25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangUntuk dapat bertahan hidup, manusia memerlukan
energi dengan jumlah yang cukup untuk dapat menjalankan berbagai
fungsi dalam tubuh maupun aktifitas-aktifitas lain yang sudah
menjadi rutinitas sehari-harinya. Untuk itu manusia perlu untuk
mengkonsumsi berbagai macam makanan yang mengandung zat-zat yang
diperlukan oleh tubuh untuk nantinya diolah menjadi sumber energi
oleh mekanisme fungsi tubuh sendiri. Dalam mengolah sumber energi,
pertama makanan akan diolah didalam rongga mulut secara kimiawi
oleh berbagai enzim pada rongga mulut dan diolah secara fisik
dengan bantuan gigi geligi yang masing-masing perannya berbeda
sesuai letaknya pada saat mengunyah makanan. Susunan gigi geligi
yang baik dan ideal biasanya mempermudah dalam pengunyahan makanan
hingga diperoleh bolus yang baik dan mudah dicerna oleh bagian
tubuh lainnya. Namun tidak semua orang memiliki susunan gigi geligi
yang rapi dan ideal sehingga terkadang seseorang yang memiliki
masalah dalam susunan giginya menjadi tidak nyaman dalam mengunyah
hingga rasa ketidaknyamanan secara sosial dan menyebabkan hilangnya
rasa percaya diri. Susunan gigi geligi yang ideal ditandai dengan
kontak oklusi yang baik antara maksila dan mandibula dengan
syarat-syarat bagian yang berkontak antara gigi maksila dan
mandibula termasuk dalam kategori yang ideal. Oklusi normal
didefinisikan oleh Hassan (2007), sebagai kondisi gigi geligi
dimana tidak terdapat kelainan yang dapat merugikan secara estetika
maupun fungsi gigi geligi dalam mengunyah, jadi asalkan pasien
tidak merasa dirugikan dengan kondisi gigi geliginya maka kondisi
oklusi nya masih dapat dikatakan normal.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah
sebagai berikut.1. Bagaimana perbedaan oklusi normal antara primary
dentition, mixed dentition, dan gigi permanen? 2. Apa dan bagaimana
etiologi dari maloklusi dikaitkan dengan malposisi dan kasus yang
terjadi?3. Apa yang dimaksud dengan maloklusi beserta
klasifikasinya?
4. Bagaimana dampak terjadinya maloklusi terhadap perkembangan
psikologis dan emosional?
C. Tujuan Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai
berikut. 1. Untuk mengetahui perbedaan oklusi normal yang terjadi
pada primary dentition, mix dentition dan gigi permanen.
2. Untuk mengidentifikasi faktor penyebab maloklusi yang ada di
dalam kasus dan mengkaitkannya dengan malposisi, malrelasi dan
malformasi yang terjadi.
3. Untuk memahami perkembangan psikologis dan emosional pada
usia anak-anak dikaitkan dengan kaus yang terjadi pada skenario.D.
ManfaatManfaat yang akan diperoleh dari laporan ini adalah sebagai
berikut.1. Mahasiswa dapat mempelajari bagaimana perbedaan oklusi
normal antara primary dentition, mixed dentition dan gigi permanen
sehingga dapat mengurangi maloklusi pada pertumbuhan pasien
disesuaikan usia.
2. Mahasiswa dapat mengaitkan penyebab maloklusi gigi dengan
keadaan rongga mulut pasien sehingga dapat menentukan perawatan
yang akan dilakukan.BAB II
ISI
A. SkenarioBapak Kim Eun Jun datang bersama istri nya Suyatmi,
dan anak mereka yang saan ini berusia 9 tahun bernama Eleora ke
RSGMP Unsoed. Kepada dokter gigi yang menangani, sang ibu nercerita
bahwa beberapa hari belakangan ini Eleora tidak mau berangkat
sekolah dikarenakan sering diejek oleh teman-temannya. Keadaan ini
menggangu Eleora secara emosional dan psikologis. Bapak Kim Eun Jun
pun bercerita bahwa Eleora sangat ingin menjadi foto model namun
malu karena kondisi gigi putri kesayangannya tidak rapi. Pada
pemeriksaan intra oral ditemukan supernumerary teeth pada gigi
insisivus sentralis maksila. Insisivus centralis kiri dan lateralis
kanan maksila palatoversi. Terlihat adanya crossbite anterior
disertai crowding pada regio anterior mandibula, tidak tampak
adanya deep bite. Pengukuran overbite dan overjet Eleora masih
dalam batas wajar. Dari wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa
pada masa primary dentition dan mix dentition, Eleora pernah
mengalami over retained deciduous teeth. Hasil pemeriksaan molar
relation, didapat maloklusi Angle kelas I tipe 3. Dari hasil foto
rontgen yang dilakukan tampak adanya dilaserasi pada akar gigi
insisivus lateralis rahang atas sebelah kanan. Profil Eleora normal
dengan jaringan lunak menutupi daerah malposisi gigi. Eleora dapat
menutup rahang tanpa adanya hambatan.A. Alpha
B. Tahap Seven Jumps
STEP 1 (Claryfying Unfamiliar Term)
1. PalatoversiPaloversi adalah keadaan gigi yang lebih condong
ke arah palatum serta lebih ke arah posterior, sehingga gigi dapat
dikatakan hampir retrusif.
