1 PELAKSANAAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM ALOKASI DANA DESA (ADD) DI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Oleh SYAHRUL RAMADHAN NIM. 120565201038 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNG PINANG 2017
23
Embed
PELAKSANAAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM ALOKASI DANA ...jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Regulasi terbaru terkait dengan ADD adalah Surat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PELAKSANAAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM ALOKASI
DANA DESA (ADD) DI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK
BINTAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
SYAHRUL RAMADHAN
NIM. 120565201038
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNG PINANG
2017
2
ABSTRAK
Alokasi Dana Desa merupakan anggaran untuk membiayai program Pemerintahan
Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk
menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti
pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasar keanekaragaman, partisipasi, otonomi
asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dalam penelitian ini
pada dasarnya untuk mengetahui Pelaksanaan Prinsip Good Governance Dalam
Alokasi Dana Desa (ADD) Di Desa Tembeling Kecamatan Teluk Bintan
Kabupaten Bintan Tahun 2015. Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan teknik
deskriptif kualitatif dengan mengacu kepada konsep Dwiyanto (2008:80) dan perlu
dioperasionalkan sehingga menjadi sebuah variabel yang kongkrit. Adapun yang
dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 11 orang. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif. Dari hasil
penelitian dilapangan maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam alokasi dana
desa di Desa Tembeling sudah menjalankan prinsip Good Governance. Hubungan
kerjaasama yang terjalin sudah baik. semua sudah bekerja saling mendukung.
Hanya saja terkadang permasalahan terjadi karena biasanya tidak semua kegiatan
dapat diinformasikan kepada masyarakat sehingga terjadi pemberitaan yang
membuat masyarakat berpandang negatif. Dalam mendukung terwujudnya good
governance masyarakat sebagai salah satu alat untuk mendorong berjalannya ketiga
prinsip-prinsip good governance. Akuntabilitas Alokasi Dana Desa terhadap
masyarakat sudah baik. Dalam proses pembuatan sebuah keputusan dalam alokasi
dana yang dibuat secara tertulis tersedia bagi warga yang membutuhkan,dengan
setiap keputusan yang diambil sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang
berlaku, dan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar.
Kata Kunci : Good Governance, Alokasi Dana Desa
3
ABSTRACT
The village is a budget allocation of funds to finance the Village Government in
carrying out the activities of government and community empowerment. Provision
of Village Allocation Fund is a manifestation of the fulfillment of the right to
organize village autonomy to grow and develop to follow the growth of the village
itself is based on diversity, participation, indigenous autonomy, democratization
and empowerment. The purpose of this research in order to ascertain the
Implementation of Principles of Good Governance In Rural Fund Allocation (ADD)
In Tembeling Village District of Teluk Bintan Year 2015 discussion in this paper
uses descriptive qualitative techniques with reference to the concept Dwiyanto
(2008: 80) and need to be operationalized so that it becomes a concrete variables.
As for who serve as informants in this study as many as 11 people. Analysis of the
data used in this study is the analysis of qualitative data. From the results of the
field study it can be concluded that the allocation of funds in the rural village of
Teluk Bakau has been applying the principles of good governance. Kerjaasama
relationship that exists already good. all have to work to support each other. It's
just that sometimes problems occur because usually not all activities can be
communicated to the public resulting in news that makes people looked at each
negative. In support of good governance of society as a tool to encourage the
passage of the three principles of good governance. Accountability Village
Allocation Fund has not been good to the community. In the process of making a
decision in the allocation of funds made available in writing to those in need, with
every decision taken already meet the standards of ethics and values are applicable,
and in accordance with the principles of proper administration.
Keywords: Good Governance, Rural Fund Allocation
4
A. Latar Belakang
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah
pada Kabupaten/kota didasarkan atas desentralisasi dalam wujud otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pernyataan tersebut dijabarkan lebih dalam lagi pada
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 yang menjelaskan bahwa desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwewenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hakekat pembangunan desa bertujuan untuk memperbaiki kondisi dan taraf
hidup masyarakat. Di samping itu pemerintah desa merupakan suatu strategi
pembangunan yang memungkinkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
dinikmati oleh rakyatnya dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan
tercapainya stabilitas keamanan wilayah yang sehat dan dinamis. Pemerintah desa
sebagai alat untuk mencapai tujuan administrasi negara, berfungsi sebagai tangan
panjang pemerintah dalam rangka pembangunan nasional demi tercapainya
kesejahteraan rakyat yang merata. (Widjaja:2002)
Desa itu menunjuk wilayah, yang didiami oleh masyarakat, yang
didalamnya terdapat sumber-sumber produksi, yang didalamnya juga memiliki tata
kelola (governance), diikat oleh aturan main yang disepakati bersama oleh
masyarakatnya dan ada pengaturan untuk menegakkan aturan, yang sering disebut
dengan istilah pemerintahan. Dalam konteks ini, dulu desa itu adalah negara.
Sebelum negara monarki atau sekarang bergeser menjadi negara kesatuan yang
mengintegrasikan berbagai wilayah itu ada, desa sudah ada lebih dulu. Oleh sebab
itu desa sudah sejak lahirnya merupakan wilayah yang bersifat otonom.
