PEMANASAN PADA FOSFORILASI PATI MAIZENA TERMODIFIKASI IKATAN SILANG DAN PENGARUHNYA PADA SIFAT FISIKOKIMIA Heating Process on Phosphorylation of Maizena Starch Cross Lingking Modification and Its Effect to Physicocemical Oleh SURYA AZHAR AKBAR G 311 09 253 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
78
Embed
PEMANASAN PADA FOSFORILASI PATI MAIZENA TERMODIFIKASI ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMANASAN PADA FOSFORILASI PATI MAIZENA
TERMODIFIKASI IKATAN SILANG DAN PENGARUHNYA
PADA SIFAT FISIKOKIMIA
Heating Process on Phosphorylation of Maizena Starch Cross
Lingking Modification and Its Effect to Physicocemical
Oleh
SURYA AZHAR AKBAR G 311 09 253
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2014
PEMANASAN PADA FOSFORILASI PATI MAIZENA
TERMODIFIKASI IKATAN SILANG DAN PENGARUHNYA PADA
SIFAT FISIKOKIMIA
Oleh
SURYA AZHAR AKBAR G 311 09 253
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada
Jurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2014
Surya Azhar Akbar (G31109253). Pemanasan pada Fosforilasi Pati Maizena Termodifikasi Ikatan Silang dan Pengaruhnya pada Sifat Fisikokimia (Dibawah Bimbingan Februadi Bastian dan Mulyati M. Tahir).
ABSTRAK
Pati maizena merupakan pati alami yang mudah rusak apabila
diolah pada suhu 60-70°C. Untuk itu dilakukan modifikasi pati yang
bertujuan agar pati dapat bertahan pada suhu pemanasan. Ikatan silang
(Cross Linking) diharapkan dapat mengurangi terjadinya hidrolisis antara
amilosa dan amilopektin. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
perbedaan sifat fisikokimia pati alami dan pati modifikasi serta
membedakan sifat fisikokimia pati modifikasi dengan berbagai suhu
fosforilasi yang diberikan. Pada proses modifikasi pati, dilakukan
perlakuan fosforilasi yaitu 110°C, 120°C, 130°C, dan 140°C. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa kadar air pati alami 12.58% dan pati
modifikasi dari 12.82-14.96%, daya kembang pati alami 14.75gr
sedangkan pati modifikasi dari 29.65-33gr, kelarutan pati alami 3.25%
sedangkan pati modifikasi 1.75-3.15%, tingkat kekeruhan pati alami
1.972% sedangkan pati modifikasi 1.26%-1.135%. Dan untuk pola
gelatinisasi menunjukkan bahwa pati modifikasi mempunyai tingkat
kestabilan untuk mempertahankan viskositasnya.
Kata Kunci : Pati maizena, ModifikasiPati, Ikatan Silang, Sodium
Tripholyphospat (STPP), Suhu Fosforilasi.
Surya Azhar Akbar (G31109253). Heating process on Phosphorylation
of Maizena Starch Cross Linking Modification and Its Effect to
Physicochemical Properties (Supervised by Februadi Bastian and
Mulyati M. Tahir).
ABSTRACT
Maizena starch is a native starch that is if was carried out damaged
when processed at a temperature of 60-70ºC. Therefore, modification of
starch in order to preserve starch in heating temperature. Cross-linking is
expected to reduce the occurrence of amylose and amylopectin hydrolysis.
The purpose of this research were to differentiate physicochemical
properties of modified starch by phosphorylation in given temperature of
110ºC; 120ºC; 130ºC; and 140ºC. The results of research indicated that
the water content of natural starch was 12.58%, where as modified starch
was from 12.82 to 14.96%; the natural had swelling power of 14.75g, while
modified starch from 29.65 to 33 g. The solubility of natural starch was
3.25%, but the modified starch was 1.26 to 1.135%. In terms of
gelatinization pattern, the modified starch was more stable in maintaing its
1. Kandungan Tepung Jagung per 100 gram .................. 5
2. Standar Jenis Pati Termodifikasi secara Kimia untuk Produk Pangan ..................................................................................... 13
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Struktur Amilosa .......................................................... 6
2. Struktur Amilopektin .................................................... 6 3. Perubahan Bentuk Granula Pati selama Proses
4. Diagram Alir Pembuatan Pati Phospat ....................... 18
5. Hubungan antara Perlakuan Suhu Fosforilasi dan Kadar Air Pati Maizena Termodifikasi .................. 22
6. Hubungan antara Perlakuan Suhu Fosforilasi dan Daya Kembang Pati Maizena Termodifikasi ........ 24
7. Hubungan antara Perlakuan Suhu Fosforilasi
dan Kelarutan Pati Maizena Termodifikasi ................. 26
8. Hubungan antara Perlakuan Suhu Fosforilasi dan Tingkat Kekeruhan Pati Maizena Termodifikasi menggunakan Spektrofotometer (λ 650nm) ............... 28
9. Pola Gelatinisasi Pati Alami Maizena ......................... 29
1. a. Data Hasil Analisis Kadar Air Pati dengan Berbagai Perlakuan ................................................................... 43
1. b. Data Hasil Analisis Kadar Air Pati dengan Berbagai Perlakuan setelah dilakukan Ponyortiran Data. .......... 43
1. c. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Air Pati dengan
Berbagai Perlakuan. ................................................... 44
2. a. Data Hasil Analisis Daya Kembang (Swelling Power) Pati dengan Berbagai Perlakuan. ................................ 45
2. b. Data Hasil Analisis Daya Kembang (Swelling Power) pati dengan Berbagai Perlakuan setelah dilakukan Ponyortiran Data ......................................................... 45
3. 2. c. Hasil Analisis Sidik Ragam Daya Kembang (Swelling Power) Pati dengan Berbagai Perlakuan ... 46
3. a. Data Hasil Analisis Kelarutan (Solubility) Pati
dengan Berbagai Perlakuan. ....................................... 47
3. b. Data Hasil Analisis Kelarutan (Solubility) pati dengan Berbagai Perlakuan setelah dilakukan Ponyortiran Data ........................................................ 47
3. c. Hasil Analisis Sidik Ragam Kelarutan (Solubility) Pati dengan Berbagai Perlakuan ................................ 48
4. a. Data Hasil Analisa Kejernihan Gel (Paste Clarity) dengan Berbagai Perlakuan ....................................... 49
4. b. Data Hasil Analisis Kejernihan Gel (Paste Clarity) pati dengan Berbagai Perlakuan setelah dilakukan Ponyortiran Data ........................................................ 49
4. c. Hasil Analisis Sidik Ragam Kejernihan Gel
(Paste Clarity) Pati dengan Berbagai Perlakuan ....... 50
5. a. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Alami ... 51
5. b. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati
Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 110oC. .................... 53
5. c. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati
Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 120oC. .................... 55
5. d. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati
Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 130oC. .................... 57
5. e. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati
Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 140oC. .................... 59
I. PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Tanaman Jagung (Zea Mays L) merupakan salah satu komoditas
unggulan yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Tanaman jagung pada
umumnya dijadikan sebagai makanan pokok khususnya di wilayah
Indonesia bagian Timur karena mengandung karbohidrat sebagai sumber
energi pengganti beras. Jagung sangat berperan penting dalam industri
makanan.
Pemanfaatan jagung telah dikembangkan utamanya dalam industri
pembuatan pati jagung atau yang umum disebut sebagai tepung maizena.
Maizena merupakan pati yang diperoleh dari hasil pengolahan jagung.
Pemanfaatan tepung maizena sendiri umumnya digunakan sebagai
pengental makanan. Pemanfaatan jagung ini dapat diaplikasikan pada
berbagai produk olahan makanan seperti High Fructose Corn Syrup (sirup
jagung), makanan ringan, sohun, pengental atau pengisi dalam beberapa
produk olahan pangan termasuk dalam pembuatan saus. Sebagai bahan
industri non pangan, pati jagung dibutuhkan antara lain dalam industri
plastik, industri kertas, industri tekstil, dan untuk bahan perekat (Nur Alam
dan Nurhaeni, 2008).
Pengolahan makanan yang menggunakan pati sebagai bahan
pengisi dalam industri makanan mempunyai kekurangan. Kekurangan
tersebut antara lain tidak tahan terhadap panas, sehingga pati tidak
mampu mempertahankan sifat gelatinisasinya. Selain itu, sifat gelatinisasi
dari pati sangat dipengaruhi oleh suhu, asam, atau perlakuan fisik seperti
pengadukan. Pati yang tidak dapat mempertahankan gelatinisasinya
dapat mengakibatkan kekentalan yang tidak merata, kelarutan dalam air
yang terbatas hingga terjadinya proses sineresis.
Ikatan silang diharapkan dapat mengurangi terjadinya hidrolisis
antara amilosa dan amilopektin akibat adanya pengaruh suhu sehingga
pati akan mudah rusak. Ikatan hidrogen yang menghubungkan antara
amilosa dan amilopektin akan rusak pada suhu 60 - 70°C yang ditandai
dengan menurunnya viskositas pati.
Sodium Tripholyphospat (Na5P3O10) merupakan senyawa yang
dapat digunakan sebagai reagen yang mampu memperkuat ikatan antara
amilosa dan amilopektin. Pada umumnya pembuatan pati phospat
menggunakan Sodium Trimetaphospat (STMP) sebagai reagen. Namun,
reagen tersebut mempunyai harga yang relatif lebih mahal sehingga pada
penelitian ini digunakan Sodium Tripholyphospat sebagai reagen untuk
menghasilkan ikatan silang menggantikan ikatan hidrogen menjadi ikatan
kovalen yang lebih kuat. Selain itu Sodium Tripholyphospat mempunyai
harga yang relatif murah serta mudah diperoleh.
