KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF DENGAN TONSILITIS 1. DIAGNOSIS KEPERAWATAN PRAOPERATIF Perawat menggolongkan karakteristik tertentu yang diperoleh selama pengkajian untuk mengindetifikasikan diagnosis keperawatan yang tepat bagi pasien bedah. Diagnosis menentukan arah perawatan yang akan diberikan pada satu atau seluruh tahap pembedahan. Diagnosis keperawatan praoperatif memungkinkan perawat untuk melakukan tindakan pencegahan dan perawatan, sehingga asuhan keperawatan yang diberikan selama tahap intraoperatif dan pascaanestesi sesuai dengan kebutuhan pasien. Berikut ini adalah diagnosis keperawatan berdasarkan pengkajian keperawatan yang lazim dilaksanakan. 1. Ansietas berhiubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif. 2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan, ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan menggali koping efektif. 3. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan kurang penglaman tentang operasi, kesalahan informasi. RENCANA KEPERAWATAN PRAOPERATIF
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PERIOPERATIF DENGAN TONSILITIS
1.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN PRAOPERATIF
Perawat menggolongkan karakteristik tertentu yang diperoleh selama pengkajian untuk
mengindetifikasikan diagnosis keperawatan yang tepat bagi pasien bedah. Diagnosis
menentukan arah perawatan yang akan diberikan pada satu atau seluruh tahap
pembedahan. Diagnosis keperawatan praoperatif memungkinkan perawat untuk melakukan
tindakan pencegahan dan perawatan, sehingga asuhan keperawatan yang diberikan selama
tahap intraoperatif dan pascaanestesi sesuai dengan kebutuhan pasien.
Berikut ini adalah diagnosis keperawatan berdasarkan pengkajian keperawatan yang lazim
dilaksanakan.
1. Ansietas berhiubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan
dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan, ancaman
kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan
menggali koping efektif.
3. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan kurang
penglaman tentang operasi, kesalahan informasi.
RENCANA KEPERAWATAN PRAOPERATIF
Pasien bedah perlu diikutsertakan dalam pembuatan rencana perawatan. Dengan
melibatkan pasien sejak awal, kesulitan pelaksanaan rencana asuhan keperawatan bedah,
risiko pembedahan, dan komplikasi pascaoperatif dapat diminimalkan. Misalnya, riset
keperawatan menunjukkan bahwa penyuluhan praoperatif yang diberikan secara terstruktur
dapat mempersingkat waktu rawat pasien di rumah sakit (Dalayon(1994) dalam Potter
(2006)).
Rasa takut pasien yang telah diinformasikan tentang pembedahan akan menurun dan
pasien akan mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam tahap pemulihan pascaoperatif
sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai (Potter, 2006). Keluarga juga merupakan
elemen penting dalam memahami hasil akhir yang telah ditetapkan untuk mencapai
pemulihan. Pada setiap diagnosis, perawat menetapkan tujuan perawatan dan hasil akhir
yang harus dicapai untuk memastikan pemulihan atau mempertahankan status praoperatif
pasien.
Untuk pasien bedah sehari, tahap perencanaan praoperatif dilakukan di rumah atau di unit
bedah sehari pada pagi hari sebelum pasien menjalani operasi. Idealnya, tahap ini
dilakukan di rumah dengan cara perawat menelepon pasien di rumah dan di unit bedah
dan/ atau tempat praktik dokter dan menjelasakan tentang informasi dan instruksi
praoperatif. Cara ini memberi waktu pada pasien untuk memikirkan operasi yang akan
dijalaninya, melakukan persiapan fisik yang diperlukan (misalnya, mengubah diet atau
berhenti minum obat), dan bertanya tentang prosedur pascaoperatif. Pasien bedah sehari
biasanya pulang ke rumah pada hari yang sama dengan di laksanakannya prosedur operasi.
Keluarga atau pasangan pasien juga dapat berperan sebagai pendukung aktif bagi pasien.
Rencana keperawatan berikut merupakan hal yang lazim dilaksanakan pada periode
praoperatif dari ruang rawat inap dan bagian emergensi. Penetapan tujuan dalam waktu 1 x
24 jam hanya dikhususkan apabila pembedahan dilakukan secara efektif dari ruang rawat
inap.
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan
dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
Pasien menyatakan kecemasannya berkurang
Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya
Pasien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang memengaruhi
ansietasnya
Pasien kooperatif terhadap tindakan
Wajah pasien tampak rileks
Intervensi Rasional
Mandiri
Bantu pasien mengekspresikan perasaan
marah, kehilangan, dan takut.
Ansietas berkelanjutan memberikan
dampak seramgan jantung.
Kaji tanda asietas verbal dan nonverbal.
Dampingi pasien dan lakukan tindakan bila
pasien mulai menunjukkan prilaku
merusak.
Reaksi verbal/nonverbal dapat
menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
gelisah.
Jelaskan tentang prosedur pembedahan
sesuai jenis operasi.
Pasien yang teradapatasi dengan prosedur
pembedahan yang akan dilaluinya akan
merasa lebih nyaman.
Beri dukungan prabedah Hubungan emosional yang baik antara
perawat dan pasien akan mememgaruhi
peneriamaan pasien terhadap pembedahan.
Aktif mendengar semua kekhawatiran dan
keprihatinan pasien adalah bagain penting
dari evaluasi praoperatif. Keterbukaan
mengenai tindakan bedah yang akan
dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan
atau kejadian pascaoperatif yang
diharapkan akan menghilangkan banyak
ketakutan tak berdasar terhadap anestesi.
Bagi sebagian besar pasien, pembedahan
adalah suatu peristiwa hidup yang
bermakna. Kemampuan perawat dan dokter
untuk memandang pasien dan keluarganya
sebagai manusia yang layak untuk
didengarkan dan diminta pendapat ikut
menentukan hasil pembedahan.
Egbert et al. (1963) dalam Gruendemann
(2006) memperlihatkan bahwa kecemasan
pasien yang dikunjungi dan diminta
pendapat sebelum operasi akan berkurang
saat tiba di kamar operasi dibandingkan
mereka yang hanya sekedar diberi
premedikasi dengan fenobarbital.
Kelompok yang mendapat premedikasi
melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap
cemas.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat.
Mengurangi rangsangan eksternal yang
tidak diperlukan.
Tingkatkan kontrol sensasi pasien. Kontrol sensasi pasien dalam menurunkan
ketakutan dengan cara memberikan
informasi tentang keadaan pasien,
menekankan pada penghargaan terhadap
sumber-sumber koping (pertahanan diri)
yang positif, membantu latihan relaksasi
dan teknik-teknik pengalihan, dan
memberikan respons balik yang positif.
Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin
dan aktivitas yang diharapkan.
Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan ansietasnya.
Dapat menghilangkan ketegangan-
ketegangan terhadap kehawatiran yang
tidak diekpresikan.
Berikan privasi untuk pasien dan orang
terdekat.