(Riswandha:2003)
Sebagai konsekuensi adanya kewenangan dan tuntutan dari pelaksanaan
otonomi desa adalah tersedianya dana yang cukup. Sadu Wasistiono ( 200:610 )
menyatakan bahwa pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam
mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana juga pada
penyelenggaraan otonomi daerah.
Pemerintah daerah dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan publik, harus pula diiringi dengan penerapan prinsip
good governance (kepemerintahan atau tata pemerintahan yang baik). Good
governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan dalam menyediakan
barang dan jasa publik (publik goods dan services.). Prinsip-prinsip good
5
governance antara lain adalah prinsip efektifitas (effectiveness), keadilan, (equity),
Partisipasi (participation), Akuntabilitas (accountability) dan tranparansi
(transparency). Good governance merupakan suatu tindak lanjut atau evolusi
penyelenggaraan Pemerintahan dari perubahan good goverment dalam suatu bentuk
Pemerintahan. Good governance ini cendrung lebih efektif dan efisien dalam proses
dan tujuannya sehingga good governance dikatagorikan sebagai suatu proses
pemerintahan yang baik diterapakan di semua negara karena good governance bisa
menyeimbangkan keselarasaan Pemerintah dengan pihak lain di berbagai sektor
untuk menciptakan suatu keteraturan di dalam menjalankan Pemerintahan yang
baik dan bersih.
Pada sisi lain, Pemerintah daerah atau lokal sebagai lembaga negara yang
mengembang misi pemenuhan kepentingan publik dituntut pula
pertanggungjawaban terhadap publik yang dilayaninya, artinya pemerintah lokal
harus menjalankan mekanisme pertanggungjawaban atas tindakan dan
pekerjaannya kepada publik yang sering disebut menjalankan prinsip akuntabilitas
(accountability). Pemerintah daerah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip
good governance. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan dalam
menggunakan dan melaksanakan kewenangan politik, ekonomi dan administratif
dapat diselenggarakan dengan baik. Oleh sebab itu dalam prakteknya, konsep good
governance harus ada dukungan komitmen dari semua pihak yaitu negara
(state)/pemerintah (government), swasta (private) dan masyarakat (society).
Good Governance (tata pemerintahan yang baik) merupakan praktek
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Good governance telah menjadi isu sentral, dengan adanya era
globalisasi tuntutan akan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah suatu
keniscayaan seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat. Tata
pemerintahan yang baik (good governance) dalam konteksnya merupakan suatu
kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh
pemerintah, masyarakat madani, dan swasta. Untuk mewujudkan tata pemerintahan
yang baik perlu dibangun dialog antara pelaku-pelaku penting dalam Negara, agar
semua pihak merasa memiliki tata pengaturan tersebut.
Konsep dasar dari Pemerintah (Government) lebih berkaitan dengan
lembaga yang mengemban fungsi memerintah dan mengemban fungsi mengelola
administrasi pemerintahan. Di tingkat Pemerintahan Pusat maka konsep
Pemerintah (Government) merujuk pada Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
Negara beserta Para Kabinet Pemerintahan. Sedangkan Tata Pemerintahan
(Governance) lebih menggambarkan pada pola hubungan yang sebaik-baiknya
antar elemen yang ada. Di tingkat Pemerintahan Negara konsep Tata Pemerintahan
(Good Governance) merujuk pada pola hubungan antara pemerintah, kelembagaan
politik, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial dalam upaya menciptakan
6
kesepakatan bersama menyangkut pengaturan proses pemerintahan. Hubungan
yang diidealkan adalah sebuah hubungan yang seimbang dan proporsional antara
empat kelembagaan tersebut.
Dengan demikian cakupan Tata Pemerintahan (Governance) lebih luas
dibandingkan dengan Pemerintah (Government), karena unsur yang terlibat dalam
Tata Pemerintahan mencakup semua kelembagaan yang ada pada pemerintahan
Indonesia, termasuk didalamnya ada unsur Pemerintah (Government). Dalam hal
ini tata pemerintahan melibatkan unsure swasta dan masyarakat di dalamnya selain
pemerintah itu sendiri. Karena bangunan governance merupakan bangunan yang
multi stakeholders.
Pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan kebijakan Alokasi Dana Desa
(ADD), yang ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005, yang tujuannya lebih mengarah pada pemberdayaan desa. Pelaksanaan ADD
diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa. Dalam pasal 68 ayat 1 huruf c, dijelaskan bahwa bagian dari dana
perimbangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling
sedikit 10% yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang
merupakan Alokasi Dana Desa. Regulasi terbaru terkait dengan ADD adalah Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ Tahun 2005 tanggal 22 Maret
2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada
Pemerintah Desa.
Sesuai dengan Surat Edaran tersebut, ADD dimaksudkan untuk membiayai
program Pemerintahan Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan
pemberdayaan masyarakat. Pemberian ADD merupakan wujud dari pemenuhan
hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang
mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasar keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini karena desa
mempunyai hak untuk memperoleh bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah
kabupaten/kota, dan dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima kabupaten/kota. Adapun tujuan pelaksanaan ADD adalah: 1)
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya; 2)
meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan
potensi desa; 3) meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan
kesempatan berusaha bagi masyarakat desa; serta 4) mendorong peningkatan
swadaya gotong royong masyarakat.
Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah atau yang diterima oleh Kabupaten/Kota. Pemberian
7
ADD merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan
otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu
sendiri berdasar keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan
pemberdayaan masyarakat.
Untuk menindaklanjuti PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa serta Surat
Edaran Mendagri Nomor 140/640/SJ tentang Pedoman Alokasi Dana Desa. Salah
satunya mengatur tentang Penggunaan ADD yakni ADD yang diterima Pemerintah
Desa sejumlah 30% dipergunakan untuk biaya operasional penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. Biaya operasional tersebut mencakup :
a. Belanja Pemerintah Desa seperti belanja barang, belanja pemeliharaan,
biaya perjalanan dinas, biaya rapat, ATK dan lain-lain.
b. Operasional dan tunjangan BPD terdiri dari tunjangan pimpinan dananggota
BPD, perjalanan dinas, biaya rapat dan ATK.
c. Tambahan kesejahteraan Kepala Desa dan Perangkat Desa.
d. Bantuan biaya operasional Lembaga Desa yang dibentuk, diakui dan dibina
oleh Pemerintah Desa seperti LPMD, RT, RW, PKK, Karang Taruna dan
Linmas.
Kemudian ADD yang diterima Pemerintah Desa sejumlah 70%
dipergunakan untuk pemberdayaan masyarakat desa guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat desa ini mencakup :
a. Belanja pembangunan fisik diprioritaskan untuk mendukung pengentasan
kemiskinan, peningkatan pendidikan, kesehatan masyarakat desa dan
peningkatan pelayanan masyarakat.
b. Belanja pembangunan non fisik dalam rangka penguatan ekonomi
masyarakat desa.
Alokasi Dana Desa merupakan DAU/DAK bagi Desa, dan bagi sebagian
banyak Desa, ADD adalah sumber pembiayaan utama karena memang terbatasnya
PADes. Untuk itu diharapkan aparatur Desa, utamanya Kepala Desa lebih
memposisikan ADD sebagai stimulan bagi pemberdayaan masyarakat dan bukan
hanya pada pembangunan prasarana fisik yang bermanfaat jangka pendek / kecil
kontribusinya bagi pemberdayaan masyarakat atau lebih – lebih sebagai sumber
penghasilan bagi aparatur desa. Pemberian ADD merupakan wujud dari pemenuhan
hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang
mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasar keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Sedangkan Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang
diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat di desa.
Dana Desa dialokasikan ke Kabupaten bedasarkan jumlah desa dengan
8
memperhatikan jumlah penduduk, luas wilayah, angkan kemiskinan dan tingkat
kesulitan geografis. Menurut PP nomor 60 tahun 2014 sebagaimana telah diubah
dengan PP nomor 22 tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2016
tentang dana desa yang bersumber dari APBN, pasal 19 menyatakan dana desa
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Diproritaskan untuk membiayai
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Indonesia memiliki 74.093 desa, di tingkat Provinsi Kepulaunan Riau
berjumlah 275 desa dan khusus di Kabupaten Bintan Berjumlah 36 Desa. Maka
jumlah yang di dapatkan dari anggaran Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bintan
setiap Kecamatannya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel 1.1
Jumlah Alokasi Dana Desa di Kecamantan Bintan
Sumber : Bappeda Bintan
Dilihat dari tabel diatas bahwa menunjukkan pendapatan anggaran yang
berasal dari Alokasi Dana Desa dapat menunjang kegiatan atau program
permbangunan di Kabupaten Bintan Tahun 2015 maka harus lah setiap desa- desa
yang berasal dari Kecamatan yang ada di Kabupaten Bintan bisa memaksimalkan
pendapatan tersebut untuk penyelenggaraan pemerintah desa dan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat desa, namun dari sekian
banyak Desa yang ada, banyak yang belum mengembangkan serta menfaatkan
Alokasi Dana Desa (ADD) secara maksimal sesuai dengan diharapankan
masyarakat desa. Maka berangkat dari permasalahan hal tersebut maka peneliti
mencoba meneliti tentang bagaiman good governance dalam Alokasi Dana Desa.
Dari penelitian sebelumnya tentang pelaksanaan prinsip good governance
dalam alokasi dana desa. Dari penelitian tersebut permasalahan yang timbul di desa
yakni jumlah pengeluaran lebih besar dari jumlah ADD yang di dapat oleh Desa
tersebut. Dari data yang diperoleh pada tahun 2013 pendapatan dan belanja desa di
No Kecamatan Bintan Jumlah ADD
1 Kec. Gunung Kijang 1.098.901.010
2 Kec. Teluk Bintan 1.878.445.008
3 Kec. Teluk Sebong 2.667.929.990
4 Kec. Bintan Utara 352.296684
5 Kec. Tambelang 2.590.385.659
6 Kec. Toapaya 1.282.360.621
7 Kec. Seri Kuala Lobam 1.337.875.870
8 Kec. Mantang 1.526.776.647
9 Kec. Bintan Persisir 1.871.731.511
9
Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang ini tidak seimbang dapat diketahui
dari hasil laporan APBdes pendapatan adalah sebesar Rp.291.542.845 namun
pengeluaran sebesar Rp.294.976.422. dari data tersebut. (Tampubolon, 2014)
Maka peneliti tertarik untuk mengangkat kembali penelitian tentang
pelaksanaan prinsip good governance dalam alokasi dana desa dengan
permasalahan yang berbeda dan lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tembeling.