I. 2. Perumusan Masalah
Pati maizena pada umumnya digunakan sebagai bahan pengisi
dan pengental dalam berbagai industri makanan, namun memiliki
kekurangan pada saat digunakan antara lain, tidak tahan terhadap panas,
pengadukan dan asam. Hal ini dikarenakan pada proses pemasakan
suspensi pati tidak dapat bertahan pada suhu >70°C. Selain itu, pati
maizena mempunyai kekentalan yang tidak stabil. Hal ini disebabkan
karena rusaknya ikatan hidrogen yang menghubungkan antara amilosa
dan amilopektin. Untuk itu perlu dilakukan cara agar pati dapat
mempertahankan kekentalannya jika diberi perlakuan suhu >70°C.
Sodium Tripholyphospat merupakan salah satu reagen yang dapat
digunakan pada proses ikatan silang pati termodifikasi. Reagen tersebut
diharapkan dapat mengganti ikatan hidrogen yang rusak sehingga pati
lebih tahan terhadap suhu pemanasan sehingga kekentalan pati dapat
stabil.
I. 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk membandingkan perbedaan sifat fisikokimia pati alami dan pati
modifikasi.
2. Untuk membandingkan perbedaan sifat fisikokimia pati modifikasi
dengan berbagai suhu fosforilasi yang diberikan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah menghasilkan pati maizena
termodifikasi yang dapat digunakan pada berbagai produk olahan yang
membutuhkan suhu pemanasan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Tepung Maizena
Jagung merupakan bahan pangan yang berperan penting dalam
perekonomian Indonesia, dan merupakan pangan tradisional atau
makanan pokok di beberapa daerah. Jagung juga berperan penting dalam
perkembangan industri pangan. Hal ini ditunjang dengan teknik budi daya
yang cukup mudah dan berbagai varietas unggul. Kandungan nutrisi
jagung tidak kalah dengan terigu, bahkan jagung memiliki keunggulan
karena mengandung pangan fungsional seperti serat pangan, unsur Fe,
dan beta-karoten (pro vitaminA) (Suarni dan Firmansyah 2005)
Maizena merupakan pati jagung yang diekstrak dari biji jagung
dengan melalui proses penggilingan biji, pemisahan kulit dan lembaga,
perendaman dengan air panas, penghancuran, pemisahan endapan,
perendaman endapan dengan natrium metabisulfit, pencucian dengan
natrium hidroksida dan air, reduksi kandungan air, pengeringan dan
pengayakan (Rambitan, 1988). Maizena berasal dari tanaman jagung
yang biasa digunakan sebagai penstabil yang jika dimasak pada tekanan
atmosfir normal (1 atm) pada banyak formula. Jika konsentrasi
kelembaban pada adonan 50% atau lebih, pemasakan akan
menghasilkan ketebalan, peningkatan kekentalan dan penampakan yang
bening (Munarso dan Mudjisihono, 1992).
Potensi produksi jagung Sulawesi Selatan cukup menjanjikan
dalam industri pengolahan tanaman jagung, tingkat produktivitas 47,80
kuintal per hektar. ARAM I 2012, produksi Jagung di Provinsi Sulawesi
Selatan diperkirakan sebanyak 1,46 juta ton pipilan kering. Dibandingkan
produksi tahun 2011, terdapat peningkatan produksi sebesar 38,26 ribu
ton (2,69 persen). (Anonim, 2013a).
Komposisi kimia biji jagung seperti protein, lipida, dan pati lebih
banyak dipengaruhi oleh sifat genetik (Baye et al, 2006). Namun secara
umum kandungan gizi dari tepung biji jagung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan tepung jagung per 100 gram.
Komposisi Jumlah
Kalori 355 Kalori
Protein 9,2 gr
Lemak 3,9 gr
Karbohidrat 73,7 gr
Kalsium 10 mg
Fosfor 256 mg
Ferrum 2,4 mg
Vitamin A 510 SI
Vitamin B1 0,38 mg
Air 12 gr
Sumber : Anonim, 2013b
II. 2. Pati
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari
tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal
bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang
memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati
digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati alami
(native starch) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan
dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta
yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati
(Fortuna et, al, 2001). Sedangkan menurut Winarno, 2004
mengungkapkan bahwa pati merupakan homopolimer glukosa dengan
ikatan α-glikosidik. Yang terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan
dengan air panas, amilosa dan amilopektin. Dalam pati terdapat
komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin dimana D-glukosa
membentuk amilosa dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan
amilopektin membentuk cabang pada ikatan α-(1,6)-D-glukosa.
Perbedaan antara amilosa dan amilopektin terletak pada strukturnya
dimana amilosa mempunyai struktur lurus (Gambar 1) sedangkan
amilopektin mempunyai struktur bercabang (Gambar 2).
Gambar 1. Struktur Amilosa (Cui, 2005)
Gambar 2. Struktur Amilopektin (Cui, 2005)
Pati dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman yang disintesa di
dalam daun (plastid) dan amiloplas seperti umbi, beras, sagun, jagung,
kentang, talas dan ubi jalar (Vogel, 1997). Komposisi amilosa pada pati
sebesar 20-30% dan amilopektin 70-80% (Agra et al, 1973).
Bobot molekul amilosa dan amilopektin bergantung pada sumber
botaninya. Amilosa merupakan komponen dengan rantai lurus, sedangkan
amilopektin adalah komponen dengan rantai bercabang. Amilosa
merupakan polisakarida berantai lurus berbentuk heliks dengan ikatan
glikosidik α-1,4. Jumlah molekul glukosa pada rantai amilosa berkisar
antara 250-350 unit. Amilopektin merupakan polisakarida bercabang,
dengan ikatan glikosidik α -1,4 pada rantai lurusnya dan ikatan α -1,6
pada percabangannya. Titik percabangan amilopektin lebih banyak
dibandingkan dengan amilosa (Dziedzic dan Kearsley 1995).
Amilopektin ketika dipanaskan di dalam air membentuk suatu
lapisan yang transparan, larutan dengan viskositas yang tinggi dan
berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Tidak cenderung terjadi
retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi yang
tinggi (Belitz dan Grosch, 1999).
Pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang kandungan bahan
kimianya masih lengkap. Perbedaan yang signifikan terutama pada
kandungan protein, lemak dan kadar abu. Pada tepung jagung masih
lengkap sedangkan pada pati jagung sebagian kandungan kimia hilang
pada proses pencucian. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen
utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti protein dan
lemak. Umumnya pati mengandung 12 – 30% amilosa, 75-80%
amilopektin dan 5-10% material antara. Struktur dan jenis material antara
tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan
antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi.
II. 3. Gelatinisasi
Gelatinisasi merupakan fenomena kompleks yang bergantung dari
ukuran granula, persentase amilosa, bobot molekul, dan derajat
kristalisasi dari molekul pati di dalam granula. Pada umumnya granula
yang kecil membentuk gel lebih lambat sehingga mempunyai suhu
gelatinisasi yang lebih tinggi daripada granula yang besar. Makin besar
bobot molekul dan derajat kristalisasi dari granula pati, pembentukkan gel
semakin lambat (Moorthy, 2004).
Menurut Rubianty dan Berty (1985), menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi pembentukan gel yaitu : 1) suhu pada waktu mulai
terbentuk gel, hal ini tergantung terutama pada jenis tepung; 2) derajat
keasaman (pH) 3) suhu dan lamanya pemanasan 4) besarnya butir
tepung, makin kecil ukuran butir tepung makin rendah suhu yang
diperlukan untuk pembentukan gelnya.
Gelatinisasi merupakan peristiwa dimana granula pati
membengkak akibat adanya penambahan air panas. Jika suspensi pati
dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula sehingga
granula mengalami penggelembungan. Hal ini terjadi saat temperatur
meningkat dari 60°C sampai 80°C. Granula-granula dapat
menggelembung hingga volumenya lima kali lipat volume semula. Pada
suhu kira-kira 85° C granula pati pecah dan isinya terdispersi merata ke
seluruh air di sekelilingnya. Pada pendinginan, jika perbandingan pati dan
air cukup besar, molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air
terkurung di dalamnya sehingga terbentuk gel. Keseluruhan proses ini
dinamakan gelatinisasi (Gaman dan Sherrington, 1992). Proses
terpecahnya pati dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Perubahan Bentuk Granula Pati Selama Proses Gelatinisasi (Angela, 2001).
Menurut Olkku dan Rha (1978) dalam Pomeranz (1991), proses
gelatinisasi melibatkan peristiwa-peristiwa sebagai berikut: (1) hidrasi dan
swelling (pengembangan) granula; (2) hilangnya sifat birefringent; (3)
peningkatan kejernihan; (4) peningkatan konsistensi dan pencapaian
viskositas puncak; (5) pemutusan molekul-molekul linier dan
penyebarannya dari granula yang telah pecah.
Beberapa molekul pati, khususnya amilosa yang dapat terdispersi
dalam air panas, meningkatkan granula-granula yang membengkak dan
masuk ke dalam cairan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, pasta pati
yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula-granula yang
membengkak yang tersuspensi ke dalam air panas dan molekul-molekul
amilosa yang terdispersi ke dalam air. Molekul-molekul amilosa tersebut
akan terus terdispersi, asalkan pati tersebut dalam kondisi panas. Dalam
kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir yang fleksibel
dan tidak kaku. Bila pasta pati tersebut kemudian mendingin, energi
kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-
molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa
berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang
amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, dengan demikian mereka
menggabungkan butir-butir pati yang bengkak tersebut menjadi semacam
jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap (Winarno, 2002).
