Top Banner
i PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM PEMILUKADA DI KOTA CIREBON TAHUN 2018 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT/XVI/2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar sarjana Hukum (S.H.) Oleh: ARDHI RACHMAT RAMADHAN NIM: 11150480000074 P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019 M
107

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

Feb 04, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

i

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM

PEMILUKADA DI KOTA CIREBON TAHUN 2018

(Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT/XVI/2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ARDHI RACHMAT RAMADHAN

NIM: 11150480000074

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2019 M

Page 2: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet
Page 3: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet
Page 4: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet
Page 5: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

v

ABSTRAK

Ardhi Rachmat Ramadhan. NIM 11150480000074. PELAKSANAAN

PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM PEMILUKADA DI KOTA

CIREBON TAHUN 2018 (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI NOMOR 8/PHP.KOT-XVI/2018) Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1441 H/2019 M. viii + 98 halaman.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum oleh hakim

Mahkamah Konstitusi dalam memutus pelaksanaan pemungutan suara ulang pada

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon Tahun 2018 dengan

meninjau teori demokrasi, kedaulatan rakyat, dan negara hukum. Dalam

Pemilukada Kota Cirebon Tahun 2018 terjadi kecurangan dalam Pemilihan

dengan adanya pembukaan kotak suara secara melawan hukum sehingga

mempengaruhi perolehan suara yang merugikan Pasangan Calon, yakni Pasangan

Calon Nomor Urut 1 dengan perolehan suara yang lebih kecil daripada Pasangan

Calon Nomor Urut 2.

Penelitian ini menggunakan jenis normatif-yuridis dan library research

dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-

buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet yang berkaitan. Metode analisis yang

digunakan sebagai bahan hukum primer adalah Undang-Undang Dasar 1945,

putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018 yang dihubungkan

dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2017 dan Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilukada. Bahan hukum sekunder

berasal dari sumber kepustakaan seperti buku, jurnal, Majalah ilmiah yang

mendukung penelitian ini.

Hasil penelitian menunjukkan Putusan Mahkamah Konstitusi telah sesuai

peraturan perundang-undangan terkait Pemilukada karena Pemohon memiliki

kewenangan menurut hukum mengajukan ke Mahkamah Konstitusi karena

terbukti telah terjadi pembukaan kotak suara Pemilihan secara melawan hukum

yang harus dilakukan pemungutan suara ulang agar hasil perolehan suara dapat

diakui oleh Pemohon sesuai asas Pemilukada yang demokratis.

Kata Kunci: Pemungutan Suara, Pemilukada, Mahkmah Konstitusi.

Pembimbing Skripsi : Dr. Sodikin, S.H., M.H., M.Si.

Daftar Pustaka : Tahun 1978 sampai Tahun 2019.

Page 6: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

vi

KATA PENGANTAR

حيم حمن الر بســــــــــــــــــم هللا الر

Assalaumualaikum wr. wb

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM

PEMILUKADA DI KOTA CIREBON TAHUN 2018 (ANALISIS PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 8/PHP.KOT-XVI/2018)”. Salawat dan

salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, Nabi

terakhir dan rahmat bagi seluruh alam beserta sahabat-sahabatnya yang senantiasa

membantu Nabi dalam berdakwah.

Selanjutnya, peneliti ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada

semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Karena

tanpa mereka akan sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini dengan

cepat dan baik. Oleh sebab itu, peneliti berterima kasih kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.

Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Sodikin, S.H., M.H., M.Si. Pembimbing Skripsi peneliti yang telah

bersedia membimbing dengan meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya

sehingga dengan itu skripsi penulis dapat selesai dan terarah.

4. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang telah memuat kumpulan

salinan putusan yang dapat diakses secara online.

5. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memuat

banyak koleksi buku sehingga peneliti dapat pinjam dan baca sebagai bahan

rujukan skripsi penulis.

Page 7: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

vii

6. Pimpinan Perpustakaan Nasional Jakarta yang telah memberi fasilitas bacaan

buku yang sangat lengkap kepada peneliti sehingga banyak referensi yang

peneliti peroleh dari sana.

7. Pihak-pihak lain yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam

penyelesaian karya tulisnya.

Jakarta, Oktober 2019

Peneliti,

Ardhi Rachmat Ramadhan

Page 8: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ….................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………… iv

ABSTRAK ………………………………………………………………... v

KATA PENGANTAR ……………………………………………………. vi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………... viii

BAB I: PENDAHULUAN ………………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah …... ………6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….. 8

D. Metode Penelitian …………………………………….. ……... 8

E. Sistematika Penulisan ………………………………................ 11

BAB II: DASAR HUKUM PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA

ULANG ……….............................................................................. 13

A. Kerangka Konseptual …………………………………. ……... 13

1. Mahkamah Konstitusi ……………………………………. 13

2. Pemungutan Suara Ulang ………………………………… 17

3. Pemilihan Umum Kepala Daerah ………………................18

B. Kerangka Teori ……………………………………………….. 19

1. Teori Negara Hukum …………………………………….. 20

2. Teori Demokrasi …………………………………………. 27

3. Teori Kedaulatan ………………………………................ 35

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu …………………………. 45

BAB III: KASUS PEMUNGUTAN SUARA ULANG PEMILUKADA KOTA

CIREBON TAHUN 2018 ……………………………………. 48

A. Identitas Para Pihak …………………………………… …….. 48

B. Putusan Hakim Sebelum Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Kota

Cirebon Tahun 2018 ………………………………………….. 48

Page 9: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

ix

C. Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Kota Cirebon

Tahun 2018 …………………………………………………… 51

D. Profil Kota Cirebon …………………………………................ 53

BAB IV: PEMUNGUTAN SUARA ULANG KOTA CIREBON TAHUN

2018…………………………...………………………………... 56

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Pelaksanaan Pemungutan Suara

Ulang …………………………………………………………. 56

B. Pemungutan Suara Ulang dan Pemilukada Dalam Perspektiff Negara

Hukum, Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat ……………….... . 80

BAB V: PENUTUP ………………………………………………………. 91

A. Kesimpulan …………………………………………………… 91

B. Rekomendasi ………………………………………………….. 92

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 94

Page 10: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan bernegara di Indonesia, segala hal telah diatur

berbagai hal, termasuk pengaturan tata pemerintahan yang diatur agar

tercipta harmoni dalam bernegara. Dalam menjalankan negara hukum ini

diadakan pemilihan, yakni pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah

dimana pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah memiliki perbedaan

cukup signifikan. Pemilihan umum adalah pemilihan anggota DPR, DPD,

dan DPRD serta pemilihan Presiden sedangkan pemilihan kepala daerah

adalah pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota beserta wakil-wakilnya.

Hal itu dibedakan karena Undang-undang yang terkait itu berbeda,

berbeda dari pencalonannya, tugas dan wewenangnya, syarat administratif,

dan lain-lain. Namun dalam pelaksanaannya, pemilihan umum dan

pemilihan umum kepala daerah sering disamakan maksud dan tujuannya

oleh masyarakat karena sistem pemilihannya sama dengan melakukan

pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) sehingga terjadi salah

persepsi terhadap penyebutan istilah pemilihan. Jadi jika terdapat

pelanggaran terhadap pemilihan pihak yang bertanggungjawab sama, yaitu

Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Pemilihan Umum

dan Pemilihan umum Kepala Daerah merupakan kegiatan yang sama

namun peraturan dan istilah yang mengatur berbeda.

Hal senada juga terjadi dalam Pemungutan Suara Ulang.

Pemungutan Suara Ulang terdapat dalam Pemilihan Umum maupun

Pemilhan Umum Kepala Daerah yang dapat dilakukan jika terjadi

kecurangan pada proses penghitungan suara atau sebab yang lain seperti

pembukaan kotak suara secara melawan hukum dan lain-lain.

Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 yang menjadi

norma dasar di Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan falsafah

negara (filosofische gronslag), staats fundamentale norm, weltanschauung

Page 11: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

2

dan juga diartikan sebagai ideologi negara (staatsidee).1 Negara Indonesia,

dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara dilandasi oleh

filsafat atau ideologi Pancasila. Fundamen negara ini tidak mungkin

diubah. Jika diubah, berarti mengubah eksistensi dan sifat negara.

Pemilihan Kepala Daerah, dalam hal ini Pemilihan Walikota

dan/atau Wakil Walikota telah termaktub dalam Pasal 18 Ayat (4)

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk

selanjutnya disebut UUD NRI 1945 Tentang Pemerintahan Daerah yang

berbunyi, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala

pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara

demokratis.” Dengan demikian jelaslah bahwa seorang Walikota di sebuah

kota harus dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum secara demokratis.

Demokratis sendiri artinya yang bersifat demokrasi, dalam hal ini

merupakan sifat dari bentuk atau sistem pemerintahan pada suatu negara.

Misalkan negara demokratis adalah negara yang menerapkan demokrasi

yang mana negara mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan

perlakuan sama bagi semua warga negara.2 Hal ini karena Indonesia

melaksanakan pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah untuk

menentukan pemimpin pada suatu wilayah di Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-

Undang, dalam Pasal 1 Angka 1 disebutkan bahwa “Pemilihan Gubernur

dan Wakil Gubernur, Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang

selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di

1 HBM. Munir, dkk, Pendidikan Pancasila (Malang: Madani Media, 2015), h., 37.

2 Pengertian Demokrasi, Demokratis, dan Demokratisasi, Kanal Pengetahuan, https://www.kanalpengetahuan.com/pengertian-demokrasi-demokratis-dan-demokratisasi, diakses

pada 1 April 2019 Pukul 14.30 WIB.

Page 12: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

3

wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota

secara langsung dan demokratis”.

Dalam Pasal 1 angka 1 tersebut terdapat kata ‘Walikota dan

Wakil Walikota dipilih secara langsung dan demokratis’. Artinya kata

demokratis ini merupakan kata yang digunakan juga pada Pasal 18 Ayat

(4) UUD 1945 dengan maksud menegaskan arti kata demokratis agar lebih

mudah dipahami oleh khalayak umum. Jimly Asshiddiqie mengartikan

bahwa demokratis mengartikan demokratis berarti harus sesuai dengan

hasil pemilihan umum sebagai ciri yang penting atatu pilar yang pokok

dalam sistem demokrasi modern.3 Dengan demikian demokrasi yang baik

adalah demokrasi yang menjalankan pemilu dalam mengangkat kepala

daerah yang baik dan amanah terhadap jabatan yang di embannya.

Dalam Pasal 1 angka 1 tadi terdapat istilah baru bagi pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota

dan Wakil Walikota dengan istilah Pemilihan, bukan Pemilihan Umum

karena sebelum ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 ini, Kepala

Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) tetapi sejak

berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah, Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat

Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Pada

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan

Umum, Pilkada dimasukkan dalam rezim Pemilu, sehingga secara resmi

bernama Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau

disingkat Pemilukada.4 Jadi, Pemilihan Kepala Daerah mengalami

perubahn istilah dari masa ke masa berawal dari Pilkada (sejak keluarnya

3 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2013), cet. Kelima, h., 417.

4 Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, Wikipedia Bahasa Indonesia,

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_kepala_daerah_di_Indonesia, diakses pada 4 April 2019

Pukul 13.15 WIB.

Page 13: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

4

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah),

Pemilukada pada tahun sejak tahun 2007 hingga Pemilihan di tahun 2015.

Pada Pemilukada serentak tahun 2018 Kota Cirebon, terjadi

kecurangan yaitu pembukaan kotak suara secara illegal sehingga membuat

Pasangan Calon Nomor urut 01 kalah dalam perolehan suara sehingga

memohon ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Keputusan

Komisi Pemilihan Umum Kota Cirebon Nomor 100/PL.03.6-

Kpt/3724/KPU-Kot/VII/2018 yang pada akhirnya Mahkamah Konstitusi

mengabulkannya sehingga diadakan pemungutan suara ulang di dua puluh

empat TPS pada empat Kecamatan. Tetapi, di PSU Calon Nomor urut 01

kalah juga perolehan suaranya karena suara dan DPT yang ditetapkan

KPUD Cirebon sama dengan sebelum PSU. Itu pun terjadi perubahan DPT

dari sebelum PSU dan sesudah PSU karena banyak yang sebelumnya

menggunakan hak pilihnya kemudian di PSU tidak begitupun sebaliknya,

ada DPT yang diluar negeri sebelum PSU tidak bisa menggunakan hak

pilihnya namun saat PSU sudah kembali dan dapat menggunakan hak

pilihnya. Namun itu semua tidak merubah perolehan suara terbanyak dari

pemungutan suara sebelumnya, yang terbanyak tetap nomor urut 02. Atas

dasar tersebut Mahkamah Konstitusi menerima permohonan pemohon

dengan permohonan terjadi kecurangan pembukaan kotak suara secara

illegal. Dengan demikian Putusan Mahkamah Konstitusi memenangkan

Termohon berdasarkan perolehan suara terbanyak.

Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya memerintahkan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cirebon untuk melakukan

pemungutan suara ulang di 24 TPS. adapun 24 TPS pada Pilkada Cirebon

itu tersebar di Kecamatan Kesambi sebanyak 3 TPS, Kecamatan Kejaksan

sebanyak 18 TPS, Kecamatan Lemahwungkuk sebanyak dua TPS dan satu

TPS di Kecamatan Pekalipan.5

5 MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Pilkada Cirebon, liputan 6.com,

https://www.liputan6.com/news/read/3642632/mk-perintahkan-pemungutan-suara-ulang-pilkada-

cirebon?related=dable&utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.1&utm_referrer=https%3A%2F

%2Fwww.google.co.id%2F, diakses pada 10 Agustus 2019 pukul 15.20 WIB.

Page 14: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

5

Itu semua terjadi karena di Indonesia dalam memilih pemimpin,

dalam hal ini kepala daerah dilakukan dengan Pemilihan umum.

Pemilihan Umum adalah bagian dari pelaksanaan prinsip demokrasi yang

disebut dalam UUD 1945 Pasal 22E. Oleh karenanya negara yang

menyatakan diri sebagai negara demokrasi dalam konsitusinya, pasti

melaksanakan kegiatan pemilu untuk memilih pemimpin negara atau

pejabat publik yang baru.6 Demokrasi Indonesia yang akan ditata, adalah

demokrasi yang dibingkai dengan norma-norma konstitusi yang terdapat

dalam UUD 1945. Demokrasi Indonesia tidak identik dengan “vox populi

vox dei “(suara rakyat adalah suara Tuhan) sebagaimana paham J.J

Rousseau; juga demokrasi Indonesia tidak sinonim dengan “suara

mayoritas adalah suatu kebenaran”. 7

Hal tersebut termasuk pula demokrasi konstitusi terlihat dalam

perwujudan antara lain: pertama, pelaksanaan pemilihan umum (pemilihan

umum DPR, DPD, DPRD, Presiden, Wakil Presiden, dan Kepala

Pemerintahan Daerah. Kedua, pelaksanaan norma-norma konstitusi dalam

bentuk undang-undang (UU). Ketiga, pelaksaaan kewenangan lembaga

negara.8 Hal ini berkaitan dengan pemungutan suara ulang dalam memilih

kepala daerah yang diakibatkan adanya kecurangan dalam pemungutan

suara seperti pembukaan kotak suara pemilihan yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku sebab demokrasi dijalankan

dengan Pemilu atau Pemilukada.

Partisipasi masyarakat dalam pemungutan suara ulang adalah

sangat penting. Karena jika mengalami penurunan maka mengakibatkan

kedaulatan rakyat yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945

kurang berjalan dengan baik. Karena negara yang menempatkan

6 Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2011, cet. Kesatu), h., 156.

7 Taufiqurrohman Syahuri, “Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Perselisihan Hasil

Penghitungan Suara Pemilihan Umum Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2003” Jurnal

Konstitusi vol II, No. 1, (Juni 2009), h., 11.

8 Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, … h., 167.

Page 15: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

6

kekuasaan tertinggi pada rakyat adalah negara yang demokrasi,9 dan

negara yang demokratis adalah negara yang menghendaki rakyat dapat

ikut berpartisipasi secara langsung dalam pemilihan umum, dalam hal ini

kepala daerah.

Berdasarkan latar belakang ini peneliti bermaksud meneliti dalam

sebuah skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang

dalam Pemilukada di Kota Cirebon Tahun 2018 (Analisis Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018) dengan berfokus

pada menilai pertimbangan hukum hakim Mahkamah Konstitusi dalam

memutus memerintahkan pelaksanaan pemungutan suara ulang dimana

hasil dari pemungutan suara ulang tersebut adalah sama dengan sebelum

pelaksanaan pemungutan suara ulang serta Kewenangan Mahkamah

Konstitusi dalam memerintahkan pemungutan suara ulang pada rezim

Pemilu saat ini.

B. Identitfikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasi

masalah berbagai sebagai berikut:

a. Terjadi kecurangan dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota

Cirebon.

b. Pembukaan kotak suara pemilihan secara illegal yang berpengaruh

signifikan terhadap perolehan suara kedua Pasangan Calon yang

mengakibatkan pemungutan suara ulang.

c. Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemungutan suara ulang di

24 TPS pada 4 Kecamatan Kota Cirebon.

d. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP_/KOT-XV/2018

Tentang Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang di Kota Cirebon

Tahun 2018 yang memerintahkan untuk melaksanakan Pemungutan

Suara Ulang tetapi hasil yang didapat tetap sama dengan

9 Azka Hussein, “Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pemungutan Suara

Ulang terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Pati”,

Jurnal Pandecta, vol. 8, no. 2, (Juli 2013), h., 236-237.

Page 16: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

7

pemungutan sebelumnya yaitu dimenangkan oleh Pasangan Calon

Nomor urut 1 sehingga menghabiskan anggaran Kota Cirebon oleh

KPU Cirebon.

e. Hasil dari pemungutan suara ulang yang pemenangnya sama

dengan sebelum pemungutan suara ulang.

f. Ada DPT yang diluar negeri sebelum PSU tidak bisa menggunakan

hak pilihnya namun saat PSU sudah kembali dan dapat

menggunakan hak pilihnya.

g. DPT yang ditetapkan KPUD Kota Cirebon sama dengan sebelum

pemungutan suara ulang.

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan mengenai Pemungutan

Suara Ulang dalam Pemilukada di Kota Cirebon Tahun 2018, maka

penelitian memfokuskan hanya pada masalah pembukaan kotak suara

secara illegal yang berpengaruh signifikan terhadap perolehan suara

kedua Pasangan Calon yang mengakibatkan pemungutan suara ulang.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang

telah diuraikan di atas, maka peneliti rumuskan masalah penelitian

yaitu tentang mengapa Mahkamah Konstitusi mengabulkan

Permohonan Pemohon dalam hal pembukaan kotak suara secara illegal

yang berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan suara kedua

Pasangan Calon yang berakibat pemungutan suara ulang.

Untuk mempermudah menjawab perumusan masalah yang

telah diuraikan di atas, maka peneliti buat dalam bentuk dengan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam

memutuskan pelaksanaan pemungutan suara ulang Kota Cirebon

Tahun 2018?

b. Bagaimana pemungutan suara ulang dan Pemilukada dilihat dari

perspektif negara hukum, demokrasi, dan kedaulatan rakyat?

Page 17: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan dari penelitian ini secara umum sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim Mahkamah

Konstitusi dalam memutuskan pelaksanaan pemungutan suara

ulang Kota Cirebon Tahun 2018.

b. Untuk mengetahui pemungutan suara ulang dalam perspektif

negara hukum, demokrasi, dan kedaulatan rakyat.

2. Manfaat dari penelitian ini secara umum sebagai berikut:

a. Dengan penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat

bagi kalangan pelajar, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat

umum yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai pemungutan

suara ulang dalam Pemilukada Kota Cirebon Tahun 2018,

pertimbangan hukum hakim MK dan Putusan hakim dalam

pemungutan suara ulang Pemilukada Kota Cirebon Tahun 2018,

penyelenggaraan pemungutan suara ulang, dan Kewenangan

Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan sengketa perselisihan

hasil pemilihan umum, dalam hal ini Pemilukada Kota Cirebon

Tahun 2018.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan pelajar,

akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum yang ingin

mengetahui peraturan perundang-undangan terkait pemungutan

suara ulang di Indonesia.

c. Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti

selanjutnya sebagai acuan dalam meneruskan penelitian ini.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Fokus utama penelitian ini adalah pemungutan suara ulang

dalam pemilukada di Kota Cirebon Tahun 2018 yang menganalisis

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018

sehingga penelitian ini menggunakan metode penelitan kepustakaan

(library research), yang bersifat normatif yuridis. Penelitian

Page 18: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

9

merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

konstrusi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara

tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan

konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu

kerangka tertentu.10

2. Sumber Data

a. Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data dari suatu objek atau

dokumen original-material mentah dari pelaku yang disebut “first-

hand information”. Data yang dikumpulkan dari situasi aktual

ketika peristiwa terjadi dinamakan data primer.11 Sumber data

primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang

Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Undang-undang

Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-

Undang, dan berbagai peraturan KPU yang relevan dengan

penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari tangan

kedua atau dari sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum

penelitian dilakukan. Sumber sekunder meliputi komentar,

interpretasi, atau pembahasan tentang materi original12. Data

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia

Press, 1986), cet. Ketiga, h., 42.

11 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), cet.

Pertama, h., 289.

12 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, … h., 291.

