UNIVERSITAS SOSIAL (EMPOWERING OF SOCIETY BASED LEARNING) :
SOLUSI MENINGKATKAN SKILL DAN EXPERTISE MAHASISWA DALAM MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (AEC) 2015
KARYA TULIS ILMIAH
Naskah Karya Tulis ini disusun dalam Rangka Mengikuti Pemilihan
Mahasiswa Berprestasi Program Studi Pendidikan Ekonomi
Ditulis Oleh
Defina Nurzamzam 1204344/Angkatan 2012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMIFAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN
BISNISUNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA20152
LEMBAR PENGESAHAN
Universitas Sosial (Empowering Of Society Based Learning) :
Solusi Meningkatkan Keterampilan (Skill) dan Keahlian (expertise)
Mahasiswa Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 20151.
Judul Karya Tulis :
2. Ketua Pelaksana : a. Nama Lengkap : Defina Nurzamzam b. NIM :
1204344c. Jurusan/Fakultas : Pendidikan Ekonomi/FPEBd. Perguruan
Tinggi : Universitas Pendidikan Indonesiae. Alamat Rumah :
Gegerkalong Girang Gang.Darmawinata No.06f. No. Telp/ Hp :
085775484728g. E-mail : [email protected], 09 April
2015Penulis
Defina NurzamzamNIM. 1204344
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan inayah-Nya dimana penulis telah diberi
kesehatan fisik dan mental serta jalan pikiran sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul Universitas
Sosial (Empowering Of Society Based Learning) : Solusi Meningkatkan
Skill dan Expertise Mahasiswa Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (AEC) 2015 sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis
menyadari bahwa dalam karya tulis ini masih banyak sekali
kekurang-kekurangan yang perlu penyempurnaan baik penulisannya
maupun dari segi bahasanya. Hal tersebut akibat minimnya
pengetahuan penulis namun demikian penulis telah berusaha
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga
penulis menyadari akan titik lemah penulis yang sesungguhnya. Atas
dasar kekurangan tersebut maka dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang telah ikhlas membantu dalam bantuan spiritual sehingga karya
tulis ini dapat diselesaikan oleh penulis. Demikianlah karya tulis
ini penulis buat mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi penulis
sendiri maupun bagi yang membaca pada umumnya, Amin.
Bandung, 31 Maret 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiDAFTAR GAMBARivABSTRAKSIvBAB
I1PENDAHULUAN1A.Latar Belakang Masalah1B.Rumusan Masalah4C.Tujuan
Penulisan5D.Manfaat Penulisan5BAB II6TINJAUAN PUSTAKA6A.Konsep
Dasar Keterampilan atau Skills dan Keahlian atau
Expertise6B.Pembelajaran Pengalaman Langsung (Model Kolb)7C.Konsep
Pendidikan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society
Based Learning)11D.Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community)12BAB III15METODE PENULISAN15A.Jenis Penelitian15B.Teknik
dan Prosedur Penelitian15C.Jenis Data dan analisis15BAB
IV17PEMBAHASAN17A.Tingkat Keterampilan (Skills) dan Keahlian
(Expertise) Mahasiswa FPEB UPI17B.Permasalahan dan Tantangan
Pembelajaran Yang Dihadapi Mahasiswa FPEB UPI19C.Implementasi
Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of
People)211.Deskripsi Konsep Universitas Sosial, Pembelajaran
Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based
learning)222.Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan
Masyarakat (Empowering of Society Based Learning)23BAB
V29PENUTUP29A.Kesimpulan29B.Saran30DAFTAR
PUSTAKAviLAMPIRANviLAMPIRAN 1viKuesioner Penelitianvi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1Model pembelajaran dua-dimensi Kolb9Gambar 2 Mahasiswa
FPEB UPI Yang Memiliki Soft Skill18Gambar 3 Pentingnya Soft Skill
Yang Harus Dimiliki Mahasiswa18Gambar 4 Tingkat Kepuasan Mahasiswa
Terhadap Pembelajaran Di Kelas20Gambar 5 Tingkat Efektivitas
Pembelajaran di Kelas20Gambar 6 Pengaruh Pembelajaran di Kelas
Terhadap Hard Skill Mahasiswa21Gambar 7 Pengaruh Pembelajaran di
Kelas Terhadap Soft Skill Mahasiswa21Gambar 8 Tingkat Pengetahuan
Mahasiswa Tentang Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan
Masyarakat22Gambar 9 Pentingnya Melakukan Pembelajaran Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat22Gaambar 10Model Pembelajaran Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society based
Learning)24Gambar 11Alur Universitas Sosial, Pembelajaran Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of People)27
ABSTRAKSI
Masyarakat yang berpendidikan tinggi akan memiliki keterampilan
(skills) dan keahlian (expertise) yang tinggi pula. Namun faktanya
jumlah pengangguran terdidik di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan
data BPS, walaupun angkanya semakin menurun, namun jumlah
pengangguran terdidik masih tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh
keterampilan (skill) dan keahlian (expertise) yang dimiliki oleh
lulusan perguruan tinggi tidak sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan oleh dunia kerja. Perguruan Tinggi haruslah memberikan
pembelaaran yang menyeimbangkan hard skill dan soft skill. Namun
banyak mahasiswa yang hanya memiliki hard skill yang tinggi tanpa
diimbangi oleh soft skill yang tinggi pula. Ditambah dengan adanya
pembelakuan ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diberlakukan
mulai akhir tahun 2015, maka dunia pendidikan khususnya mahasiswa
menghadapi tantangan yang besar bagaimana menyiapkan kompetensi
diri untuk dapat bersaing dengan masyarakat ASEAN. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka dengan dilakukan pembelajaran yang
memprioritaskan soft skill, yaitu mahasiswa dapat melakukan
pembelajaran langsung di masyarakat. Sehingga hal tersebut menuntut
mahasiswa untuk memiliki keterampilan kepemimpinan, komunikasi,
problem solving, dan interaksi sosial yang baik.Universitas Sosial
merupakan program pembelajaran yang dilakukan oleh mahasiswa dengan
berbasis kepada pemberdayaan potensi masyarakat. Dimana selain
pembelajaran tersebut untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian
mahasiswa, tapi juga untuk dapat membantu menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di masyarakat dan menggali potensi yang
dimiliki oleh masyarakat. Program ini dilakukan oleh Tim Pemberdaya
yang dibentuk dari masing-masing program studi kemudian setiap tim
pemberdaya ditugaskan kepada satu desa. Di dalam satu desa tersebut
terdapat beberapa tim pemberdaya sesuai dengan keahlian bidang
studinya masing-masing. Semua tim pemberdaya berkolaborasi untuk
dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat dan membantu menggali potensi yang dimiliki.Keyword :
Model Pembelajaran, Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
(Empowering of Society Based Learning), Universitas Sosial.
ABSTRACT
Highly educated society will have the skills (skills) and skills
(expertise) is also high. But in fact, the number of unemployed
educated in Indonesia is still high. Based on BPS data, although
the number has declined, but the number of educated unemployment is
still high. It is caused by skills (skills) and skills (expertise)
owned by college graduates are not in accordance with the
competencies expected by the world of work. Universities must
provide the balance pembelaaran hard skills and soft skills.
However, many students who only have a high hard skills being
offset by higher soft skills.Coupled with the ASEAN Economic
Community (AEC) determination which will be put into effect from
the end of 2015, the world of education, especially students face a
huge challenge of how to prepare yourself for competence can
compete with the ASEAN community. To overcome these problems then
the learning is done prioritize soft skills, such as students can
do hands-on learning in the community. So that it requires students
to have leadership skills, communication, problem solving, and good
social interaction.Social University is a learning program that is
conducted by the student with the empowerment potential of
community based. Where in addition to learning to improve student
skills and expertise, but also to be able to help resolve problems
that occur in the community and explore the potential of the
community. The program is conducted by a team Empowering formed
from each of the courses and then each team is assigned to one
community empowerment. In the village there are a few teams I
noticed in accordance with the expertise of each field of study.