Adanya senyawa lipid dalam gandum dan pati jagung yang dapat
mengurangi kejelasan pasta dengan membentuk senyawa kompleks yang
larut dengan amilosa. (Lim et al., 1993)
II. 4. Swelling Power
Swelling merupakan sifat yang dipengaruhi oleh amilopektin (Li
dan Yeh, 2001). Proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin
memiliki kontribusi dalam peningkatan nilai swelling. Selain itu, terdapat
korelasi yang negatif antara swelling power dengan kadar amilosa,
swelling power menurun seiring dengan peningkatan kadar amilosa
(Sasaki dan Matsuki, 1998 dalam Li dan Yeh, 2001). Amilosa dapat
membentuk kompleks dengan lipida pada pati sehingga dapat
menghambat swelling (Charles et al.,2005).
Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan
pati mengembang dalam air. Nilai swelling power perlu diketahui untuk
memperkirakan ukuran atau volume wadah yang digunakan dalam proses
produksi sehingga jika pati mengalami swelling, wadah yang digunakan
masih bisa menampung pati tersebut (Suriani, 2008).
Faktor-faktor seperti rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat
molekul dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya
menentukan swelling power dan kelarutan (Moorthy, 2004). Semakin
besar sweeling power berarti semakin banyak air yang diserap selama
pemasakan, hal ini tentu saja berkaitan dengan kandungan amilosa dan
amilopektin yang terkandung dalam tepung. Semakin tinggi kadar amilosa
maka nilai pengembangan volume akan semakin tinggi. Hal itu karena
dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak
sehingga pengembangan volume juga semakin besar (Murillo, 2008).
II. 5. Pati Termodifikasi
Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan
secara fisik ataupun kimia yang bertujuan untuk mengubah salah satu
atau lebih sifat fisik atau kimia yang penting dari pati (Cui, 2006). Modifiasi
pati dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara fisika dan kimia.
Pati asli seperti tapioka, pati jagung, pati sagu dan pati pati lain
mempunyai beberapa kelemahan jika dipakai sebagai bahan baku dalam
industri pangan maupun non pangan (Hee - Young An, 2005). Kelemahan
itu diantaranya jika dimasak pati membutuhkan waktu yang lama, pasta
yang terbentuk keras dan tidak bening, sifatnya terlalu lengket dan tidak
tahan terhadap asam. Kelemahan tersebut menyebabkan pati alami
terbatas penggunaannya dalam industri (Kantouch dan Tawfik,1998).
Proses Ikatan silang dapat menghasilkan pati dengan efek
kestabilan emulsi yang tetap karena konsistensi emulsi yang tinggi
dan mempunyai sifat fisik yang mendukung misalnya,
menghaluskan tekstur, meningkatkan kekentalan, dapat menghasilkan
produk seragam dan mempunyai daya tahan yang baik
(Agustine Susilowati dan Aspiyanti, 2006).
Salah satu contoh penggunaan pati termodifikasi adalah sebagai
bahan pengisi dalam pembuatan permen gum dan dapat memberikan sifat
produk yang lebih padat. Secara umum, pati termodifikasi memiliki potensi
yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan bahan tambahan pangan
maupun sebagai sumber bahan baku untuk industri farmasi maupun
industri kertas dan tekstil (Herawati, 2010).
Pati termodifikasi dapat diklasifikasikan menjadi pati dengan
Penelitian ini menggunakan bahan baku berupa tepung maizena
masing-masing sebanyak 300g. Prosedur pembuatan pati modifikasi
dilakukan dengan cara mencampur Natrium Sulfat sebanyak 5% dari berat
tepung (15 g) ke dalam aquadest 300 ml. Larutan diaduk hingga Natrium
sulfat larut. Kemudian ditambahkan reagen yaitu Sodium Tripolyphosphat
sebanyak 5% dari berat tepung (15 g). Selanjutnya pH larutan di atur
menjadi pH 10 menggunakan larutan NaOH 5%. Campuran selanjutnya
ditambahkan tepung maizena sebanyak 300 g. Kemudian pH campuran
diatur kembali menjadi pH 10 menggunakan larutan NaOH 5%. Campuran
diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam pada suhu ruang dan
dikeringkan menggunakan oven yang dilengkapi dengan blower selama 6
jam dengan suhu 50°C. Kemudian, pati kering dipanaskan menggunakan
oven selama 2 jam dengan suhu masing-masing 110oC, 120oC, 130oC
dan 140oC. Kemudian pati tersebut didinginkan pada suhu ruang. Setelah
dingin, pati dicampur dengan aquadest sebanyak 350 ml dan pH
campuran tersebut dicatat nilainya. Campuran tersebut disentrifugasi
dengan kecepatan 1500rpm selama 10 menit. Endapan selanjutnya dicuci
dengan aquadest sebanyak 600ml dan atur pH dengan larutan HCl 10%
menjadi 6,5 dan disaring. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali.
Selanjutnya endapan tersebut dikeringkan pada suhu 50oC dan pati kering
siap untuk dianalisis.
Pembuatan pati phospat dapat dilihat pada Gambar 4.
Natrium Sulfat
+
Aquadest
Dihomogenkan
Penambahan pati
pH diatur menjadi pH 10Larutan NaOH 5 %
pH diatur kembali menjadi pH 10
Pengadukan selama 1 jam
(suhu ruang)
Penyaringan
Larutan NaOH 5 %
Filtrat
Pengeringan
Pati Kering
Pati Kering dipanaskan selama 2 jam
(A1 : 110°C; A2 : 120°C; A3 : 130°C; A4 : 140°C)
Pati didinginkan
( suhu ruang)
Pelarutan
Proses Sentrifugasi
Pencucian dan pengaturan pH 6,5
sebanyak 3 kali
Filtrat
Larutan HCl 10 %
Pengeringan
Pati Phospat
STPP 15 gr (5%)
Maizena 300 gr
Aquadest 300 ml
Aquadest 600 ml
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Pati Phospat
III. 4. Parameter Pengamatan
III. 4.1. Kadar air (Basis Kering) (AOAC, 1998)
Sebanyak 2-5 gram contoh dimasukkan ke cawan aluminium yang
telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan tersebut dipanaskan pada
suhu 100o – 105o C selama 3 jam.Setelah itu didinginkan dalam desikator
dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai bobot konstan. Sisa
contoh dihitung sebagai total padatan dan bobot yang hilang sebagai air.
Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air
X 100 %
III.4.2. Daya Kembang (swelling power) Pati (Leach et al, 1959)
Sampel pati termodifikasi sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 ml air destilat dan dipanaskan
dalam water bath pada temperatur 70oC selama 30 menit sambil diaduk
secara kontinyu dan dipanaskan secara periodik. Supernatan dipisahkan
dari larutannya dengan cara, hasil tabung reaksi disentrifuge dengan
kecepatan 2500 rpm selama 20 menit, setelah itu didekantasi. Kemudian
pastanya diambil dan ditimbang beratnya. Swelling power dihitung
berdasarkan persamaan di bawah ini :
Swelling power (%)
III. 4. 3. Kelarutan (Solubility) Pati (Kainuma et al, 1967)
Kelarutan dihitung dengan cara menimbang 1 g pati termodifikasi,
kemudian dilarutkan pada 20 ml aquadest dalam tabung reaksi. Setelah
itu, larutan ini dipanaskan dalam water bath pada temperatur 70oC selama
30 menit. Setelah dipanaskan, larutan tersebut disentrifugasi pada
kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Kemudian 10 ml supernatan
didekantasi dan dikeringkan sampai beratnya konstan. Kelarutan dapat
dihitung berdasarkan persamaan berikut :
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛(%)
X 100%
III. 4. 4. Analisis Kekeruhan (Kerr dan Cleveland, 1959)
Kekeruhan pasta pati diukur dengan prosedur Kerr dan Cleveland
(1959). Sebuah suspensi berair 1% pati yang memiliki pH mendekati
netral dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit dengan pengadukan
secara kontinyu. Setelah dipanaskan, gel didinginkan selama 1 jam pada
suhu 25oC, kemudian absorbansi dibaca pada 650 nm menggunakan
spektrofotometer.
III. 4. 5. Pola Gelatinisasi (Modifikasi Brabender Amilograph)
Pola gelatinisasi pati dilihat dengan cara membuat larutan pati
sebanyak 10% (10g pati : 100 ml air) kemudian dipanaskan sambil diukur
viskositas dan dicatat suhu setiap 5 menit hingga mencapai suhu 90oC.
Setelah mencapai suhu 90oC, suhu dipertahankan selama 20 menit sambil
melihat viskositas pati. Selanjutnya, diturunkan suhu sambil diukur
viskositas dan dicatat suhu setiap 5 menit hingga suhu 50oC. Saat
mencapai suhu 50oC, suhu tersebut dipertahankan selama 20 menit
sambil melihat viskositas.
III. 5. Perlakuan dan Pengolahan Data
Perlakuan pati modifikasi menggunakan 1 faktor perlakuan yaitu
suhu pemanasan fosforilasi dengan taraf :
A1 : 110°C
A2 : 120°C
A3 : 130°C
A4 : 140°C
Masing-masing perlakuan dilakukan dengan 2 kali ulangan. Untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pemanasan, kadar air, daya
kembang, kelarutan, tingkat kekeruhan dilakukan pengujian RAL dan jika
berpengaruh nyata maka akan diuji dengan analisis Duncan.
IV. Hasil dan Pembahasan
IV. 1. Kadar air
Kadar air adalah banyaknya jumlah air bebas yang terdapat pada
suatu bahan pangan. Air bebas biasanya digunakan oleh mikroorganisme
untuk berkembang baik sehingga akan menyebabkan kerusakan pada
bahan pangan. Pengukuran Kadar air dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu pengujian kadar air basis basis basah dan pengujian kadar air basis
kering. Metode yang biasanya digunakan untuk mengukur kadar air pada
tepung ialah metode pengujian kadar air basis kering. Hasil pengujian
kadar air pati termodifikasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan antara Perlakuan Suhu Fosforilasi dan Kadar Air
Pati Maizena Termodifikasi.
