PENANGANAN PERIOPERATIF PASIEN HIPERTIROIDI PENDAHULUAN [1-3] Insidens gangguan tiroid meningkat dengan bertambahnya usia. Pembesaran tiroid disertai goiter menjadi lebih prevalen pada usia 60, dan 50 % dari populasi sekurangnya mempunyai satu nodul tiroid pada pemeriksaan ultrasonografi. Hipertiroidi primer, adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan sintesa hormon tiroid, dan lebih sering pada wanita, tetapi lebih rendah dibanding dengan insidens hipotiroid pada wanita (sekitar 12 % pada usia 60 th). Tirotoksikosis adalah kondisi dimana kadar hormon tiroid meningkat tidak tergantung etiologinya. Pada orang tua sering mempunyai blunted response terhadap disfungsi tiroid. Hal ini dikenal dengan istilah ”apathetic” hyperthyroidism. Pada orang tua yang menunjukkan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas atau adanya onset akut atrial tachydysrhytmia, perlu dilakukan pemeriksaan kadar TSH untuk menyingkirkan hipertiroidisme. Grave’s disease atau juga dikenal dengan Morbus Basedow adalah bentuk paling umum dari tirotoksikosis. Ini terjadi pada 1,9 % populasi wanita. Rasio wanita terhadap laki-laki setinggi 7:1, dan insidens tertinggi tercapai antara dekade ke-3 dan ke-4. Alasan mengapa wanita lebih dominan belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik mungkin memegang peranan penting, sebab disini terjadi suatu peningkatan frekuensi haplotypes HLA-B8 dan -DRw3 pada 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENANGANAN PERIOPERATIF PASIEN HIPERTIROIDI
PENDAHULUAN [1-3]
Insidens gangguan tiroid meningkat dengan bertambahnya usia. Pembesaran
tiroid disertai goiter menjadi lebih prevalen pada usia 60, dan 50 % dari
populasi sekurangnya mempunyai satu nodul tiroid pada pemeriksaan
ultrasonografi. Hipertiroidi primer, adalah suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan sintesa hormon tiroid, dan lebih sering pada wanita, tetapi lebih
rendah dibanding dengan insidens hipotiroid pada wanita (sekitar 12 % pada
usia 60 th). Tirotoksikosis adalah kondisi dimana kadar hormon tiroid
meningkat tidak tergantung etiologinya.
Pada orang tua sering mempunyai blunted response terhadap disfungsi tiroid.
Hal ini dikenal dengan istilah ”apathetic” hyperthyroidism. Pada orang tua
yang menunjukkan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas atau
adanya onset akut atrial tachydysrhytmia, perlu dilakukan pemeriksaan
kadar TSH untuk menyingkirkan hipertiroidisme.
Grave’s disease atau juga dikenal dengan Morbus Basedow adalah bentuk
paling umum dari tirotoksikosis. Ini terjadi pada 1,9 % populasi wanita. Rasio
wanita terhadap laki-laki setinggi 7:1, dan insidens tertinggi tercapai antara
dekade ke-3 dan ke-4. Alasan mengapa wanita lebih dominan belum
diketahui dengan pasti. Faktor genetik mungkin memegang peranan penting,
sebab disini terjadi suatu peningkatan frekuensi haplotypes HLA-B8 dan -
DRw3 pada orang Kaukasia, HLA-Bw36 pada orang Jepang, dan HLA-Bw46
pada pasien Cina yang menderita penyakit ini.
Penderita hipertiroidi yang menjalani pembedahan terbagi dalam 2 kelompok
:
1. Kelompok penderita yang direncanakan untuk menjalani
pembedahan kelenjar gondok dalam upaya untuk menyembuhkan
penyakitnya
1
2. Kelompok penderita yang menjalani pembedahan darurat karena
penyakit lain, sementara masih dalam keadaan hipertiroid yang
belum terkontrol
Kedua kelompok tersebut di atas masing-masing mempunyai permasalahan
yang cukup rumit, karena bila terjadi penyulit berupa “thyroid storm”, maka
angka kematiannya cukup tinggi, yaitu sekitar 25 – 70 %. Oleh karena itu
maka diperlukan kerjasama yang baik antara internist (endokrinologis),
surgeon, dan anesthetist.