All team noticed collaborate to help solve the problems faced by
the community and help explore its potential.Keyword: Learning
Model, Empowering of Society Based Learning, Social University.BAB
IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahDi era globalisasi sekarang, pendidikan
menjadi suatu keharusan, karena tuntutan dari dunia kerja yang
meminta kompetensi yang tinggi bagi para tenaga kerja. Tidak hanya
dari segi akademik, tapi juga dalam aspek keterampilan dan
keahlian. hal terseut menjadi tantangan bagi tenaga kerja Indonesia
untuk terus meningkatkan tingkat pendidikannya dan keterampilan
yang dimilikinya. Bowen, dan Hobson (1974:20, pendidikan adalah
investasi utama dan penting dalam menciptakan human capital. Namun
faktanya terdapat berbagai masalah yang terjadi di dunia
pendidikan, baik dalam skala makro maupun mikro (satuan
pendidikan). Termasuk Perguruan Tinggi dalam hal menghasilkan
lulusannya, akibat dari hubungan antara tiga unsur yaitu perubahan,
adaptasi dan perbedaan. Perubahan dunia usaha dari sektor agraris
ke sektor industri berikut diikuti dengan arus informasi tidak
diiringi dengan kecepatan adaptasi pendidikan terhadap perbedaan
sistem pendidikan dan lingkungannya. Konsekuensi perbedaan antara
sistem pendidikan dengan lingkungannya adalah inti dari krisis
pendidikan tersebut ( Coombs, 1985 :5 ). Tabel 1.Pengangguran
Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun
2010-2014No.Pendidikan Tertinggi Yang
Ditamatkan20102011201220132014
1Tidak/belum pernah sekolah 163 954 205 388 85 374 81 432 74
898
2Belum/tidak tamat SD 616 104 737 610 512 041 489 152 389
550
3SD1 387 2201 241 8821 452 0471 347 5551 229 652
4SLTP1 624 6662 138 8641 714 7761 689 6431 566 838
5SLTA Umum2 148 7402 376 2541 867 7551 925 6601 962 786
6SLTA Kejuruan1 188 3971 161 3621 067 0091 258 2011 332 521
7Diploma I,II,III/Akademi 442 281 276 816 200 028 185 103193
517
8Universitas 683 064 543 216 445 836 434 185 495 143
Total8 254 4268 681 3927 344 8667 410 9317 244 905
Sumber : BPS Indonesia Tahun 2010-20141
Terbukti walaupun kemajuan pembangunan telah menghasilkan banyak
tenaga terdidik (sarjana), namun kondisi belum sepenuhnya
menggembirakan, karena masih ditandai oleh besarnya angka
pengangguran (Alma,2000). Dari data BPS diatas, walaupun
pengangguran dari jenjang pendidikan Diploma dan Universitas terus
menurun dari tahun 2010-2014 namun angkanya cukup tinggi. Hal
tersebut terjadi karena diduga terdapat banyak kelemahan di dalam
sistem pendidikan nasional (Sisdiknas), dimana proses pendidikan di
perguruan tinggi belum mampu mendorong bahkan mengembangkan
mahasiswa dan alumninya dengan menumbuhkan sesuatu yang bermuatan
nilai tertentu, dan meluluskan sarjana yang berkarakter dengan
sikap dan perilaku yang memiliki ketrampilan plus, salah satu pola
pikir yang berkaitan dengan nilai kemandirian. Oleh karena itu,
hampir semua negara di dunia menghadapi tantangan untuk
melaksanakan pembaharuan, dan beradaptasi sebagai upaya
meningkatkan kualitas pendidikan (Zamroni, 2000:19). Untuk itu,
pemerintah merumuskan kebijakan dalam menyelesaikan masalah
tersebut dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan
Nasional tahun 2010-2014 yang didasarkan Undang-Undang (UU) No. 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJP) 2005- 2025, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, serta Peraturan Presiden (Perpres) No. 5
tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014. Kesemuanya diharapkan sebagai payung hukum dan
petunjuk pelaksanaan atau teknis dalam merevitalisasi di bidang
pendidikan. Renstra Kemendiknas 2010-2014 mengacu pada visi RPJMN
2010-2014 yaitu menjadikan Indonesia yang sejahtera, demokratis,
dan berkeadilan ; dengan arahan Presiden untuk memperhatikan aspek
change and continuity, de-bottlenecking, dan enhancement, dalam
program pembangunan pendidikan. Erat kaitan dengan arahan presiden,
pendidikan di Indonesia, mutu / kualitas merupakan salah satu tema
pokok, selain pemerataan, dan efisiensi di mana banyak diskursus
oleh para pakar pendidikan. Gass, (1984:7), menyatakan pendidikan
telah menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan teknologi, dengan
munculnya berbagai kesenjangan : kultural, sosial, dan khususnya
kesenjangan vokasional dalam bentuk melimpahnya pengangguran
terdidik, yang mencari pekerjaan (data Tabel 1). Di samping itu,
berbagai problem yang muncul di masyarakat, berupa ketimpangan
antara kualitas pendidikan yang dihasilkan lembaga pendidikan
tinggi dan kualifikasi berikut spesialisasi tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh dunia kerja merupakan refleksi adanya kelemahan
yang mendasar dalam dunia PT. Pendidikan tidak bisa dilihat sebagai
suatu dunia tersendiri, melainkan pendidikan secara umum harus
dipandang dan diberlakukan sebagai bagian dari masyarakat. Oleh
karena itu, proses pendidikan secara umum harus memiliki
keterkaitan dan kesepadanan secara mendasar serta berkesinambungan
dengan proses yang berlangsung di dunia kerja (Zamroni, 2000:
10).Terkait dengan definisi mutu pendidikan, Ace Suryadi dan Dasim
Budimansyah, (2009:202) mengatakan bahwa pendidikan yang bermutu
ialah yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dasar
untuk belajar sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam
pembaharuan dan perubahan. Dalam pengertian ini, mutu pendidikan
tidak dapat dipisahkan dari konsep efisiensi, efektivitas,
keadilan, dan pemerataan. Perguruan tinggi seperti diketahui
bersama sebagai lembaga tempat terjadinya proses sosialisasi dan
kulturalisasi berbagai sikap dan kemampuan yang diharapkan dimiliki
oleh manusia terdidik untuk menjadi anggota masyarakat yang
kreatif, konstruktif, dan produktif ( Balitbang, 2007: 89). Namun,
kondisi satuan pendidikan (sekolah maupun Perguruan Tinggi ) selama
ini, seperti dinyatakan Muchtar Buchori, (dalam Cholisin, 2007)
hanyalah memberi kemampuan untuk menghafal dan daya ingat untuk
menguasai materi yang diberikan semata serta tidak mengembangkan
kemandirian peserta didik. Hasilnya pendidikan kita tidak mempunyai
makna. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus memenuhi tiga
aspek, yaitu pengetahuan, ketrampilan (skill), dan membentuk
karakter. Aspek pengetahuan yang dikembangkan seharusnya dapat
menunjang kebutuhan ketrampilan (skill) yang terus berubah.