Gambar 5 menunjukkan bahwa kadar air pada pati alami (kontrol)
mempunyai kadar air lebih rendah bila dibandingkan dengan masing-
masing pati maizena termodifikasi. Namun, Hasil analisis sidik ragam
12.58 12.82 12.89
13.76
14.96
11
11.5
12
12.5
13
13.5
14
14.5
15
15.5
Kontrol 110°C 120°C 130°C 140°C
Kad
ar A
ir (
%)
Perlakuan Suhu Fosforilasi
menunjukkan bahwa perbedaan suhu fosforilasi yang diberikan pada
proses pembuatan pati termodifikasi tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar air pati yang dihasilkan (Lampiran 1c).
Kadar air pati termodifikasi memiliki perbedaan nilai pada beberapa
jenis perlakuan. Perbedaan kadar air dikarenakan oleh kemampuan
granula pati menahan air, dengan adanya ikatan silang yang dilakukan, air
dalam granula pati akan lebih tinggi.
Kadar air yang terdapat pada bahan pangan dapat memudahkan
untuk mengetahui masa simpan dari bahan pangan tersebut. Hal ini
sesuai dengan Jati (2006) yang menyatakan bahwa pati yang bermutu
baik akan memiliki kadar air yang rendah. Kadar air sangat penting dalam
penyimpanan produk pati tersebut. Pati dengan kadar air yang rendah
akan lebih mudah dalam penyimpanan dan aplikasinya.
IV. 2. Daya Kembang (Swelling Power)
Daya kembang (swelling power) pati merupakan proses
mengembangnya granula pati pada saat dilakukan pemanasan. Cara
menentukan nilai swelling power berdasarkan Leach et al (1959) yaitu
menghitung berat pasta setelah dilakukan pemanasan dibagi dengan
berat pati kering. Daya kembang pati alami dan pati maizena termodifikasi
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 menunjukkan bahwa pati alami cenderung mempunyai
daya kembang yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pati maizena
termodifikasi. Daya kembang yang rendah diakibatkan karena keluarnya
amilosa pada saat terjadi gelatinisasi. Keluarnya amilosa diakibatkan
putusnya ikatan hidrogen yang menghubungkan antara amilosa dan
amilopektin. Hal ini berbeda dengan pati maizena termodifikasi, karena
pada pati termodifikasi mempunyai ikatan silang yang dapat menahan
pelepasan amilosa dari granula pati pada saat pemanasan. Adanya ikatan
silang phospat yang menahan amilosa tidak keluar dari granula
mengakibatkan jumlah volume meningkat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Miyazaki (2006) yang menyatakan bahwa cross-linking
menguatkan ikatan hidrogen dalam granula dengan ikatan kimia yang
berperan sebagai jembatan diantara molekul-molekul amilosa dan
amilopektin. Sebagai hasilnya, ketika pati cross-linked dipanaskan dalam
air, granula-granulanya akan mengembang dan dapat mempertahnkan
butiran granulanya.
Gambar 6. Hubungan antara Perlakuan Suhu Fosforilasi dan Daya Kembang Pati Maizena Termodifikasi
14.75
29.65 31.8
32.9 33
0
5
10
15
20
25
30
35
Kontrol 110°C 120°C 130°C 140°C
Day
a K
em
ban
g (%
)
Perlakuan Suhu Fosforilasi
Hasil analisis sidik ragam untuk nilai daya kembang pati terhadap
suhu fosforilasi yang diberikan terhadap pati adalah berbeda sangat
nyata (Lampiran 2c). Setelah dilakukan uji Duncan, pati dengan
perlakuan kontrol berbeda nyata dengan semua perlakuan pati modifikasi
(Lampiran 2c).
IV. 3. Kelarutan
Kelarutan pati merupakan banyaknya pati yang larut bersama air
ketika suspensi pati dipanaskan sehingga menyebabkan granula pati
menjadi pecah. Penentuan kelarutan pati berdasarkan (Kainuma et al,
1967) yaitu pati yang telah dipanaskan pada suhu tertentu dipisahkan dari
endapannya, kemudian supernatant dikeringkan hingga berat konstant.
Berat konstant tersebut dibagi dengan berat sampel kering dan dikalikan
100%.
Pati maizena termodifikasi mempunyai kelarutan yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan pati alami. Hal ini membuktikan bahwa semakin
tinggi perlakuan suhu fosforilasi maka semakin rendah kelarutannya. Hal
ini dikarenakan amilosa yang terdapat dalam granula pati tidak dapat lagi
ditahan oleh ikatan hidrogen sehingga amilosa keluar dan larut bersama
air. Hal ini berbeda dengan pati maizena termodifikasi, karena ikatan
silang tidak mudah rusak oleh suhu pemanasan sehingga amilosa tidak
mudah keluar dari granula. Tingkat kelarutan pada pati dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Hubungan Antara Perlakuan Suhu Fosforilasi dan Kelarutan Pati Maizena Termodifikasi
Hasil analisis sidik ragam untuk kelarutan pati menunjukkan bahwa
terjadi perbedaan antara kontrol dan pati modifikasi berpengaruh sangat
nyata terhadap pati yang dihasilkan (Lampiran 4c). Setelah dilakukan uji
Duncan, perlakuan kontrol dan pati modifikasi suhu fosforilasi 110°C
menunjukkan persamaan sedangkan untuk pati modifikasi suhu fosforilasi
120°C, 130°C, 140°C tidak berbeda nyata (Lampiran 4c)
Kelarutan juga mempunyai hubungan dengan daya kembang
dimana makin tingggi daya kembang maka kelarutan pati makin kecil hal
ini disebabkan karena pada saat terjadi pemanasan granula pati akan
pecah sehingga amilosa keluar dan larut bersama air. Larutnya amilosa
pada suhu pemanasan menyebabkan tingkat kelarutan semakin tinggi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyandari (1992) yang menyatakan
bahwa selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga
pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak
3.25 3.15
1.98 1.96 1.75
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Kontrol 110°C 120°C 130°C 140°C
Ke
laru
tan
Pat
i (%
)
Perlakuan Suhu Fosforilasi
mengeluarkan amilosa. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang
dilakukan oleh Purnamasari, dkk (2011) menyatakan bahwa kelarutan
terkait dengan kemudahan molekul air untuk berinterkasi dengan molekul
dalam granula pati dan menggantikan interaksi hidrogen antar molekul
sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan mempunyai
pengembangan yang tinggi. Adanya pengembangan tersebut akan
menekan granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul
pati terutama amilosa akan keluar.
IV. 4. Kekeruhan Pati
Kekeruhan dapat diketahui dengan menggunakan spektrofotometer
pada saat pengujian suspensi pati didapatkan nilai absorbansi pasta pati
yang telah dipanaskan sebelumnya. Semakin tinggi nilai absorbansi maka
semakin keruh/buram pasta pati tersebut. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Kerr dan Cleveland (1959), tingkat kekeruhan dapat diukur
dengan cara memanaskan larutan pati 1% dalam waterbath selama 30
menit kemudian didinginkan dan diukur absorbansi pada panjang
gelombang 650nm. Tingkat kekeruhan gel pati dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8 menunjukkan bahwa tingkat kekeruhan pada pati alami
cenderung tinggi bila dibandingkan dengan pati maizena termodifikasi hal
ini disebabkan banyaknya amilosa yang keluar dan larut bersama air pada
saat terjadi pemanasan menyebabkan gel menjadi keruh. Berbeda
dengan pati ikatan silang dimana amilosa dapat ditahan sehingga tidak
mudah keluar dan larut bersama air. Tingkat kekeruhan berhubungan erat
dengan daya kembang pati dimana semakin tinggi daya kembang maka
tingkat kekeruhan semakain rendah.
Gambar 8. Hubungan Antara Perlakuan Suhu Fosforilasi dan Tingkat
Kekeruhan Gel Pati Termodifikasi menggunakan Spektrofotometer (λ 650nm)
Tingkat kekeruhan pasta karena bukan hanya amilosa yang larut
melainkan senyawa lain yang terdapat pada pati. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Lim et al., (1993) yang menyatakan bahwa kehadiran lipid
dalam gandum dan pati jagung yang dapat mengurangi kejelasan pasta
dengan membentuk senyawa kompleks yang larut dengan amilosa.
Hasil analisis sidik ragam untuk kekeruhan pati menunjukkan
bahwa terjadi perbedaan antara kontrol dan pati modifikasi berpengaruh
sangat nyata (Lampiran 4c) sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan.
Setelah dilakukan uji Duncan, pati dengan perlakuan kontrol berbeda
nyata dengan semua perlakuan pati modifikasi (Lampiran 4c).
