PEMBUATAN KULCAPI EMPAT SENAR OLEH PAUZI GINTING DAN TEKNIK PERMAINAN KULCAPI EMPAT SENAR OLEH JACKY RAJJU SEMBIRING SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA : ARMANDO SIHALOHO NIM : 140707014 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2019
116
Embed
PEMBUATAN KULCAPI EMPAT SENAR OLEH PAUZI GINTING … · pembuatan kulcapi empat senar oleh pauzi ginting dan teknik permainan kulcapi empat senar oleh jacky rajju sembiring skripsi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMBUATAN KULCAPI EMPAT SENAR OLEH PAUZI GINTING DAN TEKNIK PERMAINAN KULCAPI EMPAT SENAR OLEH JACKY RAJJU SEMBIRING SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA : ARMANDO SIHALOHO
NIM : 140707014
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2019
PEMBUATAN KULCAPI EMPAT SENAR OLEH PAUZI GINTING DAN TEKNIK PERMAINAN KULCAPI EMPAT SENAR OLEH JACKY RAJJU SEMBIRING
Skripsi Sarjana
Dikerjakan Oleh :
NAMA : Armando Sihaloho
NIM : 140707014
Disetujui oleh
NIP.195812131986011002 NIP.195608281986011001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2019
PENGESAHAN
Diterima Oleh :
Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni (S.Sn) dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Unuversitas Sumatera Utara Medan.
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Budi Agustono, M.S NIP. 19600805 198703 1 001
Panitia Ujian : Tanda Tangan
1. Drs. Kumalo Tarigan, M.A. Ph.D. ( )
2. Drs. Setia Darmawan Purba. M.Si ( )
3. Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. ( )
4. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )
DISETUJUI OLEH :
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNUVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
Arifninetrirosa, SST., MA.
NIP. 196502191994032002
ii
ABSTRAK
Dalam penulisan skripisi yang berjudul Pembuatan Kulcapi Empat Senar oleh Pauzi Ginting dan Teknik Permainan Kulcapi Empat Senar oleh Jacky Rajju Sembiring, penulis merumuskan ada tidaknya perbedaan dalam proses pembuatan dan teknik permainan kulcapi empat senar dengan kulcapi Karo pada umunya, serta bagaimanakah eksistensi kulcapi empat senar ini dalam masyarakat Karo.
Penelitian ini menggunakan beberapa teori utama dan teori pendukung yaitu teori yang dikemukakan oleh Shusumu Khasima, tentang teori pendekatan struktural dan fungsional. Selain itu, Pendapat Nettl (1991: 23) mengenai dua pendekatan dalam pendeskripsian musik dan pendapat Abidin (dalam Jurnal Maritfa Nika dan Mohammad Mukti 2013), tentang eksistensi dalam masyarakat sangat membantu penulis dalam pengerjaan tugas ini. Mantle Hood juga memberikan sebuah pemahaman untuk mempermudah penulis dalam memahami melodi melalui sebuah praktek.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Untuk melaksanakan penelitian, penulis telah melakukan beberapa proses kerja, yaitu : studi kepustakaan, observasi, wawancara, perekaman, dokumentasi kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berpusat pada teknik pembuatan dan teknik permainan kulcapi empat senar serta eksistensinya dalam masyarakat Karo. Melalui metode dan teknik tersebut diperolehlah hasil penelitian mengenai teknik pembuatan kulcapi empat senar dan teknik permainannya serta eksistensinya dalam masyarakat Karo.
Kata kunci : kulcapi empat senar
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya
yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir tentang
Pembuatan Kulcapi Empat Senar oleh Pauzi Ginting dan Teknik Permainan
Kulcapi Empat Senar oleh Jacky Rajju Sembiring. Tugas akhir ini dikerjakan
demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Seni dari
Jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena
belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dorongan dan uluran
tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada yang terhormat Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas
Ilmu Budaya USU Medan, beserta seluruh jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Kumalo Tarigan
M.A.,Ph.D, selaku pembimbing I yang selalu membimbing penulis menyelesaikan
tugas akhir ini, dan juga kepada Bapak Drs. Setia Darmawan Purba M.Si, selaku
pembimbing II yang telah memberikan banyak kritikan yang membangun bagi
penulis, juga atas waktunya untuk membimbing dan mengajari penulis
menyelesaikan tugas akhir ini. Segenap para dosen di Jurusan Etnomusikologi
yang turut membantu proses penyelesaian skripsi ini.
iv
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Pauzi Ginting
sebagai Informan Kunci yang telah banyak membantu penulis dan meluangkan
waktunya untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan tugas akhir ini.
Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada abang Jacky Rajju
Sembiring yang telah banyak memberikan informasi yang berkaitan dengan tugas
akhir ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya, Bapak
Martinus Sihaloho dan Ibu Marsalina Situmorang yang selalu mendoakan,
memberikan semangat, membantu saya melalui materi maupun motivasi yang
sangat luar biasa, sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada
Saudara-saudari saya yang sangat saya sayangi, Elbina Theresia Sihaloho dan
Alfonsus Sihaloho yang selalu mendoakan dan mendukung saya dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
Terima kasih banyak juga buat abang-abang alumni terkhusus buat abang
Filbert Ginting S.Sn, dan Riko Sembiring S.Sn yang membantu saya selama
penelitian dan juga memberikan masukan demi penyempurnaan tulisan ini.
Ucapan terimakasih kepada semua sahabat-sahabat seperjuangan 014 baik
yang sudah sarjana maupun yang sedang menyusun dan menyusul, yang menjadi
tempat saling berkeluh kesah dan memberikan masukan, gagasan, ide, dorongan,
beserta semangat dalam menyelesaikan tulisan ini.
Penulis menyadari tulisan ini masih belum dapat dikatakan sempurna, oleh
sebab itu penulis juga masih tetap mengharapkan segala masukan dan saran-saran
v
yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian sehingga lebih mengarah kepada
kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Ilmu Etnomuskologi.
Akhirnya, penulis berharap tulisan ini dapat berguna dan menambah
pengetahuan serta informasi baru bagi seluruh pembaca.
Medan, Februari 2019
Penulis
Armando Sihaloho
140707014
vi
DAFTAR ISI
PERNYATAAN .................................................................................................................. i
ABSTRAK .......................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... x
BAB I .................................................................................................................................. 1
4.1.3.2.16 Martel dan perpalu (pemukul pahat) ............................................. 67
4.1.3.2.17 Karet ban ....................................................................................... 68
4.1.3.2.18 Kemiri dan kunyit ......................................................................... 68
4.1.1.1 Proses Pembuatan Kulcapi Empat Senar .............................................. 69
4.2 Pelarasan (tuning) Kulcapi Empat Senar .......................................................... 74
ix
4.3 Teknik Permainan Kulcapi Empat Senar .......................................................... 75
4.3.1 Posisi Memainkan ..................................................................................... 75
4.3.2 Teknik Memetik ........................................................................................ 77
4.3.3 Teknik Penjarian ....................................................................................... 78
4.3.4 Teknik Tonggum Pada Kulcapi Empat senar ............................................ 82
4.4 Analisis komposisi Lagu Taneh Karo Simalem Pada Kulcapi Empat Senar Oleh Jacky Rajju Sembiring .................................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 100
DAFTAR INFORMAN .................................................................................................. 101
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Kabupaten Karo (Sumber Internet) ........................................... 15 Gambar 3.1Struktur kulcapi empat senar dari depan,samping dan belakang ……45 Gambar 4.1Takal (kepala) kulcapi (dok:penulis)…………………………….......53 Gambar 4.2 Kerahung (leher) kulcapi (dok:penulis) ............................................ 53 Gambar 4.3 Tembuku (Fret ) kulcapi (dok: penulis) ............................................ 54 Gambar 4.4 Enggoh ( Penyangga Senar) kulcapi (dok:penulis) ........................... 55 Gambar 4.5 Takkur (tutup) kulcapi (dok:penulis) ................................................ 55 Gambar 4.6 Babah (mulut/resonator) kulcapi (dok:penulis) ................................. 56 Gambar 4.7 Ikur (ekor) kulcapi (dok:penulis) ...................................................... 56 Gambar 4.8 balok bahan utama kulcapi (dok:penulis).......................................... 57 Gambar 4.9 Bahan untuk tutup kulcapi (dok:penulis) .......................................... 58 Gambar 4.10 Tuning peg (cuping-cuping) kulcapi (dok: penulis) ........................ 58 Gambar 4.11 Senar (dekung) kulcapi (dok: penulis) ............................................ 59 Gambar 4.12 Pick (kuir-kuir) kulcapi dan benang (dok: penulis) ........................ 59 Gambar 4.13 Skin (parang) (dok: penulis) ............................................................ 60 Gambar 4.14 Gergaji kayu dan gergaji besi (dok: penulis) .................................. 61 Gambar 4.15 Pahat (dok:penulis) .......................................................................... 61 Gambar 4.16 Rol (Lenar/Penggaris) (dok: penulis) .............................................. 62 Gambar 4.17 Kertas pasir (dok: penulis) .............................................................. 62 Gambar 4.18 Mesin gerinda (dok: penulis) .......................................................... 63 Gambar 4.19 Kikir (dok: penulis) ......................................................................... 63 Gambar 4.20 Obeng (dok: panulis) ....................................................................... 64 Gambar 4.21 Pisau Batak (Pisau Sigalang Beltek) (dok: penulis) ........................ 64 Gambar 4.22 Lem kayu dan lem setan (dok: penulis) .......................................... 65 Gambar 4.23 Mesin bor (dok: penulis) ................................................................. 65 Gambar 4.24 Gagak tua (dok: penulis) ................................................................. 66 Gambar 4.25 Batu asah (dok: penulis) .................................................................. 66 Gambar 4.26 Pisau Belati dan cutter (dok:penulis) .............................................. 66 Gambar 4.27 Sengkalen (alas tumpuan) (dok: penulis) ........................................ 67 Gambar 4.28 Martel dan perpalu (pemukul pahat) (dok:penulis) ......................... 67 Gambar 4.29 Karet ban (dok: penulis) .................................................................. 68 Gambar 4.30 Kemiri dan kunyit (internet) ........................................................... 68 Gambar 4.31 pengukuran dan ukuran (dok:penulis) ............................................. 70 Gambar 4.32 sketa dan ukuran bagian belakang kulcapi empat senar (dok:penulis) ............................................................................................................................... 71 Gambar 4.33 Resunator kulcapi (dok: penulis) .................................................... 72 Gambar 4.34 pemasangan tutup kulcapi (dok:penulis) ......................................... 73 Gambar 4.35 Pelarasan kulcapi empat senar (dok: penulis) ................................. 74 Gambar 4.36 (A) menyetem senar satu, (B) menyetem senar dua, (C) menyetem senar tiga, (D) menyetem senar empat (dok: penulis).......................................... 75 Gambar 4.37 posisi jari pada bagian depan kulcapi (dok: penulis) ...................... 76 Gambar 4.38 posisi ibu jari tangan kiri pada leher kulcapi (dok:penulis) ............ 76 Gambar 4.39 posisi jari tangan kanan memetik kulcapi (dok: penulis) ................ 77
xi
Gambar 4.40 posisi jari tangan kanan menopang kulcapi dan memegang kuir-kuir (dok: penulis) ........................................................................................................ 77 Gambar 4.41 Nada pada leher kulcapi empat senar (dok: penulis)....................... 78 Gambar 4.42 Spul kulcapi (dok: penulis) ............................................................. 83
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulcapi merupakan alat musik tradisional yang berasal dari suku Karo
yang dimainkan secara solo instrument dan juga dimainkan dalam ensambel
gendang telu sendalanen sebagai pembawa melodi. Orang yang memainkan
kulcapi disebut dengan perkulcapi. Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk
lute yang terdiri dari dua buah senar (two-strenged fretted-necked lute). Kulcapi
diklasifikasikan ke dalam chordopone. Istilah chordopone adalah klasifikasi alat
musik yang bunyinya bersumber dari getaran senar (klasifikasi alat musik oleh
Curt Sachs dan Hornbostel, 1961).
Kulcapi empat senar merupakan hasil pengembangan dari kulcapi dua
senar yang ditandai dengan inovasi pada kulcapi. Inovasi (pembaharuan) tersebut
dapat dilihat pada jumlah senar kulcapi yang pada umumnya berjumlah dua
menjadi empat. Tidak hanya dibagian senar tetapi juga pada fret kulcapi yang
mengalami penambahan menjadi empat belas fret. Gagasan modifikasi kulcapi
empat senar ini berasal dari ide seorang seniman Karo yaitu Jacky Rajju
Sembiring, dan yang membuatnya yaitu Bapak Pauzi Ginting1 juga adalah
1. Pak Pauzi Ginting adalah seorang seniman sekaligus pengrajin alat musik di Pancurbatu.
Beliau menjadi salah satu informan utama penulis dalam meneliti mengenai kulcapi empat senar ini.