Desa Tembeling adalah Desa berada di wilayah Kecamatan Teluk Bintan
Kabupaten Bintan dengan jarak dari Ibu Kota Kecamatan lebih kurang 16 Km2.
Jumlah penduduk Desa Tembeling pada akhir Tahun 2015 dengan jumlah
penduduk 1.166 jiwa. Dimana Desa Tembeling merupakan penghasil Sektor
Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Sektor Perikanan Air Tawar, didalam
Pelaksanaan Pemerintahan Desa, Kepala Desa dibantu unsur Kewilayahan
diantaranya Kepala Dusun ( 1 ) dan Kepala Dusun ( 2). Sesuai dengan rencana dan
usulan dari semua kalangan maka Desa Tembeling dimekarkan menjadi 2(dua)
wilayah yaitu Kelurahan Tembeling Tanjung dengan Desa Tembeling Induk.
Sesuai dengan pemekaran tersebut Desa Tembeling sekarang terletak di Kampung
Siantan dan memiliki luas wilayah lebih kurang 20,2 km2 yang terdiri dari
Kampung Pulau Ladi, Siantan, Gisi, Balai Rejo, Pelang dan Tekis dan memiliki
batas – batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Bintan Buyu
- Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kelurahan Tembeling Tanjung
- Sebelah Barat berbatasan dengan : Desan Bintan Buyu
- Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Tuapaya / Kec. Tuapaya
Desa Tembeling salah satu desa yang berada di Kabupaten/Kota Bintan
yang mendapat alokasi dana desa (ADD). Alokasi Dana Desa di Desa Tembeling,
dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
1.2 Tabel
Alokasi Dana Desa di Desa Tembeling
NO Tahun ALOKASI DANA DESA
1 2014 Rp. 316.849.254,-
2 2015 Rp. 353.626.454,-
Sumber: Kantor Desa Tembeling.
Berdasarkan tabel di atas dapat di dilihat bahwa Desa Tembeling adalah
salah satu desa yang mendapatkan anggaran alokasi dana desa dari Kabupaten/Kota
Bintan. Alokasi Dana Desa cukup signifikan bagi Desa Tembeling untuk
menunjang program-program Desa. Diketahui dari APBDes Tahun 2015 jumlah
ADD adalah Rp. 353.626.454,- jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
Rp. 316.849.254,-pada tahun 2014. Selama ini di Desa sudah mendapatkan Alokasi
Dana Desa namun kenyataannya belum dapat dimanfaatkan serta dikelola dengan
10
maksimal, hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan
alokasi dana desa masih belum maksimal karena banyak masyarakat belum
mengetahui sepernuhnya tentang kegunaan dari dana alokasi dana desa tersebut.
Masyarakat hanya di undang dalam musyawarah desa namun tidak dilibatkan lebih
lanjut dalam pengelolaan alokasi dana desa. Maka partisipasi masyarakat hanya
sebagian saja terlibat langsung dalam alokasi dana desa. Kemudian temuan
prapenelitian dilapangan di Desa Tembeling, tidak adanya rincian lebih spekfikasi
mengenai penggunaan alokasi dana desa hanya saja di masukan kedalam laporan
penggunaan APBDes pada yang bersangkutan maka tidak bisa membedakan berapa
penggunaan dalam alokasi dana desa dengan dana-dana lainnya yang diterima oleh
Desa tersebut.
Pengelolaan ADD tentu saja membutuhkan keterbukaan dan melibatkan
banyak unsur, mulai dari perangkat desa hingga masyarakat desa. Sekian banyak
desa yang ada di Indonesia, banyak yang belum begitu mengembangkan serta
memanfaatkan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai yang di harapkan masyarakat
seperti yang terjadi di Desa Tembeling Kecamatan Teluk Bintan. Hal inilah yang
jadi pengaruh besar bagi masyarakat dalam rangka menumbuhkan ekonomi yang
baik untuk kesejahteraan hidup.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul : “Pelaksanaan Prinsip Good Governance
Dalam Alokasi Dana Desa (ADD) Di Desa Tembeling Kecamatan Teluk Bintan
Kabupaten Bintan Tahun 2015”
B. Konsep Operasional
Ada beberapa prinsip Good Governance yang dihubungkan dengan
penggunaan Alokasi Dana Desa, namun dalam penelitian ini dari 10 prinsip tersebut
digunakan 4 prinsip untuk melihat alokasi dana desa hal ini dikarenakan pemilihan
konsep disesuaikan dengan permasalahan di lapangan dalam konteks pelaksanaan
good governance sebagai berikut:
1. Transparansi
Salah satu aktualisasi nilai dan prinsip-prinsip good governance adalah
Transparansi. Transparansi adalah keterbukaan pemerintahan dalam membuat
kebijakan-kebijakan, sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh masyarakat, sub
indikatornya : Keterbukaan penyediaan informasi tentang alokasi dana desa dan
kemana saja dana tersebut akan dialirkan, seperti mengikutsertakan masyarakat
dalam perencanaan alokasi dana desa yaitu dengan membuka kesempatan untuk
masyarakat ikut dalam perencanaan alokasi dana desa.