Pentingnya materi perkuliahan yang dikuasai mahasiswa harus bisa
mengikuti perkembangan kehidupan, kapan dan dimana pun.Ditambah
dengan adanya kebijakan Free Trade Area yang disepakati oleh
negara-negara ASEAN yaitu ASEAN Economic Community (AEC) yang akan
berlaku akhir tahun ini yaitu bulan Desember 2015. Membuat dunia
pendidikan Indonesia harus siap dan mampu mengahasilkan lulusan
yang credible dan competent sehingga dapat bersaing dengan tenaga
kerja terdidik negara-negara ASEAN yang lain. Dilihat dari sisi
pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan
tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Organisasi Buruh
Internasional (ILO), MEA dapat menciptakan 14 juta lapangan kerja
tambahan atau mengalami kenaikan 41 persen pada 2015 karena semakin
bebasnya pergerakan tenaga kerja terampil. Pertumbuhan ekonomi
regional pun bisa terdongkrak menjadi 7 persen. Namun demikian,
Indonesia kemungkinan tidak banyak diuntungkan. Taksiran lapangan
kerja baru hanya mencapai 1,9 juta atau 1,3 persen dari total
pekerja. Sementara ILO memperkirakan permintaan akan tenaga kerja
kelas menengah akan meningkat 22 persen atau 38 juta dan tenaga
kerja level rendah meningkat 24 persen atau 12 juta. Menurut kajian
tersebut, sekitar setengah dari tenaga kerja sangat terampil
diramalkan akan bekerja di Indonesia. Sayangnya, sebagian besar
lapangan pekerjaan itu justru akan diperebutkan oleh calon pekerja
yang kurang terlatih dan minim pendidikan. Akibatnya, kesenjangan
kecakapan itu akan mengurangi produktivitas dan daya saing
Indonesia.Berdasarkan Berita Resmi statistik 2012, Indonesia
memiliki 10,3 juta tenaga kerja berpendidikan tinggi, namun daya
saing tenaga kerja Indonesia dibawah negara-negara ASEAN. Survei
Asian productivity Organization 2004, dari setiap 1000 tenaga kerja
Indonesia hanya 4,3 persen yang terampil dibandingkan dengan
Filipina (8,3 persen) Malaysia (32,6 persen) dan Singapura (34,7
persen).
(http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/31/1448290/Tak.Benahi.Kualitas.Kita.Kalah.
Fakta bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia menduduki
posisi-posisi strategis. Data Bank Indonesia (Laporan survey tenaga
kerja asing di Indonesia tahun 2009) mayoritas tenaga kerja asing
di Indonesia berpendidikan Strata 1 (S1) dan memiliki pengalaman
kerja kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 1 tahun. Sebagian besar
tenaga kerja asing bekerja sebagai professional atau teknisi dengan
rata-rata gaji yang diterima sangat tinggi dibandingkan dengan
tenaga kerja lokal. Mengacu pada permasalahan tersebut, maka
penulis memilih judul Universitas Sosial (Empowering Of Society
Based Learning) : Solusi Meningkatkan Skills dan Expertise
Mahasiswa Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015.B.
Rumusan MasalahBertitik tolak dari latar belakang masalah, maka
dirumuskanlah perumusan masalah sebagai berikut :1. Bagaimana
perkembangan tingkat keterampilan dan keahlian mahasiswa perguruan
tinggi saat ini ?2. Bagaimana permasalahan dan tantangan
pembelajaran yang dihadapi oleh mahasiswa ?3. Bagaimana
implementasi model pembelajaran berbasis masyarakat (Empowering of
People) dengan program Universitas Masyarakat (University of
Society) ?
C. Tujuan PenulisanBerdasarkan kepada rumusan masalah tersebut,
maka penulisan makalah ini bertujuan untuk :1. Mengetahui
perkembangan tingkat keterampilan dan keahlian mahasiswa di
perguruan tinggi saat ini.2. Mengetahui permasalahan dan tantangan
pembelajaran yang dihadapi oleh mahasiswa.3. Mengetahui
implementasi model pembelajaran berbasis masyarakat (Empowering of
People) dengan program Universitas Masyarakat (University of
Society)
D. Manfaat PenulisanDalam penyusunan karya tulis ini, terdapat
beberapa manfaat yang dapat diperoleh antara lain :1. Untuk
penulis, memberikan pengetahuan tentang model pembelajaran
pemberdayaan masyarakat (Empowering of People) sebagai solusi untuk
meningkatkan skill dan ekspertasi mahasiswa serta pemberdayaan
potensi masyarakat.2. Untuk mahasiswa perguruan tinggi, diperoleh
strategi dan sarana dalam meningkatkan skill dan ekpertarisnya
melalui pengabdian kepada masyarakat.3. Untuk masyarakat, diperoleh
pengetahuan dan bantuan tenaga professional dalam mengembangkan dan
meningkatkan potensi daerahnya.4. Untuk perguruan tinggi, diperoleh
solusi atau masukan metode pembelaaran untuk meningkatkan skill dan
ekspertaris mahasiswa melalui pengabdian kepada masyarakat.
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Keterampilan atau Skills dan Keahlian atau
ExpertiseSoftkills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik
dengan diri sendiri, berkelompok atau bermasyarakat serta dengan
Sang Pencipta. (Elfindri et al., 2010) Secara garis besar
softskills merupakan gabungan kemampuan intrapersonal dan kemampuan
interpersonal. Kemampuan intrapersonal meliputi kesadaran diri atau
self awareness (mencakup kepercayaan diri, penilaian diri, sifat
dan preferensi, serta kesadaran emosional), serta kemampuan diri
atau self skill (perkembangan diri, pengendalian diri, kepercayaan,
kekhawatiran, manajemen waktu, proaktivitas, dan hati nurani).
Sementara itu, kemampuan interpersonal meliputi kesadaran sosial
atau social awareness (kesadaran politik, mengembangkan orang lain,
memanfaatkan keragaman, orientasi pelayanan, dan empati) dan
kemampuan sosial atau social skill (kemampuan kepemimpinan,
pengaruh, komunikasi, manajemen konflik, kerjasama, sinergi dan
kemampuan berorganisasi). (Goleman, 2005).Pengertian softskills
seperti yang dimuat pada wikipedia.com 2011 Soft skills is a
sociological term relating to a persons EQ (Emotional Intelligence
Quotient), the cluster of personality traits, social graces,
communication, language, personal habits, friendliness, and
optimism that characterize relationships with other people. Soft
skills complement hard skills (part of a persons IQ), which are the
occupational requirements of a job and many other activities.
Softskills adalah sebuah istilah kemasyarakatan atau sosiologi
untuk menunjukkan tingkat EQ seseorang, yang terdiri dari kelompok
sifat kepribadian, diterima oleh masyarakat, komunikasi, bahasa,
kebiasaan seseorang, keramahan, dan optimisme yang mencirikan
hubungan dengan orang lain. Soft Skills merupakan komplemen dari
hardskills (IQ seseorang) yang merupakan syarat dari sebuah
pekerjaan.
Sedangkan Keahlian (expertise) adalah pengetahuan yang mendalam
tentang suatu masalah tertentu, dimana keahlian bisa diperoleh dari
pelatihan/ pendidikan, membaca dan pengalaman dunia nyata. Ada dua
macam pengetahuan yaitu pengetahuan dari sumber yang ahli dan
pengetahuan dari sumber yang tidak ahli. Pengetahuan dari sumber
yang ahli dapat digunakan untuk mengambil keputusan dengan cepat
dan tepat. Ahli (experts) adalah seorang yang memiliki keahlian
tentang suatu hal dalam tingkatan tertentu, 6
ahli dapat menggunakan suatu permasalahan yang ditetapkan dengan
beberapa cara yang berubah-ubah dan merubahnya kedalam bentuk yang
dapat dipergunakan oleh dirinya sendiri dengan cepat dan cara
pemecahan yang mengesankan. Ahli seharusnya dapat untuk menjelaskan
hasil yang diperoleh, mempelajari sesuatu yang baru tentang domain
masalah, merestrukturisasi pengetahuan kapan saja yang diperlukan
dan menentukan apakah keahlian mereka relevan atau saling
berhubungan.
B. Pembelajaran Pengalaman Langsung (Model Kolb)Teori
pembelajaran pengalaman Kolb (1984) menyatakan bahawa idea bukanlah
satu unsur pemikiran yang tidak boleh diubah tetapi ia terbentuk
dan dibentuk semula melalui pengalaman. Oleh itu, pembelajaran
adalah satu proses di mana konsep sentiasa diubahsuai oleh
pengalaman. Atherton (2002) mengemukakan bahwa dalam konteks
belajar pembelajaran berbasis pengalaman dapat dideskripsikan
sebagai proses pengalaman pebelajar yang direfleksikan secara
mendalam sehingga dapat muncul pemahaman baru atau proses belajar.