Page 19: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

10

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber

dari buku-buku, internet, jurnal-jurnal hukum, putusan pengadilan

komentar komentar hukum yang berkaitan dengan skripsi yang

penulis teliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, teknik yang digunakan peneliti

adalah penelitan kepustakaan (library research) dengan sumber utama

penelitian menganalisis buku, jurnal, catatan historis, sebagai pokok

kajiannya.13

4. Pendekatan Penelitian

Adapun dari berbagai sumber data primer dan sekunder yang

dijadikan bahan pembuatan penelitian ini, baik buku hukum maupun

non-hukum yang diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa

sehingga tampil dalam penulisan yang lebih sistematis dan logis untuk

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Teknik analisisnya

menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan dihubungkan

dengan pendapat para ahli hukum. Dari situ dapat ditemukan jawaban

atas permasalahan pelaksanaan pemungutan suara ulang pada

Pemilukada Kota Cirebon Tahun 2018 (analisis putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018).

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang penulis gunakan adalah teknik analisis

deskriptif. Teknik analisis deskriptif dimaksudkan peneliti

memaparkan apa adanya tentang suatu peristiwa atau kondisi hukum.

Peristiwa hukum adalah peristiwa yang beraspek hukum, terjadi di

suatu tempat tertentu pada saat tertentu.14 Peristiwa hukum yang

penulis kaji adalah terjadinya pemungutan suara ulang pada

13 Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,

(Jakarta: Prenada Media Group, 2014), cet. Pertama, h., 198-199.

14 I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori

Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2017), cet. Kedua, h., 152.

Page 20: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

11

pemilukada Kota Cirebon Tahun 2018 dengan kondisi hukum Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018 yang

memerintahkan pemungutan suara ulang.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun berdasarkan sistematika yang terbagi

dalam lima bab. Masing-masing terdiri dari beberapa sub bab agar lebih

mudah memperjelas isi dan cakupan permasalahan yang diteliti. Penulisan

skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum 2017. Adapun urutan tata letak masing-masing bab

dan pokok pembahasannya sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan yang memuat: latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta metode

penelitian.

BAB II: Teori-teori lahirnya pemilihan umum, yang terdiri dari

kerangka teoritis dan kerangka konseptual. Kerangka

teoritis tentang teori demokrasi, teori kedaulatan, dan teori

negara hukum. Tinjauan kerangka konseptual tentang

kewenangan Mahkamah Konstitusi, pemungutan suara

ulang, dan pemilihan umum kepala Daerah. Kemudian di

sub bab kedua membahas studi terdahulu skripsi Jentel

Chairnosia yang membahas penghapusan kewenangan

MK Dalam Perkara Sengketa Pemilukada (Analisis

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013),

skripsi Mulyadi S. Awal yang membahas Pemungutan

Suara Ulang Dalam Pemilihan Kepala Daerah “Studi

Kasus Pilkada di Kabupaten Halmahera Selatan”, jurnal

Dewi Haryanti Kebijakan Penyelenggara Pemilihan

Umum Terkait Pemungutan Suara Ulang Pada Pemilu

Legislatif Tahun 2014 (Studi : Tinjauan Yuridis tentang

Pemungutan Suara Ulang di Kota Tanjung Pinang), dan

Page 21: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

12

buku oleh Rahmat Hollyon MZ dan Sri Sundari,Pilkada

Penuh Euforia, Miskin Makna.

BAB III: Tinjauan tentang kasus pemungutan suara ulang pada

pemilukada kota Cirebon Tahun 2018 dengan data yang

digunakan adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

8/PHP.KOT-XVI/2018 tentang perintah pemungutan suara

ulang pemilukada kota Cirebon tahun 2018. Selain itu

dalam bab ini peneliti memaparkan identitas para pihak

yang berselisih pada pemilihan umum kepala daerah kota

Cirebon tahun 2018, amar putusan hakim yang

memerintahkan pemungutan suara ulang, dan timeline

jalannya pelaksanaan pemungutan suara ulang pada

pemilihan umum kepala daerah kota Cirebon tahun 2018.

BAB IV: Mengkritisi pertimbangan hukum hakim Mahkamah

Konstitusi dalam Putusan Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018

terhadap terjadinya kesamaan pemenang dalam

pemungutan suara ulang pada Pemilihan Umum Kepala

Daerah Kota Cirebon Tahun 2018 berdasarkan teori

kedaulatan, teori demokrasi, dan teori negara hukum yang

dihubungkan dengan Undang-Undang Pemilukada dan

Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Kontitusi sehingga

menghasilkan analisis mengapa hakim Mahkamah

Konstitusi memerintahkan pemungutan suara ulang

dengan hasil suara terbanyak sama dengan sebelum

pemungutan suara ulang.

BAB V: Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan

skripsi ini, dimana penulis mengambil kesimpulan dari

hasil penelitian, selain itu penulis memberikan

rekomendasi yang bermanfaat.

Page 22: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

13

BAB II

DASAR HUKUM PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG

A. Kerangka Konseptual

Suatu kerangka konseptual adalah suatu orientasi kausal terhadap

studi yang direnungkan. Karenanya, kerangka konseptual itu merumuskan

suatu model terperinci dari masalah kebijakan yang diberikan dan

pemecahannya yang diusulkan. Kerangka konseptual juga memberikan

suatu kerangka suportif bagi model tersebut berdasarkan atas bukti empiris

yang diperoleh dari riset terdahulu dan/atau pengalaman ditambah asumsi-

asumsi nilai yang mendasari pemecahan-pemecahan yang diusulkan.1

Kerangka konspetual yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi dikatakan dalam pertimbangan Undang-

undang Mahkamah Konstitusi maupun Pasal 1 Ayat (1) Undang-

undang Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang

ketatanegaraan dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan

secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita

demokrasi.2

a. Sejarah singkat pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan gerakan reformasi

yang membawa kejatuhan pemerintahan Orde Baru di tahun 1998,

tejadi perubahan yang sangat drastis dalam kehidupan sosial,

politik, dan hukum di Indonesia. Diawali dengan Perubahan

Pertama UUD 1945 pada tahun 1999, yang membatasi masa

jabatan Presiden hanya untuk dua kali masa jabatan, dan penguatan

1 Mayer dan Greenwood, dalam Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT

Refika Aditama, 2009), cet. Pertama, h., 93.

2 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Edisi 2,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2015), cet. Ketiga, h.,1.

Page 23: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

14

DPR yang memegang kekuasaan memebentuk Undang-undang,

telah disusul dengan Perubahan Kedua yang telah mengamandir

Undang-undang Dasar 1945 lebih jauh lagi. Perubahan kedua

meliputi dimasukkannya Hak Asasi Manusia dalam Bab XA.

Perubahan Ketiga telah membawa perubahan lebih jauh dengan

diperintahkannya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam

satu pasangan secara langsung oleh rakyat, dan dapat diberhentikan

dalam masa jabatannya karena diduga telah melakukan

pelanggaran hukum. Jatuh bangunnya pemerintahan (Presiden)

pada waktu itu, yang tidak pernah terjadi secara mulus melalui

proses konstitusional yang baik, merupakan kondisi sosial politik

yang telah mendorong lahirnya Mahkamah Konstitusi di Indonesia.

Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 juga mengadopsi

pembentukan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang berdiri

sendiri di samping Mahkamah Agung dengan kewenangan yang

diuraikan dalam Pasal 24C Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945.3

b. Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Pasal 24C Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945 menggariskan

wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai berikut.

1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar,

memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar,

memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan

tentang hasil pemilu.

2) Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat

Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran

3 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Edisi 2 …

h., 5-6.

Page 24: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

15

Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-undang

Dasar.

Wewenang Mahkamah Konstitusi tersebut secara khusus diatur

lagi dalam Pasal 10 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan

merinci sebagai berikut.

1) Menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

3) Memutus pembubaran partai politik.

4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

5) Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat

DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah

melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap

negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau

perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai

Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang Dasar 1945.4

Peraturan mengenai MK dalam UUD NRI Tahun 1945 terjadi

melalui Perubahan Ketiga UUD NRI Tahun 1945 pada 2001 dan

Perubahan Keempat pada 2002. Pengaturan mengenai Mahkamah

Konstitusi tercantum dalam Pasal 24C yang terdiri dari enam ayat

dan Pasal III Aturan Peralihan UUD NRI Tahun 1945. Ketentuan

mengenai MK disahkan MPR setelah melalui pembahasan yang

panjang dan mendalam di PAH 1 MPR. Dengan dibentuknya

Mahkamah Konstitusi melalui perubahan konstitusi, UUD NRI

Tahun 1945 telah mengakomodasi perkembanan pemikiran baru di

bidang hukum dan praktik ketatanegaraan di berbagai negara lain

4 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Edisi 2 …

h., 11-12.

Page 25: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

16

mengenai MK yang telah dijamin keberadaannya dalam konstitusi

negara-negara tersebut.5

Pasal 24C Ayat (1) dan Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945

mengatur tentang sifat putusan dan kewenangan Mahkamah

Konstitusi. Berbeda dengan sistem peradilan yang berada di

lingkungan Mahkamah Agung yang bertingkat (tingkat pertama,

banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali sebagai upaya hukum

luar biasa) Mahkamah Konstitusi hanya mengenal satu tahap

peradilan sehingga putusan yang dijatuhkan Mahkamah Konstitusi

bersifat final dan mengikat sehingga tidak ada upaya hukum lagi

yang dapat dilakukan untuk mencoba menggugat putusan tersebut.

Selain itu putusan MK tidak membutuhkan eksekusi oleh MK atau

pihak lain karena secara otomatis putusan tersebut harus

dilaksanakan oleh pihak-pihak tersebut kepada konstitusi. Dari

pasal ini dapat dipahami bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan

lembaga peradilan yang tidak mempunyai hierarki ke bawah

sehingga Mahkamah Konstitusi merupakan pengadilan tingkat

pertama dan terakhir.6

Dari pemaparan di atas, maka sesungguhnya lembaga

Mahkamah Konstitusi ini merupakan fenomena baru dalam dunia

ketatanegaraan. Lembaga ini juga baru di beberapa negara-negara

di dunia, terutama di lingkungan negara-negara yang mengalami

perubahan dari otoritarian menjadi demokrasi. Oleh karena itu,

Mahkamah Konstitusi di Indonesia merupakan perwujudan

dan/atau realisasi dianutnya paham negara hukum sebagaimana

termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Iindonesia Tahun 1945 sehingga harus senantiasa memperhatikan,

5 Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2013), h., 179.

6 Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, … h.,

182.

Page 26: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

17

menghormati, menjaga, dan memelihara Undang-Undang Dasar

1945 itu sebagai sebuah negara yang menganut paham

konstitusionalitas.7

Pengaturan Wewenang dan kewajiban MK secara rinci dan

limitatif diatur dalam UUD NRI Tahun 1945 sehingga tidak ada

lagi terbuka peluang penambahan atau penguranang wewenang dan

kewajiban MK melalui peraturan perundang-undangan di bawah

UUD dimana dalam Mahkamah Agung pengaturan kewenangan

yang ada dalam UUD NRI Tahun 1945 masih terbuka untuk

ditambah melalui suatu Undang-undang. Patrialis Akbar

mengatakan limitasi dan rincian wewenang tersebut dimaksudkan

agar ada kepastian hukum sejauh mana MK dapat berkiprah

sekaligus menghindarkan diri dari kemungkinan penyimpangan

dalam pelaksanaan tugas MK yang memang berkaitan erat dengan

kehidupan ketatanegaraan dan politik.8

2. Pemungutan Suara Ulang

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 112 Ayat (1) dan (2)

menyatakan sebagai berikut: Ayat (1) “Pemungutan suara di TPS

dapat diulang jika terjadi gangguan keamanan yang mengakibatkan

hasil pemungutan suara tidak dapat dilakukan. Ayat (2) “Pemungutan

suara di TPS dapat diulang jika dari hasil penelitian dan pemeriksaan

Panwas Kecamatan terbukti terdapat 1 (satu) atau lebih keadaan

sebagai berikut: huruf a. Pembukaan Kotak Suara dan/atau berkas

pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara

7 A. Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,

(Bekasi: Gramata Publishing, 2016), h., 122-123.

8 Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, … h., 182.

Page 27: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

18

yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 372 Ayat

(2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

menyatakan “Pemungutan suara di TPS wajib dilang apabila dari hasil

penelitian dan pengawasan TPS wajib diulang terbukti terdapat: huruf

a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan

penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan

dalam ketentuan perundang-undangan”.

3. Pemilihan Umum Kepala Daerah

Pemilihan Umum adalah suatu proses dimana pemilih yang

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan terdaftar oleh KPU dalam daftar pemilih

tetap memilih orang-orang untuk mengisi jabatan politik. Selain itu,

pemilihan umum adalah cara atau sarana untuk mengetahu keinginan

rakyat mengenai awal dan kebijakan Negara ke depan.9 Dalam

pemilihan umum, yang dipilih tidak saja wakil rakyat, tetapi juga para

pemimpin pemerintahan yang duduk di kursi eksekutif yang dipilih

secara langsung oleh rakyat seperti Presiden dan Wakil Presiden,

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan

Walikota dan Wakil Walikota.10

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah menentukan bahwa pelaksanaan pemerintahan

dilakukan oleh pemerintah daerah yang terdiri atas pemerintah daerah

provinsi atau gubernur dan pemerintah daerah kabupaten/kota atau

bupati /walikota. Oleh sebab itu, Kepala Daerah dikenal di negara-

negara dunia dengan penyebutan yang berbeda. Di negara-negara

federal seperti Amerika Serikat, Gubernur adalah jabatan kepala

pemerintah negara bagian (state),sedangkan di negara-negara kesatuan

9 Tamrin, Abu dan Ihya, Nur Habibi, Hukum Tata Negara, (Tangerang Selatan: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), cet. Pertama, h., 92.

10 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2013), cet. Kelima, h., 419.

Page 28: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

19

(unitary state) seperti di Indonesia dikenal dengan jabatan kepala

pemerintah daerah dan selanjutnya disebut kepala daerah.11

Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945, pemilihan

kepala daerah dilakukan oleh dewan. Sementara menurut Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1948 kepala daerah dipilih oleh pemerintah

pusat dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD. DPRD berhak

mengusulkan pemberhentian seorang kepala daerah kepada

pemerintah pusat. Namun sejak brlakunya Undang-undang Nomor 5

Tahun 1974, ketentuan pemilihan kepala daerah tidak mengalami

perubahan dengan ketentuan sebagai berikut:12

1) Kepala daerah dipilih oleh DPRD;

2) Kepala daerah tingkat I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden;

3) Kepala daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Menteri

Dalam Negeri dan otonomi daerah, dari calon-calon yang diajukan

oleh DPRD yang bersangkutan.

Di era reformasi, terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam

ketatanegaraan Indonesia yaitu dengan telah dilakukannya

amandemen pada Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 khususnya pada Pasal

yang menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-

masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota

dipilih secara demokratis”. Dari ketentuan Pasal 18 Ayat (4) tersebut,

setelah melihat kesuksesan pemilihan presiden dan wakil presiden

secara langsung di tahun 2004, maka DPR/MPR sepakat bahwa

pemilihan kepala daerah dapat juga dilaksanakan secara langsung

yang dimulai pada tahun 2007 dalam pemilukada DKI.13

B. Kerangka Teori

11 Zainal Arifin Hoesein dan Rahman Yasin, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, dalam

Yusnani Hasyimzoem dkk, Hukum Pemerintahan Daerah, (Depok:PT RajaGrafindo Persada,

2018), cet. Kedua, h., 158. 12 Suharizal, Pemilukada (Regulasi, Dinamika dan Konsep Mendatang), dalam Yusnani

Hasyimzoem dkk, Hukum Pemerintahan Daerah, … h., 158. 13 Yusnani Hasyimzoem dkk, Hukum Pemerintahan Daerah, … h., 159.

Page 29: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

20

Istilah kerangka teoritis seringkali digunakan untuk

mendeskripsikan isi dari penyidikan-penyidikan ilmiah. Istilah itu

mengimpilikasikan suatu penjelasan kausal dari hubungan antara konsep-

konsep atau variabel-variabel yagn telah diverifikasikan melalui riset

formal atau dideduksikan dari teori formal. Kerangka demikian adalah

relatif abstrak. Sebagai perbedaannya, dalam riset kebijakan, proposisi-

proposisi yang dihadapi sering kali didasarkan atas pengalaman praktis

yang disuplemen dengan kearifan konvensional. Penalaran kausal yang

terlibat sering kali hanyalah terkaan terbaik dari ahli analisis mengenai apa

yang sedang berlaku dalam situasi masalahnya dan bukannya penerapan

dari hukum-hukum teoritis.14 Kerangka teoritis yang akan digunakan pada

penelitian ini adalah Teori Negara Hukum, Teori Demokrasi, dan Teori

Kedaulatan dimana kedaulatan ada kedaulatan Tuhan, Kedaualatan

Hukum, dan Kedaualatan Rakyat:

1. Teori Negara Hukum

Mohammad Yamin berpendapat:

“Republik Indonesia ialah suatu negara hukum (rechstaat, government

of laws) tempat keadilan yang tertulis berlaku, bukanlah negara polisi

atau negara militer, tempat polisi dan prajurit memegang pemerintah

dan keadilan, bukanlah pula negara kekuasaan (machtstaat) tempat

tenaga senjata dan kekuatan badan melakukan sewenang-wenang.”15

Notohatmidjojo mengemukakan hal yang sama dengan

Mohammad Yamin tentang Negara Hukum, yaitu:

“Dengan timbulnya gagasan-gagasan pokok yang dirumuskan dalam

konstitusi-konstitusi dari abad IX itu, maka timbul juga istilah negara

hukum atau rechstaat.”16

14 Mayer dan Greenwood, dalam Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, … h., 94.

15 Moh. Yamin, dalam, Azhary, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif

Tentang Unsur-Unsurnya), (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1995), h., 31.

16 O. Notohatmidjojo, dalam, Azhary, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis

Normatif Tentang Unsur-Unsurnya), … h., 30.

Page 30: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

21

Dari sini dapat disimpulkan bahwa negara hukum adalah

rechstaat. Hanya perbedaan bahasa yang membedakan. Rechstaat

Bahasa Belanda, Rule of Law Bahasa Inggris.

Karena Indonesia adalah Negara Hukum maka Albert Van

Dicey mengemukakan tiga unsur penting sebuah negara hukum yang

disebut juga “The Rule of Law”, yaitu Supremacy of Law, Equality

Before the Law, dan Due Process of Law.17 Supremacy of Law artinya

menentang dan meniadakan kesewenang-wenangan, dan kewenangan

bebas yang begitu luas dari pemerintah dalam suatu dominasi aturan-

aturan hukum; Equality Before the Law artinya kesetaraan di hadapan

hukum atau perlakuan yang sama dari semua golongan kepada

ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court yang

berarti tidak ada orang yang berada diatas hukum, baik pejabat

maupun warga negara biasa, berkewajiban mentaati hukum yang

sama; Due Process of Law atau terjaminnya hak-hak manusia oleh

konstitusi yang merupakan hasil dari “the ordinary law of the land”,

bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber, akan tetapi merupakan

konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan

oleh peradilan. Lebih jelasnya supremasi hukum berarti superioritas

hukum regular yang mutlak yang bertentangan dengan pengaruh

kekuasaan sewenang-wenang, dan mencabut hak prerogatif atau

bahkan kekuasaan bertindak yang besar di pihak pemerintah karena

munculnya kesewenang-wenangan tersebut. Kedua rule of law berarti

kesetaraan di depan hukum, atau ketundukan setara semua kelompok

masyarakat kepada hukum umum negara yang dijalankan oleh

mahkamah hukum umum. ketiga rule of law digunakan sebagai

rumusan untuk mengungkapkan fakta bahwa bagi kita hukum

konstitusi, aturan-aturan yang di luar negeri biasanya membentuk

17 Philipus M. Hadjon, dalam Made Hendra Wijaya, “Keberadaan Konsep Rule By Law

Berdasarkan Hukum Di Dalam Teori Negara Hukum The Rule Of Law”, Jurnal Magister Hukum

Udayana, (2013), h., 3.

Page 31: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

22

sebagian undang-undang konstitusi, bukanlah sumber melainkan

konsekuensi hak-hak individu, karena ditentukan dan dijalankan oleh

pengadilan. Dengan demikian konstitusi merupakan hasil dari hukum

umum negara.18

Sejarah negara hukum telah berkembang sejak tahun 1800

SM19 dengan asal muasal perkembangan negara hukum adalah dalam

masa Yunani Kuno yang dikemukakan oleh Plato, yang

memperkenalkan istilah Nomoi,yaitu karya tulisnya.20 Sebelum

membuat Nomoi Plato membuat karya ilmiah berjudul Politeia

sebagai karya ilmiah pertamanya mengenai masalah kenegaraan.21

Politeia ini dibuat Plato atas dasar keresahan dengan keadaan

negaranya dipimpin oleh orang yang haus akan kekuasaan, harta, dan

gila hormat dengan bertindak sewenang-wenang yang tidak

memperhatikan penderitaan rakyat sehingga atas dasar tersebut

menggugah Plato membuat Politeia yang berisikan tentang suatu

negara yang ideal sekali dengan cita-citanya, suatu negara yang bebas

dari pemimpin yang rakus dan jahat serta tempat keadilan dijunjung

tinggi. Agar negara menjadi baik, maka pemimpin harus diserahkan

kepada filosof karena filosof adalah manusia yang arif bijaksana,

menghargai kesusilaan, dan berpengetahuan tinggi. Namun cita negara

idealnya Plato ini kandas tidak bisa dilaksanakan sebab hampir tidak

mungkin mencari manusia yang sempurna, yang bebas dari hawa

nafsu dan kepentingan pribadi. Oleh karena itu dalam karya ilmiah

keduanya yang berjudul Politicos, bahwa Plato sudah menganggap

18 Dicey, A.V., ed, Introduction to thr Study of the Law of the Constitution. Penerjemah

Nurhadi. Pengantar Studi Hukum Konstitusi. Bandung: Nusa Media, 2008, h., 264-265.