Memberi waktu untuk mengekspresikan
perasaan, menghilangkan rasa cemas, dan
prilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien untuk
menemani aktivitas pengalih (misalnya:
membaca akan menurunkan perasaan
terisolasi).
Kolaborasi
Berikan anticemas sesuai indikasi,
contohnya diazepam.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembelahan, ancaman
kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan
ketidakmampuan menggali koping efektif.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pasien mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria evaluasi:
Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
Pasien mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang terjadi.
Pasien mampu menyatakan peneriamaan diri terhadap situasi.
Pasien mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan
hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
Menentukan bantuan individual dalam
menyusun rencana perawatan atau
pemilihan intervensi.
Identifikasi arti dari kehilangan atau
disfungsi pada pasien.
Beberapa pasien dapat menerima dan
mengatur perubahan fungsi secara efektif
dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan
yang lain mempunyai kesulitan dalam
membandingkan mengenal, dan mengatur
kekurangan.
Anjurkan pasien untuk mengekspresikan
perasaan.
Menunjukkan penerimaan, membantu
pasien untuk mengenal dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan tersebut.
Catat ketika pasien menyatakan sekarat,
mengingkari, dan menyatakan inilah
kematian.
Mendukung penolakan terhadap bagian
tubuh atau perasaan negatif terhadap
gambaran tubuh dan kemampuan yang
menunjukkan kebutuhan dan intervensi
serta dukungan emosional.
Mengingatkan pasien tentang fakta dan
realita bahwa pasien masih dapat
menggunakan sisi yang sakit dan belajar
mengontrol sisi yang sehat.
Membantu pasien untuk melihat bahwa
perawat menerima kedua bagian sebagai
bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan
pasien untuk meraskan adanya harapan dan
mulai menerima situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik
dan memperbaiki kebiasaan.
Membantu meningkatkan perasaan harga
diri dan mengontrol lebih dari satu area
kehidupan.
Anjurkan orang terdekat pasien untuk
mengizinkan pasien melakukan hal
sebanyak-banyaknya.
Menghidupkan kembali perasaan
kemandirian dan membantu perkembangan
harga diri serta memengaruhi proses
rehabilitasi.
Dukung prilaku atau usaha seperti
peningkatan minat atau partisipasi dalam
aktivitas rehabilitasi.
Pasien dapat beradaptasi terhadap
perubahan dan pengertian tentang peran
individu masa mendatang.
Dukung penggunaan alat-alat yang dapat
membuat pasien, tongkat, alat bantu jalan,
tas panjang untuk kateter.
Meningkatkan kemandirian untuk
membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan
menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam
kegiatan sosial.
Monitor gangguan tidur, kesulitan
berkonsentrasi, letargi, dan meanrik diri.
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi.
Umumnya memerlukan intervensi dan
evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi
Rujuk pada ahli neuropsikologi dan
konseling bila ada indikasi.
Dapat memfasilitasi perubbahan peran yang
penting untuk perkembangan perasaan.
Kurangnya pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan
kurang pengalaman tentang operasi dan kesalahan informasi.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pengetahuan pasien dan keluarga tentang pembedahan
dapat terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
Pasien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan.
Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
Pasien dan keluarga secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk
melakukan aturan atau prosedur prabedah yang telah dijelaskan.
Pasien dan keluarga memahami tahap-tahap intraoperatif daan pascaanestesi.
Pasien dan keluarga mampu mengulang kembali secara narasi mengenai itervensi
prosedur pascaanestesi.
Pasien dan keluarga mengunkapkan alasan pada setiap instruksi dan latihan praoperatif.
Pasien dan keluarga memahami respons pembedahan secara fisiologis dan psikologis.
Secara subjektif pasien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosinonal.
Pasien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatif.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan dan sumber
informasi yang telah diterima.
Menjadi data dasar untuk memberikan
pendidikan kesehatan dan mengklarifikasi
sumber yang tidak jelas.
Diskusikan perihal jadwal pembedahan. Pasien dan keluarga harus diberikan
mengenai waktu dimulianya pembedahan.
Apabila rumah sakit mempunyai jadwal
kamar operasi yang padat, maka lebih baik
pasien dan keluarga diberitahukan tentang
banyaknya jadwal operasi yang telah
ditetapkn sebelum pasien.
Diskusikan perihal lamanya pembedahan. Kurang bijaksana bila memberitahukan
pasien dan keluarganya tenetang lamanya
waktu operasi yang akan dijalani.
Penundaan yang tidak antisipasi dapat
terjadi karena berbagai alasan. Apabila
pasien tidak kembali pada waktu yang
diharapkan, maka keluarga akan menjadi
sangat cemas. Anggota keluarga harus
menunggu di ruang tunggu bedah untuk
mendapat berita yang terbaru dari staf.
Lakukan pendidikan kesehatan paroperatif. Manfaat dasri instruksi praoperatif telah
dikenal sejak lama. Setiap pasien diajarkan
sebagai seorang individu, dengan
mempertimbangkan segala keunikan
tingkat ansietas, kebutuhan, dan harapan-
harapannya.
Programkan instruksi yang didasrkan pada
kebutuhan individu, direncanakan, dan
diimplementasikan pada waktu yang tepat.
Jika sisi penyuluhan dilakukan beberapa
hari sebelum pembedahan, maka pasien
mungkin tidak ingat tentang apa yang telah
dikatakan. Jika instruksi diberikan terlalu
dekat dengan waktu pembedahan, maka
pasien mungkin tidak dapat berkonsentrasi
atau belajar karena ansietas dan efek dari
medikasi praanestesi.
Beritahu persiapan pembedahan.
Persiapan intestinal. Pembersihan dengan enema atau laksatif
mungkin dilakukan pada malam sebelum
operasi dan diulang jika tidak efektif.
Pembersihan ini dilakukan untuk mencegah
defekasi selama anestesi atau untuk
mencegah trauma yang tidak diinginkan
pada intestinal selama pembedahan
abdomen.
Persiapan kulit. Tujuan dari persiapan kulit praoperatif
adalah untuk mengurangi sumber bakteri
tanpa mencederai kulit. Bila ada waktu,
seperti pada bedah efektif, pasien dapat
diinstruksikan untuk menggunakan sabun
yang mengandung deterjen germisida untuk
membersihkan area kulit selama beberapa
hari sebelum pembedahan. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi jumlah
organisme yang ada kulit. Persiapan ini
dapat dilakukan di rumah.
Sebelum pembedahan, pasien harus mandi
air hangat, relaksasi, serta menggunakan
sabun yang mengandung iodine. Meskipun
hal ini sering dilakukan pada hari
pembedahan, tetapi jadwal pembedahan
membuat hal tersebut dilakukan pada
malam sebelumnya.
Tujuan menjadwalkan mandi pembersihan
sedekat mungkin dengan waktu
pembedahan adalah untuk mengurangi
risiko kontaminasi kulit terhadap luka
bedah. Mencuci rambut sehari sebelum
pembedahan sangat disarankan kecuali
kondisi pasien tidak memungkinkan hal
tersebut.