Pembelajaran berbasis pengalaman memanfaatkan pengalaman baru dan
reaksi pebelajar terhadap pengalamannya untuk membangun pemahaman
dan transfer pengetahuan, keterampilan serta sikap. Model
pembelajaran berbasis pengalaman mendefinisikan belajar sebagai
proses mengkonstruksi pengetahuan melalui transformasi pengalaman.
Menurut Mardana (2005) belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan
antara berbuat dan berpikir. Jika seseorang terlibat aktif dalam
proses belajar maka orang itu akan belajar jauh lebih baik. Hal ini
dikarenakan dalam proses belajar tersebut pembelajar secara aktif
berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian bagaimana
menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata.Kolb
(1994) mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis pengalaman
memiliki empat tahapan yakni:1. Pengalaman Konkret (Concrete
Experience)2. Refleksi Observasi (Reflective Observation)3.
Konseptualisasi Abstrak (Abstract Conceptaulization)4. Eksperimen
(experiment)Siklus belajar menurut pembelajaran berbasis pengalaman
dimulai dari sebuah pengalaman konkrit dilanjutkan dengan proses
refleksi dan observasi terhadap pengalaman tersebut. Hasil refleksi
ini akan diasimilasi/diakomodasi dalam struktur kognitif
(konseptualisasi abstrak) dan selanjutnya dirumuskan suatu
hipotesis baru untuk diuji kembali pada situasi baru (eksperimen).
Hasil dari tahap eksperimen akan menuntun kembali pebelajar menuju
tahap pengalaman konkret. Lebih rinci tahapan-tahapan dari model
pembelajaran berbasis pengalaman dijelaskan sebagai berikut :1.
Pengalaman konkretPada tahap ini pebelajar disediakan aktivitas
yang mendorong mereka melakukan aktivitas. Aktivitas ini bisa
berangkat dari suatu pengalaman yang pernah dialami sebelumnya baik
formal maupun in formal atau situasi yang realistik. Aktivitas yang
disediakan bisa di dalam ataupun di luar kelas dan dikerjakan oleh
pribadi atau kelompok.2. Refleksi observasiPada tahap ini pebelajar
mengamati pengalaman dari aktivitas matematika yang dilakukan
dengan menggunakan panca indera maupun dengan bantuan alat peraga.
Selanjutnya pebelajar merefleksikan pengalamannya dan dari hasil
refleksi ini mereka menarik pelajaran. Dalam hal ini proses
refleksi akan terjadi bila guru mampu mendorong siswa untuk
mendeskripsikan kembali pengalaman yang diperolehnya,
mengkomunikasikan kembali dan belajar dari pengalaman tersebut.3.
Konseptualisasi abstrakSetelah melakukan observasi dan refleksi,
maka pada tahap konseptualisasi abstrak pebelajar mulai mencari
alasan, hubungan timbal balik dari pengalaman yang diperolehnya.
Selanjutnya pebelajar mulai mengkonseptualisasi suatu teori atau
model dari pengalaman yang diperoleh dan mengintegrasikan dengan
pengalaman sebelumnya. Pada fase ini dapat ditentukan apakah
terjadi pemahaman baru atau proses belajar pada diri pebelajar atau
tidak. Jika terjadi proses belajar, maka :a. pebelajar akan mampu
mengungkapkan aturan-aturan umum untuk mendeskripsikan pengalaman
tersebut.b. pebelajar menggunakan model yang ada untuk menarik
simpulan terhadap pengalaman yang diperoleh,c. pebelajar mampu
menerapkan teori yang terabstraksi untuk menjelaskan pengalaman
tersebut.4. Eksperimen Aktifaskan pengalaman tersebut. 4.
Eksperimen Aktif. Pada tahap ini pebelajar mencoba merencanakan
bagaimana menguji keampuhan model atau teori untuk menjelaskan
pengalaman baru yang akan diperoleh selanjutnya (Kolb, dalam
Mardana, 2005). Pada tahap eksperimen aktif akan terjadi proses
belajar bermakna karena pengalaman yang diperoleh pebelajar
sebelumnya dapat diterapkan pada pengalaman atau situasi
problematika yang baru.Pembelajaran berbasis pengalaman terjadi
ketika pebelajar :1. berpartisipasi dalam suatu aktivitas2.
menyelidiki secara kritis aktivitas pengalaman untuk
diklarifikasi3. menarik pemahaman yang berguna dari analisis
terhadap pengalaman yang diperoleh4. menggunakan pengalaman yang
telah diperoleh untuk bekerja pada situasi yang baru.
Pengalaman KonkretEksperimentasi AktifKonseptual AbstrakRefleksi
ObservasiAkomodatorKonvergerAsimilatorDiverger
Gambar 1. Model pembelajaran dua-dimensi Kolb
Dalam tahap di atas, proses belajar dimulai dari pengalaman
konkrit yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian
direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi seseorang akan
berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya.
Refleksi ini menjadi dasar proses konseptualisasi atau proses
pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami
serta prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks
yang lain (baru). Proses implementasi (experiment) merupakan
situasi dan konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah
dikuasai. Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata
kemudian direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah
dilakukannya tersebut. Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian
diatur kembali sehingga membentuk pengertianpengertian baru atau
konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk bagi terciptanya
pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan
refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out),
sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan
dalam proses penerapan (taking action). Tabel 2. Kemampuan
Mahasiswa Dalam Proses Belajar Pengalaman Langsung (Experiential
Learning Theory)KemampuanUraianPengutamaan
Concrete experience (CE)Siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam
pengalaman baruFeeling (perasaan)
Reflection observation (RO)Siswa mengobservasi dan merefleksi
atau memikirkan pengalamannya dari berbagai segiWatching
(mengamati)
Abstract conceptualization (AC)Siswa menciptakan konsepkonsep
yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang
sehat.Thinking (berpikir)
Active Experimentation (AE)Siswa menggunakan teori untuk
memecahkan masalah-masalah dan mengambil keputusan.Doing
(berbuat)
Dalam proses belajar model Kolb ini terdapat dua dimensi.
Pertama, pengalaman langsung yang konkrit (CE) pada satu pihak dan
konseptualisasi abstrak (AC) pada pihak lain. Kedua, eksperimen
aktif (AE) pada satu pihak dan observasi refleksi (RO) pada pihak
lain. Individu selalu mencari kemampuan belajar tertentu dalam
situasi tertentu. Jadi, individu dapat beralih dari pelaku (AE)
menjadi pengamat (RO) dan dari keterlibatan langsung (CE) menjadi
analisis abstrak (AC).C. Konsep Pendidikan Berbasis Pemberdayaan
Masyarakat (Empowering of Society Based Learning)Terdapat berbagai
perspektif mengenai pengertian pemberdayaan masyarakat, yaitu :
Pertama, pemberdayaan pada dasarnya adalah memberikan kekuatan
kepada pihak yang kurang atau tidak berdaya (powerless) agar dapat
memilliki kekuatan yang menjadi modal dasar aktualisasi diri.
Aktualisasi diri merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia.