19 J.J. Von Smith, dalam Jazim Hamidi dkk, Teori Hukum Tata Negara a Turning Point

of the State, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h., 143.

20 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2017), cet.

Kedua, h., 2.

21 Azhary, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-

Unsurnya), … h., 19.

Page 32: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

23

adanya hukum untuk mengatur warga negara, karena hukum yang

dibuat manusia tidak harus berlaku bagi penguasa itu sendiri, karena

penguasa di samping memiliki pengetahuan untuk memerintah juga

memiliki pengetahuna membuat hukum. Dalam membuat karya ilmiah

ketiganya, ketika Plato sudah dalam usia lanjut dan memiliki banyak

pengalaman, Plato mulai mengubah pendiriannya dengan memberikan

perhatian yang lebih tinggi pada hukum.22 Oleh karena itu, dalam

Nomoi Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang

baik adalah yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik.23 Ide

Plato semakin tegas saat didukung oleh muridnya yang bernama

Aristoteles dalam bukunya politicos.24 Menurut Aristoteles, negara

yang berkedaulatan hukum dan yang diperintah dengan konstitusi

merupakan ciri-ciri suatu negara yang baik. Plato mengemukakan tiga

unsur pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu pemerintahan yang

dilaksanakan:

a. Untuk kepentingan Umum

b. Menurut hukum berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan

hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang

mengesampingkan konvensi dan konstitusi

c. Atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan atau tekanan yang

dilaksanakan oleh pemerintahan despotik.

Ide negara hukum setelah era Nomoi dari Plato telah berjalan

dengan baik. Namun dalam perkembangan sejarahnya, ide negara

hukum muncul kembali setelah tidak relevan untuk saat ini, yaitu

muncul lagi saat berkembangnya aliran liberal. Dari cara pandang

perseorangan atau individualistik aliran liberal ini, maka aliran ini

22 Azhary, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-

Unsurnya), … h., 19-20. 23 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya

Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 66.

24 Jazim Hamidi dkk, Teori Hukum Tata Negara a Turning Point of the State, … h., 143.

Page 33: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

24

mendambakan suatu negara hukum, yang menjamin ketertiban dan

keamanan masyarakat suatu “rust en orde” supaya setiap orang dapat

dengan aman dan bebas mencari penghidupan dan kehidupannya

masing-masing. Negara hukum liberal semacam ini dikenal dengan

nama negara jaga malam (nachtwachterstaat-nachwakerstaat) yang

tidak memperhatikan kesejahteraan umum, dan prinsip yang dianut

adalah bahwa suatu kesejahteraan didasarkan pada persaingan bebas

(free-fight) sehingga menumbuhkan “survival of the fittest” atau yang

kuatlah yang menang. Aliran ini dipelopori oleh Immanuel Kant yang

dikembangkan oleh J. Stahl. Dengan demikian negara hukum liberal

Kant berkembang menjadi negara hukum formil (J.Stahl) yang

memiliki unsur-unsur sebagai berikut:25

Utreht membedakan dua macam negara hukum, yakni negara

hukum formil atau negara hukum klasik, dan negara hukum materiil

atau negara hukum modern. Negara hukum formil menyangkut

pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti

peaturan perundang-undangan tertulis terutama. Tugas negara adalah

melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut untuk

menegakkan ketertiban. Tipe negara tradisional ini dikenal dengan

istilah negara penjaga malam. Negara hukum materiil mencakup

pengertian yang lebih luas termasuk keadilan di dalamnya. Tugas

negara tidak hanya menjaga ketertiban dalam melaksanakan hukum,

tetapi juga mencapai kesejahteraan rakyat sebagai bentuk keadilan

(welfarestate).26

Wolfgang Friedman dalam bukunya Law in a Changing

Society membedakan antara rule of law dalam arti formil yaitu dalam

arti organized punlic power, dan rule of law dalam arti materiil yaitu

25 C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 2

Edisi Revisi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), cet. Kedua, h., 2-3.

26 Utrecht, dalam Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), cet. Kedua, h., 131.

Page 34: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

25

the rule of just law. Pembedaan ini dilakukan untuk menegaskan

bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta

akan terwujud secara substantive, terutama karena pengertian orang

mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian

hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum

materiil.27

Jimly Assshiddiqie merumuskan ada tiga belas prinsip pokok

negara hukum yang berlaku untuk zaman sekarang dimana

menurutnya prinsip pokok itu menjadi penyangga bagi berdiri

tegaknya sebuah negara modern sehingga dapat dikatakan sebagai

negara hukum, yaitu:28

a. Supremasi Hukum (Supremacy of Law).

b. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law).

c. Asas Legalitas (Due Process of Law).

d. Pembatasan Kekuasaan.

e. Organ-Organ Eksekutif Independen.

f. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak.

g. Peradilan Tata Usaha Negara.

h. Peradilan Tata Negara (Constitutional Court).

i. Perlindungan Hak Asasi Manusia.

j. Bersifat Demokratis (Democratische Rechstaat).

k. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara

(Welfare Rechstaat).

l. Transparansi dan Kontrol Sosial.

m. Berketuhanan yang Maha Esa.

Perkembangan prinsip-prinsip negara hukum tersebut

dipengaruhi oleh semakin kuatnya penerimaan paham kedaulatan

27 Jimly Assdhiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2017), cet. Keempat, h.,126.

28 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, … h., 127-134.

Page 35: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

26

rakyat dan demokrasi dalam kehidupan bernegara menggantikan

model-model negara tradisional.29 Prinsip-prinsip negara hukum

(nomocratie) dan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (democratie)

dijalankan secara beriringan sebagai dua sisi dari satu mata uang.

Pahan negara hukum yang demikian dikenal disebut sebagi negara

hukum yang demokratis (democratische rechstaat) atau dalam bentuk

konstitusional disebut constitutional democracy. Hukum dibangun dan

ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Hukum tidak boleh

dibuat, ditetapkan ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi

berdasarkan kekuasaan semata (machstaat) namun harus secara

demokratis yang diatur berdasar atas hukum. Dalam mewujudkan

gagasan demokrasi perlu instrumen hukum demi mencegah timbulnya

mobokrasi yang mengancam pelaksaanan demokrasi itu sendiri.30

Negara hukum tidak dapat dilepaskan dari demokrasi sebab demokrasi

sebagai paham yang menghendaki rakyat sebagai penguasa.

Negara hukum merupakan istilah terbaru dalam

perkembangan ilmu pengetahuan kenegaraan jika dibandingkan

dengan istilah demokrasi, konstitusi, dan kedaulatan karena istilah ini

baru populer pada abad ke-19. Meskipun demikian, terprakarsanya

pengertian negara hukum telah ada sejak abad ke-17 seiring dengan

timbulnya perjuangan kekuasaan yang tak terbatas dari para raja

selaku penguasa yang bersifat absolut di wilayah Eropa Barat.31

Menurut Mukhtie Fadjar, konsepsi atau ide negara hukum yang

berhadapan secara kontroversial dengan negara-negara kekuasaan

(negara dengan pemerintahan absolut), pada hakikatnya, merupakan

hasil dari perdebatan yang terus-menerus selama berabad-abad dari

29 G. Lowewll Fieldy, dalam Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar

Demokrasi, … h., 132.

30 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, … h., 132-133.

31 A. Mukhtie Fadjar, dalam Jazim Hamidi dkk, Teori Hukum Tata Negara a Turning

Point of the State, … h., 143.

Page 36: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

27

para sarjan dan ahli filsafat tentang negara dan hukum, yaitu mengenai

persoalan hakikat, asal mula, tujuan negara, dan sebagainya.32

2. Teori Demokrasi

Konsep demokrasi lahir dari pemikiran mengenai hubungan

negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekkan dalam hidup

bernegara antara abad ke-4 Sebelum Masehi sampai abad ke-6

Masehi. Pada waktu itu, demokrasi bersifat langsung (direct

democracy); artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan

politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang

bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langusng ini dapat

dilaksanakan secara efektif karena negara kota (city state) Yunani

Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara

yang hanya terbatas pada sebuah kota dan daerah sekitarnya dan

jumlah penduduk yang hanya lebih kurang 300.000 orang dalam satu

negara. Lebih dari itu ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku

untuk warga negara resmi yang merupakan sebagian kecil dari seluruh

penduduk. Sebagian besar yang terdiri dari budak belian, pedagang

asing, perempuan, dan anak-anak tidak dapat menikmati hak

demokrasi.33 Jadi, konsep demokrasi lahir pertama kali di Yunani

Kuno yang pada awal kemunculannya demokrasi bersifat langsung

yang berpenduduk kurang dari 300.000 jiwa dalam satu negara.

Namun dalam perkembangannya di masa Socrates, Plato, dan

Aristoteles, konsep demokrasi sendiri tidak dianggap sebagai sesuatu

yang ideal. Demokrasi dianggap sebagai penyimpangan dari bentuk

dan sistem kekuasaan yang baik dan ideal. Mengapa? Karena dalam

demokrasi yang berkuasa adalah banyak orang, yaitu rakyat banyak

yang tidak dapat menjamin bekerjanya fungsi-fungsi kekuasaan secara

32 A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Malang: Bayu Media Publishing, 2005), cet.

Kedua, h., 10-11.

33 Miriam Budiardjo, dalam Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia,

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), cet. Ketiga, h., 20-21.

Page 37: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

28

efektif, sehingga juga tidak dapat menjamin terpenuhinya kepentingan

rakyat itu sendiri.34

Ditinjau dari aspek etimologis, istilah demokrasi berarti

pemerintahan oleh rakyat (demos berarti rakyat; kratos berarti

pemerintahan).35 Namun dalam sejarah perkembangannya, istilah

demokrasi mengandung pengertian yang berbeda-beda seperti Rafael

Raga Maran mengartikan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan

dimana hak-hak untuk membuat keputusan-keputusan politik

digunakan secara langsung oleh setiap warga negara, yang

diaktualisasikan melalui prosedur pemerintahan mayoritas, yang biasa

dikenal dengan istilah demokrasi langsung. Ia menjelaskan demokrasi

adalah suatu bentuk pemerintahan dimana setiap warga negara dapat

menggunakan hak yang sama bukan secara pribadi melainkan

menggunakan wakil-wakil rakyat yang biasa disebut dengan DPR,

DPRD, atau DPD (Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, atau Dewan Perwakilan Daerah) yang dipilih oleh

rakyat yang bertanggung jawab untuk rakyatnya. Melalui lembaga

diatas, mereka berunding atas berbagai isu di masyarakat dengan cara

sistematis dan bijakasana yang dapat membutuhkan waktu yang

lama.36 Pendapat ini menganggap setiap warga negara dapat

menggunakan hak yang sama melalui wakil-wakil rakyat di parlemen.

Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah suatu sistem

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya rakyat

dengan serta merta mempunyai kebebasan untuk melakukan semua

aktivitas kehidupan termasuk aktivitas politik tanpa adanya tekanan

34 Jimly Asshiddiqie, Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h., 99.

35 Ellya Rosana, “Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”, Jurnal TAPIs, vol 12, no

1, (Januari-Juni 2016), h., 45.

36 Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), cet.

Pertama, h., 204.

Page 38: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

29

dari pihak mana pun, karena pada hakikatnya yang berkuasa adalah

rakyat untuk kepentingan bersama.37

Menurut Ni’matul Huda, demokrasi diartikan sebagai suatu

pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah (mederegeren),

baik secara langsung yang terdapat pada masyarakat-masyarakat yang

masih sederhana (demokrasi langsung) maupun secara tidak langsung

karena rakyat diwakilkan (demokrasi tidak langsung) yang terdapat

dalam negara-negara modern.38 Ia menjelaskan demokrasi ada dua

bentuk, yaitu demokrasi langsung yang berlaku di masyarakat yang

masih sederhana dan demokrasi tidak langsung dengan perwakilan.

Sri Soemantri mengutip pendapat E. Barker menganggap

pengertian demokrasi tidak terdapat batasan pengertian yang pasti

yang dapat diterima semua pihak, karena istilah demokrasi selalu

berubah seiring perkembangan zaman. Ia menegaskan bahwa:

“Dilihat dari kata-katanya demokrasi adalah pemerintahan

rakyat, yang kemudian diartikan pemerintahan dari rakyat,

oleh rakyat, dan untuk rakyat. Meskipun kelihatan sederhana,

akan tetapi sampai sekarang adalah sukar untuk memberikan

batasan yang dapat diterima semua pihak. Hal ini disebabkan

pengertian demokrasi tersebut telah dan akan mengalami

perkembangan”.39

Joseph A. Schemeter mengatakan demokrasi merupakan

perkumpulan dari berbagai individu yang merencanakan suatu hal

yang bersifat institusional dalam meraih keputusan politik yang

menggunakan individu untuk mendapatkan kekuasaan dengan

37 Firentia Emanuela, Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia, Kompasiana,

https://www.kompasiana.com/firentiaemanuela1410/5c00452b6ddcae34b64044d3/pelaksanaan-

demokrasi-di-indonesia?page=all, diakses pada 10 Agustus 2019 pukul 15.16 WIB.

38 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2010), cet. Kelima, h., 69.

39 Sri Soemantri, dalam Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia

Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), cet. Kedua, h., 67.

Page 39: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

30

perjuangan yang kompetitif atas suara rakyat.40 Kekuasaan menjadi

tujuan utama dari menyelenggarakan demokrasi

Jika demokrasi dikaitkan dengan organisasi negara, Bryan D.

Jones tegas mengatakan bahwa demokrasi adalah suatu bentuk

pemerintahan yang diorganisasikan sesuai dengan prinsip-prinsip

kedaulatan rakyat, persamaan politik, musyawarah rakyat, dan

kekuasaan mayoritas.41

Titik Triwulan Tutik memaknai demokrasi sebagai dasar

hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa

rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah

mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara,

karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan

kata lain, bahwa negara yang menganut sistem demokrasi adalah

negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemuan

rakyat.42 Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi untuk

memerintah di suatu negara

Istilah demokrasi dan kedaulatan rakyat adalah paham atau

pemikiran yang tidak dapat dipisahkan dan saling bersinergi dalam

prakteknya karena secara harfiah kekuasan tertinggi pada kedaulatan

rakyat berada pada rakyat sedangkan sebuah negara yang

menempatkan kekuasaan tertingginya pada rakyat, disebut sebagai

demokrasi, yang secara simbolis sering digambarkan sebagai

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (from people,

of the people, for the people).43

40 Joseph A. Schemeter, dalam Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara

Indonesia Pasca Amamnden UUD 1945, … h, 68.

41 Bryan D. Jones, dalam Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia

Pasca Amandemen UUD 1945, … h., 68

42 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945, … h., 69. 43 Bagir Manan, et.al, ed. Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum.

(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), h., 56.

Page 40: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

31

Dari rakyat dalam demokrasi artinya bahwa mereka yang

duduk sebagai penyelenggara negara atau pemerintah harus terdiri dari

seluruh rakyat itu sendiri atau yang disetujui atau didukung oleh

rakyat. Oleh rakyat maksudnya bahwa penyelenggara negra atau

penyelenggara pemerintahan, dilakukan sendiri oleh rakyat atau atas

nama rakyat atau yang mewakili rakyat. Untuk rakyat maksudnya

pemerintahan dijalankan atau berjalan sesuai dengan kehendak

rakyat.44

Suatu demokrasi yang dilaksanakan sendiri oleh seluruh

rakyat lazim disebut sebagai demokrasi langsung. Jenis demokrasi

langsung ini pertama-tama ditemui di Eropa pada negara-negara kota

Yunani lama (sebelum masehi). Karena dianggap sebagai sistem

jaman lama, maka demokrasi langsung di Yunani ini disebut

demokrasi klasik. Demokrasi klasik ini sebenarnya tidak hanya

terdapat di masa lampau dan hanya di Eropa, di Inggris pun sampai

saat ini masih dimungkinkan penyelenggaraan demokrasi langsung

seperti yang dtiemukan pada pemerintahan desa mereka yang kecil

yang disebut Parish.45

Sehubungan dengan itu, kita mengenal dua macam demokrasi

yang paling umum, yaitu demokrasi liberal, dan demokrasi rakyat.46

Demokrasi liberal, atau sering disebut dengan demokrasi

konstitusional adalah sistem politik yang mengutamakan otonomi dan

kebebasan individu dan otonomi untuk mewujudkan progres dan

reformasi dengan perlindungan hukum dan peran terbatas dari negara.

Oxford University mendefinisikan demokrasi liberal sebagai berikut:

44 Bagir Manan, et.al, ed. Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum.

(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), h., 56-57. 45 Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi

Menurut UUD 1945, dalam Bagir Manan, et.al, ed. Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan

Negara Hukum, … h., 56-57.

46 Arend Liyphard, Democracies, dalam Bagir Manan, et.al, ed. Kedaulatan Rakyat, Hak

Asasi Manusia dan Negara Hukum, … h., 57.

Page 41: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

32

“Sistem Pemerintahan demokratis dimana hak-hak dan

kebebasan individu secara legal diakui dan dilindungi dan

kekuasaan politik dibatasi oleh hukum”.47

Dari pengertian diatas, demokrasi liberal adalah demokrasi

konstitusional karena demokrasi konstitusional bercirikan dengan ide

bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas

kekuasaannya dan tidak berlaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya

dengan membagi kekuasaan sedemikian rupa sehingga kesalahan

penggunaan diperkecil dengan cara menyerahkannya ke beberapa

orang atau badan serta tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan

dalam satu tangan atau badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip

ini dikenal dengan istilah rechstaat (negara hukum) dan rule of law.48

Itu artinya demokrasi liberal dan konstitusional mengakui kebebasan

individu dan kebebasan itu dilindungi oleh negara dan kekuasaan

pemerintah dibagi ke berbagai badan negara sehingga tidak

memusatkan pemerintahan pada satu badan kekuasaan dan kekuasaan

tersebut juga dibatasi oleh hukum sehingga disebut rechstaat atau

negara hukum.

Demokrasi rakyat adalah bentuk khusus demokrasi yang

memenuhi fungsi diktator proletar (a special form of democracy

fulfilling the functions of proletarian dictatorship). Menurut Georgi

Dimitrov, seorang mantan perdana menteri Bulgaria, demokrasi rakyat

adalah arah dalam masa transisi yang bertugas untuk mejamin peran

negara ke arah sosialisme (a state in the transitional destined to

development on the path to socialism).”49

47 Demokrasi Liberal: Pengertian dan Contohnya, http://sosiologis.com/demokrasi-liberal,

diakses pada 1 Juli 2019, pukul 10.17 WIB.

48 Miriam Budiardjo, dalam Ni’matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2015), cet. Ketujuh, h., 201.

49 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2009), cet. Keempat, h., 157.

Page 42: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

33

Menurut Soetardjo Kartohadikusumo, sebuah negara dapat

dikatakan menjalankan demokrasi apabila memenuhi unsur-unsur:

a. Ada kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota

perkumpulan;

b. Ada kebebasan menyatakan pendapat;

c. Ada hak untuk memberikan suara dalam pemungutan suara;

d. Ada kesempatan untuk dipilih atau menduduki berbagai jabatan

pemerintahan atau negara;

e. Ada hak bagi para aktivis politik berkampanye untuk memperoleh

dukungan atau suara;

f. Terdapat berbagai sumber informasi;

g. Ada pemilihan yang bebas dan jujur;

h. Semua lembaga yang bertugas merumuskan kebijaksanaan

pemerintah, harus tergantung pada keinginan rakyat.50

Jimly Asshiddiqie membagi sistem demokrasi modern ke

dalam tiga wilayah atau domain kekuasaan dalam kehidupan bersama,

yaitu negara (state), pasar (market), dan masyarakat (civil society).

Jika kekuasaan negara terlalu dominan, maka demokrasi tidak akan

tumbuh karena selalu didikte dan dikendalikan oleh negara dimana

yang berkembang adalah otoritarianisme. Jika kekuasaan pasar terlalu

kuat, melampaui kekuatan civil society dan negara, berarti kekuatan

modal (capital) dan kaum kapitalis yang menentukan dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Demikian pula jika

kekuasaan yang dominan adalah civil society, sedangkan negara dan

pasar lemah, maka yang akan terjadi adalah situasi chaos, messy,

government-less, tanpa arah yang jelas.51 Oleh karena itu, ketiganya

diidealkan harus berjalan seiring dan sejalan, sama-sama kuat dan

50 Soetardjo, Kartohadikusumo, Desa, dalam Bagir Manan, et.al, ed. Kedaulatan Rakyat,

Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, … h., 58.

51 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, … h., 134.