1.972
1.26 1.239 1.231 1.135
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Kontrol 110°C 120°C 130°C 140°C
Ke
keru
han
(%
)
Perlakuan Suhu Fosforilasi
IV. 5. Pola Gelatinisasi
Pola gelatinisasi pada umumnya digunakan sebagai metode untuk
mengukur sifat-sifat amilografh. Pada metode ini yang menjadi
pengamatan utama ialah suhu terjadinya pembengkakan granula pati atau
biasa disebut suhu gelatinisasi (SG), viskositas puncak dimana nilai
viskositas berada pada titik tertiggi sebelum viskositas kembali menurun
akibat pengaruh suhu pada tahap ini dinamakan viskositas maksimum
(VM), suhu saat viskositas maksimum (SVM), stabilitas pasta
(breakdown), viskositas balik (setback), dan stabiltas pendinginan. Pola
gelatinisasi ini dapat diamati dengan cara membuat suspensi pati
sebanyak 10% kemudian dipanaskan hingga suhu larutan mencapai suhu
90oC, lalu di ditahan pada suhu tersebut selama 20 menit untuk melihat
kestabilan gel pada suhu panas, kemudian suhu diturun hingga suhu
50oC dan ditahan selama 20 menit untuk melihat kestabilan gel pada suhu
rendah. Pola gelatinisasi pada pati alami dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Pola Gelatinisasi Pati Alami Maizena
Gambar 9 menunjukkan bahwa pati mulai tergelatinisasi pada
pada suhu 70.8°C setelah dilakukan pemanasan selama 20 menit. Pada
saat mencapai menit ke-45 suhu suspensi pati menjadi 90°C dengan
viskositas 2916 cP. Suhu 90°C ditahan selama 20 menit Suspensi pati
mengalami kenaikan dan penurunan viskositas. Viskositas tertinggi terjadi
pada menit ke-56 dimana viskositas mencapai 9216 cP dan viskositas
terendah terjadi pada menit ke-65 dengan viskositas 1296 cP. Setelah
suhu 90°C kemudian suhu pemanasan diturunkan hingga 50°C. Waktu
yang diperlukan untuk mencapai suhu 50°C yaitu 35 menit. Pada saat
suhu diturunkan terjadi peningkatan viskositas mulai dari 11236-39204 cP
pada menit 70-95. Kemudian suhu kembali dipertahankan selama 20
menit. Pada saat suhu dipertahankan terjadi kenaikan viskositas hingga
mencapai 236196 cP pada menit ke-104 kemudian viskositas menurun
hingga mencapai viskositas 76176 cP pada menit ke-115.
Pola gelatinisasi pada pati maizena termodifikasi dengan
perlakuan suhu 110°C dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pola Gelatinisasi Pati Modifikasi suhu fosforilasi 110°C.
Gambar 10 menunjukkan bahwa pati mulai tergelatinisasi pada
pada suhu 69.5°C setelah dilakukan pemanasan selama 30 menit. Pada
saat mencapai menit ke-50 suhu suspensi pati menjadi 90°C. Suhu 90°C
ditahan selama 20 menit dengan viskositas 5476 cP. Suspensi pati
mengalami kenaikan dan penurunan viskositas. Viskositas tertinggi terjadi
pada menit ke-51 dimana viskositas mencapai 6724 cP dan viskositas
terendah terjadi pada menit ke-70 dengan viskositas 1600 cP. Setelah
suhu 90°C kemudian suhu pemanasan diturunkan hingga 50°C. Waktu
yang diperlukan untuk mencapai suhu 50°C yaitu 40 menit. Pada saat
suhu diturunkan terjadi peningkatan viskositas mulai dari 2919-16384 cP
pada menit 75-105. Kemudian suhu kembali dipertahankan selama 20
menit. Pada saat suhu dipertahankan kenaikan viskositas kembali terjadi
hingga mencapai 19044 cP pada menit ke-119 kemudian viskositas terus
menurun hingga mencapai viskositas 14400 cP pada menit ke-125.
Untuk pola gelatinisasi pada pati maizena termodifikasi dengan
perlakuan suhu 120°C dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 menunjukkan bahwa pati mulai tergelatinisasi pada
pada suhu 70°C setelah dilakukan pemanasan selama 25 menit. Pada
saat mencapai menit ke-50 suhu suspensi pati menjadi 90°C dengan
viskositas 14400 cP. Pada saat suhu 90°C ditahan selama 20 menit
suspensi pati mengalami kenaikan dan penurunan viskositas. Viskositas
tertinggi terjadi pada menit ke-59 dimana viskositas mencapai 44944 cP
dan viskositas terendah terjadi pada menit ke-66 dengan viskositas 10404
cP. Setelah suhu 90°C kemudian suhu pemanasan diturunkan hingga
50°C. Waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu 50°C yaitu 35 menit.
Pada saat suhu diturunkan terjadi peningkatan viskositas mulai dari
15376-91204 cP pada menit 75-100. Kemudian suhu kembali
dipertahankan selama 20 menit. Pada saat suhu dipertahankan terjadi
kenaikan viskositas hingga mencapai 121104 cP pada menit ke-114
kemudian viskositas menurun hingga mencapai viskositas 107584 pada
menit ke-116.
Gambar 11. Pola Gelatinisasi Pati Modifikasi suhu fosforilasi 120°C.
Pola gelatinisasi pada pati maizena termodifikasi dengan
perlakuan suhu 130°C dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 menunjukkan bahwa pati mulai tergelatinisasi pada
pada suhu 59°C setelah dilakukan pemanasan selama 25 menit. Pada
saat mencapai menit ke-50 suhu suspensi pati menjadi 90°C dengan
viskositas 2304 cP. Pada saat suhu 90°C ditahan selama 20 menit
suspensi pati mengalami kenaikan dan penurunan viskositas. Viskositas
tertinggi terjadi pada menit ke-68 dimana viskositas mencapai 18496 cP
dan viskositas terendah terjadi pada menit ke-61 dengan viskositas 6084
cP. Setelah suhu 90°C kemudian suhu pemanasan diturunkan hingga
50°C. Waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu 50°C yaitu 35 menit.
Pada saat suhu diturunkan terjadi peningkatan viskositas mulai dari
15376-20164 cP pada menit 75-100. Kemudian suhu kembali
dipertahankan selama 20 menit. Pada saat suhu dipertahankan terjadi
kenaikan viskositas hingga mencapai 24964 cP pada menit ke-120.
Gambar 12. Pola Gelatinisasi Pati Modifikasi suhu fosforilasi 130°C.
Untuk pola gelatinisasi pada pati maizena termodifikasi dengan
perlakuan suhu 140°C dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 menunjukkan bahwa pati mulai tergelatinisasi pada
pada suhu 65.6°C setelah dilakukan pemanasan selama 20 menit. Pada
saat mencapai menit ke-60 suhu suspensi pati menjadi 90°C dengan
viskositas 8836 cP. Pada saat suhu 90°C ditahan selama 20 menit
suspensi pati mengalami kenaikan dan penurunan viskositas. Viskositas
tertinggi terjadi pada menit ke-80 dimana viskositas mencapai 25600 cP
dan viskositas terendah terjadi pada menit ke-62 dengan viskositas 9604
cP. Setelah suhu 90°C kemudian suhu pemanasan diturunkan hingga
50°C. Waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu 50°C yaitu 30 menit.
Pada saat suhu diturunkan terjadi peningkatan viskositas mulai dari
29584-48400 cP pada menit 85-105. Kemudian suhu kembali
dipertahankan selama 20 menit. Pada saat suhu dipertahankan terjadi
kenaikan viskositas hingga mencapai 73984 cP pada menit ke-113
kemudian viskositas menurun hingga mencapai viskositas 51984 pada
menit ke-125.
Gambar 13. Pola Gelatinisasi Pati Modifikasi suhu fosforilasi 140°C
Berdasarkan penjelasan diatas pola gelatinisasi pada semua pati
menunjukkan bahwa suspensi pati yang mendapatkan suhu pemanasan
fosforilasi yang tinggi akan mengakibatkan granula mengembang dan
mengakibatkan viskositas. Pada proses terjadinya gelatinisasi terlihat
bahwa pati mulai tergelatinisasi pada suhu 62-70°C. Kisaran suhu
tersebut merupakan suhu yang umumnya terjadi pada proses gelatinisasi
pati jagung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2004) yang
menyatakan bahwa suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati
ddan merupakan suatu kisaran. Dengan viscometer suhu gelatinisasi
dapat ditentukan, misalnya pada jagung 62-70°C.
Viskositas akan naik hingga mencapai viskositas maksimum
kemudian akan terus menurun seiring makin rendahnya suhu. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Winarno (2002) yang menyatakan bahwa
pasta pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula-granula
yang membengkak yang tersuspensi ke dalam air panas dan molekul-
molekul amilosa yang terdispersi ke dalam air. Molekul-molekul amilosa
tersebut akan terus dterdispersi, asalkan pati tersebut dalam kondisi
panas. Dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir
yang fleksibel dan tidak kaku. Bila pasta pati tersebut kemudian
mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan
kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-
molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan
cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, dengan demikian
mereka menggabungkan butir-butir pati yang bengkak tersebut menjadi
semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap.
Setelah dilakukan pengukuran pola gelatinisasi pada pati maizena
alami dan pati maizena termodifikasi, suspensi pati meningkat pada suhu
90°C. Namun, setelah suhu pemanasan diturunkan menjadi 50°C
suspensi pati cenderung mengalami peningkatan. Hal ini terjadi pada pati
maizena alami maupun pati maizena termodifikasi. Namun, tidak semua
pati mempunyai kestabilan gel yaitu kemampuan pati untuk
mempertahankan viskositasnya. Pada pati alami terjadi penurunan
viskositas yang drastis dan cenderung tak mampu mempertahankan
viskositasnya.
