13
Tata Laksana Pasien dengan Glaukoma Kongenital Primer
Abstract
Introduction : Primary congenital glaucoma (PCG) is the most
common type of childhood glaucoma. It is also called congenital or
infantile glaucoma. The classic clinical triad are epiphora,
photophobia and blepharospasm. PCG results in blindness in 2%-15%
of cases. Surgical intervention is the treatment of choice for PCG.
Cyclodestructive procedure such as trans scleral photocoagulation
(TSCPC) is generaly reserved for resistant cases or those not
amenable to other surgical procedures.
Purpose: To report a case of PCG with TSCPC intervention
Case Report : A fourth months old female baby came with her
mother to Pediatric Ophthalmology and Strabismus clinic of National
Eye Centre Cicendo Eye Hospital with chief complaints enlargement
of the the left eye accompanied by epiphora, photophobia and
blepharospasm since 2 months before. No history of prematurity,
family history of glaucoma or other systemic disorders. Visual
acuity of the Right eye (RE) and left eye (LE) was fix and follow
the light. Intraocular Pressure (IOP) with I-care was RE 14 mmHg,
LE 26 mmHg. The anterior and posterior segment of RE was within
normal limits. On the anterior segment of LE there were
blepharospasm, epiphora, photophobia, bupthalmos, cilliary
injection, with corneal edema with 18 mm diameter, deep anterior
chamber, pupil, iris and the lens difficult to asses. Posterior
segment of the LE was difficult to asses. The patient was underwent
examination under anesthesia (EUA) and TSCPC. The IOP of LE with
I-care examination 1 week post TSCPC was 15 mmHg.
Conclusion :Surgery is the definitive treatment of PCG. Trans
scleral photocoagulation (TSCPC) is an alternative procedure if
other procedures cannot be done. Long term follow up is needed for
the PCG patient.
Keyword : primary congenital glaucoma, corneal edema,
bupthalmos, trans scleral photo coagulation
I. PENDAHULUAN
Glaukoma pada pasien anak merupakan suatu kelompok penyakit
heterogen yang dapat disebabkan kelainan kongenital dari jaras
aliran akuos humor (glaukoma primer) atau berasal dari kelainan
struktur lain pada mata (glaukoma sekunder). Glaukoma pada pasien
anak juga dapat berhubungan dengan berbagai kelainan sistemik.
Glaukoma kongenital primer merupakan tipe glaukoma yang terbanyak
ditemui pada anak.1-3
Glaukoma kongenital primer dikenal juga sebagai glaukoma
infantil. Insidensi dari glaukoma kongenital primer bervariasi pada
berbagai populasi berkisar antara 1 dari 2500 kelahiran hidup
sampai 1 dari 68.000 kelahiran hidup. Glaukoma kongenital primer
terjadi secara bilateral pada dua per tiga kasus, dan pada 80
persen kasus terjadi dalam tahun pertama kehidupan.1-6
Glaukoma kongenital primer dapat menyebabkan kebutaan sekitar 2%
-15 % dari seluruh kasus, dapat terjadi sejak lahir maupun awal
masa kanak-kanak dan ditandai dengan pembesaran diameter kornea,
kekeruhan pada kornea, fotofobia dan epifora. Pemberian
medikamentosa baik topikal maupun sistemik dapat digunakan sebagai
terapi adjuvant namun pembedahan merupakan terapi pilihan utama
pada glaukoma kongenital primer. Tindakan pembedahan dapat berupa
goniotomi, trabekulotomi,
trabekulotomi-trabekulektomi,trabekulektomi, implantasi glaucoma
drainage devices (GDD) maupun cycloablation procedure seperti
cyclocryotheraphy dan trans scleral cyclo photocoagulation (TSCPC),
endoscopic cyclophotocoagulation (ECP).1-6
Pemantauan jangka panjang pasca tindakan pembedahan pada anak
dengan glaukoma sangat penting. Kekambuhan dapat terjadi beberapa
tahun setelah tindakan tersebut, ditandai dengan peningkatan
tekanan intraokular (TIO) dan penurunan visus. 1-8 Laporan kasus
ini membahas tentang tatalaksana pasien dengan glaukoma kongenital
primer yang dilakukan tindakan TSCPC.