11
2. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi (participation) dalam hal ini adalah persama hak dalam
mengambil semua keputusan, baik dalam langsung maupun tidak langsung yaitu
melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakilkan kepentingan mereka.
Maka untuk melihat partisipasi masyarakat Desa Tembeling dalam alokasi dana
desa, sub indikatornya sebagai berikut :
a. Keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan
menentukan suatu pembangunan dalam proses perencanaan.
b. Masyarakat mengawasi jalannya penggunaan anggaran.
3. Daya Tanggap
Daya Tanggap (responsiveness) adalah syarat mutlak langkah awal
pelaksanaan good governance. Berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan
dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok
masyarakat tertentu. Maka untuk melihat dari daya tanggap dari pemerintah Desa
Tembeling dalam memberikan informasi dapat dilihat dari Sub indikatornya,
Respon atau daya tanggap dari pemerintah desa dalam memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai program kegiatan dalam pembanguana desa.
4. Akuntabilitas
Akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau
penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis, serta
ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan dibawah
rule of law. Maka dapat dilihat dari sub indikator sebagai berikut: Proses pembuatan
sebuah keputusan dalam alokasi dana desa yang dibuat secara tertulis tersedia bagi
masyarakat yang membutuhkan dengan setiap keputusan yang diambil sudah sesuai
memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku dan sesuai dengan prinsip-
prinsip administrasi yang benar.
12
C. Landasan Teori
1. Good Governance
Menurut Dwiyanto (2008: 80) ada 10 indikator good governance antara
lain:
1) Akuntabilitas : meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan
dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
2) Pengawasan : meningkatkan upaya pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan
mengusahakan ketertiban swasta dan masyarakat luas.
3) Daya tanggap : meningkatkan kepekaan para penyelenggaraan
pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.
4) Profesionalisme : meningkatkan kemampuan dan moral
penyelenggaraan pemerintahan agar manpu memberi pelayanan yang
mudah, cepat, tepat dengan biaya terjangkau.
5) Efisiensi dan Efektifitas : menjamin terselenggarannya pelayanan
kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
secara optimal dan bertanggung jawab.
6) Transparansi : menciptakan kepercayaan timbal-balik antara
pemerintah dan masyarakat melalui penyedian informasi dan
menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi.
7) Kesetaraan : memberi peluang yang sama bagi setiap anggota
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
8) Wawasan ke depan : membangun daerah bedasarkan visi dan strategi
yang jelas dan mengikuti-sertakan warga dalam seluruh proses
pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut
bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.
9) Partisipasi : mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak
dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan,
yang menyangkut keperntingan masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
10) Penegakan hukum : mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi
semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan
memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Penerapan prinsip-prinsip good governance tidak terlepas dari peran
masyarakat, dan stakeholder yang berkepentingan (sekto swasta, lembaga swadaya
masyarakat dan elit politik) demi memajukan pembangunan serta pemerintahan
daerah yang berguna bagi masyarakat. Dengan demikian, maka wujud good
governance adalah pelaksanaan prinsip-prinsip penyelengaraan pemerintahan
13
daerah yang solid, kondusif dan bertanggungjawab dengan menjaga kesinergian
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Terselenggaranya good
governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat
dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Oleh karena itu, diperlukan
pengembangan penerapan sistem pertanggungjawabab yang tepat, jelas, nyata dan
legitimati sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berlangsung
secara berkesinambungan, berdaya guna, berhasil guna, bersih dan
bertanggungjawab serta bebas dari KKN.
2. Alokasi Dana Desa (ADD)
Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Desa untuk mendanai kebutuhan
Desa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
serta pelayanan masyarakat. Menurut Hanif Nurcholis (2011:88-89), Alokasi Dana
Desa (ADD) adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan desa dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan
masyarakat. Pemerintah Kabupaten/Kota harus mengalokasikan dana dari
APBDnya kepada desa. Alokasi dana desa berasal dari APBD Kabupaten/kota yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
oleh Kabupaten/Kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh persen). Adapun
tujuan alokasi dana desa (ADD) adalah 1) meningkatkan penyelenggaraan
pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya; 2) meningkatkan kemampuan
lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa; 3)
meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan
berusaha bagi masyarakat desa; serta 4) mendorong peningkatan swadaya gotong
royong masyarakat.
