PRESENTASI KASUS
SEORANG ANAK LAKI-LAKI 2 TAHUN 7 BULAN DENGAN DOWN SYNDROME
Oleh:
Shinta Andi SarasatiG99141026 / L15-2014Rachma Dinar
OkfianiG99141027/ L16 -2014
Pembimbing:Dra Suci Murti Karini, M.Si
KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS
KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDISURAKARTA2015
BAB ISTATUS PASIEN
I. IDENTITAS PENDERITANama: An. JBUmur: 2 tahun 7 bulanTanggal
Lahir: 28 Juni 2012Berat Badan : 13 kgPanjang Badan: 80 cmJenis
Kelamin: Laki-lakiAgama: IslamAlamat: PalurPemeriksaan: 12 Februari
2015
II. ANAMNESISAnamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis
terhadap ibu pasien.
Keluhan Utama Perkembangan lebih lambat dibandingkan anak
seusianya.
Riwayat Penyakit SekarangPasien merupakan tetangga pemeriksa
yang bertempat tinggal di daerah palur. Saat ini pasien belum bisa
berbicara, kata-kata yang keluar hanya gumanan. Pasien belum dapat
menyatakan keiginannya untuk melakukan sesuatu. Pasien belum dapat
berlari, berjalan rambatan sudah bisa dilakukan pasien. Ibu pasien
mengeluhkan pasien sulit bermin bersama teman-teman seusianya.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat mondok: disangkalRiwayat alergi
obat / makanan: disangkalRiwayat keterlambatan perkembangan dan
pertumbuhan: (+)
Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat alergi obat / makanan:
disangkalRiwayat penyakit serupa: disangkalRiwayat keterlambatan
perkembangan dan pertumbuhan: disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi Pasien adalah anak kedua dari dua
bersaudara. Anak dirawat dan diasuh oleh kedua orang tuanya. Pasien
menggunakan pembiayaan kesehatan BPJS.
Riwayat Nutrisi Anak Usia 0-10 bulan : ASI saja, frekuensi minum
ASI tiap kali pasien menangis atau minta minum, sehari biasanya
8kali per hari dan lama menyusui kurang lebih 10 menit. Usia 10-24
bulan : nasi tim 2-3 kali seharisatu mangkok kecil dengan sayur
hijau, telur, tahu, tempe, dengan diselingi susu formula yang
diberikan tiap kali pasien mengangis atau minta minum. 24 bulan -
sekarang: nasi tim 2-3 kali sehari satu mangkok kecil susu formula
jika pasien masih lapar dengan takaran 1 cangkir.
Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan PrenatalPemeriksaan kehamilan
dilakukan ibu penderita di bidan setempat. Frekuensi pemeriksaan
pada trimester I dan II 2 kali tiap bulan dan pada trimester III 4
kali tiap bulan. Penyakit kehamilan (-)..riwayat minum obat adalah
vitamin dan tablet penambah darah dari bidan. Riwayat minum jamu
(-).
Riwayat KelahiranPasien lahir secara normal di RSDM, ditolong
oleh dokter, saat usia kehamilan 9bulan, bayi langsung menangis
segera setelah lahir. Berat waktu lahir 2400 gram, panjang badan
saat lahir 43 cm. Riwayat Pemeriksaan Post NatalPemeriksaan bayi
setelah lahir dilakukan di bidan
Riwayat ImunisasiJenisIIIIIIIV
1. BCG2. DPT3. Polio4. Campak5. Hepatitis B 1 bulan2 bulan0
bulan9 bulanLahir-3 bulan2 bulan-2 bulan-4 bulan3 bulan-3 bulan--4
bulan-4 bulan
III. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan Umum: BaikDerajat Kesadaran:
Compos mentisStatus gizi: Gizi kesan baik2. Tanda vitalS: 36.7oCN:
100 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.RR: 28
x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, reguler.BB: 13 kgTB: 80
cm3. Kulit : Warna sawo matang, Anemis (-), kutis mamoratta (-)4.
