-
PEMBUATAN FLAKES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) DAN TEPUNG
LABU KUNING (Cucurbita moschata) SEBAGAI MAKANAN SELINGAN
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2
SKRIPSI
Diajukan Sebagai
Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Gizi
OLEH :
SISKA KRISTINA ZALUKHU
NIM : 1513211036
PROGRAM STUDI S1 GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS
PADANG
2019
-
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Siska Kristina Zalukhu
Nim : 1513211036
Tempat/Tanggal Lahir : Padang, 28 Juli 1997
Agama : Kristen Protestan
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Yasi Budi Zalukhu
Nama Ibu : Nertina Saleleubaja
Email : [email protected]
Alamat : Dusun Sibaibai, Desa Sikakap Kab. Kep.Mentawai
Riwayat Pendidikan
1. SDK. ST. Vincentius Sikakap : Tamatan Tahun 2009 2. SMPN 1
Pagai Utara Selatan : Tamatan Tahun 2012 3. SMAN 1 Pagai Utara
Selatan : Tamatan Tahun 2015 4. S1 Gizi STIkes Perintis Padang :
Tamatan Tahun 2019
Kegiatan PBL
1. PBL (Table Manner) di Novotel Bukit Tinggi 2. PBL di PT.
Aerofood ACS Garuda Indonesia Jakarta 3. PBL di PBL di PT Yakult
Sukabumi 4. PBL di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung 5. PBL di
Poltekkes Kemenkes Denpasar Bali 6. PBL di Hotel Grand Inna Muara
Padang dan Hotel Pangeran Beach
Padang
7. PBL di PT. Anugrah Agung Citratama Padang 8. PKL di Rumah
Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir Solok 9. PMPKL di Jorong Padang
Jopang Nagari VII Koto Talago, Kecamatan
Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota Payakumbuh
mailto:[email protected]
-
PROGRAM STUDI S-1 GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG
Skripsi, Agustus 2019
SISKA KRISTINA ZALUKHU
PEMBUATAN FLAKES TEPUNG SAGU (Metroxylonsp) DAN TEPUNG
LABU KUNING (Cucurbitamoschata) SEBAGAI MAKANAN SELINGAN
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2
XI + 67 halaman + 7 tabel + 14 gambar + 7 lampiran
ABSTRAK
Strategi dalam pengaturan pola makan untuk membantu
mengendalikan glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2
salah satunya konsumsi makanan yang tidak
menimbulkan peningkatan kadar glukosa darah secara cepat.
Sehingga penderita DM harus
mengatur asupan makanan yang di konsumsi nya. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui sifat fisiko kimia dan sifat organoleptik
formulasi produk flakes tepung sagu dan tepung labu
kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan
sebagai makanan selingan penderita diabetes melitus tipe 2.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan
menggunakan sidik ragam
(ANOVA) yang terdiri dari empat perlakuan dan dua kali ulangan,
jika terdapat perbedaan
maka dilanjutkan dengan uji Duncan new multiple range test.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018 – Juni 2019 dan
untuk pengujian cita rasa (uji organoleptik) dilakukan
oleh 25 orang panelis yaitu mahasiswa gizi. Analisis kimia
dilakukan di laboratorium teknologi pertanian UNAND
. Hasil penelitian pada uji organoleptik di dapatkan tingkat
kesukaan terhadap warna,
tekstur, dan rasa terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan
A, B, dan C sedangkan aroma tidak berbeda nyata pada perlakuan
D.Karbohidrat tertinggi pada perlakuan B yaitu 83,99%,
kadar protein tertinggi pada perlakuan C yaitu 1,18%, kadar
lemak tertinggi pada perlakuan
A yaitu 9.64%, kadar air tertinggi pada perlakuan D yaitu 6,47%,
kadar abu tertinggi pada perlakuan D yaitu 3.57%.
Diharapkan kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan tepung
sagu dan tepung
labu kuning menjadi bahan utama flakes sebagai makanan selingan
bagi penderita diabetes melitus tipe 2.
Daftar Bacaan : 2004 – 2018
Kata Kunci : diabetes, flakes, labu kuning, pola makan, sagu
-
S-1 NUTRITION STUDY PROGRAM
HIGH SCHOOL OF HEALTH SCIENCE PERINTIS PADANG
Skripsi, August 2019
SISKA KRISTINA ZALUKHU
MANUFACTURE of SAGO FLOUR FLAKES (Metroxylon sp) and FLOUR
PUMPKIN (Cucurbita moschata) AS the FOOD INTERLUDES
SUFFERERS
OF DIABETES MELLITUS TYPE 2
XI + 67 pages + 7 tables + 14 images + 7 attachments
ABSTRACT
Strategy in the setting of a diet to help control blood glucose
in people with diabetes
mellitus type 2 one food consumption does not cause an increase
in blood glucose levels
quickly. So DM sufferers must set the food intake in its
consumption. The purpose of this research is to know the physico
chemical properties and organoleptic sago flour flakes
product formulation and flour pumpkin with the addition of
cinnamon powder and ciplukan powder as the food interludes
sufferers of diabetes mellitus type 2.
This research is experimental research using a variety of prints
(ANOVA) consisting
of four treatment and twice of deuteronomy, if there is a
difference then continued with test
Duncan new multiple range test. This research was conducted in
December 2018 – June 2019 and to test the taste (organoleptic)
performed by 25 people nutrition student panelists. Chemical
analysis carried out in the laboratory of agricultural technology
UNAND.
Research results on organoleptic in get the level of fondness
toward color, texture,
and taste, there is a real difference in treatment A, B, and C
while the aroma not unlike real
treatment D. The highest carb on treatment B is 83,99 %, the
highest in protein treatment C is
1,18%, the highest fat on the treatment 9,64%, the highest
levels of water at the treatment D 6,47%, the highest levels of ash
on treatment D is 3,57%.
It is expected the public to be able to utilize the sago flour
and pumpkin flour becomes the main ingredient flakes as food for
distraction for patients with diabetes mellitus type 2.
Reading list : 2004 – 2018
Key words : diabetes, flakes, pumpkin, eating patterns, sago
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus
yang telah
memberikan Berkat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pembuatan Flakes Tepung Sagu (Metroxylon sp) dan
Tepung
Labu Kuning (Cucurbita moschata) Sebagai Makanan Selingan
Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2“. Penyusunan skripsi ini merupakan salah
satu syarat dalam
menyelesaikan program pendidikan Sarjana Gizi pada Sekolah
Tinggi Ilmu
Kesehatan Perintis Padang.
Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari semua
pihak yang
memberi arahan yang membangun demi tercapainya penulisan yang
bersifat
baik.Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Yendrizal Jafri, S.Kp. M.Biomed selaku Ketua STIKes
Perintis
Padang.
2. Ibu Widia Dara, SP, MP selaku Ketua Prodi S1 Gizi STIKes
Perintis Padang
3. Ibu Sepni Asmira, S.TP, MP selaku pembimbing 1 yang telah
mengarahkan
dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran serta motivasi
sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Rahmitha Yanti, SKM, M.Kes selaku pembimbing II yang
telah
mengarahkan dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran
serta
motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
-
5. Bapak Dr. Syahrial, SKM, M.Biomed selaku penguji yang telah
memberikan
kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Bapak/Ibu Dosen beserta staf karyawan Prodi S1 GIZI STIKes
Perintis
Padang yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.
7. Papa dan Mama yang selalu memberikan semangat dan doa untuk
penulis,
serta seluruh keluarga tercinta.
