PEMBAGIAN ZAKAT TERHADAP GHARIM MENURUT FIKIH KLASIK DAN FIKIH KONTEMPORER ( Studi Kasus di Wilayah Johor Darul Takzim, Malaysia ) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh: Mohammad Suhaib Bin Atan NIM : 107044203951 KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1430 H / 2009 M
83
Embed
PEMBAGIAN ZAKAT TERHADAP GHARIM MENURUT FIKIH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1017/1/MOHAMMAD... · PEMBAGIAN ZAKAT TERHADAP GHARIM MENURUT ... Salah satu doa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMBAGIAN ZAKAT TERHADAP GHARIM MENURUT
FIKIH KLASIK DAN FIKIH KONTEMPORER
( Studi Kasus di Wilayah Johor Darul Takzim, Malaysia )
Artinya: “Dari Qubaishah bin al-Mukharik al-Hilal ia berkata: “Aku telah
memikul suatu beban (untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa),
tunggulah sampai dating zakat. Akan kami suruh untuk memberikan
kepadamu. Lalu beliau berkata pula, hai Qubaishah, meminta-minta ini
tidakah halal kecuali dalam tiga hal, seorang laki-laki memikul suatu
beban, maka halal lah ia meminta sampai lepas beban itu, kemudian
hendaklah ia berhenti, seorang laki-laki ditimpa suatu kerusakan atau
musibah yang amat sangat ketika itu ia meminta, sampai susahnya
hilang, maka berhentilah dan seorang laki-laki yang sudah sangat
melarat, sehingga sudah sampai bertiga kaumnya yang mampu
mengatakan, bahwa dia memang sudah sangat melarat, maka ketika itu
halallah dia meminta, sehingga dia dapat hidup. Lain dari itu wahai
Qubaishah kalau masih meminta-minta juga adalah itu suatu perbuatan
curang yang membawa mati dalam kehinaan. (Riwayat Imam Ahmad,
Muslim, an-Nasai dan Abu Daud).79
Orang yang berhutang karena kemaslahatan dirinya harus diberi sesuai
dengan kebutuhannya. Yang dimaksud dengan kebutuhan adalah kebutuhan untuk
membayar hutang. Apabila ia diberi bagian, tetapi tidak dibayarkan pada
hutangnya, atau ia membayar hutangnya sendiri, tetapi bukan dari harta zakat,
maka menurut pendapat yang benar, bahwa ia harus mengembalikan bagiannya
itu, karena ia sudah tidak memerlukannya lagi. Baik hutang itu sedikit atau
banyak, sebab yang diperlukannya adalah terbayarnya hutang atau besarnya
tanggung jawab terhadap hutang.80
Termasuk golongan kedua dari gharim ini adalah orang-orang yang
mempunyai hutang karena kemaslahatan orang lain.
Orang yang berhutang untuk kemaslahatan masyarakat, misalnya orang
yang terpaksa berhutang karena mendamaikan dua pihak yang berselisih, yang
untuk menyelesaikannya membutuhkan dana yang cukup besar, atau kelompok
79 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatu, (Mesir, Darul Fikr, 2002) juz. 3, h.
1933. 80 Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al-Umm. Penerjemah
Muhammad Yasir Abu Mutholib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004), h.514.
yang mengurus lembaga kemanusiaan, yang terpaksa berhutang untuk memenuhi
kebutuhan usaha lembaganya. Misalnya yayasan sosial yang memelihara anak
yatim piatu, orang-orang lanjut usia dan lainnya. Maka yang baik adalah beban itu
dipikulkan pada zakat, agar jangan mengecilkan keinginan orang yang ingin
berbuat baik, atau melemahkan kehendaknya. Maka mereka yang berhutang untuk
kemaslahatan masyarakat tentunya lebih utama pula untuk ditolong.81
Dari beberapa pendapat diatas, maka yang menjadi batasan seorang
gharim yang berhak menerima zakat menurut ulama kontemporer, gharim itu
berhutang untuk kemaslahatan sendiri bukan untuk hal yang mubah, gharim yang
berhutang karena menjamin hutang orang lain, gharim yang berhutang untuk
pembayaran denda karena pembunuhan yang tidak sengaja dan gharim itu
berhutang untuk kepentingan masyarakat banyak dan bukanlah digunakan untuk
suatu kemaksiatan. Mereka semua itu berhak atas zakat, yang tentunya mereka
harus memenuhi beberapa persyaratan diatas.
2. Kriteria Gharim Yang Tidak Berhak Menerima Zakat Menurut Fukaha
Kontemporer.
Wahbah Zuhaily mengemukakan bahwa orang yang berhutang untuk
dirinya tidak harus menerima zakat kecuali dalam keadaan fakir. Orang yang
mempunyai hutang tetapi tidak mampu membayarnya dan ia tidak berlaku boros
atau merusak hartanya, dengan catatan hutangnya itu bukan untuk tujuan maksiat,
maka tidak berhak untuk mendapatkan zakat. Atau secara sengaja berhutang
81 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta:UI Press,1998),
h.40.
tetapi ditangguhkan dengan tujuan untuk mendapatkan bagian zakat. Maka
gharim yang demikian tidak berhak menerima zakat karena telah mempunyai
tujuan yang tercela.
