PENDAHULUAN Prevalensi penyakit hepar meningkat di Amerika Serikat. Sirosis merupakan terminal patologi pada mayoritas penyakit hepar, didapatkan + 5% pada otopsi pada seluruh insidens. Sirosis merupakan penyebab utama kematian pada laki-laki dekade ke 4 dan ke 5, serta mortality ratenya meningkat. Pasien dengan penyakit hepar, + 10% nya mendapatkan operasi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir kehidupannya. Hepar memiliki fungsi yang luar biasa dan manifestasi klinik dari penyakit hepar sering tidak tampak sampai terjadi kerusakan yang luas. Sebagai akibatnya, ketika datang ke ruang operasi, beberapa efek dari anastesi dan pembedahan dapat memicu dekompensasi hepar yang lebih lenjut menuju ke arah gagal hepar. Pasien dengan sirosis hepatis sering kali harus menjalani operasi. Diperkirakan 1 di antara 700 pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani operasi elektif memiliki gambaran fungsi hati yang abnormal. Penderita sirosis hati saat ini kelangsungan hidupnya menjadi lebih lama karena faktor penyulit seperti varises esofagus, koagulopati, masalah gizi dan asites relatif sudah dapat ditangani lebih baik. Sebelum klinisi memutuskan apakah pasien dengan gangguan sirosis hepatis layak atau tidak dilakukan operasi maka sebelumnya harus dilakukan penilaian preoperatif sehingga dapat diprediksi risiko morbiditas dan mortalitasnya. Masalah yang muncul adalah sampai saat ini belum ada parameter sensitif yang dapat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENDAHULUAN
Prevalensi penyakit hepar meningkat di Amerika Serikat. Sirosis merupakan
terminal patologi pada mayoritas penyakit hepar, didapatkan + 5% pada otopsi pada
seluruh insidens. Sirosis merupakan penyebab utama kematian pada laki-laki dekade ke 4
dan ke 5, serta mortality ratenya meningkat. Pasien dengan penyakit hepar, + 10% nya
mendapatkan operasi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir kehidupannya. Hepar memiliki
fungsi yang luar biasa dan manifestasi klinik dari penyakit hepar sering tidak tampak
sampai terjadi kerusakan yang luas. Sebagai akibatnya, ketika datang ke ruang operasi,
beberapa efek dari anastesi dan pembedahan dapat memicu dekompensasi hepar yang
lebih lenjut menuju ke arah gagal hepar.
Pasien dengan sirosis hepatis sering kali harus menjalani operasi.
Diperkirakan 1 di antara 700 pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani
operasi elektif memiliki gambaran fungsi hati yang abnormal. Penderita sirosis
hati saat ini kelangsungan hidupnya menjadi lebih lama karena faktor penyulit
seperti varises esofagus, koagulopati, masalah gizi dan asites relatif sudah dapat
ditangani lebih baik.
Sebelum klinisi memutuskan apakah pasien dengan gangguan sirosis hepatis
layak atau tidak dilakukan operasi maka sebelumnya harus dilakukan penilaian
preoperatif sehingga dapat diprediksi risiko morbiditas dan mortalitasnya.
Masalah yang muncul adalah sampai saat ini belum ada parameter sensitif yang
dapat menggambarkan korelasi yang kuat antara hasil pemeriksaan biokimiawi
dengan derajat kerusakan hati. Penilaian preoperatif pada pasien dengan sirosis
hepatis sangat penting karena semakin luas tingkat kerusakan hati semakin besar
pula risiko kematian. Jenis tindakan operasi dan sifat operasi (emergensi atau
tidak) juga sangat berpengaruh pada risiko mortalitas.
Pasien dengan gangguan sirosis hepatis secara hemodinamik sangat rentan
terhadap penurunan pasokan darah ke hati (hepatic blood flow). Tindakan operasi
dan anestesi yang dapat menurunkan pasokan darah ke hati menimbulkan
komplikasi pasca-operasi. Dengan demikian manajemen perioperatif yang optimal
pada pasien dengan sirosis hepatis yang akan menjalani operasi sangat penting
karena dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Penilaian preoperatif
yang baik dapat memprediksi kelangsungan hidup pasien dengan akurasi 90%
pada pasien sirosis yang menjalani operasi abdomen.
