PEMANENAN AIR HUJAN (RAIN WATER HARVESTING) Definisi Pemanenan Air Hujan Rain harvesting atau pemanenan air hujan adalah kegiatan menampung air hujan secara lokal dan menyimpannya melalui berbagai teknologi, untuk penggunaan masa depan untuk memenuhi tuntutan konsumsi manusia atau kegiatan manusia Definisi yang lain pemanenan air hujan (rainwater harvesting) adalah pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian air hujan dari atap, untuk penggunaan di dalam dan di luar rumah maupun bisnis (www.rainharvesting.com.au). Menurut peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2009 pasal 1 ayat 1: Pemanfaatan air hujan adalah serangkaian kegiatan mengumpulkan, menggunakan, dan/atau meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sedangkan pada pasal 3 disebutkan, kolam pengumpul air hujan adalah kolam atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap bangunan (rumah, gedung perkantoran atau industri) yang disalurkan melalui talang. Pemamenan Air Hujan Melalui Atap Sebuah sistem pemanenan air hujan terdiri dari tiga elemen dasar: area koleksi, sistem alat angkut, dan fasilitas penyimpanan. Tempat penampungan dalam banyak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMANENAN AIR HUJAN (RAIN WATER HARVESTING)
Definisi Pemanenan Air Hujan
Rain harvesting atau pemanenan air hujan adalah kegiatan menampung air hujan
secara lokal dan menyimpannya melalui berbagai teknologi, untuk penggunaan
masa depan untuk memenuhi tuntutan konsumsi manusia atau kegiatan manusia
Definisi yang lain pemanenan air hujan (rainwater harvesting) adalah
pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian air hujan dari atap, untuk
penggunaan di dalam dan di luar rumah maupun bisnis
(www.rainharvesting.com.au).
Menurut peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2009
pasal 1 ayat 1: Pemanfaatan air hujan adalah serangkaian kegiatan
mengumpulkan, menggunakan, dan/atau meresapkan air hujan ke dalam tanah.
Sedangkan pada pasal 3 disebutkan, kolam pengumpul air hujan adalah kolam
atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap
bangunan (rumah, gedung perkantoran atau industri) yang disalurkan melalui
talang.
Pemamenan Air Hujan Melalui Atap
Sebuah sistem pemanenan air hujan terdiri dari tiga elemen dasar: area
koleksi, sistem alat angkut, dan fasilitas penyimpanan. Tempat penampungan
dalam banyak kasus adalah atap rumah atau bangunan. Luas efektif atap dan
bahan yang digunakan dalam membangun atap mempengaruhi efisiensi
pengumpulan dan kualitas air.
Sebuah sistem pengangkutan biasanya terdiri dari talang atau pipa yang
memberikan air hujan yang jatuh di atas atap untuk tangki air atau kapal
penyimpanan lain. Baik drainpipes dan permukaan atap harus terbuat dari bahan
kimia lembam seperti kayu, plastik, aluminium, atau fiberglass, untuk
menghindari efek buruk pada kualitas air.
Air akhirnya disimpan dalam tangki penyimpanan atau tadah, yang juga
harus terbuat dari bahan inert. beton bertulang, fiberglass, atau stainless steel
adalah bahan yang cocok. Tangki Penyimpanan dapat dibangun sebagai bagian
dari bangunan, atau mungkin dibangun sebagai unit terpisah letaknya agak jauh
dari gedung. Salah satu contoh sistem pemanenan atau penampungan air hujan
yang berasal dari atap rumah dapat dilihat seperti pada Gambar 6.1.
Gambar 6.1 : Salah Satu Contoh Sistem Penampungan Air Hujan Yang
Berasal Dari Atap.
Ada berbagai teknik penerapan pemanenan air hujan yang dapat dipilih
disesuaikan dengan kondisi setempat. Penampung air hujan (PAH) merupakan
wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atas
bangunan (rumah, gedung perkantoran, atau industri) yang disalurkan melalui
talang. PAH sudah banyak dipakai masyarakat secara tradisional sebagai
cadangan air bersih. PAH dapat dibangun atau diletakkan di atas permukaan tanah
(Gambar 6.2) atau di bawah permukaan tanah (Gambar 6.3) atau di bawah
bangunan rumah yang disesuaikan dengan ketersediaan lahan.