2
seorang seniman dan pengrajin alat musik yang tinggal di Perumahan Salam Tani,
Pancur Batu.
Jacky Rajju Sembiring adalah seorang seniman Karo yang lahir pada
tanggal 04 Juli 1992 di Medan. Beliau telah menyelesaikan pendidikan program
S1 dalam Pengkajian Seni di ISI tahun 2013. Beliau adalah seorang pemain
kulcapi Karo (perkulcapi). Beliau menjelaskan tujuan awal memodifikasi kulcapi
menjadi empat senar sebenarnya berawal dari kenginginan mengikuti sebuah
festival alat musik dawai di Prancis. Pada saat mempersiapkan segala sesuatunya,
ia kembali ke kampung halaman di Simpang Tuntungan, Ladang Bambu 1, No. 86
B (dengan tujuan membuat kulcapi yang dimodifikasi menjadi empat senar).
Beberapa minggu disana, beliau melihat bagaimana semangat orang muda yang
sangat ingin belajar musik tradisi dengan latar belakang bukan pemusik tapi
mempunyai bakat. Dari pengalaman itulah, ia merasa bertanggungjawab
memajukan daerahnya, merangkul semua pemuda-pemudi itu dengan membentuk
sebuah komunitas yaitu sendalanen etnik2. Beranjak dari pengalaman ini, beliau
semakin mendalami sebuah hal baru yang telah dibuatnya.
Jacky Rajju Sembiring juga menjelaskan bahwasanya modifikasi kulcapi
menjadi empat senar adalah suatu ide yang terinspirasi dari kebudayaan suku
Dayak Kalimantan. Beliau melihat ada perkembangan yang sangat cepat terhadap
salah satu alat musik Dayak yaitu sape (alat musik ini masuk kedalam klasifikasi
2 Sendalanen Etnik adalah sebuah group yang dibentuk oleh Jacky Rajju Sembiring, yang
dijadikan sebagai wadah untuk tempat belajar musik tradisi bagi pemuda-pemudi yang ada di kampung halamannya
3
short neck chordophone, dan memiliki jumlah senar sekitar 3-8 senar). Dengan
memodifikasi alat musik Dayak ini, alat musik ini menjadi banyak disukai oleh
masyarakat dikarenakan musik yang dimainkan dari alat musik ini lebih bervariasi
dan kompleks. Beliau berpendapat, cara itu adalah salah satu strategi untuk
mempromisikan budaya. Jadi, dengan memodifikasi kulcapi Karo menjadi empat
senar, beliau berharap kulcapi Karo disukai oleh masyarakat luas. Sehingga pada
akhirnya masyarakat mengenal kebudayaan suku Karo, melalui kebudayaan
musiknya.
Kulcapi empat senar yang dibuat Jacky Rajju Sembiring telah melahirkan
beberapa karya, baik yang diabadikan di media sosial (youtube, instagram, dll),
maupun karya yang dimainkan secara live di setiap event yang ia ikuti seperti
Fertival Budaya, KAROJA (Karo-Jawa)3, Pesta Bunga dan Buah, dan lain
sebagianya. Beberapa reportoar instrument gendang kulcapi seperti perkatimpung
beru tarigan, odak odak, simalungun rayat, taneh karo simalem juga bisa
dimainkan secara solo instrument di kulcapi empat senar. Begitu juga beberapa
lagu barat seperti, a sky full of stars, all of me yang ia cover jadi instrument solo
kulcapi empat senar. Selain itu ada juga beberapa instrument yang ia ciptakan
misalnya, kulcapi melagu, euforia kulcapi, fassion jazz kulcapi, dll.
Kulcapi empat senar ini telah dipublikasikan secara tidak langsung ke
masyarakat luas melalui beberapa karyanya yang telah ia sebarkan di media sosial
3 KAROJA (Karo Jawa) adalah sebuah event kolaborasi musik antara musik Jawa dan Karo yang dibuat oleh group Sendalanen Etnik.
4
seperti youtube dan instagram, maupun karya yang telah ia tampilkan secara live
di setiap event yang ia ikuti. Bahkan sebuah channel youtube yaitu Sora Sirulo TV
pernah meliput dan mempublikasikan video penjelasan singkat perihal kulcapi
empat senar oleh Jackky Rajju Sembiring. Kompas TV juga perrnah meliput
kegiatan Sendalanen Etnik yang adalah sebuah grup tradisi yang didirikan oleh
Jacky Rajju sendiri.
Dengan kehadiran kulcapi empat senar ini, banyak gejolak yang terjadi.
Gejolak ini berupa tanggapan atau respon masyarakat yang mendukung maupun
yang kontra dengan fenomena ini. Hitam putihnya tanggapan masyarakat adalah
sesuatu hal yang biasa terhadap suatu perubahan. Selain itu penulis juga akan
melihat lebih jauh tentang bagaimana Jacky Rajju Sembiring mengintervrensi Pak
Pauzi Ginting dalam proses pembuatan Kulcapi empat senar.
Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas, penulis sangat tertarik dan
sangat ingin mengetahui bagaimana teknik permainan kulcapi empat senar oleh
Jacky Rajju Sembiring sehingga dapat menyajikan komposisi musik yang
kompleks. Selain itu, penulis juga akan membahas bagaimana teknik pembuatan
kulcapi empat senar yang dibuat oleh pak Pauzi Ginting dan sejauh mana Jacky
Rajju Sembiring mengintervrensinya. Maka dari itu penulis mengambil judul :
“PEMBUATAN KULCAPI EMPAT SENAR OLEH PAUZI GINTING DAN
TEKNIK PERMAINAN KULCAPI EMPAT SENAR OLEH JACKY
RAJJU SEMBIRING”
5
1.2. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya, maka
pokok permasalahan yang akan menjadi topik pembahasan dalam tulisan ini yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan kulcapi empat senar buatan
Bapak Pauzi Ginting.
2. Bagaimana keberadaan (eksistensi) alat musik kulcapi empat senar pada
masyarakat Karo, dan bagaimana tanggapan masyarakat akan fenomena
ini.
3. Bagaimana teknik permainan kulcapi empat senar.
1.3. Tujuan Dan Manfaat
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan kulcapi empat senar
buatan Bapak Pauzi Ginting yang merupakan gagasan dari seorang
seniman Karo yaitu Jacky Rajju Sembiring.
2. Untuk mengetahui keberadaan (eksistensi) alat musik kulcapi empat senar
pada masyarakat Karo, dan bagaimana tanggapan masyarakat akan
fenomena ini.
3. Untuk mengetahui teknik permainan kulcapi empat senar.
6
1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :
1. Sebagai dokumentasi untuk menambah refrensi mengenai musik Karo
khususnya mengenai Teknik Pembuatan dan Teknik Permaianan kulcapi
Empat Senar di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang
memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.
3. Sebagai proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama
mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
1.4. Konsep Dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep adalah gambaran abstrak yang diperoleh dari peristiwa yang
sifatnya nyata, dapat dilihat, dan disaksikan. Sebuah konsep akan terwujud jika
ada fenomena, baik itu sosial, budaya, ataupun alam.
Dalam hal teknik pembuatan kulcapi empat senar ini penulis akan
menguraikan dan menggambarkan bagaimana konstruksi kulcapi empat senar
buatan Bapak Pauzi Ginting. Selain itu, dengan melihat peristiwa atau fenomena
yang terjadi saat ini, penulis akan mencoba menggambarkan bagaimana situasi
dengan kehadiran kulcapi empat senar dalam masyarakat Karo.
Pembuatan adalah suatu cara atau proses dalam menciptakan sesuatu, yang
artinya dalam hal ini adalah cara yang dilakukan dalam proses menciptakan
7
kulcapi empat senar. Hal-hal yang akan diperhatikan dalam proses pembuatan ini
adalah bahan dan peralatan yang dibutuhkan, serta ukuran dari setiap bagian-
bagian kulcapi, mulai dari badan hingga bagian ekor kulcapi. Dari sanalah kita
beranjak untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan kulcapi empat senar.
Teknik adalah cara membuat sesuatu atau melakukan sesuatu, sedangkan
permainan adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain atau; sesuatu yang
dimainkan. (KBBI, hal. 614). Jadi dapat diartikakan teknik permainan adalah
suatu proses atau cara untuk memainkan kulcapi Karo hingga menghasilkan
melodi layaknya memainkan kulcapi Karo. Teknik Permainan dalam tulisan ini
adalah bagaimana cara memainkan kulcapi Karo, termasuk di dalamnya
bagaimana cara memetik atau membunyikan kulcapi, bagaimana cara memegang
kulcapi, bagaimana cara memproduksi nada, dan bagaimana cara memainkan
teknik tertentu dalam membawakan sebuah reportoar.
Teknik permainan kulcapi dua senar tidak jauh berbeda dengan teknik
permain kulcapi empat senar, tapi mungkin sedikit lebih sulit. Dengan
mengetahui bagaimana teknik permain kulcapi empat senar ini, maka diharapkan
dapat memberikan jawaban atau argumen yang kuat bahwa kulcapi empat senar
ini memberikan kepuasan tersendiri terhadap rasa musikal yang lebih kompleks
bagi si pemainnya.
Selain itu, setelah melihat semua hal-hal terkait kulcapi empat senar, maka
penulis berharap mendapat argumen yang cukup kuat bahwa kulcapi yang
dimodifikasi menjadi empat senar adalah hasil dari perkembangan kebudayaan
yang ada.
8
1.4.2 Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang
saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dalam menentukan suatu hubungan antar variabel, dengan maksud
menjelaskan suatu yang fenomena alamiah, atau singkatnya teori adalah landasan
pendapat-pendapat yang telah teruji terhadap suatu peritiwa atau fenomena
tertentu.
Dalam pembahasan ini teori dapat digunakan sebagai landasan dan
kerangka berpikir dalam membahas setiap permasalahan. Oleh karena itu, sesuai
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis
menggunakan beberapa landasan teori yang berkaitan dan relevan dengan tulisan
ini.
Untuk menganalisis teknik permainan kulcapi dan teknik pembuatannya,
penulis menggunakan teori pendekatan struktural dan fungsional yang
dikemukakan oleh Shusumu Khasima, yang dimana ada dua pendekatan yang
dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni Pendekatan Struktural dan
Fungsional. Secara struktural yaitu aspek fisik instrumen musik, pengamatan,
mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya,
konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Di sisi lain, secara fungsional, yaitu:
fungsi instrumen sebagai alat memproduksi suara, meneliti, melakukan
pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang
diproduksi (dalam kaitannya dengan komposisi musik), dan kekuatan suara.
9
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia eksistensi adalah keberadaan,
kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Sedangkan menurut Abidin (dalam
Jurnal Maritfa Nika dan Mohammad Mukti 2013), eksistensi adalah suatu proses
yang dinamis, suatu “menjadi” atau “mengada”. Ini sesuai dengan asal kata
eksistensi itu sendiri yakni existere, yang artinya keluar dari, “melampaui” atau
“mengatasi”. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau
kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduram, tergantung
pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Eksistensi
merupakan keberadaan wujud yang tampak, maksudnya yaitu eksistensi
merupakan konsep yang menekankan bahwa sesuatu itu ada dan satu-satunya
faktor yang membedakan setiap hal adalah fakta. Dengan demikian, eksistensi
atau keberadaan dapat diartikan sebagai kehadiran sesuatu dalam kehidupan baik
benda atau manusia menyangkut apa yang dialami.
Mantle Hood juga memberikan sebuah pemahaman untuk mempermudah
penulis dalam meneliti. Pendapat yang dikemukakan beliau menekankan pada
pengajaran dalam hal praktik bagi jenis pertunjukan yang diteliti oleh penulis.
Dalam hal ini bimusicality sangat dituntut. Bimusicality adalah suatu cara dimana
seorang peneliti mempelajari sekaligus memainkan musik dari kebudayaan yang
sedang diteliti. Begitu juga yang sedang penulis terapkan untuk mempelajari
teknik permainan kulcapi (kebudayaan yang diteliti) dengan cara oral tradition.
Ini adalah sebuah metode yang cukup bermanfaat bagi penulis untuk membantu
dalam membahas permasalahan yang sedang diteliti. Dengan pemahaman ini
memudahkan penulis melihat teknik permainan kulcapi empat senar tersebut.