ISI
Sirosis Hepatis
Sirosis adalah penyakit yang serius dan progresif yang disebabkan oleh
kegagalan hepar. Penyebab sirosis yang paling umum di Amerika adalah alcohol
(Lachnac’s cirrhosis). Penyebab lainnya termasuk hepatitis kronik aktif
(postnecrosis cirrhosis), cardiac cirrhosis, hemochromatosis, penyakit Wilson, dan
defesiensi a1-antitrypsin. Tanpa mengindahkan penyebabnya, necrosis hepatosit
diikuti oleh regenerasi fibrosis dan nodular. Distorsi sel hepar normal dan susunan
vascular menghalangi aliran vena portal yang menyebabkan hipertensi portal,
sementara kerusakan pada sintesis normal hepar dan fungsi metabolisme berbeda
lainnya disebabkan oleh penyakit multisystem. Secara klinis, tanda dan symptom
tidak berhubungan dengan keganasan penyakit. Tanda-tanda nyata biasanya tidak
terlihat pada awalnya, tapi ikterus dan asites pada akhirnya akan berkembang pada
kebanyakan pasien. Tanda-tanda lain termasuk spidernevy, eritema palmaris,
ginekomasti, dan splenomegali.
Tiga komplikasi utama sirosis hepatis, yaitu ; (1) perdarahan varises, akibat
hipertensi portal, (2) retensi cairan, dalam bentuk asites dan sindrom hepatorenal,
(3) encephalopathy hepatic atau koma. + 10% pasien juga mengalami setidaknya
satu rangkaian peritonitis bakteri spontan, dan beberapa akan mengalami
carcinoma hepatoseluler pada akhirnya.
Beberapa penyakit akan menghasilkan fibrosis hepar tanpa nekrosis
hepatoseluler atau regenerasi nodular. Hal tersebut diakibatkan oleh hipertensi
portal dan dihubungkan dengan komplikasi. Fungsi hepatoseluler tidak selalu
dapat dipelihara. Kerusakan ini termasuk didalamnya schistosomiasis, fibrosis
portal idiopatik (Sindrom Banti), dan fibrosis hepatic congenital. Obstruksi
pembuluh darah hepar atau vena cava inferior (Budd-Chiari syndrome) juga dapat
menyebabkan hipertensi. Yang terakhir mungkin akibat dari trombosis vena
(hypercoaguable state), tumor thrombus (renal carcinoma), atau penyakit oklusi
pembuluh darah hepar sublobular.
Pengaruh Operasi dan Anestesi Pada Pasien Sirosis Hepatis
Hati merupakan salah satu organ vital tubuh. Fungsi utama hati terutama
bertanggungjawab terhadap metabolisme glukosa dan lemak, sistesis protein
(albumin, globulin, dan faktor koagulan), ekskresi bilirubin, metabolisme obat dan
hormon dan detoksifikasi. Organ hati memegang peran penting dalam pengaturan
sirkulasi darah karena sekitar 25% curah jantung akan bersirkulasi melalui hati.
Aliran darah di hati melalui dua pembuluh darah, yaitu arteri hepatika
bertanggungjawab terhadap 25 - 30% total aliran darah hati (namun memberikan
50% pasokan oksigen ke hati), dan vena porta menyumbangkan 75% dari total
aliran darah ke hati. Aliran vena porta menerima darah dari lambung, limpa,
pankreas dan usus yang kaya akan nutrien, namun pasokan oksigen ke hati tidak
lebih dari 50 - 55%.
Pada pasien yang tidak memiliki gangguan fungsi hati, pemberian obat
anestesi, analgetik, sedatif, dan tindakan pembedahan dapat meningkatkan kadar
transaminase, alkali fhosfhatase, dan kadar bilirubin, namun umumnya bersifat
sementara. Sebaliknya pasien dengan penyakit hati penurunan pasokan darah ke
hati akibat tindakan operasi maupun anestesi dapat memicu dekompensasi hati.