PAH yang diletakkan di atas permukaan tanah mempunyai berbagai
keuntungan seperti mudah dalam mengambil/ memanfaatkan airnya
(pengalirannya dapat dengan metode gravitasi) dan mudah perawatannya. Volume
penampungan air hujan yang digunakan disesuaikan dengan luas atap serta curah
hujan setempat.
Di beberapa tempat di Indonesia dimana sumber daya air tawarnya terbatas
misalnya untuk wilayah pesisir serta pulau pulau kecil, daerah Kalimantan serta
wilayah lain, penampungan atau pemanenan air hujan merupakan hal yang sudah
biasa dilakukan untuk memenuhi kebutuhuan air minum. Penampungan dilakukan
dari mulai skala yang kecil (rumah tangga) sampai dengan volume yang besar.
Beberapa contoh penampungan air hujan di beberapa tempat di Indonesia
dapat dilihat pada Gambar 6.4 sampai dengan Gambar 6.6.
Gambar 6.2 : PAH Di Atas Permukaan Tanah.
Sumber: www.rainharvesting.com
Gambar 6.3 : PAH Di Bawah Permukaan Tanah
Sumber: rainharvesting system
Gambar 6.4 : Salah Satu Contoh Sistem Penampungan Air Hujan Di pemukiman Pesisir,
Tarakan, Kaltim.
Gambar 6.5 : Salah Satu Contoh Sistem Penampungan Air Hujan Di
Sangata, Kaltim.
Gambar 6.6 : Salah Satu Contoh Sistem Penampungan Air Hujan Untuk Peternakan Sapi, Sangata,
Kaltim.
Sistem Penampungan Air Hujan Dan Sumur Resapan
Air hujan yang jatuh pada atap rumah dapat dimanfaatkan untuk keperluan
sehari-hari dengan terlebih dahulu ditampung dalam Pemanenan Air Hujan (PAH)
dan dilakukan proses pengolahan secara sederhana, Jika PAH sudah penuh air
dialirkan kedalam sumur resapan.
Penampungan Air Hujan ini didesain dengan volume 10 m3, dilengkapi
dengan sistem penyaringan yang berupa saringan pasir dan kerikil dan flotasi.
Sistem penyaringan ini diharapkan mampu menyaring daun-daun, debu atau pasir
yang jatuh di atap genting, sehingga tidak masuk kedalam PAH. Jika hujan yang
jatuh cukup lebat, maka PAH sudah penuh, airnya akan mengalir kedalam sumur
resapan.
PAH kontruksinya terbuat dari beton, bentuk kotak, panjang 500 cm, dalam
235 cm dan lebar 110 cm dilengkapi dengan pompa dan filter untuk pemanfaatan
air yang telah ditampung. Desain kombinasi pemanenan air hujan dan sumur
resapan, ditujukan untuk menangkap air hujan yang jatuh pada atap bangunan
agar tidak menjadi aliran permukaan (run off) pada saat hujan dan dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan MCK, jika hujan berlebih air dari kolam
pemanenan akan mengalir ke sumur resapan dan meresap kedalam tanah. Sistem
kombinasi penampungan air hujan dan sumur resapan dapat dilihat pada Gambar
6.7.
Gambar 6.7 : Sistem Penampungan Air Hujan (PAH) dan Sumur Resapan.
Pemanenan air hujan akan mampu menahan air dalam jumlah besar dan
sangat siknifikan dalam mengurangi jumlah aliran permukaan. Jika dilakukan
dalam jumlah besar dan missal dapat mengurangi banjir atau genangan pada suatu
wilayah. Pemanenan air hujan juga mengantisipasi limpasan air pada wilayah-
wilayah yang sangat lambat dalam peresapan atau pada tempat-tempat yang
mempunyai air permukaan yang tinggi, disamping itu air hasil tangkapan sangat
bermanfaat untuk keperluan sehari-hari, mengurangi ketergantungan pada air
tanah dan PDAM.