8. Rekan-rekan seperjuangan program studi S1 Gizi angkatan 2015
yang telah
banyak memberikan masukan dan semangat yang sangat berguna
dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis
berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Padang, Agustus 2019
Penulis
-
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
......................................................................................i
DAFTAR ISI
....................................................................................................iii
DAFTAR TABEL
............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR
........................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN
....................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
................................................................................1
1.2 Rumusan Belakang
..........................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian
.............................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian
...........................................................................7
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
..............................................................................8
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
.....................................................8
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
....................................................8
2.1.3 Etiologi Diabetes MelitusTipe 2
...............................................9
-
2.1.4 Gejala Diabetes MelitusTipe 2
.................................................10
2.2 Flakes
..............................................................................................11
2.2.1 Definisi Flakes
........................................................................11
2.2.2 Bahan – Bahan Pembuatan Flakes
...........................................13
2.3 Zat Gizi
...........................................................................................14
2.3.1 PengertianZatGizi
...................................................................14
2.3.2 Karbohidrat
.............................................................................14
2.3.3 Protein
....................................................................................15
2.3.4 Lemak
.....................................................................................16
2.3.5 Air
..........................................................................................16
2.3.6 Abu
.........................................................................................17
2.4 Sagu
................................................................................................18
2.4.1 Pengertian Sagu
.......................................................................18
2.4.2 Kandungan Zat Gizi Sagu
........................................................19
2.4.3 Pemanfaatan Sagu
....................................................................20
2.5 Tepung Labu Kuning
.........................................................................21
2.5.1 Pengertian TepungLabu Kuning
...............................................21
2.5.2 KomposisiTepung Labu Kuning
..............................................22
2.5.3 PemanfaatanTepung Labu Kuning
...........................................23
2.6 Kayu Manis
.......................................................................................23
2.6.1 Pengertian Kayu Manis
............................................................23
2.6.2 Manfaat Kayu
Manis.................................................................24
2.6.3 Komposisi Kayu Manis
.............................................................25
2.7 Ciplukan
............................................................................................26
-
2.7.1 Pengertian Ciplukan
..................................................................26
2.7.2 Manfaat Ciplukan
.....................................................................27
2.8 Pengujian Organoleptik
.....................................................................28
2.8.1 Panelis
......................................................................................28
2.8.2 Persiapan Pengujian Organoleptik
.............................................30
2.9 PenelitianTerkait
...............................................................................31
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA
3.1 Kerangka Konsep
..............................................................................32
3.2 Hipotesa
............................................................................................33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
...............................................................................34
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
............................................................34
4.3 Alat dan Bahan
..................................................................................34
4.3.1 Alat
...........................................................................................34
4.3.2 Bahan
.......................................................................................35
4.4 Rancangan Penelitian
........................................................................35
4.4.1 Penelitian Pendahuluan
.............................................................36
4.4.2 Penelitian Lanjutan
...................................................................37
4.5 Prosedur Pembuatan
..........................................................................37
4.5.1 Pembuatan Tepung Sagu
...........................................................37
4.5.2 Pembuatan Tepung Labu Kuning
..............................................38
4.5.3 Pembuatan BubukKayu Manis
..................................................38
4.5.4 Pembuatan BubukCiplukan
.......................................................38
4.5.5 Pembuatan Flakes
.....................................................................39
-
4.6 Parameter Pengamatan
......................................................................39
4.7 Pengolahan dan Analisa
Data............................................................43
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Uji Hedonik
.............................................................................44
5.1.1 Warna
.......................................................................................44
5.1.2
Aroma.......................................................................................45
5.1.3 Tekstur
.....................................................................................46
5.1.4 Rasa
..........................................................................................47
5.2 Hasil Mutu Hedonik
..........................................................................48
5.2.1 Warna
.......................................................................................48
5.2.2
Aroma.......................................................................................49
5.2.3 Tekstur
.....................................................................................50
5.2.4 Rasa
..........................................................................................51
5.2.5 Penilaian organoleptik flakes tepung sagu dan
tepung labu
kuning.....................................................................52
5.3 KandunganZatGizi
............................................................................53
5.3.1 Kadar Karbohidrat
....................................................................53
5.3.2 Kadar Protein
............................................................................54
5.3.3 Kadar Lemak
............................................................................55
5.3.4 Kadar Air
..................................................................................56
5.3.5 Kadar Abu
................................................................................57
5.4 Pembahasan
.......................................................................................58
5.4.1 Uji Organoleptik
........................................................................58
5.4.2 KandunganZatGizi
.....................................................................61
-
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
........................................................................................67
6.2 Saran
..................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 Kriteria Diabetes Melitus Berdasarkan Pemeriksaan
Gula Darah
............................................................................................11
Tabel 2 Syarat Mutu
Flakes................................................................................12
Tabel 3 Syarat Mutu Tepung Sagu
.....................................................................19
Tabel 4 Komposisi Dan Kandungan TepungLabu Kuning
..................................22
Tabel 5 Komposisi Dan Kandungan Kayu Manis
...............................................26
Tabel 6 Formulasi Perbandingan Tepung Sagu dan Tepung
Labu Kuning dalam 100 g
.....................................................................36
Tabel 7 Formulasi Bahan Pembuatan Flakes
......................................................37
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1 Nilai rata – rata kesukaan panelis terhadap warna
flakes tepung sagu dan tepung labu kuning
..........................................44
Gambar 2 Nilai rata – rata kesukaan panelis terhadap aroma
flakes tepung sagu dan tepung labu kuning
..........................................45
Gambar 3 Nilai rata – rata kesukaan panelis terhadap tekstur
flakes tepung sagu dan tepung labu kuning
..........................................46
Gambar 4 Nilai rata – rata kesukaan panelis terhadap rasa
flakes tepung sagu dan tepung labu kuning
..........................................47
Gambar 5 Rata – rata perbandingan mutu warna pada flakes tepung
sagu
dan tepung labu kuning
........................................................................48
Gambar 6 Rata – rata perbandingan mutu aroma pada flakes tepung
sagu
dan tepung labu kuning
........................................................................49
Gambar 7 Rata – rata perbandingan mutu tekstur pada flakes
tepung sagu
dan tepung labu kuning
........................................................................50
Gambar 8 Rata – rata perbandingan mutu rasa pada flakes tepung
sagu
dan tepung labu kuning
........................................................................51
Gambar 9 Rata – rata uji kesukaan terhadap flakes tepung sagu
dan
tepung labu kuning
..............................................................................52
Gambar 10 Perbandingan kadar karbohidrat flakes tepung sagu
dan
tepung labu kuning
............................................................................53
Gambar 11 Perbandingan kadar protein flakes tepung sagu dan
tepung labu kuning
............................................................................54
-
Gambar 12 Perbandingan kadar lemak flakes tepung sagu dan
tepung labu kuning
............................................................................55
Gambar 13 Perbandingan kadar air flakes tepung sagu dan
tepung labu kuning
............................................................................56
Gambar 14 Perbandingan kadar abu flakes tepung sagu dan
tepung labu kuning
............................................................................57
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alir Pembuatan Flakes (Modifikasi umar,
2018).
Lampiran 2. Formulir Uji (HEDONIK/KESUKAAN) organoleptiik
“Pembuatan
Flakes Tepung Sagu (Metroxylonsp) dan Tepung LabuKuning
(Cucurbitamoschata) Sebagai Makanan Selingan Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2.
Lampiran 3.Formulir Uji (MUTU HEDONIK/KESAN) organoleptik
“Pembuatan
Flakes Tepung Sagu (Metroxylonsp) dan Tepung Labu Kuning
(Cucurbitamoschata) SebagaiMakananSelinganPenderita Diabetes
MelitusTipe 2.
Lampiran 4. Uji Statistik terhadap Uji Hedonik dan Mutu Hedonik
Pembuatan
Flakes Tepung Sagu dan Tepung Labu Kuning.
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 6. Lembar Konsul Pembimbing I
Lampiran 7. Lembar Konsul Pembimbing II
-
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang
memerlukan perhatian khusus, sebab penderita PTM cenderung
mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Penyakit tidak menular atau lebih
dikenal sebagai
penyakit degeneratif timbul sebagai konsekuensi dari perubahan
perilaku, gaya hidup,
pola makan, aktivitas sehari-hari yang tidak seimbang. Diabetes
Melitus merupakan
salah satu penyakit degeneratif yang saat ini menjadi penyakit
nomor 6 penyebab
kematian di dunia. Penyakit ini merupakan sekelompok penyakit
metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia akibat proses sekresi insulin yang
tidak normal (ADA
2013).
Terdapat dua kategori utama diabetes melitus yaitu diabetes tipe
1 dan tipe 2.
Diabetes tipe 1 (Insulin dependent diabetes mellitus) disebabkan
oleh terganggunya
sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas, biasanya
terjadi sejak anak-anak
atau remaja, sedangkan diabetes tipe 2 (Non insulin dependent
diabetes
melitus)disebabkan insulin yang ada tidak bekerja secara normal
akibatnya glukosa
dalam darah meningkat. Jenis diabetes melitus yang diderita oleh
masyarakat
Indonesia hampir 90% merupakan diabetes tipe 2 (Kemenkes
2014).
Angka prevalensi (tingkat kejadian) diabetes di Indonesia
sekitar 8,5%
(Riskesdas, 2018), 6,3 % diantaranya diderita oleh kelompok umur
55-64 tahun.
-
Dilihat dari proporsi jenis kelamin, penderita diabetes melitus
terbanyak adalah
kelompok wanita dengan persentase mencapai 12,7%. Kejadian
diabetes tipe 2 pada
wanita lebih tinggi dari pada laki- laki. Wanita lebih beresiko
mengidap diabetes
karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks
massa tubuh yang
lebih besar.
Tingginya dampak dari diabetes, maka pemerintah memperbanyak
upaya untuk
pencegahan, diagnosis dini, serta penanganan pasien-pasien
diabetes. Salah satu gaya
hidup sehat untuk mencegah diabetes adalah mengatur pola
konsumsi. Hal ini
dikarenakan pola konsumsi yang kurang baik dapat mengakibatkan
tingginya gula
darah yang dapat menyebabkan diabetes dan menjadi faktor
independen terjadinya
Penyakit Jantung Koroner (PJK) (Rilantono,2016).
Pemilihan jenis pangan dan pola konsumsi yang kurang baik dapat
menyebabkan
berbagai macam penyakit. Karbohidrat yang dikonsumsi dari suatu
makanan akan
dicerna dan diserap oleh tubuh. Semakin tinggi atau semakin
cepat daya cerna suatu
pati maka semakin banyak glukosa yang dihasilkan sehingga
menyebabkan kenaikan
kadar glukosa darah. Strategi dalam pengaturan pola makan untuk
membantu
mengendalikan glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe
2 salah satunya
konsumsi makanan yang tidak menimbulkan peningkatan kadar
glukosa darah secara
cepat. Sehingga,penderita diabetes harus mengatur asupan makanan
yang
dikonsumsinya (Rimbawan & Siagian 2004).
-
Produk makanan siap saji merupakan salah satu produk pangan yang
sangat
digemari oleh masyarakat. Bahan pangan yang umum dikonsumsi
sebagai bahan
sarapan siap saji yaitu sereal. Sereal pada umumnya terbuat dari
tepung terigu yang
berasal dari gandum dan keberadaannya masih harus impor dari
luar negeri. Sereal
digunakan sebagai salah satu pangan pengganti nasi sarapan pagi.
Makanan sarapan
dapat dibuat dari umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat,
dicampur kacang-
kacangan sebagai sumber protein, atau bisa juga dicampur dengan
buah sebagai
sumber serat dan vitamin.