Pemberdayaan yang dimaksud tidak hanya mengarah pada individu
semata, tapi juga kolektif (Harry Hikmat, 2001: 46-48). Pengertian
ini kurang lebih sama dengan pendapat Payne dan Shardlow mengenai
tujuan pemberdayaan. Menurut Payne, tujuan utama pemberdayaan
adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan ia lakukan, yang terkait dengan diri
mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Sedangkan Shardlow menyimpulkan bahwa
pemberdayaan menyangkut permasalahan bagaimana individu, kelompok
ataupun masyarakat berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan
mereka. (Rukminto Adi, 2002: 162-163) .Kedua, pemberdayaan
masyarakat tidak hanya menyangkut aspek ekonomi. Ada berbagai macam
pemberdayaan, antara lain: pemberdayaan bidang politik, bidang
ekonomi, bidang hukum, bidang sosial, bidang budaya, bidang
ekologi, dan pemberdayaan bidang spiritual. Meskipun tujuan dari
masing-masing pemberdayaan mungkin berbeda, namun untuk
keberhasilan pemberdayaan yang menyeluruh, berbagai macam bentuk
pemberdayaan tersebut seharusnya dapat dipadukan dan saling
melengkapi. (James William Lie, 1995: 132: Rukminto Adi, 2002:
163-165).Ketiga, pemberdayaan yang sepenuhnya melibatkan
partisipasi masyarakat atau masyarakat menjadi pilihan yang paling
menguntungkan di masa yang akan datang. Hal ini setidaknya didasari
berbagai potensi yang dimilikinya, seperti dinyatakan oleh David
Osborne dan Ted Gabler, antara lain (Osborne and Gabler, 1993);
warga masyarakat akan memberikan komitmen yang lebih besar;
masyarakat mengetahui permasalahan yang dihadapi warganya secara
lebih mendalam; masyarakat lebih mampu memberikan penyelesaian
setiap masalah yang lebih mendasar.Keempat, konsep pemberdayaan
masyarakat mencakup pengertian pembanguan masyarakat (community
development) dan pembangunan yang bertumpu pada manusia (community
based development) Kartasastima (1996) mejelaskan bahwa
pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan keberdayaan masyarakat,
yaitu kemapuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan
membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Suatu
masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental,
terdidik kuat, dan inovatif tentunya memiliki keberdayaan yang
tinggi. Keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan
suatu masyarakat bertahan dan dalam pengertian yang dinamis
mengembangkan diri dan mencapai tujuan. Sedangkan memberdayakan
masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat masyarakat
yang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan
dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat
adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Untuk itu,
pendidikan yang berbasis memberdayakan masyarakat (Empowering of
People) yaitu pendidikan yang dilakukan dengan memberikan bantuan
kepada masyarakat menyangkut semua aspek mulai dari ekonomi,
politik, hukum, sosial, budaya, ekologi dan spiritual dengan tujuan
pembangunan atau kesejahteraan masyarakat.D. Konsep Masyarakat
Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)Asean Economic Community
adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN yaitu adanya system
perdagangan bebas antara Negara-negara ASEAN. Indonesia termasuk
salah satu Negara dari sepuluh Negara yang telah menyepakati
perjanjian MEA atau ASEAN Economic Community (AEC) dalam kegiatan
Cebu declaration on the Acceleration of the establishment of an
ASEAN Community by 2015 yang telah ditandatangani oleh para
pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13
Januari 2000. Para pemimpin ASEAN juga menyepakati percepatan
pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) dari tahun 2020 menjadi
tahun 2015.Keputusan untuk mempercepat pembentukan AEC menjadi 2015
ditetapkan dalam rangka memperkuat daya saing asean dalam
menghadapi kompetisi global seperti dengan India dan China. Selain
itu beberapa pertimbangan yang mendasari hal tersebut adalah:1)
Potensi penurunan biaya produksi di ASEAN sebesar 10-20 persenuntuk
barang knsumsi sebagai dampak integrasi ekonomi.2) Meningkatkan
kemampuan kawasan dengan implementasi standard dan praktik
internasional, Hak kekayaan intelektual (HAKI) dan adanya
persaingan.Pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia
dilaksanakan pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN, mereka sepakat untuk
mengembangkan ASEAN Economic Community Blueprint yang merupakan
pedoman bagi Negara- Negara anggota ASEAN untuk mencapai AEC
2015.Sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint, seluruh Negara
ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan
barang,jasa,investasi,tenaga kerja terampil secara bebas dan arus
modal yang lebih bebas.Dalam melaksanakan proses integrasi ekonomi
ASEAN menuju AEC 2015 dibentuklah struktur kelembagaan ASEAN yang
terdiri dari ASEAN Summit, ASEAN Coordinationcouncil, ASEAN
Community Council, ASEAN Economic minister, ASEAN Free trade Area
Council, Asean Investmen Area Council, Senior Economic Officials
Meeting, dan Coordinating Committee. Peluang yang akan didapatkan
Indonesia melalui ASEAN Economic community yaitu : 1) Manfaat
integrasi ekonomi Manfaat integrasi ekonomi dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui pembukaan dan pembentukan
pasar yang lebih besar, dorongan peningkatan efisiensi dan daya
saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga kerja di kawasan
ASEAN.2) Pasar Potensial Dunia Perwujudan AEC di tahun 2015 akan
menempatkan ASEAn sebagai kawasan pasar terbesar ke-3 didunia yang
didukung oleh jumlah penduduk ke-3 terbesar didunia setelah China
dan India.3) Negara PengeksporAsean dikenal sebagai Negara
pengekspor, baik produk berbasis sumber daya alam maupun produk
elektronik. Prospek perekonomian yang cukup baik akan membuat ASEAN
menjadi tempat tujuan investasi.4) Sektor Jasa TerbukaDibidang
jasa, ASEAN memilliki kondisi yang memungkinkan agar pengembangan
sector jasa dapat dibuka seluas-luasnya.Sedangkan tantangan yang
akan dihadapi Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic community
adalah: 1) Laju Peningkatan Ekspor dan ImporKinerja ekspor selama
periode 2004-2008 berada diurutan ke-4 setelah Singapura, Malaysia,
dan Thailand, dan impor tertinggi ke-3 setelah Singapura dan
Malaysia. Hal tersebut akan membawa dampak yang sangat serius
kedepannya karena teah mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia
yang deficit terhadap beberapa Negara ASEAN.2) Daya Saing
SDMKemampuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan
baik secara formal maupun informal.
14
BAB IIIMETODE PENULISAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif (descriptive research) dengan pendekatan kualitatif,
sehingga data-data yang penulis gunakan dalam karya tulis ini
berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang
diamati dan didukung dengan studi kepustakaan berdasarkan
pendalaman kajian pustaka berupa data dan angka.B. Teknik dan
Prosedur PenelitianTeknik penulisan yang dilakukan penulis dalam
karya tulis ini dimulai dengan memahami beberapa data sehingga
dapat memberikan deskripsi tentang masalah yang dianalisis. Sesuai
dengan jenis penelitian yang penulis gunakan yakni pendekatan
kualitatif dengan menguraikan, menjabarkan, dan merangkai
variabel-variabel yang diteliti menjadi sebuah untaian kata-kata
dalam setiap bagian pembahasan. Prosedur penulisan karya tulis
ilmiah ini adalah : 1. Identifikasi masalah yang berkembang di
mayarakat. 2. Pencarian data dan/atau informasi dari sumber
terpercaya. 3. Penyusunan penulisan dirancang secara sistematis dan
runtut. 4. Pencarian kajian pustaka atau hasil kajian pustaka yang
didukung oleh hasil pengamatan dan/atau wawancara. 5. Karya tulis
dianalisis-sintesis, kesimpulan dan rekomendasi. C. Jenis Data dan
analisisData yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis
data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung
melalui media perantara. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah studi literatur. Teknik dilakukan dengan cara mempelajari
dan menganalisis beberapa literatur yang berkaitan dengan pokok
permasalahan. Data-data yang relevan tersebut dapat berupa buku,
majalah, artikel, makalah, jurnal penelitian, dan surat kabar yang
memiliki relevansi terhadap permasalahan yang dikaji. Data-data
tersebut dapat diperoleh dari beberapa media, baik media cetak
maupun media elektronik.
15
Data diperoleh dengan cara mempelajari literatur dan melakukan
diskusi untuk memperkuat argumen dan pemahaman terhadap
permasalahan yang diangkat. Metode diskusi merupakan teknik
pengumpulan data dengan melakukan pertukaran pikiran dengan orang
yang memilki kompetensi tentang topik yang diangkat. Dengan
demikian, proses analisis yang merupakan hasil pengumpulan data ini
hanya sebatas data yang dapat diperoleh. 16
Setelah data terkumpul, selanjutnya diikuti dengan kegiatan
pengolahan data (data processing). Data yang relevan akan digunakan
sebagai rujukan dalam pembahasan. Setelah proses pengolahan data,
berikutnya adalah menganalisis data dan menginterpretasikannya.