Adapun menurut Yusuf al-Qardhawy, batasan gharim yang tidak berhak
menerima bagian dari zakat adalah gharim yang masih mempunyai harta yang
dapat membayar hutangnya, sehingga apabila ia kaya dan mampu untuk menutupi
hutangnya dengan uang atau benda yang dimilikinya.
Adapun menurut Yusuf al-Qardhawy, batasan gharim yang tidak berhak
menerima bagian dari zakat adalah gharim yang masih mempunyai harta yang
dapat membayar hutangnya, sehingga apabila ia kaya dan mampu untuk menutupi
hutangnya dengan uang atau benda yang dimilikinya.
Melakukan suatu pekerjaan kemaksiatan yang diharamkan seperti judi,
zinah, minum minuman keras, atau melakukan kemaksiatan lainnya. Orang yang
hidupnya berlebih-lebihan dalam memberi nafkah pada diri dan keluarganya
walaupun untuk menikmati suatu hal yang diperbolehkan. Karena sesungguhnya
berlebih-lebihan terhadap hal yang diperbolehkan sampai berhutang, diharamkan
bagi setiap muslim. Apabila mereka diberi bagian dari zakat sama saja dengan
menolongnya berbuat maksiat kepada Allah SWT. Maka gharim seperti ini tidak
berhak menerima bagian dari zakat. Dan sebaiknya ia disarankan untuk bertaubat.
Jika orang yang mempunyai hutang diberi masa tenggang waktu, dalam hal ini
terdapat perbedaan pendapat.
Menurut satu pendapat, ia berhak menerima zakat karena ia termasuk
gharim. Menurut pendapat lain pula ia tidak berhak menerima zakat karena ia
tidak membutuhkannya pada waktu sekarang. Menurut pendapat yang lain lagi
yaitu apabila tenggang waktunya telah habis tahun itu juga, maka ia berhak
menerima zakat, dan apabila tidak, maka jangan diberi zakat pada tahun itu.
Menurut Yusuf al-Qardhawy, orang yang mempunyai harta benda dan
berhutang, jika dilunasi, maka sisa harta bendanya tidak mencukupi kebutuhan
hidup satu keluarganya, maka ia menahan bendanya sejumlah yang mencukupi
kebutuhan hidup satu keuarganya (dalam satu tahun atau seusia umur ghalib).
Kemudian sisanya dibuat melunasi hutangnya, dan apabila masih kurang maka
ditutupi oleh zakat dari jatah gharim.
E. Kedudukan Gharim Dalam Fikih
Zakat adalah ibadah maaliyyah yang mempunyai dimensi pemerataan
karunia Allah SWT sebagai fungsi sosial ekonomi sebagai perwujudan solidaritas
sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan
Islam, pengikat persatuan umat, sebagai pengikat batin antara golongan kaya dan
juga golongan miskin. Sarana membangun pendekatan antara yang kuat dengan
yang lemah, mewujudkan tatanan masyarakat sejahtera, rukun, damai, dan
harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tenteram aman lahir dan
batin.
Potensi dana zakat dapat menunjang terwujudnya system kemasyarakatan
Islam yang berdiri diatas lima perinsip yaitu: Ummatan Wahidah (umat yang
satu), Musawwamah (persamaan derajat dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyyah
(persaudaraan Islam), dan Takaful Ijtima (tanggung jawab bersama).82
82 Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CV. Pustaka Amri, 2005), cet. ke. 1 h. 7
Atas dasar itu pula zakat bertujuan merangsang kaum muslimin untuk
memenuhi hak dan kewajiban persaudaraan, memenuhi kewajiban untuk tolong
menolong dan mengharap keridhaan Allah SWT termasuk menolong orang yang
mempunyai hutang.
Itu semua merupakan jalan dan syariat Islam. Ia menolong orang yang
mempunyai hutang untuk membebaskannya dari belenggu hutang menghilangkan
kebinggungannya dan tidak meninggalkannya dalam keadaan jatuh tertumpuk
hutang serta diketahui kepailitannya.83
Sesungguhnya Islam dengan menutup
hutang orang yang berhutang menggunakan harta zakat, berarti telah
menempatkan dua tujuan yang utama:
1. Berhubungan dengan orang yang berhutang, dimana hutang telah
memberatkannya. Dengan sebab hutanglah ia dihinggapi kebingungan
diwaktu malam dan kehinaan dikala siang hari. Islam telah menutupi
hutangnya dan mencukupkan apa yang diperlukannya.
