Top Banner
149

PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Aug 28, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva
Page 2: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

PEDOMAN TATALAKSANA

COVID-19

Edisi 3

TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva Wicaksono Pitoyo, Adityo Susilo, Isman Firdaus, Anwar Santoso,

Dafsah Arifa Juzar, Syafri Kamsul Arif, Navy G.H Lolong Wulung, Faisal Muchtar, Aman B Pulungan, Hikari Ambara Sjakti, Yogi Prawira, Nina Dwi Putri

TIM PENYUSUN Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva Wicaksono Pitoyo, Adityo Susilo, Isman Firdaus, Anwar Santoso, Dafsah Arifa Juzar, Syafri Kamsul Arif, Navy G.H Lolong Wulung, Dita Adityaningsih, Ari Fahrial Syam, Menaldi Rasmin, Iris Rengganis, Lugyanti Sukrisman, Triya Damayanti, Wiwien Heru Wiyono, Prasenohadi, Fathiyah Isbaniah, Mia Elhidsi, Wahju Aniwidyaningsih, Diah Handayani, Soedarsono, Harsini, Jane R Sugiri, Afiatin, Edy Rizal Wahyudi, Nadia Ayu Mulansari, Tri Juli Edi Tarigan, Rudy Hidayat, Faisal Muchtar, Cleopas Martin Rumende, Arto Yuwono Soeroto, Erwin Astha Triyono, Sudirman Katu, Pompini Agustina, Dewi Puspitorini, Ika Prasetya Wijaya, Nafrialdi, Takdir Musbah, Aman B Pulungan, Antonius H Pudjiadi, Hikari Ambara Sjakti, Piprim B Yanuarso, Anggraini Alam, Nastiti Kaswandani, Yogi Prawira, Nina Dwi Putri, Kurniawan Taufiq Kadafi, Rosalina D Roeslaini, Catharine Mayung Sambo

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia

(PERDATIN) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Tahun 2020

Page 3: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

PEDOMAN TATALAKSANA

COVID-19

Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva Wicaksono Pitoyo, Adityo Susilo, Isman Firdaus, Anwar Santoso, Dafsah Arifa Juzar, Syafri Kamsul Arif, Navy G.H Lolong Wulung, Faisal Muchtar, Aman B Pulungan, Hikari Ambara Sjakti, Yogi Prawira, Nina Dwi Putri TIM PENYUSUN Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva Wicaksono Pitoyo, Adityo Susilo, Isman Firdaus, Anwar Santoso, Dafsah Arifa Juzar, Syafri Kamsul Arif, Navy G.H Lolong Wulung, Dita Adityaningsih, Ari Fahrial Syam, Menaldi Rasmin, Iris Rengganis, Lugyanti Sukrisman, Triya Damayanti, Wiwien Heru Wiyono, Prasenohadi, Fathiyah Isbaniah, Mia Elhidsi, Wahju Aniwidyaningsih, Diah Handayani, Soedarsono, Harsini, Jane R Sugiri, Afiatin, Edy Rizal Wahyudi, Nadia Ayu Mulansari, Tri Juli Edi Tarigan, Rudy Hidayat, Faisal Muchtar, Cleopas Martin Rumende, Arto Yuwono Soeroto, Erwin Astha Triyono, Sudirman Katu, Pompini Agustina, Dewi Puspitorini, Ika Prasetya Wijaya, Nafrialdi, Takdir Musbah, Aman B Pulungan, Antonius H Pudjiadi, Hikari Ambara Sjakti, Piprim B Yanuarso, Anggraini Alam, Nastiti Kaswandani, Yogi Prawira, Nina Dwi Putri, Kurniawan Taufiq Kadafi, Rosalina D Roeslaini, Catharine Mayung Sambo Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh

isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun tanpa seijin penulis dan

penerbit.

Diterbitkan bersama oleh: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia

(PERDATIN)

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Jakarta, Desember 2020

ISBN: 978-623-92964-9-0

Page 4: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

_________________________________________________________ i Pedoman Tatalaksana COVID-19

KATA SAMBUTAN KETUA UMUM PERHIMPUNAN DOKTER PARU INDONESIA (PDPI) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Diawal tahun 2020, dunia digemparkan dengan merebaknya virus baru yaitu coronavirus jenis baru (SARS-CoV-2) dan penyakitnya disebut Coronavirus

disease 2019 (COVID-19). Penyebaran COVID-19 terjadi sangat cepat dan meluas karena menular melalui kontak dari manusia ke manusia. Data terakhir di Indonesia, sudah lebih dari 725 ribu orang positif COVID-19. Hal ini menjadi tugas dan tantangan berat bagi kita semua, khususnya tenaga medis dilapangan dalam menatalaksana penyakit COVID-19.

Lima Organisasi Profesi yakni Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah bekerjasama dan bersepakat menerbitkan Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi ke-3. Kami mengapresiasi dan menghargai kerjasama yang sangat baik ini, tentunya dalam usaha penanganan COVID-19 secara bersama di Indonesia.

Semoga buku ini membantu dan bermanfaat bagi Sejawat sekalian tenaga medis di Indonesia dalam menangani COVID-19 di Indonesia. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)

Page 5: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

______________________________________________________________

Pedoman Tatalaksana COVID-19 ii

SAMBUTAN KETUA UMUM PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULER INDONESIA (PERKI)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, ditengah suasana pandemik COVID-19 yang belum kunjung berakhir maka buku “ Pedoman Tatalaksana COVID-19” edisi ke-3 yang disusun 5 organisasi profesi PDPI, PERKI, PAPDI, IDAI dan PERDATIN kali ini dapat terselesaikan dengan baik. Kami mengharapkan buku ini dapat dipergunakan sebagai acuan dan pegangan seluruh sejawat dokter dan tenaga kesehatan dalam memberikan pengobatan bagi pasien-pasien yang menderita penyakit COVID-19 di rumah sakit – rumah sakit dan fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia.

Kami sampaikan apresiasi dan terimakasih kepada para ketua dan pengurus 5 organisasi profesi (PERKI, PDPI, PAPDI, IDAI dan PERDATIN) atas kerjasama dan kebersamaannya yang harmonis. Penghargaan yang setinggi-tingginya tidak lupa kepada seluruh sejawat anggota tim penyusun buku panduan ini yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan keahliannya untuk menyelesaikan tugas ini sehingga buku ini dapat diterbitkan, semoga menjadi amal ibadah dan kebaikan yang tidak terputus.

Sesuai dengan perkembangan ilmu terkait penelitian dan pengobatan COVID-19 maka buku pedoman ini akan selalu dievaluasi dan disempurnakan agar tetap update dapat dipergunakan oleh seluruh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan yang terbaik dan berkualitas. Semoga buku pedoman ini bermanfaat bagi kita semua.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb,

DR. Dr. Isman Firdaus, SpJP(K), FIHA, FAPSIC, FACC,FESC, FSCAI Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI)

Page 6: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

_________________________________________________________ iii Pedoman Tatalaksana COVID-19

SAMBUTAN KETUA UMUM PERHIMPUNAN PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM INDONESIA (PAPDI) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Kondisi pandemi saat ini yang belum diketahui kapan berakhirnya, telah merenggut banyak korban termasuk tenaga kesehatan dokter, dokter gigi, perawat dan nakes lainnya. Pada masa seperti ini kami dari 5 Organsiasi Profesi kembali mengeluarkan buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi ke-3. Cukup banyak kebaruan yang terdapat dalam buku ini, terutama dalam hal tatalaksana. Semoga pedoman ini dapat membantu para sejawat dalam memberikan pelayanan dan perawatan pasien-pasien COVID-19 di Indonesia Wassalamu’alaikum Wr. Wb. DR. Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV,FINASIM, FACP Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

Page 7: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

______________________________________________________________

Pedoman Tatalaksana COVID-19 iv

SAMBUTAN KETUA UMUM PERHIMPUNAN DOKTER ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF INDONESIA (PERDATIN) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah setelah melalui beberapakali diskusi yang cukup panjang Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 edisi ke-3 dari 5 Organsiasi Profesi ini telah selesai. Harapan kami tentunya buku ini dapat membantu Teman Sejawat yang menjadi garda terdepan penanganan COVID-19 di Indonesia . Buku ini telah mengalami penyesuaian-penyesuaian yang terbarukan dan tentunya juga didasarkan pada bukti-bukti ilmiah penanganan COVID-19 baik didalam negeri maupun diberbagai negara. Buku Pedoman ini disusun terintegrasi mulai dari Gejala ringan sampai yang Kritis dan tentunya akan sangat bermanfaat bagi Sejawat sekalian dalam mengawal Gerakan Dokter Semesta menangani Pandemi COVID-19. Terimakasih atas kerjasama Para Ketua Organsiasi Profesi dan Tim Penyusun dari 5 Organsiasi Profesi atas upaya dan kerja keras sehingga buku Pedoman ini dapat diselesaiakan . Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Prof. DR. Dr. Syafri Kamsul Arif, SpAn, KIC, KAKV Ketua Umum Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN)

Page 8: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

_________________________________________________________ v Pedoman Tatalaksana COVID-19

SAMBUTAN KETUA UMUM IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI)

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Kasus COVID-19 positif anak di Indonesia lebih banyak dibandingkan negara-negara lain di Asia maupun di Dunia dengan menyumbang kematian sebanyak 2,3% dari total kematian COVID-19 di Indonesia. Di dalam panduan ini, juga dipaparkan mengenai kekhususan penanganan COVID-19 pada anak, mengingat variasi klinis dan tata lakasana COVID-19 pada anak berbeda dengan dewasa. Selain itu panduan ini diharapkan dapat membantu klinisi dilapangan yang menangani kasus-kasus COVID-19 pada anak sehingga bisa membantu menurunkan kesakitan dan kematian. Wassalamu’alaikum Wr. Wb DR. Dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), FAAP Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)..

Page 9: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

______________________________________________________________

Pedoman Tatalaksana COVID-19 vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga dapat terbit buku revisi Protokol Tatalaksana COVID-19 yaitu buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 3. COVID-19 merupakan masalah kesehatan yang serius saat ini di berbagai negara di dunia dan juga di Indonesia. Organisasi kesehatan dunia, WHO telah mencanangkan COVID-19 sebagai pandemi dan pemerintah Indonesia juga sudah mengatakan COVID-19 sebagai bencana nasional. Pedoman tatalaksana COVID-19 saat ini belum seragam di seluruh dunia. Tiap negara mencoba berbagai modalitas pengobatan untuk menangani COVID-19 dalam rangka meningkatkan angka kesembuhan bagi para pasien. Atas pengalaman berbagai negara dalam memberikan regimen pengobatan COVID-19 perlu disusun dalam bentuk protokol pengobatan yang dapat menjadi dasar tatalaksana. Pedoman Tatalaksana COVID-19 edisi 3 harus melibatkan berbagai multidisiplin ilmu dalam upaya mencapai keberhasilan pengobatan dengan efek samping yang dapat diminimalisasi. Buku ini merupakan kerjasama 5 organisasi profesi yaitu Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Terima kasih kepada para penyusun dari 5 organisasi profesi yang telah bekerja keras untuk terbitnya buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 edisi 3 yang merupakan revisi buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 edisi 2. Buku ini merupakan dokumen yang perlu dievaluasi secara berkala mengikuti perkembangan ilmu terkait masalah COVID-19. Semoga buku ini bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah Indonesia dalam penanggulangan COVID-19

Page 10: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

_________________________________________________________ vii Pedoman Tatalaksana COVID-19

serta bermanfaat bagi teman-teman tenaga medis khususnya dokter dan dokter spesialis dalam memberikan tatalaksana baik di fasilitas pelayanan kesehatan primer maupun di Rumah Sakit.

Wassalamualaikum Wr Wb

Hormat kami, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Page 11: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

______________________________________________________________

Pedoman Tatalaksana COVID-19 viii

DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN KETUA UMUM PDPI …………….. i

KATA SAMBUTAN KETUA UMUM PERKI …………….. iii

KATA SAMBUTAN KETUA UMUM PAPDI …………….. iv

KATA SAMBUTAN KETUA UMUM PERDATIN ……….. v

KATA SAMBUTAN KETUA UMUM IDAI …………….. vi

KATA PENGANTAR …………………………………………. vii

DAFTAR ISI …………………………………………………… viii

BAB I. PENDAHULUAN ……….………………………. 1

BAB II. DEFINISI KASUS DAN DERAJAT PENYAKIT ...... 3

BAB III. TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI

COVID-19 ……………………...……………………. 8

BAB IV. TATALAKSANA PASIEN BELUM

TERKONFIRMASI COVID-19 …………..………. 46

BAB V. STRATEGI MANAJEMEN DI ICU ……………… 51

BAB VI. TATALAKSANA KOMORBID ATAU KOMPLIKASI

PADA PASIEN COVID-19……….…………..………. 57

BAB VII. TATALAKSANA COVID-19 PADA ANAK, REMAJA

DAN NEONATUS……………………..….…..………. 88

BAB VIII . ANALGESIA PADA PENANGANAN NYERI PASIEN

COVID-19 …………………………………………… 116

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….. 124

Page 12: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 1

BAB I PENDAHULUAN

Virus merupakan salah satu penyebab penyakit menular yang perlu diwaspadai. Dalam 20 tahun terakhir, beberapa penyakit virus menyebabkan epidemi seperti severe acute respiratory syndrome

coronavirus (SARS-CoV) pada tahun 2002-2003, influenza H1N1 pada tahun 2009 dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) yang pertama kali teridentifikasi di Saudi Arabia pada tahun 2012.

Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah jutaan kasus. Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksi coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV). Pada tanggal 11 Februari 2020, World

Health Organization memberi nama virus baru tersebut SARS-CoV-2 dan nama penyakitnya sebagai Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Virus corona ini menjadi patogen penyebab utama outbreak penyakit pernapasan. Virus ini adalah virus RNA rantai tunggal (single-stranded RNA) yang dapat diisolasi dari beberapa jenis hewan, terakhir disinyalir virus ini berasal dari kelelawar kemudian berpindah ke manusia. Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO mengumumkan bahwa COVID-19 menjadi pandemi di dunia.

Kasus COVID-19 pertama di Indonesia diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 atau sekitar 4 bulan setelah kasus pertama di Cina. Kasus pertama di Indonesia pada bulan Maret 2020 sebanyak 2 kasus dan setelahnya pada tanggal 6 Maret ditemukan kembali 2 kasus. Kasus COVID-19 hingga kini terus bertambah. Saat awal penambahan kasus sebanyak ratusan dan hingga kini penambahan kasus menjadi ribuan. Pada tanggal 31 Desember 2020 kasus terkonfirmasi 743.196 kasus,

Page 13: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

2 Pedoman Tatalaksana COVID-19

meninggal 22.138 kasus, dan sembuh 611.097. Propinsi dengan kasus COVID-19 terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Untuk menentukan seseorang terjangkit COVID-19 dibutuhkan pemeriksaan PCR swab, hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa sebagian kasus dapat menunjukkan hasil positif persisten walaupun sudah tidak ada gejala. Penelitian di Korea menunjukkan bahwa walaupun tidak ditemukan virus yang dapat bereplikasi 3 minggu setelah onset gejala pertama, SARS-CoV-2 RNA masih terdeteksi di spesimen pemeriksaan RT-PCR hingga 12 minggu. Bagi penyintas COVID-19 penelitian terbaru juga menunjukkan ada kemungkinan untuk proses reinfeksi karena antibodi COVID-19 dalam tubuh diperkirakan akan menghilang dalam 3 sampai dengan 12 bulan. Pada April 2020 telah dilaporkan kasus reinfeksi SARS-CoV-2 terkonfirmasi pertama di Amerika. Oleh sebab itu walaupun sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19, tetap harus menjalankan protokol kesehatan.

Vaksin merupakan salah satu upaya dalam menangani COVID-19, termasuk di Indonesia. Saat ini sedang berlangsung uji klinis vaksin COVID-19 dan pengembangan vaksin merah putih, yaitu dengan isolat virus yang bertransmisi di Indonesia juga sudah dilaksanakan. Persiapan Indonesia mulai dari logistik penyimpanan vaksin hingga proses distribusi vaksin ke seluruh provinsi di Indonesia juga sudah dilakukan. Keberadaan vaksin diharapkan menjadi kabar baik dalam pencegahan penyebaran virus COVID-19.

Sejak diumumkan pertama kali ada di Indonesia, kasus COVID-19 meningkat jumlahnya dari waktu ke waktu sehingga memerlukan perhatian. Pada prakteknya di masa pandemi, tatalaksana COVID-19 diperlukan kerjasama semua profesi untuk menanganinya. Diperlukan panduan tatalaksana yang sederhana dan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua pihak di seluruh Indonesia. Kita menghadapi virus dengan tabiat yang belum jelas, semua anjuran yang dituangkan dalam buku ini masih punya peluang untuk selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan yang ada sehingga perlu kehati-hatian bila digunakan untuk semua kondisi pasien COVID-19.

Page 14: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 3

BAB II DEFINISI KASUS DAN DERAJAT PENYAKIT

Definisi Kasus Definisi operasional pada bagian ini, dijelaskan definisi operasional kasus COVID-19 yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat 1. Kasus Suspek

Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut: a. Seseorang yang memenuhi salah satu kriteria klinis DAN

salah satu kriteria epidemiologis: Kriteria Klinis: Demam akut (≥ 380C)/riwayat demam* dan batuk;

ATAU Terdapat 3 atau lebih gejala/tanda akut berikut:

demam/riwayat demam*, batuk, kelelahan (fatigue), sakit kepala, myalgia, nyeri tenggorokan, coryza/ pilek/ hidung tersumbat*, sesak nafas, anoreksia/mual/muntah*, diare, penurunan kesadaran

DAN Kriteria Epidemiologis: Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki

riwayat tinggal atau bekerja di tempat berisiko tinggi penularan**; ATAU

Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau bepergian di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal***; ATAU

Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan, baik melakukan pelayanan medis, dan non-medis, serta petugas yang melaksanakan kegiatan investigasi, pemantauan kasus dan kontak; ATAU

Page 15: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

4 Pedoman Tatalaksana COVID-19

b. Seseorang dengan ISPA Berat****, c. Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) yang tidak memenuhi

kriteria epidemiologis dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif****

2. Kasus Probable

Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut a. Seseorang yang memenuhi kriteria klinis

DAN memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable; ATAU terkonfirmasi; ATAU berkaitan dengan cluster COVID-19*****

b. Kasus suspek dengan gambaran radiologis sugestif ke arah COVID-19******

c. Seseorang dengan gejala akut anosmia (hilangnya kemampuan indra penciuman) atau ageusia (hilangnya kemampuan indra perasa) dengan tidak ada penyebab lain yang dapat diidentifikasi

d. Orang dewasa yang meninggal dengan distres pernapasan DAN memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable atau terkonfirmasi, atau berkaitan dengan cluster COVID-19*****

3. Kasus Konfirmasi: Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi

virus COVID-19 dengan kriteria sebagai berikut: a. Seseorang dengan hasil RT-PCR positif b. Seseorang dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif

DAN memenuhi kriteria definisi kasus probable ATAU kasus suspek (kriteria A atau B)

c. Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif DAN Memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable ATAU terkonfirmasi.

Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2: a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik) b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik)

Page 16: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 5

4. Kontak Erat: Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain: a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau

kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.

b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).

c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.

d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat

Catatan: * Gejala/tanda yang dipisahkan dengan garis miring (/) dihitung sebagai satu gejala/tanda ** Risiko tinggi penularan: Kriteria yang dapat dipertimbangkan:

a. Ada indikasi penularan/tidak jelas ada atau tidaknya penularan pada tempat tersebut.

b. berada dalam suatu tempat pada waktu tertentu dalam kondisi berdekatan secara jarak (contohnya lapas, rutan, tempat pengungsian, dan lain-lain).

Pertimbangan ini dilakukan berdasarkan penilaian risiko lokal oleh dinas kesehatan setempat.

***Negara/wilayah transmisi lokal adalah negara/wilayah yang melaporkan adanya kasus konfirmasi yang sumber penularannya berasal dari wilayah yang melaporkan kasus tersebut. Negara transmisi lokal merupakan negara yang termasuk dalam klasifikasi kasus klaster dan transmisi komunitas, dapat dilihat melalui situs https://www.who.int/emergencies/diseases/ novel-coronavirus-2019 /situation-reports Wilayah transmisi lokal di Indonesia dapat dilihat melalui situs https://infeksiemerging.kemkes.go.id. **** ISPA Berat yaitu Demam akut (≥ 380 C)/riwayat demam, dan batuk, dan tidak lebih dari 10 hari sejak onset, dan membutuhkan perawatan rumah sakit. **** Perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR. Rekomendasi WHO terkait pemeriksaan rapid antigen SARS-CoV-2: (1) Memiliki sensitivitas > 80% dan spesifisitas > 97% jika dibandingkan dengan RT-PCR; (2) Hanya digunakan dalam kondisi RT-PCR tidak tersedia atau membutuhkan hasil diagnosis yang cepat

Page 17: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

6 Pedoman Tatalaksana COVID-19

berdasarkan pertimbangan klinis; dan (3) hanya dilakukan oleh petugas terlatih dalam 5-7 hari pertama onset gejala. ***** Cluster COVID-19 didefinisikan sebagai sekumpulan individu bergejala (memenuhi kriteria klinis A & B kasus suspek) dilihat dari aspek waktu, tempat, dan paparan yang sama. Paparan terhadap minimal 1 orang yang terkonfirmasi positif dengan RT-PCR Paparan terhadap minimal 2 orang bergejala dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-

2 positif ****** Gambaran radiologis yang sugestif ke arah COVID-19: X-Ray toraks: hazy opacities yang terdistribusi di bagian basal dan perifer paru CT Scan toraks: opasitas ground glass multipel bilateral yang terdistribusi di bagian

basal dan perifer paru USG paru: penebalan pleural lines, B lines (multifocal, diskret, atau konfluens),

pola konsolidasi dengan atau tanpa air bronchograms

Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa

gejala, ringan, sedang, berat dan kritis.

1. Tanpa gejala Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.

2. Ringan

Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.

3. Sedang Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara

Page 18: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 7

ruangan ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit.

4. Berat /Pneumonia Berat Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan. ATAU Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini: sianosis sentral atau SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan

dinding dada yang sangat berat); tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum,

letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang. Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan,

≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit.

5. Kritis

Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis.

Page 19: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

8 Pedoman Tatalaksana COVID-19

BAB III TATALAKSANA PASIEN

TERKONFIRMASI COVID-19

1. PEMERIKSAAN PCR SWAB

• Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan di hari kedua, Apabila pemeriksaan di hari pertama negatif, maka diperlukan pemeriksaan di hari berikutnya (hari kedua).

• Pada pasien yang dirawat inap, pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak tiga kali selama perawatan.

• Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan pemeriksaan PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya dilakukan pada pasien yang berat dan kritis.

• Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan setelah sepuluh hari dari pengambilan swab yang positif.

• Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan disesuaikan kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di fasilitas kesehatan masing-masing.

• Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas demam selama tiga hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang positif, kemungkinan terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif. Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT) value untuk menilai infeksius atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cutt off berbeda-beda sesuai dengan reagen dan alat yang digunakan.

Page 20: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 9

Tabel 1. Jadwal Pengambilan Swab Untuk Pemeriksaan RT-PCR Hari ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11/12*

X X x

Keterangan : * diperiksa hanya untuk berat dan kritis 2. TANPA GEJALA

a. Isolasi dan Pemantauan Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak

pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.

Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis

b. Non-farmakologis Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke rumah): Pasien :

- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan anggota keluarga

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand

sanitizer sesering mungkin. - Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing) - Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah - Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga

medis) - Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun - Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit

setiap harinya (sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).

Page 21: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

10 Pedoman Tatalaksana COVID-19

- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci

- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)

- Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC

Lingkungan/kamar:

- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara - Membuka jendela kamar secara berkala - Bila memungkinkan menggunakan APD saat

membersihkan kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle).

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand

sanitizer sesering mungkin. - Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun

atau bahan desinfektan lainnya

Keluarga: - Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan

pasien sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.

- Anggota keluarga senanitasa pakai masker - Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien - Senantiasa mencuci tangan - Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan

bersih - Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar

sirkulasi udara tertukar - Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin

tersentuh pasien misalnya gagang pintu dll

c. Farmakologi Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan

untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin

Page 22: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 11

dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung

Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ; - Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral

(untuk 14 hari) - Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama

30 hari) - Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2

tablet /24 jam (selama 30 hari), - Dianjurkan multivitamin yang mengandung

vitamin C,B, E, Zink Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)

Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.

Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

3. DERAJAT RINGAN

a. Isolasi dan Pemantauan Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama

maksimal 10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.

Page 23: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

12 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan

pemantauan kondisi pasien. Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke

FKTP terdekat.

b. Non Farmakologis Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan

edukasi tanpa gejala). c. Farmakologis

Vitamin C dengan pilihan: - Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral

(untuk 14 hari) - Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30

hari) - Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet

/24 jam (selama 30 hari), - Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung

vitamin C, B, E, zink Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)

Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari Antivirus :

- Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari (terutama bila diduga ada infeksi influenza) ATAU

- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose

1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)

Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka)

maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang

Page 24: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 13

teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.

Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada 4. DERAJAT SEDANG

a. Isolasi dan Pemantauan Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/

Rumah Sakit Darurat COVID-19 Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/

Rumah Sakit Darurat COVID-19

b. Non Farmakologis Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit,

status hidrasi/terapi cairan, oksigen Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut

dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan foto toraks secara berkala.

c. Farmakologis

Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

Diberikan terapi farmakologis berikut: o Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral

(untuk 5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari). Ditambah

o Salah satu antivirus berikut : Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading

dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau

Page 25: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

14 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)

Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman 66-75)

Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain). Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

5. DERAJAT BERAT ATAU KRITIS a. Isolasi dan Pemantauan

Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting

Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel 1.

b. Non Farmakologis Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit,

status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku

dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.

Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan Monitor tanda-tanda sebagai berikut;

- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min, - Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di

jari), - PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg, - Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area

paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam, - Limfopenia progresif, - Peningkatan CRP progresif, - Asidosis laktat progresif.

Monitor keadaan kritis

- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.

Page 26: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 15

- Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator mekanik (alur gambar 1)

- 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu sebagai berikut o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau

non-invasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV. (alur gambar 1)

o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema paru.

o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position).

Terapi oksigen: - Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93%

dengan udara bebas dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi sesuai target SpO2 92 – 96%.

- Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis.

- Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92 -96% o Tenaga kesehatan harus menggunakan

respirator (PAPR, N95). o Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit,

diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit) Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%) Work of breathing yang masih meningkat

(dyspnea, otot bantu nafas aktif) o Kombinasi Awake Prone Position + HFNC

selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki

Page 27: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

16 Pedoman Tatalaksana COVID-19

oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.

o Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan menggunakan indeks ROX.

o Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi.

o Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, pertimbangkan untuk menggunakan metode ventilasi invasif atau trial NIV.

o De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, dimulai dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1-2 jam) hingga mencapai 25 L.

o Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 30%.

Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas

NIV (Noninvasif Ventilation) o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator

(PAPR, N95). o Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi

terapi oksigen o Inisiasi terapi oksigen dengan menggunakan NIV: mode

BiPAP atau NIV + PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O. FiO2 40-60%.

o Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal 6-8 ml/Kg; jika pada inisiasi penggunaan NIV,

Page 28: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 17

dibutuhkan total tekanan inspirasi >20 cmH2O untuk mencapai tidal volume yg ditargetkan, pertimbangkan untuk segera melakukan metode ventilasi invasif. (tambahkan penilaian alternatif parameter)

o Titrasi PEEP dan FiO2 untuk mempertahankan target SpO2 92-96%.

o Evaluasi penggunaan NIV dalam 1-2 jam dengan target parameter;

Subjektif: keluhan dyspnea mengalami perbaikan, pasien tidak gelisah

Fisiologis: laju pernafasan <30x/menit. Work of

breathing menurun, stabilitas hemodniamik Objektif: SpO2 92-96%, pH >7,25, PaCO2; 30 –

55mmHg, PaO2 >60 mmHg, rasio PF > 200, TV 6-8 ml/kgBB.

o Pada kasus ARDS berat, gagal organ ganda dan syok disarankan untuk segera melakukan ventilasi invasif.

o Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan dengan NIV tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, lakukan metode ventilasi invasif.

o Kombinasi Awake Prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang. NIV dan HFNC memiliki risiko terbentuknya aerosol, sehingga jika hendak diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang bertekanan negatif (atau di ruangan dengan tekanan normal, namun pasien terisolasi dari pasien yang lain) dengan standar APD yang lengkap. Bila pasien masih belum mengalami perbaikan klinis maupun oksigenasi setelah dilakukan terapi oksigen ataupun ventilasi mekanik non invasif, maka harus dilakukan penilaian lebih lanjut.

Page 29: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

18 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Ventilasi Mekanik invasif (Ventilator)

o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).

o Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau pressure <30 cmH2O dan driving pressure <15 cmH2O. RR: 18 – 25 x/menit,

o Pada ARDS sedang – berat diterapkan protokol Higher

PEEP, dengan pemantauan terjadinya barotrauma pada penggunaan PEEP >10 cmH2O.

o Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter (meski parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi prone selama 12-16 jam per hari

o Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dis-sinkroni antar pasien dan ventilator yang persisten, plateau

pressure yang tinggi secara persisten dan ventilasi pada posisi prone yang membutuhkan sedasi yang dalam, pemberian pelumpuh otot secara kontinyu selama 48 jam dapat dipertimbangkan.

o Penerapan strategi terapi cairan konservatif pada kondisi ARDS

o Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus penggunaan mode APRV ini harus di bawah pengawasan intensivis atau dokter spesialis anestesi.

ECMO (Extra Corporeal Membrane Oxygenation)

Pasien COVID-19 dapat menerima terapi ECMO di RS tipe A yang memiliki layanan dan sumber daya sendiri untuk melakukan ECMO. Pasien COVID-19 kritis dapat menerima terapi ECMO bila memenuhi indikasi ECMO setelah pasien tersebut menerima terapi posisi prone (kecuali dikontraindikasikan) dan terapi ventilator ARDS yang maksimal menurut klinisi.

Indikasi ECMO :

1. PaO2/FiO2 <60mmHg selama >6 jam 2. PaO2/FiO2 <50mmHg selama >3 jam

Page 30: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 19

3. pH <7,20 + Pa CO2 >80mmHg selama >6 jam

Kontraindikasi relatif : 1. Usia ≥ 65 tahun 2. Obesitas BMI ≥ 40 3. Status imunokompromis 4. Tidak ada ijin informed consent yang sah. 5. Penyakit gagal jantung sistolik kronik 6. Terdapat penyebab yang berpotensi reversibel (edema

paru, sumbatan mucus bronkus, abdominal compartment

syndrome) Kontraindikasi absolut : 1. Clinical Frailty Scale Kategori ≥ 3 2. Ventilasi mekanik > 10 hari 3. Adanya penyakit komorbid yang bermakna :

a. Gagal ginjal kronik stage III b. Sirosis hepatis c. Demensia d. Penyakit neurologis kronis yang tidak

memungkinkan rehabilitasi. e. Keganasan metastase f. Penyakit paru tahap akhir g. Diabetes tidak terkontrol dengan disfungsi organ

kronik h. Penyakit vaskular perifer berat

4. Gagal organ multipel berat 5. Injuri neurologik akut berat. 6. Perdarahan tidak terkontrol. 7. Kontraindikasi pemakaian antikoagulan. 8. Dalam proses Resusitasi Jantung Paru. Komplikasi berat sering terjadi pada terapi ECMO seperti perdarahan, stroke, pneumonia, infeksi septikemi, gangguan metabolik hingga mati otak.