Kepala : Mesocephal, UUB cekung (-).5. Wajah: Wajah orang tua (-),
mongoloid face (+)6. Mata : cowong (-), conjunctiva anemis (-/-),
sclera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+)7.
Hidung: low nasal bridge (+), napas cuping hidung (-/-), sekret
(-/-)8. Mulut : sianosis (-), faring hiperemis (-), mukosa basah
(+), makroglosia (+), tonsil T1-T1 hiperemis (-)9. Telinga : bentuk
aurikula dx et sin normal, kelainan MAE (-), serumen (-/-), sekret
(-/-).10. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar.11. Thorax :
bentuk normochest, retraksi (-) 12. Cor : Inspeksi : Ictus cordis
tidak tampak Palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkatPerkusi : Batas
jantung kesan tidak melebarAuskultasi: BJ I-II intensitas normal,
reguler, bising (-)13. Pulmo :Inspeksi: Pengembangan dada kanan =
kiriPalpasi : Fremitus raba kanan = kiriPerkusi : Sonor / Sonor di
semua lapang paruAuskultasi: SDV(+/+), RBK (+/+)14. Abdomen
:Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perutAuskultasi : bising
usus (+) normalPerkusi: tympaniPalpasi: supel, nyeri tekan (-),
hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat.15.
Ekstremitas :
------------akral dingin sianosis oedem Symian Crease (+)CRT
< 2 detik ADP kuat16. Genitalia: dalam batas normal IV. STATUS
GIZIBB/U: 13/13.2 x100 % = 98.48 %(-2SD < Z score < 0SD)TB/U:
80/93x 100 % = 86.02 %(Z score < -3SD)BB/TB: 13/10.5 x 100 % =
123.8 %(2SD < Z score < 3SD)
Kesimpulan: gizi kesan lebih menurut antropometri .
V. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TESTHasil tes perkembangan
Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak usia 12 bulan,
adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 16 bulan, dan bahasa
setara dengan anak usia 5.5 bulan, serta motorik kasar setara
dengan anak usia 13 bulan. Ditemukan keterlambatan pada aspek
personal sosial, adaptif-motorik-halus, bahasa, dan motorik kasar.
Anak mengalami global delay development.
VI. RESUMEPasien merupakan tetangga pemeriksa yang bertempat
tinggal di daerah palur. Saat ini pasien belum bisa berbicara,
kata-kata yang keluar hanya gumanan. Pasien belum dapat menyatakan
keiginannya untuk melakukan sesuatu. Pasien belum dapat berlari,
berjalan rambatan sudah bisa dilakukan pasien. Ibu pasien
mengeluhkan pasien sulit bermin bersama teman-teman seusianya.Pada
saat dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan mongoloid face (+), low
nasal bridge (+), makroglosia (+), low set ear (+/+), thorax
berbentuk pectum carinatum, Symian Crease (+). Hasil tes
perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak usia
12 bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 16 bulan,
dan bahasa setara dengan anak usia 5,5 bulan, serta motorik kasar
setara dengan anak usia 13 bulan.
VII. ASSESMENT1. Down Syndrome2. Global Delayed development3.
Keterlambatan perkembangan personal social setara usia 12 bulan4.
Keterlambatan perkembangan adaptif-motorik halus setara usia 16
bulan5. Keterlambatan perkembangan personal social setara usia 5,5
bulan6. Keterlambatan perkembangan personal social setara usia 13
bulan
VIII. PENATALAKSANAAN Menjelaskan dan konseling tentang penyakit
anak tersebut terhadap orang tuanya Memberi asupan makanan sesuai
kebutuhan kalori pasien Stimulasi perkembangan pasienIX. PLANNING
Konsul Rehabilitasi Medik, untuk: Terapi Wicara Okupasi terapi
Fisioterapi
X. PROGNOSISAd vitam: dubia ad bonamAd sanam: dubia ad malamAd
fungsionam: dubia ad malam
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISISindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal
sebagai trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down
memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21
dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom
ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan
perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta
gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh (Pathol, 2003).Terdapat tiga
tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik.
Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh
akan mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari
semua kasus sindrom Down adalah dari tipe ini (Lancet, 2003).Tipe
yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan
berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang
tua yang menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak
menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Tipe ini merupakan 4%
dari total kasus (Lancet, 2003).Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi
tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang mempunyai kelebihan
kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan
biasanya kondisi si penderita lebih ringan (Lancet, 2003).
II. EPIDEMIOLOGIMenurut Soetjiningsih (1998: 211), sindrom Down
merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan angka kejadian terakhir adalah 1,0-1,2
per 1000 kelahiran hidup dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6
per 1000. penurunan ini diperkirakan berkaitan dengan menurunnya
kelahiran dari wanita yang berumur. Diperkirakan 20% anak dengan
sindrom Down dilahirkan oleh ibu yang berumur di atas 35
tahun.Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa
angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada
kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka
kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.
III. ETIOLOGIMenurut Soetjiningsih (1998: 211-212), selama satu
abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down yang
dilaporkan. Tetapi sejak ditemukan adanya kelainan kromosom pada
sindrom Down pada tahun 1959, maka sekarang perhatian dipusatkan
pada kejadian non-disjunctional sebagai penyebabnya yaitu:1.
GenetikDiperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap
non-disjunctional. Bukti yang mendukung teori ini adalah
berdasarkan hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan adanya
peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down.2. RadiasiRadiasi dikatakan merupakan salah
satu penyebab terjadinya non-disjunctional pada sindrom Down ini.
Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar 30%
ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami
radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan
penelitian lain tidak mendapati hubungan antara radiasi dengan
penyimpangan kromosom.3. InfeksiInfeksi juga dikatakan sebagai
salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai saat ini belum
ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan
terjadinya non-disjunctional.4. AutoimunFactor lain yang juga
diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah aotuimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan
tiroid. Penelitian Fialkow 1966 (dikutip Pueschel dkk.) secara
konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu
yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu kontrol yang
umurnya sama.5. Umur ibuApabila umur ibu di atas 35 tahun,
diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan
non-disjunctional pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estriadol sistemik,
perubahan konsentrasi reseptor hormone, dan peningkatan secara
tajam kadar LH (Lutenizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating
Hormone) secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya non-disjunctional.6. Umur
ayahSelain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan
adanya pengaruh umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari
anak dengan sindrom Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra
kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya tidak
setinggi dengan umur ibu.Factor lain seperti gangguan intragametik,
organisasi nucleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus masih
didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.
IV. FAKTOR RISIKORisiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down
didapatkan meningkat dengan bertambahnya usia ibu saat hamil,
khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35 tahun. Walau
bagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas terhadap
risiko mendapat bayi dengan sindrom Down.Harus diingat bahwa
kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down adalah lebih tinggi
jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan sindrom Down,
atau jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang pernah
mendapat kondisi yang sama. Walau bagaimanapun kebanyakan kasus
yang ditemukan didapatkan ibu dan bapaknya normal (Livingstone,
2006).Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down
berdasarkan umur ibu yang hamil:- 20 tahun: 1 per 1,500- 25 tahun:
1 per 1,300- 30 tahun: 1 per 900- 35 tahun: 1 per 350- 40 tahun: 1
per 100- 45 tahun: 1 per 30
V. SCREENINGTerdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi bayi sindrom Down. Pertama adalah uji skrining yang
terdiri daripada blood test dan atau sonogram. Uji kedua adalah uji
diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah bayi yang
dikandung menderita sindrom Down atau tidak (American College of
Nurse-Midwives, 2005).Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang
digunakan adalah Nuchal Translucency (NT test). Ujian ini dilakukan
pada minggu 11 14 kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah cairan di
bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh daripada sepulah bayi
dengan sindrom Down dapat dikenal pasti dengan tehnik ini (American
College of Nurse-Midwives, 2005).Hasil ujian sonogram akan
dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu hamil yang disuspek
bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah plasma protein-A
dan hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak
normal menjadi indikasi bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi
yang dikandung (Mayo Foundation for Medical Education and Research
(MFMER), 2011).Terdapat beberapa uji diagnostik yang boleh
dilakukan untuk mendeteksi sindrom Down. Amniocentesis dilakukan
dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudiannya diuji untuk
menganalisa kromosom janin. Kaedah ini dilakukan pada kehamilan di
atas 15 minggu. Risiko keguguran adalah 1 per 200
kehamilan.Chorionic villus sampling (CVS) dilakukan dengan
mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji
untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan
minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1 per 100
kehamilan.Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS) adalah
tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat
kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu.