DEFINISI [4]
Meskipun istilah hyperthyroidism dan thyrotoxicosis sering dianggap sama,
namun sebenarnya ada suatu perbedaan penting:
- hyperthyroidism adalah keadaan dimana terjadi suatu peningkatan
pembentukan dan pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid
- thyrotoxicosis adalah sindroma klinis yang dihasilkan oleh keadaan
hipertiroidisme.
Istilah subclinical hyperthyroidism adalah keadaan dimana kadar plasma TSH
rendah atau tidak terdeteksi, namun konsentrasi T4 dan T3 normal.
Thyroid storm, atau krisis tiroid, adalah istilah yang digunakan pada
hipertiroidisme dengan suatu manifestasi klinis ekstrim, yang mengancam
jiwa dan terjadinya tiba-tiba.
ETIOLOGI [5-7]
Grave’s disease merupakan kasus terbanyaK, terhitung 60 - 90% dari
keseluruhan kasus hipertiroidisme.
Penyebab lainnya adalah excessive thyroid hormone replacement therapy,
toxic adenoma (Plummer disease), toxic multinodular goiter, dan tiroiditis.
Tirotoksikosis akibat penggunaan amiodarone jangka lama atau iodine-
containing radiographic contrast agents juga dapat terjadi.
2
Ada 2 tipe hipertiroidisme yang mungkin disebabkan oleh amiodarone:
- Tipe 1, disebabkan melalui ekses iodine khususnya pada pasien
dengan nodular goiter
- Tipe 2, diperantarai melalui suatu proses inflamatori pada kelenjar
tiroid, sehingga menyebabkan pelepasan T3 dan T4
Tabel 1. Penyebab Hipertiroidisme
Grave’s disease
Hyperfunctioning adenoma
Toxic multinodular goiter
Subacute thyroiditis
Chronic thyroiditis with transient thyrotoxicosis
Thyrotoxicosis factitia
Ectopic thyroid hormone production
Excess production of thyroid-stimulating hormone
Struma ovarii
Metastatic follicular carcinoma
Trophoblastic tumor
Amiodarone induced thyrotoxicosis
DASAR-DASAR UMUM FISIOLOGI PEMBENTUKAN HORMON TIROID [3, 8,
9]
Agar dapat menangani penderita hipertiroidi secara baik, perlu dipahami
anatomi dan fungsi fisiologis kelenjar gondok, serta farmakologi dari obat-
obat utama yang dipergunakan untuk mengelola pasien.
Seperti diketahui kelenjar gondok menghasilkan dua macam hormon yaitu
tri-iodothyronine (T3) dan tetra-iodothyronine (T4). Proses pembentukan dan
pelepasan T3 dan T4 melibatkan enam langkah utama :
1. Trapping iodidie, suatu transpor aktif I- melintasi membrana basalis ke
dalam sel tiroid
2. Oksidasi iodida dan iodinasi residu tirosil dalam tiroglobulin
3. Coupling proccess, penggabungan molekul iodotirosin dalam
tiroglobulin membentuk T3 dan T4.
3
4. Proteolisis tiroglobulin, sehingga dilepaskan iodotirosin dan iodotironin
bebas
5. Deiodinisasi iodotirosin dalam sel tiroid, dengan konservasi dan
penggunaan kembali iodida yang dibebaskan
6. Pada lingkungan tertentu, terjadi deiodinisasi-5’ dari T4 menjadi T3
intratiroidal
Gambar 1. Proses sintesis dan iodinasi tiroglobulin (kiri) dan absorbsi serta pencernaannya (kanan). Kejadian ini terjadi pada sel yang sama. (Junquera LC, Carnerio J, Kelley R; Basic Hystology, 7th ed. Appleton & Lange, 1992)
Transpor Iodida (The Iodide Trap)
I- ditranspor melintasi membrana basalis sel tiroid oleh suatu proses yang
memerlukan energi aktif yang tergantung pada Na+ - K+ ATPase. Sistim
transpor ini memungkinkan tiroid untuk mempertahankan kadar iodida bebas
30 – 40 kali lebih tinggi dibanding kadar dalam plasma. Thyro-iodide trapping
distimulasi oleh TSH dan anti-body stimulating TSH – R (pada Grave’s
4
disease). Proses trapping ini dapat dijenuhkan dengan pemberian I - dalam
jumlah besar dan dihambat oleh ion seperti :
o ClO4-
o SCN-
o NO3-, dan
o TcO4-.