Pembersihan area operasi. Kulit di sekitar area operatif sangat
disarankan untuk tidak dicukur. Selama
mencukur, kulit mungkin mengalami
cedera oleh silet dan menjadi pintu
masuknya bakteri. Jaringan yang cedera ini
dapat menjadi tempat pertumbuhan bakteri.
Selain itu, semakin jauh interval antara
bercukur dan operasi, maka makin tinggi
pula angka infeksi luka paroperatif. Kulit
yang dibersihkan dengan baik tetapi tidak
cukur lebih jarang menyulitkan dibanding
dengan kulit yang dicukur.
Pencukuran area operasi. Pencukuran area operasi dilakukan apabila
protkol lembaga atau ahli bedah
mengharuskan kulit untuk dicukur. Pasien
diberitahukan tentang prosedur mencukur,
dibaringkan dalam posisi yang nyaman, dan
tidak memajan bagian yang tidak perlu.
Informsikan perihal persiapan pembedahan.
Persiapan istirahat dan tidur.
Istirahat merupakan hal yang penting untuk
penyembuhan normal. Kecemasan tentang
pembedahan dapat dengan mudah
mengganggu kemampuan untuk istirahat
atau tidur. Kondisi penyakit yang
membutuhkan tindakan pembedahan
mungkin akan menimbulkan rasa nyeri
yang hebat sehingga mengganggu istirahat.
Perawat harus memberikan lingkungan
yang tenang dan nyaman untuk pasien.
Dokter sering memberi obat hipnotik-
sedatif atau antiansietas pada malam hari
sebelum pembedahan. Obat-obatan
hipnotik-sedatif seperti flurazepam
(Dalmane) dapat menyebabkan dan
mempercepat pasein tidur. Obat-obatan
antianietas, misalnya: alprazolam (xanax)
dan diazepam (Valium), bekerja pada
korteks serebral dan sistem limbik untuk
menghilangkan ansietas.
Persiapan rambut dan kosmetik. Untuk menghindari cedera, perawat
meminta pasien untuk melepas jepit
rambutnya sebelum masuk ke ruang
operasi. Rambut palsu juga harus di lepas.
Rambut panjang dapat dikepang agar tetap
pada tempatnya. Pasien harus memakai
tutup kepala sebelum memasuki ruang
operasi.
Selama dan setelah pembedahan, ahli
anestesi dan perawat mengakaji kulit dan
membran mukosa untuk menentukan status
oksigenasi dan sirkulasi pasien. Oleh
karena itu, seluruh riasan muka seperti
lipstik, bedak, pemerah muka, dan cat kuku
harus dihilangkan untuk memperlihatkan
warna kulit dan kuku yang normal.
Pemeriksaan alat bantu (protese) dan
perhiasan.
Semua alat bantu dan perhiasan harus
dilepas.
Persiapan administrasi dan informed
consent.
Pasien sudah menyelesaikan administrasi
dan mengetahui perihal biaya pembedahan.
Pasien sudah mendapat penjelasan dan
menandatangani informed consent.
Ajarkan aktivitas pascaoperasi.
Latihan panas diafragma.
Salah satu tujuan dari asuhan keperawatan
praoperatif adalah untuk mengajarkan
pasien cara untuk meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setalah anestesi
umum. Hal ini dicapai dengan
memeragakan pada pasien bagaimana
melakukan napas dalam, napas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal), dan
bagaimana mengembuskan napas dengan
lambat. Pasien diposisikan dalam posisi
duduk untuk memberikan ekspansi paru
yang maksimum.
Peranapasan diafragma mengacu pada
pendataran rongga dafragma selama
inspirasi sehingga mengakibatkan
pembesaran abdomen bagian atas sejalan
dengan desakan udara masuk. Selama
ekspirasi, otot-otot abdomen akan
berkontraksi.
Ajarkan latihan batuk efektif dan gunakan
bantal untuk mengurangi respons nyeri.
Tujuan dari latihan batuk efektif adalah
untuk memobilisasi sekret sehingga dapat
dikeluarkan. Napas dalam yang dilkukan
sebelum batuk akan merangsang refleks
batuk. Jika pasien tidak dapat batuk secara
efektif, maka dapat terjadi pneumonia
hipostatik atau komplikasi paru lainnya.
Bila akan dilakukan insisi abdomen atau
toraks, maka perawat memeragakan
bagaimana cara menyokong garis insisi
sehingga tekanan dapat diminimalisasikan
dan nyeri dapat di kontrol.
Ajarkan aktivitas pascaoperasi Tujuan peningkatan pergerakan tubuh
Latihan tungkai. secara hati-hati setalah operasi adalah untuk
memperbaiki sirkulasi, mencegah statis
vena, dan menunjang fungsi pernapasan
yang optimal.
Pasien ditunjukkan bagaimana cara untuk
berbalik dari satu sisi ke sisi lainnya dan
mengambil posisi lateral. Posisi ini akan
digunakan setelah operasi (bahkan sebelum
pasien sadar) dan dipertahankan setiap dua
jam.
Latihan ekstremitas meliputi ekstensi dan
fleksi lutut dan sendi panggul (sama dengan
mengendarai sepeda tapi dengan posisi
berbaring miring). Telapak kaki diputar
seperti membuat lingkaran sebesar
mungkin. Siku dan bahu juga ditalih ROM.
Pada awalnya pasien akan dibantu dan
diingatkan untuk melakukan latihan ini,
tetapi selanjutnya dianjurkan untuk
melakukan latihan secara mandiri. Tonus
oto dipertahankan sehingga ambulasi akan
lebih mudah dilakukan.
Perawat diingatkan untuk tetap
menggunakan pergerakan tubuh yang tepat
dan mengintruksikan pasien untuk
melakukan hal yang sama. Ketika pasien
dibringkan dalam posisi apa saja, tubuhnya
harus dipertahankan dalam kelurusan yang
sesuai.
Ajarkan teknik manajemen nyeri keperawatan
Atur posisi imobilisasi pada area
pembedahan.
Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi
unsur utama kompresi saraf dan nyeri.
Manajemen lingkungan: lingkungan Lingkungan yang tenang akan menurunkan
tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan
pasien.
stimulasi nyeri ekskternal. Pembatasan
pengunjung akan membantu meingkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurnga
apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan. Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer.
Ajarkan teknik distraksi untuk mengurangi
nyeri.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menrunkan stimulasi internal dengan
mekanisme peningkatan produksi endorfin
dan enkefalin yang dapat memblokir
serptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke
korteks sereberi, sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
Berikan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa bentuk dukungan psikologis yang
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan aliran
dan suplai darah serta oksigen ke area
nyeri.
Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien
bisa dikunjungi.
Pasien akan mendapat manfaat bila
mengetahui kapan keluarganya dan
temannya bisa dikunjungi setelah
pembedahan.