Kerusakan hati yang berat pada sirosis hati dapat menimbulkan hipoalbuminemia,
trombositopenia, koagulopati, menurunnya imunitas, intoksikasi, perubahan
hemodinamik, ensefalopati dan sindrom hepatorenal. Keadaan tersebut menjadi
faktor penyulit pada saat tindakan operasi dan anestesi.
Hati berfungsi sebagai organ sintesis protein albumin dan globulin. Pada
pasien dengan gangguan hati dapat terjadi hipoalbuminemia. Kondisi
hipoalbuminemia sangat menghambat proses penyembuhan luka. Penurunan
sintesis globulin di hati menyebabkan seseorang menjadi peka terhadap infeksi
karena sistem imunitas tubuh secara fungsional kemampuannya menurun. Pada
disfungsi hati yang berat metabolisme glukosa juga terganggu. Terganggunya
penggunaan glukosa dan meningkatnya kadar hormon pertumbuhan dan glukagon
dapat memicu intoleransi glukosa. Sintesis faktor pembekuan darah yang
diproduksi di hati mengalami penurunan pada pasien yang mengalami disfungsi
hati. Koagulopati dan trombositopenia (akibat hipertensi portal) meningkatkan
risiko perdarahan baik pre maupun pasca-operasi. Gangguan faktor pembekuan
darah terjadi akibat menurunnya sintesis faktor prokoagulan dan antikoagulan,
terganggunya pembersihan faktor koagulasi yang teraktifasi, defisiensi nutrisi
(vitamin K, asam folat), splenomegali, defek kualitatif trombosit dan akibat
penekanan trombopoiesis sumsum tulang.
Pada pasien sirosis, umumnya mengalami perubahan pola hemodinamik yang
bersifat hiperdinamik berupa peningkatan curah jantung, menurunnya resistensi
vascular sistemik dan meningkatnya volume intravaskular. Perfusi jaringan
menurun karena adanya shunting arterio-venosa. Respons sistem kardiovaskular
terhadap simpatomimetik eksogen dan endogen menurun. Shunting intra-
pulmomal, meningkatnya cairan ekstravaskular, diafragma yang mengalami
elevasi karena desakan asites menyebabkan timbulnya mismatch rasio ventilasi
terhadap aliran darah, hipoksemia dan hipoventilasi. Aliran darah ke ginjal juga
cenderung menurun sehingga risiko terjadinya sindrom hepatorenal meningkat.
Hati berperan dalam metabolisme dan eliminasi berbagai jenis obat.
Metabolisme obat pada pasien dengan disfungsi berat akan terganggu karena
menurunnya jumlah hepatosit dan pasokan aliran darah hati. Waktu paruh
beberapa obat menjadi meningkat dan eliminasi menurun. Risiko intoksikasi obat
meningkat. Contohnya, kerja obat penyekat neuromuscular (neuromuscular
blocking) menjadi lebih panjang karena aktivitas enzim pseudokolinesterase
menurun pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
Morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit hati dipengaruhi oleh
faktor stres tindakan operasi dan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan
penyakit hati dipengaruhi oleh faktor stres tindakan operasi dan anestesi.
Tindakan operasi dan anestesi menurunkan pasokan aliran darah menuju hati.
Pasien dengan sirosis sangat peka terhadap perubahan hemodinamik. Semakin
banyak perdarahan semakin banyak penurunan pasokan darah ke hati. Pada
operasi abdomen, aliran darah hati regional menurun karena oklusi struktur
vaskular, terutama apabila arteri hepatika atau vena porta diklem untuk
mengurangi aliran darah selama reseksi hati. Penempatan refraktor di hati dan
manipulasi visera abdominal dapat menurunkan pasokan darah ke hati mencapai
50-60%. Pemberian obat anestesi secara regional maupun general dapat
menurunkan aliran darah hati sampai 30-50 %. Pada orang normal yang menjalani
tindakan operasi dan anestesi penurunan aliran darah ke hati tidak menimbulkan
iskemia hepatik karena mekanisme kompensasi berupa penurunan kebutuhan
oksigen dan meningkatnya ekstraksi oksigen oleh sel hati. Pada seseorang yang
mengalami gangguan fungsi hati, mekanisme autoregulasi terganggu sehingga
penurunan aliran ke hati sedikit saja mempengaruhi fungsi dan integritas sel hati.