10
Dalam proses transkripsi penulis berpedoman pada pendapat Nettl (1991:
23) yang mengatakan ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk
mendeskripsikan musik, yaitu: (1) kita dapat menganalisa dan mendeskripsikan
musik dari apa yang kita dengar, (2) kita dapat menuliskan bunyi musik itu dalam
tulisan sehingga dapat mendeskripsikan tulisan itu.
Dalam hal notasi penulis mengacu pada pendapat Seeger (1958: 184-195)
yang membedakan dua notasi ditinjau dari tujuannya, yaitu: Notasi Perskriptif dan
Deskriptif. Notasi Perskriptif yaitu notasi yang hanya menuliskan garis besar dari
bunyi. Notasi ini merupakan pedoman bagaimana musik itu dapat di wujudkan
oleh pemain musik. Notasi Deskriptif adalah laporan yang disertai dengan
lengkap mengenai bagaimana sebenarnya suatu komposisi musik diwujudkan.
1.5. Metode Penelitian
Kata metode (method) berasal dari bahasa Latin dan juga
Yunani, methodus yang berasal dari kata meta yang berarti sesudah atau di atas,
dan kata hodos, yang berarti suatu jalan atau suatu cara. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa metode adalah suatu proses atau cara sistematis yang digunakan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu dengan efisiensi, biasanya dalam urutan langkah-
langkah tetap yang teratur.
Dalam melakukan penelitian terhadap bahan tulisan ini, penulis
melakukan beberapa tahapan kerja yang terdiri dari studi kepustakaan,
pengumpulan data di lapangan, bimbingan secara formal ataupun nonformal
dengan dosen pembimbing dan kerja laboratorium. Pada dasarnya studi
11
kepustakaan, studi lapangan, dan bimbingan terus dikerjakan secara bersamaan
hingga penulis mulai mengerjakan tulisan ini.
Nettl menyebutkan ada dua hal yang esensial untuk melakukan aktivitas
penelitian dalam disiplin Etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field work) dan
kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan ini meliputi pemilihan informan,
pendekatan dan pengumpulan data, pengumpulan dan perekaman data, latar
belakang perilaku sosial ataupun mempelajari seluruh pemakaian musik.
Sedangkan kerja laboratorium meliputi pengolahan data yang didapat dari
lapangan, menganalisis dan membuat hasil dari keseluruhan data-data yang
diperoleh.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Dalam melakukan penelitian, penulis melakukan studi kepustakaan agar
mendapatkan bahan-bahan yang dapat mendukung tulisan ini dan untuk
mengumpulkan bahan-bahan berupa teori yang berkaitan dengan pendeskripsian
teknik pembuatan dan teknik permainan pada kulcapi empat senar. Semua itu
diperlukan dan dipersiapkan sebagai bahan acuan dan kerangka berpikir penulis
dalam mengumpulkan data dan mendeskripsikannya.
1.5.2 Kerja Lapangan
1.5.2.1 Observasi
Observasi adalah proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis
mengenai gejala-gejala yang diteliti. Dari sebab itu, Penulis memerlukan beberapa
narasumber yaitu seniman Karo agar penulisan ini lebih jelas nantinya dan penulis
12
melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung kedaerah penelitian dan
mencari narasumber yang mengerti akan pokok permasalahan yang dibahas
penulis.
1.5.2.2 Wawancara
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah
mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber yang terpercaya. Wawancara
dilakukan dengan cara penyampaian sejumlah pertanyaan dari pewawancara
kepada narasumber.
Wawancara yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah untuk
mendapatkan data dan informasi dari individu-individu yang dijadikan informan.
Selama melakukan wawancara, penulis mengajukan bentuk-bentuk pertanyaan
yang memungkinkan informan untuk memberikan keterangan keterangan lengkap
untuk mendukung bahan yang dikerjakan oleh penulis yaitu teknik pembuatan dan
teknik permainan kulcapi empat senar, penulis tetap mengembangkan pertanyaan
kepada hal-hal yang lain untuk menciptakan suasana yang tidak kaku, tetapi tetap
terkait dengan pokok permasalahan.
Koentjaraningrat (1985: 138-140) mengemukakan ada tiga cara yang dapat
penulis untuk mewawancarai informan, kita cara itu ialah sebagai berikut:
1. Wawancara terfokus: pertanyaan yang terpusat pada satu pokok
permasalahan yang sebelumnya telah ditentukan penulis terlebih dahulu.
13
2. Wawancara bebas: pertanyaan yang lebih beragam tidak pada satu pokok
masalah namun tetap berkaitan dengan informasi objek penelitian si
penulis,
3. Wawancara sambil lalu: pertanyaan yang diajukan pada suasana yang
tidak terkonsep. Biasanya informan dijumpai secara tidak sengaja
(kebetulan).
Sebelum melakukan kegiatan wawancara dengan informan, penulis telah
mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang dibutuhkan misalnya,
menyusun pertanyaan, menyiapkan alat-alat tulis, hingga menyediakan alat rekam
untuk merekam wawancara penulis dengan informan ataupun kejadian-kejadian
lain yang dianggap penting dan berhubungan dengan tulisan ini.
1.5.2.3 Kerja Laboratorium
Kerja laboratorium adalah kegiatan penulis dalam mengolah data yang
telah dikumpulan dari lapangan. Semua data yang diperoleh di lapangan dicatat,
kemudian diolah dan dianalisis dengan teliti dan hasilnya dijadikan sebagai bahan
tulisan. Selanjutnya, hasil-hasil dari pengolahan dan analisis data; data tulisan,
gambar, maupun suara disususn secara sistematis, sehingga hasilnya dapat dilihat
dalam satu bentuk laporan ilmiah.
14
BAB II
ETNOGRAFI BUDAYA MUSIKAL KARO
2.1 Masyarakat Karo Secara Umum
Secara garis besar suku asli Karo mendiami dataran tinggi Tanah Karo,
dan dibeberapa tempat seperti Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat,
Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Aceh Tenggara, Kota
Medan, dan Kota Binjai. Nama wilayah regionalnya disebut dengan Kabupaten
Karo yang diangkat dari nama sukunya yaitu Suku Karo, dan bahasa yang mereka
gunakan adalah bahasa Karo.
Keberadaan masyarakat Karo di Sumatera Utara sangat membaur, artinya
tidak hanya ada di Dataran tinggi Sumatera Utara saja, melainkan hampir di setiap
wilayah di Sumatera Utara, misalnya, Pematangsiantar, Pematangraya,
Saribudolok, Dairi, dan di beberapa daerah yang lainya di Sumatera Utara. Hal
ini dikarenakan beberapa hal yaitu, pertama pertumbuhan penduduk dan arus
pendatang yang semakin meningkat mengakibatkan terjadinya pertumbuhan yang
cukup tinggi. Akibatnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi (perlanja sira),
perdagangan dari hasil bumi lainnya dan juga dalam rangka perluasan kekuasaan
inilah awal yang menyebabkan masyarakat suku Karo tersebar tidak merata di
Sumatera Utara.
Selain itu, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan masyarakat Karo
banyak yang berdomisili sebagai pribumi di luar Kabupaten Tanah Karo sekarang.
Faktor yang menyebabkan masyarakat Karo tersebar adalah pertama, faktor
15
internal. Faktor internal ini seperti perselisihan/ pertikaian, budaya melebarkan
kekuasaan oleh raja-raja dahulu kala yang menyebabkan penyebaran masyarakat
Karo. Dan faktor eksternalnya adalah politik Devide Et Impera Belanda yang
memisahkan masyarakat Karo dalam sistem administrasi pemerintahan/
kewedanaan yang berbeda. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat Karo
tersebar di Sumatera Utara.
Gambaran daerah masyarakat Karo dapat pula dilihat seperti apa yang
digambarkan oleh J.H. Neuman dalam buku Dinamika Orang Karo, Budaya Dan
Modernisasi (Sarjani Tarigan, 2008: 2), yaitu:
“Wilayah yang didiami oleh suku Karo dibatasi sebelah Timur oleh
pinggir jalan yang memisahkan dataran tinggi dari Serdang. Di sebelah
Selatan kira-kira dibatasi oleh Sungai Biang (yang diberi nama Sungai
Wampu, apabila memasuki Langkat), disebelah Barat dibatasi oleh
gunung Sinabung dan di sebelah Utara wilayah itu meluas sampai
kedataran rendah Deli dan Serdang.”
Gambar 2.1Peta Kabupaten Karo (Sumber Internet)
16
Wilayah domisili masyarakat Karo tidak bisa dibantah, bahwa dimana ada
beberapa bagian di daerah pantai yang dihuni oleh penduduk Melayu. Ada juga
beberapa daerah yang dihuni oleh beberapa suku lain seperti suku Batak Toba,
Simalungun, Pakpak, dan Angkola. Demikianlah, beberapa suku ini hidup
berdampingan, berbaur dan berinkulturasi di antara sesamanya. Dengan demikian,
masyarakat Karo yang tersebar dan berinkulturasi dengan suku-suku lainnya
mengakibatkan adanya perbedaan julukan atas dasar wilayah komunitasnya
seperti; Karo Kenjulu, Karo Teruh Deleng, Karo Singalor Lau, Karo Baluren,
Karo Langkat, Karo Timur, dan Karo Dusun.
Struktur daratan yang berbukit-bukit serta diselang-selingi oleh lembah
itulah yang menghiasi Kabupaten Karo. Suhu udara di dataran tinggi Karo
sangatlah sejuk, berkisar antara 160 sampai dengan 270 C, dengan kelembapan
udara rata-rata 28 %. Perbandingan musim hujan dengan musim kemarau adalah
9:3. Wilayah yang terdapat dua gunung berapi ini sangatlah subur. Suatu anugrah
Tuhan, bahwa sebagian besar tanah di dataran tinggi ini terdiri dari tanah debu
hitam-andosol sebagai hasil letusan kompleks Gunung Sibayak dan Gunung
Sinabung di masa lalu. Tanah inilah yang cocok sekali untuk taneman jeruk,
cengkeh, palawija, kentang, dan lain lain. Di bagian, lainnya tanah ini bercampur
dengan bahan yang berasal dari letusan Gunung Toba di zaman dulu. Oleh karena
itu, sesuai dengan keadaan alamnya, maka mata pencaharian utama dari
masyarakat Karo pada umumnya adalah bertani atau bercocok tanam.
17
2.2 Sistem Kesenian Karo
Kesenian adalah suatu unsur dalam kebudayaan yang merupakan sarana
bagi manusia untuk menuangkan rasa keindahan yang telah ada di dalam dirinya
semenjak ia terlahir. Menurut Koentjaraningrat, kesenian ialah kompleks dari
berbagai ide-ide, norma-norma, gagasan, nilai-nilai, serta peraturan dimana
kompleks aktivitas dan tindakan tersebut berpola dari manusia itu sendiri dan
pada umumnya berwujud berbagai benda-benda hasil ciptaan manusia. Pada
umumya kesenian dapat meningkatkan rasa solidaritas suatu masyarakat. Ada
beberapa sistem kesenian yang ada dalam masyarakat Karo, berikut
penjelasannya.
2.2.1 Seni Musik
Musik adalah suara yang tersusun sedemikian rupa, sehingga mengandung
irama dan lagu serta keharmonisan. Musik tradisional adalah musik yang hidup di
masyarakat secara turun-temurun, dipertahankan sebagai sarana hiburan maupun
sarana ritual. Ada tiga komponen yang saling mendukung dalam seni musik
tradisional diantaranya adalah Seniman/ pelaku (musisi), musik itu sendiri dan
masyarakat penikmatnya. Dalam melakukan aktifitas bermusik, masyarakat Karo
selalu memiliki dua konsep yaitu ergendang (bermain musik) dan rende
(bernyanyi).
Pada umumnya, proses belajar musik tradisional merupakan oral tradition
(tradisi lisan). Proses tersebut dilakukan dengan cara melihat, mendengar,
menghapal, dan meniru. Konsep ini ada di setiap kebudayaan termasuk
kebudayaan Karo.
18
Masyarakat Karo menyebut musik dengan istilah gendang. Gendang
dalam masyarakat Karo mempunyai beberapa pengertian anatara lain sebagai
berikut; gendang, sebagai penunjuk jenis musik tertentu (contoh gendang Karo,
gendang Melayu), kedua gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik (contoh
gendang singindungi, gendang singanaki), ketiga gendang, untuk menunjukkan
jenis lagu atau komposisi tertentu (contoh Gendang Simalungun Rayat, Gendang
Peselukken), keempat gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu
(contoh gendang lima sendalanen, gendang telu sendalanen), dan yang terakhir
gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (contoh gendang cawir
metua, gendang guro-guro aron).