D. Hasil Penelitian
Pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan kebijakan Alokasi Dana Desa
(ADD), yang ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005, yang tujuannya lebih mengarah pada pemberdayaan desa. Pelaksanaan ADD
diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa. Dalam pasal 68 ayat 1 huruf c, dijelaskan bahwa bagian dari dana
perimbangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling
14
sedikit 10% yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang
merupakan Alokasi Dana Desa.
Untuk mengetahui alokasi dana desa di Desa Tembeling Kecamatan Teluk
Binta, maka dapat dilihat dari dimensi di bawah ini :
1. Transparasi
Dalam pelaksanaannya keingintahuan masyarakat tentang transparasi
pengelolaan ADD tidak dapat dipenuhi hanya dengan informasi keuangan saja.
Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah alokasi dananya telah beroperasi dengan
ekonomis, efisien, dan efektif. Sehingga aparatur desa juga harus meningkatkan
arus informasi kepada masyarakat. Dalam tahap perencanaan, pemerintah desa
harus melihat keterbukaan kepada masyarakat apa yang menjadi rencana kegiatan
pemerintah desa maka harus ada menyampaikan informasi kepada masyarakat
setempat.
Dari hasil wawancara dengan informan bahwa setiap informasi yang
dibutuhkan masyarakat selalu disampaikan melalui papan informasi yang ada di
kantor desa. Informasi mengenai jumlah anggaran yang akan direalisasikan untuk
pembangunan desa selalu di informasikan kepada masyarakat desa setempat. Maka
bentuk keterbukaan atau transparasi dari pemerintahan desa kepada masyarakat
dalam hal penggunaan anggaraan terutama penggunaan anggaran yang berasal dari
ADD selalu memberikan informasi kepada masyarakat melalui papan informasi.
Kemudian dari hasil obsevasi yang dilakukan peneliti menemukan bahwa
pemerintah desa menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat mengenai
penggunaan anggaran lewat papan informasi yang disediakan oleh pemerintah desa
dan bukan hanya itu saja, Pemerintah Desa juga menyediakan kotak saran untuk
menampung saran masyarakat untuk disampaikan kepada pemerintah desa tersebut.
Bahwa pemerintah desa Tembeling dalam penggunaan anggaraan desa yang di
gunakan untuk pembangunan desa selalu berkoordinasi dengan BPD sebagai
bentuk pertanggungjawaban dalam penggunaaan anggaran yang mana setiap
penggunaan anggaraan selalu melaporkan dan melakukan komunikasi dengan BPD
agar BPD bisa memberikan persetujuan untuk melaksanakan program yang di buat
oleh Pemerintaha Desa. Kemudian Pemerintah Desa tidak hanya saja berkoordinasi
dengan BPD tapi juga harus menginformasikan kebijakan, memberikan penjelasan
dan keterbukaan terhadap penggunaan anggaran dan kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah Desa.
15
2. Partispasi Masyarakat
Dalam mengambilan keputusan dan menentukan suatu pembangunan dalam
tahap persiapan, perencanaan dan pelaksanaan menuntut adanya partisipasi
masyarakat dan transparasi anggaraan sehingga akan memperkuat pengawasan.
Bahwa partispasi merupakan kunci sukses dalam proses penyusunan dan
pelaksanaan karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi.
Partisipasi masyarakat menjadi penting bagi sebuah pemerintahan sebagai upaya
untuk meningkatkan arus informasi, akutabilitas, memberikan perlindungan kepada
masyarakat, serta memberi suara bagi pihak yang terimbas oleh kebijakan publik
yang diterapkan.
Dari hasil wawancara dengan informan bahwa sebelum melakukan suatu
kegiatan untuk membangunan desa yang didanai Alokasi Dana Desa maupun Dana
Desa, Pemerintah Desa melakukan sosialisasi kegiatan dulu kepada masyarakat
sebagai bentuk persiapan dari desa agar nanti masyarakat di desa bisa berpartisipasi
terhadap kegiatan yang dilaksanakan desa. Sosialisasi yang dilakukan dalam
musyawarah desa maka masyarakat dapat berpatisipasi didalamnya sebagai bentuk
penyampaian aspirasi. Namun dalam musyawarah desa dalam pelaksanan suatu
kegiatan itu harus mengacu kepada RPJM desa karena ada teknis-teknis yang
mengaturnya.
Musrembang adalah sebuah mekanisme perencanaan, sebuah istitusi
perencanaan yang ada di daerah dan sebagai mekanisme untuk mempertemukan
usulan dan kebutuhan masyarakat dengan apa yang akan deprogram Pemerintah.
Idealnya pelaksanaan musrembang melibatkan masyarakat non Pemerintah mulai
dari tahapan proses, penentuan, dan pelaksanaan termasuk stakeholder secara
bersama memikirkan bagaimana membiyai dan mengimplementasikan hasil
musrembang. Dari hasil wawancara dengan informan diatas bahwa bentuk
keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan dalam kegiatan
pembangunan desa dapat dilihat keterlibatan dalam tim penyusun, yang mana
masyarakat dapat terlibat langsung dalam tim penyusun atau disebut juga dengan
tim 11 yang tugas dari tim tersebut merampungkan atau menyusun dan
melaksanakan program kegiatan yang diprioritaskan dalam pembangunan desa.