II. LAPORAN KASUS
Seorang bayi perempuan AZ, berusia 4 bulan dibawa orang tuanya
ke poli Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus PMN RS Mata Cicendo
pada tanggal 12 Juni 2017 dengan keluhan mata kiri kelihatan
membesar sejak kurang lebih dua bulan yang lalu bila dibandingkan
dengan mata kananya. Ibu pasien juga mengatakan keluhan ini
disertai dengan mata berair serta pasien sering menutup mata saat
dibawa ibunya ke luar ke tempat yang terang. Riwayat pengobatan
sebelumnya pasien dirujuk dari RS Majalengka dengan Glaukoma
kongenital OS dan diberi pengobatan timolol maleate 0,25% ed 2x1
tetes OS. Perkembangan anaknya, menurut ibunya masih sesuai dengan
umur anaknya. Pasien adalah anak ke empat dari ibu P4A1. Pasien
lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2900 gram , per vaginam
dibantu oleh bidan, langsung menangis. Pasien telah mendapatkan
imunisasi BCG, DPT-Hb, Polio sebanyak 2 kali. Riwayat ibu sakit
saaat hamil disangkal. Riwayat keluarga dengan keluhan serupa
disangkal.
18 tahun 12 tahun 4 bulan
Gambar. 1. Skema silsilah keluarga pasien
Pemeriksaan fisik pasien pada status generalis didapatkan dalam
batas normal. Pemeriksaan oftalmologis pada pasien didapatkan VODS
fix and follow the object. Segmen anterior mata kanan ditemukan
dalam batas normal, dengan diameter kornea 10 mm. Segmen anterior
mata kiri ditemukan blefarospasme, epifora, fotofobia, buftalmos,
injeksi silier pada konjungtiva bulbi, edema kornea dengan diameter
kornea 18 mm, bilik mata depan kesan dalam, sedangkan pupil, iris
dan lensa sulit dinilai. Pemeriksaan tekanan intra okular (TIO)
dengan menggunakan i-care menunjukkan TIO mata kanan 14 mmHg, TIO
mata kiri 26 mmHg. Pemeriksaan segmen posterior dengan funduskopi
indirek pada mata kanan didapatkan gambaran media jernih, papil
bulat batas tegas, c/d ratio 0.3, a/v ratio 2; 3 , retina flat,
refleks fundus positif sedangkan pada mata kiri didapatkan media
keruh, detail sulit dinilai, reflex fundus negatif. Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG) OD menunjukkan kesan dalam batas normal,
dengan panjang aksial 17,80 mm sedangkan USG OS menunjukkan kavum
vitreus ekogenik, bentuk obscured, refleksivitas rendah, mobilitas
sedang, retina koroid sklera intak dengan panjang aksial 21,39 mm
dengan kesan makroftalmia, mild vireous opacity ec sel-sel radang
dd/ perdarahan vitreus.
A
B
D
C
Gambar. 2 (A) dan (B) segmen anterior ODS , (C) segmen posterior
OD, (D) segmen posterior OS
B
A
Gambar. 3 Hasil pemeriksaan ultrasonografi (A) USG OD (B) USG
OS
Pasien kemudian didiangnosis dengan Glaukoma kongenital primer
OS. Pasien ditatalaksana dengan pemberian Timolol maleat 0,25 % eye
drop (ed) 2x1 tetes OS, informed consent prognosis visual dan
direncanakan untuk dilakukan examination under anesthesia (EUA) +/-
trabekulotomi + trabekulektomi OS / TSCPC) OS dalam narkose umum,
namun keluarga ingin dilakukan tindakan setelah hari lebaran.
Pasien datang lagi kontrol pada tanggal 3 Juli 2017 untuk
persiapan operasi, dengan kondisi mata kanan dan kiri sesuai dengan
pemeriksaan sebelumnya, dengan menggunakan i-care TIO OD 17 mmHg
sedangkan OS 32 mmHg. Pasien mendapat terapi timolol maleat 0,25 %
ed 2x1 tetes OS. Pada tanggal 13 Juli 2017 dilakukan EUA ODS. Hasil
EUA menunjukkan TIO OD 20 mmHg, diameter kornea 10 mm, segmen
anterior dan posterior dalam mata kanan batas normal ; TIO OS 48
mmHg, diameter kornea 18 mm, palpebral tenang, injeksi silier,
edema kornea, limbus ekstensi ke arah posterior, buftalmos, bilik
mata depan kesan dalam, pupil, iris dan lensa sulit dinilai.