2. Over retained deciduous teeth
Over retained deciduous teeth adalah gigi yang sulit tanggal dan
masih tetap menempel pada waktu yang tidak seharusnya.3.
Dilaserasi
Dilaserasi adalah sebutan untuk akar gigi yang terdapat lengkung
tajam atau kompleks.
4. Supernumerary teeth
Supernumerary teeth adalah kelainan gigi dengan bertambahnya
jumlah gigi yang tidak biasa.5. Crossbite
Crossbite adalah gigitan silang dimana gigi maksila terletak
lebih ke belakang dibandingkan gigi mandibula.6. Crowding
Crowding adalah susunan gigi yang berjejal atau ketidakserasian
ukuran rahang gigi yang lebih sempit dan gigi geligi yang banyak.7.
Primary dentition
Primary dentition adalah gigi yang pertama muncul didalam rongga
mulut, dengan erupsi penuh pada usia 2,5 tahun 3 tahun.8. Mixed
dentition
Mixed dentition adalah keadaan gigi yang tumbuh yaitu gigi
permanen namun gigi susu belum tanggal semua, ketika mixed
dentition tidak di jaga maka dapat menyebabkan crowding.9.
Overjet
Overjet adalah jarak horizontal dari incisal edge RA dengan
insisal RB.
10. Deep bite
Deep bite adalah suatu keadaan insisal RB mengenai singulum
rahang bawah, dan pada posisi ini condyle berada di posterior fossa
glenoid.11. Maloklusi Angle kelas 1 tipe 3
Maloklusi Angle kelas 1 tipe 3 adalah suatu pembagian angle yang
dibagi berdasarkan hubungan molar, pada maloklusi kelas 1 cups
mesiobukal M1 atas berkontak dengan buccal groove M1 bawah, dan
maloklusi ini dikatakan normal.
12. Molar relation
Molar relation adalah kontak antara oklusal molar atas dengan
gigi antagonisnya.
13. Overbite
Overbite adalah jarak vertikal dari incisal edge RA dengan
incisal edge RB atau bisa disebut juga dengan tinggi gigit.STEP 2
(Problem Definition)
1. Apa saja ciri-ciri oklusi normal?2. Apa saja jaringan lunak
pada rongga mulut?3. Apa yang dimaksud maloklusi?4. Apa saja
penyebab dari maloklusi?5. Apa saja klasifikasi maloklusi?6.
Bagaimana perkembangan psikologis dan emosional anak usia 9
tahun?
7. Apa saja faktor-faktor pengganggu perkembangan psikologis?8.
Berapa ukuran overbite dan overjet yang normal?
Gambar 2.1 Skema Rumusan Masalah
STEP 3 (Brainstorm)1. Ciri-ciri oklusi normalGigi anterior RA
lebih protusif dari RB, gigi berkontak rapat tanpa rotasi, gigi
insisal RA menutupi 1/3 gigi insisal, lengkung rahang parabola
dengan ukuran rahang dan gigi yang sesuai, tonjol mesiobukal M1 RA
kontak dengan buccal groove M1 RB.
2. Termasuk jaringan lunak pada rongga mulut
Jaringan lunak terdiri dari bibir, pipi yang harus seimbang
kekuatannya dan frenulum yang tidak panjang maupun tidak pendek.
Bagian bibiryang kompeten dapat menutup tanpa usaha maksimal,
terlihat di bagian kerutan dagu.
3. Maloklusi
Maloklusi adalah suatu kelainan antara gigi-gigi rahang atas dan
rahang bawah saat berkontak, sehingga terjadi hubungan yang tidak
sempurna antara rahang atas dan rahang bawah.
4. Penyebab maloklusi
Deep bite, over retained deciduous teeth, menekan lidah ke
depan, herediter, trauma, tingkah laku, anomali gigi, dan gigi
tanggal sebelumnya.