Kalium perklorat dan thiosianat digunakan untuk mengobati hipertiroidisme
akibat iodida. Senyawa tersebut bekerja dengan melepaskan I- dari proses
trapping dan mencegah uptake I- lebih lanjut.
I- juga terkonsentrasi pada jaringan kelenjar liur, lambung, dan jaringan
payudara, namun jaringan ini tidak dapat mengorganifikasi atau menyimpan
I-, dan juga tidak distimulasi oleh TSH.
Gambar 2. Mekanisme transpor iodida dalam sel tiroid. K1 adalah konstanta kecepatan iodida
yang diangkut dari plasma ke dalam sel, sedangkan K2 adalah difusi iodin inorganik dari sel
tiroid kembali ke plasma. Mekanisme transpor iodida hanya menyangkut iodida inorganik (I-).
Iodinasi Tirosil dalam Tiroglobulin
Dalam sel tiroid, pada interaksi sel-koloid, iodidia dioksidasi dengan cepat
oleh H2O2. Proses ini dikatalisasi oleh tiroperoksidase, kemudian diubah
menjadi perantara aktif, dan selanjutnya akan digabungkan ke dalam residu
tirosil dalam tiroglobulin. H2O2 kemungkinan dibentuk oleh oksidase
dihidronio-tinamid adenin dinukleotida fosfat (NADPH) dengan adanya Ca2+.
5
Proses ini distimulasi oleh TSH. Perantara iodinisasi ini mungkin adalah
iodinium (I+), hipoiodat, atau suatu radikal bebas iodin. Iodinisasi terjadi di
batas apikal (koloid) dari sel tiroid.
Peroksidase tiroidal mengkatalisa iodinisasi dari molekul tirosil dalam protein
selain tiroglobulin (misal. albumin atau fragmen tiroglobulin). Namun proses
ini tidak membentuk hormon tiroaktif. Hormon yang secara metabolik tidak
aktif ini dilepaskan ke dalam sirkulasi, dan merupakan cara untuk
melepaskan cadangan iodida tiroidal.
Penggabungan dari Residu Iodotirosil dalam Tiroglobulin
Proses ini juga dikatalisir oleh peroksidase tiroidal. Diperkirakan bahwa hal ini
merupakan suatu mekanisme intramolekular yang melibatkan tiga langkah :
1. oksidasi dari residu iodotirosil menjadi bentuk aktif oleh peroksidase
tiroidal
2. penggabungan residu iodotirosil aktif di dalam molekul tiroglobulin
yang sama, untuk membentuk kuinol eter intermedia
3. pemecahan kuino eter untuk membentuk iodotironin, dengan konversi
rantai samping alanin dari iodotirosin donor menjadi dehidroalanin.
Untuk dapat terjadinya proses di atas, struktur dimerik tiroglobulin penting.
Di dalam molekul tiroglobulin, dua molekul DIT akan bergabung membentuk
T4, suatu molekul MIT dan DIT dapat bergabung membentuk T3. Obat-obat
tiokarbamida, terutama PTU, methimazole, dan karbimazol merupakan
inhibitor poten dari peroksidase tiroidal, sehingga akan menghambat sintesa
hormon tiroid.
Proteolisis Tiroglobulin dan Sekresi Hormon Tiroid
Pola proteolisis tiroglobulin dan sekresi hormon tiroid digambarkan pada
gambar 2. Enzim lisosomal disintesis oleh rough reticulum endoplasmic dan
selanjutnya dikemas oleh aparatus Golgi ke dalam lisosom. Struktur-struktur
ini dikelilingi membran, yang mempunyai suatu interior yang bersifat asam
dan diisi dengan enzim proteolitik, termasuk protease, endopeptidase,
hidrolisa glikosida, fosfatase, dan enzim lainnya. Pada interaksi sel-koloid,
koloid ditelan ke dalam suatu vesikel koloid melalui proses makropinositosis
6
atau mikropinositosis, dan selanjutnya diabsorbsi ke dalam sel tiroid.