2. Berhubungan dengan orang yang merentangkan sesuatu hutang kepada
orang lain, dan menolongnya demi kemaslahatanyya. Maka ketika Islam
menolong orang untuk membayar hutangnya, ia pun meransang anggota
masyarakat untuk menghargai nilai-nilai kemanusiaan, melakukan
pertolongan, dan melakukan pinjam meminjam dengan cara yang baik dan
tidak membebani pihak yang lain.84
83 Didin Hafidhuddin, Hukum Zakat, (terj). (Jakarta: Pt. Pustaka Mizan, 1999), cet. ke. 1, h.
602
84 Ibid, h.632
Dari sisi ini zakat diberikan untuk menghilangkan riba dan demikian pula
syariat Islam telah menetapkan orang yang berhutang dan menghadapi kesulitan,
tidak dituntut menjual barang kebutuhan yang bersifat primer untuk membayar
hutangnya, sehingga ia hidup terlunta-lunta tidak mempunyai apa-apa untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ini adalah syariat Allah SWT yang adil dan penuh kasih sayang yang telah
lahir sejak empat belas abad yang lampau. Maka bagaimana bisa dipertandingkan
dengan aturan-aturan yang diciptakan manusia, aturan-aturan moderen dan
kebudayaan-kebudayaan baru yang mengakibatkan mudharat pada yang berhutang
sampai adanya pengumuman pailitnya, merusak rumah tangganya, tanpa ada
pertolongan sama sekali dari masyarakat dan pemerintahannya. Bagaiman pula bisa
menandingi syariat Allah yang adil dan penuh rahmat ini. Undang-undang Romawi
pada sebagian aturannya membolehkan orang yang meminjamkan untuk
memperbudak orang yang mempunyai hutang. Sebagian ulama meriwayatkan bahwa
perbuatan tersebut berlangsung terus sampai pada permulaan Islam, kemudian di
nasab dan tidak ada satu alasan pun bagi orang yang menghutangkan untuk
memperbudak orang yang berhutang.
Hutang itu bukan hanya membahayakan pribadi dan ketenteraman orang yang
berhutang saja akan tetapi juga berbahaya bagi akhlak dan perjalanan hidupnya.
Disinilah kedudukan gharim dalam Islam sangat diperhatikan. Perhatian Islam
terhadap orang yang berhutang dan yang mempunyai piutang dengan sifat umum
adalah perhatian yang menakjubkan yang penekanannya pada pribadi, yaitu:
4. Pertama ia harus mengajarkan anaknya untuk hidup sederhana, jangan sampai
meminjam.
5. Apabila si muslim dipaksa keadaan dan meminta, maka ia harus merusaha
dengan sunguh-sunguh untuk menepati janji dan cepat untuk
mengembalikannya.
6. Apabila ia tidak mampu membayar seluruh atau sebagian hutangnya dengan
alasan tidak mampu membayar, maka pemerintah harus ikut campur
menyelamatkan ia dari belenggu hutang yang menimpanya dan melemahkan
kedudukannya. Karena dikatakan hutang itu yang menyebabkannya bingung
diwaktu malam dan hina diwaktu siang.
BAB IV
STUDI KASUS DI PUSAT URUSAN ZAKAT
DI WILAYAH JOHOR DARUL TAKZIM
Negeri Johor adalah sebuah negeri yang pesat didalam perindustrian dan
pelancongan sejak dahulu lagi. Dengan sebab itu penduduknya begitu padat
dikarenakan permintaan tenaga kerja yang bertambah setiap tahun. Tingginya
kemajuan dan pembangunan yang berlaku di negeri Johor ini sedikit sebanyaknya
berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat serta kebutuhan yang semakin meningkat
dikalangan masyarakat. Apabila tingkat hidup semakin tinggi dan permintaan
terhadap keuangan masyarakat juga meningkat tinggi maka penggunaan masyarakat
terhadap uang juga tinggi dalam usaha kelompok masyarakat Islam dan desakan
kebutuhan hidup di zaman yang serba moderen ini. Walau bagaimanapun untuk
mendapatkan keterangan yang lebih jelas berkenaan masalah zakat yang terjadi di
negeri Johor, maka didalam bab ini penulis mengeluarkan data-data yang
bersangkutan tentang masalah zakat yang penulis peroleh dari Majlis Agama Islam
Negeri Johor dan Pusat Urusan Zakat Johor.
E. Wewenang Pusat Urusan Zakat Johor Dalam Hal Ehwal Zakat.
Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) mempunyai wewenang diseluruh negeri
Johor. Ia berwenang untuk mengutip zakat terhadap seluruh masyarakat Islam di
negeri Johor, Malaysia. Pada awalnya ia dibangun atas nama “NAQIB AZ ZAKAT”
pada tahun 1957 atas wewenang untuk mengutip serta membagikan zakat kepada
yang layak untuk menerimanya. Dan seterusnya pada tahun 1962 Naqib Az-Zakat
diganti kepada Jawatankuasa Zakat Dan Fitrah. Kemudian diletakkan dibawah
pentadbiran Majlis Agama Islam Negeri Johor dengan berlakunya Enakmen
Pentadbiran Islam tahun 1978 dan Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor
200385
.
Pada masa kini, di Negeri Johor, kesemua permohonan zakat adalah
diselengara oleh Majlis Agama Islam Negeri Johor dengan berdasarkan Enakmen
Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003.
Walaupun bidang kuasa Pusat Urusan Zakat Johor adalah berdasarkan kepada
Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003, Pusat Urusan Zakat Johor
(PUZJ) masih boleh mempertimbangkan terhadap permohonan zakat dari mustahik
yang tidak tinggal (menetap) didalam Negeri Johor. Jika Pusat Urusan Zakat Johor
(PUZJ) berpuas hati bahwa permohon telah lama menetap atau dia dapat
membuktikan ingin menetap di negeri Johor, ini adalah bertepatan dengan Enakmen
pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003 yaitu aturan-aturan dibawah Enakmen
Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor boleh berlaku ke atas sesiapa yang
tinggal menetap di Negeri Johor.86
Dengan syarat dibenarkan oleh Pendaftar
Mahkamah setelah dipertimbangkan atas kesulitan-kesulitan yang timbul dan demi
kebaikan87
.