Gendang Karo yang selalu digunakan pada konteks upacara adat adalah
gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen serta gendang kibod yang
sudah termasuk salah satu ensambel berbau elektronik yang tidak dapat dilepas
lagi dari masyarakat Karo, karena sangat berperan aktif dalam aktivitas adat, dan
hiburan masyarakat Karo. Di bawah ini, penulis akan bahas lebih rinci mengenai
ensembel musik tradisional Karo.
2.3.1.1 Gendang Lima Sendalanen
Gendang lima sendalanen adalah salah satu nama ensambel yang terdapat
dalam seni musik masyarakat Karo. Disebut gendang lima sendalanen karena
memang terdiri dari lima alat musik yang dimainkan secara bersamaan. Kelima
alat musik tersebut adalah sarune (klasifikasi aerophone) sebagai pembawa
melodi, gendang singanaki dan gendang singindungi (klasifikasi
19
membranophone) sebagai pembawa rittem, serta gung dan penganak (klasifikasi
ideophone) sebagai pengatur tempo.
Dalam ensambel gendang lima sendalanen ada sebutan bagi pemainnya
baik secara bersamaan ataupun secara personal. Secara bersamaan mereka disebut
dengan istilah sierjabaten. Sedangkan secara personal disebutkan berdasarkan
alat musik mereka masing-masing yang ia mainkan. Seperti pemain sarune
disebut sebagai penarune, pemain gendang singanaki dan singindungi disebut
sebagai penggual, pemain gung disebut dengan simalu gung dan pemain
penganak disebut dengan simalu penganak.
Selain istilah gendang lima sendalanen, istilah lain untuk menunjukkan
ensambel ini adalah gendang sarune. Di kalangan musisi karo, istilah gendang
sarune lebih populer dibandingkan dengan istilah gendang lima sendalanen.
Namun Istilah gendang lima sendalanen lebih banyak dipakai dalam sebuah
tulisan atau karya ilmiah, karna memang kosistensinya dan istilah tersebut lebih
dapat mewakili dari nama ensambel tersebut.
Untuk lebih jelasnya penulis akan mejelaskan kelima alat musik yang ada
dalam ensambel gendang lima sendalanen.
a. Sarune
Sarune adalah alat musik tiup yang memiliki lidah ganda (double reeds),
dan tabung alat musik ini berbentuk konis (conical) mirip dengan alat musik obo
(oboe). Instrumen ini terdiri dari lima bagian alat yang dapat dipisah-pisahkan
serta terbuat dari bahan yang berbeda pula yaitu: anak-anak sarune, tongkeh,
ampang-ampang, batang sarune, dan gundal.
20
Anak-anak sarune berfungsi sebagai lidah (reeds), yang terbuat dari dua
helai daun kelapa berukuran kecil yang telah dikeringkan dan dibentuk
sedemikian rupa. Biasanya ketika hendak memainkan sarune, anak-anak sarune
tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air agar menjadi lunak sehingga
mudah bergetar ketika ditiup.
Ampang-ampang yaitu sebuah lempengan berbentuk bundar yang terbuat
dari kulit binatang Baning (trenggiling) diletakkan di tengah tongkeh (terbuat dari
timah). Ampang-ampang berfungsi sebagai penahan bibir penarune (pemain
sarune) ketika sedang meniup alat tersebut.
Batang sarune sendiri terbuat dari kayu selantam4 atau pohon nangka.
Pada batang sarune inilah terdapat delapan buah lobang sebagai penghasil atau
pengubah nada ketika sarune ditiup.
Gundal ini merupakan corong (bell) pada alat tiup sarune yang fungsinya
membuat resonator. Artinya memebuat nada-nada menjadi lebih panjang dan
nyaring atau keras. Gundal juga terbuat dari kayu selantam yang berada pada
bagian bawah sarune.
Tambahan bahwasanya ampang-ampang, anak-anak sarune, dan tongkeh
biasanya dihubungkan satu sama lain dengan seutas tali berukuran kecil
(benang), yang fungsi sebagai pengikat agar bagian-bagian tersebut tidak
tercecer, terpisah atau hilang karena ukurannya yang kecil.
4 Kayu selantam adalah salah satu kayu yang banyak digunakan untuk membuat alat musik Sarune pada suku Karo. Kayu selantam lebih banyak digunakan daripada kayu nangka.
21
b. Singindungi
Gendang singindungi (double sided conical drums) merupakan jenis alat
musik pukul berbentuk konis yang terbuat dari kayu pohon nangka. Kedua sisi
dari alat musik tersebut terdapat membrane yang terbuat dari kulit binatang
ampuh (kulit kelinci). Bagian sisi yang dipukul disebut babah gendang, sisi
belakang/bawah (tidak dipukul) disebut pantil gendang. Kedua alat musik ini
memiliki ukuran yang kecil, panjangnya sekitar 44 cm, dengan diameter babah
gendangnya sekitar 5 cm, sedangkan diameter pantil gendang sekitar 4 cm.
Pada teknik permainannya gendang singindungi dapat menghasikan bunyi
naik turun melalui teknik permainan tertentu, dengan menggunakan dua palu yang
berbeda.
c. Singanaki
Gendang singanaki mempunyai kesamaan dari sisi bahan, bentuk, ukuran,
dan cara pembuatannya. Perbedaannya dengan gendang singindungi terdapat pada
gendang kecil yang disebut gerantung (panjang 11,5 cm). Gerantung ini
diikatkan di sisi badan gendang singanaki, sedangkan pada gendang singindungi
tidak ada. Gendang singanaki tidak dapat menghasikan bunyi naik turun seperti
gendang singindungi, hanya bisa memainkan rittem biasa, karena memang alat ini
sebagai pembawa rittem dasar pada ensambel gendang lima sendalanen. Gendang
ini memiliki dua palu-palu (alat pukul/ stick) yang sejenis berukuran 14 cm.
d. Gung
Gung tergolong dalam jenis suspended idiophone (gong berpencu)
yang memiliki persamaan dari segi konstruksi bentuk seperti gong yang
22
umumnya terdapat pada kebudayaan musik nusantara. Gung ini memiliki ukuran
yang besar (diameter 68,5 cm), gung ini terbuat dari kuningan, sedangkan palu-
palu (pemukulnya) terbuat dari kayu dengan ujungnya dilapisi dengan bahan
yang lunak, yang tujuannya adalah ketika memukul gung suara yang dihasilkan
enak didengar.
e. Penganak
Penganak adalah gong berukuran kecil bila dibandingkan dengan gung.
Penganak memiliki ukuran yang kecil (diameter 16 cm).
2.3.1.2 Gendang Telu Sendalanen
Gendang telu sendalanen juga merupakan salah satu ensambel yang
terdapat dalam budaya musik Karo. Sesuai dengan namanya pengertian dari
gendang telu sendalanen adalah tiga alat musik yang dimainkan secara bersamaan
saat memainkan sebuah reportoar. Ketiga alat musik ini mewakili dasar komposisi
dalam musik yaitu untuk pembawa melodi ada kulcapi dan balobat, pembawa
rittem ada keteng-keteng, dan pembawa tempo ada mangkok, yang selalu menjaga
agar tempo tetap konstan.
Untuk lebih jelasnya, penulis akan membahas lebih rinci alat musik yang
dipakai dalam ensambel gendang telu sendalanen.
a. Kulcapi dan Balobat
Kulcapi adalah alat musik tradisional suku karo berbentuk lute yang terdiri
dari dua buah senar (two-strenged fretted-neckked lute). Sebelumnya senar
(dekung) yang dipakai pada kulcapi terbuat dari akar pohon aren (pohon enou),
23
namun sekarang hal itu tidak dijumpai lagi. Senar yang dipakai sekarang ini
adalah terbuat dari bahan logam atau metal (senar gitar).
Tidak seperti alat musik pada umumnya yang memiliki resonator dibagian
depan, kulcapi memiliki resonator yang dapat kita temukan di bagian belakang
kulcapi. Resonator ini disebut babah kulcapi. Resonator ini berfungsi sebagai
pemberi efek (warna bunyi) dengan menggunakan teknik tonggum5.
Balobat adalah sebuah alat musik tiup yang digunakan sebagai pembawa
melodi dalam ensambel gendang telu sendalanen. Balobat sering dianggap
sebagai pengganti sarune dalam ensambel gendang telu sendalanen sebagai
pembawa melodi.
b. Keteng-keteng
Keteng-keteng adalah alat musik yang bahan pembuatnya terbuat dari
bambu. Bunyi yang dihasilkan berasal dari dua buah senar yang juga dibuat dari
bahannya sendiri (kulit bambu itu sendiri). Alat musik ini diklasifikasikan ke
dalam idiochordophone yang dimana bunyi yang dihasilkan berasal dari getaran
senar yang terbuat dari badannya sendiri.
Pada ruas bambu terdapat satu lobang resonator yang dibuat tepat di
pertengahan bambu tersebut. Dan diatasnya ditempatkan sebilah potongan bambu
yang dimana salah satu ujungnya melekat pada salah satu senar keteng-keteng.
Bilahan bambu inilah yang disebut dengan gung karna warna bunyi yang
dihasilkan menyerupai gung dalam gendang lima sendalanen
5 Tonggom adalah suatu teknik permainan kulcapi dengan cara mendekapkan seluruh atau sebagian resonator kulcapi ke bagian perut si pemain kulcapi secara berulang dan dalam waktu tertentu
24
Permainan rittem keteng-keteng adalah perpaduan antara gendang
sigindungi, gendang singanaki, gung dan penganak dalam permainan gendang
lima sendalanen (kecuali sarune).
c. Mangkok
Fungsi mangkok dalam gendang telu sendalanen adalah sebagai pembawa
tempo. Mangkok yang dimaksud dalam hal ini pada dasarnya bukanlah semacam
alat musik, namun mangkok yang dimaksud adalah semacam cawan (chinese
glass-bowl) yang dalam gendang telu sedalanen, mangkok tersebut digunakan
untuk menjaga kesetabilan tempo pada gendang telu sendalanen.
2.3.1.3 Gendang Kibod (Keyboard)
Gendang kibod (keyboard) adalah musik Karo imitasi yang muncul
melalui keyboard. Ini dapat dilakukan karena keyboard memiliki fasilitas untuk
memprogram suatu irama musik tertentu, sehingga irama musik tradisonal Karo
dapat diprogram "menyerupai" bunyi ensambel gendang Karo.
Pada awalnya keyboard digabungkan dengan ensambel kesenian
tradisional Karo dalam mengiringi seni pertunjukan tradisional gendang guro-
guro aron, namun belakangan ini alat musik Barat tersebut digunakan secara
tunggal mengiringi gendang guro-guro aron, tanpa disertai musik tradisional.
2.3.1.4 Alat Musik Karo Non-ensambel
Ada beberapa alat musik yang termaksud ke dalam solo instrument yaitu
kulcapi, balobat, surdam, embal-embal dan empi-empi. Alat-alat musik tradisional
tunggal (solo instrument ini) secara umum dimainkan hanya untuk hiburan
pribadi. Misalnya seperti surdam, dimainkan saat sepi ketika ingin mencurahkan
25
isi hati, balobat dimainkan saat mengembalakan kerbau di ladang dan empi-empi
dimainkan ketika para petani menjaga padi dari ganguan burung diladang. Seperti
itulah penggunaan alat musik solo intrument dalam msayarakat Karo. Namun
yang perlu diketahui bahwasanya, kulcapi dan balobat adalah alat musik yang
dimainkan secara solo intrument dan juga secara ensambel.
2.2.2 Seni Tari
Seni tari adalah suatu ungkapan atau ekspresi dari dalam diri yang di
gambarkan melalui gerakan-gerakan yang mengikuti irama, dilakukan di suatu
tempat dan dalam waktu tertentu. Dalam masyarakat Karo, kegiatan menari itu
sendiri disebut dengan landek. Namun untuk penamaan tariannya, kata landek
tidak pernah dipakai. Kata landek lebih merujuk pada kegiatannya, bukan sebagai
nama sebuah tarian. Misalnya, Tari Lima Serangkai, penamaan tariannyan disebut
dengan tari bukan landek (landek lima serangkai) kata landek lebih merujuk pada
kegiatan menarinya.