Kemudian lisosom berfusi dengan vesikel koloid dan terjadilah hidrolisis
tiroglobulin. Hidrolisis tiroglobulin akan menyebabkan terjadinya pelepasan
T4, T3, MIT, DIT, fragmen peptida, dan asam amino. T4 dan T3 akan
dilepaskan ke dalam sirkulasi, sementara MIT dan DIT mengalami deiodinisasi
dan dihasilkan I- yang kemudian dipreservasi untuk proses selanjutnya.
Mekanisme transpor T4 dan T3 melalui sel tiroid tidak diketahui dengan jelas,
tetapi mungkin melibatkan suatu karier hormon spesifik. Sekresi hormon
tiroid distimulasi oleh TSH, dengan cara mengaktivasi adenilat siklase, dan
oleh analog cAMP. Proteolisis tiroglobulin dihambat oleh adanya kelebihan
iodida dan litium, seperti litium karbonat (digunakan untuk terapi manik
depresif).
Deiodinisasi Intratiroidal
MIT dan DIT yang dibentuk selama sintesa hormon tiroid di-deiodinisasi oleh
enzim deidinase intratirodal. Enzim ini merupakan suatu flavoprotein yang
tergantung pada NADPH yang ditemukan dalam mitokondria dan mikrosoma.
Hal ini terjadi pada MIT dan DIT tetapi tidak pada T3 dan T4. Iodida yang
dilepaskan sebagian besar digunakan kembali intuk sintesis hormon, dan
sejumlah kecil dikeluarkan dari tiroid kemudian masuk ke dalam pool tubuh.
Enzim 5’-deiodinase yang mengubah T4 menjadi T3 di jaringan perifer, juga
ditemukan dalam kelenjar tiroid. Pada situasi defisiensi iodida, jumlah T3
yang disekresi oleh kelenjar tiroid akan meningkatkan efisiensi metabolik.
Efek Kelebihan Iodin pada Biosintesis Hormon
Pada tikus dengan defisiensi-iodida, iodida dosis tinggi pada awalnya akan
meningkatkan organifikasi iodida dan pembentukan hormon hingga tercapai
suatu kadar kritis. Pada titik ini, terjadi inhibisi organifikasi dan penurunan
hormogenesis. Efek ini disebut Wolff-Chaikoff, yang kemungkinan
disebabkan oleh inhibisi pembangkitan H2O2 oleh kandungan I- intratiroidal
yang tinggi. Pada beberapa pasien, beban iodida yang tinggi dapat
menimbulkan hipertiroidisme (efek “jod basedow”). Efek ini dapat terjadi
7
pada pasien dengan latent Grave’s disease, goiter multinodular, atau kadang
pada mereka yang kelenjar tiroidnya normal.
Kontrol Fungsi Tiroid
Pertumbuhan dan fungsi kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan oleh
empat mekanisme :
1. Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, dimana Thyroid Releasing
Hormon (TRH) hipotalamus merangsang sintesis dan pelepasan
Thyroid Stimulating Hormon (TSH) pada hipofisis anterior.
2. Deidoninase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek T3 dan T4.
3. Autoregulasi sintesis hormon oleh kelenjar tiroid itu sendiri dalam
hubungannya dengan suplai iodinnya.
4. Stimulasi atau inhibisi fungsi tiroid oleh autoantibadi reseptor TSH
Gambar 3. Hypothalamus-hypophysis-thyroid axis. TRH yang dihasilkan hipotalamus
mencapai tirotrop di hipofisis anterior melalui sistim portal hipotalamus-hipofisis dan
merangsang sintesa dan pelepasan TSH. T3 menghambat sekresi TRH maupun TSH, di
hipotalamus dan hipofisis. T4 juga mengalami monoiodinisasi menjadi T3 di neural dan hipofisis
sebagaimana di jaringan perifer.
8
Metabolisme Hormon Tiroid
Setiap hari kelenjar tiroid normal kira-kira mensekresi :
- T4 sebanyak 100 nmol,
- T3 sebanyak 5 nmol, dan
- T3 reversa (rT3) < 5 nmol, yang secara metabolik tidak aktif.