85
Seksyen 4(1) Enakmen Pentadbiran Agama Islam Tahun 1978: “Hendaklah ditubuhkan
sesuatu Majlis Agama Islam Negeri Johor yang disebutkan dalam Bahasa Inggeris sebagai “ Council of the Religion of Islam Johore “ dan kemudian daripada ini disebutkan sebagai “ Majlis “ yang kekal turun
temurun”. 86 Ismail Hj. Hamzah, Sejarah Perekonomian Zakat : Perbandingan Dengan Undang-undang
(Pahang: Kolej Islam Pahang Pers, 2006), h. 144.
F. Fungsi Dan Pelaksanaan Zakat Di Negeri Johor.
Fungsi utama Pusat Urusan Zakat Johor adalah untuk memungut Zakat dan
Fitrah daripada orang Islam di negeri Johor serta membagikan uang kutipan Zakat
dan Fitrah kepada asnaf yang telah ditentukan serta yang layak untuk menerima.
Selain daripada itu juga, ia dilaksanakan untuk menjadikan zakat sebagai asas
pembangunan negara dan ummah. Obyektif zakat yang besar adalah untuk
menunaikan hak dan tanggungjawab kepada asnaf yang ditetapkan Syarak dan Syariat
Islam. Ia juga bisa meningkatkan taraf hidup golongan asnaf dalam semua bidang
kehidupan merangkumi aspek-aspek rohani, aqli dan jasmani serta membantu
melaksanakan usaha-usaha memantap dan meninggikan penghayatan agama Islam
agar semua masyarakat mempunyai kesadaran dan memiliki kefahaman yang tinggi.88
Pelaksanaan zakat di negeri Johor adalah dilaksanakan mengikuti hukum-
hukum Syariat Islam serta pembagiannya mengikut syarat dan aturan yang
terkandung didalam Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003. Harta
zakat dibagi mengikut keperluan asnaf berdasarkan keutamaan serta pemindahan
bagian dari satu asnaf ke asnaf yang lain dibenarkan berdasarkan kepada kebutuhan
dan lebihan yang ada. Tiada ijtihad lagi dalam masalah menentukan asnaf yang
menerima zakat kecuali pada perkara yang berkaitan dengan perlaksanaan pembagian
kepada asnaf89
. Semua pembagian zakat hendaklah dilakukan dengan pengawasan
87
Seksyen 4(1) Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor Tahun 2003 : “ Maka
hendaklah ada satu badan bernama “ Majlis Agama Islam Negeri Johor “ untuk membantu dan menasihati Sultan dalam perkara- perkara yang berhubungan dengan agama Islam "
88 Mohd. Abdullah Hj Fikri, Wibawa Zakat di Dalam Urusan Negara (Johor: Karangkraff Johor
dan kawalan rapi. Sebarang pembagian zakat yang meragukan perlu dirujuk kepada
Jawatankuasa Fatwa Johor dan Jawatankuasa Zakat Dan Fitrah90
. Pendistribusian
dilakukan dengan segera selepas dikenal pasti layak untuk menerima zakat. Tenaga
kerja yang terlibat memproses permohonan hendaklah menjalankan tugas dengan
segera bersesuaian dengan prinsip Muraqabah.91
Untuk mengetahui perkembangan
sumber zakat sejalan dengan perkembangan ekonomi moderen, kepada lembaga-
lembaga pengumpul zakat, baik Pusat Urusan Zakat (Badan Amil Zakat) lainnya,
yang ada dinegara ini untuk mensosialisasikan zakat dengan lebih luas dan merata.92
Para pengurus Zakat hendaknya terus mengkaji dan mendalami hukum Islam
khususnya yang berkaitan dengan zakat, agar dalam pelaksanaan tugas pokoknya
mampu mengelola dan mengimplementasikan sesuai dengan kondisi sekarang,
sehingga hukum Islam tetap relevan dalam setiap tempat dan saat.
Untuk melihat secara lebih jelas lagi mengenai fenomena ini sila lihat Tabel I,
II dan III.