Page 43: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

34

sama-sama saling mengendalikan, tetapi tidak boleh saling

mencampuri atau dicampuradukkan.52

Menurut Mahfud MD prinsip dasar negara demokrasi selalu

menuntut dan mengharuskan adanya pemencaran kekuasaan, agar

kekuasaan tak terpusat di satu tangan. Kekuasaan yang berpusat di

satu tangan bertentangan dengan prinsip demokrasi karena ia

membuka peluang terjandinya kesewenang-wenangan dan korupsi.53

Terdapat dua istilah mengenai negara hukum yaitu the rule of

law dan The Rule of Law, and not of Man. Istilah terakhir ini

dipopulerkan oleh A.V. Dicey yang dikembangkan di Amerika serikat

untuk menggambarkan pengertian bahwa hukumlah yang

sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan

manusia atau orang.54 Istilah The Rule of Law memiliki perbeadan dari

istilah The Rule by Law. Di istilah terakhir ini, kedudukan hukum

(law) digambarkan hanya sekadar bersifat instrumentalis atau alat,

sedangkan kepemimpinan tetap berada di tangan orang atau atau

manusia, yaitu The Rule of Man by Law.55

Sebuah konsep negara hukum tidak bisa dilepaskan dari

paham kerakyatan (demokrasi) sebab hukum yang mengatur dan

membatasi kekuasaan negara atau pemerintah sebagai hukum yang

dibuat atas dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat.56 Ketiga sistem

kekuasaan tersebut jika dilihat dari sudut pembagian antara

suprastruktur politik dan infrastruktur politik, maka negara (state)

52 Jimly Asshiddiqie, dalam Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar

Demokrasi, … h., 268. 53 Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2012), h., 215.

54 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, … h.,251-252.

55 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, … h.,252.

56 Ni’Matul Huda, Hukum Tata negara Indonesia, … h., 249-250.

Page 44: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

35

adalah wilayah suprastruktur politik. Adapun pasar (market) dam

masyarakat (civil society) adalah wilayah infrastruktur politik.57

3. Teori Kedaulatan

Munir Fuady dalam bukunya, Teori-Teori Besar (Grand

Theory) dalam Hukum mengatakan bahwa sebuah kekuasaan yang

tertinggi, absolut, dan tak ada instansi lain yang dapat

menyamakannya atau mengontrolnya, termasuk mengatur warga

negara dan mengatur juga apa yang menjadi tujuan negara, yang dapat

mengatur berbagai aspek pemerintahan dimana pemerintah dapat

melakukan berbagai tindakan dalam suatu negara, yang termasuk tapi

tidak terbatas pada kekuasaan membuat undang-undang, menerapkan

dan menegakkan hukum, menghukum orang, memungut pajak,

menciptakan perdamaian dan menyatakan perang, menandatangani

dan memberlakukan traktat, dan sebagainya, merupakan sebuah

kedaulatan.58 Munir Fuady berpendapat bahwa kekuasaan itu absolut

dimana pemerintah dapat mengatur berbagai aspek pemerintahan.

Kedaulatan merupakan unsur penting dalam terciptanya

sebuah negara. Istilah kedaulatan berasal dari kata Sovereignty dalam

Bahasa Inggris, kemudian Souverainete dalam Bahasa Perancis, dan

Sovranus dalam Bahasa Italia. Ketiga Bahasa tadi diturunkan dari

sebuah kata dalam Bahasa Latin yaitu Superanus yang artinya yang

tertinggi atau supreme dalam Bahasa Inggris. Para sarjana abad

pertengahan seringkali menggunakan pengertian yang sama maknanya

dengan istilah Superanus itu, yaitu Summaparetes atau Plenitudo

Potestatis yang artinya wewengang tertinggi dari sebuah kekuasaan

politik. Banyak sekali definisi untuk kata kedaulatan tetapi istilah ini

selalu diartikan sebagai Otoritas pemerintahan dan Hukum.59

57 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, … h., 268.

58 Munir Fuady, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2013), cet. Kedua, h. ,91.

59 Ni’matul Huda, Ilmu Negara, … h., 169.

Page 45: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

36

Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, pada

abad ke-15 kata kedaulatan tampil sebagai istilah politik. Para sarjana

dari Perancis memberikan istilah kedaulatan seperti Prof. Garner,

Beaumanoir, dan Loyseau adalah orang yang mempopulerkan kata

kedaulatan.60

Seorang filsuf dan sarjana dari Perancis yang hidup pada abad

ke XVI yang bernama Jean Bodin mengatakan bahwa kedaulatan itu

adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu

negara, yang sifatnya tunggal, asli, abadi, dan tidak dapat dibagi-

bagi.61

Namun, dalam pandangan Soehino perumusan atau tegasnya

definisi kedaulatan dari Jean Bodin ini untuk masa sekarang tidak

dapat dilaksanakan secara konsekuen, sebab pada waktu itu ia hanya

meninjau souvereiniteit dalam hubungannya dengan masyarakat di

dalam negeri itu saja. Jadi perumusannya bersifat intern.62

Jean Bodin sebagai bapak ajaran kedaulatan menegaskan

bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi terhadap para warga

negara dan rakyatnya, tanpa ada suatu pembatasan apapun dari suatu

Undang-undang yang artinya kedaulatan juga merupakan kekuasaan

tertinggi dalam suatu negara untuk menentukan hukum. Jean Bodin

menganggap bahwa negara merupakan pencipta tertinggi tata hukum

bagi masyarakatnya dalam hal menentukan hukum dan negara

memiliki kemerdekaan penuh dalam hal berdaulat ke dalam maupun

ke luar bagi warga masyarakatnya. Meski demikian kedaulatan tetap

kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara.63

60 Ni’matul Huda, Ilmu Negara, … h., 169.

61 Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 1981), cet. Kedua, h., 151.

62 Soehino, Ilmu Negara, … h., 151.

63 Usep Ranawidjaja, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),

h., 182.

Page 46: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

37

Istilah lain dari kedaulatan adalah kekuasaan. Kekuasaan

sendiri adalah kemampuan daripada seseorang atau segolongan orang

untuk mengubah berbagai-bagai tabiat atau sikap, dalam suatu

kebiasaan, menurut keinginannya, dan untuk mencegah perubahan-

perubahan tabiat atau sikap yang tidak menjadi keinginannya dalam

suatu kebiasaan.64

Kekuasaan ada yang bersifat mutlak dan bersifat terbatas.

Menurut Soehino baik kekuasaan yang bersifat mutlak atau terbatas,

selama kekuasaan itu menjadi suatu hal yang tertinggi di suatu negara

maka kekuasaan bersifat itu dapat menentukan diri taraf tertinggi dan

terakhir.65

a. Kedaulatan Tuhan

Teori kedaulatan Tuhan adalah teori yang mengatakan

bahwa kekuasaan tertinggi itu dimiliki oleh Tuhan dimana teori

kedaulatan juga merupakan yang paling tua menurut sejarah teori

teori kedalatan lain karena teori ini berkembang pada zaman

pertengahan antara abad ke V sampai abad ke XV sehingga dari

teori ini timbul dua organisasi kekuasaan, yaitu organisasi

kekusasaan negara yang diperintah oleh seorang raja dan

organisasi kekusasaan gereja yang dikepalai oleh seorang Paus

yang terjadi karena organisasi gereja mempunyai alat-alat

perlengkapan yang hampir sama dengan alat-alat perlengkapan

organisasi negara.66

Tentang teori kedaulatan Tuhan ada beberapa teori yang

berasal dari penganut teori teokrasi seperti Augustinus, Thomas

Aquinas, dan Marsilius dimana mereka mempersoalkan bukan

siapa yang memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan karena

64 Soehino, Ilmu Negara, … h., 152.

65 Soehino, Ilmu Negara, … h., 152. 66 Soehino, Ilmu Negara, … h., 152.

Page 47: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

38

telah ada persamaan pendapat bahwa pemilik kekuasaan tertinggi

atau kedaulatan adalah Tuhan tetapi siapakah di dunia ini yang

mewakilkan Tuhan, raja ataukah Paus.67

Seiring perkembangan zaman Tuhan mewakilkan

kekuasaannya pada negara atau raja dimana ini adalah ajaran

Marsilius sedangkan Augustinus berpendapat bahwa Paus sebagai

wakil Tuhan dan Thomas Aquinas berpendapat Tuhan

mewakilkan raja dan Paus, Paus untuk keagamaan raja untuk

lapangan keduniawan dimana sebenarnya sama kekuasaanya

tetapi pada masa renaissance raja-raja merasa berkuasa atas segala

sesuatu menurut kehendaknya dengan beralasan itu adalah

perintah Tuhan yang membuat raja tidak merasa bertanggung

jawab kepada siapapun kecuali kepada Tuhan ditambah

datangnya ajaran Niccolo Machiavelli dengan ajaran staatsraisen-

nya yang mengatakan bahwa negaralah yang harus ditaati, dan

negaralah satu-satunya yang berwenang menentukan hukum dari

sebelumnya yang harus ditaati adalah hukum Tuhan sehingga

timbullah ajaran baru tentang kedaulatan, yakni kedaulatan

negara.68

b. Kedaulatan Hukum

Menurut teori kedaulatan hukum atau Rechts-

souvereiniteit kekuasaan tertinggi pada suatu negara adalah

hukum. Hal ini disebabkan baik raja atau penguasa maupun

rakyat atau warganegara, bahkan negara itu sendiri harus tunduk

pada hukum. Semua tingkah laku dan perbuatannya harus sesuai

menurut hukum. Ini adalah pendapat dari Krabbe.69

67 Soehino, Ilmu Negara, … h., 153. 68 Soehino, Ilmu Negara, … h., 153-154.

69 Soehino, Ilmu Negara, … h., 156.

Page 48: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

39

Kemudian, apa yang menjadi sumber hukum dari teori

kedaulatan hukum? Krabbe mengatakan yang menjadi sumber

hukum adalah rasa hukum yang ada pada masyarakat itu sendiri.

Bentuk rasa hukumnya masih sederhana, yang masih bersifat

primitif atau yang tingkatannya masih rendah disebut instink

hukum sedangkan dalam bentuk yang lebih luas atau yang

tingkatannya lebih tinggi disebut kesadaran hukum. Jadi, menurut

Krabbe hukum tidaklah timbul dari kehendak negara, dan dia

memberikan kepribadian tersendiri terhadap hukum dan hukum

itu berlaku terlepas daripada kehendak negara.70 Namun rasa

hukum mengenai setiap orang berbeda-beda, misalnya individu A

pasti tidak akan sama dengan individu B dan bisa saja rasa hukum

A atau B berubah lima tahun kedepan. Jadi, rasa hukum manusia

tidak dapat dijadikan sumber hukum sebab jika rasa hukum

dijadikan sumber hukum pada tiap-tiap individu maka tidak

tercapai hukum yang bersifat umum dan mengakibatkan

timbulnya anarki. Hal inilah yang dikatakan oleh Prof. Dr. AAH

Struycken yang menganggap pendapat Krabbe adalah lemah.71

Pendapat Krabbe mengenai rasa hukum yang

mempengaruhi berdirinya kedaulatan hukum, yang ditentang oleh

Struycken, mendapat pembelaan dari Kranenburg dengan

mengemukakan hukum keseimbangan atau postulat

keseimbangan. Postulat keseimbangan ini menyatakan bahwa

dalam masyarakat terdapat kententuan tetap dalam menyikapi

kesadaran hukum manusia yang meyakini bahwa setiap orang itu

bersikap atau berkeyakinan sehingga dengan keyakinan itu setiap

orang memiliki kesamaan hak terhadap penerimaan keuntungan

atau kerugian, atau keadilan dan ketidakadilan, kecuali paabila

70 Soehino, Ilmu Negara, … h., 156.

71 Soehino, Ilmu Negara, … h., 157.

Page 49: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

40

ada syarat-syarat khusus yang menentukan lain.72 Namun disini

Kranenburg menganggap kritikan Sturcycken adalah tidak benar

karena Krabbe tidak mengatakan rasa hukum dari setiap orang itu

sama dalam segala hal, tetapi ada kesamaan unsur disitu, yaitu

adanya ketentuan tetap dalam reaksi kesadaran hukum manusia.

Itulah yang dimaksud dengan suatu keseimbangan.73

Soehino menyatakan jika Kranenburg sendiri salah terima

dengan apa yang dikatakan oleh Strucycken, karena Struycken

hanya mengatakan bahwa kesadaran hukum itu tidak dapat

dijadikan sebagai sumber hukum, disebabkan di dalam jiwa

manusia tidak hanya bergerak kesadaran hukum saja, bayak hal

lain yang menggerakkan jiwa manusia.74 Hal ini didasarkan pada

Algemene Staatsleer karya Kranenburg sendiri yang menyatakan

menolak teori kedaulatan hukum Krabbe karena kesadaran hukum

bukanlah satu-satunya kekuatan yang bergerak dalam psyche

manusia, ada kekuatan-kekuatan lain yang bergerak, dan

kekuatan-kekuatan itu bergerak tergantung pada imbangannya

masing-masing kekuatan dengan menguasainya atau tidak

kesadaran hukum itu dan hal yang ada hubungan erat dengan

tabiat rakyat.75

c. Kedaualatan Rakyat

Kedaulatan rakyat timbul akibat adanya kekuasaan raja

yang absolut pada abad pertengahan dan pada masa renaissance.

Pada abad pertengahan kekuasaan raja didasarkan pada kekuasaan

Tuhan berdasarkan ajaran dari Augustinus, Thomas Aquinas, dan

Marsilius dimana jaman Marsilius ini timbullah kekuasaan raja-

72 Soehino, Ilmu Negara, … h., 158.

73 Soehino, Ilmu Negara, … h., 158.

74 Soehino, Ilmu Negara, … h., 158 75 Soehino, Ilmu Negara, … h., 158-159.

Page 50: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

41

raja bersifat absolut. Kemudian pada masa renaissance muncul

ajaran dari Niccolo Machiavelli dan Jean Bodin dimana

Machiavelli mengajarkan Staats-raison dan Jean Bodin

mengajarkan Staats-Souveriniteit yang membuat kekuasaan raja

semakin absolut yang membuat raja dapat berbuat apa saja, baik

dalam ranah keduniawian, maupun dalam ranah agama.76

Kekuasan raja yang sedemikian absolut membuat rakyat

tertindas dengan kesewenang-wenangan tindakan raja sehingga

rakyat marah dan merasa membutuhkan atau bahkan suatu

keharusan mencari dasar-dasar baru untuk kekuasaan raja agar

dapat dibatasi, minimal dibatasi agar raja tidak bertindak

sewenang-wenang sehingga hak-hak rakyat dapat terlindungi.

Kaum Monarkomaken, dengan Johannes Althusius sebagai

pelopornya dalam ajarannya tidak mendasarkan kekuasaan raja

atas kehendak Tuhan, tetapi atas kekuasaan rakyat dimana

kekuasaan pada rakyat itu didapatnya dari suatu hukum yang

tidak tertulis, yaitu hukum alam kodrat dan rakyat menyerahkan

kekuasaannya pada raja dalam suatu perjanjian yang dinamakan

perjanjian penundukan. Ajaran dari kaum Monarkomaken atau

ajaran dari Johannes Athusius di atas diteruskan oleh para sarjana

dari aliran hukum alam, tetapi memunculkan kesimpulan baru,

yaitu individu-individu dengan melalui perjanjian masyarakat

membentuk masyarakat, dan kepada masyarakat inilah para

individu menyerahkan kekuasaannya, yang selanjutnya

diserahkan kekuasaan itu kepada raja. Jadi, raja mendapatkan

kekuasaannya dari para individu.77 Oleh karena itu, timbullah

ajaran baru dimana raja berkuasa sebagai pelaksana dari amanat

rakyat, yaitu kedaulatan rakyat yang digagas oleh kaum

76 Soehino, Ilmu Negara, … h., 159. 77 Soehino, Ilmu Negara, … h., 159-160.

Page 51: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

42

monarkomaken itu seperti Marsilio, William Ockham, Buchanan,

Hotman, Bellarmin, dan lain-lain. Mereka inilah yang mula-mula

sekali mengemukakan ajaran bahwa rakyatlah yang berdaulat

penuh dan bukan raja, karena raja berkuasa atas kehendak rakyat.

Ajaran kaum monarkomaken ini dilanjutkan oleh John Locke dan

diteruskan oleh J.J. Rousseau.78

Adalah J.J. Rousseau yang membuat ide baru tentang

kedaulatan yakni kedaulatan rakyat yang ajarannya telah

dijelaskan pada waktu membicarkan ajaran hukum alam. Yang

dimaksud Rousseau rakyat bukanlah penjumlahan daripada

individu-individu dalam suatu negara, akan tetapi sebuah

kesatuan yang dibentuk oleh individu-individu itu yang

mempunyai kehendak yang mana kehendak itu diperoleh dari

indiidu-individu melalui perjanjian masyarakat, yang disebut oleh

Rousseau sebagai kehendak umum.79 Rousseau menekankan

bahwa kedaulatan rakyat itu pada prinsipnya adalah cara atau

sistem bagaimana memecahkan sesuatu persoalan menurut cara

atau sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum dimana

kehendak umum itu hanyalah khayalan yang bersifat abstrak.80 J.J

Rousseuau adalah salah satu pencetus kedaulatan rakyat dengan

kehendak umum sebagai perjanjian masyarakat.

Dalam tangan Rousseau kedaulatan rakyat ini menjadi

kedaulatan yang mutlak berdasarkan volonte generale dari rakyat

itu.81 Ajaran kedaulatan rakyat adalah ajaran yang memberi

kekuasaan tertinggi kepada rakyat atau juga disebut pemerintahan

dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rousseau memberi

78 Ni’matul Huda, Ilmu Negara, … h., 188.

79 Soehino, Ilmu Negara, … h., 160. 80 Soehino, Ilmu Negara, … h., 161.

81 Ni’matul Huda, Ilmu Negara, … h., 189.

Page 52: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

43

ajaran bahwa ada dua macam kehendak rakyat dalam kedaulatan

rakyat, yaitu sebagai berikut:82

a. Kehendak rakyat yang dinamakan volente de tous

Hanya dipergunakan oleh rakyat seluruhnya sekali saja

yaitu waktu negara hendak dibentuk melalui perjanjian

masyarakat, maksud dari volonte de tous ini untuk memberi

sandaran agar supaya mereka dapat berdiri sendiri dengan

abadi, karena seluruh rakyat menyetujuinya. Keputusan ini

merupakana suatu kebulatan kehendak dan jika negara itu

sudah berdiri pernyataan setuju itu tidak dapat ditarik

kembali lagi.

b. Kehendak sebagian dari rakyat yang dinamakan volunte

generale

Dinyatakan sesudah negara ada, sebab dengan keputusan

suara terbanyak, kini negara bisa berjalan dengan sistem

suara terbanyak ini dipakai oleh negara-negara demokrasi

Barat. Dengan demikian, apa yang dimaksud Rousseau

dengan kedaulatan rakyat itu sama dengan keputusan suara

terbanyak. Oleh karena suara terbanyak itu harus ditaati,

maka keputusan suara terbanyak itu sama halnya dengan

diktator dari suara terbanyak.

Immanuel Kant adalah penerus teori J.J. Rousseau tentang

kedaulatan rakyat dimana ia mengatakan bahwa tujuan negara

adalah menegakkan hukum dan menjamin kebebasan daripada

warga negaranya dengan maksud bahwa kebebasan itu adalah

kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan yang mana

undang-undang sendiri yang berhak membuat adalah rakyat itu

sendiri. Oleh karena itu, undang-undang merupakan penjelmaan

82 Muh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, (Jakarta: Gaya

Media Pratama, 2000), cet. Keempat, h., 124.

Page 53: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

44

daripada kemauan atau kehendak rakyat maka rakyatlah yang

mewakili kekuasaan tertinggi atau kedaulatan.83

Kedaulatan rakyat atau sering disebut kerakyatan atau

demokrasi, menurut Paham Pancasila, pengertian kerakyatan atau

kedaulatan rakyat lebih luas dari pengertian demokrasi yang

ditumbuhkan di Barat, baik dari sudut pandang liberalisme

maupun marxisme karena pada paham liberal, demokrasi lebih

ditekankan pada segi politiknya atau dikaitkan dengan kegiatan di

bidang politik, pada paham marxisme, demokrasi ditekankan pada

aspek sosial ekonomi, sedangka kerakyatan menurut paham

Pancasila mencakup “politiek economische democratie” yang

mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. 84

Menurut teori kedaulatan rakyat, tujuan negara adalah

untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warga

negaranya dalam batas-batas peraturan perundang-undangan yang

berhak membuat undang-undang adalah rakyat sehingga undang-

undang merupakan penjelmaan kehendak rakyat. Rakyat memiliki

kekuasaan tertinggi dalam Negara. Rakyat memiliki otoritas

tertinggi dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Teori

kedaulatan rakyat mengatakan bahwa kekuasaan suatu negara

berada di tangan rakyat sebab benar-benar berdaulat dalam suatu

negara adalah rakyat.85

Dalam konsep negara modern liberal yang diartikan dengan

rakyat yang berdaulat adalah sejumlah subjek-subjek individu

(optelsom von individuen) atau dengan kata lain yang diartikan

83 Soehino, Ilmu Negara, … h., 161.

84 Pidato Soekarno pada rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 (kelahiran Pancasila), lihat

Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, dalam Bagir Manan, et.al, ed.

Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, … h., 60-61.