Sarapan dengan sereal instan merupakan salah satu pilihan yang
mulai populer
dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Sarapan penting bagi
tubuh karena dapat
membuat kadar gula darah menjadi normal sehingga gairah dan
konsentrasi kerja
menjadi baik. Namun padatnya kegiatan masyarakat menyebabkan
sering
terabaikannya kegiatan sarapan pagi. Solusinya adalah makanan
yang cepat dan
praktis dalam penyajiannya namun memenuhi standar gizi (Sukasih,
2012).
Flakes merupakan produk yang banyak digemari oleh masyarakat
karena
kepraktisan dalam penyajiannya. Flakes digolongkan kedalam jenis
makanan sereal
siap santap yang telah diolah dan direkayasa menurut jenis dan
bentuknya (Felicia,
2006). Flakes yang akan dibuat dari tepung sagu ini haruslah
memiliki gizi yang
cukup maka dari itu perlu ditambahkan jenis bahan makanan lain
yang memiliki serat
pangan tinggi seperti pada tepung labu kuning.
-
Berdasarkan penelitian sebelumnya terkait flakes, sebagai
alternatif untuk
mengurangi ketergantungan terhadap impor terigu adalah
menggantikan peran tepung
terigu sebagai bahan baku utama pembuatan flakes menjadi produk
pangan, dengan
memanfaatkan pangan lokal. Penambahan bahan panganseperti tepung
sagu terhadap
flakes pada semua perlakuan diterima atau disukai oleh panelis
(Umar, 2018).
Adanya penambahan tepung beras merah mempengaruhi kadar serat
pada flakes.
Kecenderungan dan pola hidup masyarakat modern menuntut makanan
siap saji,
bahan pangan yang umum dikonsumsi masyarakat modern sebagai
sarapan siap saji
yaitu flakes (Umar,2018). Untuk lebih memperkaya kandungan
nutrisinya, flakes
tepung sagu dapat ditambahkan dengan bahan pangan lain.
Pemanfaatan tepung sagu
dan tepung labu kuning menjadi bahan utama flakesdengan
penambahan bubuk kayu
manis dan bubuk ciplukan belum banyak dilakukan.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang flakes tepung
sagu dan tepung
labu kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk
ciplukan untuk
meneliti sifat fisikokimia, sifat organoleptik dan kandungan
gizi flakes sebagai
makanan selingan penderita diabetes melitus tipe 2
Salah satu makanan yang dapat mengontrol gula darah adalah sagu.
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Wahjuningsih (2016) menemukan
bahwa responden
yang diberi makan 100% nasi sagu mempunyai indeks glikemik yang
rendah yaitu
40,7. Sagu merupakan bahan makanan sumber karbohidrat tinggi
dengan indeks
-
glikemik rendah yang dapat membantu mengontrol gula darah yang
dapat diolah
menjadi beberapa bentuk makanan.
Pemanfaatan labu kuningmenjadi produk tepung mempunyai daya
simpan yang
lama, terdapat kandungan kimia seperti saponin, flavonoid, dan
tanin yang akan
berfungsi untuk mengurangi kadar gula dalam darah dan
meningkatkan sistem
kekebalan tubuh. Selain itu dapat meningkatkan aktivitas vitamin
C sebagai
antioksidan mencegah oksidasi LDL kolesterol yang dapat
mengakibatkan kerusakan
dinding pembuluh arteri.
Kayu manis memiliki potensi memperbaiki keadaan hiperglikemia.
Kulit kayu
manis ini mengandung zat aktif yaitu polifenol yang bekerja
dengan meningkatkan
protein reseptor insulin pada sel, sehingga dapat meningkatkan
sensitivitas insulin
dan menurunkan kadar glukosa darah mendekati normal (Arini,
2016). Selain itu
tumbuhan yang bisa dijadikan alternatif dalam mengobati
hiperglikemia dan
menurunkan kadar gula darah salah satunya adalah ciplukan yang
kaya akan zat aktif
flavonoid (Murali, dkk.,2013).
Besarnya potensi pengembangan produk untuk penderita diabetes
melitus tipe 2
mendorong penulis untuk mengembangkan produk pangan dengan
mengkombinasikan tepung sagu dan tepung labu kuning dalam bentuk
flakes sebagai
sarapan sehat bagi penderita diabetes melitus tipe 2.Selain
memperhatikan asupan
gula, asupan antioksidan juga harus diperhatikan. Antioksidan
merupakan penstabil
radikal bebas yang bekerja dengan cara melengkapi kekurangan
elektron radikal dan
-
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal
bebas, maka
dilakukan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan pada
produk flakes.
1.2 Rumusan Masalah
Adakah pengaruh penggunaan tepung sagu dan tepung labu kuning
dengan
penambahan bubuk kayu manis danbubuk ciplukan terhadap
karakteristik fisikokimia
dan uji organoleptik flakes.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya sifat fisikokimia dan sifat organoleptikformulasi
produk flakes
tepung sagu dan tepung labu kuning dengan penambahan bubuk kayu
manis
dan bubuk ciplukansebagai makanan selingan untuk penderita
diabetes tipe 2.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya sifat organoleptik (warna, aroma, tekstur, dan
rasa) flakes
dengan formulasi tepung sagu dan tepung labu kuning dengan
penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan.
b. Diketahuinya formulasi terbaik flakes tepung sagu dan tepung
labu
kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan
dengan konsentrasi yang berbeda dilihat dari uji
organoleptik.
c. Diketahuinya kandungan zat gizi makro (karbohidrat, protein,
lemak, air
dan abu) flakes dengan formulasi tepung sagu dan tepung labu
kuning
dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan
-
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Institusi
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi institusi dan dapat
menjadi
sumber referensi penelitian lebih lanjut.
2. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti tentang pangan
dalam
pengembangan produk flakes.
3. Bagi Masyarakat
Menambah ilmu dan wawasan bagi masyarakat tentang pemanfaatan
hasil
pangan lokal.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Pembuatan flakes tepung sagu dan tepung labu kuning dengan
penambahan
bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan sebagai alternatif sarapan
sehat bagi
penderita diabetes melitus tipe 2.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes mellitus (DM) adalah kelompok penyakit yang ditandai
dengan
hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh gangguan dari sekresi
insulin, aksi insulin
atau keduanya.Secara umum diabetes dibagi dalam dua bentuk utama
yaitu kerusakan
sel beta pankreas yang menyebabkan defisiensi sebagian atau
keseluruhan insulin dan
atau resistensi insulin pada jaringan dengan sedikit atau tanpa
gangguan sintesis atau
pelepasan insulin. Penurunan aksi pada jaringan target
menyebabkan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Jose dkk,
2010).
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi DM menurut ADA, dibagi dalam 4 jenis yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM)
DM tipe 1 ini terjadi karena adanya destruksi sel beta pancreas
karena sebab
autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama
sekali sekresi insulin,
dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya
sedikit atau tidak
terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit
ini adalah
ketoasidosis.
-
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM)
Pada penderita tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin
tidak bisa
membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi
resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh
hati. Oleh karena
terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak
aktif karena dianggap
kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi
insulin. Hal
tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin lain
sehingga sel beta
pancreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya
glukosa.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek
genetik fungsi
sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, penyakit metabolic
endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun, dan
kelainan genetik
lainnya.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati
pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua
dan ketiga.DM
gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi
perinatal. Penderita DM
ini memiliki resiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap
dalam jangka
waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.
-
2.1.3 Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 ini disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan
resisten
insulin.Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa
oleh hati.Sel beta pankreas tidak mampu menghalangi resistensi
insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama
bahan perangsang
sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankres mengalami
desentisasi terhadap glukosa.
2.1.4 Gejala Diabetes Melitus Tipe 2
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM
atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar
gula darah yaitu
mencapai nilai 160-180 mg/dl dan air seni (urine) penderita DM
yang mengandung
gula (glucose) sering dikerumuni semut.
Penderita DM tipe 2 umumnya memperlihatkan tanda dan gejala
klasik
seperti jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (polyuria),
sering atau cepat
merasa haus (polydipsia), lapar yang berlebihan atau makan
banyak (polyphagia),
frekuensi urine meningkat atau kencing terus (glycosuria),
kehilangan berat badan
yang tidak jelas sebabnya. Keluhan lain dapat berupa kesemutan
pada ujung syaraf
ditelapak tangan dan kaki cepat lelah dan lemah setiap
waktu.mengalami rabun
penglihatan secara tiba-tiba, apabila luka atau tergores lambat
penyembuhannya.
-
Tabel 1.
Kriteria Diabetes Melitus berdasarkan Pemeriksaan Gula Darah
Glukosa Darah Puasa
Glukosa Darah 2 jam
setelah makan
Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL
Pre-Diabetes 100 -125 mg/dL 140 – 199 mg/dL
Diabetes > 126 mg/dL > 200 mg/dL
Sumber : (Syamsiyah, N. 2017)
2.2 Flakes
2.2.1 Definisi Flakes
Flakes merupakan salah satu bentuk dari produk sereal dalam
bentuk serpihan.
Flakes merupakan produk pangan yang menggunakan bahan pangan
serealia seperti
beras, gandum atau jagung dan umbi-umbian seperti kentang, ubi
kayu, ubi jalar, dan
lain-lain (Marsetio, 2006). Flakes umumnya di pasaran dibuat
dari bahan baku tepung
terigu.
Flakes digolongkan kedalam jenis makanan sereal siap santap yang
telah dan
direkayasa menurut jenis dan bentuknya dan merupakan makanan
siap saji yang
praktis (Papunas, dkk. 2013). Inovasi dalam pengolahan flakes
dilakukan untuk
meningkatkan nilai nutrisi. Flakes merupakan makanan siap saji
yang dapat
dikonsumsi dengan atau tanpa susu.