Menurut Mardiasmo bahwa partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam
membuat keputusan baik secara lagsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Menyesuiakan dengan pendapat
Mardiasmo tersebut bahwa masyarakat telah dilibatkan oleh Pemerintah desa dalam
tim 11 yang tugas kegiatannya menyusun program kegiatan yang dibangun di desa.
16
3. Daya Tanggap
Daya tanggap adalah bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-
persoalan masyarakat secara umum. Pemerintah harus memenuhi kebutuhan
masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi
pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan menganalisa kebutuhan-
kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu
etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan
loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki
sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan publik. Orientasi kesepakatan atau
kosensus ( cosensus orientation ).
Asas konsensus adalah bahwa setiap keputusan apapun harus dilakukan
melalui prose musyawarah. Cara pengambilan keputusan secara konsensus akan
mengikat sebagianyang bermusyawarah dalam upaya mewujudkan efektifitas
pelaksanaan keputusan. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan
keputusan maka akan semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol
terhadap kebijakan-kebijakan umum maka akan semakin tinggi tingkat kehati-
hatiannya dan akuntabilitas pelaksanaannya dapat di pertanggungjawabkan.
Pemerintah yang peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-persolan
masyarakat adalah sebuah impian dari good governance. Adanya pengawasan yang
diberikan terhadap kebijakan serta program yang sedang dijalankan merupakan
salah satu daya tanggap dalam perwujudan good governance. Dari hasil dari
wawancara dengan informan, dalam hal daya tanggap dalam persiapan seperti
melakukan sosialiasasi tentang suatu program pembangunan desa untuk
memberikan informasi dalam selalu merespon cepat dalam memberikan informasi-
informasi yang dibutuhkan masyarakat berupa disampaikan melalui papan
informasi dan juga lewat tiap RT yang ada di desa. Informasi yang disampaikan
tentang perencanaan program pembangunan desa maupun informasi yang
dibutuhkan masyarakat maka pemerintah desa harus memberikan pelayanan yang
prima agar masyarakat dapat merasakan dari pelayanan yang dilakukan pemerintah
desa.
4. Akuatabilitas
Akutabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa
proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus
benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan.
Sub indikatornya adalah: Proses pembuatan sebuah keputusan dalam
alokasi dana desa yang dibuat tertulis tersedia bagi masyarakat yang membutuhkan,
dangan setiap keputusan yang diambil sudah memenuhi standar etika dan nilai yang
berlaku, dan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar.
17
Akuatabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan kondisi
melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga
mengurangin penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling
mengawasi (check and balance sistem). Sedangkan dalam bidang politik, yang juga
berhubungan dengan masyarakat secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai
mekanisme penggatian penjabat atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun
monoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas
terhadap pelanggaran kekuasaan di bawah rule of law. Sedangkan publik
accountability didefinisikan sebagai adanya pembatasan tugas yang jelas dan
efisien. Secara garis besar disimpulkan bahwa akuntabilitas berhubungan dengan
kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para apparat yang bekerja di
dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan
nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat.
Hasil wawancara dengan informan, bahwa dalam mengambil sebuah
keputusan atau kebijakan untuk program pembangunan desa sudah memenuhi
standar etika, nilai-nilai, dan norma yang berlaku, dan sesuai dengan prinsip-prisip
administrasi yang benar. Akuntabilitas dalam ADD adalah kewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang
memilik hak atau berkewenganan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.
Bahwa pertanggungjawaban atas pengelolaan ADD dilakukan oleh Kepala
Desa selaku pemegang kekuasaan keuangan desa melalui LKPJ setiap akhir tahun
anggaran berjalan dan diakhir masa jabatan Kepala Desa. LKPJ ini kemudian
disampaikan kepada BPD melalui rapat bersama BPD sebagai
pertanggungjawaban. Dalam mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran
kepada masyarakat Pemerintah Desa Tembeling berupa bentuk terealisasinya suatu
pembangunan dan dibuktikan dengan surat serah terima dengan masyarakat dan
menggumumkannya lewat papan informasi agar masyarakat bisa mengetahui.
Namun, akuntabilitas bukan hanya sekedar mempertanggungjwabkan
kepada masyarakat saja tetapi juga bagaimana pertanggungjawabkan kepada
Pemerintah yang ada diatas sebagai penyedia dana. Untuk pertanggungjawabkan
penggunaan anggaran kepada Bupati, Pemerintah Desa Tembeling membuat
laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LPPD) dan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) pengelolaan keuangan desa yang akan diverifikasi oleh
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Anggaran Daerah (DPPKD) sebagai perwakilan
dari Bupati yang sebelumnya juga melalui camat. Oleh karena itu untuk
mewujudkan akuntabilitas dibutuhkan pula transparansi keseluruhan proses
penggunaan ADD, mulai dari usulan peruntukkannya, pelaksanaan sampai dengan
tercapaian hasilnya dapat dipertanggungjawaban di depan seluruh pihak terutama
18
masyarakat desa. Namun, bentuk pertanggungjawaban ini bukan hanya sekedar
penyebarluasan informasi mengenai pegelolaan ADD akan tetapi juga
pertanggungjawaban dalam penggunaan anggaran apakah sudah sesuai dengan
perencanaan pembangunan desa.