Data hasil analisis tersebut diinterpretasikan atau disimpulkan
untuk menjawab keseluruhan masalah yang diteliti. Agar hasil
analisis ini memperoleh kebenaran yang ilmiah, maka analisis dalam
penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa tahapan
yaitu tahap penyajian bukti atau fakta (skeptik), memperhatikan
permasalahan yang relevan (analitik), dan tahap menimbang secara
obyektif untuk berpikir logis (Narbuko, Achmad, 2004:6).
BAB IVPEMBAHASAN
Pembahasan yang akan disampaikan oleh penulis merupakan hasil
dari pengamatan, tinjauan pustaka dan hasil kuesioner dari
responden. Mengenai materi pembahasan tidak akan terlepas dari
perumusan masalah yakni bagaimana perkembangan tingkat keterampilan
(skills) dan keahlian (expertise) mahasiswa perguruan tinggi saat
ini, bagaimana permasalahan dan tantangan pembelajaran yang
dihadapi oleh mahasiswa dan bagaimana implementasi model
pembelajaran berbasis pemberdayaan masyarakat (Empowering of
Society Based Learning) dengan program Universitas Sosial
(University of Social) dalam meningkatkan skills dan expertise
mahasiswa.A. Tingkat Keterampilan (Skills) dan Keahlian (Expertise)
Mahasiswa FPEB UPISeperti menurut Bowen, dan Hobson (1974:20),
pendidikan adalah investasi utama dan penting dalam menciptakan
human capital. karena itu, proses pendidikan secara umum harus
memiliki keterkaitan dan kesepadanan secara mendasar serta
berkesinambungan dengan proses yang berlangsung di dunia kerja
(Zamroni, 2000: 10). Namun faktanya, proses pembelajran di
perguruan tinggi hanya mengedepankan aspek kognitif saja. Senada
dengan pendapat Muchtar Buchori, (dalam Cholisin, 2007) pendidikan
yang berlangsung di perguruan tinggi hanyalah memberi kemampuan
untuk menghafal dan daya ingat untuk menguasai materi yang
diberikan semata serta tidak mengembangkan kemandirian peserta
didik. Hasilnya pendidikan kita tidak mempunyai makna. Oleh karena
itu, satuan pendidikan harus memenuhi tiga aspek, yaitu
pengetahuan, ketrampilan (skill), dan membentuk karakter. Aspek
pengetahuan yang dikembangkan seharusnya dapat menunjang kebutuhan
ketrampilan (skill) yang terus berubah. Pentingnya materi
perkuliahan yang dikuasai mahasiswa harus bisa mengikuti
perkembangan kehidupan, kapan dan dimana pun.Ditambah dengan akan
diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC) pada akhir tahun
2015, menjadi tantangan bagi dunia pendidikan khususnya mahasiswa
untuk dapat menjadi pribadi yang kreatiif, inovatif, dan kompeten
karena kompetitivitas yang akan dihadapi dengan penduduk
negara-negara ASEAN lain. Berikut ini adalah hasil penelitian yang
dilakukan oleh penulis :
17
Gambar 2. Mahasiswa FPEB UPI Yang Memiliki Soft Skill
Dari 84 responden sebanyak 34,52 % merasa tidak memiliki soft
skill yaitu berupa kepercayaan diri, penilaian diri, kesadaran
emosional, pengendalian diri, perkembangan diri, manajemen waktu,
orientasi pelayanan, empati, kepemimpinan, komunikasi, kerjasama,
dan kemampuan berorganisasi. Sedangkan yang mengatakan iya memiliki
soft skill hanya 17,86 %. Yang lebih menghawatirkan yaitu yang
masih ragu-ragu dengan potensi dirinya yaitu sebanyak 47, 62 %,
merupakan yang paling banyak.Hal tersebut terjadi karena kurangnya
pembelajaran yang dilakukan dengan berorientasi soft skill. Fakta
yang terjadi, mahasiswa hanya mendapatkan pengetahuan dan teori
yang meningkatkan hard skillnya tanpa meningkatkan soft skill nya.
Gambar 3. Pentingnya Soft Skill Yang Harus Dimiliki Mahasiswa
Sebanyak 53,57 % dari 84 responden mengatakan bahwa soft skill
sangat penting untuk dimiliki oleh mahasiswa. 25 % mengatakan
ragu-ragu dan 9,52 % mengatakan tidak. Mahasiswa menyadari bahwa
setelah lulus dari bangku perkuliahan, soft skill sangat penting
dalam menyiapkan dirinya baik di dalam masyarakat maupun di dunia
kerja. B. Permasalahan dan Tantangan Pembelajaran Yang Dihadapi
Mahasiswa FPEB UPIDalam praksis pembelajaran dijumpai kondisi
sebagaimana dinyatakan Al Rasyid (2010) dan Rachman (2012)
bahwasanya pendidikan di Indonesia ternyata masih berkutat pada
pendidikan gaya hard skill saja, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang
keilmuan yang dipelajari (Furhan, 2011), atau menjadikan aspek
kognitif sebagai tujuan dari proses belajar-mengajar (Zulkhairi,
2012). Proses pembelajaran berorientasi pada hard skill menekankan
peran guru atau dosen sebagai pemilik kelas (teacher center) dengan
tugas mengajar (teaching), yaitu mentransfer pengetahuan. Bahkan
secara ekstrim dinyatakan, kondisi yang ada dalam proses
pembelajaran adalah hard skill, tidak ada pembelajaran soft skill.
Guru sebagai ahli dalam bidang ilmu dan juga contoh atau model
nyata dari pribadi yang ideal. Sedangkan siswa merupakan penerima
pengajaran yang baik, yang sesungguhnya sebagai penerima informasi
yang pasif (Sulistyo, 2009). Sailah (2008) menyatakan bahwa dalam
praktek sistem pendidikan Indonesia saat ini khususnya di perguruan
tinggi, porsi pengembangan soft skills hanya diberikan rata-rata
10% saja dalam kurikulumnya, sementara itu 90% nya berisi hard
skills. Dengan begitu, tidak heran jika rata-rata mahasiswa
perguruan tinggi di Indonesia hanya berorientasi pada nilai tanpa
memperhatikan kompetensi, keterampilan dan keahlian yang
dimilikinya. Mahasiswa yang ingin memiliki keahlian yang tinggi
didalam bidang yang diminatinya harus menempuh pendidikan profesi.
Dan itu pun hanya untuk beberapa bidang, seperti kedokteran,
notaries, akuntan, guru, psikologi, dan sebagainya. Permasalahan
yang dihadapi oleh mahasiswa yaitu sistem pendidikan yang lebih
mengedepankan hardskill dibandingkan softskill. Untuk itu bagaimana
perguruan tinggi dapat memfasilitasi para mahasiswa untuk lebih
menggali keterampilan dan keahlian sesuai bidang atau jurusan nya
masing-masing. Dan bagaimana mahasiswa dapat membantu menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di masyarakat dengan kompetensi yang
dimilikinya. Berikut hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis
:Gambar 4. Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Di
Kelas
Gambar 5. Tingkat Efektivitas Pembelajaran di Kelas
Dari 84 responden sebanyak 57,14 % merasa tidak puas dengan
pembelajaran yang terjadi di kelas dan sebanyak 44,05 % merasa
pembelajaran yang dilakukan di kelas tidak efektif. Sebanyak 32,14
% dan 35,71 mengatakan ragu-ragu mengenai tingkat kepuasan dan
efektivitas pembelajaran di kelas. Sisanya 10,71 % dan 20,24 %
mengatakan puas dan pembelajaran di kelas efektif. Dari hasil
penelitian diatas dapat dilihat bahwa, setengah dari mahasiswa
Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis merasa pembelajaran yang
terjadi di kelas tidak efektif dalam memberikan skill yang harus
disiapkannya untuk menghadapi dunia kerja.