Page 31: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

20 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Alur penentuan alat bantu napas mekanik sebagai berikut :

*Keterangan : Bila HFNC tidak tersedia saat diindikasikan, maka pasien langsung diintubasi dan mendapatkan ventilasi mekanik invasif )

Gambar 1. Alur Penentuan Alat Bantu Napas Mekanik

c. Farmakologis

Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)

Page 32: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 21

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)

Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).

Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut dipertimbangkan.

Antivirus : Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading

dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau

Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)

Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman 66-75)

Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan ventilator.

Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai

pedoman tatalaksana syok yang sudah ada (lihat hal. 55). Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai

dengan kondisi klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan kesehatan masing-masing apabila terapi standar tidak memberikan respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-IL 6 (tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau

Page 33: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

22 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel Punca, terapi plasma exchange (TPE) dan lain-lain.

6. BANTUAN HIDUP DASAR PADA HENTI JANTUNG

Pada kondisi berat dan kritis pasien dapat mengalami henti jantung sehingga diperlukan bantuan hidup dasar. Alur BHD terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Algoritme BHD pada kasus henti jantung untuk pasien terduga atau terkonfirmasi COVID-19

Page 34: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 23

7. TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN

a. Anti IL-6 (Tocilizumab) Cytokine storm adalah respons sistem kekebalan tubuh

yang berlebihan akibat infeksi maupun penyebab lain yang ditandai dengan pelepasan sitokin yang tidak terkontrol yang menyebabkan inflamasi sistemik dan kerusakan multi-organ. Beberapa studi yang menganalisis karakteristik klinis pasien COVID-19 secara konsisten menunjukkan penurunan jumlah limfosit yang signifikan pada pasien pneumonia serta peningkatan tajam pada sebagian besar sitokin, terutama IL-6. Pada pasien COVID-19, kadar IL-6 meningkat tajam dan berperan dalam induksi diferensiasi limfosit B dan produksi antibodi serta proliferasi dan diferensiasi limfosit T. Cytokine storm pada COVID-19 dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler, terjadi perpindahan cairan dan sel darah dalam alveolus yang mengakibatkan acute respiratory

distress syndrome (ARDS) hingga kematian. Dengan demikian, menghambat kerja IL-6 merupakan salah satu terapi potensial untuk pasien COVID-19 dengan pneumonia berat atau kritis.

Transduksi sinyal sel oleh IL-6 harus diinisiasi oleh ikatan antara IL-6 dan reseptornya, IL-6R yang bersama sama membentuk kompleks dan berikatan dengan protein membran sel. Reseptor IL-6 (IL-6R) memiliki dua bentuk yaitu membrane bound IL-6R (mIL-6R) dan soluble IL-6R (sIL-6R). Tocilizumab merupakan antibodi monoclonal penghambat IL-6 yang dapat secara spesifik berikatan dengan mIL-6R dan sIL-6R. Tocilizumab telah dipakai pada kasus artritis rheumatoid dengan dosis 8 mg/kgBB setiap 4 minggu, minimal selama 24 minggu.

Hasil awal dari uji klinis fase III EMPACTA Trial yang dirilis pada tanggal 18 September 2020 menyebutkan bahwa pasien yang mendapatkan tocilizumab dan terapi standar memiliki kemungkinan 44% lebih rendah untuk mengalami perburukan, namun mortalitas pada hari ke-28 tidak terdapat perbedaan yang bermakna (tocilizumab 10,4% vs plasebo 8,6%; p:0,5146). Uji klinis fase 3 lainnya,

Page 35: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

24 Pedoman Tatalaksana COVID-19

COVACTA Trial, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna status klinis antara pasien yang diberikan tocilizumab dan plasebo.

Baik laporan kasus maupun studi retrospektif di atas menyimpulkan bahwa Tocilizumab merupakan salah satu pilihan terapi yang efektif untuk menurunkan mortalitas pasien COVID-19 berat dengan risiko cytokine storm. Prelilminary report dari 2 uji klinis fase III menunjukkan hashil yang sedikit kontradikitf, namun untuk lebih pastinya perlu menunggu laporan yang telah lolos kaji kelompok. Beberapa clinical trial fase 3 lainnya saat ini sedang berlangsung di AS, Kanada Perancis, dan beberapa negara Eropa lainnya.

Berdasarkan hasil berbagai studi, dapat disimpulkan sementara bahwa terapi tocilizumab kemungkinan memberikan hasil yang baik pada pasien COVID-19 yang berat, meskipun perlu ditunggu publikasi-publikasi berbagai clinical trial yang saat ini sedang dan telah berlangsung untuk mengambil kesimpulan yang valid. Penggunaan tocilizumab saat ini harus dipergunakan dengan selektif dan belum menjadi panduan tetap pada setiap kasus COVID-19 yang berat.

Tocilizumab bermanfaat untuk menekan dampak IL 6 terhadap peradangan paru dan vaskular, karena itu itu perlu diberikan dini pada awal peradangan paru dan sistemik. Akan tetapi dampak imunosupresannya dapat menyebabkan infeksi sekunder sehingga pemberian terlambat pada pasien yang telah terventilator lama mungkin perlu dihindari karena risiko VAPnya. Efek imunosupresi tocilizumab juga dapat memperlama persistensi virus (prolong viral shedding), sehingga pemberian dini pada saat virus masih berkembang juga berisiko. Karena itu pemilihan waktu yang tepat penting bagi keberhasilan terapi Tocilizumab. Tocilizumab dapat diberikan di awal pasien memasuki keadaan Covid-19 berat, yang umumnya terjadi setelah sakit ≥ 1 minggu, dan jumlah virus mencapai puncaknya, atau dengan kata lain jumlah virus berpotensi tidak akan bertambah lagi. Penanda peradangan COVID-19 mulai berat tetapi belum kritis dapat

Page 36: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 25

dilihat dari skor SOFA masih kurang dari 3, sementara terdapat skor CURB-65 > 2, atau saturasi oksigen < 93% namun dapat dikoreksi dengan oksigen fraksi < 50 % (setara dengan O2 tak lebih dari 6 L/m dengan nasal kanul atau simple mask), atau laju pernapasan > 30 per menit, atau foto toraks terdapat infiltrat multilobus bilateral, dengan salah satu penanda biologis di bawah ini: D-dimer ≥ 0,7 µg/L IL-6 ≥ 40 pg/mL Limfosit < 800 × 10

9/L

Ferritin ≥ 700 µg/L Fibrinogen > 700 mg/dL CRP > 25 mg/L

Tubuh juga merespon peningkatan IL 6 dengan memproduksi sitokin antiinflamatori seperti IL 10 yang bersifat imunosupresan. Apabila dapat dilakukan pemeriksaan IL 10, maka rasio IL 6 : IL 10 yang ≥ 1 walaupun kadar IL 6 meninggi, mungkin menunjukkan tidak diperlukannya pemberian tocilizumab. Tocilizumab juga perlu dipertimbangkan akan sia-sia bila sudah terdapat beberapa dari tanda berikut : Skor SOFA > 3 Komorbid lebih > 2 Rasio trombosit : D dimer < 200 Rasio Netrofil : Limfosit ≥ 2,6 Laki-laki Dosis tocilizumab yang digunakan pada berbagai studi sangat bervariasi, tapi sebagian besar menggunakan dosis 8 mg/kgBB single dose atau dapat diberikan 1 kali lagi dosis tambahan apabila gejala memburuk atau tidak ada perbaikan dengan dosis yang sama. Jarak pemberian dosis pertama dan kedua minimal 12 jam. Maksimal pemberian 800 mg per dosis.

Page 37: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

26 Pedoman Tatalaksana COVID-19

b. Anti IL-1 (Anakinra) Anakinra merupakan antagonis reseptor IL-1

rekombinan yang memiliki mekanisme untuk menetralisasi reaksi hiperinflamasi yang terjadi pada kondisi ARDS yang disebabkan oleh infeksi SARS-CoV-2. Pada sebuah studi klinis yang melibatkan 52 pasien, Anakinra dapat menurunkan kebutuhan pemakaian ventilasi mekanis invasif dan menurunkan kematian pada pasien COVID-19 tanpa efek samping yang serius. Dosis yang dapat diberikan adalah 100 mg/ 12 jam selama 72 jam dilanjutkan dengan 100 mg/ 24 jam selama 7 hari.

c. Antibiotik

Potensi penggunaan antibiotik yang berlebih pada era pandemik Covid-19 ini menjadi ancaman global terhadap meningkatnya kejadian bakteri multiresisten. Hingga saat ini belum dapat sepenuhnya dipahami bagaimana hubungan langsung dari pandemik ini terhadap peningkatan angka total bakteri multiresisten, namun dari beberapa telaah data kasus Covid-19 dari seluruh dunia, terutama di Asia, 70% dari total pasien tersebut mendapatkan terapi antimikroba meskipun pada kenyataannya kurang dari 10% yang terbukti benar-benar mengalami ko-infeksi dengan bakteri maupun jamur. Rasionalisasi dari penggunaan antibiotik pada covid-19 nampaknya mengacu kepada pengalaman kejadian superinfeksi bakteri pada infeksi influenza, dimana 11-35% kasus influenza yang dirawat terbukti mengalami ko-infeksi bakteri sekunder inisial yang umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus. Infeksi virus di saluran pernapasan sendiri dikatakan dapat menjadi faktor predisposisi dari ko-infeksi bakteri maupun jamur yang pada akhirnya dapat berakibat buruk terhadap derajat keparahan hingga kematian. Angka kejadian sesungguhnya dari ko-infeksi bakteri pada covid-19 hingga saat ini masih belum diketahui. Rekomendasi pemberian antibiotik bervariasi di masing-masing negara dan kecenderungan yang ada adalah opsi untuk memberikan antibiotik secara empirik lebih dipilih

Page 38: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 27

oleh karena kesulitan untuk membedakan secara dini kausa dari infeksi pernapasan yang dihadapi, ketidakpastian adanya kemungkinan ko-infeksi hingga lambatnya hasil konfirmatif diperoleh. Kemungkinan terjadinya ko-infeksi pneumonia bakteri dan jamur akan menjadi lebih besar pada kelompok pasien yang menggunakan ventilator selain daripada potensi bakteremia hingga infeksi saluran kencing sebagai akibat dari instrumentasi, dengan pola mikrobiologis dan pola resistensi antibiotik yang mengikuti pola di institusi masing-masing. Upaya untuk menjaga penggunaan antibiotik yang rasional di era pandemi covid-19 ini semakin mendapat tantangan yang lebih besar oleh karena berbagai keterbatasan dan hendaya yang muncul terkait dengan infeksi covid-19 itu sendiri. Guna menyikapi fakta dan data yang ada, WHO menganjurkan pemberian antibiotik pada kasus covid-19 yang berat dan tidak menganjurkan pemberian antibiotik rutin pada kasus covid-19 yang ringan.1,2 Selanjutnya berbagai upaya untuk tetap menjaga prinsip-prinsip Penatagunaan Antimikroba (Antimicrobial Stewardship) harus terus dilakukan :

a. Upaya pengambilan bahan kultur sebelum pemberian antibiotik. Sampel disesuaikan dengan fokus infeksi dan kondisi pasien

b. Upaya re-evaluasi kondisi klinis pasien secara ketat harus selalu dikerjakan, baik melalui evaluasi keluhan maupun evaluasi parameter penunjang, seperti parameter leukosit, hitung jenis, CRP, procalcitonin, pencitraan, hasil kultur, dan sebagainya.

c. Segera melakukan de-eskalasi atau stop antibiotik bila klinis dan hasil pemeriksaan penunjang sudah membaik.

d. Pilihan dan durasi terapi antibiotik empirik, mengikuti panduan terapi pneumonia komunitas.

e. Bagi pasien yang dirawat di ruang intensif dan menggunakan bantuan ventilasi mekanik, bundle pencegahan VAP (Ventilator Associated Pneumonia) / HAP (Hospital Acquired Pneumona) serta prinsip-

Page 39: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

28 Pedoman Tatalaksana COVID-19

prinsip pencegahan infeksi nosokomial harus terus diperhatikan.

f. Apabila pasien terindikasi mengalami infeksi VAP/HAP, pilihan antibiotik empirik untuk VAP/HAP mengikuti pola mikrobiologis dan pola resistensi lokal di masing-masing Rumah Sakit.

g. Apabila pasien mengalami penyulit infeksi lain seperti infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata, infeksi intra abdominal komplikata dan sebagainya, upaya untuk melakukan kontrol sumber infeksi dan tatalaksana yang memadai sesuai dengan panduan harus terus diupayakan dan diharapkan kecurigaan terhadap adanya infeksi covid-19 tidak menimbulkan hambatan/keterlambatan yang berlarut-larut.

h. Rekomendasi nasional untuk tetap melakukan evaluasi terhadap penggunaan anitbibiotik yang rasional di era pandemi covid-19, harus terus dipromosikan dan diupayakan sebagai bagian dari tatalaksana terbaik bagi pasien.

d. Mesenchymal Stem Cell (MSCs)/ Sel Punca

Pada prinsipnya pemberian MSCs dapat menyeimbangkan proses inflamasi yang terjadi pada kondisi ALI/ARDS yang ditandai dengan eksudat fibromixoid seluler, inflamasi paru yang luas, edema paru, dan pembentukan membran hyalin. MSCs bekerja sebagai imunoregulasi dengan nekan profilerasi sel T. Selain itu sel punca dapat berinteraksi dengan sel-sel dendritik sehingga menyebabkan pergeseran sel Th-2 proinflamasi menjadi Th anti-inflamasi, termasuk perubahan profil stikoin menuju anti-inflamasi.

Hingga saat ini, belum ada MSCs yang mendapat rekomendasi oleh FDA Amerika sebagai pengobatan COVID-19, dan penggunannya pun dibatasi hanya untuk kepentingan uji klinis, expanded access programs, atau

emergency investigational new drug application. Saat ini, diketahui ada 62 uji klinik yang terdaftar pada

clinicaltrial.gov. Salah satu penelitian yang telah

Page 40: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 29

terpublikasikan hasilnya adalah pilot study oleh Leng Z dkk. Penelitian MSCs dilakukan di Beijing YouAn Hospital, dimana 7 pasien terkonfirmasi COVID-19 (1 pasien termasuk kategori kritis, 4 kategori berat, dan 2 gejala umum) mendapatkan terapi implantasi MSCs 1 juta sel/KgBB 1x pemberian ketika klinis memburuk kemudian diobservasi selama 14 hari. 7 pasien yang mendapat terapi MSC sembuh dalam 1-2 minggu setelah inisiasi terapi. Ditemukan perbaikan klinis 2 hari setelah inisiasi, penurunan CRP, kenaikan lmfosit, perbaikan infiltat dari CT scan, dan hasil PCR negatif setelah 1-2 minggu inisiasi terapi

Di Indonesia sendiri, saat ini uji klinik MSCs dilakukan dengan pada empat RS yaitu RSCM, RS Persahabatan, RS UI, dan RS Sulianti Saroso. Uji Klinik dilakukan pada 40 pasien derajat kritis. Kelompok MSC memiliki angka kesembuhan yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol (71,4% vs 28,6%), khususnya pada subjek dengan komorbbid kurang dari 2. Dari 26 subjek yang meninggal, subjek pada kelompok MSCs menunjukkan angka kematian 62,5% lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol.

e. Intravenous Immunoglobulin (IVIg)

Imunoglobulin intravena (IVIg) adalah konsentrat immunoglobulin G yang diisolasi dari plasma donor yang normal. Terapi IVIG menjadi satu alternatif pilihan terapi, terutama pada kasus COVID-19 yang berat. Penelitian untuk IVIG pada COVID-19 belum terlalu banyak, dan sebagian besar adalah laporan kasus tunggal maupun serial, serta studi observasional. Dari berbagai publikasi yang telah ada saat ini, tampaknya terapi dengan IVIg memberikan hasil yang baik, tapi dengan bukti yang masih sangat sedikit dianjurkan penggunaannya terbatas pada kondisi yang berat dan kritis, dan lebih bersifat live saving.

Dosis IVIg yang digunakan pada berbagai studi ini sangat beragam, tapi sebagian besar studi ini menggunakan IVIG dosis besar yaitu sekitar 0,3-0,5 gram/kgBB/hari selama 3 atau 5 hari berturut-turut.

Page 41: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

30 Pedoman Tatalaksana COVID-19

f. Terapi Plasma Konvalesen

Terapi plasma konvalesen merupakan terapi antibodi yang bersifat pasif, yaitu memberikan antibodi terhadap penyakit infeksi tertentu kepada sesorang yang bertujuan untuk mengobati atau mencegah orang tersebut terhadap penyakit itu dengan cara memberikan imunitas yang bersifat cepat. Plasma konvalesen diperoleh dari pasien COVID-19 yang telah sembuh, diambil melalui metoda plasmaferesis dan diberikan kepada pasien COVID-19 yang berat atau potensial mengancam nyawa. Terapi plasma konvalesen diberikan bersama-sama dengan terapi standar COVID-19 (anti virus dan berbagai terapi suportif lainnya) dan bertujuan untuk menurunkan angka kematian dengan memberikan antibodi yang spesifik.

Hingga kini, terapi plasma konvalesen pada kasus COVID-19 masih dalam tahap uji klinis di berbagai negara dengan protokol atau prosedur yang bervariasi. Indikasi pemberian terapi plasma konvalesen pada berbagai uji klinis adalah penderita COVID-19 yang berat, tetapi saat ini uji klinis pemberian pada pasien COVID-19 sedang atau berisiko menjadi berat sudah/ sedang berjalan di beberapa senter uji klinis di seluruh dunia.

Kontra indikasi terapi plasma konvalesen adalah riwayat alergi terhadap produk plasma, kehamilan, perempuan menyusui, defisiensi IgA, trombosis akut dan gagal jantung berat dengan risiko overload cairan. Kontraindikasi lainnya bersifat relatif, seperti syok septik, gagal ginjal dalam hemodialisis, koagulasi intravaskular diseminata atau kondisi komorbid yang dapat meningkatkan risiko trombosis pada pasien tersebut.

Dosis plasma konvalesen yang diberikan di berbagai negara/uji klinis sangat bervariasi. Shenzhen Third People's

Hospital, China memberikan plasma dari donor dengan titer antibodi minimal 1;640, diberikan sebanyak 200 ml sebanyak satu kali. Penelitian lain di 7 rumah sakit di China pada pasien COVID-19 yang berat atau mengancam nyawa memberikan plasma konvalesen dengan dosis 4 -13 ml/kgBB

Page 42: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 31

dan berasal dari donor dengan titer antibodi yang bervariasi dari 1:160 hingga 1: 1280. The European Commission

Directorate-General for Health and Food Safety merekomendasikan pemberian plasma dari donor dengan titer antibodi lebih dari 1:320, meskipun dicantumkan juga bahwa kadar yang lebih rendah dapat pula efektif. Beberapa rumah sakit di Paris, Marseille dan Sorbonne Perancis memberikan 1 unit @ 200-250 ml plasma konvalesen untuk pasien COVID-19 dengan berat badan 50-80 kg dan diberikan saat awal hingga 10 hari sejak onset penyakit. Dosis ini dapat diulang 24-48 jam kemudian dengan memberikan 2 unit plasma konvalesen, jika diperlukan.

Penelitian randomized trial yang sedang berjalan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta memberikan plasma konvalesen 200 ml sebanyak 2 kali pada hari yang sama, sedangkan uji klinis multisenter yang dilakukan di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan memberikan plasma konvalesen sebanyak 2 kali pada hari yang berbeda. Penelitian-penelitian terapi plasma konvalesen pada COVID-19 masih berjalan hingga saat ini, baik di Indonesia maupun di dunia. Meskipun telaah sistematik (systematic

review) pada Cochrane Library menyatakan tidak yakin (‘very uncertain’) apakah plasma dari pasien yang sembuh merupakan terapi yang efektif untuk pasien COVID-19 yang dirawat dan sembuhnya pasien dapat berhubungan dengan perjalanan alamiah penyakit, terapi lain atau karena plasma konvalesen yang diberikan, hasil berbagai uji klinis tersebut diharapkan dapat menjawab pertanyaan mengenai efektivitas, serta mendapatkan mendapatkan dosis dan titer antibodi yang optimal, waktu pemberian yang tepat hingga pasien mana yang mendapatkan manfaat klinis yang bermakna dari terapi plasma konvalesen ini.

Satu unit plasma konvalesen berisi 200 mL. Pemberian plasma konvalesen tambahan berdasarkan pertimbangan dokter dan kondisi klinis pasien. Pasien dengan gangguan fungsi jantung membutuhkan volume lebih kecil dengan waktu transfusi yang lebih panjang. IDAI merekomendasikan dosis plasma konvalesen untuk anak >40

Page 43: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

32 Pedoman Tatalaksana COVID-19

kg adalah 200-500 mL sedangkan anak <40 kg dosis 10-15 mL/Kg. Risiko/ Efek Samping

Efek samping terapi plasma, sama seperti halnya pemberian plasma pada transfusi darah mempunyai risiko terjadinya reaksi transfusi seperti demam, reaksi alergi (gatal/urtikaria hingga Transfusion-Related Acute Lung

Injury/TRALI). Monitor terhadap efek samping harus dipantau secara ketat selama dan pasca transfusi plasma konvalesen.

Komponen faktor pembekuan dalam plasma juga dapat memberikan efek samping aktivasi koagulasi dan meningkatkan risiko trombosis. Data menunjukkan bahwa terapi immunoglobulin dari manusia berhubungan dengan peningkatan risiko trombosis sebesar 0,04 – 14,9% pada hari yang sama, dan secara statistik bermakna. Pemberian antikoagulan profilaksis pada pasien-pasien COVID-19 harus berdasarkan penilaian risiko trombosis pada pasien tersebut dan bukan berdasarkan terapi plasma konvalesen saja (lihat “Antikoagulan pada COVID-19”). Karena indikasi terapi plasma konvalesen adalah pada pasien COVID-19 sedang atau berat, umumnya pasien-pasien tersebut sudah mempunyai indikasi untuk tromboprofilaksis sehingga antikoagulan profilaksis dapat dilanjutkan jika tidak terdapat kontraindikasi. Etika Kedokteran Dalam Terapi Plasma Konvalesen

Etika kedokteran merupakan hal yang harus diingat dan dilaksanakan sejak pembuatan hingga pemberian terapi plasma konvalesen karena terkait penggunaan human

product secara langsung kepada pasien. Penggunaan terapi plasma konvalesen harus berdasarkan pertimbangan yang baik dan cermat, mengingat terapi plasma konvalesen pada COVID-19 masih dalam fase uji klinis. Belum didapatkan hasil final berapa dosis yang baku karena uji klinis di berbagai negara menggunakan jumlah plasma dan metode pemberian yang berbeda-beda. Belum diketahui berapa titer

Page 44: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 33

antibodi donor plasma yang terbaik untuk terapi plasma konvalesen dan bagaimana jika pemeriksaan titer antibodi belum dapat dilakukan di negara atau tempat tersebut. Hal lain yang juga penting adalah kemungkinan mutasi atau variabilitas virus yang dapat terkait dengan efektivitas terapi plasma tersebut. Meskipun beberapa laporan menyatakan bahwa terapi plasma konvalesen dapat ditoleransi tanpa efek samping yang signifikan, penggunaan plasma harus dikomunikasikan dan diawasi dengan baik.

g. Vaksinasi

Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif dalam mencegah penyakit akibat infeksi. Akibat pandemi COVID-19, terdapat risiko berkurangnya pelaksanaan vaksinasi yang diwajibkan, baik akibat meningkatnya beban sistem kesehatan terhadap COVID-19 ataupun berkurangnya minat dari masyarakat akibat pelaksanaan social distancing. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan timbulnya outbreak baru dari vaccine preventable diseases, seperti hepatitis A. Oleh sebab itu, pelaksanaan vaksinasi harus diatur sedemikian rupa sehingga dijalankan dalam kondisi yang aman, tanpa menyebabkan risiko penyebaran COVID-19 terhadap petugas kesehatan dan masyarakat.

Vaksinasi untuk COVID-19 saat ini masih dalam pengembangan. Beberapa calon vaksin telah masuk uji klinis fase 3 dan diperkirakan akan diedarkan 3-4 bulan yang akan datang. World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksinasi influenza rutin setiap tahun khususnya untuk individu risiko tinggi seperti lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, orang-orang dengan penyakit kronis tertentu dan petugas kesehatan. Vaksinasi influenza memang tidak secara spesifik dapat melindungi dari infeksi COVID-19. Namun, ada beberapa alasan WHO merekomendasikan vaksinasi influenza di masa pandemi COVID-19. Pertama, untuk mengontrol infeksi influenza pada individu risiko tinggi yang rentan mengalami infeksi COVID-19 berat sehingga dapat mengurangi angka rawat inap dan paparan dari virus SARS CoV-2 selama perawatan.

Page 45: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

34 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Kedua, mengurangi beban sistem pelayanan kesehatan dari pasien-pasien yang mengalami infeksi influenza. Ketiga, mengurangi angka ketidakhadiran dari petugas medis yang penting dalam penanganan COVID-19.

American College of Cardiology (ACC) merekomendasikan vaksinasi influenza dan pneumonia diberikan kepada individu dengan komorbid penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Tujuan vaksinasi influenza dari rekomendasi ACC sama seperti penjelasan WHO yaitu untuk mengurangi komplikasi dan beban pelayanan kesehatan akibat influenza. Vaksinasi pneumonia bermanfaat untuk mencegah infeksi sekunder akibat bakteri dari penderita COVID-19.

Saat ini terdapat 38 kandidat vaksin COVID-19 sedang dalam uji klinis fase 1, 17 dalam uji klinis fase 2, 13 dalam uji klinis fase 3, dan 6 telah mendapatkan early/limited use. Salah satu dari 6 vaksin tersebut (Sinovac) sedang dalam tahap finalisasi uji klinis fase 3 di Indonesia. Target awal tahun 2021 sudah bisa mendapatkan persetujuan emergency

use authorization dari BPOM.

h. N-Asetilsistein Infeksi SARS-CoV-2 atau COVID-19 berhubungan

dengan ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan yang mengakibatkan inflamasi dan kerusakan jaringan. Glutation merupakan antioksidan yang banyak ditemukan di tubuh dan berperan dalam melindungi sel dari stres oksidatif. N-asetilsistein (NAC), yang sering digunakan sebagai obat mukolitik, memiliki sifat antioksidan secara langsung maupun secara tidak langsung melalui pelepasan gugus sistein sebagai senyawa prekursor dalam proses sintesis glutation. Berbagai penelitian sebelumnya, data awal penelitian terhadap COVID-19 dan ulasan patofisiologis mengarahkan bahwa sifat antioksidan N-asetilsistein dapat bermanfaat sebagai terapi dan/atau pencegahan COVID-19. Uji klinis NAC pada COVID19 masih sangat terbatas. Dosis

Page 46: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 35

yang digunakan adalah di atas/sama dengan 1200 mg per hari oral ataupun intravena, terbagi 2-3 kali pemberian.

Terdapat 1 uji klinis oleh de Alencar dkk yang menilai efektivitas NAC sebagai profilaksis gagal napas pada pasien COVID-19 dengan distress pernapasan akut berat. Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada kebutuhan ventilasi mekanik, angka kematian, masuk ICU, lama perawatan di ICU, dan lama perawatan di RS. Beberapa studi klinis fase 2 dan 3 lainnya sedang berjalan dan hasilnya baru didapat sekitar tahun 2021.

i. Kolkisin

Saat ini terdapat beberapa penelitian yang berusaha menilai efektivitas kolkisin untuk COVID-19. Ada beberapa hipotesis mekanisme kerja dari kolkisin pada COVID-19, diantaranya adalah (1) menghambat ekspresi E-selectin dan L-selecin (mencegah perlekatan netrofil di jaringan); (2) mengubah struktur sitoskeleton netrofil (mengganggu proses perpindahan netrofil); (3) menghambat NLRP3 inflammasom (mengambah badai sitokin); dan (4) mengambat netrofil elastase (mencegah aktivasi / agregasi platelet).

Sebuah RCT dari Lopes dkk menilai pemberian kolkisin sebagai terapi adjuvant pada pasien COVID-19 dibandingkan dengan yang hanya mendapat terapi standar saja. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian kolkisin dapat menurunkan kebutuhan penggunaan oksigen, menurunkan lama rawat, dan menurunkan CRP. Saat ini, kolkisin sedang diteliti lebih lanjut dalam RECOVERY Trial, melibatkan 18.000 pasien di Inggris.

j. Spironolakton

Reseptor ACE-2, regulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), dan TMPRSS2 (transmembrane portease, serine 2) adalah faktor yang berpengaruh terhadap infektivitas dan kemampuan SARS-CoV-2 untuk masuk ke dalam sel. Ekspresi ACE-2 dan regulasi RAAS mengalami abnormalitas pada pasien hipertensi dan obesitas, sedangkan

Page 47: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

36 Pedoman Tatalaksana COVID-19

TMPRSS2 mengalami ekspresi berlebihan ketika terpapar oleh androgen.

Spironolakton merupakan salah satu jenis mineralokortikoid yang memiliki efek antagonis reseptor androgen, antihipertensi, kardioprotektif, dan nefroprotektif. Spironolakton dihipotesiskan mampu memitigasi abnormalitas ekspresi ACE-2, memperbaiki keseimbangan ACE-2 yang tersirkulasi dan terikat pada membrane, mengambat aktivitas TMPRSS2 yang termediasi androgen, dan memperbaiki disfungsi RAAS yang berpotensi mengurangi pematangan virus. Oleh karena itu, spironolakton berpotensi memberikan efek protektif terhadap SARS-CoV-2, terutama pada stadium awal.

Sampai saat ini, terdapat beberapa uji klinis pemberian spironolakton pada COVID-19 yang sedang atau akan berjalan, diantaranya CONVIDANCE trial (NCT04643691), dan BISCUIT trial (NCT04424134).

k. Bronkoskopi

Bronkoskopi merupakan salah satu tindakan di bidang respirasi yang dibatasi penggunaannya, mengingat COVID-19 merupakan penyakit yang sangat infeksius sehingga bronkoskopi belum menjadi rekomendasi baku untuk penegakan diagnosis pneumonia viral. Tindakan bronkoskopi merupakan tindakan yang dapat membuat aerosol ataupun droplet yang dapat menjadi media penularan COVID-19 yang sangat menular sehingga sebisa mungkin sebaiknya ditunda dengan mempertimbangkan berbagai hal terutama keselamatan tenaga kesehatan serta indikasi tindakan bronkoskopi diagnostik maupun terapeutik.