Air yang tidak tertampung dalam pemanenan akan diresapkan pada sumur
resapan biasa, dengan volume yang disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Air
yang sudah tertampung kedalam tangki PAH dapat dimanfaatkan sebagai air
bersih yang dapat digunakan untuk keperluan mandi, cuci, kakus (MCK). Untuk
itu dilengkapi dengan pompa sedot, filter multi media dan kontrol panel. Kontrol
panel berfungsi untuk mengatur opersional pompa, memberikan tanda kepada
operator apakah dalam tangki PAH ada air atau kosong. Indikasi adanya air dalam
tangki PAH ditandai dengan lampu yang menyala hijau. Sistem opersional
penampungan air hujan, sumur resapan serta pengolahan air hujan dengan filter
multi media dapat dilihat pada Gambar 6.8. Sedangkan penampungan air hujan
serta filter multi media yang telah terpasang dapat dilihat pada Gambar 6.9 dan
Gambar 6.10.
Gambar 6.8 : Sistem Opersional Penampungan Air Hujan, Sumur Resapan
Serta Pengolahan Air Hujan Dengan Filter Multimedia.
Gambar 6.9 : Kombinasi Pemanenan air Hujan dan Sumur Resapan.
Gambar 6.10 : Filter Multi media Untuk Pengolahan Air Hujan Untuk Keperluan Air Bersih.
Pemamenan Air Hujan Dengan Embung
Perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali telah menyebabkan
meningkatnya koefisien limpasan (runoff), sehinggga menyebabkan air hujan
yang melimpah di musim penghujan tidak dapat meresap kedalam tanah dan
langsung mengalir ke sungai dan terbuang ke laut. Pengelolaan air yang baik
adalah menampung kelebihan air di musim hujan, agar bisa digunakan di musim
kemarau. Salah satu cara yang sederhana adalah dengan pembuatan embung
sebagai langkah konservasi air sekaligus menahan laju erosi. Pembuatan embung
merupakan solusi terbaik yang murah dan efisien. Air yang tertampung di dalam
embung digunakan sebagai air baku air minum ataupun untuk keperluan pertanian
di musim kemarau. Teknik pemanenan air hujan seperti ini cocok bagi ekosistem
tadah hujan dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak pasti.
Embung adalah cekungan alamiah maupun buatan di daerah dataran tinggi
atau pegunungan yang berfungsi untuk menampung air, baik air hujan maupun air
yang berasal dari mata air dan sungai. Embung tidaklah seluas danau atau telaga
maupun situ tetapi mempunyai manfaat yang sama yaitu sebagai sarana untuk
mengurangi ketimpangan air pada musim hujan dan musim kemarau. Hal ini
terjadi karena embung dapat memperlambat mengalirnya air daritempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah sehingga akan menambah banyaknya
cadangan air tanah yang meresap di di dalam tanah. Jika hal ini terjadi maka
kondisi air tanah di wilayah tersebut akan bertambah, dan jika embung terletak di
wilayah pegunungan seiring dengan berjalannya waktu maka pada musim
kemarau air tanah tersebut akan muncul ke permukaan di daerah yang lebih
rendah berupa mata air.
Embung juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat budidaya ikan untuk usaha
sampingan sebelum air itu digunakan sebagai pengairan. Jenis ikan yang
dipelihara terutama ikan-ikan yang mempunyai toleransi tinggi terhadap kondisi
lingkungan perairan yang buruk, sesuai dengan kondisi perairan embung yang
tergenang. Ikan mujair biasanya dapat hidup dengan baik, Selain untuk usaha
pemeliharaan ikan embung juga dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi dan yang
lebih penting adalah digunakannya embung sebagai penyedia air bersih untuk
kebutuhan rumah tangga. Beberpa contoh embung dapat dilihat pada Gambar 6.10
dan Gambar 6.11.