Tabel I
Statistik Pembagian Zakat Pada Tahun 2008
Tahun Jumlah
2000 RM 17,831,029.00
90 http://www.mainj.gov.com.my/
91 Enakmen Pentadbiran Islam tahun 1978 dan Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor
2003
92 Ramli Sadari, Pengaruh Zakat dan Kekuatannya Didalam Pendidikan Masyarakat (Kuala
Lumpur: MustikaKraf Press, 2005), h.3
2001 RM 22,474,139.50
2002 RM 29,053,833.06
2003 RM 26,546,996.03
2004 RM 30,076,294.42
2005 RM 39,243,990.00
2006 RM 46,142,937.81
2007 RM 67,675,527.82
2008 RM 78,627,641.25
Sumber data : Majlis Agama Islam Negeri Johor
Tabel II
Statistik Agihan Zakat Tahun 2008 Mengikut Jenis Asnaf
Asnaf Bajet 2008 RM Perbelanjaan % Perbelanjaan
Fakir RM 7,017,667.00 RM 6,913,072.00 98.51
Miskin RM 14,234,333.00 RM 17,926,266.19 125.94
Amil RM 11,752,000.00 RM 11,918,083.47 101.41
Muallaf RM 7,915,000.00 RM 6,186,416.72 78.16
Gharim RM 1,050,000.00 RM 1,794,993.43 170.95
Ibnu Sabil RM 350,000.00 RM 133,065.50 38.02
Fi Sabilillah RM 34,806,100.00 RM 33,755,743.94 96.98
Riqab RM 1,000.00 0 -
Jumlah RM 77,126,100.00 RM 78,627,641.25 101.95
Sumber data : Majlis Agama Islam Negeri Johor
Tabel III
Pecahan Agihan Zakat Tahun 2008
Sumber data : Majlis Agama Islam Negeri Johor
G. Kasus-Kasus Yang Berlaku Keatas Gharimin
Berdasarkan kajian penulis dari data-data dan wawancara penulis yang
diberikan oleh Puan Jamilah binti Saad93
, Yaitu Penolong Pegawai Jawatankuasa
Bahagian Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ). Menurut beliau,
banyak kasus-kasus yang berlaku ke atas gharim di Pusat Urusan Zakat Johor adalah
ianya dapat dikenal pasti antara jenis-jenis hutang yang biasanya mendapat zakat
yaitu:
a. Hutang Masjid & Musholla yaitu hutang yang ditanggung diatas nama masjid
atau musholla. Antaranya adalah untuk membayar lestrik dan juga air yang
diguna pakai oleh masyarakat umum. Bahkan zakat ini juga bisa diminta
untuk membiayai segala perbelanjaan untuk merenovasi ataupun
93 Puan Jamilah binti Saad, Yaitu Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah,
Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ), tanggal 19 Oktober 2009, jam 9.00 pagi bertempat di Kantor Ibu
Pejabat Majlis Agama Islam Negeri Johor, Tingkat 5, Blok `B’, Pusat Islam Iskandar Johor, Johor Bahru,
Johor Darul Takzim. Malaysia.
memperbaiki segala macam kerosakan yang berlaku keatas masjid maupun
musholla.94
b. Selain daripada itu juga antara lain yang mudah untuk mendapatkan zakat
adalah hutang pengajian karena sistem yang diguna pakai di Johor adalah
ketika mana ada individu yang melanjutkan pengajian di tingkat lebih tinggi
akan memerlukan perbelanjaan yang lebih tinggi. Dengan itu individu
tersebut dibolehkan untuk membuat pinjaman dari bank dan seterusnya dia
akan menanggung bebanan hutang pengajiannya. Maka zakat akan diberikan
kepada mereka yang memiliki hutang atas sebab pengajian. Ini berbeda dari
pembagian zakat terhadap fi sabilillah karena untuk fi sabilillah zakat akan
diberikan sebelum individu tersebut melanjutkan pengajiannya agar ianya
tidak menanggung hutang dan bisa mengurangkan bebanan yang ditanggung
oleh beliau.95
Menurut Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor,
bahwa kepada sesiapa yang melanjutkan pengajian dan mempunyai hutang
kepada Pinjaman Tabung Pendidikan Tinggi Nasional (PTPTN) bisa
mendapatkan zakat lima puluh peratus (50%) daripada jumlah hutang yang
ditanggungnya. Bahkan bagi pelajar yang kurang berkemampuan juga akan
diperuntukkan zakat kepada dirinya dan perbelanjaan yang perlu ditanggung
seperti yuran persekolahan dan sebagainya.
c. Bagi kasus yang terjadi akibat penyakit ataupun kemalangan yang ditimpa
bagi masyarakat negeri Johor juga termasuk didalam senarai penerima zakat
orang yang berhutang. Apabila terdapat individu yang mengalami penyakit
94 Tahrim Jamaluddin, Zakat dan Pembangunannya Terhadap Negara: Kajian Bersama
dalam Masyarakat Majmuk (Johor: Jabatan Agama Islam Muar, 1999), h.71. 95 Salam Samoin, Sebab-sebab Zakat Wajib Dilaksanakan (Johor: UM Press, 2000), h.44.
yang serius dan tidak mampu untuk membayar biaya rumah sakit ataupun
biaya untuk melakukan operasi (pembedahan), maka mereka ini layak untuk
menerima zakat gharim. Ini karena hutang perubatan adalah perkara yang
terjadi secara terdesak ataupun secara tiba-tiba. Dan tujuan utamanya adalah
untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang tidak berkemampuan serta zakat
tersebut bisa digunakan untuk pembiayaan penyembuhan ataupun operasi
yang dijalankan keatasnya.
Yang menjadi permasalahannya adalah apabila seorang gharim yang memiliki
beberapa kriteria sebagai orang yang berhutang bahkan amat memerlukannya tetapi
tidak layak untuk mendapatkan zakat tersebut. Kasus ini seringkali terjadi kepada
individu yang mempunyai hutang kepada bank yang mana dia tidak miskin dan hanya
hidup sederhana. Akan tetapi dia memiliki mobil (kereta) yang masih mempunyai
hutang ataupun memiliki rumah yang juga sama yaitu masih didalam bebanan hutang.