85 Agus Setiawan, Kedaulatan Rakyat Pasca Reformasi dan Pembangunan Pulau Palsu,

Nusantara News, https://nusantaranews.co/kedaulatan-rakyat-pasca-reformasi-dan-pembangunan-

pulau-palsu/, diakses pada 10 Agustus 2019 pukul 15.48 WIB.

Page 54: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

45

dengan rakyat adalah banyak subjek-subjek individu.86 Individu

berarti rakyat yang memiliki kedaulatan.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

1. Skripsi yang ditulis oleh Mulyadi S. Awal87. Skripsi tersebut bertujuan

mengkaji dan mengetahui pengaturan pemungutan suara ulang dalam

pemilihan kepala daerah dan mengevaluasi pelaksanaan pemungutan

suara ulang di 20 TPS Kecamatan Bacan. Perbedaan penelitian

tersebut dengan penelitian peneliti terletak pada objek masalahnya.

Peneliti membahas pelaksanaan pemungutan suara ulang pada

Pemilihan Umum Kepala Daerah yang terjadi di Kota Cirebon Tahun

2018 dengan menilai pertimbangan hukum hakim MK dalam

memerintahkan pemungutan suara ulang Kota Cirebon dengan

merujuk berbagai Peraturan Mahkamah Konstitusi yang memberi

wewenang Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemungutan suara

ulang dan Peraturan-peraturan Perundang-undangan lain. Sedangkan,

penelitian tersebut fokus pada pemungutan suara ulang yang terjadi di

Kabupaten Halmahera Selatan.

2. Skripsi yang ditulis oleh Jentel Chairnosia88. Skripsi tersebut

membahas mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal

mengadili sengketa pemilihan kepala daerah dimana setelah keluarnya

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 9/PUU-XI/2013 yang

menyebabkan batalnya Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah, ditanggapi berbeda oleh berbagai

86 Willy D.S. Voll, Negara Hukum dalam Keadaan Pengecualian, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2013), h., 58-59.

87 Mulyadi S. Awal, “Pemungutan Suara Ulang Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Studi

Kasus Pilkada di Kabupaten Halmahera Selatan”, (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, 2017).

88 Jentel Chainosia, “Penghapusan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Perkara

Sengketa Pemilukada (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013)”,

(Skripis S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2014).

Page 55: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

46

pakar dan aparat penegak hukum. Perbedaan penelitian tersebut

dengan penelitian peneliti terletak pada objek masalahnya, dimana

peneliti membahas pelaksanaan pemungutan suara ulang pada

Pemilihan Umum kepala daerah di Kota Cirebon Tahun 2018 dengan

menilai pertimbangan hukum hakim MK yang memerintahkan

pemungutan suara ulang Kota Cirebon dengan merujuk berbagai

Peraturan Mahkamah Konstitusi yang memberi wewenang Mahkamah

Konstitsi memerintahkan pemungutan suara ulang dan Peraturan-

peraturan Perundang-undangan lain.

3. Buku karangan Rahmat Hollyon MZ dan Sri Sundari89. Persamaan

dari penelitian saya dengan buku tersebut adalah sama-sama

membahas masalah Pemilukada di Indonesia. Perbedaannya adalah

buku ini membahas kontroversi terhadap Pemilihan Kepala Daerah

seperti adanya dinasti politik di daerah, fenomena golput, dan potensi

terjadinya konflik Pemilukada sedangkan penelitian saya khusus

membahas pemungutan suara ulang dalam pemilukada di Indonesia

yang menilai hukum hakim MK dalam putusannya melaksanakan

pemungutan suara ulang yang mana pemenang pemungutan suara

ulang itu sama dengan sebelum PSU.

4. Jurnal yang ditulis oleh Dewi Haryanti.90. Persamaan dari penelitian

saya dengan jurnal tersebut adalah sama-sama membahas mengenai

Pemungutan Suara Ulang dan Peraturan Perundang-Undangan yang

terkait itu. Perbedaannya adalah penelitan saya membahas

pelaksanaan pemungutan suara ulang dalam Pemilihan Umum Kepala

Daerah Kota Cirebon Tahun 2018 yang menilai pertimbangan hukum

hakim MK memerintahkan pemungutan suara ulang dengan hasil yang

sama dengan sebelum PSU serta pada jurnal tersebut fokus pada

89 Hollyon, Rahmat MZ dan Sri Sundari, Pilkada Penuh Euforia, Miskin Makna, (Jakarta,

Bestari Buana Murni, 2015).

90 Dewi Haryanti, “Kebijakan Penyelenggara Pemilihan Umum Terkait Pemungutan

Suara Ulang Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi: Tinjauan Yuridis Tentang Pemungutan

Suara Ulang di Kota Tanjung Pinang)”, Jurnal Selat, Vol. 1 No. 2 (Mei, 2014).

Page 56: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

47

pemlihan legislatif, bukan pemilihan kepala daerah, yang terjadi pada

tahun 2014 dengan meninjau secara yuridis Pemungutan Suara Ulang

Pada Kota Tanjung Pinang serta pada jurnal tersebut membahas

berbagai kebijakan penyelenggara Pemilihan Umum seperti KPU,

BAWASLU, PANWASLU, PPK, PPS, dll di Kota Tanjung Pinang.

5. Jurnal yang ditulis oleh Khairul Fahmi91 “Pergeseran Pembatasan Hak

Pilih dalam Regulasi Pemilu dan Pilkada”, ditulis oleh Khairul Fahmi

dari Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Gadjah Mada. Persamaan dari penelitian saya dengan jurnal tersebut

adalah sama-sama mengkaji masalah Pemilukada. Perbedaannya

adalah penelitian saya membahas Pelaksanaan pemungutan suara

ulang dalam Pemilihan Umum kepala daerah di Kota Cirebon Tahun

2018 dengan menilai pertimbangan hukum hakim MK dalam

memutus memerintahkan pelaksanakaan pemungutan suara ulang di

Kota Cirebon. Sedangkan jurnal tersebut membahas pergeseran

pengaturan hak pilih dan dipilih dan pembedaan dan pembatasan hak

memilih dan hak dipilih.

91 Khairul Fahmi, “Pergeseran Pembatasan Hak Pilih dalam Regulasi Pemilu dan

Pilkada”, Jurnal Konstitusi, Vol. 14 No. 4 (Desember 2017).

Page 57: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

48

BAB III

KASUS PEMUNGUTAN SUARA ULANG PEMILUKADA KOTA

CIREBON TAHUN 2018

A. Identitas Para Pihak

Dalam Putusan ini permohonan dimohonkan oleh Pasangan

Calon Walikota dan Wakil Walikota Nomor Urut 1, H. Bamunas Setiawan

Boediman, M.B.A. yang beralamat di Jalan Metro Alam IV TC. 23/23,

RT/RW 011, Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama,

Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta dan Wakilnya Effendi Edo, S.AP.,

M.Si yang beralamat di Jalan Gading Barat III Nomor 14, RT/RW

001/008, Kelurahan Cisaranten Endah, Kecamatan Arcamanik, Kota

Bandung, Provinsi Jawa Barat melawan Komisi Pemilihan Umum Kota

Cirebon yang beralamat di Jalan Palang Merah Nomor 6, Lemahwungkuk,

Kota Cirebon Jawa Barat sebagai Termohon ditambah Pasangan Calon

Walikota dan Wakil Walikota Nomor Urut 2, Drs. Nashrudin Azis., S.H.

yang beralamat di Jalan Gn. Tangkuban Perahu III Nomor 2016 Kelurahan

Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon dan Waliknya Dra. Hj.

Eti Herawati yang beralamat di Jalan Cankring I, Gg. Beluluk Nomor 62

RT, 002 RW. 005, Kelurahan Kejaksan, Kecamatan Kejaksan, Kota

Cirebon selaku Pihak Terkait.

B. Putusan Hakim Sebelum Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Kota

Cirebon Tahun 2018

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018

tanggal 12 September 2018 telah mengadili bahwa:

1. Mahkamah Konstitusi menyatakan telah terjadi pembukaan kotak

suara di beberapa TPS oleh KPPS bertempat di PPS yang tidak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan pada Pemilihan Walikota dan

Wakil Walikota Cirebon Tahun 2018 yang signifikan mempengaruhi

perolehan hasil suara;

Page 58: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

49

2. Membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Cirebon

Nomor 100/PL.03.6-Kpt/3274/KPU-KOT/VII/2018 tentang Penetapan

Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Walikota dan Wakil

Walikota Kota Cirebon Tahun 2018, tertanggal 4 Juli 2018 sepanjang

perolehan suara:

a. Kecamatan Kesambi di:

1) TPS 15 Kelurahan Kesambi.

2) TPS 15 Kelurahan Drajat.

3) TPS 16 Kelurahan Drajat.

b. Kecamatan Kejaksan di:

TPS 3, TPS 5, TPS 6, TPS 11, TPS 12, TPS 14, TPS 15, TPS 16,

TPS17, TPS 18, TPS 19, TPS 20, TPS 22, TPS 23, TPS 23, TPS

25, TPS 27, TPS 28 Kelurahan Kesenden.

c. Kecamatan Lemahwungkuk di:

1) TPS 16 Kelurahan Kesepuhan.

2) TPS 15 Kelurahan Panjunan.

d. Kecamatan Pekalipan di TPS 10 Kelurahan Jagasatru.

3. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kota Cirebon untuk

melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Walikota dan Wakil

Walikota Kota Cirebon Tahun 2018 sepanjang empat kecamatan:

a. Kecamatan Kesambi di:

1) TPS 15 Kelurahan Kesambi.

2) TPS 15 Kelurahan Drajat.

3) TPS 16 Kelurahan Drajat.

b. Kecamatan Kejaksan di:

TPS 3, TPS 5, TPS 6, TPS 11, TPS 12, TPS 14, TPS 15, TPS 16,

TPS 17, TPS 18, TPS 19, TPS20, TPS 22, TPS 23, TPS 24, TPS

25, TPS 27, TPS 28 Kelurahan Kesenden.

c. Kecamatan Lemahwungkuk di:

1) TPS 16 Kelurahan Kesepuhan.

2) TPS 15 Kelurahan Panjunan.

Page 59: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

50

d. Kecamatan Pekalipan di TPS 10 Kelurahan Jagasatru.

4. Memerintahkan pemungutan suara ulang dilaksanakan paling lama 30

(tiga puluh) hari sejak putusan ini diucapkan;

5. Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat

dan Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan supervisi kepada

Komisi Pemilihan Umum Kota Cirebon dalam pelaksanaan

pemungutan suara ulang Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota

Cirebon Tahun 2018;

6. Memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Kota Cirebon

untuk melakukan pengawasan yang ketat dengan supervisi Badan

Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Barat dan Badan Pengawas Pemilihan

Umum dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang Pemilihan

Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon Tahun 2018;

7. Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Cirebon,

Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat, dan Komisi Pemilihan

Umum untuk melaporkan masing-masing kepada Mahkamah

mengenai hasil penghitungan suara dalam pemungutan suara ulang

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon Tahun 2018

tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah pemungutan

suara ulang tersebut dilaksanakan;

8. Memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Kota Cirebon,

Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat, dan Badan

Pengawas Pemilihan Umum untuk melaporkan masing-masing kepada

Mahkamah mengenai hasil penghitungan suara dalam pemungutan

suara ulang Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon

Tahun 2018 tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

pemungutan suara ulang tersebut dilaksanakan;

9. Memerintahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia

berserta jajarannya, khususnya Kepolisian Resor Kota Cirebon dan

Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Barat, untuk melakukan pengamanan

proses pemungutan suara ulang tersebut sampai dengan laporan

Page 60: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

51

tersebut disampaikan kepada Mahkamah sesuai dengan

kewenangannya.

C. Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Kota Cirebon

Tahun 2018

Pemungutan suara ulang Pemilukada Kota Cirebon

dilaksanakan dengan diawali membuat laporan persiapan pelaksanaan

Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada tanggal 12 September 2018 sampai

dengan 24 September 2018. Dalam Putusan MK Nomor 8/PHP.KOT-

XV/2018, MK memerintahkan 24 TPS di empat kecamatan seperti yang

disebut di sub-bab sebelumnya.

Tanggal 22 September 2018 dilaksanakan pemungutan suara

dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) masing-

masing wilayah TPS. Dilanjutkan esok hari dengan Rekapitulasi Hasil

Penghitungan Suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Tanggal 24 September 2018 dilakukan Rekapitulasi Hasil Penghitungan

Suara di tingkat KPU Kota Cirebon dari hasil Penghitungan Suara Ulang

di 24 TPS tersebut dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 1: Rekapitulasi Perolehan Suara

NO. KECAMATAN KELURAHAN TPS

PEROLEHAN SUARA

PASLON 1 PASLON 2

1 KESAMBI KESAMBI 15 122 108

2 DRAJAT

15 99 178

3 16 162 198

4 KEJAKSAN KESENDEN 3 134 54

5 5 58 87

6 6 157 104

7 11 178 120

8 12 82 88

9 14 48 141

10 15 123 114

11 16 84 77

12 17 101 137

13 18 76 65

14 19 122 97

Page 61: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

52

15 20 142 65

16 22 133 118

17 23 142 136

18 24 150 127

19 25 107 143

20 27 99 82

21 28 112 166

22 LEMAHWUNGKUK

KESEPUHAN 16 81 299

23 PANJUNAN 15 215 107

24 PEKALIPAN JAGASATRU 10 216 186

JUMLAH TOTAL SUARA 2,943 2,997

Tabel tersebut menunjukkan perolehan suara terbanyak pada

Paslon Nomor Urut 2 dengan perolehan suara tertinggi pada Kelurahan

Kesepuhan dengan jumlah dua ratus sembilan puluh Sembilan suara.

Sedangkan Paslon Nomor Urut 1 perolehan suara tertinggi pada Kelurahan

Jagasatru sebesar dua ratus enam belas suara.

Perolehan total suara pada sebelum pemungutan suara ulang

yang ditetapkan KPU Kota Cirebon tertanggal 4 Juli 2018 adalah sebagai

berikut.

Tabel 2: Jumlah Suara Sah Pra PSU

NO. NAMA PASANGAN CALON PEROLEHAN

SUARA

PERSENTASE

1. H. BAMUNAS SETIAWAN BOEDIMAN, MBA

EFFENDI EDO, SAP., M.Si

78,511 49.38%

2. DRS. NASHRUDIN AZIS, S.H.

DRA. HJ. ETI HERAWARI

80,496 50,62%

JUMLAH SUARA SAH 159,261 100%

Perolehan suara kedua Paslon pasca Pemungutan Suara Ulang

adalah sebagai berikut.

Tabel 3: Jumlah Suara Sah Pasca PSU

NO. NAMA PASANGAN CALON PEROLEHAN

SUARA

PERSENTASE

Page 62: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

53

1. H. BAMUNAS SETIAWAN BOEDIMAN, MBA

EFFENDI EDO, SAP., MSi

78,671 49,40%

2. DRS. NASHRUDIN AZIS, S.H.

DRA. HJ. ETI HERAWARI

80,590 50,60%

JUMLAH SUARA SAH 159,261 100%

Untuk membuktikan laporan tersebut di atas, KPU Kota

Cirebon mengajukan bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti T-PSU.1

sampai dengan bukti T-PSU.16. untuk yang selain bukti surat ada fotokopi

hasil Penghitungan dan Pemungutan Suara Ulang di masing-masing TPS

dan fotokopi berita acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di

masing-masing TPS.

Atas data tersebut maka Komisi Pemilihan Umum Pusat telah

membuat supervisi untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018 atas Pemungutan Suara Ulang Pemilihan

Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon di 24 (dua puluh empat) TPS

di 4 (empat) Kecamatan yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum Pusat.

D. Profil Kota Cirebon

1. Sejarah Riwayat Pemerintahan Kota Cirebon

Riwayat pemerintahan Kota Cirebon terbagi atas beberapa

periode, yakni periode tahun 1270-1910. Periode ini kehidupan di

Kota Cirebon masih tradisional dan pada tahun 1479 berkembang

pesat menjadi pusat penyebaran dan Kerajaan Islam terutama di

wilayah Jawa Barat. Kemudian setelah Belanda masuk, dibangunlah

jaringan jalan raya darat dan kereta api sehingga mempengaruhi

perkembangan industry dan perdagangan. Periode selanjutnya tahun

1910-1937. Periode ini Kota Cirebon disahkan menjadi Gemeente

Cheirebon dengan luas 1.100 hektar dan berpenduduk 20.000 jiwa

(Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Periode 1937-1967.

Pada tahun 1942 Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 hektar dan

Tahun 1957 status pemerintahannya menjadi Kota Praja dengan luas

3.300 hektar, setelah ditetapkan menjadi Kotamadya tahun 1965 luas

Page 63: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

54

wilayahnya menjadi 3.600 Hektar.Periode 1967-sekarang. Wilayah

Kota Cirebon sampai saat ini adalah 3.735,82 hektar yang terbadi

dalam 5 Kecamatan dan 22 Kelurahan.1

2. Visi dan Misi

Visi Kota Cirebon hanya satu yakni “Sehati Kita Wujudkan

Kota Cirebon sebagai Kota Kreatif Berbasis Budaya dan Sejarah”

dengan empat misi dan empat tujuan yakni: Misi 1 “Mewujudkan

Kualitas Sumber daya Manusia Kota Cirebon yang Berdaya Saing,

Berbudaya, Unggul di Segala Bidang” dengan Tujuan “Menciptakan

Kualitas Sumber Daya Manusia Kota Cirebon yang Agamis,

Kompetitif, Terlatih, dan Inovatif serta Mengembangkan Nilai-nilai

Luhur Keagamaan, Memajukan, dan Memperkaya Kebudayaan Khas

Cirebon”. Misi ke-2 “Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang

Bersih, Akuntabel, Berwibawa, dan Inovatif” dengan Tujuan

“Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik, Meningkatkan Kualitas

Kinerja, Kapasitas, dan Akuntabilitas Perangkat Daerah, serta

Meningkatkan Inovasi dalam Pemerintahan”. Misi ke-3

“Meningkatkan Kualitas Pelayanan Sarana dan Prasarana Umum

Berwawasan Lingkungna” dengan Tujuan “Meningkatkan

Aksesibilitas Masyarakat terhadap Pusat-pusat Kegiatan dan Pusat

Koleksi/Distribusi Barang, Menyediakan Pelayanan Utilitas Umum

yang Direncanakan dengan Matang, Komprehensif, dan Terpadu, serta

Mewujudkan Kualitas Lingkungan Kota yang Aman, Nyaman,

Produktif, dan Berkelanjutan Sesuai dengan Daya Dukung dan Daya

Tampung Lingkungan. Misi ke-4 “Mewujudkan Ketentraman dan

Ketertiban Umum yang Kondusif” dengan Tujuan “Menciptakan

Perlindungan bagi Masyarakat, Mendukung Penegakan Peraturan

1 Profil, Sejarah Pemerintahan, http://www.cirebonkota.go.id/profil/sejarah/sejarah-

pemerintahan/, diakses pada 13 September 2019 pukul 16.17 WIB.

Page 64: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

55

Perundang-undangan, serta Menumbuhkan Budaya Tertib

Masyarakat, dan Penyelenggara Pemerintahan.2

2 Profil, Visi dan Misi, http://www.cirebonkota.go.id/profil/visi-dan-misi/, diakses pada

13 September 2019 pukul 16.53 WIB.

Page 65: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

56

BAB IV

PEMUNGUTAN SUARA ULANG KOTA CIREBON TAHUN 2018

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Pelaksanaan Pemungutan Suara

Ulang

1. Dalam Eksepsi

Mahkamah dalam mempertimbangkan permohonan

Pemohon, Termohon mengajukan eksepsi mengenai Kewenangan

Mahkamah dan Pihak Terkait mengajukan eksepsi mengenai

permohonan Pemohon kabur (obscuur libel); terhadap eksespsi

tersebut, Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut:1

a. Bahwa terhadap eksepsi Termohon mengenai kewenangan

Mahkamah, telah dipertimbangkan dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018, tanggal 12 September

2018, bahwa Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo.

Dengan demikian, eksepsi Termohon tersebut tidak beralasan

menurut hukum;

b. Bahwa terhadap eksepsi Pihak Terkait yang menyatakan

permohonan kabur (obscuur libel), Mahkamah menilai eksepsi

Pihak Terkait tersebut sudah masuk dalam pokok permohonan

sehingga eksepsi demikian adalah tidak beralasan menurut hukum.

c. Meniimbang bahwa oleh karena eksepsi Termohon dan eksepsi

Pihak Terkait tidak beralasan menurut hukum, maka selanjutnya

Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan. Namun,

sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah

terlebih dahulu mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum

Pemohon dan tenggang waktu pengajuan permohonan Pemohon;

2. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon

1 Putusan Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018, dalam

https://mkri.id/index.php?page=web.Putusan&id=1&kat=1&cari=8%2FPHP.KOT-XVI%2F2018,

diakses pada 11 Juli 2019 pukul 20.30 WIB.