Gambar 6. Pengaruh Pembelajaran di Kelas Terhadap Hard Skill
Mahasiswa
Gambar 7. Pengaruh Pembelajaran di Kelas Terhadap Soft Skill
Mahasiswa
Sebanyak 47,62 % dari responden mengatakan bahwa pembelajaran
yang terjadi di kelas meningkatkan hard skill mahasiswa dan
sebanyak 50 % mengatakan tidak meningkatkan soft skill yang harus
dimiliki mahasiswa. Sebanyak 36,90 % dan 32,14 % ragu-ragu terhadap
hard skill dan soft skill yang ditingkatkan di dalam pembelajaran.
Sebanyak 15,48 % dan 17,86 % mengatakan bahwa pembelajaran yang
terjadi tidak hanya meningkatkan hard skill saja, tapi juga soft
skill.
C. Implementasi Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
(Empowering of People)Gambar 8. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa
Tentang Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
Gambar 9. Pentingnya Melakukan Pembelajaran Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat
Sebanyak 52,38 % responden dari 84 responden mengatakan
mengetahui tentang pembelajaran berbasis pemberdayaan masyarakat
dan sangat penting bagi mahasiswa untuk melakukan pengabdian kepada
masyarakat sebagai bentuk tugas mahasiswa dan untuk meningkatkan
soft skill dengan pembelajaran langsung di dalam masyarakat. 23,18
% dan 17,86 % responden ragu-ragu terhadap pernyataan diatas.
Sebanyak 23,81 % dan 29,76 % mengatakan tidak mengetahui tentang
pembelajaran berbasis pemberdayaan masyarakat (Empowering of
Society Based Learning) dan dinilainya pembelajaran tersebut tidak
menunjang dalam meningkatkan soft skill mahasiswa.
1. Deskripsi Konsep Universitas Sosial, Pembelajaran Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based learning)
Universitas Sosial merupakan nama program pembelajaran dengan
bentuk pelatihan sebagai bentuk pengabdian yang dilakukan oleh
mahasiswa dengan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat
(empowering of society). Konsep Universitas disini maksudnya yaitu
masing-masing kelompok dari setiap program studi berkumpul di dalam
suatu masyarakat atau desa untuk melakukan kajian terhadap masalah
yang dihadapi oleh suatu desa, kemudian memberikan solusi yang
efektif dan dampak positif terhadap desa tersebut. Program ini
dilakukan secara kolaboratif dan sinergis oleh mahasiswa dari
masing-masing program studi. Program ini akan dilakukan atau
diaplikasikan oleh semua mahasiswa tingkat dua (semester 4)
bekerjasama dengan Dosen, Program Studi, Fakultas, Bidang
Kemahasiswaan dan Rektor atau Universitas. Tujuan Pelaksanaan
program ini yaitu untuk memfasilitasi mahasiswa dalam meningkatkan
keterampilan yang dimilikinya berupa soft skill dan memperdalam
hard skill yang diterima melalui pembelajaran di kelas. Selain itu,
pelaksanaan program ini juga akan memberikan dampak yang besar
kepada masyarakat melalui pemberdayaan berbagai aspek kehidupan
yang dilakukan oleh mahasiswa, seperti pendidikan, kesehatan,
ekonomi, kewirausahaan, pertanian, dan lain sebagainya. Mahasiswa
dari setiap program studi masing-masing dapat melakukan perubahan
kepada desa yang membutuhkan bantuan dengan solusi yang ditawarkan,
tentu solusi tersebut berdasarkan hasil observasi, analisis, dan
studi empirik yang dilakukan.2. Pelaksanaan Model Pembelajaran
Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based
Learning)Universitas Sosial diaplikasikan oleh semua mahasiswa
tingkat dua semester 4 masing-masing program studi. Setiap program
studi membagi kelompok mahasiswa yang akan melakukan pemberdayaan
masyarakat, kelompok tersebut disebut Tim Pemberdaya. Setiap Dosen
membimbing beberapa kelompok Tim Pemberdaya. Kemudian setiap
kelompok Tim Pemberdaya mendapatkan satu Desa Pemberdayaan
ditentukan oleh keputusan program studi masing-masing. Desa-Desa
Pemberdayaan tersebut merupakan hasil keputusan dari universitas
yang merupakan desa-desa yang membutuhkan bantuan atau
pemberdayaan. Selanjutnya setiap Tim Pemberdaya dari setiap program
studi melakukan pemberdayaan masyarakat dengan lang-langkah sebagai
berikut :
a. Pengenalanb. Identifikasi Masalahc. Analisis Faktor
Penyebabd. Pemberian Solusie. Pelaksanaan Program Solusif.
Penggalian Potensi Lokal Masyarakatg. Evaluasih. Pendampingan
(Mentoring)
Pelaksanaan Program SolusiEvaluasiIdentifikasi MasalahPencarian
SolusiAnalisis Faktor PenyebabPengenalanPenggalian Potensi Lokal
DesaPendampingan
Gambar 10. Model Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
(Empowering of Society based Learning)Penjelasan Langkah-Langkah
dari proses pemberdayaan :a. Pengenalan Pada tahap ini, Tim
Pemberdaya dan Dosen Pembimbing melakukan pengenalan kepada pejabat
pemerintah desa setempat seperti Kepala Desa, Aparatur Desa, Tokoh
masyarakat, lingkungan desa, masyarakat setempat dan Tim Pemberdaya
dari program studi lain.b. Identifikasi MasalahSetiap Tim
Pemberdaya melakukan analisis terkait masalah yang dihadapi oleh
desa pemberdayaan sesuai dengan keahlian atau program studi
masing-masing. Contoh : Tim Pemberdaya program studi pendidikan
mengidentifikasi permasalahan pendidikan yang terjadi di dalam
masyarakat tersebut, begitu pula dengan tim pemberdaya yang lain.
Tahap identifikasi masalah, tim pemberdaya dibantu oleh pejabat
desa dan masyarakat dengan mewawancarai dan survei lapangan
mengenai permasalahan yang dihadapi.c. Analisis Faktor
PenyebabSetiap tim pemberdaya melakukan analisis terhadap
faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Tahap ini, tim pemberdaya dapat meminta bantuan
masyarakat atau dapat dilakukan dengan diskusi internal kelompok.d.
Pemberian SolusiSetelah mengidentifikasi permasalahan yang terjadi
di dalam masyarakat, Tim Pemberdaya melakukan bimbingan kepada
Dosen Pembimbing dengan melaporkan hasil identifikasi masalah dan
faktor penyebab permasalahan untuk bersam-sama mencari solusi yang
efektif untuk permasalahan tersebut. Kemudian melakukan presentasi
kepada pejabat desa dengan menawarkan solusi yang telah dirumuskan.