Pembuatan embung sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan, namun
harus memenuhi beberapa kriteria misalnya jenis tanah, kemiringan, tipe curah
hujan, ukuran dan luas daerah tangkapan hujan. Penandaan alur air limpasan harus
segera diketahui melalui pengamatan pada musim hujan, sehingga arah aliran air
tersebut sebagai dasar penentuan letak embung. Disamping itu yang lebih penting
lagi adalah dasar filosofi pembuatan embung secara ekologi - hidrolik haruslah
berorientasi pada embung yang alami artinya bahwa dalam pengelolaannya
berangkat dari filosofi embung alami bukan berangkat dari filosofi reservoir atau
kolam tando bangunan sipil hidro.
Embung yang alami memenuhi kondisi ekologi-hidrolik dan dilingkari oleh
pohon dan vegetasi yang secara umum dibedakan menjadi tiga ring. Ring pertama
pada umumnya ditumbuhi pohon-pohon besar yang biasa ada di daerah yang
bersangkutan. Ring kedua dipenuhi dengan pepohonan yang lebih kecil yang
relative kurang rapat dibanding ring pertama. Ring ketiga atau ring luar
berbatasan dengan daerah luar embung, dengan tingkat kerapatan tanaman yang
lebih jarang. Jika kondisi ini punah maka kan mempengaruhi umur dari embung
itu sendiri. (Toto Subagyo).
Untuk dapat mengkondisikan menjadi embung alami maka perlu
penggalakan penghijauan daerah disekitar embung sehingga akan menciptakan
daerah tangkapan hujan yang makin luas dan akan mengakibatkan terjaminnya
ketersediaan air pada embung tersebut. Selain itu perlu diberikan penyuluhan
kepada masyarakat tentang pemeliharaan embung bukan hanya menjadi tugas
pemeintah tetapi merupakan tugas bersama antara masyarakat dan pemerintah.
Gambar 6.10 : Foto Embung Musuk (Solopos 8 Maret 2011)
Gambar 6.11 : Embung Bina Latung, Tarakan.
6.5 Penerapan Pemanenan Air Hujan Di Beberapa Negara
6.5.1 Pemanenan Air Hujan di Brazil
Daerah Semi-Arid Brasil (SAB), memiliki curah hujan yang berkisar kurang
dari 185 mm sampai 974 mm per tahun, dengan tingkat penguapan mencapai
3.000 mm per tahun. Pada tahun 2005, Departemen Integrasi Nasional
menghitung risiko kekeringan antara tahun 1970 dan 1990 di atas 60%. Prakiraan
perubahan iklim menunjukkan bahwa bagian-bagian yang kering dari SAB akan
menjadi semakin kering, walaupun ada sedikit peningkatan curah hujan.
Untuk beradaptasi dengan variabilitas curah hujan tersebut, dibutuhkan
lebih banyak penyimpanan air di daerah pedesaan.
Pemanenan air hujan adalah salah satu cara untuk beradaptasi terhadap variabilitas
curah hujan saat ini dan masa depan. Pemanenan air hujan telah diterima oleh
masyarakat pedesaan di SAB. Mereka belajar hidup dalam harmoni dengan alam
iklim semi-arid. Mereka memahami bahwa air harus dikelola dalam cara terpadu,
mempertimbangkan sumber (hujan, air permukaan, tanah dan air tanah), dan
penggunaan air (untuk lingkungan, domestik, pertanian dan keperluan darurat).
Salah satu contoh sistem penampungan air hujan dapat dilihat pada Gambar 6.12.
Gambar 6.12 : PAH no. 84625 di Brazil Dalam Program Untuk 1 Juta Tangki
Air.
Sumber: UNEP/SEI, 2009
6.5.2 Pemanenan Air Hujan di China
Provinsi Gansu terletak di dataran tinggi Loess di Cina tengah, merupakan
satu wilayah paling kering di pegunungan dan merupakan daerah termiskin di
Cina. Di wilayah ini, curah hujan tahunan sangat variabel dengan 60% dari curah
hujan tahunan terjadi di 3 bulan antara bulan Juli dan September. Rata - rata curah
hujan tahunan adalah sekitar
300 milimeter. Faktor rendahnya curah hujan ini telah dihubungkan dengan
kemiskinan dan Gansu dipandang sebagai salah satu daerah miskin di Cina.