Sebagian besar pool T3 plasma berasal dari metabolisme perifer (5’-
deiodinisasi) T4. Aktivitas biologik hormon tiroid sangat tergantung pada
tempat atom iodin. Deiodinisasi cincin luar T4 (deindinisasi-5’) menghasilkan
3,5,3’-triiodotironin (T3), yang 3 – 8 kali lebih poten dibanding T4. Di lain
pihak, deiodinisasi dari cincin dalam T4 (deiodinisasi-5) menghasilkan 3,3’,5’-
triodotironin (reverse T3), yang secara metabolik inert.
Paling sedikit ada tiga enzim yang yang mengkatalisir reaksi
monodeiodinisasi :
Tipe 1 : Deiodinase-5’
Merupakan deiodinase paling banyak dan sebagian besar ditemukan
dalam hepar dan ginjal, namun pada kelenjar tiroid, otot rangka, otot
jantung, dan jaringan lain juga ditemukan dengan jumlah lebih sedikit.
Fungsi utama deiodinase-5’ tipe 1 adalah menyediakan T3 untuk
plasma. Kloning molekular enzim ini meng-ungkapkan bahwa molekul
ini mengandung selenosistein. Enzim ini meningkat pada
hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme. Peningkatan
aktivitas yang terjadi pada hipertiroidisme menyebabkan tingginya
kadar T3. Enzim ini dihambat oleh PTU tapi tidak oleh methimazole. Hal
inilah yang menjelaskan mengapa PTU lebih efektif dibanding
methimazole dalam menurunkan kadar T3 pada hipertiroidisme berat.
Tabel 2. Keadaan atau faktor yang berhubungan dengan penurunan konversi T4
menjadi T3.
1. Kehidupan fetus
2. Pembatasan kalori
3. Penyakit hepar
4. Penyakit sistemik mayor
9
5. Obat-obatan :
PTU
Glukokortikoid
Propanolol
Zat kontras rontgen teriodinisasi (asam iopanoat, natrium ipodat)
6. Defisiensi Selenium
Dari semua obat-obatan yang tertera di atas, hanya PTU dan ipodat
yang mengganggu konversi T4 menjadi T3 intraseluler.
Tipe 2 : Deiodinase-5’
Sebagian besar ditemukan dalam otak dan kelenjar hipofisis. Enzim ini
resisten terhadap PTU tapi sangat peka terhadap T4 yang beredar. Efek
utama enzim ini adalah untuk mempertahankan suatu kadar yang T3
intraseluler dalam susunan syaraf pusat. Penurunan T4 yang beredar
menimbulkan peningkatan jumlah enzim dalam otak dan sel-sel
hipofisis secara cepat. Mekanismenya mungkin dengan mengubah
kecepatan degradasi dan inaktivasi enzim, dengan tujuan
mempertahankan T3 intraseluler dan fungsi seluler. Sedangkan kadar
T4 yang tinggi dalam serum akan menurunkan deiodinase-5’ tipe 2,
untuk melindungi sel otak dari T3 yang berlebihan.
Tipe 3 : Deiodinase cincin tirosil, atau deiodinase-5
Ditemukan dalam membrana korionik plasenta dan sel-sel glia dalam
susunan syaraf pusat. Enzim ini menginaktivasi :
o T4 menjadi rT3 dan
o T3 menjadi diiodotironin-3,3’ (3,3’-T2)
Enzim ini meningkat pada hipertiroidisme. Dengan demikian enzim ini
dapat membantu melindungi janin dan otak dari kelebihan atau
defisiensi T4.
Sekitar 80 % T4 dimetabolisir melalui deiodinisasi, 35 % menjadi T3 dan 45 %
menjadi rT3. Sisanya sebagian besar diinaktivasi melalui glukoronidasi dalam
hepar dan sekresi ke dalam empedu, atau pada tingkat yang lebih kecil lagi,
yaitu melalui sulfonasi dan deiodinisasi dalam hepar atau ginjal.
10
EFEK HORMON TIROID [4, 6, 8, 10]
Efek pada Perkembangan Janin
Sistim TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia
sekitar minggu ke-11. Sebelum itu, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan 123I.
Hal ini disebabkan tingginya deiodinase-5 tipe 3, sehingga sebagian besar T3
dan T4 maternal diinaktivasi dalam plasenta, sehingga sangat sedikit yang
hormon tiroid maternal yang masuk ke janin. Dengan demikian sebagian
besar suplai hormon tiroid janin tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.