Operator kemudian memutuskan untuk melakukan TSCPC OS dengan power
2000 mW, duration 2000 ms, interval 50 ms, jumlah 23 dan pop sound
18. Post operasi pasien diberikan terapi timolol maleat 0,25% ed
2x1 tetes OS, tobramycin dexamethasone ed 6x 1 tetes OS, artificial
tears 6x1 tetes OS, ibuprofen sirup 3x3/4 sendok takar. Pasien
dijadwalkan kontrol 1 minggu kemudian.
Pasien datang kontrol post operasi ke poli Pediatrik Oftalmologi
PO pada tanggal 19 Juli 2017 dilakukan pemeriksaan VODS fix and
follow the object. Pemeriksaan TIO dengan i-care menunjukkan TIO OD
10 mmHg, OS 15 mmHg. Segmen anterior dan posterior OD dalam batas
normal, segmen anterior OS blefarospasme (-) , fotofobia (-),
epifora (-), konjungtiva bulbi relatif tenang, buftalmos, edema
kornea, bilik mata depan kesan dalam, pupil, iris dan lensa sulit
dinilai. segmen posterior OS sulit dinilai. Pasien diberikan terapi
timolol maleat 0,25% ed 2x1 tetes OS, artificial tears 6x1 tetes OS
dan tobramycin dexamethasone ed 4x1 tetes / 3x1 tetes OS dan pasien
disarankan untuk kontrol 2 minggu kemudian. Prognosis pada pasien
ini quo ad vitam ad bonam, quo ad sanationam dubia, quo ad
functionam dubia ad malam.
III. DISKUSI
Glaukoma pada pasien anak merupakan suatu kelompok penyakit
heterogen yang dapat disebabkan kelainan kongenital dari jaras
aliran akuos humor (glaukoma primer) atau berasal dari kelainan
struktur lain pada mata (glaukoma sekunder). Glaukoma pada pasien
anak juga dapat berhubungan dengan berbagai kelainan sistemik.
Klasifikasi glaukoma pada anak dibuat berdasarkan struktur anatomi
mata, onset usia, kelainan sistemik yang menyertai dan
inheritansi.1-8
Glaukoma pada anak didefinisikan dengan adanya dua dari temuan
berikut : (1) TIO > 21 mmHg, (2) cupping dari diskus optikus
dengan ditemukan progresivitas penambahan rasio cup-disc, cup-disc
asimetri ≥ 0,2 atau penipisan rim yang bersifat fokal, (3) temuan
pada kornea berupa Haab’s striae atau diameter kornea > 11 mm
pada neonatus, > 12 mm pada anak < 1 tahun, > 13 mm tanpa
memandang usia (4) miopia yang progresif atau myopic shift
dihubungkan dengan penambahan dimensi okular lebih dari pertumbuhan
normal yang diharapkan, (5) defek lapang pandang yang konsisten
sesuai dengan gambaran glaucomatous optic neuropathy. 1,2,7 Pasien
ini memenuhi kriteria glaukoma pada anak karena dari hasil
pemeriksaan mata kiri terdapat dua kriteria yang memenuhi temuan
tersebut, berupa TIO > 21 mmHg dan diameter kornea 18 mm.
Glaukoma kongenital primer biasanya terjadi pada saat neonatal
maupun masa infantile. Trias klasik pada glaukoma kongenital primer
adalah adanya epifora, fotofobia dan blefarospasme. Kemerahan pada
mata dapat juga dijumpai. Tanda lain yang dapat dijumpai berupa
kekeruhan pada kornea dan penambahan diameter dari kornea.1-9
Pasien pada kasus ini dapat dikategorikan glaukoma kongenital
primer karena tidak ditemukannya kelainan sistemik dan kelainan
struktur okular yang lain yang menyebabkan terjadinya glaukoma.
Glaukoma kongenital pada pasien ini bersifat unilateral dan terjadi
secara sporadik, tidak ditemukan adanya riwayat keluarga pasien
dengan keluhan serupa. Onset terjadinya glaukoma pada pasien ini
adalah tipe infantile karena ibu pasien mengatakan keluhan trias
klasik pada anaknya berupa epifora, fotofobia dan blefarospasme
sejak usia 2 bulan disertai juga adanya mata kiri yang tampak
membesar dari mata kanan.
