1 | Page Oleh : YAKUB DEDY KARYAWAN Meningkatnya tren kepemilikan mobil dan penggunaannya berdampak terhadap peningkatan biaya sosial dan lingkungan, seperti kemacetan, kebisingan, polusi udara, dan penipisan energi sebagai bentuk konsekuensi masa depan yang dirasakan oleh semua negara (Goodwin, 1996; Greene dan Wegener, 1997; Sperling, 1995). Jakarta sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia, sekaligus menjadi pusat ekonomi, politik, budaya dan sosial menghadapi permasalahan transportasi perkotaan yang sangat kompleks. Dalam keseharian, permasalahan yang dapat dilihat adalah kemacetan di hampir seluruh jaringan jalan di kota Jakarta dan berimbas di kota sekitarnya. Tingkat kemacetan di kota Jakarta, apabila dibandingkan dengan kota-kota lain di dunia, sudah termasuk dalam kategori yang membahayakan baik dari segi ekonomi dan sosial. Kondisi kemacetan Jakarta yang semakin parah ini dikarenakan kemampuan ruas jalan di Jakarta untuk menampung arus atau volume lalu lintas dalam satuan waktu tertentu semakin menurun. Dengan menurunnya kapasitas jalan ini akan sangat mempengaruhi efisiensi dari pergerakan lalu lintas dan kinerja jalan. Hal ini merujuk pada data bahwa panjang jalan di wilayah DKI Jakarta adalah 7.650 Km dengan luas jalan 42,3 Km 2 atau sama dengan 6,2 % luas wilayah DKI Jakarta (sedangkan idealnya adalah 10-20%), adapun angka pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 % per tahun. Kondisi ini tentunya sangat tidak sebanding dengan laju pertumbuhan rata-rata kendaran bermotor, yaitu ± 11,23% per tahun di wilayah Jadetabek (DKI = 8,7% per tahun dan Detabek = 15,3% pertahun). Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang jalan di Jakarta memang diperlukan suatu kebijakan pengendalian pergerakan lalu lintas kendaraan di jalan. Dan kebijakan pembatasan lalu lintas kendaraan pribadi di Jakarta yang sampai saat ini diberlakukan adalah 3 in 1. Yaitu dengan menetapkan kawasan pengendalian lalu lintas dan kewajiban mengangkut minimal 3 (tiga) orang per kendaraan pada ruas – ruas jalan dan waktu tertentu. Bagaimana hasilnya ? Ternyata kebijakan ini tidak efektif dalam mengatasi kemacetan di Jakarta. Dan justru menimbulkan dampak sosial lain seperti semakin menjamurnya joki-joki 3 in 1. Saat ini Pemprov DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya secara intensif melakukan kajian ulang tentang rencana penerapan sistem pembatasan kendaraan berbasis plat nomor ganjil dan genap. Sistem tersebut sebenarnya sudah lama menjadi
18
Embed
PEMBATASAN LALU LINTAS KENDARAAN BERBASIS PLAT NOMOR GANJIL GENAP DI JAKARTA SEBAGAI LANGKAH PALIATIF DALAM MENGATASI KEMACETAN
Rencana penerapan sistem pembatasan lalu lintas kendaraan berbasis plat nomor ganjil genap di Jakarta akan diberlakukan pada awal tahun 2013 ini. Mampukah sistem ini meredusir tingkat kemacetan di Jakarta s.d 30 s.d 40% ? Efektifkah sistem ini diterapkan sebagai salah satu solusi mengatasi kemacetan Jakarta ?
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1 | P a g e
Oleh : YAKUB DEDY KARYAWAN
Meningkatnya tren kepemilikan mobil dan penggunaannya berdampak
terhadap peningkatan biaya sosial dan lingkungan, seperti kemacetan, kebisingan,
polusi udara, dan penipisan energi sebagai bentuk konsekuensi masa depan yang
dirasakan oleh semua negara (Goodwin, 1996; Greene dan Wegener, 1997;
Sperling, 1995).