-
Flakes merupakan makanan ringan yang banyak beredar dipasaran
yang
diminati oleh semua kalangan. Makanan ringan disukai karena
renyah, gurih dan
memiliki berbagai macam rasa (Suarni, 2009). Flakes biasanya
dikonsumsi sebagai
sarapan. Tubuh perlu mendapatkan sarapan karena dapat membuat
kadar gula darah
menjadi normal sehingga gairah dan konsentrasi kerja menjadi
baik, namun padatnya
kegiatan masyarakat dewasa ini menyebabkan sering terabaikannya
kegiatan sarapan
pagi. Syarat mutu flakes dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
-
Tabel 2. Syarat Mutu Flakes
Jenis Uji Persyaratan
Keadaan :
Bau
Rasa
Air (%)
Abu (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Serat Kasar (%)
Bahan tambahan makanan:
Pemanis buatan (sakarin dan
siklamat)
Pewarna tambahan
Cemaran logam:
Timbal (Pb) (mg/g)
Tembaga (Cu) (mg/g)
Seng (Zn) (mg/g)
Timah (Sn) (mg/g)
Raksa (Hg) (mg/g)
Cemaran arsen (As) (mg/g)
Cemaran mikroba :
Angka lempeng total (koloni/g)
Coliform (APM/g)
E. coli (APM/g)
Salmonella
Staphylococcus aureus
Kapang (koloni/g)
Normal
Normal
Maks. 3,0
Maks. 4,0
Min. 5,0
Min. 7,0
Min. 60,0
Maks. 0,7
Tidak boleh ada
Sesuai SNI 01-0222-1995
Maks. 2,0
Maks. 30,0
Maks. 40,0
Maks. 40,0/250
Maks. 0,03
Maks. 1,0
Maks. 5 x 105
Maks. 102
Maks. < 3
Negatif
Negatif
Maks. 102
Sumber : SNI 01-4270-1996
Flakes merupakan salah satu produk pangan yang berbentuk
lembaran tipis,
bulat, berwarna kuning kecoklatan dan biasanya dikonsumsi dengan
menggunakan
susu atau dapat juga dikonsumsi langsung sebagai makanan ringan
(Tamtarini dan
-
Yuwanti, 2005).Flakes dibuat dengan cara pemanggangan adonan
yang sebelumnya
telah ditentukan formulasinya.
Ciri khas dari produk breakfast adalah kadar air rendah dan
tekstur renyah,
berdasarkan teknik pengolahannya, sereal dijumpai dalam bentuk
serpihan ( flakes),
hancuran atau parutan (shredded), mengembang (puffed),
panggangan (baked) dan
extrudat (extruded). Proses pemasakan merupakan tahapan proses
yang harus
dilakukan dalam proses pembuatan flakes. Proses pemasakan
membentuk sifat fisik
yang diperlukan untuk membentuk tekstur produkyang diinginkan
.
Saat ini sereal sarapan yang paling digemari masyarakat adalah
jenis ready-to-
eatkarena berkaitan dengan kepraktisan dan waktu penyajian yang
cepat,hal ini
dibuktikan dari hasil penelitian Nurjanah (2000). Menurut
Nurjanah jenis sereal
sarapan yang paling banyak dikonsumsi atau disukai oleh konsumen
adalah produk
yang berupa minuman sarapan, produk ekstruksi dan flakes. Semua
produk ini
merupakan produk instan dimana waktu persiapannya kurang dari 3
menit
2.2.2 Bahan-Bahan Pembuatan Flakes
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes dibedakan
dalam dua
kelompok, yaitu bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku dalam
pembuatan
flakes adalah tepung sagu, tepung labu kuning, sedangkan bahan
tambahan adalah
garam, dan susu skim bubuk serta penambahan bubuk kayu manis dan
bubuk
ciplukan.
-
2.3 Zat gizi
2.3.1 Pengertian Zat Gizi
Zat Gizi merupakan ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh
untuk
melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Sehingga
pengertian status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi
(Almatsier, 2010).
2.3.2 Karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena
merupakan
sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif
murah. Semua
karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui proses
fotosintesis,klorofil
tanaman dengan bantuan sinar matahari mampu membentuk
karbohidrat dari
karbondioksida (CO2) berasal dari udara dan air (H2O) dari
tanah. Karbohidrat yang
dihasilkan adalah karbohidrat sederhana glukosa (Almatsier,
2013).
Karbohidrat merupakan sumber energi dan cadangan energi yang
melalui
proses metabolisme. Selain sumber energi, karbohidrat juga
berfungsi sebagai
cadangan makanan, pemberi rasa manis pada makanan, membantu
pengeluaran feses
dengan cara mengatur peristaltik usus, penghemat protein karena
bila karbohidrat
makanan terpenuhi, protein terutama akan digunakan sebagai zat
pembangun.
Karbohidrat juga berfungsi sebagai pengatur metabolisme lemak
karena karbohidrat
mampu mencegah oksidasi lemak yang tidak sempurna (Habibana,
2014).
-
Adapun sumber-sumber karbohidrat adalah padi-padian atau
serealia, umbi-
umbian, kacang-kacangan kering, singkong, dan jagung. Hasil
olahan bahan-bahan
ini adalah bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan
sebagainya.
2.3.3 Protein
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara
lima
ribu hingga beberapa juta. Semua enzim, berbagai hormon,
pengangkut zat-zat gizi,
dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein.
Disamping itu asam
amino yang membentuk protein bertindak sebagaiprecursor sebagian
besar koenzim,
hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul esensial untuk
kehidupan. Protein terdiri
atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama
lain dalam ikatan
peptide.
Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan penambahan otot yang
hanya
mungkin ila tersedia cukup asam amino yang sesuai termasuk untuk
pemeliharaan
dan perbaikan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh,
mengatur keseimbangan
air, memelihara netralitas tubuh (ph), pembentukan antibodi,
mengangkut zat-zat
besi, serta sebagai sumber energi.
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam
jumlah
maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikandan
kerang. Sumber protein
nabati adalah kacang kedelai, dan hasilnya, seperti tempe dan
tahu, serta kacang-
kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati
yang mempunyai
mutu atau nilai biologi yang tinggi (Almatsier, 2013).
-
2.3.4 Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak
terdiri
atas gabungan gliserol dengan asam-asam lemak (fatty acid).
Lemak berfungsi
sebagai sumber energi dimana lemak dioksidasi di dalam tubuh
untuk memberikan
energi bagi aktivitas jaringan dan guna mempertahankan suhu
tubuh, ikut serta
membangun jaringan tubuh, sebagai perlindungan, penyekatan
(isolasi) jaringan
lemak subkutan akan mencegah kehilangan panas dari tubuh, serta
perasaan kenyang
ini adanya lemak lewat dalam duodenum mengakibatkan penghambatan
peristaltis
lambung dan sekresi asam, sehingga menunda waktu pengosongan
lambung dan
mencegah timbulnya rasa lapar kembali segera setelah makan.
Sumber protein berasal dari hewani maupun nabati. Lemak hewani
mencakup
berbagai hewan seperti sapi, kambing dan ayam. Lemak hewani juga
mencakup
lemak hasil ternak unggas, yaitu telur dan susu serta produk
olahannya seperti krim,
mentega, dan keju. Sedangkan lemak nabati mencakup minyak
zaitun, minyak
kelapa, sawit, minyak biji kapas, minyak jagung dan sebagainya
(Mary, 2011).
2.3.5 Air
Air menjadi kurang lebih 65-70% dari berat total tubuh dan
merupakan media
tempat berlangsungnya hampir setiap proses tubuh. Maka, arti air
sangatlah penting
bagi tubuh. Air merupakan dasar bagi cairan intraseluler serta
ekstraseluler dan
menjadi kosituen semua sekresi dan ekskresi tubuh. Diperlukan
air yang cukup
-
banyak untuk menjamin aliran urine yang memadai dan untuk
memudahkan lewatnya
feses sepanjang kolon sehingga tidak terjadi konstipasi.
Sumber air yang bisa didapatkan diperoleh dari air putih, air
teh, susu, serta
minuman lainnya dan makanan cair seperti sup. Air yang merupakan
konsituen
sebagian besar makanan, sekalipun makanan berbentuk padat. Jadi,
roti mengandung
sekurang-kurangnya 36% air, nasi 57% air, ikan 65% air, daging
50-70% air serta
sayuran dan buah-buahan 80-90% air. Namun tidak itu saja, dari
proses metabolisme
karbohidrat (hidrat arang),lemak dan protein juga dihasilkannya
air. Air yang dikenal
sebagai air metabolik yang penting bagi bentuk-bentuk kehidupan
hewan tertentu
seperti beruang yang tidur selama semusim (Mary, 2011).
2.3.6 Abu
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik.Abu dan
mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu
sendiri.Tetapi
ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan
(Susi, 2013).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau
mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan.Bahan pangan terdiri dari 96%
bahan anorganik
dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral.
Unsur itu juga dikenal
sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukan total
mineral dalam suatu bahan pangan.(Zahro, 2013).
-
2.4 Sagu
2.4.1 Pengertian Sagu
Sagu termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga (famili) Pal-mae,
marga
(genus) Metroxylon dari ordo Spadiciflorae (Warami, 2008).
Tanaman sagu
menyerupai tanaman kelapa, memiliki batang berwarna cokelat
dengan daun
berwarna hijau tua. Pohon yang sudah tua dan tumbuh dengan
sempurna, kulit
luarnya mengeras dan membentuk lapisan.