Edema pada kornea disebabkan karena adanya peningkatan TIO dapat
terjadi secara perlahan maupun tiba-tiba. Edema kornea merupakan
tanda yang muncul pada infant yang lebih muda dari usia 3 bulan dan
edema kornea ini dihubungkan dengan gejala trias klasik glaukoma
kongenital primer. Edema mikrokistik pada kornea pada awalnya
melibatkan epitel dari kornea saja tetapi kemudian meluas sampai ke
stroma, yang sering diikuti dengan satu atau lebih dari curvilinear
breaks pada membran descemet yang dikenal sebagai Haab striae.
Penurunan TIO dapat menyebabkan hilangnya edema dari kornea tetapi
Haab striae tetap terlihat.1-3,7 Pasien pada kasus ini juga
menunjukkan edema pada kornea mata kiri, yang disebabkan oleh
peningkatan TIO pada mata kiri. Haab striae sulit dinilai pada
pasien ini karena kekeruhan kornea yang cukup tebal.
Pasien ini telah menjalani pemeriksaan di poliklinik dan EUA.
Pemeriksaan tersebut menunjukkan diameter kornea mata kiri 18 mm,
diameter mata kanan 10 mm, terdapat perbedaan diameter kornea ≥ 0,5
mm diantara kedua mata, sehingga semakin menguatkan kecurigaan
adanya suatu glaukoma kongenital. Pemeriksaan lapang pandang kurang
dapat dipercaya pada pasien lebih muda dari 6-8 tahun.1-4 Pasien
pada kasus ini masih berusia 4 bulan sehingga pemeriksaan lapang
pandang tidak dapat dilakukan.
Pemeriksaan fixation dan following behavior serta adanya
nistagmus perlu diperhatikan. Pasien ini menunjukkan tidak adanya
nistagmus dan pemeriksan VODS menunjukkan fix and follow the
object. Pemeriksaan TIO yang sering digunakan pada infant dan anak
yang muda dapat dilakukan dengan menggunakan Tono-Pen, Icare,
Perkins. Aplanasi Goldman lebih baik digunakan bila anak sudah
dapat diajak bekerjasama saat dilakukan pemeriksaan. TIO rata-rata
normal pada infant dan anak- anak yang lebih muda lebih rendah dari
pada orang dewasa yaitu berkisar antara 10 dan 12 mmHg pada
neonatus dan sekitar 14 mmHg pada usia 7-8 tahun. Pasien dengan
glaukoma kongenital primer umumnya memiliki TIO antara 30 dan 40
mmHg dan biasanya TIO > 20 mmHg meskipun dalam keadaan
teranestesi.1,2,7 Pengukuran TIO pada pasien ini pada saat
dilakukan EUA menunjukkkan TIO OS 48 mmHg dan OD 20 mmHg. Perbedaan
pengukuran TIO yang asimetrik antara kedua mata saat pasien dalam
anestesi, meningkatkan kecurigaan adanya suatu glaukoma kongenital
seperti yang terjadi pada pasien ini.
Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp
portable dapat menunjukkan bilik mata depan yang dalam dan
hipoplasia dari stroma iris bagian perifer. Pemeriksaan dengan
menggunakan goniolens pada pasien glaukoma kongenital primer akan
menunjukkan insersi iris yang lebih anterior sehingga korpus
siliaris, trabecular meshwork dan scleral spur sulit
dibedakan.3,7,8 Pemeriksaan pada mata kiri pasien ini menunjukkan
bilik mata depan yang dalam, sedangkan pemeriksaan dengan goniolens
tidak dapat dilakukan karena media yang sangat keruh akibat edema
yang terjadi pada kornea.
Pemeriksaan nervus optikus dapat dilakukan bila media cukup
jernih, memperlihatkan adanya peningkatan cupping dari optic disc.
Pasien dengan glaukoma kongenital primer pada kebanyakan kasus
menunjukkan cup-disc ratio > 0,3. Cup-disc asimetri lebih dari
0,2 antara kedua mata menunjukkan kecurigaan adanya suatu
glaukoma.1,2 Pemeriksaan untuk menilai nervus optikus pada mata
kiri pasien ini tidak dapat dilakukan karena kekeruhan media,
sedangkan pemeriksaan pada mata kanan tidak ditemukan adanya
cupping dari optic disc dengan cup-disc rasio 0,3.