Jakarta sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia, sekaligus menjadi pusat
ekonomi, politik, budaya dan sosial menghadapi permasalahan transportasi
perkotaan yang sangat kompleks. Dalam keseharian, permasalahan yang dapat
dilihat adalah kemacetan di hampir seluruh jaringan jalan di kota Jakarta dan
berimbas di kota sekitarnya. Tingkat kemacetan di kota Jakarta, apabila
dibandingkan dengan kota-kota lain di dunia, sudah termasuk dalam kategori yang
membahayakan baik dari segi ekonomi dan sosial.
Kondisi kemacetan Jakarta yang semakin parah ini dikarenakan kemampuan
ruas jalan di Jakarta untuk menampung arus atau volume lalu lintas dalam satuan
waktu tertentu semakin menurun. Dengan menurunnya kapasitas jalan ini akan
sangat mempengaruhi efisiensi dari pergerakan lalu lintas dan kinerja jalan. Hal ini
merujuk pada data bahwa panjang jalan di wilayah DKI Jakarta adalah 7.650 Km
dengan luas jalan 42,3 Km2 atau sama dengan 6,2 % luas wilayah DKI Jakarta
(sedangkan idealnya adalah 10-20%), adapun angka pertumbuhan panjang jalan
hanya 0,01 % per tahun. Kondisi ini tentunya sangat tidak sebanding dengan laju
pertumbuhan rata-rata kendaran bermotor, yaitu ± 11,23% per tahun di wilayah
Jadetabek (DKI = 8,7% per tahun dan Detabek = 15,3% pertahun).
Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang jalan di Jakarta
memang diperlukan suatu kebijakan pengendalian pergerakan lalu lintas kendaraan
di jalan. Dan kebijakan pembatasan lalu lintas kendaraan pribadi di Jakarta yang
sampai saat ini diberlakukan adalah 3 in 1. Yaitu dengan menetapkan kawasan
pengendalian lalu lintas dan kewajiban mengangkut minimal 3 (tiga) orang per
kendaraan pada ruas – ruas jalan dan waktu tertentu. Bagaimana hasilnya ?
Ternyata kebijakan ini tidak efektif dalam mengatasi kemacetan di Jakarta. Dan
justru menimbulkan dampak sosial lain seperti semakin menjamurnya joki-joki 3 in 1.
Saat ini Pemprov DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya secara intensif melakukan
kajian ulang tentang rencana penerapan sistem pembatasan kendaraan berbasis
plat nomor ganjil dan genap. Sistem tersebut sebenarnya sudah lama menjadi
2 | P a g e
wacana dan urung diterapkan karena ada kendala tehnis. Dan direncanakan pada
awal tahun 2013 akan diterapkan pada Koridor 3 in 1 eksisting dan Jalan Rasuna
Said – Kuningan, Jakarta Selatan.
HASIL KAJIAN AWAL
Kondisi VCR ruas jalan arteri di Jakarta pada tahun 2005 sudah ada banyak
yang > 1 atau dalam kondisi arus lalu lintas macet. Di antaranya : Jl. Gatot Subroto
(V/C= 1,3), Jl. DI. Panjaitan (V/C=1,9), Jl. Jendral A.Yani (V/C= 1,6) dan Jl. Raya
Bekasi (V/C=1,2). Menurut hasil riset Japan International Corporation Agency (JICA),
Jika arah perkembangan kota dan sistem transportasi tidak segera dibenahi dengan
serius, maka diprediksi pada tahun 2014 sistem transportasi Jakarta akan
mengalami permanent gridlock (lumpuh total).
3 | P a g e
Tingkat Volume lalu lintas di semua ruas jalan di Jakarta dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan yang tajam. Hal ini dapat terlihat dalam grafik di bawah ini :
Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang jalan di Jakarta,
maka idealnya usulan penerapan sistem ganjil genap dapat diberlakukan pada
koridor Extended CBD Area (lihat peta di bawah ini).