Dan mobil ataupun rumah tersebut merupakan bebanan hutang yang amat
membebankannya dan dia berhasrat untuk mendapatkan zakat berdasarkan masalah
tersebut. Kasus seperti ini seringkali terjadi di kawasan bandar karena didalam
menjalani kehidupan yang serba moderen dan serba membutuhkan, maka setiap
individu akan memerlukan sebuah mobil untuk kegunaannya pergi ketempat kerja
serta rumah untuk dijadikan tempat berteduh dan tempat tinggal. Bahkan jika tidak
membeli rumah tersebut maka sebagian besar masyarakat akan menyewa rumah
untuk dijadikan tempat tinggal.
Kasus ini seringkali ditolak oleh pihak yang berwenang yaitu Pusat Urusan
Zakat Johor. Sedangkan seperti yang kita ketahui jika terdapat sebuah keluarga yang
sederhana sudah semestinya mempunyai anak-anak yang perlu disekolahkan atau pun
sebagai tanggungan kedua ibu bapa. Disini sewaktu keluarga tersebut berkerja untuk
menanggung keluarga nya didalam kondisi anak yang harus masuk sekolah, barangan
sembako yang harus dibeli pada tiap hari, dan pakaian yang mesti diganti apabila
sudah cukup waktunya, dia masih terikat didalam bebanan hutang yang tinggi dan
harus dilunasi pada setiap bulannya. Apa yang ingin ditekankan oleh penulis didalam
permasalahan ini adalah bagaimana cara atau apakah kriteria yang menyebabkan
individu tersebut tidak boleh menerima zakat. Menurut wawancara penulis dengan
Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah, ada beberapa kriteria
gharim seperti yang terdapat pada kasus tersebut yang menghalang nya daripada
mendapat zakat. Antaranya adalah seperti berikut:
1. Antara tujuan Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) memberi zakat kepada asnaf
adalah untuk mengatasi kemiskinan yang dilaksanakan Majlis Agama Islam
Negeri Johor diperluaskan dengan memberi tumpuan kepada membangunkan
ekonomi golongan asnaf penerima bantuan. Bagi masalah yang terjadi diatas,
individu tersebut masih belum dikatakan layak untuk menerima karena
menurut Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) apa yang harus dihulurkan terlebih
dahulu adalah kepada orang yang benar-benar amat memerlukan bantuan.
Jika dilihat kepada masalah diatas, individu tersebut masih mampu untuk
membiayai keluarganya dan masih mempu untuk membayar hutang-hutang
nya. Walaupun hutang-hutang tersebut amat membebani si penghutang,
bahkan hutang tersebut hanya akan selesai didalam jangka masa yang
panjang.
Alasan:
1. Penghutang menghadapi masalah jika dia tidak membayar hutang mobil
atau rumah kepada bank, maka mobil ataupun rumah nya akan diambil
oleh pihak bank.
2. Uang simpanan yang ada harus digunakan untuk membayar hutang-hutang
tersebut. Bahkan kebutuhan untuk persekolahan anak-anak adalah lebih
penting.
Keputusan:
1. Alasan meminta zakat asnaf gharim karena untuk melunasi hutang yang
membebani individu tersebut.
2. Permohonan zakat dibuat oleh individu tersebut agar masalahnya dapat
diselesaikan karena uang yang diperoleh dari pekerjaannya tidak cukup
untuk membayar segala hutang yang ditanggungnya.
3. Pusat Urusan Zakat Johor tidak meluluskan permohonan tersebut karena
alasannya si penghutang masih mampu untuk melunasi bebanan tersebut.
Ini dilihat si penghutang masih mempunyai pekerjaan dan masih
menerima gaji pada tiap bulannya.
Pusat Urusan Zakat Johor banyak melakukan aktiviti pembagian zakat kepada
asnaf-asnaf yang delapan. Antara lainnya seperti memberi bantuan kepada fi
sabilillah. Ini dapat dilihat daripada draf yang ada pada tabel 3 diatas yaitu pecahan
bagi fi sabilillah adalah tinggi berbanding mustahik yang lain. Karena antara tujuan
utama Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) adalah agar pembangunan pendidikan bisa
dinaik taraf dan masyarakat tidak terbeban dengan masalah pendidikan. Menurut
Puan Jamilah binti Saad, kasus-kasus yang terkait kepada mustahik fi sabilillah
adalah lebih tinggi dan lebih berpotensi untuk menerima zakat karena sebagian besar
mustahik fi sabilillah yang menerima zakat adalah pelajar yang menyambung
pelajaran di luar negeri seperti di Universitas Al-Azhar, Mesir ataupun di Universitas
Islam Negeri, Indonesia. Hal-hal yang disebutkan ini adalah lebih penting dari kasus
gharim yang meminta zakat untuk membayar hutang pribadi.