Dalam masyarakat suku Karo, ada istilah yang sangat populer yaitu “ uga
gendangna bage endekna” yang artinya adalah bagaimana musiknya, harus
demikian juga gerakannya (endek). Pengertian endek (gerakan) disini tidak
merujuk pada gerakan menyeluruh dari anggota tubuh sebagaimana tarian pada
umumnya, tapi hanya gerakan kaki saja. Dari sebab itu endek tidak dapat
disamakan dengan tari. Endek hanyalah salah satu unsur yang membentuk tari
tersebut.
Berdasarkan style (cak-cak) tarian karo dapat dibagi-bagi sesuai dengan
cepat atau lambatnya suatu tempo yang digunakan. Cak-cak (style) terkait dengan
26
gaya sekaligus tempo yang berhubungan dengan tarian yang dibawakakan. Ada
beberapa cak-cak yang lazim dikenal dalam musik karo, dimulai dari cak-cak
yang sangat lambat sampai cak-cak yang cepat yaitu sebagai berikut:
� Cak-cak simalungun rayat, dengan tempo kurang dari 60-66 (skala
metronome maelzel). Berdasarkan ketukan dasar (beat), cak-cak ini
dikategorikan cak-cak bermerter delapan, karna ketukan gung dan penganak
(gong kecil) sebagai sembawa ketukan dasar diulang-ulang pada ketukan ke
delapan. Tarian yang memakai tempo ini adalah Tari Lima Serangke.
� Cak-cak mari-mari, merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak
simalungun rayat. Temponya lebih kurang 70-80 permenit. Tarian yang
memakai tempo ini misalnya Tari Tongkat.
� Cak-cak odak-odak, merupakan cak-cak yang temponya lebih kurang 90-98
permenit. Tarian yang memakai tempo ini misalnya Tarian Roti Manis dan,
Tarian Terang Bulan.
� Cak-cak patam-patam, merupakan cak-cak yang temponya adalah kelipatan
dari ketukan cak-cak odak-odak yang temponya sekitar 98-105. Tarian yang
memakai tempo ini misalnya Tarian Kuda Sitajur.
� Cak-cak gendang seluk, merupakan cak-cak yang temponya bersifat
progressif, semakin lama semakin cepat, dan biasanya dimulai dari cak-cak
patam-patam. Cak-cak ini biasanya mengiringi tarian khusus seperti Tari
Perumah Begu. Kecepatan temponya bisa mencapai 160-an. Dan biasanya
pada saat si-penari mengalami trance (kesurupan), temponya akan semakin
cepat (di atas 160) dan itu dinamakan cak-cak silengguri.
27
Pada umumnya, tarian yang unsur dasarnya adalah gerakan, dapat kita
temui dalam ritus-ritus atau upacara-upacara tradisional yang ada pada masyarakat
Karo. Dengan demikian, terselubung makna dan filosofi dari setiap gerakan-
gerakan yang kita jumpai dalam tarian tersebut. Ada beberapa makna dan filosofi
dari beberapa unsur gerakan yng merupakan perlambangan dalam tarian
tradisional suku Karo di antaranya sebagai berikut:
� Gerakan tangan kiri naik dan tangan kanan ke bawah melambangkan tengah
erukur, artinya selalu menimbang segala sesuatunya dalm bertindak.
� Gerakan tangan kanan ke atas dan tangan keri ke bawah yang melambangkan
sisampat-sampaten, artinya saling tolong menolong dan saling membantu.
� Gerakan tangan kiri ke kanan dan ke depan melambangkan ise pe la berek
ndeher adi lenga sioraten, yang artinya siapapun tidak bisa dekat kalau
belum mengetahui hubungan kekerabatan.
� Gerakan tangan memutar dan mengepal melambangkan perarihen enteguh,
yang artinya mengutamakan persatuan, kesatuan dan musyawarah untuk
mencapai mufakat. Setelah itu dilanjutkan dengan gerakan tangan ke atas,
yang melambangkan ise pe laberek ndehe, yang berarti siapapun tidak bisa
mendekat dan berbuat sembarangan.
� Gerakan tangan sampai ke kepala dan membentuk seperti burung merak
melambangkan beren erukur yang artinya menimbang sebelum mengambil
keputusan.
� Gerakan tangan kanan dan kiri sampai bahu, melambangkan beban simberat
menahang adi ras mabasa. Artinya beban yang berat akan terasa ringan jika
28
bersama mengerjakannya. Setelah itu gerakan tangan dipinggang
melambangkan tanggung jawab yang penuh.
� Gerakan tangan kiri dan kanan di tengah posisi badan berdiri melambangkan
ise pe reh adi enggo ertutur i alo-alo alu mehuli, yang artinya siapapun yang
sudah datang, jika sudah berkenalan dan mengetahui hubungan kekerabatan
akan diterima dengan baik sebagai kade-kade (keluarga).
2.2.3 Seni Suara/Vokal
Aktivitas bernyanyi dalam masyarakat karo disebut dengan rende, dan
orang yang melakukannya disebut dengan perende-rende. Dalam kebudayaan
suku karo, musik vokal dapat ditemukan dalam berbagai upacara adat, ritual
maupun hiburan.
Dalam kebudayaan suku karo ada beberapa jenis seni vokal, yaitu sebagai
berikut: ende-enden (nyanyian muda mudi), katoneng-katoneng (nyanyian yang
berisikan pengharapan), didong-didong (nyanyian yang berisikan nasehat-
nasehat), mangmang (nyanyian yang berisikan doa-doa), tangis-tangis (nyanyian
ungkapan keluh kesah) dan masih banyak lagi.
Dalam acara adat dan hiburan penyajian seni vokal dilakukan oleh seorang
penyanyi tradisional Karo yaitu perkolong-kolong (orang yang memiliki
kemampuan bernyanyi sekaligus menari dalam suatu konteks upacara), dan jenis
nyanyian yang dinyanyikan adalah nyanyian katoneng-katoneng (nyanyian
pengharapan) dan ende-enden (nyanyian muda-mudi).
Selain memiliki kemampuan dalam menyanyikan lagu karo yang
bertemakan percintaan atau muda-mudi, perkolong-kolong juga mampu
29
menyanyikan lagu-lagu tradisi yang bertemakan pemasu-masun (nasihat-nasihat)
yang secara teks atau liriknya sangat bergantung pada konteks suatu upacara adat.
Artinya melodi lagu pemasu-masun memang telah diketahui dan dihafal, namun
lirik dari melodi tersebut harus dibuat dan dinyanyikan sendiri oleh perkolong-
kolong tersebut pada saat bernyanyi sesuai dengan konteks upacara yang sedang
berlangsung pada saat itu.
Sementara, dalam upacara yang berkaitan dengan upacara ritual, jenis
nyanyian yang dipakai adalah mangmang yang dinyanyikan oleh seorang Guru
Sibaso (dukun). Upacara ini bersifat magis. Misalnya ritual perumah begu.
2.2.4 Seni Sastra
Seni Sastra dalam suku Karo ada dua bagian yaitu seni sastra lisan dan
seni sastra tulisan. Seni satra lisan adalah seni komunikasi yang dilakukan oleh
masyarakat Karo dengan sesamanya, yang tentunya memakai bahasa Karo. Dalam
berkomunikasi penggunaan bahasa Karo ini tidak memerlukan suatu bentuk atau
susunan dan aturan yang baku, yang terpenting adalah apa yang dikehendaki atau
apa yang perlu disampaikan bisa dimengerti oleh lawan bicara/ pendengar.
Namun untuk keperluan tertentu dilakukan pemilihan kosakata yang dianggap
paling sesuai dan tepat. Misalnya pada saat penyampaian sepatah dua patah kata
pada acara adat (upacara perkawinan, memasuki rumah baru, guro-guro aron dan
acara formal lainnya dalam suku Karo). Masyarakat suku Karo menyebutnya
cakap lumat (bahasa halus). Cakap lumat adalah dialog yang diselang-selingi
dengan pepatah, perumpamaan, pantun, dan gurindam.
30
Seni sastra lisan dapat dikategorikan kedalam beberapa kategori yakni
sebagai berikut: (1)Tabas-tabas (mantra), yaitu sejenis mantra yang diucapkan
atau dilantunkan untuk mengobati orang yang sakit. Mantra ini biasanya
diucapkan/ digunakan oleh seorang Guru Sibaso (dukun). (2) Ndung-dungen,
yaitu sejenis pantun Karo yang terdiri dari empat baris. Dua baris terdiri dari
sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi. (3) Bilang-bilang, yaitu
dendang duka yang merupakan ratapan seseorang yang sedang berduka. Misalnya
kerena teringat dengan ibunya yang telah meninggal dunia; ataupun meratapi
kekasih yang telah meninggalkan dirinya kerena sesuatu hal. Dahulu bilang-
bilang ini ditulis dengan aksara Karo di sepotong bambu atau kulit kayu, isinya
adalah jeritan hati penulisnya. Semenjak dahulu bilang-bilang ini
biasanya terfokus pada suasana kepedihan/ kesedihan. Oleh karena itu ada juga
yang mengatakan bilang-bilang sebagai “Dengang duka”. (4) Kuning-
kuningan, yaitu sejenis teka-teki yang biasa digunakan oleh anak-anak, muda-
mudi maupun orang tua di waktu senggang, sebagai permainan untuk mengasah
otak. (5) Turi-turin, adalah cerita yang berbentuk prosa yang isinya tentang asal-
usul marga, asal-usul kampung, cerita tentang orang sakti, cerita lucu, dan lain
sebagainya. Turi-turin biasanya diceritakan orang-orang tua kepada anak atau
cucunya pada malam hari sebagai pengantar tidur. Beberapa judul ceritanya
antara lain: Beru Patimar, Panglima Cimpa Gabor-gabor, Gosing si Aji Bonar,
dan sebagainya.
Seni sastra tulisan adalah seni sastra yang kebanyakan menggunakan
tulisan aksara. Pada umumnya tulisan atau aksara Karo tempo dulu digunakan
31
untuk menuliskan ramuan-ramuan obat, mantra atau cerita. Tulisan ini diukir di
kulit kayu atau bambu yang di bentuk sedemikian rupa agar dapat dilipat-lipat,
dan biasanya huruf-huruf ini diukir dengan menggunakan ujung pisau dan setelah
itu tulisan tersebut diwarnai (dihitamkan) dengan bahan baku tertentu.
Menurut sejarahnya aksara Karo bersumber dari aksara Sumatera Kuno yaitu
campuran aksara Rejang, Lebong, Komering dan Pasaman. Kemungkinan aksara
ini dibawa dari India Selatan, kemudian ke Myanmar/ Siam dan akhirnya sampai
ke Tanah Karo. Aksara ini hampir mirip dengan aksara Simalungun dan Pakpak
Dairi, yaitu berupa huruf silabis (semua huruf atau silabel dasarnya berbunyi a)
yang biasa disebut: haka bapa na wa yang merupakan enam silabel pertama.
2.2.5 Seni Kriya
Seni kriya adalah merupakan hasil dari sebuah kerajinan tangan
masyarakat suku Karo. Hasil karyanya berupa hasil ukiran baik bentuk relief,
patung, ataupun bentuk lukisan. Karya itu dimulai dari hal yang sederhana yang
maksud dan tujuannya untuk menolak bala, menangkal roh jahat, dan dipercaya
memiliki kemampuan pengobatan. Dalam perkembangannya, kebiasaan-kebiasaan
ini tidak lagi dipandang dari segi kekuatan daya penangkalnya. Lukisan itu telah
dipandang sebagai suatu yang memiliki keindahan sehingga dikembangkan
sebagai karya seni.
Ada empat tempat karya seni ini sering kita temukan, yaitu: pada
bangunan tradisional Karo (seperti, rumah adat, jambur, geriken, dan geretan
guro-guro aron), pada benda-benda pecah-belah (seperti, gantang beru-beru,
32
cimba lau, abal-abal, busan, petak, tagan, kampil, dan alat kesenian), pada
pakaian adat Karo (seperti, uis kapal, uis nipes, dan baju), dan pada berbagai
benda perhiaan (seperti, gelang, cincin, kalung, pisau, ikat pinggang, dan lain
sebagainya).
Bila dilihat dari bentuk dan nama ukiran Karo, beberapa di antaranya
tercipta atas dorongan dan pengaruh lingkungan alam, manusia, binatang, dan
tumbuh-tumbuhan. Hal ini dapat dibuktikan atas adanya bentuk dan nama ukiran
tersebut. Ragam ornamen Karo relatif banyak beberapa di antaranya adalah: tupak
salah silima-lima, tupak salah sipitu-pitu, desa siwaluh, panai, tulak paku
kambing, Ipen-ipen, lukisan suki, pucuk merbung bunga bincole, surat buta,
pengretret, bendi-bendi (pengalo-ngalo), dan masih banyak lagi.