Komponen yang paling dominan dalam tepung sagu adalah pati
atau
karbohidrat. Pati ini berupa butiran atau granula yang berwarna
putih mengkilat, tidak
berbau, dan tidak mempunyai rasa. Granula pati mempunyai bentuk
dan ukuran yang
beraneka ragam sesuai dengan sumbernya. Pati sagu berbentuk
elips lonjong, dan
berukuran relatif lebih besar dari pati serealia.
Pati sagu yang berasal dari hasil ekstraksi empulur/batang sagu
bebas dari
bahan kimiawi, merupakan bahan alami, layak dikonsumsi sebagai
bagian dari diet
tiap hari dan memiliki fungsi tertentu dalam metabolisme tubuh
(Papilaya, 2008).
(Menurut (Wiranata, dkk. 2013) tepung sagu mengandung sekitar
27% amilosa dan
sekitar 73% amilopektin. Rasio amilosa akan mempengaruhi sifat
pati itu sendiri.
Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering,
kurang lekat dan
cenderung lebih banyak air (higroskopis).
Sebagai sumber energi, sagu setara dengan beras, jagung,
singkong, kentang,
dan tepung terigu. Demikian pula dengan kadar karbohidratnya
setara pula dengan
-
yang terdapat pada tepung beras, singkong dan kentang.
Dibandingkan dengan tepung
jagung dan terigu, kandungan karbohidrat tepung sagu lebih
tinggi. Kandungan
protein sagu, jauh lebih rendah dari tepung beras, jagung, dan
terigu.
Ditinjau dari kadar vitamin dan mineral pun, sagu memiliki kadar
yang lebih
rendah dibandingkan dengan bahan makanan pokok lainnya.
Menyadari potensi gizi
sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain,
sagu harus
dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain atau mengkombinasikan
dengan sumber
protein dan berbagai sumber vitamin, mineral, antioksidan, dan
serat pangan (Made
Astawan, 2011).
Tabel 3. Syarat Mutu Tepung Sagu Berdasarkan SNI 3729-2008
Karakteristik Kriteria
Bentuk Serbuk halus
Warna Putih khas sagu
Benda Asing Tidak ada
Jenis Pati lain selain pati sagu Tidak ada
Kadar Air, % (b/b) Maks. 13
Kadar Pati Min. 65
Derajat asam (ml NaOH 1N/100 g) Maks. 4,0
Timbal, Pb (mg/kg) Maks. 1,0
Raksa, Hg (mg/kg) Maks. 0,05
Angka lempeng total (koloni/g) Maks. 106
Kapang (koloni/g) Maks. 104
Sumber : (Thallia, 2014)
2.4.2 Kandungan Zat Gizi Sagu
Seratus gram sagu kering setara dengan 355 kalori. Didalamnya
rata-rata
terkandung 94 g karbohidrat, 0,2 g protein, 0,5 g serat, 10 mg
kalsium, 1,2 mg besi,
dan lemak, karoten,tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat
kecil. Tepung
-
sagu memiliki ciri fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam
resep masakan,
tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti dengan
tepung tapioka,
meskipun keduanya sebenarnya berbeda.
Berdasarkan nilai gizinya, tepung sagu memiliki beberapa
kelebihan
ketimbang tepung dari tanaman umbi atau serealia. Menurut Balai
Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Departemen Pertanian, tanaman sagu
mengandung
pati tidak tercerna yang penting bagi kesehatan. sagu juga dapat
dimanfaatkan
sebagaikomoditas pengganti beras yang bernilai gizi tinggi.
Tepung sagu
mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73%. Kandungan kalori
karbohidrat,
protein, dan lemak tepung sagu setara dengan tepung tanaman
penghasil karbohidrat
lainnya (Rumalatu, 2011).
2.4.3 Pemanfaatan Sagu
Tepung sagu berasal dari teras atang pohon sagu. Tepung sagu
biasa
digunakan sebagai salah satu bahan baku kue bahan pangan
lainnya. Dalam
pembuautan kue, sagu biasanya digunakan sebagai bahan pengental
karena tepung ini
bersifat lengket. Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan salah
satu komoditi
bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat, sehingga sagu
merupakan
bahan makanan pokok. Sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku industri
pangan yang antara lain dapat diolah menjadi bahan makanan
sperti bagea, mutiara
sagu, kue kering, mie, biskuit, dan kerupuk (Harsanto,
2013).
-
2.5 Tepung Labu Kuning
2.5.1 Pengertian Tepung Labu Kuning
Labu kuning merupakan bahan pangan yang kaya mengandung kalori,
zat
besi, protein, karbohidrat serta mineral (kalsium, fosfor,
natrium, kalium, tembaga
dan seng), beta karoten, tiamin, niasin, serat, dan tinggi
vitamin c yang bermanfaat
bagi kesehatan.Daging buahnya mengandung antioksidan sebagai
penangkal berbagai
jenis kanker.Karena kandungan gizinya yang sangat potensial dan
harganya pun
terjangkau oleh masyarakat dari berbagai kalangan.Dengan adanya
perkembangan
teknologi pengolahan pangan yang canggih, labu dapat dijadikan
tepung (Aulia,
2016).
Tepung waluh adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60
mesh,
berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning dengan kadar
air ± 13%. Protein
tepung labu kuning mengandung protein jenis gluten yang cukup
tinggi sehingga
mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastic.
Sifat ini akan
sangat berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk
makanan lain yang
memerlukan pengembangan volume.Tepung waluh mempunyai kualitas
tepung yang
baik karena mempunyai sifat gelatinisasi yang baik sehingga
dengan demikian dapat
membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas,
maupun elastisitas
yang baik.
Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas,
secara
umum tepung tersebut berpotensi sebagai pendamping tepung terigu
dan tepung beras
-
dalam berbagai produk olahan pangan.Produk olahan dari tepung
labu kuning
mempunyai warna dan rasa yang spesifik, sehingga lebih disukai
oleh konsumen.
Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses
alternatif produk setengah
jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah
dicampur, dibentuk,
diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan
kehidupan modern yang
serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya
membutuhkan air relatif
sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati
(Hendrasty,
(2003) dalam Igfar,2012).
2.5.2 Komposisi Tepung Labu Kuning
Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas
umum
tepung tersebut berpotensi dalam berbagai produk olahan pangan.
Kualitas tepung
labu kuning ditentukan oleh komponen penyusunnya yang menentukan
sifat
fungsional adonan maupun produk tepung yang dihasilkan.
Komposisi tepung labu
kuning dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Komposisi dan kandungan tepung labu kuning
Komposisi Kandungan
Air (g) 12,01
Protein (g) 7,83
Abu (g) 8,56
Lemak (g) 1,05
Karbohidrat 70
Pektin (% bk) 0,09
B-karoten (mg/g) 13,83
Vitamin A (IU) -
Sumber : Usmiati (2012)
-
2.5.3 Pemanfaatan Tepung Labu Kuning
Tepung labu kuning mempunyai kadar air yang rendah, sehingga
memiliki
kestabilan mikrobiologis maupun kimia yang lebih baik. Tepung
labu kuning
mempunyai daya simpan lama dan sekaligus berupa produk olahan
yang disukai oleh
konsumen seperti cookies, cake, serta mie memerlukan proses
pengolahan yang tepat
sehingga dihasilkan produk yang bermutu tinggi baik tekstur,
sifat-sifat fungsional
maupun kandungan gizinya (Ranonto dkk, 2015).
Labu kuning merupakan sumber karbohidrat yang mengandung
karotenoid
yang memiliki sifat fungsional sebagai antioksidan sehingga
dapat mencegah
penuaan, kanker, diabetes dan katarak. Oleh karena itu, tepung
labu kuning sangat
bagus dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki kandungan gizi
yang baik untuk
kesehatan tubuh. Apalagi dengan harganya yang terjangkau dan
mudah didapat
sehingga memudahkan masyarakat untuk mengkonsumsinya.
2.6 Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)
2.6.1 Pengertian Kayu Manis
Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) merupakan tanaman yang kulit
batang,
cabang, serta dahannya dahannya dapat digunakan sebagai bahan
rempah-rempah,
dan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia, dan
produknya dikenal
sebagai cassia vera. Kulit kayu manis dapat digunakan langsung
dalam bentuk asli
atau bubuk, minyak atsiri dan oleoresin. Minyaknya dapat
diperoleh dari kulit,
batang, cabang, ranting dan daun pohon kayu manis dengan cara
ekstraksi. Hasil dari
-
ekstraksi kayu manis berupa minyak atsiri. Minyak tersebut
banyak digunakan untuk
bahan baku industri pembuatan minyak wangi, kosmetika, farmasi,
dan industri
lainnya (Susanti dkk., 2013).
Di Indonesia, kulit kayu manis dan ranting kayu manis dapat
dimanfaatkan
untuk mengobati beberapa penyakit seperti diare, gangguan
pencernaan. Ekstrak kayu
manis juga digunakan sebagai anti-diabetik karena telah terbukti
memberi manfaat
pada orang normal maupun pada orang dengan intolerani glukosa,
sindrom
metabolik, diabetes melitus tipe 2, defisiensi insulin dan
resistensi insulin (Sanggal,
2011).
2.6.2 Manfaat Kayu Manis
Kayu manis (Cinnamomum burmanni) merupakan rempah-rempah
dalam
bentuk kulit kayu yang biasa dimanfaatkan masyarakat Indonesia
dalam kehidupan
sehari-hari. Selain sebagai penambah cita rasa masakan tumbuhan
kayu manis dikenal
memiliki berbagai khasiat diantaranya sebagai anti cacing, anti
diare, mengobati
demam, berperan sebagai antiseptik. Didalam kayu manis
(Cinnamomum burmanni)
terdapat kandungan senyawa kimia berupa fenol, terpenoid, dan
saponin ekstrak kulit
batang kayu manis yang merupakan sumber antioksidan (Trubus,
2012).