H. Analisa Penulis Terhadap Distribusi Zakat.
Sumber keuwangan yang digunakan untuk membiayai mana-mana bantuan
Majlis Agama Islam Johor adalah melalui sumber wang zakat yang dipungut daripada
masyarakat Islam di dalam Negeri Johor. Penggunaan atau pembagian wang zakat
adalah berdasarkan keutamaan dan kepentingan bagi setiap asnaf atau golongan yang
ditetapkan di dalam Al-Quran. Harta zakat dibagi mengikut keperluan asnaf
berdasarkan keutamaan. Pemindahan peruntukan dari satu asnaf ke asnaf yang lain
dibenarkan berdasarkan kepada keperluan dan lebihan yang ada.
Berdasarkan analisa penulis dari data-data dan wawancara yang diberikan
oleh Puan Jamilah binti Saad96
, Yaitu Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian
Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor serta hasil daripada kajian ke atas fail-fail
dan kasus-kasus zakat yang diperolehi, maka ditemukan beberapa faktor yang berlaku
di Negeri Johor adalah seperti berikut:
96 Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor,
Majlis Agama Islam Negeri Johor Darul Takzim, Malaysia.
i. Hutang untuk kegunaan umum.
Hutang yang dibebani karena berlakunya kepentingan untuk
masyarakat umum atau bagi sesuatu yang menjadi kegunaan awam. Seperti
Masjid atau Musholla yang kegunaannya diguna pakai oleh orang ramai
malahan timbul hutang seperti perbelanjaan membayar listrik dan air serta
perbelanjaan kegunaan seharian.97
ii. Hutang untuk pengajian.98
Kerajaan Malaysia telah menetapkan bahwa sesiapa yang ingin
melanjutkan pelajaran ditahap yang lebih tinggi dan kurang berkemampuan,
maka boleh untuk meminta bantuan pinjaman pengajian kepada Pinjaman
Tabung Pendidikan Tinggi Nasional (PTPTN). Ia merupakan paket yang
diguna untuk pembelajaran dan harus dibayar hutang pengajian tersebut
setelah selesai pengajiannya setelah ia mulai bekerja. Untuk memberi bantuan
kepada penghutang tersebut, maka Majlis Agama Islam Johor telah
memberikan peruntukkan khas kepada penghutang pengajian tersebut bantuan
zakat terhadap gharim agar bebanan yang ditanggung menjadi lebih ringan.
iii. Hutang untuk pengobatan.
97 Ramli Sadari, Pengaruh Zakat dan Kekuatannya Didalam Pendidikan Masyarakat (Kuala
Lumpur: MustikaKraf Press, 2005), h.101
98 http://www.mainj.gov.com.my/
Tidak semua pengobatan bisa didapatkan zakat. Tetapi apabila terjadi
sesuatu kemalangan atau sebuah kebutuhan ketika dibutuhkan untuk
menjalani operasi yang akan menelan biaya yang tinggi dan sudah pasti
seseorang itu tidak mampu untuk menangung biaya tersebut sendirian. Dan
jalan penyelesaiannya individu tersebut akan membuat pinjaman terhadap
bank ataupun terhadap orang persendirian (pinjaman pribadi). Pada kasus
yang terjadi seperti ini ada peruntukan zakat untuk pinjaman yang dibuat atas
sebab pengobatan.99
iv. Hutang yang tidak boleh menerima zakat.
Diantara sebab yang menyebabkan gharim itu tidak mendapat zakat
adalah apabila gharim tersebut dikatakan masih mampu untuk menanggung
hutang tersebut. Padahal jika diteliti tentang kasus tersebut, penulis
beranggapan bahwa si penghutang itu layak untuk menerima zakat di atas
nama asnaf gharim. Karena dengan memiliki mobil ataupun rumah, si
penghutang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan sedemikian jika dibuat
perbandingan antara kasus ini dengan kasus-kasus yang lain ia dilihat kurang
lebih sama penting kebutuhan nya.
Kesimpulannya, berdasarkan penjelasan tersebut, penulis mendapati pokok
permasalahan tentang pembagian zakat terhadap gharim adalah berdasarkan fikih
99 Ramli Sadari, Pengaruh Zakat dan Kekuatannya Didalam Pendidikan Masyarakat (Kuala
Lumpur: MustikaKraf Press, 2005), h. 49.
untuk menentukan agar pembagian dapat terlaksana dengan adil dan saksama. Jika
terdapat penolakan terhadap kasus-kasus terkait gharim, maka perlu ada sebuah
penelitian lagi bahwa kriteria yang mana harus ada bagi gharim yang benar-benar
tulus untuk mendapatkan zakat bagi mengurangkan bebanan yang sedia ada kepada
masyarakat yang membutuhkannya.
Menurut Madzhab As-Syafie yang dipetik dari kitab al-Umm100
bahwa
demikian juga terhadap semua ashnaf yang delapan, jika ada ashnaf gharimin yang
tidak memiliki harta apapun namun memiliki tanggungan hutang, maka mereka diberi
harta zakat untuk menutupi hutangnya sebesar hutang tersebut atau kurang dari itu.