2.2.6 Seni Teater
Seni teater adalah Salah satu jenis kesenian berupa pertunjukan drama
yang dipertunjukan di atas panggung dan disaksikan oleh orang banyak. Contoh
seni teater tradisional suku karo adalah tembut-tembut. Tembut-tembut di daerah
Karo yang dikenal sampai sekarang adalah yang ada di daerah Seberaya (Tembut-
tembut Seberaya). Tembut-tembut Seberaya terdiri dari dua jerris karakter
(perwajahan) yaitu karakter manusia dan karakter hewan. Karakter manusia terdiri
dari empat tokoh (peran) yaitu: satu bapa (ayah), satu nande (ibu), satu anak
dilaki (putra), dan satu anak diberu (putri). Karakter binatang hanya mempunyai
satu tokoh (peran) yaitu si gurda-gurdi (burung enggang). Tema cerita yang
33
disampaikan dari teater tembut-tembut ini adalah seorang raja yang ditinggal mati
oleh anak yang dicintainya.
Pada awalnya tembut-tembut berfungsi sebagai hiburan untuk
menyenangkan hati masyarakat yang menontonnya. Namun dalam perkembangan
selanjutnya, penyajiannya digunakan dalam konteks upacara ndilo wari udan
(upacara memanggil hujan). Kapan mulai pemakaian tembut-tembut dalam
konteks ndilo wari udan tidak diketahui secara pasti.
2.3 Penggunaan Gendang Musik Tradisional Karo
Penggunaan ensambel musik tradisional dalam upacara-upacara adat
masyarakat Karo akan dijelaskan berdasarkan konteks upacara masyarakat Karo
secara umum, yaitu upacara kematian, perkawinan, erpangir ku lau, mengket
rumah, dan gendang guro-guro aron.
2.3.1 Upacara Kematian
Penggunaan gendang dalam upacara kematian hanya berlaku pada
seseorang yang meninggal karna lanjut usia dan semua anaknya sudah menikah
(cawir metua). Dalam upacara kematian suku Karo ensambel yang dipakai adalah
ensambel gendang lima sendalanen. Ada beberapa kegiatan yang didiringi oleh
gendang lima sendalanen pada upacara ini yaitu rende, landek, dan juga ngerana,
sesuai dengan yang telah dimusyawarahkan.
Dalam upacara kematian (ritual penguburan jenazah), ada tiga istilah
gendang yang dipakai dalam upacara ini yaitu, nangkih gendang, gendang mentas
34
dan erkata gendang. Nangkih gendang dilaksanakan pada malam sebelum
penguburan jenazah musik tradisional Karo telah dihadirkan dan biasanya sampai
pada malam setelah penguburan jenazah itu dilakukan. Gendang mentas
merupakan pemakaian musik tradisional yang paling siangkat yang dilakukan
pada siang hari hingga ke sore hari pada acara penguburan, dan yang terakhir
adalah erkata gendang dilaksanakan pada saat upacara adat penguburan hingga
selesai.
2.3.2 Upacara Perkawinan
Dalam upacara adat perkawinan suku karo, gendang (musik) memiliki
peran yang cukup penting. Gendang (musik) dalam pesta adat perkwinan suku
karo disajikan untuk mengiringi acara rende (menyanyi), landek (menari), dan
penyampaian pedah-pedah (pesan/nasehat). Ensambel yang dipakai awalnya
adalah gendang lima sendalanen. Namun ketika keyboard masuk ke dalam
budaya suku karo, gendang lima sendalanen dalam upacara perkawinan semakin
jarang kita temukan, dan itu telah digantikan dengan gendang kibod (keyboard).
Pada upacara adat perkawinan, gendang lima sendalanen ataupun gendang
kibod dimainkan untuk mengiringi sesi memberikan wejangan dan ucapan selamat
yang diikuti dengan acara penyerahan luah (kado). Luah (kado) yang diserahkan
kepada kedua mempelai dapat berupa perlengkapan berumah tangga seperti
tempat memasak nasi, piring makan, beras dan telur ayam, ayam yang masih
hidup, serta tikar dan bantal dan lain-lain.
35
2.3.3 Upacara Erpangir Ku Lau
Erpangir ku lau berasal dari kata “erpangir” (berlangir) dan “ku lau” (ke
air/ sungai). Jadi erpangir ku lau adalah suatu upacara religius berdasarkan
kepercayaan tradisional suku Karo (pemena), dimana sesorang/keluarga tertentu
melakukan upacara berlangir dengan maksud tertentu. Adapun tujuan dari ritual
ini adalah sebagai ucapan syukur pada Tuhan, memohon supaya terhindar dari
suatu malapetaka, menyembuhkan suatu penyakit, dan untuk mencapai maksud
tertentu.
Dalam upacara erpangir ku lau ini ensmbel yang dipakai adalah gendang
telu sendalanen. Alunan musik gendang telu sendalanen ditujukan untuk
mengiring tarian yang ditarikan oleh seorang ibu separuh baya yang tidak lain
adalah Guru Sibaso peminpin dalam upacara itu. Reportoar yang dimainkan
dimulai dari reportoar bertempo lambat (Gendang Mari-mari), reportoar sedang
(Gendang Odak-odak) sampai ke reportoar bertempo cepat (Gendang Seluk).
Gendang telu sendalanen akan mengubah suasana upacara menjadi sakral dan
sedikit magis. Sekaligus juga akan mempengaruhi (alam bawah sadar) Guru
Sibaso menjadi kesurupan (trance) dalam berkomunikasi dengan roh nenek
moyang.
2.3.4 Upacara Mengket Rumah
Upacara mengket rumah adalah upacara memasuki/meresmikan rumah
baru dalam tradisi masyarakat suku Karo. Upacara ini dilakukan dengan tujuan
36
sebagai pengungkapan rasa syukur dan gembira bagi keluarga karena rumah yang
dibangun telah selesai dan siap untuk ditempati.
Repertoar musik yang dimainkan dalam pesta mengket rumah dapat dibagi
kedalam dua bagian yaitu repertoar gendang adat (Gendang Perang-perang,
Gendang Simalungen Rakyat, Gendang Jumpa Malem) dan repertoar Gendang
Lima Puluh Kurang Dua. Penggunaan seluruh repertoar dalam gendang adat
tidak berkaitan dengan masalah kepercayaan. Sesuai dengan namanya gendang
adat maka gendang ini hanya berhubungan dengan adat istiadat. Namun untuk
Gendang Lima Puluh Kurang Dua penggunaannya sangat berkaitan dengan ritual
(kepercayaan).
Ensambel yang digunakan pada awalnya dalam pelaksanaan mengket
rumah adalah ensambel gendang lima sedalanen. Namun pada saat sekarang ini
pesta mengket rumah sudah menggunakan gendang kibod. Menurut Prints
(2004:198) masyarakat Karo mengenal empat tingkatan dalam pesta mengket
rumah yaitu; (1) sumalin jabu, merupakan pesta mengket rumah yang paling
sederhana, yang dihadiri sengkep nggeluh (keluarga) terdekat saja, (2) mengkah
dapur, merupakan pesta mengket rumah yang diawali dengan runggun
(musyawarah), (3) ngerencit, merupakan pesta mengket rumah dengan pesta besar
sehingga harus dengan runggun sangkep nggeluh, dan (4) ertukam, merupakan
pesta mengket rumah yang paling besar dan berlangsung beberapa hari dan
beberapa malam.
37
2.3.5 Guro-guro Aron
Secara etimologis guro-guro aron berasal dari dua kata yaitu guro-guro
yang artinya hiburan atau pesta dan aron yang berati muda-mudi. Jadi, guro-guro
aron adalah pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan
kebudayaan karo. Dalam pesta ini, peran musik sungguh sangat penting. Salah
satunya untuk mengiringi hiburan berupa tarian ataupun nyanyian yang
dibawakan oleh perkolong-kolong dalam memeriahkan acara tersebut. Pada
dasarnya guro-guro aron merupakan suatu acara sukacita atau syukuran atas
panen yang telah dinikmati oleh para petani. Gendang guro-guro aron dapat juga
diartikan sebagai suatu seni pertunjukan tradisional Karo yang terdiri dari unsur
musik, tari dan nyanyi. Sebagai seni pertunjukan tradisional, salah satu unsur
pokok dalam gendang guro-guro aron adalah gendang lima sedalanen karena
aktifitas utama dalam pesta tersebut adalah menari dan menyanyi dalam iringan
musik. Namun pada zaman sekarang ini, gendang lima sendalanen tidak dijumpai
lagi pada pesta gendang guro-guro aron, melainkan sudah menggunakan gendang
kibod (keyboard).
Dari kegiatan tahunan ini, fungsi dari gendang guro-guro aron adalah: (1)
latihan kepemimpinan (persiapan suksesi), artinya dalam gendang guro-guro aron
muda-mudi dilatih untuk memimpin, mengatur dan mengurus acara tersebut,dan
dengan mengikuti acara ini muda-mudi dipersiapkan untuk menjadi pemimpin
desa dikemudian hari. (2) Belajar adat Karo, dalam gendang guro-guro aron,
muda-mudi juga belajar tentang adat Karo dengan mengetahui bagaimana cara
bertutur agar mengetahui siapa yang boleh dan tidak boleh menjadi pasangan
38
menari, (3) hiburan, gendang guro-guro aron merupakan sarana hiburan bagi
muda-mudi dan penduduk kampung, (4) metik (tata rias), dengan mengikuti
gendang guro-guro aron muda-mudi juga belajar untuk merias diri sendiri, belajar
melulur diri, membuat tudung atau bulang-bulang, (5) belajar etika, dalam
melaksanakan gendang guro-guro aron, muda-mudi juga belajar bagaimana etika
atau tata krama pergaulan hidup dengan sesama, (6) arena cari jodoh, guro-guro
aron juga dimaksud untuk sarana pencarian jodoh untuk muda-mudi.
39
BAB III
KULCAPI EMPAT SENAR
3.1 Kulcapi Karo
Kulcapi Karo adalah alat musik berbentuk lute yang memiliki dua senar
dan terbuat dari kayu keras (sepert kayu tualang, kembawang, nangka, damar laut,
dll.) yang diukir sedemikian rupa. Berdasarkan klasifikasi alat musik oleh Curt
Sachs dan Hornbostel, 1961, kulcapi diklasifikasikan ke dalam chordophone
karna bunyinya bersumber dari getaran senar yang dipetik. Sub-klasifikasinya
adalah two-strenged fretted-necked lute, yang artinya memiliki dua senar dan
badannya lebih panjang dibandingkan lehernya (neck). Pada awalnya, senar yang
dipakai terbuat dari akar pohon enou (aren), namun sekarang ini hal itu sudah
tidak dijumpai lagi. Kulcapi sudah menggunakan senar yang terbuat dari kawat
baja (senar gitar). Pada bagian kepala, terdapat kupingan (cuping-cuping) yang
befungsi untuk mengatur tinggi dan rendahnya nada, dengan cara memutar
kupingan untuk mengencangkan atau mengendorkan senar. Orang yang
memainkan kulcapi disebut dengan perkulcapi.
Kulcapi Karo merupakan alat musik tradisional suku Karo yang memiliki
peran lebih dari satu yakni dimainkan secara solo (tunggal) instrumen namun
adakalanya juga dimain dalam ensambel, seperti gendang telu sendalanen pada
upacara adat, upacara ritual maupun pada acara-acara hiburan seperti guro-guro
aron. Perbedaannya dapat dilihat dari konteks penyajian. Dalam solo instrumen
40
kulcapi disajikan secara tunggal (tidak bersamaan dengan alat musik lain).
Kulcapi sebagai alat musik solo instrumen biasa digunakan sebagai hiburan
pribadi dan tidak memiliki konteks tertentu. Sebagai alat musik pribadi, kulcapi
memiliki komposisi-komposisi tersendiri yang berisi tentang ceritra-cerita rakyat,
seperti cerita Penganjak Kuda Sitajur, Perkatimbung Beru Tarigan, Tangis-
tangis Seberaya, Tangis-tangis Guru, dan beberapa cerita lainnya. Sedangkan
dalam ensambel, kulcapi dimainkan bersamaan dengan alat musik lainnya seperti
keteng-keteng, penganak, bahkan juga dikolaborasi dengan keyboard (dalam
gendang kibod). Peran kulcapi dalam ensambel ini adalah sebagai pembawa
melodi.