4 | P a g e
Dengan diberlakukanya sistem ganjil genap pada koridor Extended CBD Area,
maka diharapkan akan terjadi penurunan volume lalu lintas yang pada akhirnya
berdampak bagi peningkatan kemampuan ruas jalan menampung lalu lintas
kendaraan. Sehingga keadaan arus lalu lintas akan lebih lancar.
Usulan awal penerapan sistem ganjil genap yang ideal pada koridor Extended
CBD Area ini lebih sulit diterapkan, dengan alasan : banyaknya kelengkapan atau
sarana prasarana penunjang yang harus disiapkan (sarana transportasi baik jumlah
armada dan peningkatan sistem pelayanan, penempatan rambu, kantong-kantong
parkir, peralatan pengawas, dan lain-lain); banyaknya perumahan yang ada di CBD
dan sekitarnya sehingga berpotensi terjadi kebocoran / banyak pelanggaran dan
sulitnya mendeteksi gerakan kendaraan; kurangnya jalan alternatif, membutuhkan
jumlah personil yang besar untuk melakukan pengawasan / law enforcement . Di
samping itu dipastikan potensi penolakan masyarakat sangat besar terhadap
penerapan kebijakan pembatasan lalu lintas kendaraan tersebut.
Dengan berbagai permasalahan di atas, maka fase I usulan penerapan sistem
ganjil genap diberlakukan pada koridor 3 in 1 eksisting (Jl. Sisingamangaraja, Jl.
Jendral Sudirman, Jl. MH. Thamrin, Jl. Medan Merdeka Barat, Jl. Majapahit, Jl.
Hayam Wuruk dan sebagian Jl. Jendral Gatot Subroto – Balai Sidang Senayan s.d
persimpangan Jl. HR Rasuna Said) dan sepanjang ruas Jl. HR Rasuna Said.
5 | P a g e
Analisis jam sibuk kawasan 3 in 1 eksisting dan Jl. HR. Rasuna Said sesuai
hasil pengamatan Konsultan PT. Pamentori pada tahun 2011 baik to CBD maupun
from CBD pada peak pagi pada pukul 07.00 s.d 10.00 WIB dan pada peak sore pada
pukul 16.30 s.d 19.30 WIB. Dan waktu inilah yang dianggap paling ideal diterapkan
sistem pembatasan ganjil genap (lihat tabel di bawah).
Komposisi plat nomor ganjil dan genap adalah 49,90% genap (angka akhir 0, 2,
4, 6 dan 8) dan 50,10% ganjil (angka akhir 1, 3, 5, 7 dan 9). Dari sisi komposisi
jumlah hampir berimbang , namun jika diterapkan setiap hari kerja Senin s.d Jum’at
(lima hari kerja) berarti masing-masing plat nomor kemungkinan dapat giliran off
dalam seminggu ada yang 2 kali dan ada yang 3 kali. Misalkan plat nomor ganjil
dilarang dioperasionalkan pada hari Senin, Rabu dan Jum’at. Sedangkan plat nomor
genap dapat giliran pada hari Selasa dan Kamis saja.
MUNGKINKAH SISTEM INI MAMPU MEREDUSIR 30 s.d 40 % KEMACETAN
JAKARTA ?
