan debit sebesar 6693/

    4. Sedimentasi II

    Neraca Massa

    Qin = 400 m3/hari

    Waktu tinggal = 2.9 jam

    Penurunan turbidity = 64%

    Influent effluent

    Sludge ( kembali ke sedimentasi I )

  • 25

    Mencari volume tangki

    =

    = 4003

    2.9

    1

    24

    = 48.3 3

    Asumsi :

    tinggi kerucut 9 m

    tinggi tabung 3 m

    Mencari jari-jari tangki

    = +

    48.3 = 2 +1

    32

    48.3 = 3.14 2(3) +1

    33.14 2(9)

    48.3 = 9.42 2 + 9.42 2

    48.3 = 18.84 2

    2 =48.3

    18.84

    2 = 2.56

    = 1.6

    Mencari volume sludge yang dihasilkan

    = 64%

    = 64% 48.3 3

    = 30.912 3

    5. Koagulasi II ( tersier treatment )

    Neraca massa

    Al2(SO4)3

    Polimer

  • 26

    Qin = 400 m3/hari

    Konsentrasi Al2(SO4)3 = 200 ppm

    Konsentrasi polimer = 0.75 ppm

    Debit masuk Al2(SO4)3 = 128.95 L/jam

    Debit masuk polimer = 53.21 L/jam

    Waktu tinggal = 2.5 menit

    Mencari volume tangki

    =

    = 4003

    2.5

    1

    24

    1

    60

    = 0.694 3

    Mencari dimensi tangki

    Panjang = 2 m

    Lebar = 0.85 m

    Tinggi = 0.4 m

    Free board = 0.694 0.68 m

    = 0.014 m

    Mencari dosis (laju penambahan) Al2(SO4)3

    =

    = 128.95

    0.2

    = 25.79

    Influent effluent

    V = 0.68 m3

  • 27

    Mencari dosis (laju penambahan) polimer

    =

    = 53.21

    7.5. 10 4

    = 0.04

    6. Sedimentasi III

    Neraca massa

    Qin = 400 m3/hari

    Waktu tinggal = 1.26 jam

    Penurunan turbidity = 64%

    Mencari volume tangki

    =

    = 4003

    1.26

    1

    24

    = 21 3

    Mencari dimensi volume tangki

    Panjang = 5.1 m

    Lebar = 2.8 m

    Tinggi = 1.45 m

    Free board = 21 20.706 m

    = 0.294 m

    V = 20.7 m3

    Influent effluent (air bersih )

    Sludge

  • 28

    Mencari volume sludge yang dihasilkan

    = 64%

    = 64% 21 3

    = 13.44 3

    7. Luas lahan yang dibutuhkan

    Apabila diasumsikan perpipaan pada IPAl itu memiliki panjang 15m dan diameter 2 inchi,

    maka luas lahan yang dibutuhkan adalah sebesar

    = 1 + 2+3 + 4 + 5 + 6 +

    = 4.52 + 2.222 + 49.62 + 4.0252 + 1.72 + 14.282 + 4 5.08 (15)

    = 85.89 2

  • 29

    BAB V

    HASIL PENGOLAHAN LIMBAH

    5.1. Baku Mutu Limbah

    Setelah metode pengolahan limbah cair batik dilakukan perlu dilakukan suatu aktivitas

    untuk mengukur keamanan suatu hasil pengolahan limbah. Parameter untuk mengetahui

    keamanan dari hasil pengolahan limbah disebut dengan baku mutu lingkungan. Baku mutu

    lingkungan adalah toleransi kadar yang dibolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di

    lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda

    lainnya. Secara umum baku mutu adalah peraturan pemerintah yang berisi spesifikasi dari

    jumlah bahan pencemar yang boleh dibuang atau jumlah kandungan yang boleh berada dalam

    media ambien. Dalam suatu negara atau bahkan suatu daerah memiliki baku mutu masing-

    masing yang mengatur keluaran limbah dari industri dengan parameter-parameter penentunya,

    jadi setiap negara dan daerah memiliki kebebasan untuk mengatur mengenai baku mutu dari

    setiap limba yang dihasilkan dari industri yang ada di daerah tersebut.