Indikasi tindakan bronkoskopi pada pasien COVID-19 atau suspek COVID-19 adalah terjadi kondisi kegawat daruratan pada pasien COVID-19 atau suspek COVID-19 yang memerlukan tindakan bronkoskopi terapeutik, misal: mucuous plug pada pasien COVID-19 atau pasien suspek COVID-19 yang terintubasi, intubasi sulit yang memerlukan panduan bronkoskopi maupun indikasi urgent lainnya sesuai pertimbangan dokter penanggung jawab pasien (DPJP) atau

Page 48: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 37

Tim Terapi. Apabila hal ini dilakukan, tindakan bronkoskopi dilakukan di ruang isolasi bertekanan negatif dan seluruh tenaga medis harus menggunakan APD lengkap.

l. Therapeutic Plasma Exchange (TPE)

Pengobatan Covid 19 yang pada dasarnya sampai saat ini adalah supportif terapi membuat bebrapa modalitas terapi yang diperkirakan dapat mengatasi hipersitokinemia/ cytokine storm menjadi suatu suatu pemikiran, salah satunya therapeutic plasma

exchange (TPE)/Plasmapheresis.

TPE adalah pemisahan plasma dari komponen darah lain yang mana TPE dapat mengeluarkan antibody, kompleks imun, lipoptotein, macromolecules, juga toksin dan molekul inflamasi yang ada dalam plasma. Pada infeksi virus tdk diperlukan TPE dikarenakan sifatnya yang self limiting. Akan tetapi pada beberapa kasus autoimun hal ini masih digunakan untuk mengatasi badai sitokin yang sering terjadi, walaupun level of evidence terkait hal ini lemah. Pada kasus virus hepatitis C Double-Filtration

Plasmapheresis (DFPP) dimasukkan dalam terapi tambahan untuk mengurangi viral load sehingga diharapkan keberhasilan terapi lebih tinggi. Juga pada pasien dengan artritis remautoid dalam mengurangi inflamasi pada saat kondisi aktif. DFPP dapat menyaring partikel yang lebih besardari 55-60 nm dan SARS COV2 berukuran 60-140 nm.

Secara pathogenesis Tindakan TPE pada pasien Covid 19 sebagai terapi tambahan dapat dipertimbangkan untuk dapat mengurangi sitokin juga mediator inflamasi lainnya, hanya saja sampai saat ini hanya ada beberapa laporan kasus dan belum ada penelitian lebih luas terkait hal ini. Atas dasar hal tersebut TPE harus dipertimbangkan dengan seksama sebelum menerapkannya pada pasien Covid 19.

Page 49: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

38 Pedoman Tatalaksana COVID-19

8. KRITERIA SELESAI ISOLASI, SEMBUH, DAN PEMULANGAN

Kriteria Selesai Isolasi:

Kriteria pasien konfirmasi yang dinyatakan selesai isolasi, sebagai berikut: a. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik)

Pasien konfirmasi asimtomatik tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR. Dinyatakan selesai isolasi apabila sudah menjalani isolasi mandiri selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

b. Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang Pasien konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR. Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.

c. Pada kasus konfimasi gejala sedang dengan komorbid dan/atau yang kemungkinan berpotensi terjadi perburukan dapat dilakukan evaluasi ulang dengan RT- PCR.

d. Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah sakit 1. Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang

dirawat di rumah sakit dinyatakan selesai isolasi apabila telah mendapatkan hasil pemeriksaan follow

up RT-PCR 1 kali negatif ditambah minimal 3 hari tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.

2. Dalam hal pemeriksaan follow up RT-PCR tidak dapat dilakukan, maka pasien kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah sakit yang sudah menjalani isolasi selama 10 hari sejak onset dengan ditambah minimal 3 hari tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan, dinyatakan selesai isolasi, dan dapat dialihrawat non isolasi atau dipulangkan.

Page 50: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 39

Sebagai contoh:

Jika seorang pasien memiliki gejala selama 2 hari, maka pasien dapat keluar dari ruang isolasi setelah 10 hari + 3 hari = 13 hari dari tanggal pertama kali muncul gejala atau onset gejala

Jika seorang pasien dengan gejala selama 14 hari, maka pasien dapat keluar dari ruang isolasi setelah 14 hari + 3 hari = 17 hari setelah tanggal pertama kali onset gejala

Jika seorang pasien dengan gejala selama 30 hari, maka pasien dapat keluar ruang isolasi setelah 30 hari + 3 hari = 33 hari setelah tanggal pertama kali onset gejala

Kriteria Sembuh:

Pasien konfirmasi tanpa gejala, gejala ringan, gejala sedang, dan gejala berat/kritis dinyatakan sembuh apabila telah memenuhi kriteria selesai isolasi dan dikeluarkan surat pernyataan selesai pemantauan, berdasarkan penilaian dokter di fasyankes tempat dilakukan pemantauan atau oleh DPJP.

Pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis dimungkinkan memiliki hasil pemeriksaan follow up RT-PCR persisten positif, karena pemeriksaan RT-PCR masih dapat mendeteksi bagian tubuh virus COVID-19 walaupun virus sudah tidak aktif lagi (tidak menularkan lagi). Terhadap pasien tersebut, maka penentuan sembuh berdasarkan hasil assessmen yang dilakukan oleh DPJP.

Kriteria pemulangan: Pasien dapat dipulangkan dari perawatan di rumah sakit, bila memenuhi kriteria selesai isolasi dan memenuhi kriteria klinis sebagai berikut: 1. Hasil kajian klinis menyeluruh termasuk diantaranya

gambaran radiologis menunjukkan perbaikan, pemeriksaan darah menunjukan perbaikan, yang

Page 51: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

40 Pedoman Tatalaksana COVID-19

dilakukan oleh DPJP menyatakan pasien diperbolehkan untuk pulang.

2. Tidak ada tindakan/perawatan yang dibutuhkan oleh pasien, baik terkait sakit COVID-19 ataupun masalah kesehatan lain yang dialami pasien.

DPJP perlu mempertimbangkan waktu kunjungan kembali pasien dalam rangka masa pemulihan. Khusus pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang sudah dipulangkan tetap melakukan isolasi mandiri minimal 7 hari dalam rangka pemulihan dan kewaspadaan terhadap munculnya gejala COVID-19, dan secara konsisten menerapkan protokol kesehatan.

Catatan : Bagi daerah yang memiliki fasilitas pemeriksaan PCR yang memadai, WHO masih memberikan persetujuan kriteria sembuh berdasarkan hasil PCR Coronavirus SARS-CoV-2 dari swab hidung/tenggorok/aspirat saluran napas 2 kali berturut-turut negatif dalam selang waktu > 24 jam. Namun, ketentuan ini dapat dipakai bilamana memungkinkan terutama dengan mempertimbangkan faktor pembiayaan

9. PERSISTEN POSITIF COVID-19

Persisten positif pada COVID-19 ditemukan pada pasien yang sudah mengalami perbaikan kondisi pasca terdiagnosis COVID-19 namun hasil pemeriksaan RT-PCR tidak konversi menjadi negatif, atau dalam kata lain alat RT-PCR masih dapat mendeteksi virus dari spesimen pasien. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa hasil persisten positif disebabkan oleh alat yang masih mendeteksi komponen-komponen virus yang sudah inaktif. Beberapa penelitian menemukan bahwa pasien yang sudah tidak menunjukkan gejala bahkan masih memperlihatkan hasil positif pada RT-PCR dalam beberapa minggu setelah gejala hilang. Penelitian oleh Li dkk di Korea menemukan bahwa pada pasien yang sudah bebas gejala, RT PCR masih menunjukkan hasil positif hingga 12 minggu setelah gejala hilang akibat masih adanya

Page 52: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 41

sisa-sisa virus itu sendiri. Cento dkk. mendapatkan bahwa hasil persisten positif masih bisa didapatkan seseorang hingga hari ke 60 setelah selesai perawatan. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa walaupun terjadi persisten positif, didapatkan bahwa viral

load yang terdeteksi semakin lama semakin berkurang. Berdasarkan hal tersebut, maka penentuan selesai rawat seorang pasien sangat bergantung dari penilaian klinis oleh dokter yang dibantu dengan RT-PCR yang dilakukan sebagai penunjang. Pasien dengan positif persisten dengan viral load yang rendah tetap diwarankan untuk isolasi mandiri dan menjalankan protokol kesehatan hingga hasil RT-PCR konversi.

10. KASUS REINFEKSI

Beberapa penelitian melaporkan adanya kasus reinfeksi COVID-19. Selang waktu terjadinya reinfeksi sangat bervariasi, mulai dari beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah dinyatakan sembuh. Mekanisme reinfeksi masih belum diketahui lebih lanjut. Terdapat laporan yang menyatakan bahwa kasus reinfeksi terjadi karena ada dua virus dengan tipe yang berbeda yang menginfeksi seseorang, dimana hal ini sudah dibuktikan dengan analisis genom. Walaupun begitu tidak menutup kemungkinan terjadinya kasus reinfeksi dengan tipe virus yang sama. Terdapat setidaknya tiga hipotesis lebih lanjut mengenai kasus reinfeksi, antara lain viral load yang lebih tinggi pada infeksi kedua, kemungkinan etiologi virus yang lebih virulen pada infeksi kedua, serta peningkatan respon imun tertentu akibat adanya sel imun yang melemah akibat virus yang menginfeksi dengan media berupa antibodi. Mekanisme ini serupa dengan kasus betacoronavirus yang akhirnya dapat menyebabkan sindrom pernafasan akut yang parah.

11. FENOMENA LONG COVID-19

Pada keadaan normal, seorang pasien COVID-19 akan mengalami perbaikan kondisi setelah 2-6 minggu setelah terinfeksi. Pada Fenomena long COVID-19 didapatkan adanya gejala COVID-19 yang dapat bertahan pada seseorang atau muncul kembali berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah pasien

Page 53: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

42 Pedoman Tatalaksana COVID-19

pulih. Beberapa gejala yang termasuk ke dalam fenomena ini antara lain batuk, sesak nafas, anosmia, ageusia, sakit kepala, nyeri pada tubuh, diare, mual, kelelahan, nyeri abdomen dan nyeri badan, hingga gejala neurologis. Keadaan Long COVID-19 ini dapat menyerang berbagai kelompok usia. Salah satu studi menyatakan bahwa pada kelompok usia 18-34 tahun didapatkan 20% pasien dengan gejala yang berkepanjangan. Beberapa ahli juga menyatakan bahwa gejala berkepanjangan ini sebagai Lingering Symptoms dengan gejala berupa brain fog atau kesulitan berpikir, tarikan nafas yang memendek, aritmia, hingga terjadinya hipertensi. Hal ini dihipotesiskan terjadi akibat infeksi langsung virus terhadap masing-masing organ. Carfi dkk. menyatakan bahwa 87.4% pasien COVID-19 yang sudah perbaikan akan tetap mengalami gejala persisten hingga 60 hari. Hal ini kemudian perlu menjadi pantauan bagi tenaga kesehatan karena dengan gejala yang berkepanjangan, bukan tidak mungkin kualitas hidup pasien akan menurun dan tidak menutup kemungkinan terjadinya perburukan kembali pada pasien.

12. RANGKUMAN TERAPI DAN ALGORITMA

Rangkuman terapi COVID-19 dapat dilihat pada tabel 4 berikut, algoritma penanganan pada gambar 3 serta alur penatalaksanaan pasien COVID-19 pada gambar 4.

Tabel 4. Pilihan terapi dan rencana pemeriksaan untuk pasien terkonfirmasi Klasifikasi (WHO)

Pemeriksaan Antiviral Anti‐inflamasi Vitamin&Suplemen

PengobatanLain Ringan DPL, Swab PCR

OseltamivirATAU Favipiravir Vitamin C Vitamin D Vitamin E

Terapi O2: arus rendah Sedang DPL, PCR, AGD, GDS, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, D-Dimer, Ferritin,

Favipiravir ATAU Remdesivir

Kortikosteroid, antiinterleukin-6 (jika sangat dipertimbangkan)

Vitamin C Vitamin D Vitamin E

Plasma konvalesens, sel punca Terapi O2: Noninvasif: arus sedang-

Page 54: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 43

Troponin, IL-6, k/p NT proBNP, XRay Thorax (k/p CT scan)

tinggi (HFNC)

Berat DPL, PCR, seri AGD, GDS, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, D-Dimer, Ferritin, Troponin, IL-6, k/p NT proBNP, k/p CK-CKMB, CT scan

Favipiravir ATAU Remdesivir

Kortikosteroid, antiinterleukin-6 Vitamin C Vitamin D Vitamin E

Plasma konvalesens, sel punca IVIG HFNC/ Ventilator Kritis Favipiravir ATAU Remdesivir

Kortikosteroid, antiinterleukin-6 Vitamin C Vitamin D Vitamin E

Sel punca IVIG Ventilator/ ECMO

Keterangan :

Ringkasan kombinasi pilihan obat dapat dilihat pada tabel 2 Untuk anak dosis harap disesuaikan Vitamin C diberikan dengan dosis tertinggi sesuai dengan

ketersediaan di rumah sakit Oseltamivir diberikan terutama bila diduga ada infeksi karena

influenza Favipiravir (Avigan) tidak boleh diberikan pada wanita hamil

atau yang merencanakan kehamilan. Dan harus diperhatikan penggunaannya pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat.

Klorokuin fosfat, hidroksiklorokuin, dan kombinasi lopinavir + ritonavir (Aluvia) sudah tidak digunakan lagi di Indonesia karena emergency use authoriazation (EUA) dari BPOM telah dicabut. Obat-obatan ini hanya digunakan dalam keadaan tidak ada obat antiviral lain yang tersedia.

Algoritma penanganan pasien COVID-19 dapat dilihat pada gambar 3

Page 55: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

44 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Gambar 3. Algoritma penanganan pasien COVID-19

Page 56: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 45

Gambar 4. Rangkuman alur penatalaksanaan pasien COVID-19 berdasarkan beratnya kasus

Page 57: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

46 Pedoman Tatalaksana COVID-19

BAB IV TATALAKSANA PASIEN

BELUM TERKONFIRMASI COVID-19 Dalam kelompok ini termasuk pasien kontak erat, pasien suspek dan

probable COVID-19. 1. TANPA GEJALA

Kasus kontak erat yang belum terkonfirmasi dan tidak memiliki gejala harus melakukan karantina mandiri di rumah selama maksimal 14 hari sejak kontak terakhir dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19

Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk dibawa ke rumah)

Vitamin C dengan pilihan ; - Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk

14 hari) - Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari) - Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24

jam (selama 30 hari), - Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B,

E, Zink Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)

Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.

Khusus petugas Kesehatan yang kontak erat, segera dilakukan pemeriksaan RT-PCR sejak kasus dinyatakan sebagai kasus probable atau konfirmasi sesuai dengan Pedoman Pencegahan

Page 58: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 47

dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Revisi ke-5, Kementerian Kesehatan RI Hal 86.

2. DERAJAT RINGAN

a. Isolasi dan Pemantauan Melakukan isolasi mandiri selama maksimal 14 hari

dirumah Pemeriksaan laboratorium PCR swab nasofaring

dilakukan oleh petugas laboratorium setempat atau FKTP pada hari 1 dan 2 dengan selang waktu > 24 jam serta bila ada perburukan sesuai dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Revisi ke-5, Kementerian Kesehatan RI Hal 86.

Pemantauan terhadap suspek dilakukan berkala selama menunggu hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh FKTP

b. Non Farmakologis Pemeriksaan Hematologi lengkap di FKTP, contohnya

Puskesmas Pemeriksaan yang disarankan terdiri dari hematologi

rutin, hitung jenis leukosit, dan laju endap darah. Foto toraks Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk

dibawa ke rumah) - Pribadi :

o Pakai masker jika keluar o Jaga jarak dengan keluarga o Kamar tidur sendiri o Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh petugas

medis kepada pasien) o Alat makan minum segera dicuci dengan

air/sabun o Berjemur sekitar 10-15 menit pada sebelum jam

9 pagi dan setelah jam 3 sore

Page 59: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

48 Pedoman Tatalaksana COVID-19

o Pakaian yg telah dipakai sebaiknya masukkan dalam kantong plastic/wadah tertutup sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci

o Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi dan jam 19 malam o Sedapatnya memberikan informasi ke

petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC

- Lingkungan/kamar: o Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara o Sebaiknya saat pagi membuka jendela kamar o Saat membersihkan kamar pakai APD

(masker dan goggles) o Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air

sabun atau bahan desinfektasn lainnya - Keluarga ;

o Kontak erat sebaiknya memeriksakan diri o Anggota keluarga senantiasa pakai masker o Jaga jarak minimal 1 meter o Senantiasa ingat cuci tangan o Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin

tangan bersih o Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar

sirkulasi udara tertukar o Bersihkan sesering mungkin daerah yg

mungkin tersentuh pasien misalnya gagang pintu dll

c. Farmakologis

Vitamin C dengan pilihan ; - Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral

(untuk 14 hari) - Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30

hari) - Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet

/24 jam (selama 30 hari), - Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin

C,B, E, Zink

Page 60: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 49

Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam

bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)

Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.

Azitromisin 500 mg/24 jam/oral (untuk 3 hari) kalau tidak ada bisa pakai Levofloksasin 750 mg/24 jam (5 hari) bila dicurigai ada infeksi bakteri, sambil menunggu hasil swab.

Simtomatis (Parasetamol dan lain-lain). 3. DERAJAT SEDANG, BERAT , KRITIS

a. Isolasi dan Pemantauan Rawat di Rumah Sakit /Rumah Sakit Rujukan sampai

memenuhi kriteria untuk dipulangkan dari Rumah Sakit Dilakukan isolasi di Rumah Sakit sejak seseorang

dinyatakan sebagai kasus suspek. Isolasi dapat dihentikan apabila telah memenuhi kriteria sembuh.

Pemeriksaan laboratorium PCR swab nasofaring hari 1 dan 2 dengan selang waktu > 24 jam sesuai dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Hal 86.

Pikirkan kemungkinan diagnosis lain

b. Non Farmakologis Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit,

status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut

dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan

Page 61: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

50 Pedoman Tatalaksana COVID-19

dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.

Pemeriksaan foto toraks serial

c. Farmakologi Bila ditemukan pneumonia, tatalaksana sebagai

pneumonia yang dirawat di Rumah Sakit. Kasus pasien suspek dan probable yang dicurigai

sebagai COVID-19 dan memenuhi kriteria beratnya penyakit dalam kategori sedang atau berat atau kritis (lihat bab definisi kasus) ditatalaksana seperti pasien terkonfirmasi COVID-19 sampai terbukti bukan.

Page 62: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 51

BAB V

STRATEGI MANAJEMEN DI ICU

A. Strategi Ventilasi Mekanik Saat ini manifestasi paru dari COVID-19 dijelaskan sebagai sebuah spektrum dengan 2 titik. Titik awal adalah infeksi COVID-19 tipe L yang merespons pemberian terapi oksigen konvensional dan infeksi COVID-19 tipe H yang memerlukan terapi oksigen dengan tekanan yang lebih tinggi. 1. Terapi awal O2

a. Segera berikan oksigen dengan nasal kanul atau face mask

b. Jika tidak respon, gunakan HNFC c. NIV boleh dipertimbangkan jika tidak terdapat HFNC

dan tidak ada tanda-tanda kebutuhan intubasi segera, tetapi harus disertai dengan NIV disertai dengan monitoring ketat. Tidak ada rekomendasi mengenai jenis perangkat NIV yang lebih baik.

d. Target SpO2 tidak lebih dari 96% e. Segera intubasi dan beri ventilasi mekanik jika terjadi

perburukan selama penggunaan HFNC ataupun NIV atau tidak membaik dalam waktu 1 jam.

2. Pengaturan Ventilasi Mekanik - Ventilatory setting a. Mode ventilasi dapat menggunakan volume

maupun pressure based b. Volume tidal (TV) awal 8 ml/kgbb - Titrasi TV dengan penurunan sebesar 1 ml/kgbb

setiap 2 jam sampai mencapai TV 6 ml/kgbb - Rentang TV yang disarankan adalah 4-8 ml/kgbb - Gunakan predicted body weight untuk menghitung TV. Adapun rumus perhitungan predicted body weight adalah sebagai berikut: Laki-laki = 50 + (0,91 [tinggi badan (cm) –

152.4])

Page 63: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

52 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Perempuan = 45.5 + (0,91 [tinggi badan (cm) – 152.4])

c. Laju nafas diatur dengan memperhitungan ventilasi semenit yang adekuat.

d. Tekanan plateau (Pplat) < 30 cmH2O. - Periksa Pplat setiap 4 jam atau setelah perubahan PEEP dan TV - Titrasi Pplat o Jika Pplat> 30 cm H2O: turunkan TB

sebesar 1ml/kg secara bertahap (minimal = 4 ml/kg).

o Jika Pplat< 25 cm H2O dan VT< 6 ml/kg, naikkan TV sebesar 1 ml/kg secara bertahap sampai Pplat>25cmH2O atau VT =6ml/kg.

o Jika Pplat< 30 dan terjadi asinkroni: boleh naikkan TB sebesar 1ml/kg secara bertahap sampai 7 or 8 ml/kg selama Pplat tetap < 30 cm H2O.

e. Gunakan tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) tinggi pada tipe H, sedangkan pada tipe L, batasi dengan PEEP maksimal 8-10 cmH2O. - Hati-hati barotrauma pada penggunaan PEEP >

10 cmH2O - Sesuaikan FiO2 dengan PEEP yang diberikan dengan menggunakan tabel ARDSnet (tabel 5) untuk COVID-19 tipe H. - Target oksigenasi PaO2 55-80 mmHg atau SpO2 88-95%

- Jika terjadi hipoksemia refrakter a. Lakukan rekrutmen paru - Posisikan tengkurap (posisi prone) selama 12-16

jam per hari. - Hindari strategi staircase b. Pertimbangkan pemberian inhalasi vasodilator paru

sebagai terapi bantuan (rescue), tetapi jika tidak terjadi perbaikan gejala, terapi ini perlu segera

Page 64: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 53

dihentikan. Penggunaan N2O inhalasi tidak direkomendasikan.

c. Setelah semua upaya ventilasi mekanik konvensional dilakukan, segera pertimbangkan pasien untuk mendapatkan terapi extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) atau dirujuk ke pusat pelayanan yang dapat memiliki fasilitas ECMO.

Tabel 5. Pasangan PEEP dan FiO2

3. Perawatan Pasca Intubasi a. Intubasi oral lebih dipilih dibandingkan intubasi nasal

pada remaja dan orang dewasa b. Gunakan sistem suctioning tertutup; lakukan drainase

secara berkala dan buang kondensat dalam tabung c. Gunakan sirkuit ventilator baru untuk setiap pasien; jika

pasien telah terventilasi, ganti sirkuit jika kotor atau rusak tetapi tidak secara rutin

d. Ubah heat moisture exchanger jika tidak berfungsi, kotor, atau setiap 5-7 hari

e. Gunakan protokol penyapihan yang mencakup penilaian harian untuk persiapan bernafas spontan

f. Sedasi pada pasien ARDS harus diminimalkan untuk memfasilitasi pemulihan yang lebih cepat. Oleh karena itu berkembang konsep analgosedation, dengan maksud meningkatkan kenyamanan pasien dalam menghadapi prosedur-prosedur ICU yang menimbulkan rasa sakit

Page 65: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

54 Pedoman Tatalaksana COVID-19

sehingga kebutuhan obat sedasi murni pun berkurang. Penggunaan agen sedasi dapat digunakan jika pasien perlu disedasi lebih dalam, seperti pada kasus asinkroni ventilasi mekanik. Asinkroni pada kasus ARDS umumnya terjadi akibat strategi volume tidal rendah dan PEEP yang tinggi.

g. Penggunaan agen pelumpuh otot dapat digunakan jika pasien terjadi asinkroni yang persisten setelah pemberian analgetik dan sedasi. Untuk meminimalkan efek samping obat akibat dosis yang tinggi, dapat dilakukan strategi balaced sedation menggunakan pelumpuh otot. Pelumpuh otot ini diberikan secara intermitten. Tetapi pada kasus yang refrakter, dapat digunakan secara kontinyu, selama durasi dibatasi < 48 jam. Hal ini terkait peningkatan mortalitas yang didapatkan pada pasien yang diberikan pelumpuh otot selama lebih dari 48 jam saat dirawat di ICU.

h. Jaga pasien dalam posisi semi-terlentang (elevasi kepala tempat tidur 30-45º) Hal ini penting untuk memaksimalkan fungsi paru, mengurangi kejadian pneumonia terkait ventilator (VAP) dan melancarkan drainase darah dari otak.

4. Penyapihan Ventilasi Mekanik

a. Syarat penyapihan PEEP 8 dan FiO2 0,4 atau PEEP 5 dan FiO2 0,5 Usaha nafas adekuat Hemodinamik stabil tanpa topangan atau topangan

minimal Patologi paru sudah membaik

b. Tehnik penyapihan Gunakan T-piece atau CPAP 5 cmH2O dan PS 5

cmH2O Awasi toleransi selama 30 menit, maksimal 2 jam o SpO2> 90% dan/atau PaO2 > 60 mmHg o TV > 4 ml/kgbb o RR < 35 x/menit

Page 66: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 55

o pH > 7.3 o Tidak ada tanda kesulitan bernafas seperti laju

nadi > 120x/menit, gerakan nafas paradoks, penggunaan otot-otot pernafasan sekunder, keringat berlebih atau sesak.

Jika terdapat tanda intoleransi, lanjutkan ventilasi mekanik sesuai pengaturan sebelum penyapihan

B. Strategi Tata Laksana Syok

a. Septik syok diidentifikasi pada pasien dengan dugaan atau terbukti mengalami infeksi yang membutuhkan penggunaan vasopressor untuk mempertahankan MAP >65 mmHg, kadar laktat >2 mmol/L tanpa disertai tanda hypovolemia. Pada kondisi tidak dapat dilakukan pemeriksaan kadar laktat, gunakan MAP dan tanda klinis gangguan perfusi untuk mendifinisikan syok

b. Identifikasi dan kelola dengan inisiasi terapi antimikrobial dan inisiasi resusitasi cairan dan pemberian vasopressor untuk mengatasi hipotensi dalam 1 jam pertama.

c. Resusitasi cairan dengan bolus cepat kristaloid 250 – 500 mL (15 – 30 menit) sambil menilai respon klinis. Respon klinis dan perbaikan target perfusi (MAP >65

mmHg, produksi urine >0,5 ml/kg/jam, perbaikan capillary refill time, laju nadi, kesadaran dan kadar laktat).

Penilaian tanda overload cairan setiap melakukan bolus cairan (distensi vena juguler, crackles pada auskultasi paru, edema paru pada pencitraan radiologis atau hepatomegaly)

Hindari penggunaan kristaloid hipotonik, gelatin dan starches untuk resusitasi inisiasi

Pertimbangkan untuk menggunakan indeks dinamis terkait volume responsiveness dalam memandu resusitasi cairan (passive leg rising, fluid challenges dengan pengukuran stroke volume secara serial atau variasi tekanan sistolik, pulse pressure, ukuran vena cava inferior, atau stroke volume dalam hubungannya dengan

Page 67: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

56 Pedoman Tatalaksana COVID-19

perubahan tekanan intratroakal pada penggunaan ventilasi mekanik)

d. Penggunaan vasopressor bersamaan atau setelah resusitasi cairan, untuk mencapai target MAP >65 mmHg dan perbaikan perfusi Norepinephrine sebagai first-line vasopressor Pada hipotensi refrakter tambahkan vasopressin (0,01-

0,03 iu/menit) atau epinephrine. Penambahan vasopressin (0,01-0,03 iu/menit) dapat

mengurangi dosis norepinehrine Dopamine dapat dipertimbangkan pada pasien dengan

potensi takiaritmia yang rendah atau pasien dengan bradikardia

Pada pasien COVID-19 dengan disfungsi jantung dan hipotensi persisten, tambahkan dobutamine.

Jika memungkinkan gunakan monitor parameter dinamis hemodinamik. Baik invasif, seperti PiCCO2, EV1000, Mostcare, maupun non-invasif, seperti ekokardiografi, iCON, dan NICO2.

Page 68: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 57

BAB VI TATALAKSANA KOMORBID

ATAU KOMPLIKASI PADA PASIEN COVID-19 1. Diabetes Mellitus

Strategi pengelolaan kadar glukosa berdasarkan tipe diabetes melitus pada pasien Covid-19. Diabetes Melitus Tipe 1

- Pompa insulin atau insulin basal-bolus adalah regimen yang optimal.

- Insulin analog adalah pilihan pertama yang direkomendasikan.

- Pengobatan dengan insulin harus secara individualisasi.

Diabetes Melitus Tipe 2 - Pasien Covid-19 gejala ringan dengan peningkatan glukosa

ringan-sedang, obat antidiabetes non insulin dapat digunakan (umumnya cukup dengan isolasi mandiri).

- Pasien dengan gejala sedang-berat atau diobati dengan glukokortikoid, pengobatan dengan insulin adalah pilihan pertama.

- Insulin intravena direkomendasikan untuk pasien dengan kondisi kritis.

Glucocorticoid-associated diabetes (Diabetes Melitus Tipe Lain) - Pemantauan kadar glukosa darah setelah makan sangat

penting karena pada glucocorticoid-associated diabetes peningkatan glukosa sering terjadi pada waktu setelah makan dan sebelum tidur.

- Insulin adalah pilihan pertama pengobatan.

Strategi pengelolaan kadar glukosa berdasarkan klasifikasi kondisi klinis

Page 69: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

58 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Gejala Ringan (umumnya di rawat jalan) - Obat antidiabetes oral dan insulin dapat dilanjutkan sesuai

dengan regimen awal. - Progresivitas Covid-19 dapat dipercepat dan diperburuk

dengan adanya hiperglikemia. Pasien dengan komorbid diabetes direkomendasikan untuk meningkatkan frekuensi pengukuran kadar glukosa (pemantauan glukosa darah mandiri), dan berkonsultasi dengan dokter untuk penyesuaian dosis bila target glukosa tidak tercapai.

- Prinsip-prinsip pengelolaan diabetes di rawat jalan pada pasien Covid-19 mengikuti kaidah sick day management pada penyandang diabetes.

Gejala Sedang (umumnya di rawat inap) - Pertahankan regimen awal jika kondisi klinis pasien, nafsu

makan, dan kadar glukosa dalam batas normal. - Ganti obat andiabetes oral dengan insulin untuk pasien

dengan gejala Covid-19 yang nyata yang tidak bisa makan secara teratur.

- Disarankan untuk mengganti regimen insulin premix menjadi insulin basal-bolus agar lebih fleksibel dalam mengatur kadar glukosa.

- Prinsip-prinsip pengelolaan diabetes dengan infeksi Covid-19 di rawat inap mengikuti kaidah tatalaksana hiperglikemia di rawat inap.

Berat dan Kritis (HCU/ICU) - Insulin intravena harus menjadi pengobatan lini pertama. - Pasien yang sedang dalam pengobatan continuous renal

replacement therapy (CRRT), proporsi glukosa dan insulin dalam larutan penggantian harus ditingkatkan atau dikurangi sesuai dengan hasil pemantauan kadar glukosa untuk menghindari hipoglikemia dan fluktuasi glukosa yang berat.