Secara matematis memang betul dengan melihat komposisi jumlah antara plat
nomor genap dan ganjil. Namun karena yang diberlakukan sistem ini hanya untuk
kendaraan roda empat sedangkan persentase jumlah kendaraan roda empat
dibanding jumlah sepeda motor di wilayah Jadetabek s.d bulan Oktober 2011 adalah
25,89% (2.507.008 unit) : 74,11% (9.682.427 unit). Apalagi kita ketahui bahwa
kebutuhan perjalanan harian masyarakat di Ibu kota 32% nya adalah untuk
kebutuhan bekerja (home to work) dan sesuai dengan hasil penelitian Preliminary
Figures of Jutpi Commuter Survey (2010) bahwa mode share perjalanan untuk
bekerja di wilayah DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
6 | P a g e
Dengan demikian dimungkinkan sistem ini hanya mampu meredusir ± 11,74% volume lalu lintas kendaraan di koridor 3 in 1 eksisting dan Jl. HR. Rasuna Said pada jam pemberlakuan sistem genap ganjil saja.
Bagaimana dengan kemacetan di luar koridor tersebut ? Apakah juga mengalami penurunan ?
Dengan pemberlakuan kebijakan pembatasan ini akan muncul beberapa kemungkinan masalah, antara lain :
a. Mungkinkah masyarakat pengguna kendaraan pribadi yang biasa melewati
ataupun bertujuan akhir pada kawasan pemberlakuan sistem ini beralih ke
angkutan umum ? Dengan melihat tren penurunan minat masyarakat
menggunakan transportasi umum sepertinya sangat sedikit yang akan
mencoba beralih ke angkutan umum.
Justru yang akan terjadi, masyarakat berlomba-lomba mencari jalur alternatif
ataupun juga beralih menggunakan sepeda motor. Dengan demikian pada
ruas-ruas jalan lain sangat kecil kemungkinan terjadi penurunan volume
kendaraan pribadi. Dan kalaupun mengalami penurunan , maka volume sepeda
motor semakin meningkat.
7 | P a g e
b. Terjadinya peningkatan volume kendaraan pada koridor pararel sehingga menimbulkan kemacetan yang lebih parah. Adapun koridor pararel tersebut, antara lain : Koridor Casablanca – Satrio , Koridor Mas Mansyur – Cideng, Koridor Sultan Agung - Pejompongan, Koridor Asia Afrika – Palmerah dan Koridor Senopati – Mampang. Peningkatan volume ini bisa saja terjadi akibat menunggu batas akhir pemberlakuan pembatasan kendaraan , akibat antrian panjang kendaraan karena harus mencarai jalan-jalan sempit perumahan / gang sebagai jalur alternatif ataupun juga akibat antrian kendaraan / penyempitan jalan karena adanya penegakan hukum petugas terhadap kendaraan-kendaraan yang melanggar sistem ini.
PERMASALAHAN LAIN YANG AKAN DIHADAPI :
Pembatasan penggunaan kendaraan di jalan berdasarkan lisensi plat
kendaraan bermotor umumnya diterapkan sebagai tindakan sementara selama
keadaan darurat polusi udara, atau untuk mengurangi kemacetan lalu lintas selama
peristiwa besar / event kegiatan yang besar seperti olimpiade di Beijing - China
beberapa tahun yang lalu.