Kayu manis memiliki komponen bioaktif golongan polifenol yang
memiliki
aktivitas mirip dengan insulin (insulun mimetic). Komponen
bioaktif ini adalah
doublynked procyanidin type-A polymeres yang merupakan bagian
dari
-
catechin/epicatechin yang selanjutnya disebut sebagai
methyhydroxychalcone
polymer (MHCP).
Menurut Shofiati (2013) ekstrak kayu manis 200 mg/kgBB dalam
waktu 30
hari memberikan efek yang signifikan bagi penurunan kadar
glukosa darah. Selain itu
ekstrak kayu manis erperan langsung dalam metabolisme lipid,
dapat mencegah
hiperkolesterolemia dan hipertgliserida dan menurunkan level
dari asam lemak bebas
di plasma serta meningkatkanHDL pada subjek diabetes melitus
tipe 2.
2.6.3 Komposisi Kayu Manis
Kayu manis (Cinnamomum burmanni) mengandung banyak sekali zat
yang
bermanfaat bagi tubuh, kayu manis juga memiliki komponen
bioaktif dimana
komponen bioaktif tanaman yang memiliki efek hipoglikemik adalah
flavonoid,
alkaloid, glikosida, polisakarida, peptidoglikan, steroid,
terpenoid. Kayu manis
mengandung kadar alkaloid dan tanin yang tinggi, kadar flavonoid
yang sedang dan
tidak mengandung saponin. Komposisi kayu manis dapat dilihat
pada tabel 5.
-
Tabel 5. Komposisi dan kandungan kayu manis
Komposisi Kandungan
Abu (%) 2,4
Protein (%) 3,5
Lemak (%) 4
Serat (%) 33.0
Karbohidrat (%) 52,0
Zat besi (mg/g) 7,0
Zinc (mg/g) 2,6
Kalsium (mg/g) 83,8
Chromium (mg/g) 0,4
Mangan (mg/g) 20,1
Magnesium (mg/g) 85,5
Natrium (mg/g) 0,0
Kalium (mg/g) 134,7
Fosfor (mg/g) (42,2)
Sumber : Shofiati (2013)
2.7 Ciplukan (Physalis angulata L.)
2.7.1 Pengertian Ciplukan
Ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan tumbuhan liar,
berupa
semak/perdu yang rendah. Tanaman ini tumbuh subur didataran
rendah, banyak
tumbuh liar dikebun-kebun, sawah dan masih banyak orang yang
belum mengetahui
tentang kegunaan ciplukan sebagai obat. Tumbuhan ciplukan
(Physalis angulata L.)
terutama pada bagian buah kaya akan zat aktif flavonoid (Murali,
dkk., 2013).
Flavonoid merupakan salah satu senyawa antioksidan yang
berfungsi mengatasi atau
menetralisir radikal bebas sehingga diharapkan dengan pemberian
antioksidan
-
tersebut kerusakan sel tubuh dapat dihambat serta dapat mencegah
terjadinya
kerusakan tubuh dan timbulnya penyakit degeneratif (Winarsi,
2007).
2.7.2 Manfaat Ciplukan (Physalis angulata L.)
Physalis angulata L. kaya akan polifenol dan flavonoid dimana
flavonoid
merupakan salah satu antioksidan yang terdapat dalam tumbuhan
yang diperlukan
oleh tubuh. Efek antioksidan dari flavonoid yang ditemukan di
Physalis angulata L.
dapat meningkatkan proses regenerasi yang disebabkan oleh
radikal bebas dengan
cara mensintesis substrat kompetitif untuk lipid tak jenuh dalam
membran dan
mempercepat mekanisme perbaikan membran sel yang rusak. Physalis
angulata L.
juga mengandung komponen aktif physalins, withanolides,
phytosterolsand
polyunsaturated fatty acid misalnya asam linoleat dan asam oleat
yang memberi sifat
antioksidan hipokolesterolemik (Tammu Jyothibasu dan Ramana K.
Venkata, 2014).
Tumbuhan ciplukan pada bijinya mengandung protein, minyak lemak,
asam
palmitat, dan asam stearat. Akar dari ciplukan mengandung
alkaloid, sedangkan pada
daun mengandung glikosida flavonoid dan pada tunas mengandung
flavonoid dan
saponin. Glikosida flavonoid yang terdapat dalam ciplukan
sendiri dapat
memperbaiki regulasi gula darah dengan menrunkan kadar gula
dalam darah dan
menghilangkan efek samping (komplikasi) penyakit diabetes
melitus.
2.8 Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau penilaian
sensorik
merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkan panca indera
manusia untuk
-
mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, dan rasa suatu produk
makanan, minuman
ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam
pengembangan produk.
Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan
yang dikehendaki
atau tidak dalam produk atau bahan-bahan formulasi,
mengidentifikasi area untuk
pengembangan, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan
yang terjadi
selama proses (Nasiru, 2011).
Uji organoleptik yang dilakukan meliputi warna, rasa, aroma,
tekstur sereal
tepung sagu dan tepung labu kuning yang diamati dengan uji
hedonik atau uji
kesukaan. Pengujian ini menggunakan 25 panelis yang memberikan
penilaiannya
berdasarkan tingkat kesukaannya terhadap produk pada kuesioner
yang disediakan.
Skala pengujian 1 sampai 5 yaitu: 5=sangat suka, 4=suka, 3=agak
suka, 2=tidak suka,
1=sangat tidak suka.
2.8.1 Panelis
Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel.
Dalam
penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensori, panel
bertindak sebagai
instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok
yang bertugas menilai
sifat atau mutu berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi
anggota panel
disebut panelis.
-
Dalam penilaian organoleptik dikenal berbagai macam panelis:
1. Panel Perseorangan
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan
spesifik
yang sangat tinggi dan mampu mengenali penyimpangan rasa yang
paling
kecil sekalipun.
2. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai pengetahuan
dan
mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian
organoleptik.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan
cukup baik,
untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan
latihan-latihan.
4. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih 15-35 orang yang sebelumnya dilatih untuk
mengetahui
sifat-sifat tertentu.
5. Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih merupakan sekelompok orang berkemampuan
rata-rata
yang tidak terlatih dan tidak menguji kesukaan.
-
2.8.2 Persiapan Pengujian Organoleptik
1. Persiapan Panelis
Sebelum pengujian dilaksanakan, para panelis diharapkan datang
pada
waktunya. Jika sudah datang pengujian harus dilaksanakan.
2. Persiapan Peralatan dan Sarana
Peralatan untuk melaksanakan pengujian organoleptik perlu
direncanakan
dengan teliti, jangan ketika pengujian sedang berlangsung ada
perlengkapan
yang kurang sehingga terpaksa pengujian terputus.
3. Penjelasan / instruksi
Dalam penjelasan ini dikumpulkan calon panelis dan diberikan
penjelasan
serta informasi tentang pengujian organoleptik. Penjelasan harus
jelas dan
singkat serta mudah dipahami.
-
2.9 Penelitian Terkait
NO Nama Tahun Judul Hasil
1 Muhammad
Iswan Umar
dkk
2018 Pengaruh formulasi
Breakfast Cereal
Flakesberbasis tepung
beras merah (Oryza
nivara) dan tepung sagu
(Metroxylon
sp)terhadap penilaian
organoleptik dan fisiko
kimia
Hasilyang berpengaruh sangat
nyata pada variabel pengamatan
rasa dan tekstur. Nilai gizi pada
produk breakfast cereal flakes
tertinggi pada pengujian kadar air
adalah pada perlakuan F5 7,33,
kadar abu F1 2,38%, kadar protein
F5 14,01, kadar lemak F1 2,38%,
kadar serat F2 1,47%, kadar
karbohidrat 63,01%, kandungan
energi F3 441,07%, antioksidan
terpilih F1 38,5.
2 Niftrelia Sari
Dewi
2016 Diversifikasi tepung
tapioka pada pembuatan
Flakes diperkaya serat
pangan (dietary fiber)
tepung ampas kelapa
Flakes tepung tapioka diperkaya
serat pangan tepung ampas kelapa
dengan perlakuan F2 (tepung
tapioka 75% : tepung ampas kelapa
25%) merupakan formulasi yang
baik pada pembuatan flakes
berdasarkan uji organoleptik
3 Erni Sukasih,
Setyadjit
2016 Formulasi pembuatan
Flakes berbasis talas
untuk makanan sarapan
(breakfast meal) energi
tinggi
Formulasi terbaik merupakan
perlakuan dari tepung komposit
dengan perbandingan tepung talas :
tepung pisang : tepung kacang hijau
(50:30:20) sebesar 90%. Kadar air
2,3%, abu 2,4%, lemak 20,1%,
protein 19,9%, kalori 479,7
Kkal/100g, serat kasar 6,1%, serat
pangan 8,1% dan indeks kelarutan
0,0141 g/ml
4 Trisna
Suryaningru
m, Ninik
Rustanti
2016 Pengaruh perbandingan
tepung labu kuning
(Cucurbita moschata)
dan tepung mocaf
terhadap mutu
organoleptik dan kadar
pati Flakes
Adanya pengaruh perbedaan
penambahan tepung labu kuning
dan tepung mocaf terhadap
organoleptik dan kadar pati Flakes
-
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau ikatan antara konsep
satu
dengan terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti.