Page 70: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 59

Prinsip Pengelolaan Kadar Glukosa Pengobatan insulin adalah pilihan pertama jika diabetes disertai

dengan infeksi berat: - Untuk pasien yang tidak kritis, injeksi insulin subkutan

direkomendasikan dan dosis dasar sesuai ke dosis untuk rawat jalan

- Untuk pasien kritis, variable rate intravenous insulin

infusion (VRIII) lebih disarankan - Pengobatan insulin intravena harus dimulai dalam kombinasi

dengan infus cairan secara hati-hati jika terdapat gangguan metabolisme glukosa yang berat dengan gangguan asam basa dan gangguan cairan dan elektrolit.

Jika kondisi klinis stabil dan asupan makan baik, pasien dapat melanjutkan obat antidiabetes oral seperti sebelum dirawat.

Menggunakan insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn) dan insulin kerja panjang (long acting) selama pengobatan dengan glukokortikoid untuk mengontrol kadar glukosa.

Pematauan glukosa darah 4-7 titik selama pengobatan insulin.

Pertimbangan penggunaan obat diabetes dan obat yang sering digunakan pada penyandang diabetes disertai infeksi Covid-19 dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Obat-obatan yang terkait dengan diabetes

Metformin

Tidak direkomendasikan pada pasien dengan gejala berat/kritis, dengan gangguan GI atau hipoksia. Dapat dilanjutkan di rawat jalan jika tidak ada keluhan.

Sulfonilurea

Dapat dilanjutkan di rawat jalan jika gejala ringan. Risiko hipoglikemia jika asupan makan tidak baik atau jika dikombinasi dengan hidroksikloroquin.

Page 71: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

60 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Penghambat Alfa glukosidase

Dapat digunakan untuk mengontrol gula darah sesudah makan. Tidak direkomentasikan pada pasien gejala berat/kritis atau dengan gejala gastrointestinal.

Thiazolidindione (TZD)

Dapat digunakan selama proses pengobatan dengan glukokortikoid di rawat jalan. Risiko retensi cairan dan tidak dianjurkan pada gangguan hemodinamik.

DPP-4i Dapat dilanjutkan jika gejala ringan

SGLT-2i

Tidak direkomendasikan untuk pasien Covid-19 dengan gejala sedang-berat karena risiko dehidrasi dan ketosis

GLP-1 RA Lanjutkan di rawat jalan dengan tanpa gejala gastrointestinal

Insulin Umumnya digunakan pada rawat inap dengan gejala sedang-berat. Hati-hati hipoglikemia

ACEi/ARB Lanjutkan di rawat jalan. Umumnya juga dilanjutkan di rawat inap kecuali ada kontra indikasi

Aspirin Umumnya dilanjutkan pada rawat jalan untuk pencegahan sekunder penyakit kardiovaskular

Statin

Umumnya dilanjutkan pada rawat jalan, pada rawat inap keputusan individualisasi

2. Geriatri Kelompok geriatri sangat rentan untuk terkena penyakit Covid-19 sehingga sangat penting untuk melakukan pencegahan agar terhindar dari Covid-19. Pencegahan dapat dilakukan dengan social dan physical distancing, penggunaan masker dan upaya lainnya. Dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan pula kesejahteraan dan kesehatan mental dari pasien geriatri tersebut. Penatalaksanaan Covid-19 pada geriatri tidak jauh berbeda dengan dewasa, namun sangat diperlukan kehati-hatian mengenai efek samping dari obat-obatan yang diberikan. Kondisi pasien geriatri

Page 72: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 61

juga meningkatkan kemungkinan untuk terjadi badai sitokin saat terkena penyakit Covid-19 karena geriatri meminiki kondisi immunosenescence (penurunan imunitas pada usia lanjut). Penatalaksaan untuk badai sitokin ini ataupun untuk pemberian kortikosteroid membutuhkan kerjasama dan evaluasi tim.

3. Autoimun

Secara umum diketahui bahwa pasien dengan penyakit autoimun atau artritis inflamasi dengan aktifitas penyakit yang tinggi, lebih berisiko mengalami infeksi apapun (virus, maupun bakteri) karena adanya kondisi disregulasi imun. Terapi yang diterima oleh pasien seperti imunosupresan (termasuk agen biologik) serta kortikosteroid juga berkontribusi terhadap peningkatan risiko infeksi tersebut. Namun hingga saat ini memang belum ada bukti yang menunjukkan peningkatan risiko infeksi covid-19 pada populasi pasien dengan penyakit autoimun, termasuk yang dalam terapi imunosupresan dan kortikosteroid.

Anjuran yang diperlukan untuk pasien autoimun adalah untuk tidak menghentikan pengobatan karena dapat memicu flare up kondisi autoimunnya, dan tetap melakukan pencegahan seperti pada populasi umumnya. Terapi pada pasien dengan penyakit autoimun yang terinfeksi Covid-19 juga tidak ada perbedaan dengan populasi pada umumnya. Beberapa pilihan terapi pada pasien penyakit autoimun justru menjadi bagian dari terapi Covid-19, seperti klorokuin atau hidroksiklorokuin yang diketahui mempunyai efek inhibisi terhadap SARS CoV2, atau anti IL-6 yang dilaporkan memberikan manfaat pada kondisi cytokine storm Covid-19.

4. Penyakit Ginjal

Infeksi COVID-19 yang berat dapat mengakibatkan kerusakan ginjal dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK) terutama yang menjalani dialisis atau transplantasi ginjal merupakan kelompok dengan daya tahan tubuh yang rendah oleh karena itu rentan terkena COVID-19. Pasien transplantasi harus sangat hati hati dan disiplin dalam pencegahan infeksi, tetap tinggal di rumah, mengurangi kontak, menggunakan masker dan tetap melanjutkan obat rutinnya. Semua pasien diminta

Page 73: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

62 Pedoman Tatalaksana COVID-19

untuk tetap melanjutkan terapi sebelumnya termasuk ACE inhibitor atau ARB kecuali bila dihentikan oleh dokternya.

Pasien uremia sangat rentan terhadap infeksi dan memberi variasi klinis yang luas baik gejala maupun infeksinya, sehingga pasien hemodialisa (HD) harus tetap datang ke unit HD secara teratur untuk mendapatkan tindakan hemodialisanya, begitu pula dengan pasien yang menjalani peritoneal dialysis. Fasilitas dialisis harus menetapkan kebijakan dan protokol khusus untuk menurunkan penyebaran infeksi di unit ini. Skrining terhadap pasien,staf dan pengunjung unit dialisis yang memiliki kondisi yang berhubungan dengan infeksi COVID-19 sesuai panduan Kemkes.

Pasien dengan gejala infeksi pernapasan harus memberi tahu staf tentang gejala infeksi dan menelepon terlebih dahulu untuk dapat dipersiapkan sesuai prosedur. Pasien harus memakai masker wajah (masker bedah) saat memasuki area perawatan dan tetap memakai sampai mereka meninggalkan unit dialisis. Pasien disarankan untuk tidak menggunakan transportasi publik. Staf yang menangani juga harus menggunakan APD, melakukan pembersihan rutin dan prosedur desinfeksi.

Sebaiknya HD dilakukan di unit dialisis dengan fasilitias ruang isolasi airborne untuk pasien terkonfirmasi COVID-19, suspek, probable, dan kontak erat. Akan tetapi, bagi unit dialisis dengan fasilitas ruang isolasi penuh atau tidak punya ruang isolasi maka perawatan pasien dialisis dapat dilakukan dengan “fixed

dialysis care system” dimana pasien melakukan HD di tempat asalnya dengan rutin dan tidak boleh berpindah dengan jadwal dan ditangani oleh staf yang sama. Ruang Isolasi Hepatitis B dapat digunakan bila pasien dugaan/terkonfirmasi Covid-19 dengan HbsAg positif atau ruangan tersebut belum pernah digunakan untuk pasien Hepatitis B. Jika dalam keadaan ruangan isolasi tidak ada, maka tindakan HD dapat dilakukan diluar jadwal rutin HD agar meminimalisir paparan pada pasien lain, kecuali dalam kondisi gawat darurat. Pasien dengan Covid-19 juga harus diberikan jarak minimal 6 kaki (1,8 meter) dari mesin pasien terdekat disemua arah. Hal ini juga berlaku apabila dilakukan HD di ruang ICU, maka sebaiknya HD dilakukan diruang isolasi ICU. Tindakan HD harus menggunakan dialiser single use, apabila tidak

Page 74: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 63

bisa maka dapat dipakai ulang dengan catatan proses sterilisasi dialiser tersebut harus terpisah.

Pasien dengan dialisis peritoneal sebaiknya meminimalkan kunjungan ke unit CAPD, kunjungan hanya dilakukan bila didapatkan tanda-tanda peritonitis, infeksi exit site yang berat dan training penggantian cairan dan pemeliharaan CAPD untuk pasien baru. Tindakan lain seperti pemeriksaan PET dan adekuasi ditunda dahulu. Bila pasien CAPD terkena infeksi COVID-19 berat dan memerlukan perawatan, pada kondisi gagal organ multiple maka CAPD dapat dipindahkan sementara ke automated peritoneal

dialysis atau dialisis berupa continuous renal replacement therapy (CRRT) atau prolonged intermittent renal replacement therapy (PIRRT). Bila pasien masih dalam CAPD diusahakan dalam kondisi "kering" dengan meningkatkan ultrafiltrasi. Pembuangan cairan dialisat harus diperhatikan pula ada beberapa pendapat mulai dari tidak menambahkan sesuatu sampai dengan pemberian larutan klorin 500 mg/liter sebelum dibuang ke toilet dan menghindarkan percikan saat pembuangan cairan tersebut.

Terapi COVID-19 pada pasien dengan Chronic Kidney Disease. Pasien CKD yang sudah menjalani HD maka petugas kesehatan

harus APD yang lengkap (APD level 3). Hemodialisis dilakukan di ruang isolasi airborne yang terpisah

dari pasien-pasien CKD yang non COVID-19 lain. Pasien CKD yang menjalani CAPD disarankan untuk seminimal

mungkin mengunjungi unit CAPD. Kunjungan ke unit CAPD hanya bila didapatkan adanya peritonitis yang berat atau infeksi pada exist site yang berat. Perlu dilakukan pelatihan untuk penggantian cairan dan perawatan CAPD pada pasien yang baru.

Terapi imunomodulator berupa Azitromisin diberikan dengan normal 1x 500 mg, dan tidak perlu penyesuaian dosis dosis.

Untuk pencegahan thrombosis, LMWH dapat diberikan dengan dosis yang sama tanpa perlu penyesuaian dosis.

Untuk pneumonia berat atau ARDS, tocilizumab dapat diberikan dengan dosis normal tanpa perlu penyesuaian dosis.

Anakinra dengan dosis normal dapat diberikan bila CCT > 15 ml/menit. Dosis anakinra 2 x 100 mg selama 3 hari pertama, selanjutnya 1 x 100 mg untuk 3 hari berikutnya. Bila CCT < 15

Page 75: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

64 Pedoman Tatalaksana COVID-19

ml/menit maka anakinra diberikan dengan dosis yang sama setiap 48 jam.

Untuk remdesivir dan favipiravir tidak disarankan untuk diberikan pada pasien CKD

Penanganan pasien COVID-19 dengan kondisi gangguan ginjal kronik memerlukan penyesuaian dosis obat uji yang digunakan. Dari kajian terbatas tentang terapi COVID-19 untuk pasien dengan gangguan ginjal, diketahui bahwa penggunaan kombinasi lopinavir/ritonavir mungkin dipertimbangkan mengingat klirens obat tersebut melalui ginjal sangat kecil, walaupun dari segi efikasi tidak berbeda bermakna dengan perawatan standar.

5. Gastrointestinal

Sebagaimana kita bahwa sampai saat ini kita masih terus mempelajari perjalanan klinis dari penyakit ini. Tetapi para ahli berdasarkan laporan yang sudah terpublikasi maupun dari pengalaman kita yang dilaporkan melalui laporan kasus berkesimpulan bahwa infeksi COVID-19 ini sebagai Great

imitator. Ketika kita menyebut Great imitator kita bisa bilang gejala yang muncul memang bisa menjadi bervariasi. Kalau kita ketahui di awal manifestasi awal ini mengarah ke infeksi paru yaitu pneumonia dengan gejala utama demam, batuk dan sesak dan pada kenyataannya pasien-pasien COVID-19 yang diawal tidak terdiagnosis sebagai infeksi COVID-19. Gejala gastrointestinal ternyata bisa menjadi gejala pertama pasien dengan COVID-19. Pasien COVID-19 bisa datang dengan nyeri perut disertai diare sehingga lebih mengarah ke suatu infeksi usus. Ternyata kalau kita lihat lagi patofisiologi penyakit ini bahwa virus ini bisa mengenai berbagai organ yang mengandung reseptor angiotensin converting

enzyme 2 (ACE-2). Virus akan masuk ke organ melalui reseptor ini. Kita ketahui bahwa ACE2 merupakan regulator penting dalam peradangan usus.

Laporan-laporan dari China melaporkan bahwa ternyata sepertiga kasus yang ditemukan mempunyai keluhan diare. Pasien bisa datang dengan demam dan diare. Sedang gejala batuk dan sesak bisa datang kemudian. Pada pasien yang mempunyai gejala gastrointestinal diserta diare, pada feses juga dapat ditemukan adanya virus COVID-19. Walaupun demikian sampai saat ini

Page 76: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 65

penyebaran virus COVID-19 ini belum terjadi secara fecal oral, seperti pada penyakit demam tifoid atau pada infeksi rotavirus pada saluran cerna. Tetapi ada catatan menarik, pada pasien yang gejala awalnya diare, hilangnya virus dari tubuh akan lebih lama dibandingkan pada pasien yang tidak mempunyai gejala gastrointestinal. Penelitian yang dilakukan oleh Jin dkk yang melakukan investigasi pada 74 pasien yang terinfeksi COVID-19 terdapat gejala gastrointestinal seperti diare, mual dan muntah. Yang menarik dari penelitian ini ternyata 28% dari pasien dengan gejala gastrointestinal ini tidak mempunyai gejala gangguan pernafasan. Jika dibandingkan dengan kelompok pasien tanpa keluhan gastrointestinal yang berjumlah 577 pasien, ternyata pasien dengan gejala gastrointestinal ini komplikasinya lebih berat, lebih banyak pasien dengan demam lebih tinggi dari 38.5 derajat celcius, banyak keluarga yang tertular dan lebih banyak terjadi gangguan liver ditandai dengan peningkatan kadar SGOT/SGPT.1 Secara umum dari laporan yang ada memang gejala gastrointestinal pada pasien yang terkonfirmasi COVID-19 dengan angka kejadian yang bervariasi gejala diare bisa ditemukan pada umumnya pada 2-10% kasus, mual terjadi pada 2-15% kasus, muntah terjadi pada 1-5% kasus sedang nyeri perut terjadi 2-6 % kasus. Pada umumnya nafsu makan mereka berkurang bahkan sampai 80% kasus. Belum lagi pada pasien dengan COVID-19 mengalami gangguan penciuman dan gangguan kecap yang akan memperburuk nafsu makannya.

Pada penelitian lain dari China yang juga melakukan penelitian pada kasus dengan keluhan gastrointestinal mendapatkan dari 95 kasus yang diteliti, 58 pasien (61.6%) memiliki gejala gastrointestinal. Adapun gejala gastrointestinal yang muncul antara lain diare sebanyak 24.2%, mual 17.9%, muntah 4.2 % dan gangguan fungsi hati yang ditandai oleh peningkatan SGOT/SGPT sebanyak 32.6%. Pada 6 pasien yang mengalami masalah gastrointestinal ini dilakukan pemeriksaan endoskopi dan dilakukan biopsi ternyata virus COVID-19 ini ditemukan di beberapa lokasi gastrointestinal antara lain esofagus, gaster, duodenum dan rektum. Pada pasien-pasien ini juga dilakukan pemeriksaan virus pada feses dan mendapatkan bahwa 52.4% mendapatkan virus pada fesesnya. Sekali lagi hal ini

Page 77: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

66 Pedoman Tatalaksana COVID-19

memastikan bahwa virus COVID-19 ini bisa menempel pada saluran cerna dan bisa ditemukan pada feses. Pada penelitian yang dilakukan di Singapura ternyata pada 50% kasus yang diperiksa ditemukan virus pada feses pada 50 % kasus, tetapi ternyata pada pasien dengan feses positif COVID-19 gejala gastrointestinal yang muncul hanya pada setengah kasus. Untuk informasi tambahan selain ditemukan pada feses, virus COVID-19 juga bisa teridentifikasi pada swal anus maupu swab rektal. Hal penting yang harus dilakukan bahwa pada feses masih bisa ditemukan virus COVID-19, dan bisa saja transmisi virus terjadi dari aerosol yang keluar melalui feses tersebut. Oleh karena itu penting sekali bahwa memang selama isolasi mandiri tempat tidur dan toilet mereka sebaiknya dipisah.

6. Trombosis dan Gangguan Koagulasi

Infeksi novel Corona virus (COVID-19) merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome

Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dengan jumlah kasus yang terus meningkat di beberapa negara di dunia dan angka kematian yang tinggi. Data-data menunjukkan bahwa gangguan koagulasi, terutama peningkatan D-dimer dan fibrinogen-degradation

product (FDP) ditemukan dengan kadar yang sangat tinggi pada pasien pneumonia akibat COVID-19 yang meninggal. Emboli paru ditemukan pada 30% pasien COVID-19 dan pasien yang saat awal datang dengan pneumonia dan respiratory insufficiency mengalami progresivitas menjadi penyakit sistemik dan mengalami disfungsi organ multipel. Pemeriksaan histopatologik pada otopsi pasien COVID-19 mendapatkan adanya trombosis yang luas dan mikrotrombus pada kapiler alveolus. Sebanyak 71% pasien COVID-19 yang meninggal juga memenuhi kriteria Koagulasi Intravaskular Diseminata atau Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC) berdasarkan kriteria International Society on Thrombosis and Haemostasis (ISTH). Data-data tersebut menunjukkan bahwa gangguan koagulasi merupakan salah satu penyebab kematian pasien COVID-19 derajat berat, berkaitan dengan mortalitas dan prognosis yang buruk pada pasien COVID-19.

Page 78: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 67

Diagnosis gangguan koagulasi

Berdasarkan berbagai data yang ada, ISTH merekomendasikan pemeriksaan D-dimer, masa prothrombin (prothrombin time/PT) dan hitung trombosit pada semua pasien dengan infeksi COVID-19. Interpretasi kadar D-dimer harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien usia lanjut dan jika terdapat penyakit penyerta/komorbid (seperti gangguan hati, pasien dengan penyakit kardiovaskular) yang dapat meningkatkan kadar D-dimer meski tanpa disertai infeksi. Pada pasien COVID-19 berat dengan risiko perburukan koagulopati dan menjadi DIC, pemeriksaan laboratorium hemostasis dapat ditambahkan fibrinogen untuk menilai perburukan atau diagnosis awal terjadinya DIC. Kriteria DIC yang digunakan adalah kriteria ISTH yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria DIC berdasarkan The International Society of

Thrombosis Haemostasis (ISTH) 7

Kategori Skor Nilai Jumlah trombosit (/mm3) 2 <50.000 1 ≥ 50.000, <100.000 D-dimer/FDP 3 Meningkat tinggi 2 Meningkat sedang Pemanjangan PT 2 ≥ 6 detik 1 ≥3 detik, <6 detik Fibrinogen (g/mL) 1 <100 Total skor

≥ 5 < 5

Overt DIC Non-overt DIC

Pemeriksaan PT, D-dimer, trombosit dan fibrinogen dapat dilakukan secara serial/berkala sesuai dengan penilaian klinis pasien.

Page 79: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

68 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Tatalaksana

1. Tromboprofilaksis Pada setiap pasien yang dirawat dengan COVID-19, dilakukan penilaian apakah memerlukan tromboprofilaksis dan tidak terdapat kontra indikasi pemberian antikoagulan. Pemberian antikoagulan profilaksis pada pasien COVID 19 derajat ringan harus didasarkan pada penilaian dokter yang merawat dengan menimbang faktor-faktor risiko trombosis pada pasien tersebut. Pada setiap pasien COVID-19 sedang hingga berat yang dirawat di rumah sakit jika tidak terdapat kontraindikasi (absolut / realtif) pada pasien (perdarahan aktif, riwayat alergi heparin atau heparin-induced thrombocytopenia,

Riwayat perdarahan sebelumnya, gangguan hati berat) dan jumlah trombosit > 25.000/mm3, maka pemberian antikoagulan profilaksis dapat dipertimbangkan. Antikoagulan tersebut dapat berupa heparin berat molekul rendah (low molecular-weight heparin/LMWH) dosis standar 1 x 0,4 cc subkutan atau unfractionated heparin (UFH) dosis 2 x 000 unit sehari secara subkutan. Dosis profilaksis intermediate (enoxaparin 2 x 0,4 cc, low-intensity heparin infusion) dapat dipertimbangkan pada pasien kritis (critically-ill). Penilaian risiko perdarahan juga dapat menggunakan skor IMPROVE (Tabel 8). Sebelum memberikan antikoagulan harus dievaluasi kelainan sistem/organ dan komorbiditas untuk menilai risiko terjadinya perdarahan maupun jenisnya.

Profilaksis dengan fondaparinux dosis standar juga dapat dipertimbangkan pada pasien COVID-19 yang dirawat, tapi pada kondisi pasien COVID-19 yang kritis tidak menjadi pilihan utama karena pada kondisi pasien yang tidak stabil sering didapatkan gangguan ginjal.

Page 80: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 69

Tabel 8. Risiko Perdarahan IMPROVE Faktor Risiko Poin

Insufisiensi ginjal moderat (klirens keratin 30-50 mL/menit)

1

Pria 1

Usia 40-84 tahun 1.5

Kanker aktif 2

Penyakit reumatik 2

Pemakaian kateter vena sentral 2

Admisi di ICU/CCU 2.5

Insufisiensi renal berat (klirens keratin < 30 mL/menit) 2.5

Insufisiensi liver (INR>1,5) 2.5

Usia ≥ 85 tahun 3.5

Trombositopenia < 50.000/UI 4

Riwayat perdarahan dalam 3 bulan terakhir 4

Ulkus gastro-intestinal aktif 4

Skor total : 30,5; interpretasi : < 7 risiko terjadinya perdarahan rendah, ≥ 7

peningkatan risiko terjadinya perdarahan. LFG, laju filtrasi glomerulus; ICU,

intensive care Unit; CCU, Coronary Care Unit

Hal lain yang harus dipertimbangkan sebelum memberikan antikoagulan adalah adanya penyakit komorbid seperti gangguan ginjal, atau pasien memerlukan penilaian lebih lanjut, pasien tersebut harus dikonsulkan kepada dokter SpPD-KHOM, dokter jantung (SpJP/SpPD-KKV), dan/atau subspesialis lain yang terkait dengan penyulit pada pasien tersebut. Algoritma “Tatalaksana koagulasi pada COVID 19 berdasarkan marker

Page 81: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

70 Pedoman Tatalaksana COVID-19

laboratorium sederhana” yang diterjemahkan dari rekomendasi ISTH dapat dilihat pada Gambar 5. Antikoagulan profilaksis diberikan selama pasien dirawat. Efek samping perdarahan atau komplikasi lain harus dipantau selama pemberian antikoagulan. Selama pemberian antikoagulan, pemeriksaan laboratorium hemostasis rutin tidak diperlukan kecuali bila ada efek samping perdarahan atau terjadi perburukan ke arah DIC atau pertimbangan klinis khusus. Jika kondisi pasien membaik, dapat mobilisasi aktif dan penilaian ulang tidak didapatkan risiko trombosis yang tinggi, antikoagulan profilaksis dapat dihentikan, kecuali pada pasien-pasien tertentu dengan risiko trombosis antikoagulan profilaksis dapat dilanjutkan setelah berobat jalan. Apabila didapatkan perdarahan dengan koagulopati septik (perburukan kondisi) maka pedoman ISTH atau panduan terkait transfusi darah dapat diaplikasikan/digunakan.

Page 82: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 71

Gambar 5. Algoritma tatalaksana koagulasi pada COVID 19 berdasarkan marker laboratorium sederhana. *Daftar marker diletakkan sesuai menurun berdasarkan tingkat kepentingan. **Pemantauan kadar fibrinogen dapat membantu setelah pasien rawat inap. *** Meskipun cut-off spesifik tidak dapat didefinisikan, peningkatan nilai D-dimer tiga hingga empat kali lipat dapat dianggap signifikan.

Page 83: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

72 Pedoman Tatalaksana COVID-19

2. Antikoagulan Profilaksis Pada Pasien COVID-19 Kondisi Kritis

Peningkatan dosis profilaksis antikoagulan direkomendasikan pada pasien COVID-19 yang dirawat ICU atau post-ICU. Pemberian antikoagulan profilaksis pada pasien COVID-19 kondisi kritis mengikuti kriteria berikut ini: a. Kriteria inklusi

‒ Pasien terkonfirmasi COVID-19 atau pasien suspek atau probable yang membutuhkan perawatan ICU dan/atau setelah dipindahkan dari perawatan ICU

‒ Trombosit lebih 25.000 b. Kriteria eksklusi

‒ Jumlah tombosit kurang dari 25.000 atau memiliki manifestasi perdarahan

‒ Pasien bedah saraf (neurosurgery) atau memiliki perdarahan aktif

Peningkatan dosis lebih besar dari standar dapat dilakukan sesuai dengan pertimbangan medis. Pada pasien dengan kontraindikasi, penggunaan alat profilaksis mekanis (alat kompresi pneumatik intermiten) dapat dipertimbangkan.

Monitoring anti-Xa dan APTT secara rutin umumnya tidak diperlukan, namun dapat menjadi pertimbangan untuk menyesuaikan dosis bila ada risiko perdarahan. Target anti-Xa untuk profilaksis adalah 0,2-0,5 (puncak terapi dalam 4-6 jam setelah 3-4 injeksi). APTT sering kali memanjang pada pasien kritis sehingga tidak digunakan untuk menjadi penyesuaian dosis, kecuali bila dari awal terapi APTT tidak memanjang.

Page 84: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 73

Tabel 9. Penggunaan antikoagulan pada pasien kritis

Dosis penyesuaian

CrCl ≥ 30 mL/menit CrCl < 30mL/ menit

Standar Enoxaparin 40 mg dua kali sehari subkutan, atau UFH 7.500 units tiga kali sehari subkutan

UFH 7.500 units tiga kali sehari subkutan

Obes (≥120kg or BMI ≥ 35)

Enoxaparin 0,5 mg/kg dua kali sehari subkutan (dosis maksimal 100 mg dua kali sehari), atau UFH 10.000 units tiga kali sehari

UFH 10.000 units tiga kali sehari subkutan

Berat badan kurang dari 60 kg

Enoxaparin 30 mg dua kali sehari subkutan, atau UFH 7.500 units tiga kali sehari subkutan

UFH 7.500 units tiga kali sehari subkutan

3. Tromboemboli vena (emboli paru dan trombosis vena

dalam) Pada pasien COVID-19 yang mengalami emboli paru (EP) atau trombosis vena dalam (deep vein thrombosis/DVT), jika tidak terdapat kontraindikasi, harus diberikan antikoagulan dosis terapi berupa LMWH 1 mg/kgBB 2x sehari subkutan atau heparin dengan dosis loading 80 unit/kgBB iv dilanjutkan drip kontinyu 18 unit/kgBB/jam dengan monitor APTT untuk menyesuaikan dosis dengan target 1,5 – 2,5x kontrol. Dosis heparin memerlukan titrasi dosis sesuai dengan nilai APTT, dapat dilihat pada tabel 10. Tidak diperlukan monitoring laboratorium pada pemberian LMWH kecuali pada kondisi khusus seperti gangguan ginjal, obesitas, kehamilan, diperlukan monitoring dengan pemeriksaan anti-Xa. Fondaparinux dosis terapeutik dapat dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien COVID-19 dengan EP/DVT dengan menilai risiko perdarahan dan

Page 85: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

74 Pedoman Tatalaksana COVID-19

fungsi ginjal. Antikoagulan untuk EP/DVT diberikan selama 3 – 6 bulan.

Antikoagulan oral seperti DOAC (Direct Oral

Anticoagulant) atau Vitamin K antagonis tidak disarankan untuk diberikan pada pasien COVID-19 sebagai tromboprofilaksis atau pasien COVID-19 dengan EP/DVT yang dirawat dan potensial mengalami perburukan atau kondisi tidak stabil. Jika setelah berobat jalan antikoagulan oral dapat dipretimbangkan jika tidak ada interaksi dengan obat-obatan yang diberikan pada pasien COVID-19 seperti antivirus, antibiotik (golongan makrolid), steroid dan obat lainnya.

Perlu diingat bahwa dalam pemberian antikoagulan, penilaian risiko perdarahan dan thrombosis, monitor fungsi ginjal dan penilaian adanya komplikasi pada pasien harus dilakukan secara berkala. Mengingat risiko perdarahan dan durasi terapi antikoagulan pada pasien dengan emboli paru/DVT yang harus diberikan selama minimal 3-6 bulan atau lebih, pasien dengan emboli paru atau DVT harus dikonsulkan kepada dokter SpPD-KHOM, dan jika diperlukan dikonsulkan ke dokter spesialis paru (SpP) atau SpPD-KP), dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) atau SpPD-KKV atau dokter spesialis lain yang terkait agar dapat diberikan terapi yang optimal/adekuat dan monitoring sesuai ketentuan.

Tabel 10. Dosis Modifikasi Heparin Berdasarkan Nilai APTT

APTT (detik) Dosis Modifikasi <35 detik (1,2x normal) 80 unit/kg (bolus), naik drip 4

unit/kg/jam dari sebelumnya 35-45 (1,2-1,5× normal) 40 unit/kg (bolus), naik drip 2

unit/kg/jam dari sebelumnya 46-70 (1,5-2,3x normal) TIDAK ADA PENYESUAIAN

DOSIS71-90 (2,3-3x normal) Turun drip 4 unit/kg/jam>90 (>3x normal) Hentikan drip 1-2 jam. Mulai drip

3 unit/kg/jam

Page 86: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 75

Kondisi lain a. Jika terdapat komplikasi DIC, berbagai terapi suportif

harus diberikan seperti cairan yang adekuat untuk mempertahankan hemodinamik dan menjaga perfusi jaringan, antibiotika untuk mengatasi infeksi bakteri sekunder dan lain-lain. Disarankan untuk merawat bersama intensivis (KIC), dokter SpPD-KHOM dan SpPD-KPTI.

b. Bila terjadi komplikasi DVT, EP, stroke, Acute

Coronary Syndrome (ACS) atau DIC, pasien harus dirujuk atau dikonsulkan kepada dokter ahli/subspesialis terkait, seperti dokter SpPD atau dokter SpPD-KHOM atau dokter jantung dan pembuluh darah (SpJP/SpPD-KKV). Jika mengalami EP, pasien dapat dikonsulkan kepada dokter SpPD-KHOM, Dokter Spesialis Paru (SpP)/Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Pulmonologi (SpPD-KP), atau konsultan lain yang terkait seperti radiologi intervensi. Untuk pasien COVID 19 dengan komplikasi stroke dikonsulkan kepada dokter Spesialis Saraf (SpS).

c. Bila terjadi EP yang disertai gangguan respirasi dan sirkulasi maka seharusnya dirawat di perawatan intensif bersama dokter spesialis anestesi (SpAn) atau perawatan intensif/intensivist.

d. Jika pasien COVID-19 dengan gangguan koagulasi tersebut merupakan pasien dengan komorbid khusus seperti CAD dalam dual antiplatelet therapy, fibrilasi atrial yang sudah dalam terapi warfarin, gangguan ginjal, hamil, penderita autoimun, atau mengalami penyulit yang bersifat kompleks, disarankan untuk konsultasi dan penatalaksanaan dalam tim bersama dokter ahli/subspesialis terkait, sehingga pemberian antikoagulan dan terapi lain dapat diberikan dengan pertimbangan yang baik dan aman. Pasien COVID 19 dalam keadaan kritis perlu dikonsulkan pada dokter spesialis anestesi dan perawatan intensif.