Secara tradisional, masyarakat Provinsi Gansu selalu tergantung pada air hujan
sebagai sumber utama pasokan air; penggalian 20 meter kubik tanah liat berjajar
tangki air bawah tanah di tanah loess untuk menyimpan aliran permukaan sangat
umum di daerah ini. Walaupun dengan usaha pembuatan tangki air bawah tanah,
pada tahun-tahun kering, usaha ini tidak bisa selalu membantu keterediaan air
yang cukup dan orang-orang dipaksa untuk perjalanan jauh ke sungai atau untuk
bergantung pada truk air pemerintah.
The Gansu Research Institute meluncurkan proyek 1-2-1 untuk
pemeliharaan air dengan dukungan dari pemerintah. Proyek-proyek ini didasarkan
pada uji coba tes, pada demo plant dan proyek pilot yang dilaksanakan sejak tahun
1988. Setiap keluarga diberikan dengan satu unit atap (yang terbuat dari tanah liat)
sebagai area tangkapan, dua tangki air dan terpal plastik untuk pengumpulan
limpasan air hujan pada satu area. Tangki tanah liat tradisional Shuijiao diperbaiki
dengan melapisinya dengan semen atau logam kecil yang melekat pada mereka.
Salah satu contoh sistem pemanenan air hujan di Gansu, Cina dapat dilihat seperti
pada Gambar 6.13.
Gambar 6.13 : Salah satu Contoh Sistem Pemanenan Air Hujan Di Gansu,
Cina.
90
Tangki yang dipasang di atap dan halaman disemen ini menggantikan
daerah tangkapan tanah polos. Sebuah parit kemudian dibuat di sekitarnya yang
digunakan untuk mengumpulkan air hujan untuk menyiram sayuran yang
dihasilkan. Cara Ini sederhana, efektif namun murah, pendekatan proyek ini telah
membantu lebih dari 200.000 keluarga dan memastikan bahwa sekitar satu juta
orang diberikan bukan saja dengan air yang cukup tapi juga dengan tanaman yang
baik. Pada tahun 2000, sebanyak 2.183.000 tank air hujan telah dibangun dengan
total kapasitas 73.100.000 meter kubik di Provinsi Gansu, penyediaan air minum
bagi 1,97 juta orang dan tambahan irigasi untuk 236.400 ha lahan.
Manfaat yang diperoleh dengan penerapan pemanenan air hujan di Cina
Barat Laut, Cina Utara, dan Guangxi (daerah kekeringan) adalah, erosi tanah
berkurang, pendangkalan sungai dan bendungan berkurang, dan mengurangi
banjir di samping mencukupi kebutuhan air keluarga.
6.5.3 Pemanenan Air Hujan Di Australia
Proyek pemanenan air hujan membuat area penangkap air hujan seluas 1000
– 10.000 m2 bahkan lebih. Pemanenan air hujan ini dibangun rumah sakit, pusat-
pusat perbelanjaan, perguruan tinggi, fasilitas olah raga, kantor, taman dan kebun.
Contoh Penerapan RH di Australia dapat dilihat pada Gambar 6.14 dan Gambar
6.15.
Gambar 6.14 : Commercial Rainwater Harvesting Woolworths RDC,
Minchinbury, Sydney, Australia Hauber-Davidson
Gambar 6.15 : Rainwater Harvesting Tank At Hospital, Australia Hauber-
Davidson.
6.5.4 Pemanenan Air Hujan Di Jerman
Pada tahun 1988, sebuah "satuan tugas lingkungan" didirikan di klinik Bad
Hersfeld Jerman. Klinik Bad Hersfeld memiliki berbagai layanan medis dan
perawatan 577 tempat tidur, sebagai pusat kompetensi medis di Hessen Timur dan
Tengah dengan jumlah pegawai 1400. Pada tahun 1995, air hujan sudah
digunakan untuk penyiraman outdoor, air mancur dan kolam yang digunakan
bersama air sumur. Sejak tahun 2001, sejumlah
92
111 toilet telah terhubung ke sistem pemanenan air hujan. Pompa vakum
pendingin yang digunakan untuk sterilisasi ini efektif. Air hujan dengan suhu max
20 ° C, beredar melalui PAH dalam sistem tertutup, sehingga limbah panas dapat
digunakan kembali (König, 2008). Pada tahun 2007, diperlukan 384 m3 air minum
selama periode kering, sedangkan hasil pemanenan air hujan sebanyak 2.180 m3.