5. Klasifikasi maloklusi
a. Dental b. Skeletal
c. FungsionalTipe skeletal juga berasal dari otot maksila dan
mandibula yakni :
a. kelas 1 : maksila lebih ke anteior
b. kelas 2 : edge to edge
c. kelas 3 : maksila lebih ke posterior
6. Perkembangan psikologis dan emosional
Pada anak usia 9 tahun sudah dapat diajak untuk berpikir secara
konkrit namun tidak boleh memberikan contoh kata-kata negatif.
Dalam perkembangannya anak usia 9 tahun lebih diberikan reward dan
punishment dengan apa yang anak tersebut lakukan. 7. Faktor
penggangu perkembangan psikologis
Peran orang tua yang terlalu memanjakan anak, faktor lingkungan
yang selalu mengucilkan dan faktor herediter yang menurun ke anak
tersebut.STEP 4 (Analyzing the problem) 1. Ciri-ciri oklusi
normalCiri-ciri oklusi normal yakni :
a. Hubungan yang tepat antar lengkung gigi
b. Overbite dan overjet yang normal
c. Hubungan gigi-gigi normal, tidak ada rotasi
d. Tidak ada celah diantara gigi geligi
2. Termasuk jaringan lunak pada rongga mulut Jaringan lunak
terdiri dari mukosa pipi, bibir, gingiva, lidah, palatum, dan dasar
mulut. Struktur jaringan lunak mulut terdiri dari lapisan tipis
jaringan mukosa yang licin, halus, fleksibel dan berkeratin atau
tidak berkeratin. 3. Maloklusi
Maloklusi adalah setiap keadaan yang menyimpang dari oklusi
normal, maloklusi juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan
susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk
rongga mulut serta fungsi.
4. Penyebab maloklusi
Ketidakseimbangan antara ukuran rahang dan ukuran gigi atau
antara ukuran rahang bagian atas dan bawah. Penyebab lain adalah
faktor keturunan, gangguan pertumbuhan, trauma, keadaan fisik,
kebiasaan buruk menghisap ibu jari, malnutrisi dan hilangnya salah
satu atau lebih gigi sehingga ketika gigi hilang, gigi sekitarnya
cenderung bergerak keluar barisan.
5. Klasifikasi maloklusi
Klasifikasi maloklusi dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu maloklusi
Klas I, Klas II, dan Klas III.
a. Maloklusi Klas I : Relasi normal anteroposterior dari
mandibula dan maksila. Tonjol mesiobukal molar pertama permanen
berada pada buccal groove molar pertama permanen mandibula.
Kelainan yang menyertai yakni gigi berjejal, rotasi dan
protusi.
b. Maloklusi Klas II : Relasi posterior dari mandibula terhadap
maksila. Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas berada lebih
mesial dari buccal groove gigi molar pertama permanen
mandibula.
c. Maloklusi Klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap
maksila. Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas berada lebih
distal dari buccal groove gigi molar pertama permanen mandibula dan
terdapat anterior crossbite.
6. Perkembangan psikologis dan emosional
Perkembangan untuk anak usia 9 tahun akan cenderung menjadikan
anak tersebut tidak percaya diri serta minder terhadap lingkungan
sekitar yang selalu mengucilkan.
7. Faktor pengganggu perkembangan psikologis
Faktor utama yang akan mengganggu perkembangan psikologis anak
usia 9 tahun yaitu lingkungan yang selalu megucilkan sehingga dalam
perkembangannya akan menurunkan sikap kepercayaan dirinya dan
memberikan dampak yang buruk terhadap kualitas hidupnya kedepan
karena rasa minder terhadap lingkungan sekitarnya.
STEP 5 (Formulating learning issue)
1. Apa pengertian dari
a. Dilaserasi
b. Deep bite2. Bagaimana ciri oklusi normal dan perbandingannya
antara primary dan mixed dentition?