Page 87: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

76 Pedoman Tatalaksana COVID-19

7. Cedera Miokardium pada Infeksi COVID-19

Virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2

(SARS-CoV-2) yang menjadi penyebab Coronavirus Disease

2019 (COVID-19) diketahui menyebabkan gangguan sistem pernapasan dengan tingkat infeksi yang beragam dari tanpa manifestasi (asimtomatik) hingga manifestasi berat yang membutuhkan rawat ruang intensif, ventilasi mekanik, hingga extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).1 Namun, diketahui bahwa virus SARS-CoV-2 juga menyerang saluran cerna dan mengakibatkan miokarditis atau cedera miokardium. Cedera miokardium sebagai manifestasi dari COVID-19 menjadi salah satu sorotan karena mengakibatkan peningkatan mortalitas, kebutuhan perawatan intensive care unit, dan beratnya penyakit intra perawatan rumah sakit.2 Keterlibatan cedera miokardium pada pasien dengan COVID-19 perlu menjadi perhatian karena akan menentukan prognosis pasien, kebutuhan akan ruang rawat intensif, serta biaya perawatan yang tentu akan meningkat.

Patogenesis Cedera Miokardium Akibat COVID-19 Hingga saat ini belum diketahui mekanisme pasti terjadi cedera miokardium akibat COVID-19, namun diketahui terdapat dua proses patogenesis: 1. Interaksi antara virus SARS-CoV-2 dengan angiotensin

convertase enzyme-2 berakibat pada terjadinya: kardiomiopati, disfungsi kardiak, dan gagal jantung.

2. Virus SARS-CoV-2 berpotensi menginvasi langsung otot jantung berakibat pada kerusakan otot jantung. Hal tersebut didasarkan pada ditemukannya ribonucleic acid (RNA virus) SARS-CoV-2 di otot jantung dari orang yang meninggal.

3. Aktivasi sitokin inflamasi berupa TNFα dan TGF-β yang memiliki efek berupa disfungsi otot jantung dan reaksi inflamasi yang berpotensi mengakibatkan kerusakan otot yang terus menerus.

Page 88: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 77

Faktor Risiko Cedera Miokardium Akibat COVID-19

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya cedera miokardium: - Usia tua: Rata-rata pasien dengan cedera miokardium

berusia 66 tahun. - Gangguan metabolik: Pasien dengan cedera miokardium memiliki prevalensi hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung

Diagnostik Cedera Miokardium Akibat COVID-19 Tidak ada gejala khusus Cedera miokardium pada pasien COVID-19 diketahui memiliki beberapa gejala yang serupa dengan keluhan pada penyakit jantung seperti nyeri dada ataupun sesak napas. Namun, tidak ada perbedaan bermakna pada gejala yang muncul antara pasien terinfeksi COVID-19 yang mengalami cedera miokardium ataupun yang tidak mengalami cedera miokardium. Gejala berupa sesak napas, batuk, demam, nyeri dada, myalgia, pusing, mual atau muntah, serta diare dialami pada proporsi yang sama antara pasien COVID-19 dengan cedera atau tanpa cedera miokardium.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan paling awal yang dapat digunakan ketika mencurigai pasien dengan COVID-19 dengan keterlibatan cedera miokardium adalah kelainan pada pemeriksaan EKG. Hal ini ditunjukkan pada salah satu laporan kasus oleh Saus PS et al yang menunjukkan terdapatnya gelombang T inversi yang difus pada lead II, III, aVF, V2-V6.5 Variasi gambaran EKG yang cukup khas pada pasien COVID-19 dengan keterlibatan cedera miokardium adalah: Segmen ST elevasi atau depresi baik yang regional maupun difus, perubahan gambaran iskemik EKG selama perawatan di rumah sakit, gangguan konduksi, serta gambaran voltase rendah (low voltage)

Page 89: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

78 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Pemeriksaan Rontgen Toraks

Tidak ada perbedaan bermakna pada pemeriksaan rontgen toraks antara pasien COVID-19 dengan atau tanpa cedera miokardium

Pemeriksaan laboratorium Terdapat beberapa perbedaan hasil pemeriksaan laboratorium antara pasien COVID-19 dengan dan tanpa cedera miokardium, terutama untuk pemeriksaan berikut (dengan cedera miokardium vs tanpa cedera miokardium): +. Troponin I (ng/ml)

a. Nilai dasar: 0.06 (0.02-0.51) vs 0.0 b. Nilai puncak: 0.09 (0.02-0.86) vs 0.01 (0.00 - 0.02)

+. Troponin T (ng/ml) a. Nilai dasar: 0.04 (0.0-0.16) vs 0.0 b. Nilai puncak: 0.29 (0.06-1.22) vs 0.00

+. High sensitive Troponin T (hs-Trop T) - (ng/ml) a. Nilai dasar: 30.8 (16.7 - 69.5) vs 6.2 (3.0-9.4) b. Nilai puncak: 62.5 (25.6 - 123) vs 9.4 (5.6 - 14.8)

+. CKMB (ng/ml) a. Nilai dasar: 3.6 (2.1 - 20.1) vs 1 (0.7-2.2) b. Nilai puncak: 5.1 (2.8 - 21.4) vs 1.1 (0.6 - 2.9)

+. Brain natriuretic peptide (BNP) - (pg/ml) a. Nilai dasar: 30.8 (16.7 - 69.5) vs 6.2 (3.0-9.4) b. Nilai puncak: 62.5 (25.6 - 123) vs 9.4 (5.6 - 14.8)

Terdapat beberapa perbedaan parameter laboratorium lain dengan angka yang cenderung lebih tinggi pada pasien COVID-19 dengan cedera miokardium: laktat, CRP, interleukin 6, Laktat dehidrogenase, ferritin, D-Dimer, serta procalcitonin.

Pemeriksaan Ekokardiografi:

Pada pemeriksaan ekokardiografi dengan median pemeriksaan di hari ke-4, ditemukan terdapat berbagai macam perubahan fungsi jantung yang secara signifikan ditemukan pada pasien COVID-19 dengan manifestasi cedera miokardium. Terdapat lima kelainan mayor ekokardiografi yang bisa ditemukan: a. Gerakan abnormal ventrikel kiri b. Disfungsi ventrikel kanan

Page 90: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 79

c. Efusi perikardium d. Disfungsi global ventrikel kiri e. Disfungsi diastolik grade II atau III

Membedakan dengan sindrom koroner akut Dengan hasil pemeriksaan yang hampir mirip dengan sindrom koroner akut, seringkali pasien berakhir dengan label penyakit jantung koroner, namun tidak berarti seluruh pasien tersebut harus dikirim ke laboratorium kateterisasi jantung untuk membuktikan bukan sebuah sindrom koroner akut.

Pasien dengan sindrom koroner akut umumnya memiliki presentasi klinis nyeri dada terutama pada saat datang ke rumah sakit (onset awal) dibandingkan dengan cedera miokardium akibat COVID-19 dengan (onset yang lebih akhir) rata-rata di hari ke-5, memiliki nilai elevasi troponin yang lebih tinggi, nilai D-Dimer yang lebih tinggi, serta hampir pasti ditemukan gangguan gerakan dinding ventrikel kiri.

Tatalaksana Cedera Miokardium Akibat COVID-19 Hingga saat ini, masih banyak terapi yang diteliti untuk penatalaksanaan cedera miokardium akibat COVID-19. Namun, sudah ada beberapa terapi yang diajukan sebagai tatalaksana cedera miokardium akibat COVID-19:

Terapi antiviral: penggunaan berbagai macam terapi antiviral, salah satunya Remdesivir dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan infeksi COVID-19 yang berat

Ace-inhibitor: sesuai dengan mekanisme dari over aktivasi angiotensin II, penggunaan ace-inhibitor (ACE-I) atau angiotensin II receptor blocker (ARB) dapat menurunkan angka mortalitas dan kebutuhan akan ventilasi mekanik pada pasien non-severe acute respiratory syndrome (SARS).

Tatalaksana cytokine storm: tatalaksana cytokine storm melibatkan tatalaksana anti-syok, simtomatik dan suportif, serta pemberian steroid. Perlu diperhatikan, pemberian steroid dosis tinggi dapat berakibat pada pemanjangan waktu bersihan virus.

Kolkisin (Colchicine): Penggunaan kolkisin sebagai anti-inflamasi terbukti efektif pada pasien dengan perikarditis secara

Page 91: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

80 Pedoman Tatalaksana COVID-19

umum. terbukti pada uji coba GRECCO-19 trial dengan bukti pencegahan terjadinya perburukan pada pasien yang mendapatkan kolkisin. Hingga saat ini kolkisin sebagai terapi cedera miokardium masih diteliti dalam COLHEART-19 trial.

Terapi suportif: terapi suportif pada cedera miokardium meliputi tatalaksana cedera miokardium pada umumnya. Pemberian obat anti-failure seperti ACE-I, beta blocker, istirahat total bed-rest, diuretik terapi pada kondisi ejeksi fraksi yang turun, topangan inotropik dan vasopresor apabila dibutuhkan, serta restriksi cairan.

Gambar 6. Bagan Alur Diagnostik dan Tatalaksana Cedera Miokardium Akibat COVID-19

Page 92: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 81

8. Gagal jantung

Pasien dengan komorbid kardiovaskular mengalami peningkatan risiko presentasi yang lebih parah dan komplikasi COVID-19. Hipertensi dan penyakit kardioserebrovaskular mencapai 17,1%, dan 16,4%, masing-masing dari pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit, dan mengalami risiko hingga ~ 2 kali lipat dan ~ 3 kali lipat lebih tinggi, untuk mengalami COVID-19 dengan manifestasi severitas berat.

Gagal jantung akut dapat mempersulit perjalanan klinis COVID-19, khususnya pada kasus yang berat. Mekanisme yang mendasari gagal jantung akut pada COVID-19 dapat meliputi iskemia miokard akut, infark atau peradangan (miokarditis), sindroma distres napas akut, cedera ginjal akut dan hipervolemia, kardiomiopati yang diinduksi stres (Takotsubo kardiomiopati), miokarditis, dan takiaritmia. Pneumonia COVID-19 dapat menyebabkan status hemodinamik yang memburuk karena hipoksemia, dehidrasi, dan hipoperfusi.

Level BNP / NT-proBNP yang meningkat secara signifikan juga menunjukkan gagal jantung akut. Penggunaan bedside point

of care (POC) transthoracic echocardiography (TTE) dapat dipertimbangkan, dengan perhatian untuk mencegah kontaminasi dari pasien personil medis dan/atau peralatan. Strategi pengobatan yang sama untuk gagal jantung akut dapat diterapkan pada pasien dengan dan tanpa COVID-19. Data tentang gagal jantung akut pada COVID-19 masih sangat jarang. Dalam satu laporan, sebanyak 23% dari semua pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami gagal jantung, sementara prevalensi gagal jantung secara signifikan lebih tinggi dalam kasus fatal dibandingkan pada kasus yang selamat (52% vs 12%, P <0,0001).

Risiko infeksi COVID-19 mungkin lebih tinggi pada pasien gagal jantung kronis karena usia lanjut dan adanya beberapa komorbiditas. Pada pasien gagal jantung yang dicurigai COVID-19, penilaian klinis rutin, pengukuran suhu dengan perangkat non-kontak, EKG (aritmia, iskemia miokard, miokarditis), rontgen dada (kardiomegali, pneumonia COVID-19) dan temuan laboratorium (peningkatan tingkat sedimentasi, fibrinogen, protein

Page 93: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

82 Pedoman Tatalaksana COVID-19

C-reaktif, dan limfositopenia) dapat memberikan petunjuk diagnostik.

Transtorakal ekokardiografi dan CT scan toraks dapat digunakan untuk penilaian lebih lanjut. Perhatian terutama harus diberikan pada pencegahan penularan virus ke penyedia layanan kesehatan ataupun terjadinya kontaminasi peralatan. Pasien dengan gagal jantung kronik harus mengikuti langkah-langkah perlindungan untuk mencegah infeksi. Pasien gagal jantung stabil yang dapat beraktivitas (tanpa keadaan darurat jantung) harus mengurangi kunjungan ke rumah sakit. Terapi medis yang disarankan sesuai pedoman (termasuk beta-blocker, ACEI, ARB dan antagonis reseptor mineralokortikoid), harus dilanjutkan pada pasien gagal jantung kronik, terlepas dari terdapat atau tidaknya infeksi COVID-19. Telemedicine harus dipertimbangkan sedapat mungkin untuk memberikan saran medis dan tindak lanjut dari pasien gagal jantung yang stabil.

9. Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu komorbid yang paling sering ditemui pada pasien COVID-19. Hipertensi juga banyak terdapat pada pasien COVID-19 yang mengalami ARDS. Saat ini belum diketahui pasti apakah hipertensi tidak terkontrol merupakan faktor risiko untuk terjangkit COVID-19, akan tetapi pengontrolan tekanan darah tetap dianggap penting untuk mengurangi beban penyakit. SARS-CoV-2, virus yang mengakibatkan COVID-19, berikatan dengan ACE2 di paru-paru untuk masuk ke dalam sel, sehingga penggunaan penghambat

angiotensin converting enzym (ACE inhibitor) dan angiotensin

receptor blockers (ARB), 2 golongan obat yang sering digunakan dalam mengontrol hipertensi, dipertanyakan akan memberikan manfaat atau merugikan, karena ACE inhibitor dan ARB meningkatkan ACE2 sehingga secara teoritis akan meningkatkan ikatan SARS-Cov-2 ke paru-paru. Akan tetapi, ACE2 menunjukkan efek proteksi dari kerusakan paru pada studi eksperimental. ACE2 membentuk angiotensin 1-7 dari angiotensin II, sehingga mengurangi efek inflamasi dari angiotensin II dan meningkatkan potensi efek antiinflamasi dari angiotensin 1-7. ACE inhibitor dan ARB, dengan mengurangi pembentukan

Page 94: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 83

angiotensin II dan meningkatkan angiotensin 1-7, mungkin dapat berkontribusi dalam mengurangi inflamasi secara sistemik terutama di paru, jantung, ginjal dan dapat menghilangkan kemungkinan perburukan menjadi ARDS, miokarditis, atau cedera ginjal akut (acute kidney injury).

Faktanya ARB telah disarankan dalam pengobatan Covid-19 dan komplikasinya. Peningkatan ACE2 terlarut dalam sirkulasi mungkin dapat mengikat SARS-CoV-2, mengurangi kerusakan pada paru atau organ yang memiliki ACE2. Penggunaan ACE2 rekombinan mungkin menjadi pendekatan terapeutik untuk mengurangi viral load dengan mengikat SARS-CoV-2 di sirkulasi dan mengurangi potensi ikatan ke ACE2 di jaringan. Penggunaan obat-obatan ini harus dilanjutkan untuk mengontrol tekanan darah dan tidak dihentikan, dengan dasar dari bukti yang ada saat ini.

Beberapa tinjauan sistematik dan meta analisis melaporkan pemberian ACE inhibitor dan ARB tidak meningkatkan progresivitas penyakit Covid-19, sehingga ACE inhibitor dan ARB tetap dapat digunakan sebagai terapi antihipertensi pada populasi pasien COVID-19. European Society of Cardiology (ESC) juga tetap merekomendasikan pemberian ACE inhibitor dan ARB sebagai upaya mengendalikan hipertensi pada pasien COVID-19 dikarenakan efek negatif kedua obat ini tidak memiliki basis kaidah ilmiah.

Penggunaan ACE inhibitor atau ARB tidak berhubungan dengan peningkatan risiko COVID 19 dan didapatkan penurunan derajat keparahan COVID 19 dengan ACE inhibitor atau ARB pada populasi umum dan kelompok pasien dengan hipertensi. Risiko kematian karena semua sebab (all-cause death) mengalami penurunan dengan terapi ACE inhibitor atau ARB pada populasi umum dan populasi pasien dengan hipertensi. Direkomendasikan pemberiaan RAAS inhibitor tetap dilanjutkan.

Ada kemungkinan bahwa hubungan yang dilaporkan antara hipertensi dan risiko komplikasi berat atau kematian akibat infeksi COVID-19 dapat dikacaukan oleh kurangnya penyesuaian usia. Saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko independen untuk komplikasi berat atau kematian akibat infeksi COVID-19. Meskipun banyak spekulasi, saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pengobatan

Page 95: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

84 Pedoman Tatalaksana COVID-19

sebelumnya dengan ACEI atau ARB meningkatkan risiko infeksi COVID-19, atau risiko munculnya komplikasi berat dari infeksi COVID-19. Pengobatan hipertensi harus mengikuti rekomendasi yang ada dalam pedoman dari ESC (European Society of Cardiology) dan ESH (European Society of Hypertension). Tidak ada perubahan untuk rekomendasi pengobatan ini yang diperlukan selama pandemi COVID-19. Pasien yang diisolasi sendiri dengan kondisi hipertensi dan sedang dirawat tidak perlu mengunjungi rumah sakit untuk kunjungan pemeriksaan rutin selama pandemi ini. Pasien dapat menggunakan pemantauan tekanan darah di rumah secara berkala, dengan konferensi video, atau konsultasi telepon hanya jika diperlukan. Pasien dengan hipertensi mungkin mengalami risiko yang meningkat terhadap aritmia jantung akibat dari penyakit jantung yang mendasarinya, atau akibat dari seringnya pasien mengalami hipokalemia pada kondisi infeksi COVID-19 berat. Terapi antihipertensi mungkin perlu dihentikan sementara pada pasien infeksi akut di rumah sakit yang mengalami hipotensi atau cedera ginjal akut sekunder akibat infeksi COVID-19 yang berat. Pada pasien yang sebelumnya dirawat karena hipertensi yang memerlukan ventilasi invasif, obat antihipertensi parenteral hanya diindikasikan untuk mereka yang mengalami hipertensi berat persisten.

Gambar 7. Managemen Hipertensi pada pasien COVID-19

Page 96: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 85

10. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Pasien PPOK berisiko terhadap COVID-19, terutama pada PPOK yang berat dengan VEP1 prediksi kurang dari 50%, riwayat eksaserbasi dengan perawatan di rumah sakit, membutuhkan oksigen jangka panjang, gejala sesak dan dengan komorbid lainnya. Pasien PPOK pada masa pandemi COVID-19 ini disarankan untuk meminimalisir konsultasi secara tatap muka. Bila ada konsultasi secara tatap muka maka perlu dilakukan skrining terlebih dahulu melalui telepon untuk memastikan pasien tidak ada gejala COVID-19. Pasien segera berobat bila terdapat gejala atau perubahan dari gejala sehari-hari yang mengarah ke COVID-19 ke rumah sakit rujukan COVID-19. Tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk menghindari terpajan coronavirus seperti menjaga jarak, menggunakan masker, sering mencuci tangan, tidak menyentuh muka, hidung, mulut dan mata dan menghindari kontak dengan orang yang mungkin telah terinfeksi COVID-19. Pasien PPOK diminta untuk tetap menggunakan secara rutin obat inhaler atau oral yang sudah teratur digunakan. Demikian juga bagi pasien PPOK yang terinfeksi COVID-19 atau dicurigai terinfeksi COVID-19. Tidak ada bukti bahwa penggunaan kortikosteroid inhaler (ICS) atau oral untuk PPOK harus dihindari pada pasien PPOK selama masa pandemi COVID-19. Namun penggunaan ICS untuk pasien PPOK dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat rawat inap karena eksaserbasi PPOK, ≥ 2 eksaserbasi dalam satu tahun, eosinofil darah >300 sel/ul, riwayat atau konkomitan asma, sehingga bila tidak memenuhi hal tersebut tidak dianjurkan pemberian ICS. Pada pasien PPOK yang mendapat terapi ICS dosis tinggi dipertimbangkan untuk menurunkan ke dosis standar. Pasien PPOK dengan eksaserbasi ditatalaksana sesuai dengan pedoman nasional yang sudah ada.

11. Tuberkulosis

Secara umum pasien TB tetap harus patuh menjalani pengobatan TB sampai sembuh. Pasien tetap harus menerapkan

Page 97: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

86 Pedoman Tatalaksana COVID-19

protokol kesehatan seperti etiket batuk, praktik hidup sehat dan bersih, rajin mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker. Pasien tetap diberikan pengobatan anti-TB (OAT) sesuai standar untuk suspek, probable dan pasien terkonfirmasi COVID-19. Prinsip yang dianjurkan adalah pengobatan TB tetap berjalan tanpa pasien harus terlalu sering mengunjungi fasyankes TB untuk mengambil OAT. a. Pasien suspek dan pasien terkonfirmasi COVID-19 dengan

Gejala Ringan atau Tanpa Gejala Pasien diberikan obat sesuai tatalaksana COVID-19

dengan melakukan isolasi diri 14 hari sambil menunggu swab COVID-19

Pasien TB diberikan sejumlah OAT untuk periode tertentu sehingga stok OAT yang memadai harus disediakan selama isolasi diri atau selama dirawat

Pemantauan pengobatan dapat diselenggarakan secara elektronik menggunakan metode non tatap muka, misalnya fasilitas video call yang dapat membantu pasien menyelsaikan pengobatan TB mereka

Pasien TB sensitif obat pada fase pengobatan intensif, pemberian OAT diberikan dengan interval tiap 14-28 hari

Pasien TB sensitif obat pada fase pengobatan lanjutan, pemberian OAT diberikan dengan interval tiap 28-56 hari

Pasien TB resisten obat pada fase pengobatan intensif, pemberian OAT oral diberikan dengan interval tiap 7 hari.

Pasien TB resisten obat pada fase pengobatan lanjutan, pemberian OAT oral diberikan dengan frekuensi tiap 14- 28 hari dengan memperkuat pengawas minum obat (PMO)

Interval pemberian OAT bisa diperpendek melihat kondisi pasien

Pasien TB resisten obat yang belum terkonfirmasi COVID-19 namun masih menggunakan terapi injeksi diharapkan tetap melakukan kunjungan setiap hari ke

Page 98: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 87

faskes yang ditunjuk dan selalu menggunakan masker. Diupayakan injeksi dilakukan di Faskes terdekat dari rumah pasien dengan tetap memperhatikan keamanan petugas faskes tujuan

Pada pasien TB resisten obat yang juga terkonfirmasi COVID-19 dan masih menggunakan terapi injeksi tetap mendapat terapi dari Faskes yang ditunjuk dengan petugas yang mendatangi kerumah pasien atau tempat pasien isolasi diri. Petugas yang memberikan terapi injeksi tetap harus memperhatikan keamanan dengan menggunakan APD yang lengkap dan sesuai standar penanganan COVID-19

Pasien suspek yang dirawat inap mendapat OAT sesuai standar

Pasien dan keluarganya harus diberikan informasi terkait efek samping dan tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi dan apa yang harus dilakukan jika kondisi tersebut muncul

Pasien TB yang masih batuk agar tetap memakai masker baik di rumah maupun saat keluar rumah, dan disarankan untuk memiliki ruang tidur yang terpisah dengan anggota keluarga lainnya

Pemberian Terapi Pencegahan TB diberikan 2 bulan sekali dengan kewajiban lapor perkembangan ke petugas kesehatan melalui telefon atau sarana komunikasi lainnya minimal setiap bulan sekali

Pasien atau keluarga proaktif menghubungi petugas kesehatan jika ada keluhan atau efek samping obat

b. Pasien TB Terkonfirmasi COVID-19 dengan gejala sedang

dan berat Pasien dengan gejala sedang dan berat mendapat OAT

sesuai standar di Rumah Sakit tempat pasien dirawat

Page 99: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

88 Pedoman Tatalaksana COVID-19

BAB VII TATALAKSANA COVID-19

PADA ANAK, REMAJA DAN NEONATUS

Definisi kasus Definisi operasional kasus COVID-19 pada anak dan neonatus yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi dan kontak erat. Definisi kasus ini mengikuti Panduan Kementerian Kesehatan RI. Pada anak manifestasi klinis dari COVID-19 dapat meliputi manifestasi sistemik di luar gejala respirasi seperti demam yang disertai diare, muntah, ruam, syok, keterlibatan jantung dan organ lain yang dikenal sebagai multisystem inflammatory syndrome pada COVID-19 (MIS-C). Untuk itu, klinisi perlu mengetahui kondisi MIS-C pada anak dan menatalaksananya. Apabila menemukan tanda dan gejala MIS-C pada anak, klinisi dapat menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan serologi antibodi. Derajat penyakit Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil pemeriksaan penunjang, maka klasifikasi klinis dapat dibagi menjadi tanpa gejala, ringan, sedang, berat dan kritis (Tabel 11).

Tabel 11. Klasifikasi klinis

Klasifikasi Definisi Tanpa gejala Hasil uji SARS-CoV-2 positif tanpa ada tanda dan gejala

klinis. Ringan Gejala infeksi saluran napas atas seperti demam, fatigue,

mialgia, batuk, nyeri tenggorokan, pilek, dan bersin. Beberapa kasus mungkin tidak disertai demam, dan lainnya mengalami gejala saluran pencernaan seperti mual, muntah, nyeri perut, diare, atau gejala non-respiratori lainnya.

Sedang Gejala dan tanda klinis pneumonia. Demam, batuk, takipnu*, dapat disertai ronki atau wheezing pada auskultasi paru tanpa distres napas dan hipoksemia. *Takipnu= Frekuensi napas <2 bulan: ≥60x/menit, 2–11 bulan: ≥50x/menit, 1–5 tahun: ≥40x/menit, >5 tahun: ≥30x/menit

Page 100: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 89

Berat Gejala dan tanda klinis pneumonia berat berupa napas cuping hidung, sianosis, retraksi subkostal, desaturasi (saturasi oksigen <92%).

Adanya tanda dan gejala bahaya umum seperti kejang, penurunan kesadaran, muntah profuse, tidak dapat minum, dengan atau tanpa gejala respiratori.

Kritis Pasien mengalami perburukan dengan cepat menjadi acute

respiratory distress syndrome (ARDS) atau gagal napas atau terjadi syok, ensefalopati, kerusakan miokard atau gagal jantung, koagulopati, gangguan ginjal akut, dan disfungsi organ multipel atau manifestasi sepsis lainnya. Kriteria gagal napas dengan pediatric acute respiratory

distress syndrome (PARDS) dapat dilihat pada gambar di bawah

Multisystem

inflammatory

syndrome

Anak dan remaja 0-19 tahun yang mengalami demam 3 hari DAN disertai dua dari:

a) Ruam atau konjungtivitis bilateral non purulenta atau tanda inflamasi mukokutaneus pada mulut, tangan dan kaki

b) Hipotensi atau syok c) Gambaran disfungsi miokardium, perikarditis,

vaskulitis, abnormalitas koroner (terdiri atas kelainan pada ekokardiografi, peningkatan Troponin/NT-proBNP)

d) Bukti adanya koagulopati (dengan peningkatan PT, APTT, D-dimer)

e) Gejala gastrointestinal akut (diare, muntah, atau nyeri perut)

DAN Peningkatan marker inflamasi seperti LED, CRP atau procalcitonin DAN Tidak ada penyebab keterlibatan etiologi bakteri yang menyebabkan inflamasi meliputi sepsis bakteri, sindrom syok karena Stafilokokkus atau Streptokokkus DAN Terdapat bukti COVID-19 (berupa RT-PCR, positif tes antigen atau positif serologi) atau kemungkinan besar kontak dengan pasien COVID-19

Page 101: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

90 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Pemeriksaan RT-PCR swab dan Virus Pemeriksaan swab mengikuti panduan pemeriksaan yang sudah dijelaskan di atas. Pada kasus suspek dan probable COVID-19 dengan hasil swab nasoorofaring negatif, maka pemeriksaan swab dapat dilakukan dari rektal atau spesimen saluran napas bawah (mis. sputum).

Pemeriksaan virus SARS-CoV-2 dapat diambil dari saluran napas, feses, maupun spesimen lain seperti plasenta. Pemeriksaan rapid antibodi dan antigen terhadap SARS-COV-2 Pemeriksaan antibodi digunakan untuk mengetahui seroprevalensi yang membantu surveilans epidemiologi COVID-19. Pemeriksaan rapid antibodi positif pada anak dengan kecurigaan MIS-C, walaupun hasil PCR SARS-CoV-2 negatif, diagnosis MIS-C tetap dapat ditegakkan. Hal ini didasarkan atas manifestasi klinis MIS-C dapat timbul setelah 2-4 minggu pasca awitan.

Pada saat ini WHO (16 Desember 2020) memasukkan rapid antigen sebagai tes diagnostik dalam penegakkan kasus COVID-19. Penggunaan tes ini dapat membantu apabila sarana pemeriksaan RT-PCR terbatas, harganya lebih murah dan hasil lebih cepat. Namun, perlu ketepatan dalam waktu dan cara pengambilan sampel. Tata laksana kasus suspek/probable/konfirmasi suspek COVID-19 Tata laksana kasus COVID-19 meliputi tata laksana standar yang terdiri atas tata laksana suportif meliputi farmakologis dan non farmakologis serta tata laksana pemberian antivirus. 1. Kontak Erat Tanpa gejala

a. Karantina dan Pemantauan Karantina di rumah selama 14 hari Pasien melakukan pemantauan mandiri di rumah dan dipantau

melalui telepon/telekonsultasi oleh petugas FKTP atau tenaga kesehatan lainnya

Kontrol di FKTP setelah 14 hari karantina untuk pemantauan klinis.

b. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan PCR mengikuti panduan di atas

c. Non-farmakologis Nutrisi adekuat Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet

untuk dibawa ke rumah)

Page 102: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 91

Pasien: - Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari - Selalu menggunakan masker jika ke luar kamar dan saat

berinteraksi dengan anggota keluarga - Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer

sesering mungkin

- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing) - Upayakan kamar tidur sendiri/terpisah - Upayakan WC/toilet terpisah, apabila tidak memungkinkan

menggunakan WC/toilet paling akhir (setelah anggota keluarga lainnya)

- Menerapkan etiket batuk (diajarkan oleh tenaga medis) - Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun - Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya - Pakaian yang telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam

kantong plastik /wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci (siapa tau gak punya mesin cuci)

- Membersihkan lingkungan kamar dan WC/toilet yang digunakan

- Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi, jam 12 siang dan jam 19 malam

- Segera berinformasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh >38°C, sesak napas, atau munculnya keluhan kesehatan lainnya

Lingkungan/kamar: - Perhatikan ventilasi, cahaya, dan udara - Membuka jendela kamar secara berkala - Menggunakan APD saat membersihkan kamar

(setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle)

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering mungkin

- Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan lainnya.