Pemberian terapi medikamentosa pada glaukoma anak secara umum
memiliki kesuksesan yang lebih rendah dan memiliki resiko yang
lebih besar dibandingkan pemberian terapi medikamentosa pada
glaukoma yang terjadi pada usia dewasa. Pemberian terapi
medikamentosa jangka panjang efektivitasnya terbatas pada pasien
glaukoma kongenital primer dan terapi pembedahan merupakan terapi
definitif yang terpilih. Hal ini dikarenakan pemberian jangka
panjang terapi medikamentosa tidak dapat ditolerir dengan baik oleh
pasien anak, misalnya saja pemberian jangka panjang α-2 adrenergik
agonis seperti brimonidine dapat menyebabkan somnolen dan depresi
pernafasan. Pemberian terapi medikamentosa dapat diberikan pada
pasien glaukoma pada anak untuk keperluan pre operatif, post
operatif. 1,2,5,7
Kurang lebih 80% infant dengan glaukoma kongenital primer yang
muncul dari usia 3 bulan sampai 1 tahun, TIO dapat dikontrol dengan
satu atau dua angle surgeries. Jika prosedur pertama dinilai tidak
cukup, angle surgery tambahan dapat dilakukan sebelum prosedur yang
berbeda dilakukan.1,2
Trabekulektomi atau implantasi dari GDD dapat dipertimbangkan
ketika dua atau lebih tindakan angle surgeries tidak berhasil
menurunkan TIO dengan terapi medikal tambahan yang tidak memberikan
hasil yang adekuat. Trabekulektomi dengan menggunakan aplikasi
Mytomicin C (MMC) memberikan tingkat kesuksesan mencapai 50%.
Pasien yang berusia lebih dari 1 tahun dan yang afakia yang
menjalani tindakan trabekulektomi akan lebih mudah mengalami
kegagalan terapi. Meskipun terjadi peningkatan kesuksesan dengan
penambahan aplikasi MMC, namun di saat yang bersamaan terjadi juga
peningkatan bleb leaks dan resiko endoftalmitis. Resiko jangka
panjangnya dapat dikurangi dengan menggunakan fornix-based flap
sklera dibandingkan dengan limbus-based.1,2,7
Siklodestruksi dilakukan pada kasus-kasus yang resisten dan yang
tidak dapat dilakukan tindakan pembedahan yang lain dan pemberian
terapi medikamentosa tidak menunjukkan perbaikan. Teknik ini dapat
menurunkan TIO dengan cara merusak korpus siliaris sehingga akan
menurunkan produksi dari humor akuos. Tindakan ini dapat berupa
cyclocryotherapy, TSCPC dengan menggunakan Nd:YAG atau laser dioda,
dan ECP. Anestesi umum digunakan saat menggunakan teknik ini pada
anak-anak. Cyclocryotherapy dilakukan dengan membekukan korpus
siliaris melalui sklera ,teknik ini dapat memberikan hasil yang
baik dalam penurunan TIO, namun komplikasi pasca tindakan seperti
ptisis bulbi dan kebutaan cukup signifikan sekitar 10%. Komplikasi
yang ditimbulkan lebih rendah dengan penggunaan laser. Tindakan
siklodestruktif yang banyak digunakan pada saat ini adalah TSCPC
dan ECP. Tingkat keberhasilan pada teknik ini rata-rata mencapai
50%. Trans scleral cyclophotocoagulation adalah tindakan prosedur
yan non invasif, yang dilakukan melalui trans sklera, sementara ECP
merupakan tindakan prosedur intraokuler yang menggunakan energi
laser dengan visualisasi secara langsung struktur sudut bilik mata
depan sehingga kerusakan jaringan sekitarnya lebih rendah. Teknik
ECP digunakan biasanya pada mata dengan kelainan segmen anterior
dan pada mata yang sebelumnya tidak berhasil dilakukan tindakan
TSCPC maupun cyclocryotherapy.1,2,10-14
Pasien dalam laporan kasus ini telah menjalani EUA pada tanggal
13 Juli 2017, dan dari hasil EUA tersebut didapatkan TIO OD 48
mmHg, adanya buftalmos dengan diameter horizontal kornea mencapai
18 mm dengan kornea yang edema, disertai dengan ekstensi limbus ke
arah posterior. Keadaan buftalmos pada glaukoma kongenital primer
akan menyebabkan distorsi dari anatomical landmarks dan adanya
penipisan pada sklera akan menyebabkan kesulitan untuk melakukan
tindakan trabekulotomi dan trabekulektomi. Tindakan trabekulektomi
sendiri memiliki angka kesuksesan yang rendah pada anak kurang dari
2 tahun dan pada pasien afakia. Sehingga pada pasien ini diputuskan
untuk dilakukan tindakan TSCPC.