Selain itu dapat ditambahkan 4.000 m3 air pendingin yang disimpan setiap tahun
sehingga jumlah air yang dilestarikan mencapai 6.180 m3.
Sejak tanggal 1 Januari 2003 banyak manfaat diperoleh Klinik Bad
Hersfeld. Klinik Bad Hersfeld dapat menghemat €13,500 per tahun dengan
penerapan RH yang meliputi biaya operasional termasuk perawatan filter dan
listrik untuk pompa RH, dan menetralkan air pendingin. Penerapan RH berarti
penghematan energi dan mengurangi emisi CO2.
6.5.5 Pemanenan Air Hujan Di Srilangka
Hampir tiga perempat dari Sri Lanka terletak pada apa yang secara luas
dikenal sebagai 'Dry Zone', terdiri dari setengah utara dan seluruh timur negara
itu. Curah hujan tahunan rata-rata di wilayah ini umumnya antara 1,200-1,800
mm. Tahunan 2540 mm sampai lebih dari 5080 mm di barat selatan Pulau dan
kurang dari 1250 mm di barat laut dan selatan timur. Karena ketersediaan sumber
air alternatif di masa lalu, tidak ada tradisi lagi menampung air hujan untuk
pasokan domestik. Namun demikian, di daerah perbukitan banyak kekurangan
akses ke sumur yang dapat diandalkan atau koleksi air dilakukan secara gravitasi
dengan menggunakan pipa. Untuk mendapatkan air kadang membutuhkan
perjalanan yang panjang menuju sumber air, sering perjalanan ditempuh dengan
berjalan kaki, jalan menandak dan kadang wadahnya jatuh.
Setelah sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1995, pasokan air
masyarakat dan proyek sanitasi pertama melakukan demonstrasi dan pilot proyek
yang melibatkan pembangunan sekitar seratus tanki 5-meter kubik untuk suplai air
rumah tangga. Dua desain dikembangkan sebuah tangki bawah permukaan bata
dan tangki forrocement permukaan. Untuk atap berukuran rata-rata 60 meter
kubik rumah tangga di wilayah proyek bisa berharap yang setara pasokan air
hujan menjadi antara 150-200 liter per hari atau bahkan lebih tinggi selama
sebagian tahun basah. Forum-pemanenan air hujan Srilanka didirikan pada tahun
1996 untuk mempromosikan penerapan air hujan untuk aplikasi air hujan untuk
93
keperluan rumah tangga di seluruh negeri dan untuk mengembangkan teknologi
dan membuat petunjuk untuk praktek pemanenan air hujan yang baik.
Dengan curah hujan cukup diseluruh negara, pemanenan adalah pilihan
yang layak untuk menyediakan air minum yang aman bagi masyarakat yang hidup
di pemukiman bukit di pusat pegunungan dan untuk mereka yang tinggal di zona
kering utara tengah dan selatan. Dalam dua bidang terakhir, masyarakat baik yang
tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman atau air tanah yang tersedia
terlalu payau untuk diminum. Di zona kering selatan, salinitas air tanah
merupakan ancaman utama bagi konsumsi manusia, karena perjalanan bangsa ini
selama berjam-jam untuk memasok kota sumber terdekat atau masyarakat dengan
baik. Karena kesulitan pengumpulan air minum yang aman, orang-orang di zona
kering mempunyai sistem pemanenan air hujan tradisional mereka sendiri. Sistem
ini digunakan selama musim hujan dan koleksi mereka terbatas pada peralatan
rumah tangga karena tidak ada penyimpanan. Contoh Penerapan pemanenan air
hujan di Srilanka dapat dilihat pada Gambar 6.16 dan Gambar 6.17.
Gambar 6.16 : Tangki Penampung Air Hujan.