Keluarga: - Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien

sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit

Page 103: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

92 Pedoman Tatalaksana COVID-19

- Anggota keluarga senantiasa pakai masker - Jaga jarak minimal 1-meter dari pasien - Senantiasa mencuci tangan - Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan

bersih - Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi

udara tertukar - Bersihkan sesering mungkin daerah yang mungkin

tersentuh pasien misalnya gagang pintu dll. 2. Tanpa gejala terkonfirmasi, suspek/probable/terkonfirmasi

ringan a. Isolasi dan Pemantauan

Rawat jalan, isolasi mandiri b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan PCR ulang mengikuti panduan di atas. c. Non-farmakologis

Nutrisi adekuat Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan

edukasi kontak erat tanpa gejala). d. Farmakologis

Perawatan suportif Pemberian Vit C (1-3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-8 tahun

maksimal 600mg/hari; 9-13 tahun maksimal 1,2gram/hari; 12-18 tahun maksimal 1,8gram/hari) dan Zink 20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.

Pada pasien dengan gejala ringan namun memiliki komorbid, perlu dipertimbangkan tata laksana sebagaimana pasien dengan gejala sedang

3. Suspek/Probable/ Terkonfirmasi Sedang

a. Isolasi dan Pemantauan Rawat inap isolasi

b. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan swab PCR mengikuti ulang mengikuti panduan

di atas.

Page 104: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 93

Pemeriksaan laboratorium darah rutin dengan hitung jenis dan foto toraks, jika memungkinkan diperiksa pula CRP. Pemeriksaan lain seperti fungsi hati, fungsi ginjal, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi/sesuai komorbid.

Orangtua penunggu pasien diperiksakan swab naso-orofaring c. Non-farmakologis

Oksigenasi. Pada keadaan ini terdapat takipnu yang secara cepat menjadi hipoksia, maka perlu disiapkan oksigen

Infus cairan maintenance Nutrisi adekuat.

d. Farmakologis Perawatan suportif Pemberian antivirus untuk SARS-CoV-2 (Tabel 12) Antibiotik empirik lebih disukai dosis tunggal atau sekali

sehari karena alasan infection control, yaitu ceftriaxon IV 50-100 mg/kgBB/24jam pada kasus pneumonia komunitas atau terduga ko-infeksi dengan bakteri dan/atau Azitromisin 10 mg/kg jika dicurigai disertai dengan pneumonia atipikal (DPJP dapat memberikan jenis antibiotik lain sesuai dengan keputusan klinis, dengan menyesuaikan dengan pola kuman rumah sakit)

Jika dicurigai ko-infeksi dengan influenza diberikan Oseltamivir o < 1 tahun: 3 mg/kg/dosis setiap 12 jam o > 1 tahun:

BB < 15 kg: 30 mg setiap 12 jam BB 15-23 kg: 45 mg setiap 12 jam BB 23-40 kg: 60 mg setiap 12 jam >40 kg: 75 mg setiap 12 jam

Kortikosteroid Pemberian Vit C (1-3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-8 tahun

maksimal 600mg/hari; 9-13 tahun maksimal 1,2gram/hari; 12-18 tahun maksimal 1,8gram/hari) dan Zink 20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.

Page 105: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

94 Pedoman Tatalaksana COVID-19

4. Kasus suspek berat dan kritis a. Isolasi dan Pemantauan

Rawat inap – isolasi tekanan negatif. b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan swab PCR mengikuti panduan di atas Orangtua penunggu pasien diperiksakan swab naso-orofaring Pemantauan laboratorium darah rutin berikut dengan hitung

jenis dan foto toraks, ditambahkan dengan analisis gas darah untuk menilai kondisi hipoksia yang akurat dan CRP. Pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, elektrolit, faktor koagulasi seperti d-dimer, fibrinogen, PT/APTT, penanda inflamasi seperti ferritin, LDH, dan marker jantung seperti troponin/NT-pro BNP dan EKG sesuai indikasi.

c. Non-farmakologis Terapi Oksigen Infus cairan Nutrisi adekuat, jika diputuskan menggunakan OGT/NGT

maka harus dilakukan di ruangan isolasi tunggal atau bertekanan negatif dengan menerapkan standard PPI dengan APD level 3.

d. Farmakologis Perawatan suportif Pemberian antivirus untuk SARS-CoV-2 (Tabel 2) Antibiotik empirik lebih disukai dosis tunggal atau sekali

sehari karena alasan infection control, yaitu ceftriaxon IV 50-100 mg/kgBB/24jam pada kasus pneumonia komunitas atau terduga ko-infeksi dengan bakteri dan/atau Azitromisin 10 mg/kg jika dicurigai disertai dengan pneumonia atipikal (DPJP dapat memberikan jenis antibiotik lain sesuai dengan keputusan klinis, dengan menyesuaikan dengan pola kuman rumah sakit)

Jika dicurigai ko-infeksi dengan influenza diberikan Oseltamivir (dosis seperti di penanganan kasus sedang)

Kortikosteroid Pemberian Vit C (1-3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-8 tahun

maksimal 600mg/hari; 9-13 tahun maksimal 1,2gram/hari; 12-18 tahun maksimal 1,8gram/hari) dan Zink 20mg/hari

Page 106: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 95

atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.

5. Kasus probable/konfirmasi berat dan kritis, MIS-C

a. Isolasi dan Pemantauan Ruangan intensif tekanan negatif (sesuai kondisi setempat).

b. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan swab PCR mengikuti panduan di atas Pemantauan laboratorium darah rutin berikut dengan hitung

jenis dan foto toraks, ditambahkan dengan analisis gas darah untuk menilai kondisi hipoksia yang akurat dan CRP. Pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, elektrolit, faktor koagulasi seperti d-dimer, fibrinogen, PT/APTT, penanda inflamasi seperti ferritin, LDH, IL-6 dan marker jantung seperti troponin/NT-pro BNP, ekokardiografi dan EKG sesuai indikasi.

c. Non-farmakologis Terapi oksigen Infus cairan Nutrisi adekuat, jika diputuskan menggunakan OGT/NGT

maka harus dilakukan di ruangan tekanan negatif dengan menerapkan standard PPI dengan APD level 3.

d. Farmakologis Perawatan suportif Pemberian antivirus untuk SARS-CoV-2 (Tabel 12) Antibiotik empirik lebih disukai dosis tunggal atau sekali

sehari karena alasan infection control, yaitu ceftriaxon IV 50-100 mg/kgBB/24jam pada kasus pneumonia komunitas atau terduga ko-infeksi dengan bakteri dan/atau Azitromisin 10 mg/kg jika dicurigai disertai dengan pneumonia atipikal (DPJP dapat memberikan jenis antibiotik lain sesuai dengan keputusan klinis, dengan menyesuaikan dengan pola kuman rumah sakit)

Jika dicurigai ko-infeksi dengan influenza boleh diberikan Oseltamivir

Kortikosteroid

Page 107: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

96 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Pemberian Vit C (1-3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-8 tahun maksimal 600mg/hari; 9-13 tahun maksimal 1,2gram/hari; 12-18 tahun maksimal 1,8gram/hari) dan Zink 20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.

Pemberian IVIG, kortikosteroid, antikoagulan, antiinflamasi lain seperti anti IL-6 diberikan dengan pertimbangan hati-hati melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit.

Pemberian antivirus potensial dan anti-inflamasi untuk infeksi COVID-19 Terapi definitif untuk COVID-19 masih terus diteliti, namun laporan efektivitas dan keamanan obat antivirus tersebut adalah pada pasien dewasa, sedangkan pada anak masih dalam penelitian. Pemberian anti SARS-CoV-2 pada anak harus mempertimbangkan derajat beratnya penyakit dan komorbid, serta persetujuan orang tua. Dosis pemberian antivirus potensial dan durasi pemberiannya dapat dilihat pada Tabel 12. Pemantauan derajat keparahan pasien pada kasus anak dengan Covid-19 Pemantauan derajat keparahan pasien yang disepakati oleh pakar

intensif anak adalah nilai rasio SpO2/FiO2 (SF ratio) Pada pasien dengan tunjangan pernapasan non-invasif dapat

digunakan indeks saturasi oksigen (Oxygen Saturation Index/OSI) Pada pasien dengan ventilasi mekanik invasif dapat dihitung indeks

oksigenasi (Oxygenation Index/OI) Kadar FiO2 disesuaikan untuk mencapai target saturasi perifer atau

SpO2< 97% agar validitas penghitungan SF rasio dan OSI dapat dijaga

Prediksi perburukan pirau intrapulmonal dapat dilakukan dengan menghitung dan memantau AaDO2

Kriteria P-ARDS yang digunakan sesuai dengan kriteria Pediatric

Acute Lung Injury Conference Consensus (PALICC)

Page 108: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 97

Indikasi dan prinsip penggunaan NIV atau HFNC pada kasus anak dengan Covid-19 1. Anak dengan klinis sesak (RR >+2 SD sesuai usia) dengan atau tanpa

peningkatan usaha nafas atau work of breathing

2. Memerlukan suplementasi oksigen untuk mempertahankan SpO2 > 88% dan OI (oxygenation index) < 4 atau OSI < 5

3. Terdapat infiltrat baru yang konsisten dengan gambaran penyakit paru akut

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) atau Bilevel non-

invasive ventilation (NIV) Rekomendasi tunjangan pernapasan awal pada pasien dengan SF

rasio sebesar 221 – 264. CPAP dan NIV Bilevel lebih dianjurkan oleh karena tekanan jalan napas akan lebih terjamin dibandingkan dengan pemberian High Flow Nasal Cannula (HFNC)

Jika SF rasio < 221, intubasi jangan ditunda Jika tidak terjadi perbaikan oksigenasi (target SpO2 92-97% dengan

FiO2< 0.6) dalam pemantauan 60-90 menit, atau ROX index< 5, lakukan intubasi

Interface yang digunakan pada CPAP/NIV dianjurkan helmet, guna mengurangi kebocoran atau leak yang terjadi. Jika tidak tersedia, dapat digunakan sungkup non-vented oro-nasal atau full-face yang disambungkan dengan sirkuit double-limb atau single-limb dengan filter

Lakukan titrasi tekanan sesuai respons pasien (target oksigenasi atau peningkatan upaya bernapas)

Penggunaan CPAP dan NIV berisiko untuk terjadinya kontaminasi aerosol terutama jika ada kebocoran. Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang memadai mutlak harus dipenuhi jika merawat pasien infeksi COVID-19 dengan CPAP/NIV

High Flow Nasal Cannula (HFNC) High Flow Nasal Cannula (HFNC) dapat dipergunakan jika

CPAP/NIV tidak tersedia, pada pasien dengan SF rasio > 264 dengan pemberian FiO2 0.35-0.4

HFNC juga berisiko menyebabkan kontaminasi aerosol, karena tingkat kebocoran / leak yang tinggi.

Page 109: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

98 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Jika target oksigenasi (SpO2> 92 – 94 % dengan FiO2< 0.4) tidak membaik dalam waktu 30 – 60 menit, segera intubasi

Ventilasi Mekanis Invasif Penyusun tidak dapat merekomendasikan modus ventilator tertentu

pada pasien anak dengan infeksi COVID-19 yang mengalami ARDS Modus ventilator, pengaturan awal dan penyesuaian bergantung pada

kondisi pasien dan sesuai keahlian dokternya (baca: panduan ventilasi mekanis – UKK ERIA, 2018)

Anjuran untuk menerapkan ventilasi proteksi paru sesuai rekomendasi PALICC

Pasien mengalami hipoksemia refrakter apabila ditemukan: PaO2/FiO2< 150 OI ≥ 12 OSI ≥ 10 dan atau FiO2> 0.6

Tindakan intubasi trakeal emergensi pada anak dengan Covid-19 Jika diperlukan tindakan intubasi, perhatikan hal-hal berikut: Pencegahan infeksi adalah prioritas utama: semua tim yang terlibat

harus menggunakan APD sesuai standar dan tindakan dilakukan di ruang dengan tekanan negatif

Jalur komunikasi harus tersedia untuk tim di dalam ruangan dan tim di luar ruangan

Pastikan sudah tersedia checklist intubasi dan daftar peran masing-masing staf. Dalam melakukan intubasi minimalisasi petugas yang ada di ruang intubasi. Staf yang melakukan intubasi terdiri dari 3 orang, yaitu: - Intubator atau operator airway dilakukan oleh dokter yang

paling berpengalaman dalam mengintubasi dan berperan untuk mengintubasi pasien dalam upaya pertama

- Asisten airway bertugas membantu intubator membuka jalan napas, memastiakan jalan napas patent dan memberikan bantuan pernapasan.

- Asisten pemberi obat-obatan, bertugas memberikan obat-obatan selama proses intubasi dan melakukan moitoring atau

Page 110: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 99

pengawasan terhadap tindakan intubasi maupun kondisi pasien.

Periksa monitor, akses IV, instrumen, obat-obatan, ventilator dan suction

Pertimbangkan penggunaan video laryngoscope Pertimbangkan tahanan krikoid/rapid sequence intubation (RSI) Hindari ventilasi sungkup manual jika tidak diperlukan Jika diperlukan, gunakan teknik 2 orang, dengan oksigen aliran

rendah dan batasi pemberian tekanan Pastikan filter tersedia antara face mask dan bag Intubasi dan konfirmasi dengan monitor kapnografi kontinu dan

pemeriksaan visual kembang dada (hindari penggunaan stetoskop) - Jika menggunakan video laryngoscope - gunakan disposable

blade - Bila pelumpuh otot telah diberikan, segera intubasi - Masukkan ETT hingga kedalaman yang ditentukan dan

kembangkan cuff untuk menutup jalan nafas sebelum memulai ventilasi. Catat kedalaman ETT

- Pasang NGT untuk dekompresi lambung sehingga tidak mengganggu ventilasi paru

- Hindari melepas sambungan sirkuit; tekan dan putar semua konektor untuk mengunci. Klem selang endotrakeal saat melepas sambungan

- Gunakan algoritma gagal intubasi jika terjadi kesulitan - Beri instruksi sederhana dan gunakan closed loop

communication - Jika status pasien COVID-19 belum dikonfirmasi, aspirasi

trakea untuk pemeriksaan virologi dilakukan dengan closed

suction - Buang alat sekali pakai dengan aman setelah digunakan - Dekontaminasi alat yang dapat digunakan ulang sesuai

instruksi. Setelah meninggalkan ruangan, lepas APD dengan teliti

- Bersihkan ruangan 20 menit setelah intubasi (atau tindakan yang menghasilkan aerosol terakhir)

- Simpan peralatan terkait lainnya di luar ruangan sampai dibutuhkan

Page 111: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

100 Pedoman Tatalaksana COVID-19

 

Na

ma

Ob

at

Ind

ika

si

Ko

ntr

ain

dik

asi

D

osi

s D

ura

si

Ke

tera

ng

an

Rem

desiv

ir

COV

ID-1

9 ko

nfirm

asi k

linis

seda

ng (d

enga

n at

au

tanp

a ko

mor

bid;

im

unok

ompe

ten

mau

pun

imun

okom

prom

ais)

COV

ID-1

9 ko

nfirm

asi k

linis

bera

t dan

krit

is

MIS

C de

ngan

RT

PCR

posit

if

Gan

ggua

n he

par

(ALT

5

x ba

tas

atas

nor

mal

ata

u ad

a el

evas

i ALT

ya

ng b

erka

itan

deng

an

men

ingk

atny

a bi

lirub

in d

irek,

al

kalin

fosf

atas

e,

atau

INR)

G

angg

uan

ginj

al

(>28

har

i den

gan

eF

GR

<30

ml/m

enit

atau

ne

onat

es c

ukup

bu

lan

(7-2

8 ha

ri ke

hidu

pan)

de

ngan

seru

m

krea

tinin

≥ 1

m

g/dL

, kec

uali

man

faat

lebi

h ba

nyak

dar

i risi

ko

pem

beria

n ob

at

Tida

k ad

a pe

nyes

uaia

n do

sis

untu

k pa

sien

deng

an e

GFR

>30

m

l/men

it

<40

kg: 5

mg/

kg IV

lo

adin

g do

se p

ada

hari

ke-1

; diik

uti 2

,5 m

g/kg

IV

tiap

24

jam

≥4

0 kg

: 200

mg

IV

load

ing

dose

pad

a ha

ri ke

-1; d

iikut

i 100

mg

IV

tiap

24 ja

m

Drip

sela

ma

30-1

20

men

it

Unt

uk p

asie

n ya

ng ti

dak

mem

erlu

kan

vent

ilasi

mek

anik

ata

u EC

MO

di

berik

an

sela

ma

5 ha

ri at

au sa

mpa

i pu

lang

man

a ya

ng le

bih

cepa

t Jik

a be

lum

pe

rbai

kan

mak

a da

pat d

iber

ikan

sa

mpa

i 10

hari

Ters

edia

mel

alui

pe

rmin

taan

kh

usus

unt

uk

anak

-ana

k.

Pem

beria

n di

disk

usik

an

deng

an ti

m

pena

ngan

an

COV

ID-1

9 di

ru

mah

saki

t m

asin

g-m

asin

g RS

mel

apor

kan

peng

guna

an

Rem

desiv

ir an

ak

ke B

POM

seba

gai

otor

isasi

peng

guna

an

emer

gens

i (E

mer

genc

y U

sed

Aut

horiz

atio

n)

Tabe

l 12.

Jeni

s – je

nis o

bat p

ada

COV

ID-1

9

Page 112: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 101

Favi

pira

vir

CO

VID

-19

konf

irmas

i klin

is rin

gan

(den

gan

kom

orbi

d da

n/at

au

imun

okom

prom

ais)

COV

ID-1

9 ko

nfirm

asi k

linis

seda

ng

o

10

-15

kg:

H1

500

mg,

ha

ri se

lanj

utny

a 200

mg

tiap

8 ja

m

o

16-2

1 kg

: H

1 80

0 m

g,

hari

sela

njut

nya 4

00 m

g tia

p 12

jam

o

22

-35

kg: H

1 12

00

mg,

ha

ri se

lanj

utny

a 600

mg

tiap

12 ja

m

o

Dia

tas

35 k

g: H

1 16

00

mg,

ha

ri se

lanj

utny

a 800

mg

tiap

12 ja

m

Ose

ltam

ivir

Jika

dicu

rigai

koi

nfek

si de

ngan

Influ

enza

< 1

tahu

n :

3 m

g/kg

/dos

is se

tiap

12

jam

>

1 ta

hun

BB <

15

kg :

30 m

g tia

p 12

jam

BB

15-

23 k

g : 4

5 m

g tia

p 12

jam

BB

23-

40 m

g : 6

0 m

g tia

p 12

jam

BB

> 4

0 kg

: 75

mg

tiap

12 ja

m

Page 113: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

102 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Toci

lizum

ab

CO

VID

kon

firm

asi

bera

t ata

u M

ISC

yang

refr

akte

r de

ngan

tera

pi

stand

ard

A

TAU

COV

ID b

erat

ata

u M

ISC

deng

an

peni

ngka

tan

IL-6

Kon

train

dika

si re

lativ

e, a

dany

a in

feks

i akt

if

Infa

nt: 8

m

g/kg

BB/d

osis

IV,

dosis

tung

gal

BB <

30

kg :

12

mg/

kgBB

/dos

is IV

do

sis tu

ngga

l BB

> 3

0 kg

: 8

mg/

kgBB

IV,

Mak

simum

dos

is 80

0 m

g

Dos

is tu

ngga

l, da

pat d

iula

ng

12-2

4 ja

m

kem

udia

n jik

a ko

ndisi

pas

ien

tidak

per

baik

an

Pem

beria

n di

disk

usik

an

deng

an ti

m

pena

ngan

an

COV

ID-1

9 di

ru

mah

saki

t m

asin

g-m

asin

g

IVIG

COV

ID-1

9 te

rkon

firm

asi b

erat

kr

itis

M

IS-C

Pa

da p

asie

n ya

ng

men

unju

kan

geja

la

sepe

rti K

awas

aki:

2 g/

kgBB

dos

is tu

ngga

l di

infu

s 8- 1

2 ja

m

Pada

pas

ien

tanp

a ge

jala

sepe

rti

Kaw

asak

i: 1

g/kg

BB

dosis

tung

gal d

iinfu

s 8-

12 ja

m

Sing

le d

ose

Pem

beria

n di

disk

usik

an

deng

an ti

m

pena

ngan

an

COV

ID-1

9 di

ru

mah

saki

t m

asin

g-m

asin

g

Plas

ma

Kon

vale

sens

CO

VID

kon

firm

asi y

ang

bera

t krit

is

A

nak

>40k

g: 2

00-5

00

mL

A

nak

< 40

kg:

dos

is 10

- 15m

L/kg

H

ati-h

ati e

fek

sam

ping

TRA

LI

dan

anaf

ilakt

ik

Page 114: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 103

Ster

oid

dosis

re

ndah

CO

VID

-19

konf

irmas

i de

raja

t sed

ang

dan

bera

t

D

eksa

met

aso

n:

0,15

mg

per k

gBB

per

hari

dibe

rikan

tiap

24

jam

(IV

/ora

l/NG

T)

mak

simal

dos

is 6

mg

Pre

dn

iso

lon

e: 1

m

g/kg

BB sa

tu k

ali

seha

ri (o

ral/N

GT)

, m

aksim

al d

osis

40 m

g M

etil

pre

dn

iso

lon

: 0,8

m

g/kg

BB IV

satu

kal

i sa

hari

mak

simal

dos

is 32

mg

Hid

roko

rtis

on

:

Neo

natu

s < 1

bul

an:

0,5

mg/

kg IV

tiap

12

jam

sela

ma

7 ha

ri,

dila

njut

kan

deng

an 0

,5

mg/

kg IV

satu

kal

i se

hari

sela

ma

3 ha

ri A

nak

1 bu

lan:

1,3

mg

per k

gBB

tiap

8 ja

m

mak

simum

dos

is 50

m

g, m

aksim

um d

osis

per h

ari 1

50 m

g

Dib

erik

an

sela

ma

10 h

ari

atau

sam

pai

pula

ng d

ari

pera

wat

an,

man

a ya

ng le

bih

singk

at

Ana

k be

sar

obes

itas

men

ggun

akan

do

sis d

ewas

a

Ana

k le

bih

keci

l ob

esita

s pe

rhitu

ngan

dos

is m

engg

unak

an B

B id

eal

Page 115: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

104 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Ster

oid

dosi

s ya

ng u

mum

di

berik

an p

ada

pasi

en k

ritis

MIS

C

atau

C

OV

ID-1

9 kr

itis

M

etilp

redn

isol

on: 2

m

g/kg

BB

/har

i bag

i 2

dosi

s. H

idro

korti

son

: 2-4

m

g/kg

tiap

6 ja

m IV

m

aksi

mal

100

mg

per

dosi

s

Met

ilpre

dnis

ool

on: k

etik

a pa

sien

pe

rbai

kan

dapa

t di

gant

i den

gan

pred

niso

lone

/pr

edni

sone

ora

l pa

da sa

at p

ulan

g da

ri ru

mah

sa

kit,

kem

udia

n di

tapp

erin

g of

f se

lam

a 3-

4 m

ingg

u

Met

ilpre

dnis

olon

: U

ntuk

klin

is y

ang

tidak

resp

ons

deng

an IV

IG a

tau

MIS

-C ti

pe

mac

roph

age

activ

atio

n sy

ndro

me

atau

cy

toki

ne re

leas

e st

orm

. Dap

at

dibe

rikan

be

rsam

aan

deng

an

IVIG

H

idro

korti

son

dibe

rikan

unt

uk

syok

resi

sten

ka

teko

lam

in

LMW

H d

an

Hep

arin

M

IS-C

den

gan

kete

rliba

tan

jant

ung

Dip

ertim

bang

kan

pada

ko

ndis

i krit

is

(hem

odin

amik

tida

k st

abil)

, DIC

, em

boli

paru

da

n li

mb

-th

rea

ten

ing

deep

vein

tro

mb

osi

s Pr

ofila

ksis

dib

erik

an

pada

pas

ien

deng

an

MIS

-C.

Dat

a pe

mbe

rian

prof

ilaks

is p

ada

anak

C

OV

ID-1

9, m

asih

te

rbat

as.

Perd

arah

an a

ktif,

riw

ayat

ale

rgi

hepa

rin a

tau

hepa

rin-in

duce

d th

rom

bocy

tope

nia

, riw

ayat

pe

rdar

ahan

se

belu

mny

a,

jum

lah

trom

bosi

t <2

5.00

0/m

m3 ,

gang

guan

hat

i be

rat

Dos

is p

rofil

aksi

s :

Enox

apar

in (l

ow

mol

ecul

ar-w

eigh

t he

parin

/LM

WH

) 0,5

m

g/kg

BB

tiap

24

jam

SQ

A

TAU

H

epar

in d

osis

pr

ofila

ksis

500

0 U

tiap

12

jam

SQ

Pe

mbe

rian

antik

oagu

lan

dise

suai

kan

deng

an

klin

is d

an m

arke

r ko

agul

asi

Pe

mbe

rian

didi

skus

ikan

de

ngan

tim

pe

nang

anan

C

OV

ID-1

9 di

ru

mah

saki

t m

asin

g-m

asin

g

Page 116: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 105

Pa

sien

tela

h m

enda

pat

antik

oagu

lan

sebe

lum

nya

Pasie

n de

ngan

ke

curig

aan

atau

m

enun

jukk

an a

dany

a ve

nous

thro

mbo

embo

li (V

TE)

Pada

pem

erik

saan

lab

dite

muk

an p

enin

gkat

an

D-d

imer

, fib

rinog

en,

penu

runa

n tro

mbo

sit.

Pada

pen

citra

an

dite

muk

an V

TE

Perd

arah

an a

ktif,

riw

ayat

ale

rgi

hepa

rin a

tau

hepa

rin-in

duce

d th

rom

bocy

tope

nia

, riw

ayat

pe

rdar

ahan

se

belu

mny

a,

jum

lah

trom

bosit

<2

5.00

0/m

m3 ,

gang

guan

hat

i be

rat

Dos

is Te

rape

utik

: En

oxap

arin

(low

m

olec

ular

-wei

ght

hepa

rin/L

MW

H) 0

,5 –

1

mg/

kgBB

tiap

12

jam

SQ

A

TAU

H

epar

in ti

trasi

20

U/k

gBB/

jam

seus

ai

targ

et

Asp

irin

MIS

-C d

enga

n ke

terli

bata

n ja

ntun

g A

pabi

la p

ada

pasie

n di

cura

gi a

dany

a K

awas

aki-L

ikei

llnes

A

spiri

n (A

SA) 3

-5m

g/kg

/day

, m

ax=8

1mg

4-6

min

ggu*

Vita

min

C

Sem

ua p

asie

n CO

VID

-19

terk

onfir

mas

i

1-3

tahu

n m

aksim

al

400m

g/ha

ri;

4-8

tahu

n m

aksim

al

600m

g/ha

ri;

9-13

tahu

n m

aksim

al

1,2g

ram

/har

i;

12-1

8 ta

hun

mak

simal

1,

8gra

m/h

ari

Zinc

Se

mua

pas

ien

COV

ID-

19 te

rkon

firm

asi

20

mg/

hari

Page 117: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

106 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Gambar 8. Algoritma Tata Laksana ARDS pada Anak dengan Infeksi

COVID-19 (adaptasi dengan persetujuan komite consensus PEMVECC 2020)

Page 118: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 107

Gambar 9. Algoritma Tata Laksana henti jantung pada anak dengan suspek atau konfirmasi COVID-19

Page 119: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

108 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Tata Laksana Koagulopati pada COVID-19

Gambar 10. Algoritma tata laksana koagulopati pada anak dengan COVID-19

Tata Laksana COVID-19 pada neonatus Definisi kasus neonatus ditentukan oleh status definisi kasus maternal. Pasca terminasi kehamilan, status definisi kasus maternal sudah harus dapat ditentukan non-COVID19, tersangka/terkonfirmasi COVID-19 (hasil pemeriksaan antigen virus SARS-CoV-2 yaitu RT-PCR).

Neonatus tanpa gejala lahir dari ibu tersangka/terkonfirmasi COVID-19: Skrining dengan pemeriksaan pembuktian virus SARS-CoV-2 dengan apus nasofaring harus dilakukan segera, idealnya dua kali dengan interval minimal 24 jam. Diagnosis COVID-19 dapat disingkirkan bila didapatkan hasil apus nasofaring tersebut negatif dua kali pemeriksaan berturut turut.

D‐dimer TrombositProthrombin time Fibrinogen

D‐dimer ↑ >3xTrombosit <100.000/uLPT memanjangFibrinogen <2 g/L

D‐dimer ↑ <3xTrombosit >100.000/uLPT normalFibrinogen N/↑

RAWATMonitor 1‐2x /hari

JIKA RAWAT:monitor 1x/hari

Jika RAJAL:Sebagai data dasar

BERIKAN ANTIKOAGULAN PROFILAKSIS

• Produk darah sesuai protocol• Pertimbangkan terapi

alternatif

Kontraindikasi antikoagulan: • perdarahan, • trombosit <25.000/uLBila tidak ada perdarahan: • jaga trombosit >25.000/uLBila terjadi perdarahan:• Jaga trombosit >50.000/uL• PT ratio <1,5 (PT pasien: PT control)• Fibrinogen >1,5 g/L

perburukan

AntikoagulanProfilaksis:• enoxaparin 0,5 mg/kgBB; 

1x/hari, SK atau• Heparin 5000 U 2 x/hari, SKTerapi:• enoxaparin 0,5‐1 mg/kgBB; 

2x/hari, SK atau• heparin titrasi 20 U/kg/jam 

sesuai target 

Faktor pertimbangan pemberian antikoagulan profilaksis:• Riwayat pasien/keluarga dengan VTE, ATAU• terpasang central venous line + ≥ 2 factor risiko, ATAU• ≥ 4 faktor risiko

• Personal history of thrombophilia or VTE• First‐degree relative with VTE• Presence of central venous line• Postpubertal age• Decreased mobility from baseline• Burns• Active malignancy• Indications of venous stasis or cardiac low flow state• Estrogen therapy• Active systemic infection• Flare of inflammatory disease• Obesity• Severe dehydration• Recent surgery or trauma

Page 120: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 109

Neonatus bergejala, pemeriksaan laboratorium dan pencitraan selain untuk pembuktian COVID-19 juga untuk diagnosis penyakit utamanya. Neonatus dinyatakan tidak menderita COVID-19 bila hasil apus nasofaring tersebut negatif dua kali pemeriksaan berturut turut.