Pembuatan kerangka
konsep mengacu pada masalah-masalah yang akan diteliti atau
berhubungan dengan
penelitian dan dibuat dalam bentuk diagram (Hidayat, 2007)
Tepung sagu dan
tepung labu kuning
Ekstrak kayu manis
dan ekstrak ciplukan
Flakes
Makanan selingan
penderita Diabetes
tipe 2
Sifat Fisikokimia
1. Kadar air
2. Kadar abu
3. Kadar Protein
4. Kadar Lemak
5. Kadar Karbohidrat
Sifat Organoleptik
1. Rasa
2. Aroma
3. Warna
4. Tekstur
-
3.2 Hipotesa
Ha : Ada perbedaan nyata terhadap formulasi tepung sagu dan
tepung labu
kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan
terhadap sifat
fisikokimia dan sifat organoleptik.
Ho : Tidak ada perbedaan nyata terhadap formulasi tepung sagu
dan tepung
labu kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk
ciplukan terhadap
sifat fisikokimia dan sifat organoleptik.
-
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan
pemanfaatan
tepung sagu dan tepung labu kuning dengan penambahan bubuk kayu
manis dan
bubuk ciplukan, dengan perbandingan tertentu kemudian dilihat
pengaruhnya
terhadap sifat organoleptik (rasa, aroma, warna, dan tekstur),
dan sifat fisikokimia.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018 – Juni 2019.
Pembuatan
produk dan uji organoleptik dilakukan di Kampus STIKes Perintis
Padang,
sedangkan uji analisis kimia dilakukan di Laboratorium Fakultas
Teknologi Pertanian
UNAND.
4.3 Alat dan Bahan
4.3.1 Alat
a. Alat untuk pembuatan flakes
Alat yang digunakan untuk pembuatan flakes yaitu baskom, adonan,
oven,
timbangan, sendok, ayakan, sendok, mangkuk, kompor, blender,
loyang.
-
b. Alat untuk uji organoleptik
Alat untuk uji organoleptik adalah label, piring ceper, alat
tulis, dan formulir
uji organoleptik.
c. Alat untuk uji analisis kimia
Timbangan analitik, stopwatch, cawan, desikator, pipet, tabung
reaksi, labu
ukur, Erlenmeyer, pipet tetes, labu kjehdal, tekstur analyzer,
tanur, dan oven.
4.3.2 Bahan
a. Untuk pembuatan flakes
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes adalah tepung
sagu,
labu kuning varietas bokor/cerme, bubuk kayu manis dan bubuk
ciplukan.
Bahan penunjang berupa susu skim bubuk, garam dan air.
b. Bahan uji kandungan zat gizi
H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%. Aquadest, Campuran selen, H2SO4pekat,
NaOH
30%, Asam Borat 2%, HCI 0.01 N.
4.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan RAL (Rancangan
Acak
Lengkap)dengan 4 (empat) perlakuan dan 2 (dua) kali ulangan,
untuk masing-masing
perlakuan.
-
4.4.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan cara
pembuatan flakes,
mengetahui kisaran perbandingan jumlah tepung sagu dan tepung
labu kuning, lama
pengeringan serta suhu dan lama pemanggangan. Hasil yang didapat
dari penelitian
pendahuluan yang dilakukan pada flakes X (90 g tepung sagu dan
10 g tepung labu
kuning) menghasilkan warna putih kelabu, aroma bau khas tepung
sagu dan tekstur
flakes agak halus, sedangkan flakes Y (50 g tepung sagu dan 50 g
tepung labu
kuning) menghasilkan warna coklat muda, aroma bau khas labu
kuning, dan tekstur
agak kasar. Dari penelitian pendahuluan tersebut didapatkan
formulasi terbaik pada
flakes Y (50 g tepung sagu dan 50 g tepung labu kuning. Untuk
hasil yang lebih jelas
maka akan dilakukan 4 (empat) kali perlakuan yaitu :
Tabel 6.
Formulasi Perbandingan Tepung Sagu dan Tepung Labu
Kuningdalam
100 g
Perlakuan Tepung Sagu Tepung Labu Kuning
A 80 g 20 g
B 70 g 30 g
C 60 g 40 g
D 50 g 50 g
Sumber : Modifikasi (Umar, 2018)
-
4.4.2 Penelitian Lanjutan
Hasil penelitian pendahuluan dilakukan penelitian lanjutan yang
diawali
dengan pembuatan flakes tepung sagu dan tepung labu kuning
dengan penambahan
bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan. Flakes yang dihasilkan
dilakukan uji
organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur serta sifat
fisikokimia.
4.5 Prosedur Pembuatan
Proses awal adalah persiapan bahan baku dan salah satu bahan
baku
terpenting dalam penelitian ini adalah tepung sagu dan tepung
labu kuning.
Tabel 7. Formulasi Bahan Pembuatan Flakes
Bahan A B C D Jumlah
Tepung sagu (g) 80 70 60 50 260
Tepung labu kuning (g) 20 30 40 50 140
Bubuk kayu manis (g) 1 1 1 1 4
Bubuk ciplukan (g) 1 1 1 1 4
Susu skim bubuk (g) 10 10 10 10 40
4.5.1 Pembuatan Tepung Sagu
Batang sagu dikupas untuk membuang kulit luar yang keras,
diparut halus
menjadi bubur sagu. Penambahan larutan sulfit dan pengadukan, b
ubur hasil
pemarutan ditambah laruutan sulfit (1 bagian bubur ditambah
dengan 1 bagian air)
sehingga menjadi bubur encer. Bubur encer ini diaduk – aduk agar
pati lebih banyak
-
yang terlepas dari sel batang, kemudian dilakukan penyaringan
suspensipati dengan
kain saring dan pengendapan suspensi pati selama 12 jam lalu
dibuang airnya.
Selanjutnya pengeringan pasta pati hingga kadar air dibawah 12%,
lalu penggilingan
tepung sagu kasar menjadi tepung halus.
4.5.2 Pembuatan Tepung Labu Kuning
Pembuatan tepung labu kuning dilakukan dengan mengiris
tipis-tipis daging
labu kuning menggunakan pisau. Kemudian labu kuning dikeringkan
dibawah sinar
matahari selama 2-3 hari. Labu kuning yang telah kering
diblender dan diayak dengan
80 mesh (Anggraini, 2015).
4.5.3 Pembuatan Bubuk Kayu Manis
Kayu manis yang digunakan adalah Cassia vera stick mutu AA kadar
air
sekitar 14% yang kemudian dilakukan penggilingan menggunakan
blender lalu
diayak dengan ayakan, sehingga didapat bubuk kayu manis yang
halus.
4.5.4 Pembuatan Bubuk Ciplukan
Pembuatan bubuk ciplukan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Lakukan
sortasi tumbuhan ciplukan mulai dari daun, batang, buah, dan
akar, lalu tumbuhan
ciplukan dicuci bersih dengan air yang mengalir, tumbuhan
ciplukan yang telah
dicuci bersih kemudian dipotong – potong kecil ukuran 1 cm,
kemudian dikeringkan
dibawah sinar matahari 2 – 3 hari. Ciplukan yang telah kering
selanjutnya dihaluskan
dengan blender dan diayak hingga diperoleh bubuk ciplukan.
-
4.5.5 Pembuatan Flakes
Pembuatan Flakes diawali dengan persiapan bahansesuai formulasi
yang telah
ditentukan, bahan : susu skim bubuk, air, dan garam dicampur dan
diaduk rata,
kemudian pencampuran tepung (Tepung sagu dan Tepung labu kuning.
Setelah itu
bubuk kayu manis dan bubukciplukan dimasukkan ke dalam adonan.
Lalu dilakukan
pemasakan semua adonan hingga mendidih atau sampai suhu
gelatinisasi. Kemudian
adonan flakes ditata pada loyang dilakukan pemanggangan pada
suhu 120oC selama
30 menit. Bagan alir terlampir di Lampiran 1.
4.6 Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kadar air,
kadar abu, kadar
karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, dan uji organoleptik
(warna, aroma, tekstur,
dan rasa)
a. Analisis Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997)
1. Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15
menit.
2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah
dihomogenkan dalam cawan.
3. Dimasukkan dalam cawan kemudian dimasukkan oven selama 3
jam
suhu 100oC
4. Cawan didinginkan 3-5 menit. Setelah dingin bahan
ditimbang
kembali.
-
5. Bahan dikeringkan kembali ke dalam oven ±30 menit sampai
diperoleh berat yang tetap.
6. Bahan didinginkan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat
yang
tetap.
7. Dihitung kadar air dengan rumus :
%kadar air = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑔)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔)x 100%
b. Analisis Kadar Abu (Sudarmadji, dkk., 1997)
1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur selama 7 jam kemudian
didinginkan selama 3-5 menit lalu ditimbang.
2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah
dihomogenkan dalam cawan.
3. Dimasukkan dalam cawan pengabuan kemudian dimasukkan
kedalam
tanur dan dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau
sampai
beratnya tetap.
4. Bahan didinginkan kemudian ditimbang.
5. Dihitung kadar abunya dengan rumus :
% abu = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) x 100%
c. Analisis Kadar Protein (Sudarmadji, 2010)
Kadar protein ditentukan dengan metode Kjehdal menggunakan
dekstruksi Gerhard Kjedalterm, prosedur kerja sebagai berikut
:
-
1. Bahan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dimasukkan ke dalam
labu
kjedal 100 ml.
2. Ditambahkan kurang lebih 1g campuran selenium dan 10 ml
H2SO4
pekat kemudian dihomogenkan.
3. Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih. Bahan dibiarkan
dingin,
kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml sambil dibilas
dengan aquadest.
4. Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquadest. Disiapkan
penampung yang terdiri dari 10 ml H2BO3 2% tambah 4 tetes
larutan
indikator dalam Erlenmeyer 100 ml.