Dampak perjalanan tergantung pada bagaimana pembatasan diterapkan dan
kualitas alternatif transportasi. Pembatasan geografis penggunaan kendaraan,
seperti larangan mengemudi di daerah pusat kota, hanya menggeser perjalanan
kendaraan ke bagian lain dari wilayah perkotaan kecuali diimplementasikan dengan
disinsentif lain untuk mengemudi dan perbaikan-perbaikan pedestrian untuk berjalan,
jalur bersepeda dan peningkatan pelayanan angkutan umum. Demikian pula,
pembatasan berdasarkan nomor lisensi memiliki sejumlah masalah (Goddard, 1997),
antara lain :
Banyak perjalanan hanya bersifat ditangguhkan/ tidak dihilangkan. Jika pengendara berencana untuk pergi berbelanja dengan mobil, mereka hanya akan menundanya sampai jam berikutnya, sehingga tidak ada penurunan aktual dalam jarak tempuh atau emisi; Dengan demikian, pembatasan ini hanya sedikit mengurangi lalu lintas pada periode puncak (peak hours) pada ruas-ruas jalan tertentu saja dan lebih tinggi tingkat efektifitasnya dalam mengurangi dampak perjalanan (kemacetan, polusi, biaya, pemborosan BBM, dan lain-lain) bila lebih mengutamakan peningkatan penyediaan dan pelayanan angkutan umum sebagai moda utama transportasi, peningkatan penggunaan sepeda maupun berjalan kaki;
Dampak Perjalanan Penilaian Komentar Mengurangi lalu lintas total. 1 Tergantung pada tindakan yang dilakukan. Mengurangi lalu lintas periode puncak. 2 Untuk waktu berbasis pembatasan. Pergeseran puncak ke off-peak periode. 2 " Meningkatkan akses, mengurangi kebutuhan
untuk perjalanan. 1 Mengurangi lalu lintas dapat
meningkatkan kondisi bersepeda dan
berjalan Peningkatan angkutan umum. 3 Sangat bermanfaat Peningkatan bersepeda. 3 Sangat Bermanfaat Peningkatan berjalan. 3 Sangat Bermanfaat
8 | P a g e
Banyak rumah tangga kaya membeli mobil kedua dengan nomor yang tidak sama ganjil atau genap dengan kendaraan yang sebelumnya, sehingga mereka memiliki satu kendaraan yang siap dioperasionalkan setiap hari. Hal ini terjadi di Mexico City saat penerapan pembatasan kendaraan berbasis plat nomor ini diterapkan. Di mana masyarakat kaya cenderung membeli kendaraan kedua yang murah, lebih tua, dan menghasilkan polutan tinggi. Sehingga akibat adanya kebijakan tersebut, di Mexico City terjadi lonjakan jumlah kepemilikan kendaraan; Untuk itulah, pembatasan berdasarkan nomor lisensi atau sistem serupa harus dilaksanakan secara singkat, bila tidak maka pengendara cenderung mencari dan menemukan cara untuk menghindari kebijakan tersebut (contohnya : membeli kendaraan kedua).
Bagaimana dengan para pengendara di ibu kota Jakarta ? Akankah mereka
mencari dan menemukan cara menghindar ? Seperti yang telah diuraikan di atas, di
mana dimungkinkan akan terjadi lonjakan jumlah penggunaan sepeda motor di jalan,
mencari jalur alternatif dan atau menunggu di ruas-ruas jalan dekat kawasan
pemberlakuan sistem ganjil genap yang berdampak penumpukan volume lalu lintas
di luar koridor. Di samping itu, dimungkinkan juga terjadi peningkatan penggandaan
plat nomor / penggunaan nomor palsu di jalan raya.
Permasalahan dalam penegakan hukum bagi pelanggar sistem pembatasan
lalu lintas kendaraan berbasis plat nomor ganjil genap antara lain :
Perlunya pengerahan petugas Polantas yang banyak untuk mengisi setiap titik ruas jalan terutama pada akses keluar/masuk kawasan yang jumlahnya cukup banyak dan dibutuhkan rambu yang cukup banyak sebagai dasar dari penegakan hukum itu sendiri ;
Contoh :
Jumlah petugas Polantas yang harus ditempatkan pada akses jalan masuk dan sekitaran koridor pararel menuju Jl. HR. Rasuna Said minimal diperlukan ± 45 personil. Belum lagi petugas yang harus ditempatkan untuk mengcover koridor 3 in 1 eksisting.