Diagnosis Penyakit utama:

Infeksi awitan dini COVID-19 (apabila infeksi terjadi dalam 72 jam pasca lahir);

Infeksi awitan lambat COVID-19 (apabila infeksi terjadi setelah 72 jam pasca lahir)

Tata laksana Bayi baru lahir dalam keadaan stabil, pasca lahir segera dimandikan untuk mengurangi risiko infeksi. Didasari pada status definisi kasus maternal:

Tersangka COVID-19, semua tindakan dan perawatan dalam isolasi fisik (penularan droplet), dengan APD tingkat-2.

Konfirmasi COVID-19, semua tindakan aerosol

generated dilakukan dalam ruang isolasi dengan APD tingkat-3.

Pada status definisi kasus maternal belum jelas semua tindakan perawatan dalam isolasi fisik (kemungkinan penularan droplet/percikanludah) risiko rendah, dengan APD tingkat-2 sampai ditentukan status definisi pasti, kecuali memerlukan terapi yang menyebabkan aerosol generated maka APD yang digunakan adalah tingkat 3. Penundaan pemotongan tali pusat berdasarkan pedoman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bayi baru lahir dari ibu tersangka atau terkonfirmasi COVID-19 tidak dilakukan. Inisiasi menyusu dini

Diskusikan dengan orang tua mengenai keuntungan dan kerugian IMD, serta cara penularan virus COVID-19.

IMD dilakukan atas keputusan bersama dengan orang tua

Page 121: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

110 Pedoman Tatalaksana COVID-19

IMD dapat dilakukan bila status ibu adalah kontak erat atau kasus suspek, dan dapat dipertimbangkan pada ibu dengan status kasus konfirmasi (simtomatik ringan /asimtomatik), DAN klinis ibu maupun bayi baru lahir dinyatakan stabil.

Inisiasi menyusu dini dilakukan dengan mengutamakan pencegahan penularan COVID-19 yaitu ibu menggunakan APD minimal masker.

Rawat gabung Bayi sehat dari ibu kasus suspek dapat dirawat gabung dan menyusu

langsung dengan mematuhi protokol pencegahan secara tepat. Bayi dari ibu kasus konfirmasi atau kasus probable dilakukan

perawatan bayi di ruang isolasi khusus terpisah dari ibunya (tidak rawat gabung).

Jika kondisi ibu tidak memungkinkan merawat bayinya maka anggota keluarga lain yang kompeten dan tidak terinfeksi COVID-19 dapat merawat bayi termasuk membantu pemberian ASI perah selama ibu dalam perawatan isolasi khusus

Rawat gabung untuk ibu suspek dapat dilakukan bila: Fasilitas kesehatan mempunyai kamar rawat gabung perorangan (1

kamar hanya ditempati 1 orang ibu dan bayinya) Perawatan harus memenuhi protokol kesehatan ketat, yaitu jarak

antara ibu dengan bayi minimal 2 meter. Bayi dapat ditempakan di inkubator atau cots yang dipisahkan dengan tirai.

Ibu rutin dan disiplin mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi.

Ibu memberlakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Ibu harus memakai masker bedah Ruangan rawat gabung memiliki sirkulasi yang baik. Lingkungan disekitar ibu juga harus rutin dibersihkan dengan cairan

disinfektan. Edukasi dan informasi tentang cara penularan virus penyebab

COVID-19. Rawat Gabung tidak dianjurkan bila Ruang rawat gabung berupa ruangan/bangsal bersama pasien lain.

Page 122: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 111

Ibu sakit berat sehingga tidak dapat merawat bayinya. Nutrisi Bila ibu dan keluarga menginginkan menyusui dan dapat patuh melakukan pencegahan penularan virus SARS-CoV-2 maka tenaga kesehatan akan membantu melalui edukasi dan pengawasan terhadap risiko penularan COVID-19. Menyusui ASI terutama bila klinis ibu tidak berat sehingga memungkinkan langkah tersebut. Terdapat 3 pilihan pemberian nutrisi pada bayi yang lahir dari ibu yang tersangka dan terkonfirmasi COVID-19 (tergantung klinis ibu): a. Pilihan pertama, pada kondisi klinis ibu berat sehingga ibu tidak

memungkinkan memerah ASI dan/atau terdapat sarana-prasarana fasilitas kesehatan yang memadai. Keluarga dan tenaga kesehatan memilih mencegah risiko penularan, dengan melakukan pemisahan sementara antara ibu dan bayi. Jika ASI perah atau ASI donor yang layak tidak tersedia, maka pertimbangkan: ibu susuan (dengan penapisan medis untuk menghindari risiko transmisi penyakit) atau susu formula bayi yang sesuai dengan memastikan penyiapan yang benar, aman dan diikuti bantuan relaktasi setelah ibu pulih. Selama perawatan isolasi khusus, ibu dapat tetap memerah ASI untuk mempertahankan produksi dan ASI perah tetap dapat diberikan sebagai asupan bayi. Selama perawatan isolasi khusus, ibu dapat tetap memerah ASI untuk mempertahankan produksi dan ASI perah tetap dapat diberikan sebagai asupan bayi. Ibu memakai masker selama memerah. Ibu mencuci tangan menggunakan air dan sabun selama minimal 20 detik sebelum memerah (disiplin dalam menjaga kebersihan tangan serta higienitas diri). Ibu harus membersihkan pompa serta semua alat yang bersentuhan dengan ASI dan wadahnya setiap selesai (sesuai manufaktur pabrik). ASI perah diberikan oleh tenaga kesehatan atau anggota keluarga yang tidak menderita COVID-19.

b. Pilihan kedua, pada kondisi klinis ibu sedang. Keluarga dan tenaga kesehatan memilih mengurangi risiko penularan, mempertahankan kedekatan ibu dan bayi. Pilihan nutrisinya adalah ASI perah. Ibu memakai masker selama memerah. Ibu menerapkan protokol pencegahan infeksi seperti poin a di atas.

c. Pilihan ketiga, pada kondisi klinis ibu tidak bergejala/ringan dan atau sarana - prasarana terbatas atau tidak memungkinkan perawatan

Page 123: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

112 Pedoman Tatalaksana COVID-19

terpisah. Keluarga dan tenaga kesehatan menerima risiko tertular dan menolak pemisahan sementara ibu dan bayi. Pilihan nutrisinya adalah menyusui langsung. Ibu menggunakan masker bedah. Ibu mencuci tangan dan membersihkan payudara dengan sabun dan air. Ibu menyusui bayinya. Orang tua harus mengerti bayi berisiko tertular walaupun belum diketahui secara pasti. Untuk mengurangi risiko penularan pada pilihan ini, jika memungkinkan ibu harus menjaga jarak 2-meter dengan bayinya selama tidak menyusui.

Ibu dan bayi diperbolehkan pulang dengan meneruskan pembatasan fisik dan bayi diperiksa laboratorium bila terdapat keluhan. Ibu tersangka atau terkonfirmasi COVID-19 dapat menyusui kembali apabila sudah memenuhi kriteria bebas isolasi seperti panduan di atas. Rekomendasi untuk penggunaan obat untuk tata laksana COVID-19 pada ibu hamil dan menyusui yang terinfeksi COVID-19 berdasar kajian literatur Lactmed, terangkum dalam tabel berikut Tabel 13. Tabel 13. Keamanan obat yang dikonsumsi oleh ibu menyusui

Obat Tinjauan Rekomendasi

Azitromisin Karena kadar azitromisin yang rendah dalam ASI dan lazim digunakan pada bayi dalam dosis yang lebih tinggi, penggunaan selama menyusui tidak menyebabkan efek buruk pada bayi yang disusui.

Aman

Ritonavir /

Lopiravir (Aluvia),

Remdezivir,

Pavipiravir

(Avigan)

Tidak diketahui relevansi keamanan obat anti virus ini pada bayi yang disusui.

Belum terdapat bukti ilmiah yang cukup kuat

Interferon β Kadar interferon beta-1a dalam ASI sangat kecil, tidak mungkin mencapai aliran darah bayi.

Aman

Tocilizumab Hanya sejumlah kecil tocilizumab (antibodi kappa G1 (IgG1) antibodi manusia) yang terdeteksi dalam ASI dan tidak ada efek samping yang dilaporkan, tetapi harus digunakan dengan hati-hati terutama saat

Aman, dengan pemantauan ketat

Page 124: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 113

menyusui bayi yang baru lahir atau bayi prematur.

N-acetylcysteine Tidak ada informasi tersedia tentang penggunaan acetylcysteine selama menyusui, untuk menghindari paparan terhadap bayi, ibu menyusui disarankan mempertimbangkan memompa dan membuang ASI mereka selama 30 jam setelah pemberian NAC.

Belum terdapat bukti ilmiah yang cukup kuat

Page 125: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

114 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Alur Tata Laksana Neonatus dari Ibu suspek atau terkonfirmasi

Gambar 11. Algoritma Alur Tata Laksana Neonatus dari Ibu suspek atau terkonfirmasi COVID-19

Sarana memadai

Sarana tidak memadai

 

 

   

Sarana memadai

Bayi RT-PCR pertama positif

Ibu Suspek, Probable, Terkonfirmasi COVID-19 Bayi Tanpa Gejala

Bayi RT-PCR pertama negatif

Bayi dapat dipulangkan dari RS, dengan catatan : KIE risiko penularan Melakukan prosedur isolasi mandiri selama 10-14 hari RS tetap memantau tanda dan gejala tidak normal serta koordinasi dengan Puskemas setempat

Dilakukan Swab RT-PCR Tidak ada fasilitasSwab RT-PCR

Pemeriksaan ulang Swab RT-PCR *) Bayi dapat dipulangkan dari RS setelah hasil swab RT-PCR negatif 2x berturut-turut dengan interval minimal 24 jam

Ada fasilitas swab ulang

Ada fasilitas swab RT-PCR

Tidak ada fasilitas swab ulang Pemeriksaan ulang Swab RT-PCR RT-PCR ulang positif RT-PCR ulang negatif

Tidak ada fasilitas swab ulang

Ada fasilitas swab ulang

Isolasi di Faskes selama 10-14 hari *) swab ulang dilakukan setiap 3 – 7 hari atau tergantung kapasitas Faskes

Isolasi di Faskes selama 10-14 hari

Sarana tidak memadai

Page 126: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 115

Gambar 12. Algoritma Alur Tata Laksana Neonatus dari Ibu suspek atau terkonfirmasi COVID-19

 

 

 

Bayi RT-PCR pertama positif Bayi RT-PCR pertama negatif

Isolasi di Faskes minimal 10 hari ditambah 3 hari bebas gejala

Dilakukan Swab RT-PCR Tidak ada fasilitasSwab RT-PCR

Pemeriksaan ulangSwab RT-PCR pada hari ke-7

Pertimbang-kan CTvaluedan kondisi klinis bayi

Ada fasilitas swab RT-PCR

Tidak ada fasilitas swab ulang Pemeriksaan ulang Swab RT-PCR sampai hasil negatif 2x berturut-turut dengan interval minimal 24 jam

Ada fasilitas

swab ulang

Ibu Suspek, Probable, Terkonfirmasi COVID-19 Bayi Dengan Gejala

Bayi dapat dipulangkan / alih rawat non isolasi untuk tatalaksana penyakit non COVID-19

Bayi Gejala Ringan/ Sedang Bayi Gejala Berat

Pemeriksaan ulang Swab RT-PCR pada hari ke-14 RT-PCR ke-3 positif RT-PCR ke-3 negatif

RT-PCR ke-2 positif RT-PCR ke-2 negatif

Page 127: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

116 Pedoman Tatalaksana COVID-19

BAB VIII

ANALGESIA PADA PENANGANAN NYERI PASIEN COVID-19

Nyeri merupakan kondisi yang banyak ditemukan pada pasien dengan COVID-19 meliputi nyeri tenggorokan, myalgia, nyeri kepala dan termasuk nyeri akibat prosedur tindakan yang dilakukan pada pasien seperti intubasi endotracheal dan ventilasi mekanik. Secara umum penanganan nyeri pada pasien COVID-19 perlu dilakukan untuk menghindari efek akibat penanganan nyeri yang tidak adekuat baik konsekuensi fisiologis maupun psikologis. Konsekuensi fisiologis yang paling dikhawatirkan adalah tercetusnya respon simpatis saraf otonom terutama pada nyeri sedang sampai berat seperti akibat prosedur tindakan yang dilakukan. Respon simpatis yang dihasilkan dikenal dengan fenomena pressor response berupa pelepasan katekolamin dapat menyebabkan peningkatan laju nadi dan tekanan darah serta vasokonstriksi pembuluh darah pada organ-organ vital seperti jantung. Takikardia dan hipertensi menyebabkan gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ke otot miokard yang jika hal ini digabungkan dengan terjadinya gangguan oksigenasi pada pasien COVID-19, maka dapat terjadi iskemia organ multipel yang akan menghambat pemulihan pasien atau bahkan memperberat kondisi pasien. Pemilihan analgesia pada pasien COVID-19 perlu dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal diantaranya besarnya simulasi nyeri, intensitas dan jenis nyeri yang dirasakan pasien serta kondisi pasien dengan adanya perubahan sistem tubuh pasien infeksi COVID-19. Analgesik yang umum digunakan berupa analgesia Non-opioid ( Parasetamol, Non-steroid anti inflammatory drug (NSAIDs) ), Opioid dan beberapa adjuvant analgesia sesuai kondisi nyeri pasien seperti gabapentinoid, antidepresan trisiklik dan lainnya. Pasien dengan intensitas nyeri ringan cukup diberikan analgesia non-opioid, sementara pasien dengan intensitas nyeri sedang sampai berat memerlukan tambahan analgesia kuat seperti opioid dengan konsep multimodal analgesia yang banyak digunakan dalam praktek penanganan nyeri dengan analgesik. Pada kondisi berat maka diperlukan pemberian

Page 128: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 117

sediaan analgesia opioid intravena seperti pada pelaksanaan intubasi dan pemberian ventilasi mekanik. Analgetik Non-opioid Parasetamol merupakan analgesia yang banyak digunakan pada pasien COVID-19 untuk meredakan gejala seperti seperti demam, nyeri kepala, dan nyeri akut maupun kronis lainnya karena memiliki efek analgetik dan antipiretik dengan penggunaan tidak lebih dari 4 gram perhari secara oral maupun intravena mengingat efek toksisitas hati bila digunakan dengan dosis berlebih. Penggunaan NSAIDs pada laporan awal dinyatakan adanya pengaruh jenis tertentu seperti Ibuprofen pada perburukan kasus COVID-19, ternyata hal tersebut tidak cukup bukti ilmiah. Sehingga NSAIDs termasuk Ibuprofen tetap dapat digunakan atau tidak dihentikan pemberiannya selama pasien masih membutuhkan analgetik anti inflamasi, tentu tetap dengan pertimbangan yang sama seperti pada pasien non- COVID-19 lainnya sehubungan dengan fungsi gastrointestinal, renal, koagulasi dan kardiovaskuler serta selektifitas jenis NSAIDs terhadap enzim siklooksigenase COX-1 dan COX-2 yang digunakan.

Perlu diingat bahwa penggunaan analgetik dan antipiretik dapat mengaburkan gejala yang terjadi pada pasien dalam penegakan diagnosis kemungkinan terinfeksi. Namun dalam menangani nyeri dan demam pada pasien dengan COVID-19 maka praktisi medis perlu mempertimbangkan tetap menggunakan pilihan yang tersedia termasuk Parasetamol dan NSAIDs. Analgetik Opioid Opioid adalah jenis analgesik dengan potensi analgesia yang kuat dan perlu diberikan pada kondisi nyeri dengan intensitas sedang sampai berat. Beberapa efek samping seperti mual muntah, pruritus, sedasi dan depresi nafas (walaupun sangat jarang) dapat dihindari dengan penggunaan dosis opioid yang sesuai dengan melakukan titrasi dari awal. Selain itu pemilihan penggunaan jenis opioid juga menentukan terjadinya efek samping yang bisa terjadi. Ada kemungkinan bahwa efek depresi napas oleh opioid dapat menghasilkan dampak positif terhadap gejala pasien dengan infeksi COVID-19 karena opioid menurunkan dorongan untuk bernapas dengan

Page 129: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

118 Pedoman Tatalaksana COVID-19

mempengaruhi respon batang otak terhadap hipoksia dan hiperkapnia secara langsung. Efek samping lain sehubungan dengan pasien COVID-19 adalah efek imunosupresif dari opioid yang dikhawatirkan dapat menyebabkan penurunan fungsi imun seperti yang biasa didapatkan pada penggunaan opioid dalam jangka waktu lama. Dalam hal ini dapat dipertimbangkan penggunaan jenis opioid yang kurang imunosupresif dibanding yang lain misalnya buprenorphine, hydromorphone, oxycodone dan tramadol

dibanding opioid yang lebih imunosupresif, misalnya kodein,

methadone, morfin, fentanyl, dan remifentanil.

Hingga saat ini masih belum ada hubungan yang jelas antara penggunaan opioid dan eksaserbasi gejala COVID-19 sehingga analgesik opioid masih digunakan dalam penanganan nyeri dengan intensitas sedang dan berat pada pasien COVID-19 terutama pada penatalaksanan jalan nafas seperti tindakan intubasi dan analgesia selama pemberian ventilasi mekanik.

Page 130: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 119

OBA

T M

EKA

NIS

ME

KER

JA

DO

SIS

EFEK

SA

MPI

NG

PE

RTI

MBA

NG

AN

PER

AW

ATA

N

Fent

anyl

Re

sept

or m

u-op

ioid

Dos

is

inte

rmite

n:

Kek

akua

n di

ndin

g da

da

Pem

bers

ihan

yan

g be

rkep

anja

ngan

dan

tida

k da

pat d

ipre

diks

i da

pat m

elam

paui

infu

s pen

ghen

tian

ag

onis

0,35

–0,5

mcg

/ k

g IV

de

ngan

infu

s ce

pat

Risi

ko h

ipot

ensi

lebi

h re

ndah

dar

i mor

fin

setia

p 0,

5–1

jam

Aku

mul

asi p

ada d

isfu

ngsi

hat

i

In

fus:

0,7

-10

mcg

/ kg

/ ja

m IV

Tam

bala

n fe

ntan

il ad

alah

alte

rnat

if te

tapi

per

timba

ngka

n m

asal

ah

peny

erap

an (o

nset

dan

offs

et)

Mor

fin

Rese

ptor

mu-

opio

id

Dos

is

inte

rmite

n:

Hip

oten

si M

etab

olit

dapa

t men

umpu

k pa

da d

isfun

gsi g

inja

l

agon

is 2–

4 m

g IV

se

tiap

1–2

jam

Brad

ikar

dia

Aku

mul

asi m

orfin

-6-g

luku

roni

da d

apat

men

yeba

bkan

seda

si da

n m

orfin

-3 g

luku

roni

da d

apat

men

yeba

bkan

neu

roto

ksisi

tas

Infu

s: 2

–30

mg

/ jam

IV

M

orfin

ete

rnal

ada

lah

alte

rnat

if se

lam

a ke

kura

ngan

tera

pi IV

: ko

nver

si P

O p

erlu

dip

ertim

bang

kan

untu

k do

sis

H

ydro

mor

phon

e Re

sept

or m

u-op

ioid

D

osis

in

term

iten:

H

ipot

ensi

5-7

kal

i leb

ih k

uat d

arip

ada

mor

fin

ag

onis

0,2–

0,6

mg

IV se

tiap

1–2

jam

A

kum

ulas

i hid

rom

orfo

n-3-

gluk

uron

ida

pada

disf

ungs

i gin

jal d

apat

m

enye

babk

an n

euro

toks

isita

s

In

fus:

0,5

–3

mg

/ jam

IV

Tabe

l 14.

Beb

erap

a pi

lihan

Ana

lges

ik u

ntuk

Pas

ien

CO

VID

-19.

Page 131: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

120 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Re

mife

ntan

il Re

sept

or m

u-op

ioid

D

osis

load

ing

: 1.5

H

ipot

ensi

Pan

tau

geja

la p

utus

oba

t opi

at se

lam

a 24

jam

sete

lah

men

ghen

tikan

rem

ifent

anil

ag

onis

mcg

/ kg

IV

Kek

akua

n di

ndin

g da

da

Gun

akan

ber

at b

adan

sebe

narn

ya. G

unak

an IB

W ji

ka b

erat

bad

an

pasie

n se

bena

rnya

130

%>

IBW

In

fus:

0,5

–15

T

idak

ada

aku

mul

asi p

ada

gaga

l hat

i / g

inja

l

m

cg /

kg /

jam

IV

D

apat

men

yeba

bkan

sind

rom

sero

toni

n de

ngan

pen

ggun

aan

bers

amaa

n de

ngan

age

n se

roto

nerg

ik

Su

fent

anil

Rese

ptor

mu-

opio

id

Infu

s: 0

,3

hing

ga 1

,5

mcg

/

Brad

iarit

mia

D

apat

men

yeba

bkan

sind

rom

sero

toni

n de

ngan

pen

ggun

aan

bers

amaa

n de

ngan

age

n se

roto

nerg

ik

ag

onis

kg /

jam

H

ipot

ensi

5-1

0 ka

li le

bih

kuat

dar

ipad

a fe

ntan

yl

Ent

eral

ters

edia

seba

gai a

ltern

atif

(per

hatik

an k

onve

rsi u

ntuk

dos

is

ekui

pote

n)

A

lfent

anil

Rese

ptor

mu-

opio

id

Dos

is

load

ing:

50

mcg

/kg

iv

Hip

oten

si

Gun

akan

ber

at b

adan

sebe

narn

ya. G

unak

an IB

W ji

ka b

erat

bad

an

sebe

narn

ya p

asie

n 12

0%>

IBW

agon

is In

fus:

0,5

-1,5

5

kali

lebi

h ku

at d

arip

ada f

enta

nil

D

apat

men

yeba

bkan

sind

rom

sero

toni

n de

ngan

pen

ggun

aan

bers

amaa

n de

ngan

age

n se

roto

nerg

ik

Page 132: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 121

Oxy

codo

ne

Rese

ptor

mu-

opio

id

Dos

is or

al: 5

-2

0 H

ipot

ensi

Kon

sent

rasi

seru

m m

enin

gkat

50%

pad

a pa

sien

deng

an C

rCl 6

0 m

L / m

enit

ag

onis

mg

setia

p 4

sam

pai 6

jam

Int

erak

si o

bat d

enga

n in

hibi

tor C

YP3

A4

JA

NG

AN

men

ghan

curk

an fo

rmul

asi p

elep

asan

terk

ontro

l

P

erha

tian

deng

an k

onve

rsi k

e do

sis e

kuip

oten

Met

adon

Re

sept

or m

u-op

ioid

D

osis

oral

: 10

–40

Perp

anja

ngan

in

terv

al

W

aktu

par

uh y

ang

panj

ang

ag

onis,

NM

DA

re

sept

or

mg

setia

p 6-

12 ja

m

QTc

Efek

ber

kepa

njan

gan

deng

an d

isfun

gsi h

ati d

an g

inja

l

an

tago

nis

Dos

is

inte

rmite

n:

Dap

at m

enye

babk

an si

ndro

m se

roto

nin

deng

an p

engg

unaa

n be

rsam

aan

deng

an a

gen

sero

tone

rgik

2,

5–10

mg

IV

setia

p 8–

12

jam

Wak

tu p

aruh

elim

inas

i tid

ak se

suai

den

gan

dura

si sin

gkat

dar

i efe

k an

alge

sik

H

ati-h

ati d

enga

n pe

mbe

rian

bers

ama

deng

an o

bat l

ain

yang

m

empe

rpan

jang

QTc

Gab

apen

tin

Salu

ran

kalsi

um

Dos

is or

al:

900–

Ed

ema

perif

er

Kur

angi

dos

is b

erda

sark

an C

rCl

m

odul

asi

3600

mg

/ ha

ri di

bagi

TI

D-Q

ID

Page 133: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

122 Pedoman Tatalaksana COVID-19

OBA

T M

EKA

NIS

ME

KER

JA

DO

SIS

EFEK

SA

MPI

NG

PE

RTI

MBA

NG

AN

PER

AW

ATA

N

Kar

bam

azep

in

Peng

ham

abt

salu

ran

natri

um

200-

1200

mg

/ har

i dib

agi

BID

-TID

Hip

onat

rem

ia

terg

antu

ng d

osis

Per

timba

ngka

n pe

ngur

anga

n do

sis 2

5% p

ada

gang

guan

gin

jal

bera

t (Cr

Cl <

10 m

l / m

enit)

St

even

s-Jo

hnso

n P

ertim

bang

kan

peng

uran

gan

dosi

s: m

enja

lani

met

abol

isme

hati

yang

eks

tens

if

sind

rom

/ to

ksik

Ep

ider

mal

nek

rolis

is

A

gran

ulos

itosi

s

Pr

egab

alin

M

odul

asi

salu

ran

kals

ium

D

osis

ora

l: 15

0-

Edem

a pe

rifer

K

uran

gi d

osis

ber

dasa

rkan

CrC

l

60

0 m

g / h

ari

diba

gi

TID

–Q

ID

K

etor

olac

In

hibi

si en

zim

sik

look

sigen

asi

1dan

2 y

ang

reve

rsib

le

Dos

is

inte

rmite

n:

Risi

ko g

agal

gin

jal

dan

Perd

arah

an

Hin

dari

OA

INS

pd d

isfun

gsi g

inja

l, pe

rdar

ahan

gas

troin

testi

nal d

an

kela

inan

trom

bosit

15-3

0 m

g IV

/ IM

setia

p 6

jam

sa

mpa

i 5 h

ari

Page 134: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 123

Ibup

rofe

n In

hibi

si en

zim

si

kloo

ksig

enas

i 1d

an 2

yan

g re

vers

ible

Dos

is o

ral:

400

mg

setia

p 4

jam

Ri

siko

gag

al g

inja

l da

n Pe

rdar

ahan

Hin

dari

OA

INS

pd d

isfun

gsi g

inja

l, pe

rdar

ahan

gas

troin

testi

nal d

an

kela

inan

trom

bosit

(mak

s 2,4

g /

hari)

Dos

is

inte

rmite

n:

400-

800

mg

IV

setia

p 6

jam

(m

aks:

3,2

g/ha

ri

Lido

kain

Pe

ngha

mba

t sa

lura

n N

atriu

m

Dos

is

mua

tan:

1.5

m

g / k

g

Brad

ikar

dia

Pan

tau

kada

r oba

t (no

rmal

<4

mcg

/ m

L, ti

ngka

t tok

sik>

5 m

cg /

mL)

Infu

s: 0

,5 -

2,5

mg

/ kg

/ ja

m

Hip

erte

nsi

Wak

tu p

aruh

dip

erpa

njan

g de

ngan

gag

al ja

ntun

g ko

nges

tif,

peny

akit

hati,

syok

, dan

gan

ggua

n gi

njal

H

ipot

ensi

Peng

lihat

an k

abur

G

emet

ar

BID

: dua

kal

i seh

ari;

CrC

l: kl

irens

kre

atin

in; C

YP:

Sito

krom

P45

0; ja

m: j

am; I

BW

: ber

at b

adan

idea

l; IV

: int

rave

na; I

M: i

ntra

mus

kula

r; m

in: m

enit;

NSA

IDS:

oba

t ant

i inf

lam

asi n

onste

roid

; N

MD

A: N

-met

ilD-a

spar

tat;

PO: e

nter

al; Q

ID: 4

kal

i seh

ari;

SSR

I: Pe

ngha

mba

t reu

ptak

e se

roto

nin s

elek

tif, S

NR

I: In

hibi

tor r

eupt

ake

sero

toni

n-no

repi

nefri

n; t½

: wak

tu p

aruh

; TID

: 3 k

ali s

ehar

i; TC

A: a

ntid

epre

san

trisi

klik

; Vd:

vol

ume

distr

ibus

i D

isadur

dari

kep

ust

aka

an A

mm

ar

et a

l. J

ou

rna

l o

f In

ten

sive

Ca

re M

edic

ine.

20

20

Page 135: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

124 Pedoman Tatalaksana COVID-19

DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization. Clinical management of severe acute

respiratory infection (SARI) when COVID-19 disease is suspected.Interim Guidance, 13 March 2020.

2. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A. Features, evaluation and treatment Coronavirus (Covid-19). Treasure Island (FL): StatPeals Publishing 2020

3. Erlina B, Fathiyah I, Agus Dwi Susanto dkk. Pneumonia COVID-19. Diagnosis dan Tatalaksana di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta, 2020.

4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Protokol Tatalaksana Pasien COVID-19. Jakarta, 3 April 2020.

5. Joseph T, Moslehi MA, Hogarth K et.al. International Pulmonologist’S Consensus on COVID-19. 2020.

6. Schiffrin EL, Flack J, Ito S, Muntner P, Webb C. Hypertension and COVID-19. American Journal of Hypertension. 2020.

7. Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif. Buku Pedoman Penanganan Pasien Kritis COVID-19. April, 2020.

8. Komite Kegawatan Kardiovaskular PP PERKI dan Tim Satgas Covid PP PERKI. Pedoman Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan Hidup Jantung Lanjut pada Dewasa, Anak, dan Neonatus Terduga/Positif Covid-19. 2020.

9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Pemantauan QTc pada Pasien Covid-19. 2020

10. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi ke-4. 4 ed: Kementerian Kesehatan RI; 2020.

11. Guo W, Li M, Dong Y, Zhou H, Zhang Z, Tian C, et al. Diabetes is a risk factor for the progression and prognosis of COVID-19. Diabetes/Metabolism Research and Reviews. 2020:e3319.

12. Bornstein SR, Dalan R, Hopkins D, Mingrone G, Boehm BO. Endocrine and metabolic link to coronavirus infection. Nature Reviews Endocrinology. 2020.

13. Meshkani SE, Mahdian D, Abbaszadeh-Goudarzi K, Abroudi M, Dadashizadeh G, Lalau JD, et al. Metformin as a protective agent against natural or chemical toxicities: a comprehensive review on drug repositioning. J Endocrinol Invest. 2020;43(1):1-19.

Page 136: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 125

14. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19). 2 ed: Kementerian Kesehatan RI; 2020.

15. CDC. Interim Additional Guidance for Infection Prevention and Control Recommendations for Patients with Suspected or Confirmed COVID-19 in Outpatient Hemodialysis Facilities. 2020.

16. Centers for Medicare & Medicaid Services. Guidance for Infection Control and Prevention of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) in dialysis facilities.2020

17. Expert team of Chinese Medical Association Nephrology Branch. Recommendations for prevention and control of novel coronavirus infection in blood purification center (room) from the Chinese Medical Association Nephrology Branch. Chinese Journal of Nephrology. 2020;36(2):82-4.

18. Naicker S, Yang C-W, Hwang S-J, Liu B-C, Chen J-H, Jha V. The Novel Coronavirus 2019 Epidemic and Kidneys. KIdney International. 2020.

19. Lupus Research Alliance. COVID-19 Frequently Asked Questions: What You Should Know. New York: Lupus Research Alliance; 2020 [updated 3 April 2020; cited 2020 13 April]. Available from: https://www.lupusresearch.org/covid-19-frequently-asked-questions/.