Tes ini dilakukan sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan
hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah lebih tinggi (Mayo
Foundation for Medical Education and Research (MFMER), 2011).
VI. PATOFISIOLOGIKromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke
semua sistem organ dan menyebabkan perubahan sekuensi spektrum
fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa,
dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom
Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas
prenatal dan postnatal. Anak anak yang terkena biasanya mengalami
keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan
pertumbuhan gigi yang lambat.Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan
kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal seperti
retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada
ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis
molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21
bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada
penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu
DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat
terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama
retardasi mental dan defek jantung (Mayo Clinic Internal Medicine
Review, 2008).Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi
metabolisme thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering
terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan
meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk
hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto.Penderita dengan sindrom
Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap proses
fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine
dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak anak dengan
sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif terhadap
methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor
predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi
terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes
Mellitus pada penderita Sindrom Down (Cincinnati Children's
Hospital Medical Center, 2006).Anak anak yang menderita sindrom
Down lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient
Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia.
Hampir keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat
leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor
gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak anak dengan sindrom Down
terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi
ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum diketahui
pasti (Lange BJ,1998).
VII. MORTALITAS/MORBIDITASDiperkirakan sekitar 75% kehamilan
dengan trisomi 21 tidak akan bertahan. Sekitar 85% bayi dapat hidup
sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup sehingga berusia lebih
dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital sering menjadi faktor
yang menentukan usia penderita sindrom Down. Selain itu, penyakit
seperti Atresia Esofagus dengan atau tanpa fistula transesofageal,
Hirschsprung disease, atresia duodenal dan leukemia akan
meningkatkan mortalitas (William, 2002).Selain itu, penderita
sindrom Down mempunyai tingkat morbiditas yang tinggi karena
mempunyai respons sistem imun yang lemah. Kondisi seperti tonsil
yang membesar dan adenoids, lingual tonsils, choanal stenosis, atau
glossoptosis dapat menimbulkan obstruksi pada saluran nafas atas.
Obstruksi saluran nafas dapat menyebabkan Serous Otitis Media,
Alveolar Hypoventilation, Arterial Hypoxemia, Cerebral Hypoxia, dan
Hipertensi Arteri Pulmonal yang disertai dengan cor pulmonale dan
gagal jantung (Cincinnati Children's Hospital Medical Center,
2006).Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan
atlanto-occipital yang tidak stabil dapat mengakibatkan kerusakan
pada saraf spinal yang irreversibel. Gangguan pendengaran, visus,
retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan keterbatasan
kepada anak anak dengan sindrom Down dalam meneruskan kelangsungan
hidup. Mereka juga akan menghadapi masalah dalam pembelajaran,
proses membangunkan upaya berbahasa, dan kemampuan interpersonal
(Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).
VIII. EFEK PADA FISIK DAN SISTEM TUBUHa Pemeriksaan
FisikFisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang
pendek. Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas.
Tulang rangka tubuh penderita sindrom Down mempunyai ciri ciri yang
khas. Tangan mereka pendek dan melebar, adanya kondisi clinodactyly
pada jari kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan
(20%), sendi jari yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki
dengan jari kedua yang terlalu jauh, dan dislokasi tulang pinggul
(6%) (Brunner, 2007).Bagi panderita sindrom Down, biasanya pada
kulit mereka didapatkan xerosis, lesi hiperkeratosis yang
terlokalisir, garis garis transversal pada telapak tangan, hanya
satu lipatan pada jari kelima, elastosis serpiginosa, alopecia
areata, vitiligo, follikulitis, abses dan infeksi pada kulit yang
rekuren (Am J., 2009).Retardasi mental yang ringan hingga berat
dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka sering berada antara
20 85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan meningkat
apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi.