94
Gambar 6.17: Sistem Penampung Air Hujan Dari Atap.
Teknologi ini mengadopsi kearifan tradisional panen limpasan atap,
bergabung dengan tangki teknologi baru, dan lima tangki semen mortar dibangun
di tingkat rumah tangga untuk memanen dan menyimpan air hujan. Percobaan
pertama panen air hujan mulai diselenggarakan di sebuah desa bernama
Dematawelihinna di Bedulla di perbukitan pusat Sri Lanka tangki ini ada dua jenis
: tank permukaan terbuat dari ferrocement dan tangki bawah tanah yang terbuat
dari batu bata mortar. Total biaya yang tangki bervariasi dari Sri Lanka rupee
7,000-9,000 (US $ 90-115), tergantung pada jenis tangki. Saat ini ada sekitar
6.500 tank dibangun di lima kabupaten di Sri Lanka. Awalnya program ini
menerapkan sistem pemanenan air hujan dan selanjutnya program itu diambil alih
oleh beberapa organisasi non-pemerintah sebagai sarana air bersih juga rumah
miskin memegang di Sri Lanka pedesaan. Kontribusi penerima di bidang
konstruksi telah meningkat dari 20% menjadi 50% dan diberi rasa kepemilikan
yang lebih baik.
6.5.6 Pemanenan Air Hujan Di Thailand
Thailand terletak di sabuk tropis dunia. Memiliki curah hujan melimpah,
musim hujan berasal dari Mei - Oktober, ketika itu negara ini
95
mengalami monsun barat daya. Curah hujan tahunan berkisar dari 102 cm di timur
laut hingga lebih dari 380 cm di semenanjung. Secara tradisional orang
mengumpulkan air hujan untuk menggunakannya secara eksklusif untuk minum
dan memasak. Orang lebih suka air hujan hingga untuk air lainnya karena rasanya.
Untuk rakyat perdesaan Thailand umumnya menggunakan setidaknya dua sumber
air. Air hujan dari stoples dan tangki serta air tanah dangkal dari tabung sumur.
Pembangunan lebih dari 10 juta 1-2 guci forrocement meter kubik untuk
penyimpanan air hujan di Thailand telah menunjukkan potensi dan kesesuaian
sistem tangkapan sebagai teknologi pasokan air utama perdesaan.
Pemanenan air hujan dengan guci hampir digunakan oleh semua rumah
individu dan dengan demikian mereka memiliki akses ke sepanjang tahun untuk
air bersih. Wadah didatangkan dalam berbagai kapasitas dari 100 sampai 3.000
liter dan dilengkapi dengan tutup, keran, dan tirisan. Ukuran yang paling populer
adalah 2.000 liter, dengan biaya 750 Baht, dan menyimpan air hujan cukup untuk
sebuah rumah tangga enam orang selama musim kering, berlangsung hingga enam
bulan. Contoh Penerapan pemanenan air hujan di Thailand dapat dilihat pada
Gambar 6.17.
Gambar 6.17 : Stoples Atau Guci Penyimpan Air Hujan di Thailand.
6.5.7 Pemanenan Air Hujan di Singapura
Curah hujan tahunan rata-rata dari Singapura adalah 2400 milimeter.
Meskipun 50% dari luas lahan digunakan sebagai resapan air, hampir 40-50
persen kebutuhan air diimpor. Sejumlah penelitian dan pengembangan telah
dilakukan di Singapura untuk memaksimalkan
96
abstraksi air hujan. Skema telah memasukkan penggunaan air hujan dari atap
gedung-gedung bertingkat tinggi, dari run-off di bandara untuk keperluan non-
minum, dan sistem terintegrasi dengan menggunakan kombinasi run-off dari
kompleks industri, pertanian akuakultur dan lembaga pendidikan. Singapura
meningkatkan kebutuhan untuk air dan mulai mencari sumber alternatif dan
metode inovatif pemanenan air hujan.