9 | P a g e
Tidak adanya area / kantong-kantong penindakan, sehingga bila terjadi pelanggaran dan dilakukan penegakan hukum dipastikan akan mengganggu kelancaran arus lalu lintas kendaraan yang lain. Apalagi bila pelanggaran tersebut dilakukan secara bersama-sama (dalam jumlah kendaraan yang cukup banyak);
Karena pembatasan berbasis plat nomor ganjil genap, maka petugas dituntut jeli dalam melakukan pengawasan dan tentunya membutuhkan konsentrasi petugas dan sangat menguras energi sehingga kegiatan lain petugas seperti penjagaan dan pengaturan lalu lintas juga ikut terganggu;
Banyaknya gang-gang kecil dan akses jalan lainnya menuju / dari kawasan , kecilnya obyek plat nomor yang harus diawasi serta tingginya volume lalu lintas baik yang akan masuk kawasan maupun keluar kawasan serta banyaknya tugas lain yang diemban petugas Polantas (pengamanan rute VVIP, pengamanan unjuk rasa, pengaturan dan penjagaan lalu lintas, TPTKP awal dan lain-lain) , maka sangat memungkinkan terjadi kebocoran (banyaknya kendaraan yang dilarang memasuki / berada di kawasan pada saat diberlakukan jam pembatasan).
EFEKTIFITAS ATURAN GANJIL GENAP DALAM MENGATASI KEMACETAN
Beberapa negara yang pernah menerapkan pembatasan kendaraan berbasis
plat nomor ini di antaranya adalah Mexico City dan Beijing.
Di Mexico City penerapan pembatasan kendaraan ini segera dihapus setelah
adanya trend lonjakan kepemilikan kendaraan kedua yang cenderung berusia tua
terutama bagi keluarga yang kaya, sehingga alih-alih untuk tujuan mengurangi
tingkat kemacetan malah muncul permasalahan baru yaitu meningkatnya polutan
dan volume kendaraan terutama pada peak di kawasan pemberlakuan aturan ini
tidak menunjukkan tren penurunan yang signifikan.
Sedangkan di Beijing, penerapan aturan plat nomor ganjil genap ini hanya
diberlakukan sementara saja selama perhelatan pesta olah raga Olimpiade ke 29
berlangsung. Pengaturan ganjil genap yang berlangsung hanya selama 2 (dua)
bulan itu, setiap harinya mampu mengambil sekitar 2 juta kendaraan off. Dampak
positif selama diberlakukan antara lain : volume lalu lintas berkurang ± 22,5%
dibanding dengan sebelumnya, emisi motor menurun dan kecepatan rata-rata
kendaraan pada peak pagi hari mencapai 30,2 Km/Jam (meningkat 6,7 Km/Jam)
sehingga travel time meningkat, jumlah kecelakaan berkurang 53,1%, 50%
pengguna kendaraan pribadi bergeser untuk menggunakan transportasi umum
(transportasi publik rata-rata mengangkut 19,3 juta penumpang setiap hari selama
Olimpiade). Angkutan bus mengangkut ± 13.140.000 penumpang setiap hari (68%),
Kereta bawah tanah mampu mengangkut 3,95 juta (meningkat 45% dibanding
sebelumnya) dan penumpang taxi meningkat 18% (2,24 juta penumpang).
Mengingat sistem pembatasan lalu lintas kendaran berbasis plat nomor ganjil
genap ini lebih cocok untuk diterapkan dalam waktu yang singkat, sehingga
10 | P a g e
kecenderungan pengguna jalan yang ingin selalu mencari dan menemukan cara-
cara menghindar yaitu seperti yang terjadi di Mexico City tidak terjadi, maka setelah
Olimpiade ke 29 di Beijing tepatnya pada tanggal 11 Oktober 2008, Pemerintah
mengeluarkan kebijakan TDM (Transportation Demand management) lainnya yaitu
dengan menerapkan kebijakan “ Drive one day less week “.
Perbandingan kecepatan rata – rata semua tingkat pada jalan Ring Road
kelima di Beijing ( Hari kerja : Km/Jam) baik saat sebelum dilakukan kebijakan
pembatasan lalu lintas kendaraan, pada saat diberlakukan aturan ganjil genap dan
pada saat diberlakukan “Drive one day less week) dapat kita lihat dalam tabel di