Walaupun sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi hormon
tiroid, namun perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas terganggu
tanpa hormon ini, sehingga dapat menimbulkan terjadinya kretinisme.
Efek pada Konsumsi O2, Produksi Panas, dan Pembentukan Radikal
Bebas.
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas, melalui stimulasi Na+ - K+
ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini berperan
pada peningkatan kecepatan metabolisme basal (BMR) dan peningkatan
kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga
menurunkan kadar superoxide dismutase, sehingga menimbulkan
peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida.
Efek Kardiovaskuler
T3 merangsang transkripsi rantai berat α miosin dan menghambat rantai
berat β miosin, sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga
meningkatkan transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik,
sehingga meningkatkan kontraksi diastolik jantung. Dengan demikan,
hormon tiroid mempunyai efek inotropik maupun kronotropik terhadap
jantung. Hal ini merupakan penyebab peningkatan CO dan peningkatan nadi
yang nyata pada pasien hipertiroidisme.
Manifestasi kardiovaskuler dari tirotoksikosis mungkin disebabkan oleh efek
langsung hormon tiroid pada level seluler, interaksinya dengan sistim syaraf
11
simpatetik, atau perubahan metabolisme dan sirkulasi perifer. Sebagai
contoh, exercise intolerance dan dyspnea on exertion mungkin disebabkan
ketidakmampuan untuk meningkatkan cardiac output dan akibat kelemahan
otot skeletal atau respiratorik. (3)
Tabel 3. Manifestasi kardiovaskuler pada hipertiroidisme
Symptoms and signs Prevalence (%)
Palpitations
Exercise intolerance
Dyspnea on exertion
Fatigue
Angina pectoris
Tachycardia
Bounding pulses
Wide pulse pressure
Hyperactive precordium
Systolic murmurs
Systolic hypertension
Atrial fibrillation
85
65
50
50
5
90
75
75
75
50
30
15
Gagal Jantung:
Hormonally mediated cardiomyopathy atau underlying heart disease?
Pasien hipertiroid tua kadang-kadang menunjukkan gejala gagal jantung atau
angina. Beberapa faktor mungkin memberi kontribusi terhadap kegagalan
jantung pada tirotoksikosis (Gambar 3). Gagal jantung mungkin terjadi ketika
perubahan hemodinamik akibat hipertiroidisme, tidak mencukupi untuk
memenuhi peningkatan metabolic demands jaringan perifer atau ketika
terjadi high-output state atau takiaritmia yang menyebabkan eksaserbasi
underlying coronary artery disease. Fungsi diastolik juga mengalami
penurunan karena :
- hipertrofi ventrikel kiri
- progressive ventricular stiffness,
- kegagalan ventricular filling, terutama pada saat terjadi takikardi dan
AF.
12
Sebagai tambahan, tirotoksikosis menyebabkan peningkatan volume total
darah dan plasma, yang selanjutnya meningkatkan filling pressure.
Sementara itu penurunan SVR akibat hipertiroidisme, kadang-kadang
akan menambah kapasitas jantung secara berlebihan sehingga
menyebabkan high-output failure. Namun sering kali keadaan high-output,
tachyarrhythmias, ataupun keduanya merupakan tanda penyakit jantung
koroner, dan gagal jantung yang terjadi disebabkan iskemia tersebut.
Gambar 3. Bagaimana tirotoksikosis menyebabkan terjadinya gagal jantung
Masih terjadi perdebatan apakah perubahan hemodinamik yang diinduksi
oleh tirotoksikosis itu sendiri yang menyebabkan gagal jantung. Disfungsi
myokardial pada pasien tirotoksik juga terjadi meskipun tanpa underlying
cardiac disease, bahkan pada anak sekalipun, dan telah dilaporkan adanya
perbaikan kontraktilitas myokardial setelah mencapai euthyroidism.
Efek pada Fungsi Ventrikuler
Pada awalnya, hipertiroidisme meningkatkan kontraktilitas jantung dan
memperbaiki fungsi diastolik. Namun, dalam jangka lama, tirotoksikosis
menginduksi hipertrofi ventrikel kiri baik pada manusia ataupun hewan.