Page 66: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

57

a. Menimbang bahwa dalam mempertimbangkan kedudukan hukum

Pemohon, Mahkamah akan mempertimbangkan hal-hal sebagai

berikut:

1) Apakah Pemohon memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 4

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016

Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-

Undang (selanjutnya disebut UU Pilkada, Pasal 157 Ayat (4)

UU Pilkada, dan Pasal 2 huruf a dan Pasal 3 Ayat (1) PMK

5/2017;

2) Apakah Pemohon memenuhi ketentuan untuk dapat

mengajukan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 158

Ayat (2) huruf b Undang-Undang Pilkada dan Pasal 7 Ayat (2)

huruf b PMK 5/2017.

b. Menimbang bahwa terhadap kedua pertanyaan di atas Mahkamah

mempertimbangkan sebagai berikut:

1) Bahwa Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Pilkada menyatakan

“Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati atau Calon Walikota

dan Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang diusulkan

oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan

yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum

Provinsi”; Pasal 157 Ayat (4) Undang-Undang Pilkada

menyatakan, “Peserta Pemilihan dapat mengajukan

permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan

Page 67: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

58

perolehan suara oleh KPU Provinsi atau KPU

Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi”, Pasal 2 huruf

a PMK 5/2017 menyatakan, “Para Pihak dalam perkara

perselisihan hasil pemilihan adalah: a. Pemohon … “, dan

Pasal 3 Ayat (1) PMK 5/2017 menyatakan, “Pemohon

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a adalah a.

Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, b. pasangan

calon Bupati dan Wakil Bupati, atau c. pasangan calon

Walikota dan Wakil Walikota”.

2) Bahwa Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Cirebon

Nomor 30/PL.03.2-Kpt/3274/KPU-Kot/II/2018 Tentang

Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Walikota dan

Wakil Walikota Cirebon Tahun 2018, tertanggal 12 Februari

2018 juncto Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota

Cirebon Nomor 32/PL.03.2-Kpt/3274/KPU-Kot/II/2018

tentang Penetapan Nomor Urut dan Daftar Pasangan Calon

Walikota dan Wakil Walikota Cirebon Tahun 2018, tertanggal

13 Februari 2018 telah menetapkan Pemohon sebagai

Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon

dengan Nomor Urut 1.

3) Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Pemohon adalah

Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon

Tahun 2018, Nomor Urut 1;

4) Bahwa Pasal 158 Ayat (2) huruf b UU Pilkada menyatakan:

“Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota

dan Wakil Walikota dapat mengajukan permohonan

pembatalan penetapan hasil penghitngan perolehan suara

dengan ketentuan: … b. Kabupaten/kota dengan jumlah

penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa

sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, pengajuan

perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat

Page 68: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

59

perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima

persen) dari total suara sah hasil pengitungan suara tahap

akhir yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota”, dan Pasal

7 Ayat (2) huruf b PMK 5/2017 menyatakan, “Pemohon

sebagaimana dimaksud dalam Pasa. 3 Ayat (1) huruf a

mengajukan permohonan ke Mahkamah dengan ketentuan: …

b. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 250.000

(dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima

ratus ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara

ilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5%

(satu koma lima persen) dari total suara sah hasil

penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oelh

Termohon”,

5) Bahwa jumlah penduduk berdasarkan Data Agregat

Kependudukan per Kecamatan (DAK2) Semester I Tahun

2017 dari Kementerian Dalam Negeri kepada Komisi

Pemilihan Umum sebagaimana Berita Acara Serah Terima

Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2)

Semester I Tahun 2017 Nomor 470/8641/Dukcapil garis

bawah Nomor 43/BA/VII/2017 bertanggal 31 Juli 2017, yang

oleh Komisi Pemilihan Umum diserahkan kepada Mahkamah,

dimana jumlah penduduk Kota Cirebon adalah 325.767 (tiga

ratus dua puluh lima ribu tujuh ratus enam puluh tujuh) jiwa,

sehingga perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan

pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak

sebesar 1,5% dari total suara sah hasil penghitungan suara

tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Kota Cirebon;

6) Bahwa jumlah perbedaan suara antara Pemohon dengan

pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak

1,5% x 159.007 suara (total suara sah) = 2.385 suara. Dengan

demikian, selisih maksimal untuk dapat mengajukan

Page 69: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

60

permohonan sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi adalah

2.385 suara.

7) Bahwa perolehan suara Pemohon adalah 78.511 suara,

sedangkan perolehan suara Pihak Terkait (pasangan calon

peraih suara terbanyak) adalah 80.496 suara, sehingga

perbedaan perolehan suara antara Pihak Terkait dan Pemohon

adalah (80.496 suara – 78.511 suara) = 1.985 suara (setara

dengan 1,25%).

c. Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut

diatas, menurut Mahkamah, Pemohon memiliki kedudukan hukum

untuk mengajukan permohonan a quo;

3. Tenggang Waktu Pengajan Permohonan

a. Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 157 Ayat (5) Undang-

Undang 10/2016, “Peserta Pemilihan mengajukan permohonan

kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada Ayat

(4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan

penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi

atau KPU Kabupaten/Kota”; Pasal 1 angka 29 PMK 5/2017,

“Hari kerja adalah hari kerja Mahkamah Konstitusi, yaitu hari

Senin sampai dengan hari Jumat kecuali hari libur resmi yang

ditetapkan oleh Pemerintah” serta Pasal 5 Ayat (1) PMK 5/2017,

“Permohonan Pemohon diajukan kepada Mahkamah Paling

lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan

perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU/KIP Provinsi atau

KPU/KIP Kabupaten/Kota”; dan Pasal 5 Ayat (4) PMK 5/2017,

“Hari kerja sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), berlaku sejak

pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 24.00 WIB”;

1) Bahwa berdasarkan Pasal 157 Ayat (5) UU Pilkada dan Pasal 5

Ayat (1) PMK 5/2017, tenggang waktu pengajuan permohonan

pembatalan Penetapan Perolehan Suara Tahap Akhir Hasil

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon

Page 70: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

61

Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 paling lambat 3 (tiga) hari

kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan

suara hasil pemilihan;

2) Bahwa hasil penghitungan perolehan suara Pemilihan

Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon diumumkan oleh

Termohon berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum

Kota Kota Cirebon Nomor 100/PL.03.6-Kpt/4274/KPU-

Kot/VII/2018 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil

Penghitungan Suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota

Cirebon Tahun 2018 pada hari Rabu, tanggal 4 Juli 2018,

pukul 11.05 WIB;

3) Bahwa tenggang waktu 3 (tiga) hari kerja sejak Termohon

mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan

adalah hari Rabu, tanggal 4 Juli 2018, pukul 24.00 WIB,

hari Kamis, tanggal 5 Juli 2018, pukul 24.00 WIB, dan hari

Jumat, tanggal 6 Juli 2018, pukul 24.00 WIB;

b. Menimbang bahwa berdasarkan Akta Pengajuan Permohonan

Pemohon Nomor 59/PAN.MK/2018, permohonan Pemohon

diajukan di Kepaniteraan Mahkamah pada hari Jumat, tanggal 6

Juli 2018, pukul 23.13 WIB, sehingga permohonan Pemohon

masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan yang

ditentukan peraturan perundang-undangan;

c. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,

Mahkamah berpendapat, Mahkamah berwenang mengadili

permohonan a quo, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk

mengajukan permohonan, dan permohonan Pemohon diajukan

dalam tenggang waktu yang ditentukan peratruan perundang-

undangan. Oleh karena itu, Mahkamah selanjutnya akan

mempertimbangkan pokok permohonan;

4. Dalam Pokok Permohonan

Page 71: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

62

a. Menimbang bahwa secara garis besar yang dipersoalkan oleh

Pemohon ada lima hal, yaitu:

1) Kotak suara dibawa ke keluarahan secara melawan hukum;

2) Pembongkaran kotak suara yang dilakukan secara illegal dan

melawan hukum;

3) Penolakan atas rekomendasi Panwascam oleh KPU/Termohon

dan adanya intervensi Bawaslu Provinsi Jawa Barat;

4) Pengurangan suara Pemohon dan penambahan suara bagi

pasangan calon lain;

5) Ketidaksesuaian data penggunaan surat suara pada Model C1-

KWK;

Terhadap kelima hal tersebut, Mahkamah mempertimbangkan

sebagai berikut;

a) Bahwa terhadap dalil Pemohon angka 1, angka 2, dan angka 3,

dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-

XVI/2018, tanggal 12 September 2018, telah dipertimbangkan

dan diputus dengan perintah Termohon melakukan

pemungutan suara ulang di 24 TPS di empat kecamatan, yaitu:

(1) Kecamatan Kesambi di:

(a) TPS 15 Keluarah Kesambi.

(b) TPS 15 Kelurahan Drajat.

(c) TPS 16 Kelurahan Drajat.

(2) Kecamatan Kejaksan di:

TPS 3, TPS 5, TPS 6, TPS 11, TPS 12, TPS 14, TPS 15,

TPS 16, TPS 17, TPS 18, TPS 19, TPS 20, TPS 22, TPS

23, TPS 24, TPS 25, TPS 27, TPS 28 Kelurahan Kesenden.

(3) Kecamatan Lemahwungkuk di:

(a) TPS 16 Kelurahan Kesepuhan.

(b) TPS 15 Kelurahan Panjunan.

(4) Kecamatan Pekalipan di TPS 10 Kelurahan Jagasatru.

Page 72: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

63

b) Bahwa terhadap Putusan Mahkamah tersebut, Termohon telah

melaksanakan pemunguan suara ulang pada tanggal 22

September 2018 dan telah dilakukan rekapitulasi di tingkat

kecamatan pada tanggal 23 September 2018 serta rekapitulasi

di tingkat KPU Kota Cirebon pada tanggal 24 September 2018

dengan hasil sebagai berikut:

NO. KECAMATAN KELURAHAN TPS

PEROLEHAN SUARA

H. Bamunas

Setiawan

Boediman,

M B A dan

Effendi Edo,

S A P., M.Si

Drs.Nashrudin

Azis, S.H., dan

Dra. Hj. Eti

Herawati

1 KESAMBI

KESAMBI 15 122 108

2 DRAJAT

15 99 178

3 16 162 198

4 KESENDEN KESENDEN 3 134 54

5 5 58 87

6 6 157 104

7 11 178 120

8 12 82 88

9 14 48 141

10 15 123 114

11 16 84 77

12 17 101 137

13 18 76 65

14 19 122 97

15 20 142 65

16 22 133 118

17 23 142 136

18 24 150 127

19 25 107 143

20 27 99 82

21 28 112 166

22 LEMAHWUNGKUK

KESEPUHAN 16 81 299

23 PANJUNAN 15 215 107

24 PEKALIPAN JAGASATRU 10 216 186

JUMLAH TOTAL SUARA 2.943 2.997

Page 73: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

64

b. Menimbang bahwa untuk memperoleh kebenaran materiil dalam

perkara a quo, Mahkamah telah membuka siding lanjutan pada hari

Selasa, tanggal 16 September 2018, untuk mendengarkan laporan

dari Termohon, KPU, Bawaslu Kota Cirebon, Bawaslu Provinsi

Jawa Barat dan Bawaslu. Dalam persidangan tersebut sesuai

dengan perintah Mahkamah, masing-masing pihak menyampaikan

laporan yang selengkapnya termuat pada bagian Duduk Perkara

yang pada pokoknya sebagai berikut:

1) Bahwa Termohon menyampaikan laporan yang pada pokoknya

sebagai berikut:

a) Termohon telah melakukan koordinasi dengan KPU

Provinsi, KPU, Bawaslu Kota Cirebon terkait dengan

pemungutan suara ulang;

b) Bahwa hasil pemungutan suara ulang pasca Putusan

Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018, tanggal 12 September

2018 sebagaimana termuat dalam paragraph di atas;

c) Bahwa hasil perolehan suara masing-masing pasangan

calon setelah pemungutan suara ulang adalah;

No. Nama Pasangan Calon Perolehan Suara Persentase

1

H. Bamunas Setiawan

Boediman, MBA

Effendi Edo, SAP., M.Si

78.671 49,40%

2 Drs. Nashrudin Azis, SH

Dra. Hj. Eti Herawati 80.590 50,60%

Jumlah Suara Sah 159.261 100%

2) Bahwa KPU menyampaikan laporan yang pada pokoknya

sebagai berikut:

Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

8/PHP.KOT-XVI/2018 yang pada intinya memerintahkan

kepada KPU untuk melaporkan hasil supervisinya terhadap

pelaksanaan pemungutan suara ulang di 24 (dua puluh empat)

TPS pada 4 (empat) Kecamatan dalam Pemilihan Walikota dan

Page 74: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

65

Wakil Walikota Kota Cirebon Tahun 2018, KPU RI

memberikan arahan kepada KPU Kota Cirebon yang pada

intinya sebagai berikut:

a) Melakukan pembentukan, pengangkatan kembali atau

pendaftaran/seleksi baru, dan pelantikan anggota KPPS,

PPS dan PPK untuk melaksanakan Pemungutan Suara

Ulang di TPS dan Rekapitulasi Penghitungan Suara di

PPK;

b) Menyampaikan formulir model C6. Ulang-KWK kepada

Pemilih yang terdaftar dalam DPT, DPPh dan yang

tercatat dalam DPTb untuk TPS yang bersangkutan;

c) Mendistribusikan Surat Surara dan perlengkapan

Pemungutan Suara Ulang dan Penghitungan Suara di TPS,

formulir rekapitulasi Penghitungan Suara di PPS, PPK,

KPU/KIP Kabupaten/Kota, dan KPU di Provinsi/KIP

Aceh;

d) Menetapkan pelaksanaan hari Pemungutan Suara Ulang;

e) Menetapkan pelaksanaan rekapitulasi Penghitungan Suara

di PPK, KPU/KIP Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi/KIP

Aceh

f) Berkoordinasi dengan stakeholder terkait dalam

pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang, dan

g) Menyampaikan laporan pelaksanaan Pemungutan Suara

Ulang kepada Mahkamah Konstitusi dan KPU.

NO Nama Pasangan Calon Kec.

Kejaksan

Kec.

Kesambi

Kec.

Lemahwungkuk

Kec.

Pekalipan

Jumlah

Akhir

1 H. BAMUNAS

SETIAWAN

BOEDIMAN, M.B.A

dan

EFFENDI EDO,

S.AP., M.Si

2048 383 296 216f 2943

Page 75: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

66

2

Drs. NASHRUDIN

AZIS, SH

Dan

Hj. ETI HERAWATI

Jumlah Suara Sah 3968 867 702 402 5940

Jumlah Suara Tidak Sah 123 12 5 11 151

Jumlah Seluruh Suara Sah dan

Suara Tidak Sah 4092 879 707 413 6091

3) Bahwa Bawaslu Kota Cirebon menyampaikan laporan yang

pada pokoknya sebagai berikut:

a) Bawaslu Kota Cirebon Melakukan Koordinasi dengan

Kepolisian sebagaimana Surat Undangan Nomor

B/1300/IX/Ops.3.3/2018 perihal Permmohonan audiensi

terkait Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

8/PHP.KOT-XVI/2018, tanggal 12 September 2018;

b) Bawaslu Kota Cirebon Melakukan Koordinasi dengan

KPU dan Panitia Pengawas Kecamatan sebagaimana Surat

Undangan Nomor 984/PP/05.3-Und/327/KPU-

Kot/IX/2018 Perihal Pelantikan PPK dan PPS pada

pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang tanggal 14

September 2018;

c) Bawaslu Kota Cirebon melakukan Koordinasi dan

Pelaksanaan Supervisi, pada tanggal 15 September 2018

sebagaimana Laporan Hasil Pengawasan Pemilu;

d) Bawaslu Kota Cirebon turun langsung kelapangan

mengawasi hari pemgungutan suara di 24 TPS untuk

memastikan pelaksanaan preoses pemungutan suara ulang

berjalan dengan baik, taat prosedur, sampai dengan

pengiriman kotak suara yang transit melalui PPS menuju

PPK pada tanggal 22 September 2018

e) Bahwa pada tanggal 22 September 2018 Bawaslu Kota

Cirebon meregister temuan Nomor

25/TM/PW/Kot/13.06/IX/2018 dengan peristiwa dugaan

Page 76: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

67

adanya Money Politic di kegiatan Pembekalan Saksi Luar

di DPC Partai Nasdem pada tanggal 17 September 2018

Jalan Mereka (dekat Patung tari Topeng Cirebon). Bahwa

terhadap temuan ini, Bawaslu Kota Cirebon telah

melakukan klarifikasi kepada pihak yang terkait dan dari

hasil pemeriksaan ternyata tidak cukup bukti.

f) Bawaslu Kota Cirebon juga telah melakukan pengawasan

pada saat pelaksanaan pemungutan suara ulang tanggal 22

September 2018, dengan hasil sebagai berikut:

(a) Bahwa data DPT, DPTb, dan DPPh Pemungutan

Suara Ulang di 24 TPS di Kota Cirebon berdasarkan

Formulir Model DB. Ulang-KWK halaman 1-1

sebagai berikut:

A.1 Jumlah DPT dari Kecamatan Kejaksan,

Lemahwungkuk, Pekalipan dan Kesambi

adalah 8515;

a.2 Jumlah DPTb dari Kecamatan Kejaksan.

Lemahwungkuk, Pekalipan dan Kesambi

adalah 61;

a.3 Jumlah DPPh dari Kecamatan Kejaksan,

Lemahwungkuk, Pekalipan dan Kesambi

adalah 8;

(b) Bahwa perolehan suara pemungutan suara ulang Kota

Cirebon yang disandingkan dengan perolehan suara

sebelumnya adalah:

NO KECAMATAN KELURAHAN NO

TPS

PEROLEHAN SUARA

27 JUNI 2018

PEROLEHAN SUARA

22 SEPT 2018

PASLON

1

PASLON

2

PASLON

1

PASLON

2

1 KEJAKSAN KESENDEN 3 112 61 134 54

Page 77: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

68

2 KEJAKSAN KESENDEN 5 51 92 58 87

3 KEJAKSAN KESENDEN 6 139 124 157 104

4 KEJAKSAN KESENDEN 11 134 136 178 120

5 KEJAKSAN KESENDEN 12 82 62 82 88

6 KEJAKSAN KESENDEN 14 91 82 48 141

7 KEJAKSAN KESENDEN 15 110 105 123 114

8 KEJAKSAN KESENDEN 16 86 92 84 77

9 KEJAKSAN KESENDEN 17 101 143 101 137

10 KEJAKSAN KESENDEN 18 79 74 76 65

11 KEJAKSAN KESENDEN 19 137 84 122 97

12 KEJAKSAN KESENDEN 20 123 79 142 65

13 KEJAKSAN KESENDEN 22 111 129 133 118

14 KEJAKSAN KESENDEN 23 132 132 142 136

15 KEJAKSAN KESENDEN 24 134 138 150 127

16 KEJAKSAN KESENDEN 25 117 117 107 143

17 KEJAKSAN KESENDEN 27 87 107 99 82

18 KEJAKSAN KESENDEN 28 121 157 112 166

19 PEKALIPAN JAGASATRU 10 168 239 216 186

20 KESAMBI KESAMBI 15 109 98 122 108

21 KESAMBI DRAJAT 15 143 113 99 178

Page 78: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

69

22 KESAMBI DRAJAT 16 168 171 162 198

23

LEMAH

WUNGKUK PANJUNAN 15 162 106 215 107

24

LEMAH

WUNGKUK KESEPUHAN 16 86 242 81 299

JUMLAH 2783 2903 2943 2997

d. Bahwa Bawaslu Provinsi Jawa Barat menyampaikan laporan

yang pada pokoknya sebagai berikut:

a) Pada saat persiapan, Bawaslu Provinsi Jawa Barat

menyampaikan pembekalan dengan melakukan tiga kali

rakor persiapan pengawasan, yaitu pada tanggal 17

September 2018 kepada Panwascam, PPL, dan pengawas

TPS.

b) Pada saat pelaksanaan PSU, Bawaslu Provinsi Jawa Barat

beserta Bawaslu RI melakukan supervise untuk

memastikan seluruh perangkat pengawas Pemilu bekerja

melakukan pengawasan secara optimal sebagaimana

disampaikan oleh Bawaslu Kota Cirebon.

5) Bahwa Bawaslu menyampaikan laporan yang pada pokoknya,

secara prinsip, hal yang dilaporkan oleh Bawaslu Kota Cirebon

atau Bawaslu Provini Jawa Barat adalah dalam pengawasan

dan juga supervisi Bawaslu.

c. Menimbang bahwa terhadap laporan Pemohon mengenai

pemungutan suara ulang yang disampaikan kepada Mahkamah

yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 26

September 2018, hal tersebut meskipun tidak termuat dalam amar

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018,

tanggal 12 September 2018, laporan Pemohon a quo turut

dipertimbangkan, terlepas dari keberatan Pihak Terkait yang

disampaikan dalam persidangan tanggal 16 Oktober 2018;

Page 79: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

70

d. Menimbang bahwa setelah Mahkamah membaca dan memeriksa

secara saksama laporan Termohon, laporan KPU, laporan Bawaslu

Kota Cirebon, laporan Bawaslu Provinsi Jawa Barat, dan laporan

Bawaslu, bukti Pemohon PU-1 sampai dengan PU-29, bukti

Termohon yang diberi tanda bukti T-PSU 1 sampai dengan bukti T-

PSU 16, bukti KPU yang diberi tanda bukti Dok-1 sampai dengan

bukti Dok35, bukti Bawaslu Kota Cirebon yang diberi tanda bukti

PK-1 sampai dengan bukti PK-25, serta berdasarkan keterangan

para pihak dalam persidangan tanggal 16 Oktober 2018,

Mahkamah mendapati fakta hukum sebagai berikut:

1) Bahwa pada tanggal 22 September 2018, telah dilakukan

pemungutan suara ulang (PSU) di 24 TPS di empat kecamatan,

yaitu:

a) Kecamatan Kesambi di:

(1) TPS 15 Kelurahan Kesambi.