    Di Indonesia secara umumnya baku mutu untuk limbah cair Industri tekstil diatur oleh baku

    mutu no Kep-51/MENLH/10/1995 tentang limbah cair bagi kegiatan industri yang dibuat tanggal

    23 Oktober 1995. Isi dari baku mutu tersebut akan diberikan sebagai berikut:

    Parameter Kadar maksimum

    (mg/L)

    BOD 60

    COD 150

    TSS 50

    Fenol Total

    Krom Total

    0.5

    1

    Tabel 3 . Baku mutu limbah cair industri tekstil

  • 30

    5.2. Perbandingan Limbah Hasil Pengolahan dengan Baku Mutu

    Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan kandungan hasil pengolahan limbah industri

    batik di jababeka sesuai kasus yaitu sebagai berikut:

    Dari hasil tersebut didapatkan efisiensi rata-rata dari setiap parameter yaitu sebesar 85%. Nilai

    efisiensi overall rata-rata yang didapatkan dari IPAL ini sudah sesuai dengan harapan/rancangan

    awal perancangan IPAL yakni antara 85-90%.

    Amonia Total

    (NH3-N)

    8.0

    Sulfida (sebagai S) 0.3

    Minyak dan

    Lemak

    30

    PH 6.0 - 9.0

    Parameter Hasil Pengolahan Baku mutu

    BOD 40 60

    COD 100 150

    TSS 38 50

    PH 6.8 6.0 - 9.0

    Tabel 4. Perbandingan hasil pengolahan limbah dengan baku mutu

  • 31

    BAB VI

    KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1. Kesimpulan

    Berdasarkan penjelasan serta dan perhitungan, maka dapat disimpulkan bahwa :

    Proses pengolahan limbah batik dengan menggunakan sistem IPAL yang terdiri dari

    metode fisika, biologi, dan kimia dapat mengurangi sekitar 85% parameter air limbah

    Nilai BOD yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah adalah 40 mg/L

    Luas lahan minimum yang dibutuhkan untuk membuat IPAL ini adalah sebesar 85.89

    m2

    6.2. Saran

    Karena pada paper ini digunakan debit limbah yang kecil, maka sebaiknya diperlukan

    adanya pengkajian lebih lanjut untuk menerapkan sistem ini pada skala industri besar

  • 32

    DAFTAR PUSTAKA

    Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup, UI Press Jakarta.

    Deborde, M & U. Von Gunten. 2008. Reaction Of Chlorine With Inorganic And Organic

    Compounds During Water Treatment-Kinetics And Mechanisms: A critical review. Water

    Research. 42: 13-15.

    Dinatha, N.M. 2013. Degradasi Limbah Tekstil Menggunakan Jamur Lapuk Putih Daedaleopsis

    eff. Confragosa. Tesis. Departemen Matematika dan IPA. Universitas Udayana

    Herlambang, A. dan Wahjono, H.D. 1999. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil dengan Sistem

    Lumpur Aktif. Jakarta : Direktorat Teknologi Lingkungan

    Metcalf & Eddy. 2003. Wastewater Treatment and Reuse. Fourth Edition. Mc-Graw Hill Higher

    Education

    Nugroho, S. 2013. Elektrodegradasi Indigosol Golden Yellow Irk dalam Limbah Batik dengan

    Elektroda Grafit.

    Riyanto. Penemuan Teknik Baru Untuk Pengolahan Limbah Batik. Fakultas Matematika dan

    Ilmu pengetahuan Alam. Universitas Islam Indonesia

    W.Wesley Eckenfelder, Jr. Industrial Water Pollution Control, second Edition. Mc Graw Hill

    Book Company, Chapter 3