Ekses hormon tiroid dihubungkan dengan peningkatan sintesa protein
jantung, menyebabkan adanya hipotesis bahwa hal tersebut memicu
terjadinya hipertrofi. Namun, beta-blocker diketahui dapat memblok atau
13
mengembalikan hipertrofi, sehingga keluar dugaan bahwa peningkatan
cardiac workload mungkin disebabkan oleh mediator hipertrofi. Laporan
terbaru mempercayai bahwa pada hipertiroidisme subklinis pun mungkin
sudah mempengaruhi morfologi dan fungsi jantung
Aritmia
Sinus takikardia adalah aritmia yang paling sering terjadi pada ekses hormon
tiroid. Gangguan ritme lain yang sering ada dengan tirotoksikosis adalah
premature atrial contraction dan atrial fibrilasi. Paroxysmal atrial tachycardia
atau atrial flutter juga bisa terjadi walaupun jarang. Premature venticular
contraction dan takiaritmia ventrikel jarang terjadi.
Sinus takikardia
Takikardi pada tirotoksikosis dapat terjadi saat istirahat, selama tidur, dan
selama latihan. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa hormon tiroid
mempunyai efek langsung pada sistim konduksi, kemungkinan melalui
perubahan seluler dalam transpor kation, termasuk :
- penurunan atrial excitation threshold,
- peningkatan sinoatrial node firing,
- shortening of conduction tissue refractory time.
Atrial fibrillation (Tabel 3)
AF terjadi pada 5 – 15 % pasien hipertiroid. Insidens tertinggi ditemukan pada
pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit jantung, ataupun
beresiko menderita sakit jantung, seperti orang tua atau laki-laki. Aritmia ini
mungkin hanya merupakan manifestasi dari tirotoksikosis, jadi kadar TSH
seharusnya rutin diperiksakan pada pasien dengan atrial fibrilasi. Bila
kadarnya rendah, maka diperlukan pemeriksaan tambahan free T4 dan free
T3. Salah satu laporan menunjukkan adanya subtle hyperthyroidism pada 12
% pasien geriatri dengan AF, yang semula diduga idiopatik. Namun, dalam
suatu studi kohort dalam jumlah besar, yang dilakukan pada pasien dengan
new-onset atrial fibrillation tanpa adanya tanda atau gejala disfungsi tiroid,
prevalensi hipertiroidisme cukup rendah (< 1%). Perlu dicatat, bahkan pada
keadaan hipertiroidisme subklinis pun terjadi peningkatan resiko AF.
Up to 15 % of hyperthyroid patients have atrial fibrillation
Always rule out hyperthyroidism in patients with atrial fibrilation
Antithyroid treatment is likely to convert atrial fibrillation to sinus rhythm
Defer cardioversion until euthyroidism is restored
Anticoagulation is indicated
Efek hemodinamik
Efek hemodinamik tirotoksikosis meliputi takikardi, systolic hypertension,
peningkatan cardiac output dan stroke volume, dan peningkatan systemic
vascular resistance (SVR). Isolated systolic hypertension mungkin disebabkan
karena ketidakmampuan vasculatur untuk mengakomodasi peningkatan
cardiac output dan stroke volume. Penurunan SVR mungkin disebabkan oleh
efek vasodilatasi langsung hormon tiroid pada sel otot polos vaskuler.
Gambar 4. Skema yang menggambarkan perubahan hemodinamik pada hipertiroidisme. Penurunan systemic vascular resistance adalah sentral dari banyak konsekuensi hemodinamik yang terjadi akibat ekses hormon tiroid. LVEDV = left ventricular end-diastolic volume, LVESV = left ventricular end-systolic volume.
15
Efek Simpatetik
Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor beta-adrenergik dalam otot
jantung, skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Hormon ini juga menurunkan
reseptor α-adrenergik pada miokardial. Selain itu juga terjadi peningkatan
kepekaan terhadap katekolamin secara nyata pada hipertiroidisme, sehingga
obat β-adrenergic blocker sangat membantu dalam mengendalikan
takikardia dan aritmia. (1)
Banyak tanda kardiovaskuler pada tirotoksikosis yang menyerupai