19
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dilapangan maka dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam Alokasi Dana Desa Di Desa Tembeling belum sepenuhnya menjalankan
prinsip Good Governance namun masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki.
Adapun hasil yang dapat dipaparkan adalah sebagai berikut :
1. Dimensi transparansi ditemukan bahwa secara keseluruhan pada dimensi ini
sudah berjalan dengan baik seperti kerjasama yang terjalin sudah dan semua
masyarakat serta aparatur pemerintah sudah bekerja saling mendukung.
Hanya saja terkadang permasalahan terjadi karena biasanya tidak semua
kegiatan dapat diinformasikan kepada masyarakat sehingga terjadi
pemberitaan yang membuat masyarakat berpandang negatif. Dalam
mendukung terwujudnya good governance masyarakat sebagai salah satu
alat untuk mendorong berjalannya ketiga prinsip-prinsip good governance.
2. Dimensi partisipasi masyarakat dapat diketahui bahwa masyarakat yang
diikutsertakan adalah perwakilan dari masyarakat desa saja. Seperti tokoh
masyarakat, LPM, BPD, RW, dan RT tidak semua masyarakat dapat ikut
serta dalam perumusan alokasi dana desa. Partisipasi masyarakat masih di
mobilisasi mereka tidak datang dengan kesadaran sendiri dan kendala
dengan waktu yang banyak digunakan masyarakat untuk aktifitas untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam penyusunan alokasi dana desa
masyarakat desa Tembeling hanya datang untuk melihat perumusan
berlangsung namun dalam menyampaikan aspirasi masyarakat tidak diberi
kesempatan sepenuhnya karena dalam pembangunan desa sudah ada
program yang diprioritaskan bagi desa maka tidak semua aspirasi
masyarakat tersebut diterima sepenuhnya.
3. Dimensi daya tanggap dapat diketahui bahwa adanya respon cepat dari
pemerintah desa berkaitan dengan pemberian informasi kepada masyarakat
tentang alokasi dana desa. Hal ini dapat dilihat dari aparatur desa dalam
memberikan informasi kepada masyarakat selalu disampaikan kepada
masyarakat dengan melalui papan informasi, juga perangkat desa selalu
turun ke desa- desa bentuk dari tanggap pemerintah desa untuk meninjau
apa saja yang dibutuhkan desa dan apabila informasi yang disampaikan desa
tidak sampai kepada masyarakat karena masyarakat desa banyak bekerja
untuk memenuhi kebutuhan maka nanti desa akan menyampaikan kepada
RT informasi yang dibutuhkan masyarakat desa.
4. Dimensi akuntabilitas Alokasi Dana Desa terhadap masyarakat juga belum
dapat terlaksana dengan baik. Dalam proses pembuatan sebuah keputusan
20
dalam alokasi dana yang dibuat secara tertulis tersedia bagi warga yang
membutuhkan,dengan setiap keputusan yang diambil sudah memenuhi
standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, dan sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar, hanya saja hal ini tidak dipublikasikan dengan baik
kepada seluruh masyarakat. Dan bentuk pertanggungjawaban kepada
masyarakat berupa terealisasinya suatu pembangunan di desa dan
dibuktikan dengan surat serah terima dengam pemerintah desa dengan
masyarakat dimana tempat pembanguanan itu dilaksanakan oleh
pemerintaha desa.
2. Saran
a. Diharapkan pemerintah desa lebih mampu untuk mendorong masyarakat
agar ikut berpartisipasi tidak lagi di mobilisasi. Kesadaran masyarakat
adalah hal yang penting dalam pembangunan desa, masyarakat harus
memiliki kesadaran dalam berpartisipasi agar dapat ikut mengawasi
pembangunan di Desa Tembeling.
b. Diharapkan ada di buat secara tertulis keputusan yang diambil oleh aparatur
pemerintah dalam alokasi dana sehingga masyarakat yang tidak ikut dalam
perumusan alokasi dapat mengetahui untuk apa saja dana akan digunakan.
c. Diharapkan dalam penetapan anggaran dan alokasi Dana Desa aspirasi
masyarakat juga didengarkan, sehingga masyarakat tidak hanya datang
untuk menjadi penonton tetapi diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto. Dkk. 2008. Mewujudkan Good Governance melalaui Pelayanan
Publik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta : Rineka Cipta.
Awang, Azam. 2010. Impelementasi Pemberdayaan Pemerintah Desa.Yogyakarta:
PustakaPelajar.
Hetifah Sj.Sumarto. 2009. Inovasi, Partisifasi, dam Good Governance. Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia.
Hanif Nurcholis 2011. Pertumbuhan dan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Jakarta : penerbit ERLANGGA.
Krina P. 2003. Indikator Dan Alat Ukur Prinsip Akunbilitas, Transparasi Dan
Pastisipasi. Jakarta: Sekretarial Good Publik Governance, Badan