TRANSPORTASI KE RUANGAN PRABEDAH
Transportasi biasanya dilakukan dengan menggunakan brankar atau kursi roda. Idealnya,
perawat yang merawat pasien akan mangantar dan menemani pasien hingga ke ruangan
transir sementara. Pendekatan psikologis dengan membicarakan kondisi rutin selain
pembedahan dapat membantu pasien untuk lebih santai.
Ruang Prabedah
Pengkajian
Di sebagian besar rumah sakit, pasien lebih dulu masuk ke ruang prabedah. Pasien
dipindahkan ke ruang prabedah di atas tempat tidur atau barankar sekitar 15-30 menit
sebelum anestesi dimulai. Barankar harus senyaman mungkin, dengan jumlah selimut yang
cukup untuk memastikan pasien tidak kedinginan. Bantal kecil di kepala bisasnya
diperbolehkan.
Di ruang prabedah, pasien akan bertemu dengan staf ruang operasi yang menggunakan
pakaian dan wajah tertutup masker sesuai dengan kebijakan pengontrolan infeksi rumah
sakit. Pada kondisi ini, pasien sudah tidak ditemani oleh orang terdekat. Suasana ruangan
yang terasa sunyi akan memberikan kondisi yang berbeda pada pasien.
Perawat ruang transit sementara akan melakukan pengkajian pasien, meliputi keabsahan
pasien, jenis pembedahan, kamar operasi yang akan dimasuki, jenis anestesi yanga akan
digunakan, kelengkapan pemeriksaan dagnostik, dan kelengkapan sarana pembedahan.
Meskipun pasien sudah mendapat medikasi paraoperatif, tampak mengantuk, dan terlihat
aman di atas brankar dengan sabuk pelindung di atasnya, tetapi seorang perawat harus
selalu ada di dekatnya. Dengan menugaskan perawat bersama pasien akan memberikan
ketenangan dan keamanan. Ketenangan dapat dikomunikasikan secara verbal atau
nonvebal melalui ekspresi wajah, tingkah laku, genggaman hangat pada tangan, dan
memperlihatkan wajah yang ramah oleh perawat yang membantu menyiapkan pasien
sebelum dipindahkan ke ruang bedah atau ahli anestesi yang telah mengunjungi pasien
sehari sebelum hari pembedahan.
Diagnosis keperawatan
Di ruang prabedah, diagnosis keperawatan yang paling lazim ditegakkan adalah sebagai
berikut :
1. Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan
2. Resiko cedera perioperatif berhubungan dengan prosedur premedikasi anestesi
Rencana Intervensi dan Kriteria Evluasi
Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan
Tujuan: Kecemasan pasien teradaptasi
Kriteria evalusasi: Pasien kooperatif terhadap intervensi prainduksi anestesi dan pasien
mendapat dukungan prainduksi.
Intervensi Rasional
Saat pasien masuk ruang sementara, sambut
dengan ramah dan panggil pasien dengan
Pasien yang merasa diterima oleh petugas
ruang sementara akan mendapatkan
namanya. dukungan psikologis yang menurunkan
stimulus rasa cemas.
Pemanggilan nama akan memberikan rasa
aman pada pasien dan menegaskan bahwa
dia merupakan pasien yang benar untuk
mendapat intervensi.
Bantu pasien untuk mengganti pakaian
rawat inap dengan pakaian kamar bedah.
Pasien dengan pembedahan efektif dari
ruangan akan diganti bajunya di ruang
prabedah.
Beri lingkungan yang tenang dan jangan
berbicara tentang pembedahan.
Mengurangi rangsangan eksternal yang
tidak diperlukan. Suasana tenang akan
meningkatkan efektifitas pemberian
premedikasi. Perbincangan yang tidak
menyenangkan atau percakapan harus
dihindari karena dapat diartikan bereda
oleh pasien yang mendapatkan sedatif.
Orientsikan pasien terhadap prosedur
prainduksi dan aktivitas yang diharapkan.
Orientsi dapat menurunkan kecemasan.
Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan ansitesnya.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
keahwatiran yang tidak diekspresikan.
Resiko cedera perioperatif berhubungan dengan prosedur premedikasi anestesi
Intervensi
Jelaskan prosedur rutin prabedah Perawat perioperatif menjelaskan tahap-tahap yang
akan dilaksanakan untuk menyiapkan
pasien menjalani pembedahan
Periksa tanda-tanda vital prabedah Prosedur standar dalam melakukan prainduksi bedah
dengan membandingkan hasil tanda-tanda
vital sewaktu di ruang rawat inap
Siapkan sarana kateter IV dan obat-obatan premediksiPiñata anestesi biasanya mempersiapkan sarana kateter
IV yang berukuran besar agar pemasukan
cairan menjadi lebih mudah
Obat-obat premediksi dipertimbangkan secara
individual . prosedur premediksi juga
harus diadaptasikan setelah
mempertimbangkan factor lain, misalnya
lama pembedahan keseluruhan dan
kebutuhan pemulihan pasca bedah yang
segera pencapaian pemulihan dan
aktivitas yang cepat sangat penting dalam
konteks
Obat yang paling sering digunakan pada premediksi
adalah dari golongan benzodiazepine .
diazepam adalah salah satu golongan
benzodiazepine yang mempunyai sifat
tidak larut air sehingga apabila dilarutkan
dengan air steril akan memberikan rasa
nyeri pada pemberian intravena. Waktu
paruh eliminasi diazepam adalah kira-kira
21-37 jam (kee, 1996) sehingga tidak
dipertimbangkann pada pemberian pasien
one day surgery.
Lakukan pemasangan kateterIV dan pertimbangan
pemberian agen premediksi
Di dalam ruang sementara , perawat, perawat anestesi.
Atau ahli anestesi memasang kareter
infuse ketangan pasien untuk memberikan
prosedur rutin penggantian cairan dan
obat-obatan melalui intravena.
Pemasangan kateter IV di ruang prabedah
berfungsi untuk mempermudah intervensi
premediksi.
Lakukan pengiriman pasien ke kamar operasi Perawat memindahkan pasien ke kamar operasi dengan
menggunakan brankar dengan pagar
terpasang, pasien biasanya masih sadar
dan akan memperhatikan perawat dan
dokter menggunakan masker, pakain
khusus, dan penutup mata untuk
pembedahan secara lengkap.
Lakukan pengaturan posisi pada saat pemindahan pasien
yang tidak memerlukan anestesi dari brankar
ke meja operasi
Pasien dengan pembedahan dengan posisi terlentang
yang tidak menggunakan anestesi
memerlukan pengaturan posisi dengan
hati-hati. Petugas memindahkan pasien ke
atas meja operasi .pastikan brankar dan
meja operasi telah terkunci.
ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIFNs. SUMARDA
Fase intraoperatif adalah suatu masa di mana pasien sudah berada di meja pembedahan
sampai ke ruang pulih sadar. Asuhan keperawatan intraoperatif merupakan salah satu fase
asuhan yang dilewati pasien bedah dan diarahkan pada peningkatan keefektifan hasil
pembedahan.
Pengkajian yang dilkukan perawat introperatif lebih kompleks dan harus dilakukan secara
cepat dan ringkas agar dapat segera dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai.
Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang bersifat risiko atau aktual akan di
dapatkan berdasarkan pada tujuan yang diprioritaskan. Koordinasi seluruh anggota tim
intraoperatif, dan melibatkan tindakan independen dan dependen.
PATOFISIOLOGI KE MASALAH KEPERAWATAN
Pada fase intraoperatif, pasien akan mengalami berbagai prosedur. Prosedur pemberian
anestesi, pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis, dan prosedur tindakan invasif akan
memberikan implikasi pada masalah keperawatan yang akan muncul. Peran (lanjut ke peta
konsep) perawat intraoperatif adalah berusaha untuk meminimalkan risiko cedera dan
risiko infeksi yang merupakan dampak yang akan terjadi dari setiap prosedur bedah.
Pada pelaksanaannya, proses keperawatan intraoperatif membutuhkan persiapan yang baik
dan pengetahuan tentang proses yang terjadi selama prosedur pembedahan dilaksanakan.
Proses keperawatan intraoperatif terdiri dari proses keperawatan pemberian anestesi
umum, proses keperawatan pemberian anestesi regional, proses keperawatan prosedur
intrabedah dan proses keperawatan pengiriman ke ruang pemulihan.
PROSES KEPERAWATAN PEMBERIAN ANESTESI UMUM
Pengkajian
Pasien yang sudah mendapatkan premedikasi akan terlihat mengantuk, tetapi masih sadar.
Pada kondisi ini pasien akan memperhatikan kondisi kamar bedah dan melihat petugas
yang menggunakan pakaian yang tertutup, lampu operasi, dan sarana pembedahan yang
akan menakutkan kondisi psikologis pasien. Penata anestesi sangat berperan dalam
memberikan dukungan prainduksi agar pasien dapat kooperatif dengan intervensi anestesi.
Pemberian anestesi secara umum merupakan tanggung jawab dokter anestesi, sedangkan
penata anestesi berperan mempersiapkan obat-obatan, alat, dan sarana pemberian anestesi.
Kenyataan di Indonesia, pemberian anestesi secara keseluruhan dapat dilakukan oleh
penata anestesi yang mendapat pelimpahan tanggung jawab dari ahli anestesi. Hal ini
memberikan tantangan tersendiri bagi perawat anestesi agar dapat melakukan proses
keperawatan secara komprehensif pada prosedur anestesi sejak menerima, mempersiapkan,
dan memberikan prosedur anestesi umum.
Pemberina anestesi umumnya dilakukan pada saat pasien berada di atas meja bedah. Tetapi
pada keadaan tertentu, dimana dalam pengaturan posisi bedah memerlukan anestesi lebih
dahulu, maka pemberian anestesi dilakukan di atas brankar sebelum pasien dipindahkan ke
meja bedah.
Pemberian anestesi umum akan membuat pasien kehilangan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi oto mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pasien juga
mengalami amnesia tentang seluruh proses yang terjadi selama pembedahan.
Diagnosa Keperawatan
Pada pemberian anestesi umum selama intrabedah, diagnosa keperawatan yang paling
lazim ditemukan adalah: Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi
umum.
Rencana Intervensi dan Kriteria EvaluasiRisiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi umum
Tujuan: Risiko cedera intraoperatif sekunder dari intervensi anestesi umum tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
Pasien kooperatif terhadap intervensi anestesi.
Pasien dapat menjadi tidak sadar sesuai tahapan anestesi umum.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien Perawat ruang operasi memeriksa kembali
identifikasi dan kardeks pasien; melihat
kembali lembar persetujuan tindakan,
riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik,
dan berbagai hasil pemeriksaan;
memastikan bahwa alat protese dan barang
berharga telah dilepas; dan mermeriksa
kembali rencana perawatan praoperatif
yang berkaitan dengan rencana perawtan
intraoperatif.
Siapkan obat-obatan pemberian anestesi
umum.
Obat-obatan anestesi yang dipersiapkan
meliputi obat pelemas otot danobat
anestesi umum. Intubasi endotrakeal
dilakukan setelah pemberian pelemas otot
kerja singkat seperti suksinikolin
(Anectine, Burroughs Wellcome) dan
mivikurium (Mivicron, Burroughs
Wellcome), atau obat yang bekerja lebih
lama misalnya vekuronium (Norcuron,
Organon) atau atrakurium (Tracium,
Burroughs Wellcome). Anestesi umum
dapat diinduksi dengan obat intravena
misalnya metoheksital (Brevital sodium,
Lilly), tiopental (Sodium Pentothal,
Abbott), atau propofol (Gruendemann,
2006).
Siapkan alat-alat intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal digunkan untuk
menjaga kepatenan jalan napas
intraoperasi. Penata anestesi memeriksa
kondisi lampu pada laringoskop dan
apakah kondisi selang endotrakeal
berfungsi optimal sebelum pemasangan
dilakukan. Penata anestesi harus
mempertimbangkan faktor umum dan
kondisi penyulit dalam melakukan intubasi
pada pemilihan persiapan sarana intubasi.
Misalnya, pada anak kecil akan digunakan
laringoskop dan selang endotrakeal yang
ukurannya sesuai.
Siapkan sarana pemantauan dasar. Pemilihan dan pemeliharaan peralatan
anestesi dan perlengkapannya biasanya
menjadi taggung jawab penata anestesi.
Alat dan sarana yang disikan merupakan
sarana atau perangkat pemantauan
(monitoring) dasar, meliputi:
Stetoskop preekordial
Pengukuran tekanan darah
Oksimetri pulsasi.
Siapkan obat dan peralatan emergensi. Selain pemantau, peralatan darurat dasar,
obat-obatan, dan protokol pengobatan juga
harus tersedia. Defivrilator juga harus
dipastikan berfungsi baik. Peralatan jalan
napas meliputi laringoskop, selang
endotrakeal, jalan napas oral, dan napas
faringal. Selain itu, masker dan kantong
resussitasi self-inflating (ambu type) adalah
alat yang penting dan harus mudah diakses.
Lakukan pemasangan stetoskop prekordial,
manset tekanan darah, monitor dasar,
oksimetri pada jari, dan pertahankan
kelancaran kateter IV.
Stetoskop prekordial dibiarkan menempel
di dada pasien, menyalurkan informasi
mengenai operasi mekanis jantung dan
adanya bunyi napas secara kontinu.
Perubahan yang dapat dideteksi mencakup
bising jantung, aksentuasi bunyi jantung
kedua, dan denyut jantung yang abnormal.
Perawt juga memasang manset tekanan
darah. Manset tetap terpasang pada lengan
pasien selama pembedahan berlangsung
sehingga ahli anestesi dapat mengkaji
tekana darah pasien.