(Mao R., 2003).Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku
yang spontan, sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi.
Kadang kala mereka akan menunjukkan perlakuan yang nakal dengan
rasa ingin tahu yang tinggi (Nelson, 2003).Infantile spasms adalah
yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak anak sindrom Down
sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang
dewasa. Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat beruban dan
sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang pendengaran, hal yang
berhubungan dengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang
meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif,
ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun, dementia dan
Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita sindrom Down.
Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orang orang
lanjut usia (Am J., 2009).Penderita sindrom Down sering menderita
Brachycephaly, microcephaly, dahi yang rata, occipital yang agak
lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang
lambat, sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid
serta hipoplasia pada sinus maksilaris (John A. 2000).Mata pasien
sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena
fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan
epicanthal, titik titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga
50%, strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (33%),
conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital,
pseudopapil edema, spasma nutans dan keratoconus (Schlote,
2006).Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan
hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata (Schlote,
2006). Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah
yang kecil dan mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai
dengan air liur, bibir bawah yang merekah, angular cheilitis,
anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan sempurna,
pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan
sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal yang jelas
(Selikowitz, Mark., 1997).Pasien sindrom Down mempunyai telinga
yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis media yang kronis dan
kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira kira 6080% anak
penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 20 dB pada satu
telinga (William W. Hay Jr, 2002).b HematologiAnak penderita
sindrom Down mempunyai risiko tinggi mendapat Leukemia, termasuklah
Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Myeloid. Diperkirakan 10%
bayi yang lahir dengan sindrom Down akan mendapat klon preleukemic,
yang berasal dari progenitor myeloid pada hati yang mempunyai
karekter mutasi pada GATA1, yang terlokalisir pada kromosom X.
Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk sebagai Transient
Leukemia, Transient Myeloproliferative Disease (TMD), atau
Transient Abnormal Myelopoiesis (TAM) (Lanzkowsky, 2005).c Penyakit
Jantung KongenitalPenyakit jantung kongenital sering ditemukan pada
penderita sindrom Down dengan prevelensi 40-50%. Walau bagaimanapun
kasus lebih sering ditemukan pada penderita yang dirawat di RS
(62%) dan penyebab kematian yang paling sering adalah aneuploidy
dalam dua tahun pertama kehidupan.Antara penyakit jantung
kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects (AVD)
atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%),
Ventricular Septal Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect
(ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan Isolated Patent Ductus
Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah Patent
Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis (9%). Kira - kira 70%
dari endocardial cushion defects adalah terkait dengan sindrom
Down. Dari keseluruhan penderita yang dirawat, kira kira 30%
mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka (Baliff JP,
2003).Atrioventricular septal defects (AVD)Atrioventricular septal
defects (AVD) adalah kondisi dimana terjadinya kelainan anatomis
akibat perkembangan endocardial cushions yang tidak sempurna
sewaktu tahap embrio. Kelainan yang sering di hubungkan dengan AVD
adalah patent ductus arteriosus, coarctation of the aorta, atrial
septal defects, absent atrial septum, dan anomalous pulmonary
venous return. Kelainan pada katup mitral juga sering terjadi.
Penderita AVD selalunya berada dalam kondisi asimtomatik pada
dekade pertama kehidupan, dan masalah akan mula timbul pada dekade
kedua dan ketiga kehidupan. Pasien akan mula mengalami pengurangan
pulmonary venous return, yang akhirnya akan menjadi left-to-right
shunt pada atrium dan ventrikel. Akhirnya nanti akan terjadi gagal
jantung kongestif yang ditandai dengan antara lain takipnu dan
penurunan berat badan (William 2002).AVD juga boleh melibatkan
septum atrial, septum ventrikel, dan pada salah satu, atau kedua
dua katup atrioventikuler. Pada penderitadengan penyakit ini,
jaringan jantung pada bagian superior dan inferior tidak menutup
dengan sempurna. Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial melalui
septum atrial. Kondisi ini kita kenal sebagai defek ostium primum.