Presentasi solusi ini dilakukan secara kolaboratif oleh semua tim
pemberdaya yang ada di desa terkait masing-masing aspek
permasalahan.e. Pelaksanaan Program SolusiSetelah Tim Pemberdaya
melakukan bimbingan dengan Dosen Pembimbing untuk merumuskan
solusi-solusi efektif yang akan dilaksanakan, selanjutnya Tim
Pemberdaya melakukan program solusi yang telah direncanakan bekerja
sama dengan pejabat desa dan masyarakat setempat. f. Penggalian
Potensi Lokal MasyarakatSetiap daerah atau desa memiliki kelebihan,
keunggulan dan potensi masing-masing. Untuk itu, semua Tim
Pemberdaya dari masing-masing program studi melakukan kolaborasi
dengan bimbingan dari Dosen Pembimbing untuk menggali potensi yang
dimiliki oleh masyarakat, kemudian dikembangkan bersama-sama
masyarakat dan pejabat desa. Program penggalian potensi ini dapat
dilakukan dengan memfokuskan program yang menjadi keunggulan
masyarakat. Contoh : desa yang memiliki potensi ukiran, maka akan
dilakukan program untuk mengembangkan keterampilan masyarakat dalam
menghasilkan ukiran yang bernilai ekonomi tinggi. Tentu saja
program ini dilakukan bekerja sama dengan pejabat desa dan
masyarakat.g. EvaluasiSetiap tim pemberdaya melakukan evaluasi
terhadap program yang dilakukannya masing-masing terkait kekurangan
dan kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program. Evaluasi ini
dilakukan oleh setiap tim pemberdaya masing-masing program studi.
h. Pendampingan (Mentoring)Program pendampingan dilakukan kepada
semua program-program yang telah dilakukan oleh semua tim
pemberdaya dengan tujuan untuk mengawasi program yang telah
berjalan, melakukan perbaikan atas evaluasi program dan membimbing
dalam perkembangan program kegiatan. Pendampingan ini dilakukan
oleh setiap tim pemberdaya maupun secara kolaboratif oleh semua tim
pemberdaya dengan bimbingan dari dosen pembimbing.i. Pelaporan
(Report)Tahap yang terakhir yaitu menyusun laporan secara lengkap
terkait dengan program kegiatan yang sudah dilakukan mulai dari
deskripsi desa, permasalahan, faktor penyebab, pencarian solusi,
pelaksanaan program, evaluasi kegiatan, dan pendampingan yang
dilakukan. Pelaporan ini dilakukan oleh masing-masing tim
pemberdaya setiap program studi.
Rektor Universitas Pendidikan IndonesiaWakil rektor Bidang
KemahasiswaanFPOKSemua Program Studi Masing-Masing
FakultasPembentukan Tim pemberdaya masing-masing prodiPembentukan
Gabungan Tim pemberdaya setiap DesaPemberdayaanPra
kegiatanPelaksanaan pemberdayaan
MasyarakatEvaluasiMentoringPelaporanFPIPSFPMIPAFIPFPEBFPTKFPBS
Gambar 11. Alur Universitas Sosial, Pembelajaran Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of People)
Program Universitas Sosial berada dibawah tanggung jawab
langsung Rektor Universitas. Rektor memberikan Surat Keputusan (SK)
kepada Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, kemudian diberikan kepada
Dekan masing-masing Fakultas, dan berakhir di Ketua Prodi
masing-masing fakultas. Setelah itu dilakukan pembentukan Tim
Pemberdaya di program studi masing-masing semua fakultas, setiap
Tim Pemberdaya terdiri dari 5 orang. Kemudian program studi
memutuskan desa pemberdayaan untuk setiap tim pemberdaya dan
penentuan dosen pembimbing bagi tim pemberdaya. Dari penentuan desa
pemberdayaan, maka tim pemberdaya satu program studi akan bergabung
dengan tim pemberdaya program studi lain. Selanjutnya gabungan tim
pemberdaya tersebut bertanggung jawab untuk melakukan pemberdayaan
di desa yang sudah ditentukan. Setiap tim pemberdaya dari setiap
program studi berkolaboratif bersama-sama dalam melakukan
pemberdayaan sesuai dengan keahlian bidang program studinya
masing-masing.28
Program ini dapat meningkatkan soft skill mahasiswa dengan
melakukan pembelajaran langsung di masyarakat, karena pembelajaran
pengakaman langsung yang dialaminya maka mahasiswa dituntut untuk
memiliki keterampilan kepemimpinan, komunikasi, kepercayaan diri,
problem solving, interaksi sosial yang tinggi.
BAB VPENUTUP
A. KesimpulanMasyarakat yang memiliki pendidikan yang tinggi
menjadi indikator mempunyai keterampilan (skills) dan keahlian
(expertise) yang tinggi pula. Namun tidak sedikit mahasiswa dan
lulusan perguruan tinggi yang bingung terhadap kompetensi yang
dimilikinya bahkan menjadi pengangguran karena kompetensi tidak
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan dan dunia kerja.
Keterampilan dan keahlian akan berdampak pada derajat kesejahteraan
kehidupan. Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index
Indonesia menggambarkan tingkat kesejahteraan manusia dari berbagai
aspek, salah satunya pendidikan. Pada tahun 2011, IPM Indonesia
berada di posisi 124 dari 187 negara (Data survei UNDP). Hal
tersebut menunjukkan bahwa tingkat kompetensi penduduk Indonesia
sangat rendah.Pembelajaran yang terjadi di perguruan tinggi masih
hanya berorientasi pada aspek kognitif semata, sehingga tidak heran
keterampilan dan keahlian mahasiswa sangat rendah. Kurangnya
kesempatan untuk memperaktekan langsung pengetahuan yang didapatnya
dikelas menjadi permasalahan yang dihadapi mahasiswa. Sistem
pendidikan yang berlaku masih memprioritaskan hardskill
dibandingkan softskill. Padahal 80 % kkeberhasilan seseorang
ditentukan oleh softskillnya. Tantangan yang dihadapi yaitu semakin
kompetitifnya dunia pendidikan dan dunia kerja. Untuk itu,
mahasiswa dituntut untuk memiliki kompetensi yang tinggi.
Universitas Masyarakat adalah model pembelajaran berbasis
pemberdayaan masyarakat (empowering of people) guna meningkatkan
skiils dan expertise mahasiswa dengan studi lapangan langsung
dimasyarakat mulai dari mengidentifikasi permasalahan yang terjadi,
sampai dengan pelaksanaan program atau kegiatan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut dan evaluasi kegiatan. Model pembelajaran
tersebut dilaksanakan selain sebagai wahana bagi mahasiswa untuk
mengasah keterampilan dan keahlian nya, juga sebagai wujud
pengabdian kepada masyarakat.29
B. SaranElemen kehidupan sangat kompleks dan berubah dengan
cepat, begitupun dengan dunia pendidikan. Maka perlu dilakukan
inovasi secara berkelanjutan model pembelajaran di perguruan tinggi
guna meningkatkan keterampilan dan keahlian mahasiswa yang berbasis
pada pemberdayaan dan pengabdian kepada masyarakat.
30
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (2009) Data Pengangguran Terbuka.
www.bps.go.idElfindri et al. 2010. Softskills untuk pendidik.
Baduose Media.Goleman, Daniel. 2005. Kecerdasan Emosi untuk
Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Media.R. Harry
Hikmat. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora
Utama Press.Isbandi Rukminto Adi. 2002. Pemikiran-pemikiran dalam
Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit
FE-UI.James William Ife.1995. Community Development: Creating
Community Alternatives Vision and Analysis. Melbourne: Longman
Australia Pty Ltd.David Osborne and Ted Gabler. 1993. Reinventing
Government. A Plume Book..UNDP : Human Development Report
2011.www.wikipedia.comUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
LAMPIRANLAMPIRAN 1Kuesioner Penelitian
UNIVERSITAS SOSIAL (EMPOWERING OF SOCIETY BASED LEARNING) :
SOLUSI MENINGKATKAN SKILL DAN EXPERTISE MAHASISWA DALAM MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (AEC) 2015Nama:Pekerjaan:Jenis
Kelamin:Umur:1 Apakah anda puas dengan model pembelajaran yang
diterapkan di kelas selama ini ? a. Yab. Raguc. Tidak2. Menurut
anda efektif atau tidak metode pembelajaran yang diterapkan di
kelas ?a. Yab. Raguc. Tidak3. Apakah pembelajaran di kelas
meningkatkan hard skill anda ?a. Yab. Raguc. Tidak4. Apakah
pembelajaran di kelas meningkatkan soft skill anda ?a. Yab. Raguc.
Tidak5. Apakah anda memiliki keterampilan soft skill ?a. Yab.
Raguc. Tidak6. Menurut anda penting atau tidak keterampilan soft
skill ?a. Yab. Raguc. Tidak7. Apakah anda tahu model pembelajaran
berbasis pemberdayaan masyarakat ?a. Yab. Raguc. Tidak8. Menurut
anda penting atau tidak mahasiswa melakukan pengabdian (sevice)
kepada masyarakat ?a. Yab. Raguc. Tidak