6.5.7.1 Pemanenan Air Hujan Di Changi Airport
Changi Airport melakukan sistem pemanenan air hujan dengan cara
mengumpulkan dan memanfaatkan air hujan dari atap, yang menyumbang 28-
33% dari total air yang digunakan, menghasilkan penghematan biaya sekitar S $
390.000 per tahun. Potensi untuk menggunakan atap sebagai daerah tangkapan
cukup tinggi. Sistem yang dikembangkan adalah merupakan hasil penelitian yang
intensif. Sebuah program komputer yang sederhana ini dikembangkan dan disusun
berkaitan nomogram daerah atap, ukuran tangki dan roofwater yang tersedia.
Penerapan sistem pemanenan air hujan di bandara Changi dapat dilihat pada
Gambar 6.18.
Gambar 6.18 : Sistem Pemanenan Air Hujan Di Bandara Changi Singapore.
97
6.5.7.2 Pemanenan Air Hujan Untuk Bangunan Tingkat Tinggi
Sistem ini diterapkan di sebuah gedung 15 lantai, air hujan dari atap
dikumpulkan dialirkan ke dua tangki air hujan dan air hanya digunakan untuk
pembilasan. Kualitas air dapat diterima dalam hal warna, kekeruhan dan
kandungan bakteriologis meskipun total padatan dan tingkat klorida yang sedikit
lebih tinggi.
Sebuah sistem dual mode sederhana didirikan di tangki koleksi yang
ditempatkan di atap gedung. Sebuah penilaian ekonomi menetapkan bahwa ada
penghematan air efektif 13,7%. Biaya air hujan itu s $ 0,395 (US $ 0,25) per
meter kubik, cukup ekonomis bila dibandingakan terhadap biaya air minum S $
0,535 (US $ 0,33). Skema Sistem PAH Di Bangunan Bertingkat Di Singapura
dapat dilihat pada Gambar 6.19.
Gambar 6.19 : Skema Sistem PAH Di Bangunan Bertingkat Di Singapura.
6.5.7.3 Pemanenan Air Limpasan di Wilayah Pemukiman (Urban
Residential Area)
Pada 1986, meningkatnya kebutuhan air menyebabkan pembentukan skema
kebutuhan air di wilayah Seletar Bawah-Bedok, di mana hampir sembilan persen
dari total luas lahan yang digunakan. Fitur
98
yang paling penting dari skema ini adalah bahwa hampir seperempat dari wilayah
tangkapan ini adalah di daerah perkotaan yang memiliki gedung atau bangunan
tinggi dan industri, sehingga air limpasan permukaan (run-off) tercemar oleh
polutan yang bermacam-macam. Oleh karena itu pengendalian pencemaran air
dan penggunaan teknologi yang relevan adalah prioritas utama dari skema
pemanenan air hujan.
Untuk wilayah Seletar Bawah dilakukan dengan cara membuat bendungan
di muara sungai Seletar, yang memiliki daerah tangkapan air sekitar 3200 ha,
sehingga menjadi reservoir Seletar Bawah. Reservoir Seletar Bawah (Lower
Seletar Reservoir) dibangun di bawah Skema Sungei Seletar /Skema Air Bedok,
selesai dibangun pada tahun 1986. Skema ini melibatkan pembendungan Sungai
Seletar (Yishun Dam) untuk membentuk Reservoir Seletar Bawah, pembuatan
Reservoir Bedok dari bekas tambang pasir dan pembangunan penyediaan air
minum (Waterworks) Bedok. Keunikan dari skema tersebut adalah pembangunan
sembilan stasiun pengumpulan air hujan (stormwater) untuk memanfaatkan
limpasan air hujan (runoffs) dari daerah tangkapan wilayah pemukiman di
sekitarnya. Delapan dari stasiun-stasiun pengumpulan tersebut adalah kolam di
Yishun, Tampines, Bedok dan kota baru Yan Kit .
Reservoir tersebut saling berhubungan dan air baku dari reservoir Bedok
diolah sampai tingkat air minum sebelum didistribusikan. Sisa dari luas daerah
tangkapan 2.625 ha merupakan wilayah perkotaan (urban) dan limpasan
permukaan air hujan dari kedua wilayah tersebut di alirkan ke reservoir Bedok.