(2) TPS 15 Kelurahan Drajat.

(3) TPS 16 Kelurahan Drajat.

b) Kecamatan Kejaksan di:

TPS 3, TPS 5, TPS 6, TPS 11, TPS 12, TPS 14, TPS 15,

TPS 16, TPS 17, TPS 18, TPS 19, TPS 20, TPS 22, TPS

23, TPS 24, TPS 25, TPS 27, TPS 28 Kelurahan

Kesenden.

c) Kecamatan Lemahwungkuk di:

(1) TPS 16 Kelurahan Kespuhan.

(2) TPS 15 Kelurahan Panjunan.

d) Kecamatan Pekalipan di TPS 10 Kelurahan Jagasatru.

2) Bahwa dari laporan yang disampaikan oleh Termohon, KPU,

Bawaslu Kota Cirebon, peroleh suara untuk masing-masing

pasangan calon adalah:

NO. KECAMATAN KELURAHAN TPS PEROLEHAN SUARA

Page 80: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

71

H. Bamunas

Setiawan

Boediman,

M B A dan

Effendi Edo,

S A P., M.Si

Drs.Nashrudin

Azis, S.H., dan

Dra. Hj. Eti

Herawati

1 KESAMBI

KESAMBI 15 122 108

2 DRAJAT

15 99 178

3 16 162 198

4 KESENDEN KESENDEN 3 134 54

5 5 58 87

6 6 157 104

7 11 178 120

8 12 82 88

9 14 48 141

10 15 123 114

11 16 84 77

12 17 101 137

13 18 76 65

14 19 122 97

15 20 142 65

16 22 133 118

17 23 142 136

18 24 150 127

19 25 107 143

20 27 99 82

21 28 112 166

22 LEMAHWUNGKUK

KESEPUHAN 16 81 299

23 PANJUNAN 15 215 107

24 PEKALIPAN JAGASATRU 10 216 186

JUMLAH TOTAL SUARA 2.943 2.997

Berdasarkan hasil pemungutan suara ulang tersebut kemudian

ditotal dengan suara sah sebelumnya yang tidak dibatalkan dan

tetap sah, maka perolehan suara masing-masing pasangan

calon adalah:

Page 81: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

72

e. M

enimbang bahwa terhadap fakta tersebut di atas, Mahkamah

menilai Termohon dan jajarannya serta Bawaslu dan jajarannya

telah melaksanakan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

8/PHP.KOT-XVI/2018 dengan mengacu pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan tidak ditemukan fakta-fakta

baru adanya pelanggaran baik dalam laporan maupun di dalam

persidangan, sehingga perolehan suara hasil PSU a quo adalah sah

dana akan dimuat dalam amar putusan ini.

f. Menimbang bahwa selanjutnya Mahkamah akan

mempertimbangkan dalil Pemohon angka 4 dan angka 5 yang

mendalilkan mengenai pengurangan suara Pemohon dan

penambahan suara bagi Pihak Terkait karena ada ketidaksesuaian

antara jumlah seluruh pengguna hak pilih laki-laki dan perempuan

yang tidak sama engan jumlah suara sah dan tidak sah perolehan

suara pasangan calon. Dalil Pemohon angka 4 tersebut berkait erat

dengan dalil Pemohon angka 5 yang mendalilkan ketidaksesuaian

data penggunaan surat suara pada Model C1-KWK. Menurut

Pemohon hal itu berakibat pada perolehan suara Pemohon.

Ketidaksesuaian tersebut terjadi secara terstruktur, sistematif, dan

massif di banyak TPS di lima kecamatan, yaitu Kecamatan

No. Nama Pasangan Calon Perolehan Suara Persentase

1

H. Bamunas Setiawan

Boediman, MBA

Effendi Edo, SAP., M.Si

78.671 49,40%

2 Drs. Nashrudin Azis, SH

Dra. Hj. Eti Herawati 80.590 50,60%

Jumlah Suara Sah 159.261 100%

Page 82: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

73

Harjamukti, Kecamatan Kejaksan, Kecamatan Kesambi,

Kecamatan Lemahwungkuk, dan Kecamatan Pekalipan;

Untuk membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan alat

bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-16 sampai dengan

bukti P-37, bukti P-48 sampai dengan bukti P-120, serta saksi

bernama Ari Setiawan;

Termohon membantah dalil Pemohon tersebut yang pada

pokoknya menyatakan dalil Pemohon tersebut adalah tidak

berdasar. Kesalah penulisan tersebut sudah dilakukan koreksi baik

oleh KPPS di tingkat TPS maupun oleh PPK di tingkat Kecamatan

dan tidak ada perubahan terhadap perolehan suara masing-masing

pasangan calon;

Untuk membuktikan jawabannya, Termohon

mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bujtu

TD.2.002, TD.01.025, TD.1.025.e, TD.1.025.f TD.1.025.g,

TD.1.025.h, TD.1.025.i, TD.1.025.j, TD.1.025.k, TD.2.003,

TD.1.026.a, TD.01.026.b, TD.1.026.c, TD.1.026.d, TD.1.026.e,

TD.1.026.f, TD.1.026.g, TD.1.026.h, TD.1.026.i, TD.2.004,

TD.01.027.a, sampai dengan TD.1.027.o, TD.1.027.p, TD.1.027.q,

TD.1.027.s, TD.1.027.t, TD.1.027,u, TD.1.027.v, TD.1.027.w,

TD.1.027.y, TD.2.005, TD.01.028.a, sampai dengan TD.01.028.e,

TD.1.028.f, TD.1.028.g, TD.1.028.h, TD.1.028.i, TD.1.028.j,

TD.1.028.k, TD.1.028.l, TD.1.028.m, TD.1.028.n, TD.1.028.o,

nTD.2.006, TD.01.029.a sampai dengan TD.01.29.h, TD.1.029.i,

TD.1.029.j, TD.1.029.k, TD.1.029.l, TD.1.029.m, TD.1.029.n,

TD.1.029.o, serta saksi bernama Naiman Adio Sunaryo;

Pihak Terkit menerangkan bahwa dalil Pemohon

tersebut adalah tidak benar karena tidak didasarkan atas fakta dan

realita di lapangan, sebab jelas-jelas dan nyata-nyata

ketidaksamaan yang didalilkan Pemohon telah diperbaiki baik oleh

KPPS di tingkat TPS maupun oleh PPK di tingkat kecamatan;

Page 83: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

74

Untuk membuktikan keterangannya, Pihak Terkait

mengajukan bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti PT-14

sampai dengan bukti PT-121;

Terhadap persoalan tersebut di atas, Mahkamah

mempertimbangkan sebagai berikut:

1) Bahwa setelah Mahkamah menyandingkan bukti Termohon

dan bukti Pihak Terkait, didapat fakta bahwa kesalahan

penulisan dalam Formulir C-KWK dan Formulir C1-KWK

seperti jumlah DPT, jumlah surat suara, jumlah pengguna hak

pilih sudah diperbaiki oleh KPPS di tingkat TPS dan oleh PPK

di tingkat kecamatan;

2) Bahwa fakta persidangan berupa uji petik bukti Pemohon,

Termohon, dan Pihak Terkait didapati:

a) TPS 4, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Harjamukti,

Pasangan Calon Nomor Urut 1 memperoleh 192 suara dan

Pasangan Calon Nomor Urut 2 memperoleh 181 suara.

Menurut saksi pengurangan terjadi karena jumlah

pengguna hak pilih dalam DPT antara laki-laki dengan

perempuan adalah sebanya 396 di Formulir C-KWK tetapi

dalam Formulir C1-KWK jumlah pemilih menjadi 402.

Berdasarkan persandingan bukti ternyata ada pemilih

dalam DPTb sebanyak 6 orang yang tidak tertulis dalam

Formulir C-KWK dan hal itu sudah dilakukan koreksi di

KPU Kota Cirebon sehingga sesuai jumlah pemilih

menjadi 402. Adapun mengenai perolehan suara masing-

masing pasangan calon tidak ada perubahanm, yaitu

Pasangan Calon Nomor Urut 2 memperoleh 181 suara;

b) TPS 19 Kasepuhan, Lemahwungkuk, Bukti P-16,

Pemohon memperoleh 191 suara dan Pihak Terkait

memperoleh 161 suara. Terhadap hal tersebut kemudian

dilakukan uji petik persandingan dengan bukti Termohon

Page 84: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

75

yaitu bukti TD.1.033B dan bukti Pihak Terkait, yaitu bukti

PT-14, didapati fakta bahwa Pemohon memperoleh 191

suara dan Pihak Terkait mendapat 161 suara. Saksi

mempersoalkan mengenai jumlah pemilih di formulir C-

KWK tertulis 368 tetapi di formulir C1-KWK tertulis 369.

Setelah Mahkamah melakukan persandingan bukti,

ternyata jumlah 369 pemilih tersebut karena ada pemilih

disabilitas, sehingga jumlah pemilih 368 ditambah satu

orang pemilih disabilitas menjadi 369 pemilih;

c) Bahwa sesuai dengan bukti dan fakta tersebut di atas,

menurut Mahkamah dalil Pemohon a quo tidak terbukti

dan tidak beralasan menurut hukum;

g Menimbang bahwa terhadap dalil Pemohon lainnya, Mahkamah

tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan Mahkamah akan

kebenaran dalil Pemohon a quo. Oleh karena itu, Mahkamah

berpendapat dalil Pemohon lainnya tidak beralasan menurut

hukum;

h Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas maka

perolehan suara akhir yang benar dalam Pemilihan Walikota dan

Wakil Walikota Cirebon tahun 2018 adalah perolehan suara yang

tidak dinyatakan batal berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018, bertanggal 12 September 2018,

ditambah dengan perolehan suara hasil PSU sebagaimana

dipertimbangkan di atas yang selanjutnya dimuat dalam amar

Putusan ini.

i Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di

atas, permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk

seluruhnya;

5. Konklusi

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana

diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan:

Page 85: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

76

a. Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo;

b. Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan

permohonan a quo;

c. Permohonan Pemohon diajukan dalam tenggang waktu yang

ditentukan peraturan perundang-undangan;

d. Eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tidak beralasan menurut

hukum;

e. Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130,

Tambahan Lembaran Negara Republik Inonesia Nomor 5898);

6. Amar Putusan

a. Dalam Eksepsi

Menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait;

b. Dalam Pokok Permohonan

1) Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2) Menetapkan hasil perolehan suara yang benar dari masing-

masing pasangan calon dalam pemungutan suara ulang di 24

TPS di empat kecamatan adalah:

NO. KECAMATAN KELURAHAN TPS PEROLEHAN SUARA

Page 86: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

77

H. Bamunas

Setiawan

Boediman,

M B A dan

Effendi Edo,

S A P., M.Si

Drs.Nashrudin

Azis, S.H., dan

Dra. Hj. Eti

Herawati

1 KESAMBI

KESAMBI 15 122 108

2 DRAJAT

15 99 178

3 16 162 198

4 KESENDEN KESENDEN 3 134 54

5 5 58 87

6 6 157 104

7 11 178 120

8 12 82 88

9 14 48 141

10 15 123 114

11 16 84 77

12 17 101 137

13 18 76 65

14 19 122 97

15 20 142 65

16 22 133 118

17 23 142 136

18 24 150 127

19 25 107 143

20 27 99 82

21 28 112 166

22 LEMAHWUNGKUK

KESEPUHAN 16 81 299

23 PANJUNAN 15 215 107

24 PEKALIPAN JAGASATRU 10 216 186

JUMLAH TOTAL SUARA 2.943 2.997

3) Menetapkan hasil akhir perolehan suara yang benar dari

masing-masing Pasangan Calon dalam Pemilihan Walikota

dan Wakil Walikota Kota Cirebon Tahun 2018, yaitu

gabungan perolehan suara yang tidak dinyatakan batal

berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

Page 87: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

78

8/PHP.KOT-XVI/2018, bertanggal 12 September 2018,

ditambah dengan perolehan suara hasil PSU sebagai berikut:

Perolehan Suara Pemiihan Walikota dan Wakil Walikota Kota

Cirebon Tahun 2018 yang tidak dibatalkan berdasarkan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PHP.KOT-XVI/2018, bertanggal

12 September 2018

No. Nama Pasangan Calon Perolehan Suara

1 H. Bamunas Setiawan Boediman, MBA

dan

Effendi Edo, SAP., M.Si

75.728

2 Drs. Nashrudin Azis, S.H.,

dan

Dra. Hj. Eti Herawati

77.593

Jumlah Suara 153.321

Perolehan Suara Hasil Pemungutan Suara Ulang di 24 TPS di

Empat Kecamatan yang dilaksanakan pada tanggal 22 September

2018

No. Nama Pasangan Calon Perolehan Suara

1 H. Bamunas Setiawan Boediman, MBA

dan

Effendi Edo, SAP., M.Si

75.728

2 Drs. Nashrudin Azis, S.H.,

dan

Dra. Hj. Eti Herawati

77.593

Jumlah Suara 153.321

Hasil Akhir Perolehan Suara Yang Benar Dari Masing-Masing

Pasangan Calon Dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota

Kota Cirebon Tahun 2018, yaitu gabungan Perolehan Suara

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Cirebon Tahun

2018 yang tidak dibatalkan ditambah dengan Perolehan Suara

Hasil Pemungutan Suara Ulang sebagai berikut:

Page 88: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

79

No. Nama Pasangan Calon Perolehan Suara

1 H. Bamunas Setiawan Boediman, MBA

dan

Effendi Edo, SAP., M.Si

78.671

2 Drs. Nashrudin Azis, S.H.,

dan

Dra. Hj. Eti Herawati

80.590

Jumlah Suara 159.261

a. Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan Putusan ini.

7. Komentar Penulis

Permohonan Pemohon yang diajukan ke Mahkamah

Konstitusi sudah benar karena dalam Pasal 24C Ayat (1) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

menyatakan Kewenangan Mahkamah Konstitusi salah satunya

memutus sengketa hasil pemilihan umum. Memang di Indonesia saat

ini Pemilihan Umum bukan mencakup Pemilihan Kepala Daerah

karena yang dimaksud Pemilihan Umum adalah Pemilihan Presiden

dan Wakil Presiden, Pemilihan Legislatif yakni DPR, DPD, dan

DPRD sedangkan Pemilihan Kepala Daerah adalah Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota

dan Wakil Walikota. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2016 Pasal 157 (4) dinyatakan pada intinya Pemohon dapat

melakukan pembatalan Keputusan KPU Provinsi/Kabupaten yang

memenangkan salah satu Calon ke Mahkamah Konstitusi sementara

Pasal 3 Ayat (1) PMK 5/2017 menyebutkan yang dimaksud Pemohon

adalah Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota sehingga Pemohon

memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan ke MK.

Penulis yakin Putusan PSU ini telah dipertimbangkan

matang-matang dengan merujuk Peraturan Perundang-Undangan yang

berlaku sehingga sudah tepat putusannya sehingga terciptalah

Page 89: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

80

pemilukada yang demokratis sesuai amanat Pasal 18 Ayat (4)

Undang-undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi “Gubernur, Bupati,

dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah

provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”.

B. Pemungutan Suara Ulang dan Pemilukada Dalam Perspektiff Negara

Hukum, Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat

1. Perspekif Demokrasi

Pemungutan suara ulang adalah bagian dari pelaksanaan

demokrasi karena pemungutan suara ulang terjadi dalam Pemilu atau

Pemilukada sementara Pemilu dan pemilukada itu sendiri adalah

pemilihan untuk memilih pemimpin/Kepala Negara/Kepala Daerah

yang dipilih oleh rakyat. Demokrasi sendiri berasal dari bahasa

Yunani, demos artinya rakyat, kratos/kratein artinya pemerintahan.2

Artinya rakyat adalah yang memiliki kekuasan dalam pemerintahan

di suatu negara dalam hal ini Indonesia. Indonesia dalam

perkembangannya mengenal sistem demokrasi terpimpin, demokrasi

parlementer, dan demokrasi presidensiil.3 ketiga demokrasi tersebut

pada dasarnya menginginkan ketatanegaraan yang lebih baik sesuai

keinginan masyarakat karena dalam hal pemilihan Presiden demokrasi

terpimpin dipilih oleh rakyat begitu juga demokrasi parlementer dan

demokrasi presidenil. Perbedaan pada masing-masing demokrasi

tersebut adalah cara memilihnya.

Pasal 18 Ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Pemerintahan daerah Provinsi,

daerah Kabupaten, dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum”.

Pasal ini berlaku juga untuk Pemilukada karena Pemilukada dalam

2 A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, (Malang, Bayumendia Publishing, 2005), h.,

76.

3 Benny Bambang Irawan, “Perkembangan Demokrasi di Negara Indonesia”, Jurnal

Hukum dan Dinamika Masyarakat, vol. 5, no.1, (Oktober 2007), h., 54.

Page 90: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

81

Pasal 18 Ayat (4) Undang-undang Dasar Tahun 1945 tegas

menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing

sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota

dipilih secara demokratis”. Frasa demokratis bisa diartikan sebagai

Pemilihan Umum karena dalam Pasal 22E Ayat (1) Undang-Undang

Dasar 1945 menyatakan “Pemilihan umum dilaksanakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun

sekali”. Frasa secara langsung, umum, dan bebaslah yang memaknai

frasa demokratis dalam Pemilukada karena demokrasi sendiri artinya

pemerintahan yang bersendikan perwakilan rakyat, yang kekuasaan

dan wewenangnya berasal dari rakyat dan dilaksanakan melalui wakil-

wakil rakyat serta bertanggungjawab penuh kepada rakyat. Oleh

karena itu demokrasi mensyaratkan adanya pemilihan umum untuk

memilih wakil-wakil rakyat tersebut yang diselenggarakan secara

berkala dengan bebas, rahasia, jujur, dan adil.4

Selain dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 juga

mengatur tentang pemungutan suara ulang tetapi dalam ranah

pemiihan umum. Untuk ranah Pemilukada diatur dalam Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang

dalam Pasal 7 Ayat (1) yaitu “Setiap warga negara berhak

memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan

dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,

Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan

Wakil Walikota”. Pasal ini mencerminkan bahwa demokrasi terjadi

dalam dalam pemilihan umum kepala daerah sebab setiap warga

negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk

4 A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, … h., 76.

Page 91: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

82

mencalonkan diri sebagai kepada atau wakil kepala daerah. Hal

tersebut dinyatakan juga dalam Pasal 21 Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia Universal sebagai berikut:

a. Everyone has the rights to take part in the government of his

country, directly or by freely chosen representative (Setiap orang

berhak turut serta dalam pemerintahannya negerinya sendiri, baik

langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih

secara bebas).

b. Everyone has the rights of equal access to public service in his

country (Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk

diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya)

c. The will of the people shall be the basis of the authority of

government; this will shall be expressed in periode and general

election which shall be held be screet vote or by equivalent free

voting procedures (Kemauan rakyat harus menjadi dasar

kekuasaan pemerintah; kemauan itu harus dinyatakan dalam

pemilihan umum yang berkala dan harus dilakukan secara rahasia

atau cara lain ang menjamin kebebaasan dalam memberikan

suara).5

Demokrasi sebagai penerapan kegiatan pemilihan kepala daerah

terdapat pula dalam Pasal 28D Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang

berbunyi “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang

sama dalam pemerintahan”. Warga negara maksudnya rakyat

mempunyai kesempatan yang sama berarti berhak memilih atau

dipilih dalam pemilihan umum kepala daerah sebab dalam Pasal 7

Ayat (2) huruf c dan e dan Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah dimana pada huruf c

“berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atau sederajat”

sementara huruf e “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk

5 Soeniarto terjemahan oleh Yudana, dalam A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, …

h., 76-77.

Page 92: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

83

Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima)

tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati serta Calon Walikota dan

Wakil Walikota” serta Pasal 1 butir 6 “Pemilih adalah penduduk yang

berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin

yang terdaftar dalam Pemilihan”. Pasal tersebut menandakan rakyat

dengan latar belakang sosial apapun dapat mencalonkan diri sebagai

kepala daerah dengan usia yang sudah ditentukan dan pendidikan

minimal Sekolah Menengah Atas atau sederajat. Untuk hak memilih

sudah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah pernah menikah atau

dianggap sudah dewasa.

Pemungutan Suara Ulang yang termasuk dalam Pemilukada

termasuk dalam demokrasi karena Undang-undang Dasar 1945 Pasal

18 Ayat (4) menyatakan “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-

masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan

kota dipilih secara demokatis” yang berarti dalam pemilihan

Gubernur, Bupati, serta Walikota dipilih melalui proses yang disebut

demokrasi. Demokrasi berasal dari kata Yunani, demos dan kratos.

Demos artinya rakyat dan kratos artinya pemerintahan. Rakyat disini

berarti warga pemilih, sedangkan pemerintahan berarti kepala daerah

yakni Walikota Cirebon yang dipilih oleh rakyat melalui suatu

Pemilihan dengan ketentuan lebih jauh diatur lebih khusus dalam

suatu Undang-Undang. Dengan demikian demokrasi sejalan dengan

Pemilukada di Indonesia.