Akan tetapi walaupun gharimin tersebut memiliki harta, tidak dapat dipastikan bahwa
dia tidak mempunyai hutang. Bahkan hutang tersebut juga harus dibantu untuk
mengurangi bebanan yang ditanggungnya. Jika dia tidak layak untuk menerima
sebagai asnaf gharim, mungkin bisa diganti kepada mustahik yang lain seperti apabila
dilihat kepada aspek pengajian anak-anak individu tersebut, adakah perlu di hulurkan
bantuan pengajian agar pengajian anaknya tidak menjadi sebuah beban didalam
hutang-hutang yang sudah sedia ada.
Tujuan utama zakat itu dikelola adalah untuk menjadikan zakat sebagai asas
pembangunan negara dan ummah serta menunaikan hak dan tanggungjawab kepada
asnaf seperti mana yang ditetapkan oleh Syarak. Ia juga untuk meningkatkan taraf
hidup golongan asnaf dalam semua bidang kehidupan merangkumi aspek-aspek
rohani, aqli dan jasmani dan membantu melaksanakan usaha-usaha memantap dan
meninggikan penghayatan agama Islam serta mempertahankan dan meningkatkan
100 Imam Syafie Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm,Jakarta,
Pustaka Azzam, 2008, hlmn 204.
martabat dan maruah ummah.101
Bahwa kenyataannya umat Islam kini jauh dari
kondisi yang diharapkan, yaitu sebagai akibat yang belum mampu mengubah apa
yang ada pada diri mereka sendiri. Umat Islam memiliki potensi sumber daya
manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan dengan
saksama, dirangkat dengan potensi akidah Islamiyyah dan kandungan Islam yang
jernih, akan memperoleh hasil yang optimal.102
Salah satu pokok ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah
penanggulangan kemiskinan, dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan
pendayaan zakat dalam arti yang seluas-luasnya sebagaimana yang telah dilakukan
dan dicontohkan oleh Baginda Rasulullah SAW. serta para penerusnya dizaman
kegemilangan Islam.103
101 Mohd. Abdullah Hj Fikri, Wibawa Zakat di Dalam Urusan Negara (Johor: Karangkraff
Johor Press, 2003), h.59.
102 Tahrim Jamaluddin, Zakat dan Pembangunannya Terhadap Negara: Kajian Bersama
dalam Masyarakat Majmuk (Johor: Jabatan Agama Islam Muar, 1999), h.69.
103 Didin Hafidhuddin, dkk, Panduan Zakat Praktis: Edisi Penghasilan (Jakarta: PT. Parindo
Tri Pustaka, 2005), h. 19.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengamati pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka untuk
mengakhiri uraian bab-bab skripsi ini, penulis membuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Gharim menurut pendapat fukaha klasik adalah
2. Gharim menurut pendapat fukaha kontemporer adalah orang yang mempunyai
hutang baik pada dirinya maupun dalam persengketaan. Menurut pendapat
fukaha kontemporer gharim yang berhak menerima zakat adalah: gharim yang
berhutang untuk kemaslahatan sendiri, gharim yang berhutang karena
menjamin hutang orang lain, gharim yang berhutang untuk pembayaran denda
karena pembunuhan tidak sengaja dan gharim yang berhutang untuk
kepentingan mansyarakat banyak. Bukan untuk suatu kemaksiatan, yang
tentunya mereka harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya:
a. Orang itu tidak mampu melunasi hutangnya
b. Hutang dalam hal-hal yang diperbolehkan atau dalam hal yang mubah.
c. Hutangnya adalah sesama manusia dan sebagainya.
Sedangkan gharim yang tidak berhak menerima zakat menurut fukaha
kontemporer, adalah gharim yang masih mempunyai harta yang dapat
membayar hutangnya, dan gharim yang berhutang untuk kemaksiatan seperti:
judi, zinah, mabuk dan lain sebagainya. Dan menurut Majlis Agama Islam
Negeri Johor adalah bersamaan dengan para fukaha kontemporer yaitu gharim
yang berhutang dan masih mempunyai harta yang dapat membayar hutangnya
tidak berhak untuk mendapat zakat bagi hutang-hutang nya.
B. Saran-saran.
Karena zakat merupakan tulang punggung ekonomi umat, untuk itu penulis
berharap:
1. Untuk mengetahui perkembangan sumber zakat sejalan dengan perkembangan
ekonomi moderen, kepada lembaga-lembaga pengumpul zakat, baik Pusat
Urusan Zakat (Badan Amil Zakat) lainnya, yang ada dinegara ini untuk
mensosialisasikan zakat dengan lebih luas dan merata.
2. Para pengurus Zakat hendaknya terus mengkaji dan mendalami hukum Islam
khususnya yang berkaitan dengan zakat, agar dalam pelaksanaan tugas
pokoknya mampu mengelola dan mengimplementasikan sesuai dengan
kondisi sekarang, sehingga hukum Islam tetap relevan dalam setiap tempat
dan saat.
DAFTAR PUSTAKA
al-Quran al-Karim
Abdurrahman, dan Mubarak, Zakat dan Peranannya Dalam Pembangunan Bangsa
Serta Kemaslahatannya Bagi Umat, Bogor, CV Surya Handayani, 2002
Abidin Zainal, dan Mas’ud Ibnu, Fiqh Madzhab Syafi’e, Bandung, Pustaka Media,
cet. Ke 1, 2005
Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Zakat dan Wakaf, Jakarta, UI Press, 1998