Penggunaan probe laser dioda IRIS (G-Probe; I IDEX Corporation,
Mountain View, CA) untuk TSCPC kontak dapat menggunakan seting
standar power mulai 1500 mW, durasi 1500 ms, dengan kisaran
setingan power 1500 mW–2600 mW dan durasi 1500 ms – 2500 ms dan
jumlah 15–40. Permukaan anterior probe ditempatkan pada limbus, ada
juga yang menempatkan probe 1 mm posterior dari limbus. Power yang
digunakan disesuaikan berdasarkan terdengarnya pops sound. Pop
sound yang terdengar menandakan energi yang diserap oleh pigmen
melanin uvea telah berlebih, hal ini akan berhubungan dengan
meningkatanya inflamasi dan kemungkinan terjadinya hifema. Power
yang digunakan dapat dititrasi sekitar 250 mW lebih rendah dari
power saat pop sound terdengar. Probe dapat diaplikasikan 4 sampai
10 kali pada tiap kuadran untuk 1800 - 3600 dengan jarak setengah
lebar dari ujung probe. Hindari aplikasi probe pada daerah jam 3
dan jam 9, untuk mencegah terkenanya pembuluh darah dan nervus
siliaris posterior longus yang akan menyebabkan meningkatnya nyeri
dan peradangan. Pasien pada kasus ini telah menjalani TSCPC dengan
laser dioda power 2000 mW, duration 2000 ms, interval 50 ms, jumlah
23 dan pop sound 18. Pop sounds yang terdengar sebanyak 18,
menandakan power yang digunakan berlebih, sehingga kemungkinan
dapat meningkatkan resiko inflamasi dan terjadinya hifema pasca
tindakan. Penggunaan terapi medikamentosa post operatif ditujukan
untuk mencegah dan mengobati komplikasi dan rasa tidak nyaman.
Komplikasi yang dapat terjadi berupa peradangan, edema makula
kistoid dan hifema. 7,12-14
Glaukoma kongenital primer yang onsetnya terjadi saat kelahiran
akan memiliki prognosis yang buruk untuk kontrol TIO dan
pemeliharaan visus, setidaknya setengah dari pasien akan menjadi
buta. Keadaan diameter kornea yang lebih dari 14 mm saat diagnosis
ditegakkan juga memiliki prognosis terhadap visus yang buruk.
Sembilan puluh persen kasus yang terjadi saat usia 3-12 bulan dapat
dikontrol dengan baik dengan tindakan angle surgery dan terapi
medikamentosa. Kehilangan fungsi penglihatan pada pasien glaukoma
pada anak bersifat multifaktorial. Hal ini dapat terjadi karena
sikatrik dan kekeruhan pada kornea, kerusakan dari nervus optikus,
astigmatismat myopia, keadaan anisometrop dan ambliopia strabismus.
Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah ad bonam karena tidak
ada kondisi saat ini yang mengancam nyawa. Pasien dalam kasus ini,
mengalami gejala glaukoma sejak usia 2 bulan, dan saat ditemukan
diameter kornea telah mencapai 18 mm sehingga prognosis quo ad
functionam adalah ad malam. Semua kasus glaukoma pada anak
memerlukan pemantauan dan monitor TIO dan komplikasi dari tindakan
operasi yang sebelumnya pernah dilakukan dan serta keadaan yang
dapat mengancam penglihatan. Kekambuhan dari glaukoma dapat terjadi
beberapa tahun kemudian, sehingga diperlukan pemantauan yang
rutin.1,2,7,10-14 Pada kasus ini quo ad sanationam dubia karena
peningkatan TIO kembali dapat terjadi di kemudian hari. Edukasi
pada orang tua tentang pentingnya pemantauan jangka panjang yang
rutin pada pasien-pasien glaukoma pada anak sangat penting
dilakukan.