Pemasangan oksimetri dalam penilaian
saturasi oksigen pada jari memudahkan
perawat anestesi mengobservasi status
respirasi pasien.
Kelancaran keteter IV dapat menjadi
prosedur dasar sebelum memberikan
anestesi secara intravena.
Kaji faktor yang merugikan selama
pemberian anestesi intraoperatif.
Tindakan penting yang dilakukan dengan
mengkaji faktor-faktor penyulit selama
anestesi, seperti adanya riwayat reaksi
alerfi pada agen anestesiatau alergi
terhadap banyak komponen, riwayat
penyakit kardiaskuler dan paru, masalah
jalan napas, dan faktor usia lanjut.
Riwayat alergi Riwayat reaksi alergi pada agen anestesi
atau alergi teerhadap banyka komponen
harys diteliti dan diperjelas oleh pasien.
Untuk menentukan kemungkinan
timbulnya masalah besar, misalnya demam
yang membahayakan dan asidosis akibat
hipertermia maligna atau paralisis otot
berkepanjangan yang dijumpai pada orang
dengan pseudokolinesterase atipikal (Kee,
1996).
Evaluasi fungsi berbagai sistem utama
tubuh, terutama sistem kardiovaskular dan
pernapasan, merupakan parameter penting
pada evaluasi pra-anestesi. Pasien yang
mengaku alergi terhadap banyak obat
mungkin sangat peka terhadap obat-obat
yang melepaskan histamin, misalnya
sebagian pelemas otot, narkotik, dan
barbitturat.
Informasi mengenai eiwayat alerfi terhadap
antibiotik, zat warna kontras, preparat
indium, plester, dan lateks sangat penting.
Riwayat reaksi hebat dan mendadak dari
seseorang setelah terpajan produk atau
peraltan medis yang mengandung lateks
harus dilaporkan. Etiologi pasti alerfi
lateks tidak diketahui, tetapi protein larut
air dari lateks tampaknya adalah alergen
utamanya (Gruendemann, 2006).
Riwayat penyakit kardiovaskular dan paru. Riwayat penyakit kardiovaskular dan paru
harus mendapat persetujuan medis dari
dokter jantung dan paru sebelum
dijadwalkan menjalani prosedur bedaha
elektif. Riwayat infark miokardium,
angina, gagal jantung kongestif, hipertensi,
diabetes, aritmia jantung, penyaktit
vaskular perifer, merokok, penyakit paru
obstruktif menahun, atau tandur pintas
arteri koroner mungkin merupakan
prediktor untuk morbiditas jantung
pascaoperatif.
Masalah jalan napas Masalah jalan napas yang kondisinya
kurang optimal tanpa patologi jalan napas
yang jelas, visualisasi glotis kadang-
kadang sulit atau bahkan tidak mungkin
dilakukan. Faktor predisposisi yang dapat
menyulitkan intubasi adalah leher yang
pendek dan berotot dengan gigi lengkap,
rahang bawah yang mundur disetai sudut
mandibula yang tumpul, menonjolnya gigi
seri atas, penyempitan ruang antara sudut-
sudut mandibula disertai palatum yang
melengkung tinggi, serta peningkatan jarak
dari gigi seri atas ke batas posterior ramus
mandibula (Rob, 1968). Pengamatan klinis
tambahan adalah apabila jarak antara dagu
ke tulang rawan tiroid kurang dari 3 atau 4
cm (lebar dua jari tangan), maka visualisasi
glotis diperkirakan akan sulit dilakukan
(Rosenberg dan Rosenberg (1983) dikutip
Gruendemannn (2006)).
Selama pemeriksaan praoperatif, pasien
dengan riwayat apnea tidur obstruktif,
sindrom kongenital, bedah leher atau
wajah, stridor atau suara serak, nyeri, atau
parestesia sewaktu meggerakkan leher, gigi
tanggal atau goyang, atau perangkat gigi,
misalnya kawat gigi mungkin menyulitkan
kita saat membebaskan jalan napas.
Catatan anestesi sebelumnya harus dikaji
untuk mencari keterangan mengenai
kualitas jalan napas, upaya laringoskopi,
dan keberhasilan intubasi. Saat
pemeriksaan fisik, ahli anestesi atau penata
aanestesi harus secara teliti memeriksa
leher, mandibula, dan struktur serta
mobilitas mulut. Kesejajaran tiga sumbu
(oral, faring, dan trakea) mempermudaha
visualisasi laring. Kesejajaran sumbu-
sumbu tersebut dilakukan dengan fleksi
anterior spina servikalis bawah ditambah
ekstensi sendi atlanto-oksipitalis
(Rosenberg dan Rosenberg (1983) dalam
Gruendemannn (2006)).
Faktor luar Faktor usia lanjut dimana pasien
sebelumnya menggunakan agen obat
antihepertensi, antiparkison, dan
psikotropik merupakan obat-obat yang
paling sering menimbulkan reaksi simpang
pada orang tua (Kee, 1996). Pasien berusia
lanjut cenderung tentan terhadap obat-obat
penekan susunan saraf pusat. Hal ini
mungkin disebabkan oleh berkurangnya
bahan-bahan sel dan penurunan fungsi
sinaps secara progresif. Kecepatan
hantaran diketahui menurun seiring dengan
penuaan. Penuruan konsentrasi alveolus
minimal (minimal alvolar concentration)
yang memerlukan anestesi inhalasi pada
orang tua mungkin disebabkan oleh
penururna kepadatan sel di otak, penurunan
konsumsi oksigen otak, dan penurunan
aliran darah otak (Rob (1968) dalam
Gruendemann, (2006)).
Korteks dan regio subkorteks yang
bertanggung jawab menghasilkan
neurotransmiter, mengalami penurunan
kapasitas fungsional terbesar akibat
penuaan. Walaupun meknsime peningkatan
kepekaan orang tua terhadap obat anestesi
dan sedatif masih belum jelas, tetapi proses
degeneratif yang berperan dalam
peningkatan kepekaan juga ikut
berkontribusi tehadap tingginya risiko
perburukan mental pascaoperatif yang
dialami oleh lanjut usia (McLeskey (1992)
dalam Gruendemann, (2006)).
Pada pasien usia lanjut, penurunan aliran
darah hati yang paling diamati sebanding
dengan penurunan keseluruhan curah
jantung total. Penururnan aliran ini adalah
penentu utama penurunan bersihan
(clearance) obat plasma. Pada penuaan,
konsentrasi dan fungsi enzim mikrosom
hati diperkirakan tetap berada dalam
tentang normal. Penurunan aliran darah
dan berkurangnya kapasitas fungsisonal
yang terjadi cenderung mempercepat
penuaan hati sehingga berisiko tinggi
mengalami kerusakan akibat hipoksemia,
obat, atau transfusi darah. Penurunan aliran
darah hati, kemungkinan defisit enzim, dan
penurunan kemampuan ekskretorik ginjal
dapat memperpanjang waktu parah
eliminasi beta dan memperlama efek obat-
obat yang diberikan (Kee, 1996).