Untuk pati maizena termodifikasi dengan suhu fosforilasi 110°C,
viskositasnya dapat ditahan sehingga penurunan viskositas tidak terlalu
nampak. Pada pati termodifikasi suhu fosforilasi 120°C terjadi penurunan
viskositas, namun masih cenderung stabil, karena penurunan
viskositasnya tidak terlalu jauh. Pati maizena termodifikasi dengan suhu
fosforilasi 130°C viskositasnya dapat ditahan pada viskotas pada kisaran
20000-25000 cP. Sedangkan untuk suhu fosforilasi 140°C viskositas yang
dipertahankan yaitu 49284-65536 cP sebelum turun menjadi 44100 cP.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pati alami kurang mampu untuk mempertahankan viskositasnya
dibandingkan dengan pati maizena termodifikasi. Pada pati maizena
termodifikasi perlakuan suhu 120°C yang mempunyai viskositas yang
tinggi serta mampu mempertahankan viskositasnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pati maizena termodifikasi mempunyai sifat yang lebih baik bila
dibandingkan dengan pati maizena alami dilihat dari segi daya
kembang pati, kelarutan pati, tingkat kekeruhan dan pola gelatinisasi.
2. Suhu fosforilasi yang tinggi mengakibatkan daya kembang meningkat,
menurunnya tingkat kelarutan dan kekeruhan, serta kestabilan pasta
pada suhu tinggi.
3. Perlakuan suhu fosforilasi yang mempunyai tingkat kestabilan
viskositas yang terbaik yaitu pati maizena termodifikasi pada suhu
120°C.
V.2 Saran
Sebaiknya pada penelitian selanjutnya pati maizena termodifikasi
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk olahan
pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Agra, I.B., S. Warnijati, dan B. Pujianto. 1973. “Hidrolisa Pati Ketela Rambat Pada Suhu Lebih dari 1000 C”, Forum Teknik, 3. 115-129.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist, 1998. Official Methods
of Analysis. Association of Official Analytical Chemist, Washington DC.
Agustine Susilowati dan Aspiyanti, 2006. Alternatif Pati Jagung
Termodifikasi sebagai Pengental dan Penstabil serta Pengaruh terhadap Kualitas Susi Tempe secara Hidrolisis Enzimatik. Pusat Penelitian Kimia –LIPI, PUSPIPTEK.
Angela, L. M. S. 2001. The Molecular Organization in Starch Based
Products. The Influence of Polyol Used a Plasticizer. http. // igistut-archive-library-uu.nl/dissertation/1979557. Akses tanggal 14 Juli 2013. Makassar.
Anonim, 2013a http://sulsel.bps.go.id/brs/8/padi-dan-palawija. tanggal
23 Juni 2013. Makassar. Anonim, 2013b. Polimer Alami.
http://de2xsys.files.wordpress.com/2010/10/polimer-alami.pdf. Akses tanggal 28 November 2013. Makassar.
Breuninger, W. F., K. Piyachomkwan dan K. Sriroth. 2009. Tapioca/ Cassava Starch: Production and Use. Didalam: Miller, J. B dan R. Whistler. Starch:Chemistry and Technology Third Edition. Elsevier Inc, USA. ISBN: 978-0-12-746275-2
Charles, A.L., Chang, Y.H, Ko, W.C., Sriroth, K., dan Huang, T.C. 2005.
Influence of amylopectin structure and amylose content on gelling properties of five cultivars of cassava starches. J. Agric. Food Chemistry Vol53 : 2717-2725.
Cui, S. W. 2005. Food Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties,
and Application. CRC Press. Francis. Cui, S. W. 2006. Food Carbohydrate, Francise and Taylor, England. Dziedzic, S.Z. dan M.W. Kearsley. 1995. The technology of starch
production. In: S.Z. Dziedzic and M.W. Kearsley (Ed.). Handbook of Starch Hydrolysis Products and TheirDerivatives Blackie Academic and Professional, London. Suarni dan S. Widowati Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor
Fleche, G. 1985. Chemical modification and degradation of starch. Di
dalam : G.M.A.V. Beynum dan J.A Roels (eds.). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc., New York.
Fortuna T., Juszczak L., and Palasiński M., 2001. Properties of Corn and
Wheat Starch Phosphates Obtain ed from Granules Segregated According to Their Size, EJPAU, Vol. 4.
Gaman, P. M., andK. B Sherrington, 1992. The Science of Food, an
Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Penerjemah Murdijadi Gardijito, Sri Naruki, Agnes Murdiati dan Sardjono dalam Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hee- Young An., 2005, Effects of Ozonation and Addition of Amino
acids on Properties of Rice Starches. A Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana state University and Agricultural and Mechanical College.
Herawati, H. 2008. Peluang Pengembangan Alternatif Produk
”Modified Starch” dari Tapioka. Seminar Nasional Pengembangan Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Surakarta, 7 Agustus 2008.
Herawati, H. 2010. Modifikasi Ester-Gelombang Pendek untuk Produksi Pati Termodifikasi dari Tapioka. Tesis Magister Teknik Kimia, Universitas Diponegoro
Jati, Parmadi Waktya, 2006. Pengaruh Waktu Hidrolisis Dan
Konsentrasi Hcl Terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) Dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi Dari Pati Tapioka Dengan Metode Hidrolisis Asam. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Kainuma K, Odat T, Cuzuki S, 1967. Study of Starch Phosphates
Monoesters. J. Technol, Soc. Starch 14: 24 – 28. Kantouch dan Tawfik. S.,1998, Gelatinization of Hypochlorite Oxidized
Maize Starch in Aqueous Solutions. Starch 50 Nr.2-3.S.114-119.
Kerr, R. W., and Cleveland, F. C., Jr. 1959. Orthophosphate esters of
starch. U.S. patent 2,884,413. Leach H. W., Mc Cowen L.D., Schoch T. J., 1959. Structure of The
Starch Granules in Swelling and Sollubility Pattern of Various Starch, Cereal Chem, , Vol.36, pp. 534-544.
Li, J.Y., dan Yeh, A.I. 2001. Relationship between thermal, rheological
characteristics, and swelling power for various starches. J. Food Engineering Vol.50 : 141-148.
Lim, S. and Seib, P.A. 1993. Preparation and Pasting Properties Of
Wheat and Corn Starch Phospates. Cereal Chem 70(2) : 137-144.
Miyazaki, Megumi., Pham Van Hunga, Tomoko Maedad dan Naofumi
Morita, 2006, Recent Advances in Applivcation of Modified Starches for Breadmaking, Elsevier Journal.
Moorthy, S.N. 2004. Tropical sources of starch. Di dalam: Ann Charlotte
Eliasson (ed). Starch in Food: Structure, Function, and Application. CRC Press, Baco Raton, Florida.
Mulyandari, S.H. 1992. Kajian Perbandingan Sifat-Sifat Pati Umbi-
Umbian dan Pati Biji-Bijian. IPB, Bogor Munarso dan Mudjisihono, 1992. Pengolahan Jagung Siap Santap.
Laporan Hasil Penelitian Balittan, Sukamandi.
Murillo, C.E.C., Wang, Y.J., and Perez, L.A.B., 2008, Morphological, Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and Corn Starches, Starch/Stärke Vol. 60, 634-645.
Nur Alam dan Nurhaeni, 2008. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional
Pati Jagung berbagai Varietas yang Diekstraksi dengan Pelarut Natrium Bikarbonat. Jurnal Agroland 15 (2): 89 – 94.
Olkku, J. dan Rha, C. 1978. Gelatinization of starch and wheat flour
starch. Di dalam: Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Academic Press Inc., San Diego, California.
Purnamasari, Indah dan Happy Januarti, 2010. Pengaruh Hidrolisa
Asam-Alkohol dan Waktu Hidrolisa Asam terhadap Sifat Tepung Tapioka. Jurusan teknik kimia, fakultas teknik, Universitas Diponegoro.
Rambitan, J., 1988. Isolasi dan Karakterisasi Pati dari beberapa
Varietas Jagung. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rubianty Sultanry dan Berty Kaseger, 1985. Kimia Pangan. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.
Sasaki, T., dan Matsuki, J. 1998. Effect of wheat starch structure on
swelling power. Di dalam: Li, J.Y., dan Yeh, A.I. 2001. Relationship between 67 thermal, rheological characteristics, and swelling power for various starches. J. Food Engineering Vol.50 : 141-148.
Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras Jagung: Prosesing dan
kandungan Nutrisi sebagai Bahan Pangan Pokok. hlm. 393 − 398. In Suyamto (Ed.) Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, Makassar. 29 − 30 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Suriani, Ade Irma, 2008. Mempelajari Pengaruh Pemanasan Dan
Pendinginan Berulang Terhadap Karakteristik Sifat Fisik Dan Fungsional Pati Garut (Marantha Arundinacea) Termodifikasi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Vogel, H.C. 1997. “Fermentation and Biochemical Engineering
Handbook” 2nd ed, Noyes Publication, New Jersey.
Winarno, F. G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. Yavus, Hulya and Ceyhun B., 2003. Preparation and Biogradation of
Starch/Polycaprolactone Film. Journal of Polymer and the Environment, 2003, Vol. 11.
LAMPIRAN
Lampiran 1a. Data Hasil Analisis Kadar Air Pati dengan Berbagai Perlakuan.
Sampel Bobot Awal Bobot Akhir Kadar Air
Kontrol 1 2.0348 1.8084 12.51
Kontrol 2 2.0806 1.8471 12.64
Kontrol 3 2.1474 1.8979 13.14
A1U1 2.0913 1.8542 12.78
A1U2 2.1779 1.9098 14.03
A1U3 2.579 2.2851 12.86
A2U1 2.2372 1.9722 13.43
A2U2 2.2121 1.9297 14.63
A2U3 2.1357 1.3465 58.61
A3U1 2.0278 1.7886 13.37
A3U2 2.0166 1.7765 13.51
A3U3 2.2938 1.9977 14.82
A4U1 2.0697 1.7929 15.43
A4U2 2.1758 1.8949 14.82
A4U3 2.1233 1.838 15.52
Lampiran 1b. Data Hasil Analisis Kadar Air Pati dengan Berbagai Perlakuan setelah dilakukan Ponyortiran Data.