IV. SIMPULAN
Glaukoma kongenital primer merupakan glaukoma yang terbanyak
terjadi pada anak. Glaukoma kongenital primer pada kebanyakan kasus
terjadi secara bilateral dan sporadik, namun kasus unilateral juga
dapat terjadi. Terapi definitif dari glaukoma kongenital primer
adalah tindakan operasi. Terdapat beberapa pilihan tindakan
pembedahan yaitu angle sugery yang merupakan terapi inisal pilihan
(goniotomi, trabekulotomi),trabekulotomi-trabekulektomi,
trabekulektomi dengan aplikasi MMC, GDD implant, maupun prosedur
siklodekstruksi. Pemilihan tindakan pembedahan disesuaikan dengan
kondisi tiap-tiap pasien. Kejernihan dari kornea diperlukan dalam
tindakan angle surgery terutama tindakan goniotomi.Tindakan
siklodekstruksi seperti TSCPC dapat digunakan pada keadaan pada
kasus-kasus yang resisten dan yang tidak dapat dilakukan tindakan
pembedahan yang lain dan penambahan pemberian terapi medikamentosa
tidak menunjukkan perbaikan. Pemberian inform consent sebelum
tindakan dilakukan, karena didapatkan prognosis visual untuk pasien
ini buruk dan tindakan yang memungkinkan dilakukan adalah TSCPC.
Pasien dalam kasus ini telah menjalani TSCPC disertai dengan
pemberian terapi medikamentosa dan menunjukkan hasil penurunan TIO
saat kontrol. TIO pos operasi dan komplikasi pasca tindakan tetap
harus dipantau.Pemantauan jangka panjang pasien ini juga perlu
untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cantor LB,Rapuano CJ, Cioffi GA. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. American Academy of Ophtalmology : San Fransisco,
2014-2015. hal 277-89
2. Cantor LB,Rapuano CJ, Cioffi GA. Glaucoma. American Academy
of Ophtalmology : San Fransisco,2014-2015. hal 136-57
3. Brandt JD. Congenital Glaucoma. Dalam : Yanoff M , Duker JS,
penyunting. Ophtalmology. Edisi ke 4. Philadelphia : Elsevier,
2014. hal 1101-7
4. Sinha G et al. Visual field loss in primary glaucoma. J AAPOS
2015;19. hal 124-9
5. Chen TC et al. Pediatric Glaucoma Surgery. Opthalmology
2014;121. hal 2107-55
6. Moore DB, Tomkins O, Ben-Zion I. A review of Primary
Congenital Glaucoma in The Developing World. Surv Opthalmol 58 (3).
May-June 2013. hal 278- 85
7. Rhee DJ, Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis of Clinical
Ophthalmology Glaucoma. Edisi ke 2. Lippincot Williams &
Wilkins. Philadelphia. 2012. hal 152-72
8. Hylton C, Giangiacomo A, Beck A. Childhood Glaucoma. Dalam :
Shaarawy T,Sherwood M, Hitchings R, Crowston J, editor. Glaucoma.
Edisi ke 2. Elsevier. 2015. hal 387-400
9. Cronemberger S et al. Effect of intraocular pressure control
on central corneal thickness, horizontal corneal diameter and axial
length in primary congenital glaucoma. J AAPOS 2014;18. hal
433-6
10. Girkin CA, Rhodes L, McGwin G, Marchase N, Cogen MS.
Goniotomy versus circumferential trabeculotomy with an illuminated
microcatheter in congenital glaucoma. J AAPOS 2012;16. hal
424-7
11. Khitri MR, Ying GS, Davidson SL, Queen GE. Visual Acuity
Outcomes in Pediatric Glaucoma
12. Kahook MY, Noecker RJ, Schuman JS. Cycloablation. Dalam :
Albert & Jakobiec’s .Principles and Practice of Ophthalmology.
Edisi ke 3. Elsevier. 2008. hal 2871-4
13. Bloom PA, Negi AK, Kersey TL, Crawley L.Cyclodestructive
Techniques. Dalam : Shaarawy T,Sherwood M, Hitchings R, Crowston J,
editor. Glaucoma. Edisi ke 2. Elsevier. 2015. hal 1150-9
14. Kahook MY, Schuman JS. Complications of Cyclodestructive
Procedures. Dalam : Shaarawy T,Sherwood M, Hitchings R, Crowston J,
editor. Glaucoma. Edisi ke 2. Elsevier. 2015. hal 1167-71