Akan terjadi letak katup atrioventikuler yang abnormal, yaitu lebih
rendah dari letak katup aorta. Perfusi jaringan endokardial yang
tidak sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur pada leaflet
katup mitral.Pada penderita sering terjadi predominant
left-to-right shunting. Apabila penderita mengalami kelainan yang
parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium primum pada
septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat
terjadi defek pada septum ventrikel dan juga insufisiensi valvular.
Kemudian akan terjadi volume overloading pada ventrikel kiri dan
kanan yang akhirnya diikuti dengan gagal jantung pada awal usia.
Sekiranya terjadi overload pulmonari, dapat terjadi penyakit
vaskuler pulmonari yang diikuti dengan gagal jantung kongestif
(Kallen B.,1996).Ventricular Septal defect (VSD)Ventricular Septal
Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada kondisi dimana
adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh
terjadi sebagai anomali primer, dengan atau tanpa defek kardiak
yang lain. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan seperti
Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV) canal
defects, transposition of great arteries,dan corrected
transpositions (Freeman SB, 1998)Secundum Atrial Septal Defect
(ASD)Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan
lubang atau jalur yang menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan
ke atrium kiri, atau sebaliknya, melalui septum interatrial.
Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial dan darah
venous akan bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan sebarang
gejala klinis. Percampuran darah ini juga disebut sebagai shunt.
Secara medis, right-to-left-shunt adalah lebih berbahaya (Freeman
SB, 1998).
Tetralogy of Fallot (TOF)Tetralogy of Fallot merupakan jenis
penyakit jantung kongenital pada anak yang sering ditemukan. Pada
kondisi ini, terjadi campuran darah yang kaya oksigen dengan darah
yang kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang sering
terkait dengan Tetralogy of fallot. Pertama adalah hipertrofi
ventrikel kanan. Terjadinya pengecilan atau tahanan pada katup
pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan katup terbuka kearah
luar dari ventrikel kanan. Ini akan menimbulkan restriksi pada
aliran darah akan memaksa ventrikel untuk bekerja lebih kuat yang
akhirnya akan menimbulkan hipertrofi pada ventrikel.Kedua adalah
ventricular septal defect. Pada kondisi ini, adanya lubang pada
dinding yang memisahkan dua ventrikel, akan menyebabkan darah yang
kaya oksigen dan darah yang kurang oksigen bercampur. Akibatnya
akan berkurang jumlah oksigen yang dihantar ke seluruh tubuh dan
menimbulkan gejala klinis berupa sianosis.Ketiga adalah posisi
aorta yang abnormal. Keempat adalah pulmonary valve stenosis. Jika
stenosis yang terjadi ringan, sianosis yang minimal terjadi karena
darah masih lagi bisa sampai ke paru. Tetapi jika stenosisnya
sedang atau berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih sedikit
maka sianosis akan menjadi lebih berat (Amit K, 2008).Isolated
Patent Ductus Arteriosus (PDA)Pada kondisi Patent ductus arteriosus
(PDA) ductus arteriosus si anak gagal menutup dengan sempurna
setelah si anak lahir. Akibatnya terjadi bising jantung. Simptom
yang terjadi antara lain adalah nafas yang pendek dan aritmia
jantung. Apabila dibiarkan dapat terjadi gagal jantung kongestif.
Semakin besar PDA, semaki buruk status kesehatan penderita (Amik K,
2008).d ImunodefisiensiPenderita sindrom Down mempunyai risiko 12
kali lebih tinggi dibandingkan orang normal untuk mendapat infeksi
karena mereka mempunyai respons sistem imun yang rendah. Contohnya
mereka sangat rentan mendapat pneumonia (William W. Hay Jr. 2002).e
Sistem GastrointestinalKelainan pada sistem gastrointestinal pada
penderita sindrom Down yang dapat ditemukan adalah atresia atau
stenosis, Hirschsprung disease (