Dalam permainannya, kulcapi memang digunakan sebagai pembawa
melodi, terkadang juga digunakan untuk mengisi intensitas kord dengan
memainkan dua nada dari tiga nada pembentuk akord (misalnya nada pembentuk
akord c Mayor adalah 1,3, dan 5) yang dimainkan secara bersamaan. Secara
umum musik etnik di Indonesia memang cenderung memakai jenis lima tangga
nada mayor (Major Pentatonic Scala), namun sedikit berbeda dengan musik Karo,
walaupun sebenarnya juga ditemukan skala mayor namun penggunaan skala
minor (Minor Scale) lebih sering dijumpai.
Cara memainkan kulcapi hampir sama seperti memainkan gitar yaitu
dipetik dengan menggunakan pick (kuir-kuir). Ada teknik khusus yang dipakai
dalam bermain kulcapi yaitu teknik rengget yang biasa juga dipakai dalam
41
nyanyian tradisional suku Karo. Teknik rengget sama halnya dengan melisma6.
Biasanyan jari yang melakukan teknik rengget ini adalah dominan jari tengah dan
kelingking sedangkan jari telunjuk dan jari manis biasanya hanya menekan nada
saja. Walau juga terkadang memberikan rengget. Selain itu teknik tonggum juga
sebenarnya sangat penting dalam bermain kulcapi. Dalam memainkan kulcapi,
lobang resonator (babah), yang terdapat di bagian belakang kulcapi berfungsi
mengubah warna bunyi (efek bunyi) dengan cara teknik tonggum, yakni suatu
teknik permainan kulcapi dengan cara mendekapkan seluruh/sebagian babah
kulcapi ke badan pemain kulcapi secara berulang dalam waktu tertentu. Efek
bunyi kulcapi yang dihasilkan melalui teknik tonggum ini hampir menyerupai
efek echo pada alat musik elektronik pada umumnya. Namun, di era teknologi
modern ini, teknik ini sudah jarang dipakai, dikarenakan sudah ada alat yang
mampu memperkeras volume bunyi dan sekaligus memberi efek pada bunyi
kulcapi.
3.2 Kulcapi Empat Senar
Kulcapi empat senar adalah pengembangan atau inovasi dari sebuah alat
musik suku karo yaitu kulcapi (dua senar). Disebut kulcapi empat senar karena
jumlah senar kulcapi adalah empat buah. Bentuk kulcapi empat senar tidak jauh
berbeda dari kulcapi sebelumnya. Hanya saja ukurannya yang sedikit berbeda di
beberapa bagian seperti dibagian leher (neck) kulcapi, kepala kulcapi, dan lain
sebagainya. Selain itu, ada juga penambahan fret pada kulcapi empat senar. Fret
6 Melisma adalah menyanyikan satu suku kata dengan menggunakan beberapa nada, atau dengan kata lain memberikan ornamen-ornamen melodi dengan tujuan menggaris-bawahi kata yang kuat ataupun memperkuat kata yang lemah (kata kutip).
42
yang awalnya hanya lima sampai tujuh pada kulcapi biasa, ini ditambahi menjadi
empat belas fret pada kulcapi empat senar dengan tujuan memperluas (ranges)
jangkauan melodi.
Berdasarkan infomasi yang penulis peroleh dari penelitian di lapangan,
penggegas dari kulcapi empat senar ini adalah seorang seniman muda karo
bernama Jacky Rajju Sembiring. Beliau adalah seniman karo kelahiran Medan, 4
Juli 1992. Beliau berdomisili di Simpang Tuntungan, Ladang Bambu 1, No. 86 B.
Seperti penjelasan sebelumnya yang sudah penulis paparkan pada bab satu,
bahwasanya gagasan ini berawal dari keinginan beliau mengikuti sebuah festival
dawai di negara Prancis. Ide/gagasan itu disampaikan kepada Bapak Fauzi
Ginting yang merupakan pembuat kulcapi empat senar juga seorang seniman suku
karo.
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan Bapak Fauzi Ginting, beliau
menjelaskan bahwasanya ide membuat kulcapi empat senar sebenarnya sudah
pernah terlintas dalam pikirannya, dan baru terealisasi setelah Jacky Rajju
Sembiring mengutarakan ide atau gagasan yang sama. Sebelumnya, Bapak Fauzi
Ginting juga pernah membuat kulcapi tiga senar. Namun perkembangannya tidak
seluas kulcapi empat senar.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan di lapangan konsep kulcapi
empat senar yang diutarakan oleh Jacky Rajju Sembiring berbeda dengan konsep
yang disampaikan oleh Bapak Fauzi Ginting selaku pembuat kulcapi empat senar.
Konsep dari Jacky Rajju Sembiring yaitu memperluas harmonisasi dari sebuah
43
lagu/instrumen yang dimainkan dalam kulcapi empat senar. Selain (ranges)
jangkauan melodi yang lebih luas, melodi/lagu yang dimainkan dapat diberi akord
dalam setiap aksen awalnya. Beliau juga menjelaskan bahwasanya tidak ada
patern tuningan kulcapi empat senar yang baku. Tuningan yang digunakan bebas,
dalam arti selalu disesuaikan berdasarkan kebutuhan dari sebuah lagu/instrumen
yang dimainkan. Sedangkan konsep yang diutarakan oleh Bapak Fauzi Ginting
adalah kulcapi empat senar merupakan penggabungan dari dua atau tiga buah
kulcapi sekaligus. Ide ini terlintas karena sebuah kebutuhan yang dialami
dilapangan ketika ada dua atau tiga lagu yang berdekatan dan mempunyai nada
dasar yang berbeda. Sehingga sedikit terbebani jikakalau selalu men-tuning
kulcapi dari satu lagu ke lagu yang lainnya. Kehadiran kulcapi empat senar sangat
membantu karena dapat membuat tiga tuningan dalam sebuah kulcapi.
Pak Pauzi Ginting cukup banyak mendapat intervrensi dari Jacky Rajju
Sembiring, dalam proses pembuatan kulcapi empat senar, kendati konsep kulcapi
empat senar juga sudah pernah terlintas dibenak Pak Pauzi Ginting, namun konsep
itu berbeda dengan apa yang dimaksud oleh Jacky Rajju Sembiring sendiri
terutama dalam teknik permainnya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Dari sebab itulah Jacky Rajju Sembiring sebagai seorang seniman yang punya ide
konsep yang berbeda dengan Pak Pauzi Ginting banyak mengintervensi Pak Pauzi
Ginting selaku pembuat Kulcapi empat senar. Tujuannya adalah agar Kulcapi
empat senar yang dibuat betul-betul dapat digunakan Jacky Rajju Sembiring
sesuai dengan konsep teknik permainan yang ingin ia ciptakan. Selain itu, Pak
Pauzi Ginting selaku pembuat Kulcapi empat senar yang dipercayai oleh Jacky
44
Rajju, tentunya membuat kulcapi sesuai dengan arahan konsep dari setiap
konsumennya. Dan hal itu juga selalu dilakukannya dengan seniman yang lain,
misalnya ketika ada seorang seniman yang ingin membuat kulcapi kepada beliau
dan meminta juga dibuatkan beberapa ukiran nama, atau ornamen-ornamen karo
lainnya, atau permintaan dibeberapa warna; beliau selalu mengikuti pemintaan
dari konsumennya demi terjaganya suatu kerjasama yang baik. Dari sana dapat
diambil kesimpulan bahwa Pak Pauzi Ginting sangat terbuka dengan intervrensi
dari setiap konsumennya.
3.3 Struktur Kulcapi Empat Senar
Sebelum penulis memaparkan lebih rinci mengenai struktur kulcapi empat
senar maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu bagian-bagian yang terdapat
pada kulcapi empat senar.
45
Gambar 3.1 Struktur kulcapi empat senar dari depan,samping dan belakang
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan narasumber yang adalah
pembuat kulcapi, beliau menjelaskan bahwasanya instrumen kulcapi empat senar
ini dapat dibagi menjadi empat bagian besar yaitu sebagai berikut:
Pertama bagian kepala (takal), bagian leher (kerahung), bagian tutup, dan bagian
ekor (ikur). Pada bagian kepala terdapat dua pasang tuningan yang disebut dengan
cuping-cuping. pada bagian leher terdapat lima sampai tujuh fret atau yang
disebut dengan tembuku. pada bagian resonator kulcapi tedapat tutup kulcapi
(takkur) yang biasanya terbuat dari kayu lancing yang pada permukaan luarnya
dibuat semacam tonjolam yang berfungsi sebagi penyangga senar yang disebut
Takal
Kerahung
Enggoh
Ikur
Takkur
Kuir-kuir
Tonggum
Cuping-cuping
Tembuku
Dekung
46
dengan enggoh. Dibagian belakang dari kulcapi ini terdapat lubang yang
berfungsi sebagai lubang resonator (tonggom) yang digunakan dengan teknik
tertentu. Itulah gambaran umum dari sebuah kulcapi.
3.4 Eksitensi Kulcapi Empat Senar dan Gejolaknya Pada Masyarakat Karo
Kulcapi adalah alat musik petik yang berasal suku karo dan keberadaannya
masih ada hingga saat ini. Kulcapi telah mengalami beberapa inovasi. Perubahan
itu terjadi dapat dikatakan karena sebuah kebutuhan atau tuntutan dari zamannya.
Pada awalnya kulcapi tidaklah sebagus kulcapi yang sekarang ini, baik dari segi
ukiran bahkan hasil suara yang dihasilkan. Itu dikarenakan alat yang dipakai
untuk membuat kulcapi berbeda dan juga ide/gagasan yang digunakan semakin
kreatif, indah dan mengikuti zamannya.
Pada awalnya kulcapi tidaklah menggunakan fret dan senar yang
digunakan berasal dari akar pohon enau yang diciptakan sedemikian rupa. Dan
terjadilah sebuah perubahan dan menjadi sangat berkembang ketika Alm. Jasa
Tarigan mengkolaborasikan kulcapi dengan gendang kibod (keyboard) pada
gendang guro-guro aron, artinya dengan hal tersebut banyak inovasi-inovasi kecil
seperti fret yang sudah memakai kuningan, senar yang dipakai dari bahan metal
(senar gitar), dan ukuran yang pada bagian kepala dan ekor kulcapi semakin
bervariasi, sampai kulcapi menjadi alat musik yang seperti sekarang.
Inovasi berikutnya yang lahir adalah kulcapi empat senar. Dimana yang
menggagasi ini adalah seorang seniman muda kelahiram Medan yang bernama
Jacky Rajju Sembiring. Ide/ gagasan ini berawal dari keinginan beliau mengukuti
47
Festival Dawai di Prancis. Dan yang membuatnya adalah Bapak Fauzi Ginting
yang juga adalah seorang seniman senior suku karo.
Keberadaan kulcapi empat senar ini mendapat respon positif dan negatif
dari masyarakat. Ada masyarakat yang mendukung bahwasanya lahirnya kulcapi
empat senar merupakan atas dasar dari suatu perkembangan kebudayaan yang tak
terbendung, dan juga kreatifitas dari seniman muda yang ada di Sumatera Utara
terutama di Taneh Karo. Masyarakat yang mendukung itu adalah orang-orang
yang terbuka terhadap suatu perkembangan, juga seniman-seniman muda yang
tertarik dan terinspirasi serta suka terhadap karya-karya Jacky Rajju sendiri. Cara
pengembangan nya tidaklah terlalu rumit. Ketika Jacky Rajju mendapat
kesempatan perfom pada perayaan pesta tahunan dia selalu memperkenalkan hal
baru yang telah ia buat, sehingga hal baru tersebut dengan cepat mulai
menginspirasi masyarakat. Demikian juga dengan karya-karya yang beliau publis
pada media social. Kita tahu bahwa pengaruh dari media social sangatlah cepat.
Berdasarkan informasi yang penulis peroleh di lapangan bahwasanya
sudah ada belasan kulcapi empat senar yang telah diproduksi oleh Bapak Fauzi
Ginting dalam jangka satu tahun. Hal ini dapat dijadikan sebuah bukti
bahwasanya kulcapi empat senar mulai menjamur dalam masyarakat. Tidak dapat
dipungkiri bahwasanya masyarakat yang paling banyak terpengaruh adalah
mereka yang masih tergolong muda (remaja). Hal itu dikarenakan mereka selalu
haus akan hal baru sehingga gampang untuk teropsesi.