Obat-obat pada sistem kardiovaskular,
hati, dan ginjal akan memberikan dampak
besar pada pemberian anestesi. Sebagai
vcontoh, propranolol tanpaknya tidak
mengubah kebutuhan anestesi pasien
dengan insufisiensi ginjal, tetapi obat ini
dapat menimbulkan agitasi, kebingungan,
tremor, minoklonus, atau kejang. Efek
hipotensi dan bradikardi darri propranolol
dan anestesi umum yang muncul mungkin
bersifat adiktif. Verapamil, suatu
penghambatsaluran kalsium, diketahui
dapat menurunkan kebutuhan aanestesi
sebesar 25% dan memperkuat pelemas otot
depolarisasi dan nondepolarisasi. Tetapi
jangka panjang dengan bretilium dapat
menyebabkan hipersensitivitas terhadap
obat golongan vasopresor (McLeskey
(1992) dalam Gruendemann, (2006)).
Verapamil maupun nifedipine diketahi
memperlihatkan kadar digoksin serum
yang tinngi (sampai 30%), sehingga tidak
saja menurunkan kebutuhan digoksin,
tetapi juga membuat pasien semakin
berisiko menagalami toksisitas (Chelly et
al., (1987) dalam Gruendemann, (2006)).
Aliran darah yang lamaban dan kongesti
kronis hati yang berkaitan dengan gagal
jantun kronik memperlambat metabolisme
obat-obat misalnya teofili. Pada pasien
dengan keadaan tersebut, waktu paruh
teofilin dalam serum adalah sekitar 23 jam,
dibandingkan dengan nilai normal sebesar
7 jam (Gruendemann, 2006).
Kaji adanya kelainan pada prosedur
dagnostik.
Prosedur untuk menilai adanya gangguan
pada organ-organ vital dapat mempersulit
jalannya anestesi.
Prosedur penilaian laboratorium dan
dagnostik harus dilakukan seiring dengan
adanya riwayat proses penyakit dan
medikasi yang dikonsumsi. Beberapa
institusi menetapkan pemeriksaan prosedur
standar pada pasien usia di atas 40 tahun,
meliputi pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, urinalisis, dan EKG.
EKG Pada populasi pasien rawat inap, EKG
praoperatif yang dijalani oleh kelompok
tertentu dapt memberikan informasi yang
menyempunakan perencanaan dan hail
akhir keseluruhan pada pasien pria berusia
di atas 40 tahun; wanita berusia di atas 50
tahun; pasien yang menderita penyakit
arteri koroner misalnya hipertensi,
diabetes, atau penyakit pembuluh darah
perifer; pasien dengan penyakit yang
mungkin berefek pada jantung misalnya
kegaansan, penyakit kolagen vaskular, dan
proses infeksi serius. Kelompok lain yang
berisiko tinggi adalah pasien yang
mendapat obat seperti fenotiazin dan
antidepresan, mereka yang mengalami
ketidakseimbangan elektrolit, atau
menjalani bedah intratoraks,
intraperitoneum, aorta, saraf elektif, atau
bedah darurat serius (Schwartz, 2000).
Hemoglobin Kadar hemoglobin yang aman bagi pasien
direkomendasikan lebih dari 10 g/dl.
Tetapi nilai hemoglobin yang lebih rendah
dari 10g/dl atau anemia biasnya masih bisa
ditoleransi pada orang yang sehat karena
berbagai mekanisme kompensasi masih
aktif bekerja. Mekanisme tersebut antara
lain peningkatan curah jantung, penurunan
resistensi sistemik, dan peningkatan rasio
ekstraksi oksigen. Namun, keadekuatan
mekanisme tersebut dalam mengatasi stres
yang berlebihan saat pembedahan atau
pendarahan mendadak yang banyak, masih
dipertanyakan. Pembahasana akan kurang
kontroversial jika pemerian darah dan
produk darah selama pembedahan aman
100%. Penitng diingat bahwa anemia
menyebabkan penurunan cadangan darah
dan deplesi mekanisme kompensasi.
Dengan demikian, nilaia hemoglobin
praoperatif yang optimal adalah nilai yang
memiliki cadangan cukup untuk
menghadapi stres selama prosedur
pembedahan.
Urine rutin Pemeriksaan urine rutin sperti berat jenis
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
2. Pertahankan catatan intake dan output
yang akurat
3. Monitor status hidrasi ( kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan makanan / cairan
dan hitung intake kalori harian
6. Lakukan terapi IV
7. Monitor status nutrisi
8. Dorong masukan oral
9. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
Ketidak efektifan kebersihan jalan
nafas berhubungan dengan
peningkatan skresi
NOC :
1. Respiratory status : Ventilation
2. Respiratory status : Airway patency
3. Aspiration Control
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
NIC :
Airway suction
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
3. Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah
factor yang dapat menghambat jalan nafas
4. Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan.
5. Berikan O2 dengan menggunakan
nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap
melakukan tindakan
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
napas dalam setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
LAMPIRAN MATERI
TONSILITIS
a. Definisi Penyakit
Tonsilitis adalah penyakit radang pada tonsil yang dapat menyerang pada semua
umur.
b. Etiologi
Penyebab utama tonsilitis adalah kuman golongan streptokokus (Streptokokus
A, Streptokokus hemolyticus, S. viridans dan S. pyogenes. Penyebab lain yaitu infeksi
virus (Adenovirus, ECHO, influenza, serta herpes).
c. Tanda dan gejala
Gejala yang sering ditemukan pada tonsilitis antara lain :
- Suhu tubuh naik sampai 40 C
- Rasa lesu
- Rasa nyeri pada sendi
- Tidak nafsu makan (anoreksia)
- Sakit tenggorok, kesulitan menelan
- Rasa nyeri di telinga (otalgia)
d. Patofisiologi
Mula-mula terjadi infiltrasi pada lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka
jaringan limfoid superfisial mengadakan reaksi, terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Proses ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil
yang berisi bercak kuning disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri
dan epitel yang terlepas. Akibat dari proses ini akan terjadi pembengkakan atau
pembesaran tonsil, nyeri saat menelan, disfagia. Kadang apabila terjadi pembesaran
melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas. Komplikasi yang sering terjadi
akibat disfagia dan nyeri saat menelan, klien akan mengalami malnutrisi yang ditandai
dengan gangguan tumbuh kembang, klien malaise, mudah mengantuk.