Ketidakcukupan pasokan oksigen merupakan penyebab utama dekompensasi hati
pasca-operatif.
Risiko Pembedahan pada Penyakit Hati
Luas disfungsi hati dan tipe operasi menentukan tingkat morbiditas dan
mortalitas pasien dengan gangguan fungsi hati. Pasien dengan tingkat kerusakan
hati minimal memiliki risiko mortalitas lebih kecil dibandingkan pasien yang
mengalami sirosis yang berat. Tipe operasi dan sifat operasi (emergensi atau
tidak) menentukan risiko mortalitas. Pada pasien sirosis hati yang menjalani
operasi abdomen terbuka memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan operasi
laparoskopi. Seperti disebutkan sebelumnya, penempatan refraktor di hati dan
manipulasi visera abdominal pada operasi abdomen terbuka dapat menyebabkan
penurunan pasokan darah ke hati sebesar 50-60%. Operasi abdomen terbuka
mortalitasnya dapat mencapai 57% dibandingkan laparoskopi yang hanya 20%.
Operasi laparoskopi lebih aman dibandingkan operasi terbuka. Pada studi
retrospektif yang melibatkan 226 pasien sirosis (Child Pugh A atau B) yang
menjalani kolesistektomi laparoskopi, dilaporkan kematian hanya 2 orang
(0,88%). Operasi bedah emergensi dibandingkan operasi elektif lebih memberikan
risiko mortalitas. Pada pasien dengan sirosis hati operasi jantung emergensi
menyebabkan mortalitas sebesar 80% dibandingkan operasi elektif (3-46 %).
Tingkat kerusakan hati berkorelasi dengan mortalitas pasien. Pasien sirosis
hati dengan nilai prothrombine time (PT) di atas normal, 47% di antaranya
meninggal dibandingkan pasien yang memiliki PT normal yaitu 7%. Pasien sirosis
dengan kategori Child kelas A yang meninggal hanya 10% dibandingkan Child
kelas B 31% dan Child kelas C 76%.
Penilaian Preoperatif
Tujuan penilaian preoperatif pada pasien dengan penyakit hati adalah untuk
menentukan derajat disfungsi hati, menilai faktor risiko morbiditas dan mortalitas
berkaitan dengan tindakan operasi, sehingga penanganan preoperatif dapat
diberikan secara lebih optimal dan komplikasi pascaoperasi dapat ditekan. Risiko
morbiditas dan mortalitas pasien dengan penyakit hati tergantung pada derajat
disfungsi hati dan tipe operasi. Pemeriksaan biokimiawi konvensional yang
mencerminkan gangguan fungsi hati berkorelasi lemah dengan tingkat disfungsi
hati. Salah satu contoh, pasien dengan sirosis awal parameter biokimiawinya
masih mungkin dalam keadaan normal. Contoh lain, pada pasien dengan
peningkatan transaminase masih sulit untuk menilai apakah perjalanan gangguan
tersebut baru mulai atau sudah dalam perbaikan. Oleh sebab itu dalam
memberikan penilaian preoperatif diperlukan pengumpulan dan penilaian data
secara lebih teliti sehingga dapat direncanakan kapan saatnya tindakan operasi.
Evaluasi preoperatif dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis selain menggali keluhan pasien juga diarahkan untuk mendapatkan
faktor risiko penyakit hati, seperti riwayat transfusi darah, minum alkohol
berlebih, penggunaan obat narkotika intravena dan hubungan seks yang berisiko
tinggi. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendapatkan tanda-tanda hepatitis