Sampel Kadar Air Rata-rata Standar Deviasi
Kontrol 1 12.5194 12.58 0.08
Kontrol 2 12.6414
A1U1 12.7872 12.82 0.05
A1U3 12.8616
A2U1 12.7437 12.89 0.84
A2U3 13.0401
A3U1 13.3736 13.76 0.10
A3U2 14.1579
A4 U1 15.5004 14.96 0.05
A4 U3 14.4343
Lampiran 1c. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Air Pati dengan
Berbagai Perlakuan.
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected
Model 558.072a 4 139.518 1.050 .429
Intercept 4239.385 1 4239.385 31.920 .000
perlakuan 558.072 4 139.518 1.050 .429
Error 1328.147 10 132.815
Total 6125.604 15
Corrected Total 1886.219 14
Uji Duncan
Perlakuan N Subset
1
1 3 12.7690
2 3 13.2290
4 3 13.9037
5 3 15.2617
3 3 28.8941
Sig. .146
Lampiran 2a. Data Hasil Analisis Daya Kembang (Swelling Power) Pati dengan Berbagai Perlakuan.
Sampel Berat
Endapan Berat
Sampel Kering Daya Kembang
Kontrol 1 1.49 0.1 14.9
Kontrol 2 1.46 0.1 14.6
Kontrol 3 1.26 0.1 12.6
A1U1 2.9 0.1 29
A1U2 2.64 0.1 26.4
A1U3 3.03 0.1 30.3
A2U1 2.9 0.1 29
A2U2 3.1 0.1 31
A2U3 3.26 0.1 32.6
A3U1 3.17 0.1 31.7
A3U2 2.75 0.1 27.5
A3U3 3.41 0.1 34.1
A4U1 3.45 0.1 34.5
A4U2 4.06 0.1 40.6
A4U3 3.15 0.1 31.5
Lampiran 2b. Data Hasil Analisis Daya Kembang (Swelling Power) pati dengan Berbagai Perlakuan setelah dilakukan Ponyortiran Data.
Sampel Berat
Endapan Berat
Sampel Kering Daya
Kembang Rata-rata
Standar Divisiasi
Kontrol 1 1.49 0.1 14.9 14.75 0.21
Kontrol 2 1.46 0.1 14.6
A1U1 2.9 0.1 29 29.65 0.91
A1U3 3.03 0.1 30.3
A2U2 3.1 0.1 31 31.8 1.13
A2U3 3.26 0.1 32.6
A3U1 3.17 0.1 31.7 32.9 1.69
A3U3 3.41 0.1 34.1
A4U1 3.45 0.1 34.5 33 2.12
A4U3 3.15 0.1 31.5
Lampiran 2c. Hasil Analisis Sidik Ragam Daya Kembang (Swelling Power) Pati dengan Berbagai Perlakuan
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected
Model 809.897a 4 202.474 24.440 .000
Intercept 11776.806 1 11776.806 1.422E3 .000
perlakuan 809.897 4 202.474 24.440 .000
Error 82.847 10 8.285
Total 12669.550 15
Corrected Total 892.744 14
Uji Duncan
Perlakuan N Subset
1 2 3
1 3 14.0333
2 3 28.5667
3 3 30.8667 30.8667
4 3 31.1000 31.1000
5 3 35.5333
Sig. 1.000 .328 .087
Lampiran 3a. Data Hasil Analisis Kelarutan (Solubility) Pati dengan Berbagai Perlakuan.
Sampel Berat
Sampel Awal (gr)
Berat Konstan
(Mg)
Berat Konstan /1000
Kelarutan
Kontrol 1 1 32.40 0.03 3.24
Kontrol 2 1 32.02 0.03 3.20
Kontrol 3 1 32.60 0.03 3.26
A1U1 1 31.90 0.03 3.19
A1U2 1 31.23 0.03 3.12
A1U3 1 33.07 0.03 3.30
A2U1 1 29.78 0.02 2.97
A2U2 1 19.30 0.01 1.93
A2U3 1 20.42 0.02 2.04
A3U1 1 19.19 0.01 1.91
A3U2 1 18.20 0.01 1.82
A3U3 1 20.17 0.02 2.01
A4U1 1 17.55 0.01 1.75
A4U2 1 20.37 0.02 2.03
A4U3 1 18.82 0.01 1.88
Lampiran 3b. Data Hasil Analisis Kelarutan (Solubility) pati dengan Berbagai Perlakuan setelah dilakukan Ponyortiran Data.
Sampel
Berat Sampel
Awal (gr)
Berat Konstan
(Mg)
Berat Konstan
/1000 Kelarutan Rata-rata
Standar Deviasi
Kontrol 1 1 32.4009 0.03 3.24 3.25 0.01
Kontrol 3 1 32.6012 0.03 3.26
A1U1 1 31.901 0.03 3.19 3.15 0.04
A1U2 1 31.2351 0.03 3.12
A2U2 1 19.3021 0.01 1.93 1.98 0.07
A2U3 1 20.4221 0.02 2.04
A3U1 1 19.1959 0.01 1.91 1.96 0.06
A3U3 1 20.1728 0.02 2.01
A4U1 1 17.557 0.01 1.75 1.75 0.08
A4U3 1 18.821 0.01 1.88
Lampiran 3c. Hasil Analisis Sidik Ragam Kelarutan (Solubility) Pati
dengan Berbagai Perlakuan
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected
Model 5.339a 4 1.335 18.020 .000
Intercept 94.787 1 94.787 1.280E3 .000
perlakuan 5.339 4 1.335 18.020 .000
Error .741 10 .074
Total 100.866 15
Corrected Total 6.079 14
Uji Duncan
Perlakuan N Subset
1 2
5 3 1.8916
4 3 1.9190
3 3 2.3169
2 3 3.2070
1 3 3.2344
Sig. .097 .905
Lampiran 4a. Data Hasil Analisa Kekeruhan Gel (Paste Clarity) dengan Berbagai Perlakuan.
Sampel Absorbansi
Ctrl 1 2.02
Ctrl 2 1.91
Ctrl 3 1.59
A1U1 1.24
A1U2 1.27
A1U3 1.38
A2U1 1.23
A2U2 1.34
A2U3 1.24
A3U1 1.22
A3U2 1.23
A3U3 1.37
A4U1 1.26
A4U2 1.14
A4U3 1.12
Lampiran 4b. Data Hasil Analisis Kekeruhan Gel (Paste Clarity) pati
dengan Berbagai Perlakuan setelah dilakukan Ponyortiran Data.
Sampel Absorbansi Rata-rata Standar Deviasi
Kontrol 1 2.027 1.972 0.07
Kontrol 2 1.917
A1U1 1.243 1.26 0.02
A1U2 1.277
A2U1 1.238 1.239 0.001
A2U3 1.24
A3U1 1.225 1.231 0.008
A3U2 1.237
A4U2 1.145 1.135 0.014
A4U3 1.125
Lampiran 4c. Hasil Analisis Sidik Ragam Kekeruhan Gel (Paste Clarity)
Pati dengan Berbagai Perlakuan.
Source Type III Sum
of Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected
Model .853a 4 .213 14.538 .000
Intercept 28.387 1 28.387 1.936E3 .000
tingkat_kekeruh
an .853 4 .213 14.538 .000
Error .147 10 .015
Total 29.386 15
Corrected Total .999 14
Uji Duncan
Perlakuan N
Subset
1 2
5 3 1.1787
3 3 1.2750
4 3 1.2787
2 3 1.3010
1 3 1.8450
Sig. .275 1.000
Lampiran 5a. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Alami Waktu (Menit)
Suhu (°C) Nilai cP Faktor Koreksi Fk Viskositas
(cP)
0 30.6 0 0 0
5 52.9 0 0 0
10 63 0 0 0
15 68.1 0 0 0
20 70.8 1080 2.7 2916
25 74 1840 4.6 8464
30 79.7 2240 5.6 12544
35 82.3 2840 7.1 20164
40 85.2 2080 5.2 10816
45 90 1080 2.7 2916
46 90 1240 3.1 3844
47 90 1320 3.3 4356
48 90 1120 2.8 3136
49 90 1080 2.7 2916
50 90 1200 3 3600
51 90 840 2.1 1764
52 90 1040 2.6 2704
53 90 1240 3.1 3844
54 90 1440 3.6 5184
55 90 1840 4.6 8464
56 90 1920 4.8 9216
57 90 1640 4.1 6724
58 90 1720 4.3 7396
59 90 1480 3.7 5476
60 90 1480 3.7 5476
61 90 720 1.8 1296
62 90 720 1.8 1296
63 90 760 1.9 1444
64 90 880 2.2 1936
65 90 720 1.8 1296
70 84.5 2120 5.3 11236
75 75.3 3160 7.9 24964
80 65.8 3040 7.6 23104
85 60 3240 8.1 26244
90 54.4 3600 9 32400
95 50 3960 9.9 39204
96 50 6040 15.1 91204
97 50 6120 15.3 93636
Lanjutan Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Alami
98 50 5600 14 78400
99 50 8600 21.5 184900
100 50 8640 21.6 186624
101 50 8760 21.9 191844
102 50 7320 18.3 133956
103 50 9160 22.9 209764
104 50 9720 24.3 236196
105 50 8160 20.4 166464
106 50 6600 16.5 108900
107 50 5360 13.4 71824
108 50 7120 17.8 126736
109 50 5600 14 78400
110 50 5120 12.8 65536
111 50 4440 11.1 49284
112 50 6240 15.6 97344
113 50 4480 11.2 50176
114 50 5080 12.7 64516
115 50 5520 13.8 76176
Keterangan : : Pemanasan larutan pati hingga suhu 90
oC
: Ditahan pada Suhu 90oC selama 20 menit
: Pendinginan gel hingga suhu 50oC
: Ditahan pada suhu 50oC selama 20 menit
Lampiran 5b. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 110oC.