Namun, perlu diketahui respon positif selalu dibarengin oleh respon yang
negatif, dimana ada juga masyarakat yang tidak setuju dengan kehadiran kulcapi
48
empat senar dengan alasan kulcapi Karo hanya mempunyai dua senar. Hal ini
menandakan bahwa suku karo itu mempunyai sifat yang setia. Hal tersebut juga
menandakan bahwa kulcapi karo tersebut telah melekat erat dalam diri mereka
sehingga ketika ada sebuah gejolak seperti kehadiran kulcapi empat senar tersebut
mereka langsung menolak. Masyarakat yang menolak adalah mereka yang sudah
lama mencintai kebudayaan tersebut seperti orang tua, dan beberapa masyarakat
yang sudah dewasa lainnya. Sedangkan mereka yang menerima adalah
masyarakat yang tergolong masih muda, yang dalam arti mereka yang selalu
menginginkan suatu hal yang baru. Itulah gejolak yang ada dalam masyarakat
suku Karo, artinya belum sepenuhnya menerima perubahan. Sama seperti ketika
alat musik keyboard (gendang kibod) masuk ke dalam kebudayaan suku Karo.
Menurut Abidin (dalam Jurnal Maritfa Nika dan Mohammad Mukti 2013),
eksistensi merupakan suatu proses yang dinamis, suatu “menjadi” atau
“mengada”. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri yakni existere, yang
artinya keluar dari, “melampaui” atau “mengatasi”. Jadi eksistensi tidak bersifat
kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan
atau sebaliknya kemunduram, tergantung pada kemampuan dalam
Pola kadensa adalah suatu rangkaian atau melodi sebagai penutup pada
akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi
90
tersebut atau setengah menutup (sementara). Berikut ini pola kadensa yang
terdapat pada lagu Taneh Karo Simalem.
1
2
3
4
5
6
91
4.7.6 Formula melodi
Dalam mendiskripsikan formula melodi, ada tiga hal yang penting untuk
dibahas, yaitu bentuk, frasa, dan motif. Menurut Netll (1964:149-150) bentuk
adalah hubungan antara semua bagian dalam sebuah komposisi musik termasuk di
dalamnya hubungan antara unsur-unsur melodis dan ritmis, atau dalam bahasa
sederhananya adalah suatu penguraian yang mendetail tentang sebuah organisasi
musik. Bentuk melodi adalah bagian melodi yang besar yang menjadi dasar
perulangan bagi bentuk-bentuk berikutnya. Satu bentuk melodi terdiri dari dua
frase atau lebih. Frase adalah seuntai melodi yang terdiri dari dua atau lebih motif
melodi, dan merupakan suatu ide melodi yang utuh. Dan motif adalah bahagian
melodi terkecil yang menjadi karakter perulangan seluruh komposisi.
1. Repetitive
Repetitive adalah bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan
2. Iteratif,
Iteratif adalah suatu bentuk nyanyian yang menggunakan formula melodi
yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan dalam keseluruhan
nyanyian. Bentuk tersebut banyak diulangi dalam lagu Taneh Karo Simalem baik
dalam bentuk up maupun ketukan down.
92
3. Reverting
Reverting adalah suatu bentuk nyanyian apabila di dalam nyanyian terjadi
pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan melodis. Namun
pada lagu Taneh Karo Simalem bentuk (form) tersebut tidak ditemukan.
4. Strofic
Strofic adalah bentuk nyanyian diulang dengan formalitas yang sama
namun menggunakan teks yang baru. Pada lagu Taneh Karo Simalem bentuk
(form) ini tidak ada, karena pada komposisi Taneh Karo Simalem yang penulis
transkripsikan setelah baik pertama langsung masuk ke reff.
5. Progressive
Progressive adalah bentuk nyanyian yang selalu berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru. Namun dalam lagu Taneh Karo
Simalem, bentuk (form) ini tidak ada, karena semua bentuk melodinya selalu
mengalami pengulangan.
4.7.7 Kontur
Kontur adalah garis atau melodi pada sebuah lagu (Malm 1964:8). Kontur
dapat juga diartikan sebagai alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik
93
garis. Ada beberapa kontur yang dikemukakan oleh Malm (Malm dalam Jonson
2000: 76), antara lain sebagai berikut:
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi, seperti gambar :
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah, seperti gambar :
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang rendah
ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah. Begitu juga
sebaliknya, seperti gambar :
94
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari
nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti gambar:
95
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan penulis pada bab-bab
sebelumnya, maka ada beberapa kesimpulan yang diperoleh oleh penulis,
kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
Kulcapi empat senar adalah alat musik dari suku Karo yang merupakan
pengembangan atau inovasi dari kulcapi dua senar. Menurut Bapak Fauzi Ginting
Konsep pada kulcapi empat senar adalah penggabungan dua atau tiga kulcapi
dalam sebuah kulcapi yang disebut dengan kulcapi empat senar. Latar belakang
timbulnya ide/gagasan ini dikarenakan seringnya kulcapi di kolaborasikan dengan
musik modern seperti keyboard (gendang kibod), dimana nada dasar yang dipakai
selalu berubah-ubah. Itulah dasar pemikiran lahirnya gagasan ini, walau dalam
lapangan, kulcapi empat senar belum familiar dipakai dalam acara adat
masyarakat Karo. Sedangkan menurut Jacky Rajju Sembiring (seniman muda
Karo) yang mengutarakan ide tersebut pada Bapak Fauzi Ginting memiliki
konsep yang berbeda dengan Bapak Fauzi Ginting. Beliau menjelaskan
bahwasanya modifikasi kulcapi menjadi empat senar adalah suatu ide yang
terinspirasi dari perkembangan alat musik sape8 dari suku Dayak Kalimantan. Ia
menambahkan dengan memodifikasi kulcapi, alat musik ini dapat dimainkan lebih
bervariasi dan kompleks.
8 Salah satu alat musik petik yang berasal dari suku dayak kalimantan.
96
Kulcapi empat senar berbentuk lute dan terdiri dari empat buah senar
(four-strenged fretted-necked lute). Senar yang digunakan pada kulcapi empat
senar adalah senar gitar yang terbuat dari metal berjumlah empat buah. Tidak ada
perbedaan bentuk kulcapi empat senar dengan kulcapi pada umumnya, hanya saja
ukurannya yang berbeda.
Eksistensi merupakan suatu perkembangan yang dinamis, tidak bersifat
kaku dan terhenti melainkan lentur dan mengalami perkembangan. Demikian
penafsiran eksistensi kulcapi pada masyarakat Karo. Kulcapi telah mengalami
perkembangan yang dinamis, artinya keluar dari konsep tanpa menghilangkan
nilai-nilai dan teknik dasar dalam permainannya. Keberadaan kulcapi empat senar
dalam masyarakat Karo mendapat respon positif dan negatif dari masyarakatnya,
namun yang pasti jumlah kulcapi empat senar yang beredar dalam masyarakat
Karo semakin bertambah.
Dalam proses pembuatan kulcapi empat senar memiliki tahapan yang
sama dengan pembuatan kulcapi pada umumnya (kulcapi dua senar), hanya saja
dalam proses pengukuran setiap bagiannya yang sedikit berbeda. Artinya ada
penambahan ukuran di setiap bagiannya.
Selain itu, dalam proses pembuatannya juga Jacky Rajju Sembiring telah
banyak mengintervrensi Pauzi Ginting dalam proses pembuatan kulcapi empat
senar. Hal ini dikarenakan konsep yang dimaksud oleh Jacky berbeda dengan
yang dimaksud Pauzi Ginting. Dan memang pak Pauzi Ginting sangat terbuka
dengan sebuah intervrensi demi terciptanya kepuasan dari setiap konsumennya.
97
Teknik permainan kulcapi dua senar berbeda dengan teknik permainan
kulcapi empat senar. Teknik permainan kulcapi dua senar tidak memeperhatikan
keharmonisan nada (akord), melainkan hanya memperhatikan ketukan gong yang
digambarkan oleh petikan senar dua (tanpa ditekan) pada setiap aksen dari sebuah
melodi reportoar yang dimainkan. Sedangkan pada teknik permainan kulcapi
empat senar, selain memperhatikan aksen dari setiap melodi, cara memetik dan
keharmonisan akord juga perlu diperhatikan ketika membawakan sebuah
reportoar. Untuk suara yang dihasilkan tidaklah terlalu berbeda. Artinya suara
yang diproduksi sebuah kulcapi dipengaruhi oleh karakter kayu yang menjadi
bahan dasar pembuatan kulcapi tersebut.
Kulcapi empat senar dapat dimainkan secara solo instrumen, dan
komposisi yang dimainkan terasa lebih bervariasi dan kompleks. Hal itu
dikarenakan jumlah senar yang ada dan dengan teknik permainan tertentu dapat
memaksimalkan dan memvariasikan permainan. Artinya tanpa menggunakan
pengiring, kulcapi empat senar dapat memainkan melodi sekaligus akord
pengiringnya. Hal inilah yang membedakan kulcapi biasa dengan kulcapi empat
senar.
Selain dimainkan secara solo intrumen, kulcapi empat senar juga dapat
dimainkan dalam ensambel. Seiring dengan perkembangan perjalanan kulcapi,
tidak hanya dalam ensambel, kulcapi juga dikolaborasikan dengan alat musik
modern lainnya seperti keyboard bahkan juga pada sebuah group band, seperti
yang telah dilakukan oleh Jacky Rajju Sembiring. Pemakaian kulcapi empat senar
semakin maksimal dikarenakan ranges melodi pada kulcapi tersebut lebih luas.
98
Secara umum, proses belajar alat musik tradisional Karo yaitu dengan cara
oral tradition (tradisi lisan), dimana proses belajar yang dilakukan dengan cara
melihat, mendengar, menghapal, dan menirukan. Untuk memainkan kulcapi
empat senar tentunya mempunyai teknik tertentu agar perkulcapi bisa bermain
dengan maksimal dan menghasilkan melodi yang sesuai dengan ciri khas alat
musik tersebut. Dengan cara menghapal sebuah melodi lagu yang dimainkan atau
menyanyikannya kemudian memainkannnya ke dalam alat musik kulcapi.
Semakin sering mendengar lagunya dan semakin menghafal melodinya, maka
secara otomatis dapat memainkannya dalam alat musik kulcapi. Demikian halnya
penulis lakukan ketika memahami sebuah komposisi dari kulcapi empat senar
yang dibuat oleh Jacky Rajju Sembiring.
Orang yang memainkan kulcapi empat senar disebut dengan perkulcapi.
Dalam memainkan kulcapi empat senar, ada empat tahap dasar teknik memainkan
kulcapi empat senar yang harus dikuasai oleh seorang perkulcapi, yaitu pertama
Posisi memainkan kulcapi empat senar. Posisi memainkan merupakan tahap awal
dalam proses belajar kulcapi. Seorang perkulcapi tidak akan bermain maksimal
apabila posisi memainkan kurang tepat dan tujuannya agar kulcapi dapat berada
dalam posisi yang kokoh. Kedua, cara memegang kulcapi yang baik dan nyaman,
karena kulcapi empat senar memiliki berat yang lebih dibandingkan dengan
kulcapi biasa (kulcapi dua senar), sehingga membutuhkan teknik tertentu untuk
kenyamanan dalam memegang kulcapi empat senar. Ketiga adalah teknik
memetik. Perlu diperhatikan cara memetik keempat senar pada kulcapi empat
99
senar. Dan yang terakhir adalah teknik penjarian pada kulcapi empat senar
termasuk didalamnya adalah teknik rengget pada kulcapi.
5.2 Saran
Dari pembahasan dan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan, ada
beberapa saran yang perlu disampaikan oleh penulis yakni bahwasanya kehadiran
kulcapi empat senar yang merupakan sebuah pengembangan atau inovasi dari
kulcapi dua senar bukanlah sesuatu yang merugikan. Ini terjadi karena
kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Karo. Untuk itu, tidak ada
salahnya mengikuti perkembangan tersebut dengan catatan tidak melupakan nilai
nilai dasar dalam permainan musik Karo tersebut. Maka dengan lahirnya tulisan
ini diharapkan dapat mendorong masyarakat Karo untuk mempertahankan dan
juga mengembangkan kebudayaan terkhusus kesenian ini agar tetap terlestari di
dalam masyarakatnya. Generasi merupakan salah satu kunci utama dalam proses
ini agar tetap berkembang dan dapat dipertahankan.
100
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.(1995), The Karonese Traditional Musical Instruments. Medan: Pendidikan dan Departemen Kebudayan
Depdikbud. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Hood, Mantle ( 1982 ). The Ethnomusicologist. Ohio: The Kent State, University Press.
Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961.Clasification of Musical Instrument. Translate from original German by Anthony Baines and Klausss P. Wachsmann.