2. Perspektif Kedaulatan Rakyat

Selain itu, kedaulatan rakyat merupakan kekuasaan tertinggi

berada di tangan rakyat yang diakui dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD

NRI Tahun 1945 yang pada intinya Indonesia menjalankan kedaulatan

rakyat yang dijalankan menurut Undang-Undang Dasar sehingga

pemungutan suara ulang adalah bagian dari pelaksanaan kedaulatan

rakyat karena memilih pemimpin dilakukan oleh rakyat melalui

Pemilihan Umum/Pemilukada yang mana dalam Pemilu/Pemilukada

Page 93: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

84

tersebut terdapat sistem pemungutan suara ulang jika terbukti adanya

kecurangan dalam Pemilu/Pemilukada.

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota Menjadi Undang-Undang menjelaskan bahwa “Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan

adalah pelaksanaan dari kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan

kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati

dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung

dan demokratis”. Pasal ini berarti bahwa Pemilihan Kepala Daerah

termasuk proses menjalankan kedaulatan rakyat karena dalam

pelaksanaannya melibatkan rakyat sebagai pemilih untuk memilih

kepala daerah melalui pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh

rakyat dan berdemokrasi.

Sebagai suatu doktrin (ajaran), kedaulatan rakyat (popular

sovereignity; volksscoucereiniteit) sudah tua usianya, sudah

dikemukakan oleh kaum monarchomahen (penulis-penulis

antikerajaan) seperti Marsigio Padua (1270-1934), William Okhem

(1280-1317), Buchanan (1506-1582), Bullarmin (1542-1621), dan

lain-lain yang kemudian dilanjutkan oleh J.J. Rousseau dengan teori

vollenk general-nya sehingga menjadi sangat terkenal.6

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, alinea IV menegaskan “Kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” dari

pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut jelaslah jika

Pemilukada adalah penjelamaan dari kedaulatan rakyat yang

berdasarkan perwakilan. Perwakilan diartikan sebagai kepala daerah

6 A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, … h., 75.

Page 94: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

85

terpilih yang mewakil rakyat yang dipimpinnya untuk menjalankan

pemerintahan sesuai kehendak rakyat.

Dilihat dari tujuan negara, tujuan negara adalah untuk

menegakkan hukum dan menjamin kebebasan kepada warga

negaranya. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas Undang-

Undang, karena Undang-Undang sendiri merupakan penjelmaan dari

kemauan atau kehendak rakyat. Jadi, rakyatlah yang mewakili

kekuasaan tertinggi atau berdaulat dalam negara.7 Tujuan Negara

Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV

“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan ikut memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa”. Dari kedua proposisi diatas dapat disimpulkan

bahwa pelaksanaan Pemilukada adalah tidak bertentangan dengan

Undang-undang Dasar 1945 yang berdasarkan kedaulatan rakyat

karena alinea ke-IV Undang-undang Dasar 1945 frasa “ikut

memajukan kesejahteraan umum” berarti Pemilukada dilaksanakan

atas kehendak rakyat secara demokratis.

Pemilukada di Indonesia adalah Pemilukada yang berdasarkan

kedaulatan rakyat sebab rakyat yang melakukan pemilihan untuk

memilih pemimpin untuk daerahnya. Oleh karena itu, ajaran

kedaulatan rakyat meyakini bahwa yang sesungguhnya berdaulat

dalam setiap negara adalah rakyat, dan ajaran kedaulatan ini

merupakan dasar dari negara demokrasi. Ajaran kedaulatan rakyat

adalah kehendak rakyat merupakan satu-satunya sumber kekuasaan

bagi setiap pemerintah.8

Kedaulatan rakyat sebagai dasar dari pelaksanaan Pemilukada

telah menerapkan Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung.

7 Mohamad Faisal Ridho, “Kedaulatan Rakyat sebagai Perwujudan Demokrasi

Indonesia”, ADALAH Buletin Hukum dan Keadilan, vol. 1, no. 8e (2017), h., 79.

8 Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, (Bekasi: Gramata

Publishing, 2014), h., 19.

Page 95: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

86

Ajaran kedaulatan rakyat atau paham demokrasi langsung

mengandung dua arti:

a. Demokrasi yang berkaitan dengan sistem pemerintahan atau

bagaimana caranya rakyat diikutsertakan dalam penyelenggaraan

pemerintahan.

b. Demokrasi sebagai asas yang dipengaruhi keadaan kultural,

histori suatu bangsa sehingga muncul istilah demokrasi

konstitusional, demokrasi rakyat dan demokrasi Pancasila. Yang

jelas setiap bangsa di setiap negara dan setiap pemerintahan

modern pada akhirnya akan berbicara tentang rakyat. Dalam

proses bernegara rakyat sering dianggap hulu dan sekaligus

muaranya. Rakyat adalah titik sentral karena rakyat di suatu

negara pada hakikatnya adalah pemegang kedaulatan, artinya

rakyat menjadi sumber kekuasaan.9

Menurut Kasman Singodimedjo kedaulatan rakyat merupakan

istilah yang sering digunakan orang selain kedaulatan negara yang

sebelum terjadinya sebuah Negara pada umumnya yang menonjol itu

adalah “Rakyat” atau “Ummat”. Menurutnya rakyat atau ummat

tersebut yakni kumpulan manusia-manusia yang mempunyai

persamaan-persaaan, antara lain: persamaan asal dan usul, persamaan

kehormatan/perasaan, persamaan daerah tempat tinggal atau pencarian

rezeki, persamaan kepentingan atau kebutuhan, persamaan pikiran

atau maksud.10 Pendapat ini merupakan dasar dari penyelenggaraan

Pemilukada dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072/PUU-

II/2004 tentang Pengujian atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

karena putusan ini pada dasarnya mendasarkan persamaan asal-usul,

persamaan kehormatan/perasaan, persamaan daerah tempat tinggal,

9 Dahlan Thaib, dalam Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan,

… h., 19.

10 Kasman Singodimedja, Masalah Kedaulatan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet.

Pertama, h., 38-39.

Page 96: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

87

persamaan kepentingan atau kebutuhan, persamaan pikiran atau

maksud sebagai pertimbangan untuk melaksanakan Pemilukada. Oleh

karena itu Pemilukada berbeda dalam pengaturan perundang-

undangannya karena Pemilukada harus mendasarkan nilai-nilai

historis, asal-usul yang berbeda pada masing-masing daerah.

Ajaran kedaulatan rakyat memang dilaksanakan dalam

Pemilukada di Indonesia saat ini karena sesuai Pasal 1 Ayat (2)

Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan “kedaulatan berada di

tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Kedua kedaulatan rakyat juga sebagai dasar hukum bagi

penyelenggaraan Pemilukada dalam Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2016 Pasal 1 butir 1 “Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil

Walikota yang selanjutnya disebut pemilihan adalah pelaksanaan

kedaulatan rakyat di wilayah Provini dan Kabupaten/Kota untuk

memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,

serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis”.

Ketiga kedaulatan rakyat dalam pemilukada di Indonesia dilaksanakan

dengan demokrasi langsung (direct democracy). Demokrasi langsung

juga berarti kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya dapat

dilaksanakan pemungutan suara ulang bagi pasangan calon yang kalah

dalam pemilihan jika terbukti terdapat kecurangan dalam pemilihan

yang diatur dalam undang-undang.

3. Perspektif Negara Hukum

Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara

hukum. Pemungutan suara ulang dalam Pemilukada/Pemilu adalah

menerapkan ajaran negara hukum karena negara hukum sendiri

artinya dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 adalah Negara Indonesia menjunjung

tinggi konstitusi sehingga hukum tertinggi ada pada konstitusi.

Page 97: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

88

Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945.

Lembaga yang dapat menguji suatu Undang-Undang terhadap

Undang-Undang Dasar adalah Mahkamah Konstitsi. Dalam hal ini

Mahkamah Konstitusi juga berwenang mengadili perselisihan hasil

pemilihan umum berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang dilanjutkan dengan Undang-Undang

Pilkada (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016). Dalam Undang-

Undang itu ada pengaturan perihal pembatalan terhadap keputusan

KPU terhadap Penetapan Calon Kepala Daerah bagi Pemohon dan

dalam Pasal 219 (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang

MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang menyebutkan pemungutan suara

ulang dapat dilakukan dengan syarat yang ditentukan apabila terjadi

bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil

pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara

tidak dapat dilakukan yang mana Undang-Undang adalah terletak

dibawah Undang-Undang Dasar 1945 dalam hierarki peraturan

perundang-undangan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

Undang-Undang itu jadi bukti bahwa Undang-Undang Dasar adalah

norma/peraturan tertinggi/konstitusi di Negara Indonesia. Jadi jelaslah

pemungutan suara ulang adalah bagian pelaksanaan negara hukum di

Indonesia.

Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dan

berdasarkan hukum, sehingga kedaulatan hukum dan kedaulatan

rakyat di dalam Undang-undang Dasar 1945 saling berkaitan, dan

dapat juga dikatakan bahwa ajaran kedaulatan rakyat dalam negara

hukum berkaitan erat dengan kewenangan pengambilan keputusan.

Dalam hal ini rakyat mempunyai kekuasaan tertinggi untuk

menetapkan berlaku tidaknya suatu ketentuan hukum.11 Oleh karena

itu sebagai negara hukum yang berkedaulatan rakyat, Indonesia

11 Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, … h., 23.

Page 98: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

89

menyelenggarakan Pemilukada sebagai prakteknya dikarenakan Pasal

1 Ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 jelas mengatakan bahwa

Indonesia adalah Negara Hukum.

Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa:

Dalam bidang eksekutif, rakyat mempunyai kekuasaan untuk

melaksanakan atau setidak-tidaknya mengawasi jalannya

pemerintahan dan menjalankan peraturan hukum yang

ditetapkan sendiri.12

Walikota Cirebon sebagai pemegang kekuasaan eksekutif jelas

melaksanakan pengawasan atau pelaksaan terhadap jalannya

pemerintahan dan menjalankan peraturan hukum, yaitu Peraturan

Daerah yang ada di Kota Cirebon yang ditetapkan oleh Walikota dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Cirebon.

Abdul Mukhtie Fadjar mengkonsepsikan negara hukum dalam

konsep negara hukum Indonesia menurut Undang-undang Dasar 1945

ialah negara hukum Pancasila, yaitu konsep negara hukum di mana

satu pihak harus memenuhi kriteria dari konsep negara hukum pada

umumnya (yaitu ditopang oleh tiga pilar: pengakuan dan perlindungan

hak asasi manusia, peradilan yang bebas dan tidak memihak, dan asas

legalitas dalam arti formal maupun material), dan di lain pihak,

diwarnai oleh aspirasi-aspirasi ke Indonesiaan yaitu lima nilai

fundamental dari Pancasila.13 Dari sini dapat disimpulkan bahwa

pemilukada termasuk konsep negara hukum Pancasila karena

pemilukada di Indonesia memperhatikan hak asasi manusia (dari Pasal

7 Ayat (2) huruf c dan e serta Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2016 Tentang Pilkada), menerapkan asas legalitas (dengan

adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada yang

artinya pemilukada memiliki dasar hukum dan jelas pengaturannya).

12 Jimly Asshiddiqie, dalam Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek

Ketatanegaraan, … h., 24. 13 A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, … h.,86.

Page 99: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

90

Dari pendapat-pendapat di atas bahwasanya negara hukum

memiliki pengertian yang sedemikian mirip yaitu suatu negara yang

mendasarkan hukum sebagai suatu norma yang diakui dan harus

amalkan di negara yang menganutnya. Bentuk pengamalannya seperti

dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam hal ini Pemilukada

yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2016 tentang Pemilukada dan lain-lain.

Page 100: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

91

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dalam bab-bab sebelumnya dan

berdasarkan hasil analisa peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pertimbangan hukum hakim dalam memutus pemungutan suara ulang

pemungutan suara ulang oleh Mahkamah Konstitusi terhadap

penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Cirebon

Tahun 2018 memang layak dilakukan. Sebagaimana hakim

Mahkamah Konstitusi memberikan fakta dan data dalam putusannya

bahwa terjadi pembukaan kotak suara secara melanggar ketentuan

peraturan perundang-undangan. Hal itu dilakukan untuk memenuhi

hak politik bagi salah satu pasangan calon yang tercurangi untuk

mewujudkan pemilukada yang demokratis.

Selanjutnya pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi

sebelum dan sesudah pemungutan suara ulang sebenarnya sama yang

telah berdasarkan nilai-nilai filosofis, sosiologis, dan yuridis tetapi

setelah pemungutan suara ulang, hakim menolak permohonan

Pemohon untuk seluruhnya sedangkan Putusan sebelumnya hanya

memerintahkan pemungutan suara ulang.

2. Pemungutan Suara Ulang dalam Perspektif Negara Hukum,

Demokrasi, dan Kedaulatan Rakyat

Pemungutan suara ulang dan Kedaulatan rakyat telah diatur

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 1 Ayat (2). Ini berarti kedaulatan rakyat dan pemungutan suara

ulang memiliki hubungan yang berkaitan.

Demikian juga negara hukum yang diatur dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 1 Ayat (3). Hal ini

merupakan bukti bahwa pemungutan suara ulang adalah bagian dari

negara hukum karena Pemilukada terdapat dalam peraturan

Page 101: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

92

perundang-undangan Indonesia sebagai pelaksana konsep negara

hukum karena ada salah satunya asas legalitas dimana tiada hukum

jika tidak ada peraturan perundang-undangannya.

Pemungutan ssuara ulang termasuk bagian dari demokrasi

karena didalam pemungutan suara ulang ada kegiatan yang merupakan

penerapan ajaran demokrasi, yaitu pemilihan umum atau pemilihan

kepala daerah.

B. Rekomendasi

Sebelum mengakhiri skripsi ini, peneliti mencoba memberikan

rekomendasi atas kurang tegaknya pelaksanaan pemungutan suara ulang

pada Pemilukada Kota Cirebon Tahun 2018, yaitu:

1. Untuk KPU:

a. Tingkatkan jumlah DPT dan partisipasi masyarakat pada saat

pemungutan suara maupun pemungutan suara ulang.

b. Pastikan jumlah DPT sama dengan sebelum pemungutan suara

ulang agar total DPT sama tetapi surat suara terbagi kedalam dua

pasangan calon.

2. Untuk Bawaslu:

a. Tingkatkan susunan standar tata laksana pengawasan

penyelengaraan Pemilukada di Pemilukada Kota Cirebon dengan

baik dan penuh kepastian agar tidak terulang lagi kesalahan

pemilihan yang sama.

b. Tingkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilukada

dengan perencanaan dan penetapan jadwal Pemilukada dengan

baik.

3. Untuk Pemerintah Kota Cirebon:

Siapkan aparat keamanan yang berwenang dengan baik agar

pembukaan kotak suara secara illegal dapat diminimalisir.

4. Untuk Mahkamah Konstitusi:

Page 102: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

93

Pastikan jumlah DPT yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum sudah

benar dan meyakinkan karena jika belum benar selisih perolehan suara

dapat berpengaruh terhadap kemengangan salah satu Pasangan Calon.

Page 103: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

94

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Akbar, Patrialis. Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI

Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Cet. 2

Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.

________________. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar

Demokrasi. Cet. kedua Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

________________. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia.

Cet. Keempat. Jakarta: Sinar Grafika, 2017.

________________. Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Azhary. Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif

Tentang Unsur-Unsurnya). Jakarta: Universitas

Indonesia (UI-Press). 1995.

______. Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya

Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada

Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta:

Bulan Bintang, 1992.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Cet. 4. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif

dalam Justififkasi Teori Hukum. Cet. 2. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2017.

Dicey, A.V. ed, Introduction to the Study of the Law of the

Constituion. Penerjemah Nurhadi. Pengantar Studi

Hukum Konstitusi. Bandung: Nusa Media, 2008, Cet.

II.

Fadjar, A. Mukhtie. Tipe Negara Hukum. Malang: Bayu Media

Publishing, 2005.

Page 104: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

95

Fuady, Munir. Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum.

Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013.

Hamidi, Jazim dkk. Teori Hukum Tata Negara a Turning Point of

the State. Jakarta: Salemba Humanika, 2012.

Hasyismsoem, Yusnani dkk. Hukum Pemerintahan Daerah. Cet. 2.

Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2018.

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. cet. 5. Jakarta: PT

RajaGrafindo, 2010.

______________. Ilmu Negara. Jakarta: Rajawali Pers PT

Rajacivafinda Persada, 2011.

______________. Ilmu Negara. Cet. 7. Jakarta: PT RajaGrafindo

Pers Rajawali Pers PT Rajacivafinda Persada, 2015.

H.R., Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja

Grafindo, 2017.

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

Kusnardi, Mohammad dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2004.

Maggalatung, A. Salman. Desain Kelembagaan Negara Pasca

Amandemn UUD 1945. Bekasi: Gramata Publishing,

2016.

Manan, Bagir, et.al, eds.., Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia

dan Negara Hukum. Jakarta: Gaya Media Pratama,

1996.

Maran, Rafael Raga. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2001.

MD, Moh. Mahfud. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia.

Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.

__________________. Membangun Politik Hukum, Menegakkan

Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Ranawidjaja, Usep. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1983.

Page 105: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

96

Siahaan, Maruarar. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia Edisi 2. Jakarta: Sinar Grafika, 2015.

Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika

Aditama, 2009.

Singodimedjo, Kasman. Masalah Kedaulatan. Jakarta: Bulan

Bintang, 1978.

Sodikin. Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan.

Bekasi: Gramata Publishing, 2014.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 1. Jakarta:

Universitas Indonesia Press, 1986.

Soehino. Ilmu Negara. Cet. 2. Yogyakarta: Liberty, 1981.

Syahuri, Taufiqurrohman. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Tamrin, Abu dan Ihya, Nur Habibi. Hukum Tata Negara. Tangerang

Selatan: Lembaga Penelitian, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. 2010.

Tutik, Titik Triwulan. Konsturuksi Hukum Tata Negara Indonesia

Pasca Amandemen UUD 1945. Cet. Kedua. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2011.

Voll, Willy D.S. Negara Hukum dalam Keadaan Pengecualian.

Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Yusuf, Muri. Metode Penelitan: Kuantitatif, Kualitatif, dan

Penelitian Gabungan. Cet. Pertama. Jakarta: Prenada

Media Group, 2014.

2. Jurnal

Hussein, Azka, “Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang

Pemungutan Suara ulang terhadap Partisipasi

Masyarakat dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah

Kabupaten Pati”, dalam Jurnal Pandecta. Vol. 8. 2,

(2013).

Irawan, Benny Bambang, “Perkembangan Demokrasi di Negara

Indonesia”, dalam Jurmal Hukum dan Dinamika

Masyarakat. Vol. 5. 1, (2007).

Page 106: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

97

Ridho, Mohamad Faisal, “Kedaulatan Rakyat sebagai Perwujudan

Demokrasi Indonesia”, dalam ADALAH Buletin

Hukum dan Keadilan, vol. 1. 8e (2017).

Rosana, Ellya, “Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”, dalam

Jurnal TAPIs. Vol. 12. 1, (2016).

Syahuri, Taufiqurrohman, “Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang

Perselisihan Hasil Penghitungan Suara Pemilihan

Umum Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun

2003”, dalam Jurnal Konstitusi. Vol. II. 1, (2009).

Wijaya, Made Hendra, “Keberadaan Konsep Rule by Law (Negara

Berdasarkan Hukum) Didalam Teori Negara Hukum

The Rule Of Law”, dalam Jurnal Magister Hukum

Udayana, (2013).

3. Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya

Undang-Undang Dasar Hasil Negara Republik Indonesia tahun

1945 Amandemen & Proses Amandemen Undang-

Undang Dasar 1945. 2016.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal

219.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi. Pasal 10.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8//PHP.KOT-XVI/2018.

Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 05 Tahun 2017.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-

Undang.

Page 107: PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DALAM ... buku, jurnal-jurnal, dan sumber dari internet

98

4. Internet

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia,

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_kepala_daera

h_di_Indonesia, diakaes pada 4 April 2019.

Pengertian Demokrasi, Demokratis, dan Demokratisasi,

https://www.kanalpengetahuan.com/pengertian-

demokrasi-demokratis-dan-demokratisasi, diakses pada

1 April 2019.

Demokrasi Liberal: Pengertian dan Contohnya

http://sosiologis.com/demokrasi-liberal, diakses pada 1

Juli 2019.

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

https://www.kompasiana.com/firentiaemanuela1410/5c

00452b6ddcae34b64044d3/pelaksanaan-demokrasi-di-

indonesia?page=all, diakses pada 10 Agustus 2019.

MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Pilkada Cirebon, https://www.liputan6.com/news/read/3642632/mk-

perintahkan-pemungutan-suara-ulang-pilkada-

cirebon?related=dable&utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7

w9arwTvQ.1&utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.g

oogle.co.id%2F, diakses pada 10 Agustus 2019.

Kedaulatan Rakyat Pasca Reformasi dan Pembangunan Pulau Palsu

https://nusantaranews.co/kedaulatan-rakyat-pasca-

reformasi-dan-pembangunan-pulau-palsu/, diakses pada

10 Agustus 2019.

Profil, Sejarah Pemerintahan,

http://www.cirebonkota.go.id/profil/sejarah/sejarah-

pemerintahan/, diakses pada 13 September 2019.

Profil, Visi dan Misi, http://www.cirebonkota.go.id/profil/visi-dan-

misi/, diakses pada 13 September 2019.