20. British Society for Rheumathology. Covid-19: guidance for rheumatologist. London: British Society for Rheumatology; 2020 [updated 2020 April 7; cited 2020 13 April]. Available from: https://www.rheumatology.org.uk/news-policy/details/covid19-coronavirus-update-members.

21. EULAR. EULAR Guidance for patients COVID-19 outbreak. Kilchberg, Switzerland: EULAR; 2020 [updated 17 March 2020; cited 2020 April 13]. Available from: https://www.eular.org/eular_guidance_for_patients_covid19_outbreak.cfm

22. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Panduan klinis Tatalaksana COVID-19 pada anak. Edisi 2. IDAI. 22 Maret 2020.

23. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.Pedoman BHD dan BHJL pada COVID-1. Available at

Page 137: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

126 Pedoman Tatalaksana COVID-19

:http://www.inaheart.org/news_and_events/news/2020/4/13/pedoman_bhd_dan_bhjl_pada_covid_19.

24. Edelson et.al. Interim Guidance for Life Support for Covid19. Circulation. 2020

25. Recommendation from the Peking Union Medical College Hospital for the Management of acute myocardial infarction during the COVID-19 outbreaks since December 2019. European Heart Journal. 2020

26. National Institute for Health and Care excellence (NICE). COVID-19 rapid guideline: community-based care of patient with chronic obstructive pulmonary disease (COPD). NICE guideline. Published 9 April 2020.

27. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). GOLD COVID-19 guidance.

28. WHO. WHO Information Note : Tuberculosis and COVID-19. 4 April 2020. Available from : https://www.who.int/tb/ COVID_19considerations_tuberculosis_services.pdf.

29. Kementerian Kesehatan RI. Protokol Tatalaksana Pasien TB dalam Masa Pandemi COVID-19. 23 Maret 2020. Available from :http://promkes.kemkes.go.id/download/epfk/files53142Protokol%20TB%20dalam%20Pandemi%20Covid-19%202020.pdf

30. Kneyber MCJ, Medina A, I Alapont VM, Blokpoel R, Brierley J, Chidini G, Cusco MG, Hammer J, Fernandez YML, Camilo C, Milesi C, De Luca C, Pons M, Tume L, Rimensberger P. Practice Recommendation for the management of children with suspected or proven COVID-19 infection from the Pediatric Mechanical Consensus Conference (PEMVECC) and the section Respiratory Failure from The European Society for Pediatric and Neonatal Intensive Care (ESPNIC) 2020.

31. Hsu J. How covid-19 is accelerating the threat of antimicrobial resistance. BMJ 2020;369:m1983 doi: 10.1136/bmj.m1983

32. Huttner BD et al., COVID-19: don't neglect antimicrobial stewardship principles!, Clinical Microbiology and Infection, https://doi.org/10.1016/j.cmi.2020.04.024

33. Cox MJ, Loman N, Bogaert D, O’Grady J. Co infections: potentially lethal and unexplored in coivd-19. Correspondence. www.thelancet.com/microbe 2020. https://doi.org/10.1016/ S2666-5247(20)30009-4

34. Clancy CJ, Nguyen MH. Coronavirus disease 2019, superinfections, and antimicrobial development: what can we expect? CIS 2020;XX(XX):1-8.

Page 138: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 127

35. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (Covid-19). May 2020.

36. World Health Organization. Guiding principles for immunization activities during the COVID-19 pandemic. Maret 2020.

37. World Health Organization . DRAFT landscape of COVID-19 candidate vaccines. April 2020

38. Aniwidyaningsih W, Prasenohadi, Susanto AD, dkk. Panduan Tindakan Bronkoskopi Pada Era Pandemi COVID-19. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2020.

39. American College of Cardiology. Cardiac implications of novel Wuhan coronavirus (Covid-19). February 2020.

40. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Zhang J, et al. Clinical characteristics of 138 hospitalized patients with 2019 novel coronavirus-infected pneumonia in Wuhan, China. JAMA 2020;323(11):1061-9.

41. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet 2020;395:497-506.

42. Jing L, Li S, Liu J, Liang B, Wang X, Wang H, et al. Longitudinal characteristics of lymphocyte responses and cytokine profiles in the peripheral blood of SARS-CoV-2 infected patients. EBioMedicine 2020. https://doi.org/10.1016/ j.ebiom.2020.102763.

43. Zhou Y, Fu B, Zheng X, Wang D, Zhao C, Qi Y, et al. Aberrant pathogenic GM-CSF+ T cells and inflammatory CD14+ CD16+ monocytes in severe pulmonary syndrome patients of a new coronavirus. BioRxiv 2020. https://doi.org/10.1101/ 2020.02.12.945576.

44. Michot JM, Albiges L, Chaput N, Saada V, Pommeret F, Griscelli F, et al. Tocilizumab, an anti-IL6 receptor antibody, to reat Covid-19-related respiratory failure: A case report. Annals of Oncology 2020. https://doi.org/10.1016/j.annonc.2020.03.300.

45. Van Kraaij TD, Mostard RL, Ramiro S, Magro-Checa C, van Dongen CM, van Haren EH, et al. Tolicizumab in severe COVID-19 pneumonia and concomitant cytokine release syndrome. EJCRIM 2020; 7. 10.12890/2020_001675.

46. Luo P, Liu Y, Qiu L, Liu X, Liu D, Li J. Tocilizumab treatment in COVID-19: A single center experience. J Med Virol 2020:1-5.

Page 139: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

128 Pedoman Tatalaksana COVID-19

47. Xu X, Han M, Li T, Sun W, Wang D, Fu B, et al. Effective treatment of severe COVID-19 patients with tocilizumab. Proc Natl Acad Sci USA 2020; 202005615.

48. Alattar R, Ibrahim TBH, Shaar SH, Abdalla S, Shukri K, Daghfal JN, et al. Tocilizumab for the treatment of severe coronavirus disease 2019. J Med Virol 2020:1-8.

49. Jin X, Lian JS, HU JH, et al. Epidemiological, clinical and virological characteritics of 74 cases of coronavirus infected disease 2019 (Covid-19) with gastrointestinal symptomps. Gut 2020;69:1002-9.

50. Lin L, Jiang X, Zhang Z et al. Gastrointestinal symptomps of 95 cases with SARS-Cov-2 infection. Gut 2020;69:997-1001.

51. Ong J, Young BE, Ong S. Covid-19 in gastroenterology: a clinical perspective. Gut 2020;69:114-5.

52. World Health Organization. Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). WHO; 2020

53. Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, et al. Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China. N Engl J Med. 2020. https://doi.org/10.1056/NEJMo a2002032

54. Thachil J, Tan N, Gando S, et al. ISTH interim guidance on recognition and management of coagulopathy in COVID-19. J Thromb Haemost. 2020. http://doi.org/ 10.1111/jth.14810

55. Wu C, Chen X, Cai Y, Xia J, Zhou X, Xu S, et al. Risk factors associated with acute respiratory distress syndrome and death in patients with coronavirus disease 2019 pneumonia in Wuhan, China. JAMA Intern Med. 2020. https://doi.org/10.1001/ jamainternmed.2020.0994.

56. Tang N, Li D, Wang X, Sun Z. Abnormal Coagulation parameters are associated with poor prognosis in patients with novel coronavirus pneumonia. J Thromb Haemost. 2020. https://doi.org/10.1111/jth.14768

57. Ackermann M, Verleden S.E, Kuehnel M, Haverich A, Welte T, Laenger F, et al. Pulmonary Vascular Endothelialitis, Thrombosis, and Angiogenesis in Covid-19. N Engl J Med. 2020. https://doi.org/10.1056/NEJMoa2015432.

58. Taylor FB Jr, Toh CH, Hoots WK, Wada H, Levi M. Scientific subcommittee on disseminated intravascular coagulation (DIC) of the international society on thrombosis and Haemostasis (ISTH).

Page 140: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 129

Scientific subcommittee on disseminated intravascular coagulation (DIC) of the international society on thrombosis and Haemostasis (ISTH). Towards definition, clinical and laboratory criteria, and a scoring system for disseminated intravascular coagulation. Thromb Haemost. 2001;86(5):1327–30.

59. Alessandro C, Lorenzo A, Anne A-S, et al. Suggestion for thromboprophylaxis and laboratory monitoring for in-hospital patients with COVID-19. Swiss Med Wkly. 2020. http://doi.org/10.4414/smw.2020.20247

60. Kearon C, Akl E.A., MD, MPH, PhD; Ornelas J, Blaivas A, Jimenez D, Bounameaux H, et al. Antithrombotic Therapy for VTE Disease. CHEST Guideline and Expert Panel Report. CHEST 2016;149:2:315-352

61. Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia. Panduan Nasional Tromboemboli Vena 2018;1-101.

62. Cate H ten. Thrombosis management in times of COVID-19 epidemy; a Dutch perspective. Thrombosis Journal. 2020. http>//doi.org/10.1186s12959-020-00220-3.

63. Duan K., Liu B., Li C., Zhang H., Yu T., Qu J., et al. The feasibility of convalescent plasma therapy in severe COVID- 19 patients: a pilot study. medRxiv preprint doi: https://doi.org/10.1101/2020.03.16.20036145

64. Casadevall A., Pirofski L-A. The convalescent sera option for containing COVID-19. J Clin Invest. 2020;130:4:1545-1548

65. Shen C., Wang Z., Zhao F., Yang Y., Li J., Yuan J. Treatment of 5 Critically Ill Patients With COVID-19 With Convalescent Plasma. JAMA 2020;323(16):1582-1589

66. U.S. Department of Health and Human Services. Food and Drug Administration. Recommendations for Investigational COVID-19 Convalescent Plasma 2020.

67. UP-Philippine General Hospital Technical Working Group on Convalescent Plasma Therapy. Guide on the compassionate use of convalescent plasma therapy for covid-19. April 2020:1-24.

68. An EU programme of COVID-19 convalescent plasma collection and transfusion 2020:1-7.

69. Li L., Zhang W., Hu Y., Tong X., Zheng S., Yang J, et al. Effect of Convalescent Plasma Therapy on Time to Clinical Improvement in Patients With Severe and Life-threatening COVID-19. A

Page 141: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

130 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Randomized Clinical Trial. JAMA.doi:10.1001/jama.2020.10044 Published online June 3, 2020.

70. Cunningham A.C., Goh H.P., Koh D. Treatment of COVID-19: old tricks for new challenges. Crit care 2020;24:91:1-2.

71. Bikdeli B., Madhavan M.V., Jimenez D., Chuich T., Dreyfus I., Driggin E., et al. COVID-19 and Thrombotic or Thromboembolic Disease: Implications for Prevention, Antithrombotic Therapy, and Follow-up. JACC. doi: https://doi.org/10.1016/j.jacc. 2020.04.031 .

72. Alessandro C., Lorenzo A., Anne A-S., Pierre F., Bernhard G., Lukas G., et al. Suggestions for thromboprophylaxis and laboratory monitoring for in-hospital patients with COVID-19. Swiss Med Wkly. 2020;150:w20247.

73. Gattinoni L, Chiumello D, Caironi P, Busana M, Romitti F, Brazzi L, et al. COVID-19 pneumonia: different respiratory treatments for different phenotypes? Intensive Care Med. 2020.

74. Alhazzani W, Moller MH, Arabi YM, Loeb M, Gong MN, Fan E, et al. Surviving Sepsis Campaign: Guidelines on the Management of Critically Ill Adults with Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Crit Care Med. 2020.

75. WHO. Clinical management of severe acute respiratory infection when novel coronavirus (2019-nCoV) infection is suspected. Geneva: World Health Organization; 2020. Contract No.: WHO/nCoV/Clinical/2020.3.

76. NIH-NHLBI. ARDSnet Mechanical Ventilation Protocol Summary. Massachusetts: National Institutes of Health - National Heart, Lung, and Blood Institute - ARDS network; 2008. Available From: http://www.ardsnet.org/files/ventilator_ protocol_2008-07.pdf.

77. Chiumello D, Cozzi OF, Mistraletti G. Sedation in ARDS: An Evidence-Based Challenge. Annual Update in Intensive Care and Emergency Medicine 2017. Annual Update in Intensive Care and Emergency Medicine2017. p. 263-76.

78. Shah FA, Girard TD, Yende S. Limiting sedation for patients with acute respiratory distress syndrome – time to wake up. Current Opinion in Critical Care. 2017;23(1):45-51.

79. Marone EM, Rinaldi LF. Upsurge of deep venous thrombosis in patients affected by COVID-19: Preliminary data and possible

Page 142: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 131

explanations. Journal of Vascular Surgery: Venous and Lymphatic Disorders. 2020.

80. Khan IH, Savarimuthu S, Leung MST, Harky A. The need to manage the risk of thromboembolism in COVID-19 patients. J Vasc Surg. 2020.

81. Tambunan KL, Pangalila FJV, Wahjuprajitno B, Hutajulu SV, Bur R, Juzar DA, et al. Konsensus penatalaksanaan tromboemboli vena (tev) pada penyakit kritis. 1 ed. Jakarta: PERDICI; 2019.

82. Thachil J. The versatile heparin in COVID-19. J Thromb Haemost. 2020;18(5):1020-2.

83. MSHS. MSHS COVID ANTICOAGULATION PROTOCOL. New York: Mount Sinai Health System; 2020. Available From: https://www.mountsinai.org/files/MSHealth/Assets/HS/About/Coronavirus/COVID-19-Anticoagulation-Algorithm.pdf.

84. Polonikov A. Endogenous deficiency of glutathione as the most likely cause of serious manifestations and death in COVID-19 patients. ACS Infect Dis. 2020 May 8. https://dx.doi.org/10.1021/ acsinfecdis.0c00288

85. Delgado-Roche L, Mesta F. Oxidative stress as key player in severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) infection. Archives of medical research. 2020. https://doi.org/10.1016/ j.arcmed.2020.04.019

86. Lu X, Ma Y, He J, Li Y, Zhu H, Yu X. N-acetylcysteine for adults with acute respiratory distress syndrome: a meta-analysis of randomized controlled trials. Hong Kong Journal of Emergency Medicine. 2019;26(5):288-98.

87. Aldini G, Altomare A, Baron G, Vistoli G, Carini M, Borsani L, et al. N-acetylcysteine as an antioxidant and disulphide breaking agent: the reasons why. Free Radic Res. 2018 Jul;52(7):751-62.

88. Horowitz RI, Freeman PR, Bruzzese J. Efficacy of glutathione therapy in relieving dyspnea associated with COVID-19 pneumonia: a report of 2 cases. Respiratory Medicine Case Reports. 2020. https://doi.org/10.1016/j.rmcr.2020.101063

89. ClinicalTrials.gov [Internet]. Bethesda (MD): National Library of Medicine (US). 2000 Feb 29 - . Identifier NCT04419025, Efficacy of N-acetylcysteine (NAC) in preventing COVID-19 from progressing to severe disease; 2020 Jun 5 [cited 2020 Jun 19]; [1 page]. Available from:

Page 143: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

132 Pedoman Tatalaksana COVID-19

https://clinicaltrials.gov/ct2/show/study/NCT04419025?cond=COVID-19+NAC&draw=2&rank=2

90. ClinicalTrials.gov [Internet]. Bethesda (M): National Library of Medicine (US). 2000 Feb 29 - . Identifier NCT04374461, A study of N-acetylcysteine in patients with COVID-19 infection; 2020 Jun 5 [cited 2020 Jun 19]; [1 page]. Available from: https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04374461?cond=COVID-19+NAC&draw=2&rank=1

91. Registro Brasileiro de Ensaios Clinicos [Internet]. Rio de Janeiro: Oswaldo Cruz Foundation (Brazil). [date unknown] - . Identifier U1111-1250-3564, Treatment of 2019-nCoV pneumonia with N-acetylcysteine; 2020 Apr 12 [cited 2020 Jun 19]; [1 page]. Available from: http://www.ensaiosclinicos.gov.br/rg/RBR-8969zg/

92. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi ke-5. 5 ed: Kementerian Kesehatan RI; 2020.

93. Korea CDC, 2020: Li, Xiao et al. 2020 94. Tillet RL, Sevinsky JR, Hartley PD, Kerwin H, Crawforn N,

Gorzalski A, et al. Genomic evidence for reinfection with SARS-Cov-2: a case study. The Lancet Infectious Diseases. 2020

95. Rochwerg B, Agoritsas T, Lamontagne F, Leo YS, Macdonald H, Agarwal A, et.al. A living WHO guideline on drugs for COVID-19. BMJ 2020;370:m3379. doi: 10.1136/bmj.m3379

96. Leng Z, Zhu R, Hou W. Transplantation of ACE2 Mesenchymal stem cells improves the outcomes of patients with COVID-19 pneumonia. Aging Dis 2020; 11:216-22

97. de Alencar JCG, et.al. Double-blind, Randomized, Placebo-controlled Trial With N-acetylcysteine for Treatment of Severe Acute Respiratory Syndrome Caused by Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Clinical Infectious Disease. 2020

98. Administration of Allogenic UC-MSCs as Adjuvant Therapy for Critically-Ill COVID-19 Patients. https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04457609. Diakses pada 26 Oktober 2020

99. Carfi A, Bernabei R, Landi F. Persistent Symptoms in Patient After Acute Covid-19. JAMA. 2020;324(6):603-605. doi:10.1001/jama.2020.12603

Page 144: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 133

100. Couzin-Frankel J. From Brain Fog to Heat Damage , Covid-19,s Lingering Problems Alarm Scientists[Internet]. 2020 [cited 2020 Sept 24]. Available from: https://www.sciencemag.org/news/2020/07/brain-fog-heart-damage-covid-19-s-lingering-problems-alarm-scientists

101. Iwasaki A. What reinfections mean for COVID-19. The Lancet Infectious Diseases. 2020.

102. Cento V, Colagrossi L, Nava A, Lamberti A, Senatore S, Travi G, et al. Persistent positivity and fluctuations of SARS-CoV-2 RNA in clinically-recovered COVID-19 patients. Journal of Infection. 2020 Sep;81(3):e90–2.

103. Zumla A, Niederman MS. Editorial: The explosive epidemic outbreak of novel coronavirus disease 2019 (COVID-19) and the persistent threat of respiratory tract infectious diseases to global health security. Curr Opin Pulm Med. 2020 May;26(3):193–6.

104. Santoso A, Pranata R, Wibowo A, Al-Farabi MJ, Huang I, Antariksa B. Cardiac injury is associated with mortality and critically ill pneumonia in COVID-19: A meta-analysis [Internet]. The American Journal of Emergency Medicine. 2020. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ajem.2020.04.052

105. Babapoor-Farrokhran S, Gill D, Walker J, Rasekhi RT, Bozorgnia B, Amanullah A. Myocardial injury and COVID-19: Possible mechanisms. Life Sci. 2020 Jul 15;253:117723.

106. Giustino G, Croft LB, Stefanini GG, Bragato R, Silbiger JJ, Vicenzi M, et al. Characterization of Myocardial Injury in Patients With COVID-19. J Am Coll Cardiol. 2020 Nov 3;76(18):2043–55.

107. Saus PS, Hanafy D, Barack R. COVID 19 with Cardiac Injury Complication, A case Report. Indonesian Journal of Cardiology. 2020 May 29;41(2):49–53.

108. Peng W, Wu H, Tan Y, Li M, Yang D, Li S. Mechanisms and treatments of myocardial injury in patients with corona virus disease 2019. Life Sci. 2020 Dec 1;262:118496.

109. Mortensen EM, Pugh MJ, Copeland LA, Restrepo MI, Cornell JE, Anzueto A, et al. Impact of statins and angiotensin-converting enzyme inhibitors on mortality of subjects hospitalised with pneumonia. Eur Respir J. 2008 Mar;31(3):611–7.

110. Daskalov’ [’ivaylo Rilkov, Valova-Ilieva’] ’tatyana. Management of acute pericarditis: treatment and follow-up [Internet]. [cited

Page 145: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

134 Pedoman Tatalaksana COVID-19

2020 Dec 23]. Available from: https://www.escardio.org/Journals/E-Journal-of-Cardiology-Practice/Volume-15/Management-of-acute-pericarditis-treatment-and-follow-up

111. Rabbani AB, Parikh RV, Rafique AM. Colchicine for the Treatment of Myocardial Injury in Patients With Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)—An Old Drug With New Life? JAMA Netw Open. 2020 Jun 1;3(6):e2013556–e2013556.

112. The Healthline Editorial Team. Myocarditis [Internet]. 2012 [cited 2020 Dec 23]. Available from: https://www.healthline.com/health/heart-disease/myocarditis.

113. Luo P, Liu Y, Qiu L, Liu X, Liu D, Li J. Tocilizumab treatment in COVID-19: A single center experience. J Med Virol. 2020 Jul;92(7):814-818.

114. Toniati P, et al. Tocilizumab for the treatment of severe COVID-19 pneumonia with hyperinflammatory syndrome and acute respiratory failure: A single center study of 100 patients in Brescia, Italy. Autoimmun Rev. 2020 Jul;19(7):102568

115. Górgolas Hernández-Mora M, Cabello Úbeda A, Prieto-Pérez L, et al. Compassionate use of tocilizumab in severe SARS-CoV2 pneumonia [published online ahead of print, 2020 Oct 25]. Int J

Infect Dis. 2020;102:303-309. doi:10.1016/j.ijid.2020.10.045 116. Sciascia S, et al. Pilot prospective open, single-arm multicentre

study on off-label use of tocilizumab in patients with severe COVID-19. Clin Exp Rheumatol. 2020 May-Jun;38(3):529-532. Epub 2020 May 1. PMID: 32359035.

117. Interleukin-6 Inhibitors. (2020). Retrieved December 12, 2020, from https://www.covid19treatmentguidelines.nih.gov/immune-based-therapy/immunomodulators/interleukin-6-inhibitors/

118. Hojyo S, Uchida M, Tanaka K, et al. How COVID-19 induces cytokine storm with high mortality. Inflamm Regen. 2020;40:37. Published 2020 Oct 1. doi:10.1186/s41232-020-00146-

119. A Kaye AG, Siegel R. The efficacy of IL-6 inhibitor Tocilizumab in reducing severe COVID-19 mortality: a systematic review. PeerJ. 2020;8:e10322. Published 2020 Nov 2. doi:10.7717/peerj.10322

120. B Boregowda U, Perisetti A, Nanjappa A, Gajendran M, Kutti Sridharan G, Goyal H. Addition of Tocilizumab to the Standard of

Page 146: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 135

Care Reduces Mortality in Severe COVID-19: A Systematic Review and Meta-Analysis. Front Med (Lausanne). 2020;7:586221. Published 2020 Oct 2. doi:10.3389/fmed.2020.586221

121. Guillén, L., Padilla, S., Fernández, M. et al. Preemptive interleukin-6 blockade in patients with COVID-19. Sci Rep. 2020 Oct 08;10:16826).

122. Chiotos K, Hayes M, Kimberlin D, Jones S, James S, Pinninti S et al. Multicenter Interim Guidance on Use of Antivirals for Children With Coronavirus Disease 2019/Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2. Journal of the Pediatric Infectious Diseases Society. 2020.

123. National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID). NIH clinical trial shows remdesivir accelerates recovery from advanced COVID-19. https://www.niaid.nih.gov/news-events/nih-clinical-trial-shows-remdesivir-accelerates-recovery-advanced-covid-19National. Accessed May 1, 2020.

124. National Institutes of Health. COVID-19 Treatment Guidelines Panel. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Treatment Guidelines. https://www.covid19treatmentguidelines.nih.gov/. Updated October 9, 2020. Accessed October 12, 2020.

125. US Food and Drug Administration (FDA). Fact sheet for health care providers Emergency Use Authorization (EUA) of Veklury® (remdesivir). https://www.fda.gov/media/137566/download. Revised August 28, 2020. Accessed September 17, 2020.

126. US Food and Drug Administration (FDA). Frequently asked questions on the Emergency Use Authorization for Veklury® (remdesivir) for hospitalized COVID-19 patients. https://www.fda.gov/media/137574/download. Accessed September 1, 2020.

127. Agrawal U, Raju R, Udwadia Z. Favipiravir: A new and emerging antiviral option in COVID-19. Medical Journal Armed Forces India. 2020.

128. Yanai H. Favipiravir: A Possible Pharmaceutical Treatment for COVID-19. Journal of Endocrinology and Metabolism. 2020;10(2):33-34.

129. Bouazza N, Treluyer JM, Foissac F, Mentré F, Taburet AM, Guedj J, Anglaret X, de Lamballerie X, Keïta S, Malvy D, Frange P.

Page 147: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

136 Pedoman Tatalaksana COVID-19

Favipiravir for children with Ebola. Lancet. 2015 Feb 14;385(9968):603-604. doi: 10.1016/S0140-6736(15)60232-X. PMID: 25706078.

130. Balasubramanian S, Nagendran T, Ramachandran B, Ramanan A. Hyper-inflammatory Syndrome in a Child With COVID-19 Treated Successfully With Intravenous Immunoglobulin and Tocilizumab. Indian Pediatrics. 2020;57(7):681-683.

131. Dulek D, Fuhlbrigge R, Tribble A, Connelly J, Loi M, El Chebib H et al. Multidisciplinary Guidance Regarding the Use of Immunomodulatory Therapies for Acute Coronavirus Disease 2019 in Pediatric Patients. Journal of the Pediatric Infectious Diseases Society. 2020.

132. Henderson L, Canna S, Friedman K, Gorelik M, Lapidus S, Bassiri H et al. American College of Rheumatology Clinical Guidance for Multisystem Inflammatory Syndrome in Children Associated With SARS–CoV‐2 and Hyperinflammation in Pediatric COVID‐19: Version 1. Arthritis & Rheumatology. 2020.

133. Godfred-Cato S, Bryant B, Leung J, Oster ME, Conklin L, Abrams J, et al. COVID-19- Associated Multisystem Inflammatory Syndrome in Children - United States, March-July 2020. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. Centers for Disease Control and Prevention; 2020 Aug 14;69(32):1074–80.

134. Chai K, Valk S, Piechotta V, Kimber C, Monsef I, Doree C et al. Convalescent plasma or hyperimmune immunoglobulin for people with COVID-19: a living systematic review. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2020;

135. Dulek D, Fuhlbrigge R, Tribble A, Connelly J, Loi M, El Chebib H et al. Multidisciplinary Guidance Regarding the Use of Immunomodulatory Therapies for Acute Coronavirus Disease 2019 in Pediatric Patients. Journal of the Pediatric Infectious Diseases Society. 2020.

136. Venturini et al. Treatment of children with COVID-19: position paper of the Italian Society of Pediatric Infectious Disease Italian Journal of Pediatrics (2020) 46:139.

137. Henderson L, Canna S, Friedman K, Gorelik M, Lapidus S, Bassiri H et al. American College of Rheumatology Clinical Guidance for Multisystem Inflammatory Syndrome in Children Associated With

Page 148: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

Pedoman Tatalaksana COVID-19 137

SARS–CoV‐2 and Hyperinflammation in Pediatric COVID‐19: Version 1. Arthritis & Rheumatology. 2020.

138. RECOVERY Collaborative Group, Horby P, Lim WS, et al. Dexamethasone in Hospitalized Patients with Covid-19 - Preliminary Report. N Engl J Med 2020.

139. Dequin PF, Heming N, Meziani F, et al. Effect of Hydrocortisone on 21-Day Mortality or Respiratory Support Among Critically Ill Patients With COVID-19: A Randomized Clinical Trial. JAMA 2020.

140. Tomazini BM, Maia IS, Cavalcanti AB, et al. Effect of Dexamethasone on Days Alive and Ventilator-Free in Patients With Moderate or Severe Acute Respiratory Distress Syndrome and COVID-19: The CoDEX Randomized Clinical Trial. JAMA 2020.

141. Writing Committee for the REMAP-CAP Investigators, Angus DC, Derde L, et al. Effect of Hydrocortisone on Mortality and Organ Support in Patients With Severe COVID-19: The REMAP-CAP COVID-19 Corticosteroid Domain Randomized Clinical Trial. JAMA 2020.

142. Henderson L, Canna S, Friedman K, Gorelik M, Lapidus S, Bassiri H et al. American College of Rheumatology Clinical Guidance for Multisystem Inflammatory Syndrome in Children Associated With SARS–CoV‐2 and Hyperinflammation in Pediatric COVID‐19: Version 1. Arthritis & Rheumatology. 2020.

143. Thachil J, Tang N, Gando S, Falanga A, Cattaneo M, Levi M et al. ISTH interim guidance on recognition and management of coagulopathy in COVID‐19. Journal of Thrombosis and Haemostasis. 2020;18(5):1023-1026.

144. Giglia TM, Massicotte MP, Tweddell JS, et al. Prevention and treatment of thrombosis in pediatric and congenital heart disease: a scientific statement from the American Heart Association. Circulation. 2013;128(24):2622-2703. [PubMed 24226806]

145. Hira Shakoor, Jack Feehan, Ayesha S. Al Dhaheri. Immune-boosting role of vitamins D, C, E, zinc, selenium and omega-3 fatty acids: Could they help against COVID-19? Maturitas. Published: August 08, 2020 DOI:https://doi.org/10.1016/j.maturitas.2020.08.003.

Page 149: PEDOMAN TATALAKSANA · 2021. 7. 13. · PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 Edisi 3 TIM EDITOR Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka Ginanjar, Ceva

138 Pedoman Tatalaksana COVID-19

146. Ammar M.A et al. Sedation, Analgesia, and Paralysis in COVID-

19 Patients in the Setting of Drug Shortages. Journal of Intensive Care Medicine.2020;1-18

147. Adam VN et al. Pain management in critically ill patients. Period Biol. 2015;117(2):225–30.

148. Bruce E et al. Prior Routine Use of Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) and Important Outcomes in Hospitalised Patients with COVID-19. J Clin Med. 2020;9(8):2586.

149. European Medicines Agency. EMA gives advice on the use of non-steroidal anti-inflammatories for COVID-19 | European Medicines Agency. Eur Med Agency. 2020;31(March):18-19. https://www.ema.europa.eu/en/news/ema-gives-advice-use-non-steroidal-anti-inflammatories-covid-19.

150. Mahler DA. 2013. Opioids for refractory dyspnea. Expert Rev Respir Med. 7(2):123–35.

151. Clemens KE, Klaschik E. 2007. Symptomatic Therapy of Dyspnea with Strong Opioids and Its Effect on Ventilation in Palliative Care Patients. J Pain Symptom Manage. 33(4):473–81.

152. Schimmel J, Manini AF. 2020. Opioid Use Disorder and COVID-19: Biological Plausibility for Worsened Outcomes. Subst Use

Misuse [Internet].55(11):1–2. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32657207

153. Franchi S, Moschetti G, Amodeo G, Sacerdote P. 2019. Do All Opioid Drugs Share the Same Immunomodulatory Properties? A Review From Animal and Human Studies. Front Immunol. 10:1–11.\

154. Schimmel J, Manini AF. 2020. Opioid Use Disorder and COVID-19: Biological Plausibility for Worsened Outcomes. Subst Use Misuse [Internet].55(11):1–2. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32657207

155. Panduan diagnosis dan tatalaksana penyakit kardiovaskular pada pandemi covid 19. PERKI, 2020