Waktu (Menit)
Suhu (°C) Nilai cP Faktor Koreksi Fk Viskositas
(cP)
0 28.9 0 0 0
5 45.7 0 0 0
10 53 0 0 0
15 59.6 0 0 0
20 62.5 0 0 0
25 65 0 0 0
30 69.5 1320 3.3 4356
35 78 1320 3.3 4356
40 80.1 1600 4 6400
45 84 1560 3.9 6084
50 90 1480 3.7 5476
51 90 1640 4.1 6724
52 90 1440 3.6 5184
53 90 1120 2.8 3136
54 90 1120 2.8 3136
55 90 880 2.2 1936
56 90 1000 2.5 2500
57 90 1040 2.6 2704
58 90 1000 2.5 2500
59 90 1000 2.5 2500
60 90 960 2.4 2304
61 90 920 2.3 2116
62 90 880 2.2 1936
63 90 960 2.4 2304
64 90 1040 2.6 2704
65 90 960 2.4 2304
66 90 880 2.2 1936
67 90 1040 2.6 2704
68 90 920 2.3 2116
69 90 800 2 1600
70 90 800 2 1600
75 83.2 1080 2.7 2916
80 77.9 1520 3.8 5776
85 70.1 1760 4.4 7744
90 63.7 1920 4.8 9216
95 58.6 2160 5.4 11664
100 544 2360 5.9 13924
105 50 2560 6.4 16384
Lanjutan Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 110oC.
106 50 2640 6.6 17424
107 50 2520 6.3 15876
108 50 2720 6.8 18496
109 50 2720 6.8 18496
110 50 2640 6.6 17424
111 50 2520 6.3 15876
112 50 2480 6.2 15376
113 50 2520 6.3 15876
114 50 2480 6.2 15376
115 50 2320 5.8 13456
116 50 2320 5.8 13456
117 50 2440 6.1 14884
118 50 2520 6.3 15876
119 50 2760 6.9 19044
120 50 2560 6.4 16384
121 50 2760 6.9 19044
122 50 2520 6.3 15876
123 50 2520 6.3 15876
124 50 2440 6.1 14884
125 50 2400 6 14400
Keterangan : : Pemanasan larutan pati hingga suhu 90oC
: Ditahan pada Suhu 90oC selama 20 menit : Pendinginan gel hingga suhu 50oC : Ditahan pada suhu 50oC selama 20 menit
Lampiran 5c. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 120oC.
Waktu (Menit)
Suhu (°C) Nilai cP Faktor Koreksi Fk Viskositas
(cP)
0 30.5 0 0 0
5 47 0 0 0
10 54 0 0 0
15 60 0 0 0
20 63.3 0 0 0
25 70 1120 2.8 3136
30 73.6 1560 3.9 6084
35 75.4 1920 4.8 9216
40 82 2360 5.9 13924
45 84 2280 5.7 12996
50 90 2400 6 14400
51 90 2680 6.7 17956
52 90 2520 6.3 15876
53 90 2600 6.5 16900
54 90 2600 6.5 16900
55 90 2600 6.5 16900
56 90 2400 6 14400
57 90 3840 9.6 36864
58 90 4160 10.4 43264
59 90 4240 10.6 44944
60 90 3200 8 25600
61 90 2360 5.9 13924
62 90 2760 6.9 19044
63 90 2440 6.1 14884
64 90 2280 5.7 12996
65 90 2240 5.6 12544
66 90 2040 5.1 10404
67 90 2880 7.2 20736
68 90 2360 5.9 13924
69 90 2480 6.2 15376
70 90 2120 5.3 11236
75 84 2480 6.2 15376
80 71.9 4440 11.1 49284
85 62.6 5640 14.1 79524
90 55.6 6280 15.7 98596
95 50.6 5960 14.9 88804
100 50 6040 15.1 91204
97 50 6920 17.3 119716
Lanjutan Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 120oC.
98 50 6800 17 115600
99 50 6520 16.3 106276
100 50 6400 16 102400
101 50 6800 17 115600
102 50 5160 12.9 66564
103 50 6480 16.2 104976
104 50 5880 14.7 86436
105 50 6800 17 115600
106 50 5360 13.4 71824
107 50 6120 15.3 93636
108 50 5720 14.3 81796
109 50 6280 15.7 98596
110 50 5600 14 78400
111 50 6160 15.4 94864
112 50 6560 16.4 107584
113 50 6200 15.5 96100
114 50 6960 17.4 121104
115 50 5840 14.6 85264
116 50 6560 16.4 107584
Keterangan : : Pemanasan larutan pati hingga suhu 90oC
: Ditahan pada Suhu 90oC selama 20 menit
: Pendinginan gel hingga suhu 50oC : Ditahan pada suhu 50oC selama 20 menit
Lampiran 5d. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 130oC.
Waktu (Menit)
Suhu (°C) Nilai cP Faktor Koreksi Fk Viskositas
(cP)
0 28.5 0 0 0
5 37 0 0 0
10 41 0 0 0
15 45.6 0 0 0
20 55.7 0 0 0
25 59 800 2 1600
30 67.7 920 2.3 2116
35 72.5 920 2.3 2116
40 83.2 1000 2.5 2500
45 85 1120 2.8 3136
50 90 960 2.4 2304
51 90 1800 4.5 8100
52 90 1600 4 6400
53 90 1920 4.8 9216
54 90 2000 5 10000
55 90 1680 4.2 7056
56 90 1600 4 6400
57 90 1600 4 6400
58 90 1680 4.2 7056
59 90 1640 4.1 6724
60 90 1720 4.3 7396
61 90 1560 3.9 6084
62 90 1840 4.6 8464
63 90 1920 4.8 9216
64 90 2120 5.3 11236
65 90 2240 5.6 12544
66 90 2400 6 14400
67 90 2480 6.2 15376
68 90 2720 6.8 18496
69 90 2680 6.7 17956
70 90 2600 6.5 16900
75 82.3 2480 6.2 15376
80 73 2560 6.4 16384
85 65 2800 7 19600
90 58 2840 7.1 20164
95 54.6 2840 7.1 20164
100 50 2840 7.1 20164
Lanjutan Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 130oC.
101 50 3080 7.7 23716
102 50 3000 7.5 22500
103 50 3080 7.7 23716
104 50 3120 7.8 24336
105 50 3120 7.8 24336
106 50 2920 7.3 21316
107 50 2880 7.2 20736
108 50 3120 7.8 24336
109 50 2920 7.3 21316
110 50 2960 7.4 21904
111 50 3040 7.6 23104
112 50 3000 7.5 22500
113 50 3040 7.6 23104
114 50 3040 7.6 23104
115 50 2880 7.2 20736
116 50 3080 7.7 23716
117 50 3000 7.5 22500
118 50 3000 7.5 22500
119 50 3040 7.6 23104
120 50 3160 7.9 24964 Keterangan :
: Pemanasan larutan pati hingga suhu 90oC
: Ditahan pada Suhu 90oC selama 20 menit
: Pendinginan gel hingga suhu 50oC
: Ditahan pada suhu 50oC selama 20 menit
Lampiran 5e. Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 140oC.
Waktu (Menit)
Suhu (°C) Nilai cP Faktor Koreksi Fk Viskositas
(cP)
0 31.3 0 0 0
5 45.1 0 0 0
10 54.4 0 0 0
15 58.5 0 0 0
20 65.6 1000 2.5 2500
25 70 1680 4.2 7056
30 76.3 1600 4 6400
35 80.1 2120 5.3 11236
40 82.8 2200 5.5 12100
45 83 2160 5.4 11664
50 85 1720 4.3 7396
55 86.2 1800 4.5 8100
60 90 1880 4.7 8836
61 90 2280 5.7 12996
62 90 1960 4.9 9604
63 90 2680 6.7 17956
64 90 2360 5.9 13924
65 90 2200 5.5 12100
66 90 2400 6 14400
67 90 2560 6.4 16384
68 90 2800 7 19600
69 90 2880 7.2 20736
70 90 2600 6.5 16900
71 90 2440 6.1 14884
72 90 2720 6.8 18496
73 90 3000 7.5 22500
74 90 2480 6.2 15376
75 90 2400 6 14400
76 90 2240 5.6 12544
77 90 2480 6.2 15376
78 90 2360 5.9 13924
79 90 3040 7.6 23104
80 90 3200 8 25600
85 79.5 3440 8.6 29584
90 70.6 3920 9.8 38416
95 61.4 4080 10.2 41616
100 55.6 4360 10.9 47524
105 50 4400 11 48400
Lanjutan Data Hasil Pengukuran Sifat Amilografh Pati Modifikasi pada Suhu Fosforilasi 140oC.
106 50 4520 11.3 51076
107 50 4560 11.4 51984
108 50 4440 11.1 49284
109 50 4760 11.9 56644
110 50 4840 12.1 58564
111 50 5400 13.5 72900
112 50 5120 12.8 65536
113 50 5440 13.6 73984
114 50 5120 12.8 65536
115 50 5000 12.5 62500
116 50 4880 12.2 59536
117 50 4760 11.9 56644
118 50 4840 12.1 58564
119 50 4040 10.1 40804
120 50 4600 11.5 52900
121 50 4880 12.2 59536
122 50 4960 12.4 61504
123 50 4720 11.8 55696
124 50 4200 10.5 44100
125 50 4560 11.4 51984
Keterangan : : Pemanasan larutan pati hingga suhu 90oC
: Ditahan pada Suhu 90oC selama 20 menit
: Pendinginan gel hingga suhu 50oC : Ditahan pada suhu 50oC selama 20 menit