5. Dipipet 5 ml NaOH 30% dan 100 ml aquadest, disuling hingga
volume
penampung menjadi kurang lebih 50 ml. Dibilas ujung
penyuling
dengan aquadest kemudian ditampung bersama isinya.
6. Dititrasi dengan larutan HCL atau H2SO4 0,002 N, perhitungan
kadar
protein dilakukan sebagai berikut :
%kadar protein = 𝑉1 𝑥 𝑁𝑜𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐻2𝑆𝑂4 𝑥 6,25 𝑥 𝑃
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 x 100%
Keterangan :
V1 = Volume titrasi contoh
N = Normalitas larutan HCL atau H2SO4 0,002 N
P = Faktor Pengenceran = 100/5
d. Analisis Kadar Lemak (Metode soxhlet, Sudarmadji dkk,
1996)
-
Sampel dihaluskan ditimbang sebanyak3 g dan dimasukkan dalam
timble. Pasang tabung ekstraksi pada alat destilasi dengan
menggunakan
petroleum eter sebagai pelarut lemak secukupnya selama 4 jam
dengan
menggunakan soxhlet. Residu dalam tabung ekstraksi diaduk
kemudian
ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam dengan menggunakan
pelarut yang
sama. Pelarut yang telah mengandung ekstrak lemak diuapkan
dengan
penangas air sampai agak pekat kemudian dkeringkan dalam oven
pada suhu
105oC sampai berat residu konstan dan didinginkan dalam
eksikator selama
15 menit. Berat residu merupakan berat lemak.
%lemak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑔)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 100%
e. Analisis Kadar Karbohidrat (by differerence)
Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference
yaitu
dengan perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar
protein dan kadar
lemak. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam
menghitung kadar
karbohidrat dengan metode by difference.
Kadar karbohidrat (%)= 100% - (%kadar air + %kadar abu + %kadar
protein
+ %kadar lemak).
f. Pengujian Mutu Organoleptik
Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan
(preferensi) panelis terhadap formula flakes tepung sagu dan
tepung labu
-
kuning dengan penambahan ekstrak kayu manis dan ekstrak
ciplukan.
Pengujian mutu organoleptik menggunakan metode Hedonic Scale
Test untuk
melihat atribut rasa, aroma, warna, dan tekstur. Uji hedonik
menilai atribut
secara keseluruhan produk. Skor yang digunakan pada uji hedonik
ini adalah
skor 1 sampai 5.
1 =Sangat Tidak Suka
2 =Tidak Suka
3 =Agak Suka
4 =Suka
5 =Sangat suka
Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis agak
terlatih
dengan jumlah 25 orang yang diambil dari mahasiswa STIKes
Perintis Padang.
4.7 Pengolahan dan Analisa Data
Data dapat diperoleh dari hasil pengujian organoleptik dianalisa
berdasarkan
tingkat kesukaan untuk warna, aroma, tekstur, dan rasa. Hasil
uji organoleptik
disajikan dalam bentuk tabel untuk dihitung nilai rata-rata
kemudian dianalisa dengan
uji One Way ANOVA dilanjutkan dengan Uji Duncan New Multiple
Range Test
(DNMRT) untuk mengetahui kelompok yang berbeda. Semua uji
dilakukan dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan software SPSS 16 for window
-
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Uji Hedonik
5.1.1 Warna
Hasil uji hedonik terhadap flakes tepung sagu dan tepung labu
kuning dengan
empat perlakuan didapat hasil rata – rata uji hedonik terhadap
warna flakes terlihat
pada gambar dibawah ini :
Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda,
artinya berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf 5%.
Gambar 1. Nilai rata – rata kesukaan panelis
terhadap warna flakes tepung sagu dan tepung labu kuning
Nilai rata – rata kesukaan terhadap warna flakes yang diberikan
panelis
berkisar antara 2,4 – 3,32. Hasil uji hedonik didapatkan
perbedaan yang nyata antar
2.4 (a)2.56 (a)
3.32 (b)
2.64 (a)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)
B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)
C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)
D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)
Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap warna flakes
tepung sagu dan tepung labu kuning
-
perlakuan ditandai dengan nilai signifikan (0,00) < 0,05.
Hasil uji lanjut dengan
analisa DNMRT 5% di dapatkan bahwa perlakuan C berbeda nyata
dengan perlakuan
A,B dan D. Warna flakes yang disukai panelis adalah perlakuan C
(3,32).
5.1.2 Aroma
Hasil uji hedonik terhadap flakes tepung sagu dan tepung labu
kuning dengan
empat perlakuan didapat hasil rata – rata uji hedonik terhadap
aroma flakes terlihat
pada gambardibawah ini :
Gambar 2.Nilai rata – rata kesukaan panelis
terhadap aroma flakes tepung sagu dan labu kuning
Nilai rata – rata kesukaan terhadap aroma flakes yang diberikan
panelis
berkisar antara 2,84 – 3,32. Berdasarkan analisis sidik ragam
(ANOVA) tidak ada
perbedaan aroma yang nyata antar perlakuan ditandai dengan nilai
signifikan (0,128)
≥ 0,05.Aroma flakes yang disukaipanelis adalah perlakuan C
(3,32).
2.84
3.12
3.32
3.2
2.6
2.7
2.8
2.9
3
3.1
3.2
3.3
3.4
A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)
B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)
C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)
D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)
Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap aroma flakes
tepung sagu dan tepung labu kuning
-
5.1.3 Tekstur
Hasil uji hedonik terhadap flakes tepung sagu dan tepung labu
kuning dengan
empat perlakuan didapat hasil rata – rata uji hedonik terhadap
tekstur flakes terlihat
pada gambardibawah ini :
Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda,
artinya berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf 5%.
Gambar 3. Nilai rata – rata kesukaan panelis
terhadap tekstur flakes tepung sagu dan labu kuning
Nilai rata – rata kesukaan terhadap tekstur flakes yang
diberikan panelis
berkisar antara 2,36 –3,28. Hasil uji hedonik didapatkan
perbedaan yang nyata antar
perlakuan ditandai dengan nilai signifikan (0,00) < 0,05.
Hasil uji lanjut dengan
analisa DNMRT 5% di dapatkan bahwa perlakuan C berbeda nyata
dengan perlakuan
A,B dan D. Tekstur flakes yang disukai panelis adalah perlakuan
B (3,28).
2.36 (a)
3.28 (b)
2.64 (a)2.48 (a)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)
B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)
C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)
D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)
Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap tekstur flakes
tepung sagu dan tepung labu kuning
-
5.1.4 Rasa
Hasil uji hedonik terhadap flakes tepung sagu dan tepung labu
kuning dengan
empat perlakuan didapat hasil rata – rata uji hedonik terhadap
tekstur flakes terlihat
pada grafik dibawah ini :
Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda,
artinya berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf 5%.
Grafik 4.Nilai rata – rata kesukaan panelis
terhadap rasa flakes tepung sagu dan tepung labu kuning
Nilai rata – rata kesukaan terhadap rasa flakes yang diberikan
panelis berkisar
antara 2,64 –3,4. Hasil uji hedonik didapatkan perbedaan yang
nyata antar perlakuan
ditandai dengan nilai signifikan (0,03) < 0,05. Hasil uji
lanjut dengan analisa
DNMRT 5% di dapatkan bahwa perlakuan C berbeda nyata dengan
perlakuan A, B
dan D. Rasa flakes yang disukai panelis adalah perlakuan C
(3,4).
2.64(a)2.84 (a)
3.4 (b)2.92 (a)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)
B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)
C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)
D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)
Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap rasa flakes
tepung
sagu dan tepung labu kuning
-
5.2 Hasil Mutu Hedonik
5.2.1 Warna
Hasil uji mutu hedonik terhadap warna flakes tepung sagu dan
tepung labu
kuning dengan empat perlakuan didapat hasil rata-rata uji
hedonik terhadap warna
flakes pada terlihat pada gambardibawah ini ::
Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda,
artinya berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf 5%.
Gambar 5.Rata – rata perbandingan
mutu warnapada flakes tepung sagu dan tepung labu kuning
Nilai rata – rata mutu terhadap warna flakes yang diberikan
panelis berkisar
antara 2,36 –3,28.Hasil mutu hedonik didapatkan perbedaan yang
nyata antar
perlakuan ditandai dengan nilai signifikan (0,01) < 0,05.
Hasil uji lanjut dengan
analisa DNMRT 5% di dapatkan bahwa perlakuan C berbeda nyata
dengan perlakuan
2.36 (a)
2.76 (a)
3.28 (b)3.12 (a)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)
B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)
C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)
D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)
Rata - rata mutu warna flakes tepung sagu dan tepung labu
kuning
-
A, B dan D.Warna flakes yang paling disukai panelisyaitu warna
agak kekuningan
mendekati coklat dilihat dari rata – rata perlakuan C.
5.2.2 Aroma
Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma flakes tepung sagu dan
tepung labu
kuning dengan empat perlakuan didapat hasil rata-rata uji
hedonik terhadap warna
flakes pada terlihat pada gambardibawah ini :
Gambar 6.Rata – rata perbandingan
mutu aroma padaflakes tepung sagu dan tepung labu kuning
Nilai rata – rata mutu terhadap aroma flakes yang diberikan
panelis berkisar
antara 2,72 –3,12. Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA)
tidak ada perbedaan
aroma yang nyata antar perlakuan ditandai dengan nilai
signifikan (0, 313) ≥
0,05.Aroma flakes yang paling disukai panelis yaitu aroma agak
harum mendekati
harum dilihat dari rata – rata perlakuan C.
2.72
2.96
3.12
2.88
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
3
3.1
3.2
A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)
B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)
C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)
D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)
Rata - rata mutu aroma flakes te