Spasme jaringan Reaksi sistemik
Nyeri Hipertermidemam
Bila tonsillitis terjadi pada usia sekolah seringkali menyebabkan anak sulit
mengikuti pelajaran dan apabila pembesaran tonsil sudah berat dan timbul komplikasi
maka dibutuhkan terapi pembedahan (tonsilektomi).
e. Pathway
Invasi mikroorganisme : S. Haemolitikus,
S. Viridans
S. Pyogenes
Reaksi inflamasi
Peningkatan infiltrasi leukosit pada epitel tonsil
Pembendungan aliran limfoid oleh infiltrasi leukosit
Edema tonsil Menyebabkan
Hiperemi
Kekuningan
Tonsilektomi Nyeri saat menelan
Cedera jaringan Anoreksia
Nutrisi kurang
Ngantuk
Nyeri Risiko perdarahan Malaise
Risiko aspirasi
f. Pemeriksaan Penunjang
- Dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dan pengumpulan data riwayat kesehatan
yang cermat untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi lain yang
berkaitan.
- Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri.
- Pemeriksaan darah lengkap
g. Manajemen Terapi
Terapi pada tonsilitis akut adalah antibiotika atau sulfonamida, antipiretika dan
obat kumur atau obat isap yang mengandung desinfektan.
h. Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi adalah :
- Obstruksi oral menetap atau disfagia
Obstruksi oral dan disfagia dapat terjadi akibat imflamasi dan pembengkakan
tonsil. Hal ini biasanya terjadi pada orang dengan rongga mulut yang kecil.
- Abses peritonsilar berulang
Masalah ini mengimplikasikan bahwa tonsil tidak dapat lagi menghambat
penyebaran infeksi dan harus diambil.
- Adenitis servikal pyogenik berulang
Pada kasus ini tonsil juga tidak dapat lagi berperan sebagai penghambat penyebaran
infeksi
- Dicurigai tumor tonsil
Tonsil yang membesar dengan cepat mungkin diambil berdasarkan dugaan
diagnosis kanker tonsil.
Intervensi keperawatan pasca operasi :
- Posisi kepala dimiringkan ke samping untuk memungkinkan drainase
dari mulut dan faring
- Jalan napas oral tidak dilepaskan sampai refleks menelan klien pulih
- Collar es dipasangkan pada leher dan basin serta tissue disiapkan untuk
ekspetorasi darah dan lendir
- Observasi tanda vital, perdarahan 12-24 jam pertama
- Instruksikan klien untuk menghindari banyak bicara dan batuk
- Bilas mulut klien dengan alkalin atau larutan normal salin untuk
mengatasi lendir yang kental
- Diet cairan atau semi cairan selama beberapa hari
- Hindari makanan pedas, dingin, panas, asam atau mentah
- Susu atau produk lunak (es krim) dibatasi karena cenderung
meningkatkan pembentukan mukus
i. Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien
1. Nyeri
Definisi Sensori dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang timbul
dari kerusakan jaringan aktual atau potensial, muncul tiba-tiba atau lambat dengan
intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang bisa diantisipasi atau diduga dan
berlangsung kurang dari 6 bulan.
Ditandai dengan Menyatakan nyeri, perilaku ekspresif (subyektif), posisi
menghindari nyeri, perilaku melindungi, gangguan tidur, fokus pada diri sendiri,
fokus menyempit, perilaku ditraksi, repon otonom, perubahan otonom tonus otot,
perubahan nafsu makan (obyektif).
2. Hipertermi
Definisi Keadaan dimana suhu tubuh individu meningkat diatas normal.
Ditandai dengan Mual (subyektif), kulit lembab, suhu ↑, RR ↑, kejang, kulit
hangat jika disentuh, takikardi (obyektif).
3. Kerusakan menelan
Definisi Fungsi abnormal mekanisme menelan sehubungan dengan penurunan
fungsi atau struktur mulut, faring dan esofagus
Ditandai dengan Gangguan fase faringeal, esophageal, oral
4. Resiko aspirasi
Definisi Resiko masuknya sekret gastrointestinal, orofaringeal, cairan atau benda
padat ke saluran trakeobronkial
Ditandai dengan Tekanan intragastrik , tube feedings, tingkat kesadaran ,
adanya tube trakeostomi atau ET, pengobatan, gangguan menelan, reflek batuk dan
menelan , motilitas GI , pengosongan lambung yang lambat
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi Keadaan dimana individu mengalami masukan nutrisi tidak mencukupi
kebutuhan metabolik.
Ditandai dengan Kram perut, nyeri perut, ketidakmampuan memasukkan makanan
yang didapat, gangguan sensasi rasa, kekurangan makanan, merasa kenyang segera
setelah makan (subyektif), tidak suka makan, diare, fragiliti kapiler, kehilangan
rambut berlebih, bising usus hiperaktif, kurang informasi, tonus otot lemah,
menolak makan, kelemahan otot pengunyah, kurang tertarik pada makanan
(obyektif).
6. Kurang pengetahuan
Definisi Tidak ada atau kurangnya informasi kognitif pada suatu topik yang
spesifik
Ditandai dengan Memverbalisasi masalah (subyektif), ketidakakuratan mengikuti
instruksi, ketidakakuratan penampilan tes, perilaku tidak sesuai (obyektif).
j. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI1. Nyeri akut b/d agen injuri (fisik,
biologi)Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, nyeri berkurang dan tingkat kenyamanan klien meningkat dengan kriteria : level nyeri pada skala 1-3, klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, tampak rileks, mampu istirahat/tidur dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologik.
1. Manajemen Nyeri2. Administrasi analgesik
2. Hipertermi b/d proses penyakit, peningkatan metabolisme tubuh, dehidrasi, pengobatan/anastesi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, klien menunjukkan termoregulasi yang baik dengan kriteria : suhu kulit dalam rentang normal, suhu tubuh normal, nadi dan RR
dalam rentang yang diharapkan, tidak ada perubahan warna kulit, tidak pusing.
3. Kerusakan menelan b.d obstruksi mekanik (tonsilitis), kerusakan saluran nafas bagian atas.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, klien menunjukkan kemampuan menelan yang membaikdengan kriteria : klien mendemonstrasikan kemampuan untuk memasukkan makanan tanpa mengalami aspirasi atau tersedak
1. Mewaspadai aspirasi2. Terapi menelan
4. Risiko aspirasi b.d kerusakan menelan, refleks batuk menurun, pemberian obat post anestesi, penurunan motilitas GI .
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, klien tidak mengalami aspirasi dengan kriteria : jalan napas atas klien tidak tersumbat, peningkatan
Mewaspadai aspirasi
kemampuan menelan, mentoleransi makanan tanpa mengalami aspirasi, suara napas normal
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan makanan (mual, anoreksia)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, klien menunjukkan status nutrisi adekuat dengan kriteria : berat badan stabil, nilai laboratorium normal, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat.
1. Manajemen nutrisi2. Monitor nutrisi
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan b/d tidak mengenal sumber informasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, pengetahuan klien dan keluarga klien meningkat dibuktikan dengan memahami tentang proses penyakit, menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, melakukan perubahan perilaku yang perlu
1. Ajarkan proses penyakit2. Ajarkan diet yang dianjurkan3. Ajarkan pengobatan