3. Berapa ukuran overbite dan overjet normal?
4. Bagaimana etiologi dari maloklusi?
5. Bagaimana klasifikasi dari maloklusi?
6. Apa saja kriteria dari maloklusi?
7. Bagaimana kaitan antara maloklusi, malposisi, dan
malrelasi?8. Bagaimana dampak maloklusi terhadap perkembangan
psikologis dan emosional?Step 6 (Self Study)
Step 7 (Reporting)
1. Pengertiana. DilaserasiDilaserasi merupakan angulasi atau
pembengkokkan akar yang abnormal terhadap aksis memanjang dari
mahkota gigi. Seringkali angulasi terjadi sangat tajam dan hampir
tegak lurus. Dilaserasi ini dapat terjadi karena adanya trauma yang
dapat menyebabkan mahkota bergeser dan akar memutar atau membengkok
(Sudiono, 2008). Menurut Harshanur (1991), ukuran angulasi akar
dari dilaserasi berkisar antara 450 - >900. Apabila terjadi
dilaserasi pada akar gigi maka dapat menyebabkan kesulitan
pencabutan gigi. b. Deep biteDeep bite merupakan jarak menutupnya
bagian insisal insisivus maksila terhadap insisal insisivus
mandibula dalam arah vertikal melebihi 2-3 mm. Pada kasus deep
bite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan
insisivus madibula sering berjejal, linguoversi (Sudiono, 2008).
Menurut Rostina (1997), deep bite dapat dikategorikan menjadi dua
jenis, yaitu complete deep bite dan incomplete deep bite. Dikatakan
complete deep bite apabila insisivus mandibula kontak dengan bagian
palatal dari insisivus maksila, sedangkan incomplete deep bite
apabila terjadi overbite lebih dari 2-3 mm.2. Ciri oklusi
normalOklusi antara gigi geligi maksila dan mandibula memiliki ciri
tertentu yang ideal dan dikatakan normal. Banyak peneliti yang
menyampaikan berbagai konsep oklusi normal. Salah satunya Andrew
(1972) yang menyebutkan terdapat enam kunci utama dari oklusi,
yaitu
a. Relasi gigi molar pertama klas I Angle1) Mesio bukal cusp M1
RA terletak di bukal groove M1 RB2) Disto bukal cusp M1 RA terletak
diantara embrassure M1 dan M2 RB
b. Angulasi atau kemiringan labiolingual normalc. Inklinasi atau
kemiringan mesiodistal normald. Gigi berkontak rapat atau tidak ada
spacee. Tidak ada rotasi f. Curva Spee datar atau flat occlusal
planes(Foster, 1997)
Namun, terdapat ciri yang membedakan antara oklusi gigi desidui
dan gigi permanen. Beberapa ciri oklusi primary dentition menurut
(), yaitu
a. Lengkung rahang ovoidb. Terdapat celah atau space antar
gigic. Relasi antara M2 RA dan RB cusp sejajar atau flush terminal
planed. Caninus RA terletak diantara distal caninus RB dan M1 RB
atau neutroklusi
Sedangkan ciri dari oklusi gigi permanen diantaranya.a. Lengkung
RA lebih besar dari lengkung RB
b. Oklusal RA lebih cembung daripada RB
c. Bentuk dan fungsi tiap gigi normal
d. Overbite dan overjet normal
e. Posisi gigi normal()
Menurut Thomson (2007), oklusi gigi desidui atau sulung berbeda
dengan gigi permanen. Pada gigi desidui, yang menjadi kunci adalah
relasi M2 RA dan RB yg sejajar cuspnya, sedangkan pada mixed
dentition dan permanen yang menjadi kunci oklusi adalah relasi
M1.3. Overbite dan overjet normal
a. OverbiteOverbite merupakan jarak vertikal dari ujung
insisivus rahang atas dan rahang bawah. Overbite ideal saat oklusi
apabila insisivus rahang bawah kontak dengan 1/3 palatal dari
insisivus rahang atas (Grist, 2010). Menurut Foster (1997), ukuran
overbite normal berkisar antara 2-4 mm.b. OverjetOverjet merupakan
jarak horizontal saat oklusi antara insisivus rahang atas dan
rahang bawah. Ukuran normal overjet berkisar 2-4 mm. Apabila
melebihi dari 4 mm dapat dikatakan deep bite (Foster, 1997).4.
Etiologi maloklusiMaloklusi merupakan oklusi yang tidak sempurna.
Maloklusi dapat disebabkan karena berbagai penyebab atau etiologi.
Menurut (AFRA), etiologi dari maloklusi dapat dibedakan menjadi
etiologi ekstrinsik dan intrinsik.
a. Ekstrinsik1) Herediter
2) Kelainan bawaan3) Kebiasaan buruk4) Malnutrisi5) Pertumbuhan
dan perkembangan yang salahb. Intrinsik 1) Kelainan jumlah, ukuran,
atau bentuk gigi2) Premature loss
3) Prolonged retentionSedangkan menurut (DEDEH), etiologi
maloklusi dapat dibedakan menjadi faktor herediter dan faktor
lokal. Faktor herediter ini dapat berupa diastem atau crowded pada
gigi. Faktor lokal dapat berupa premature loss, gigi desidui yang
sulit tanggal atau prolonged retention, jaringan lunak tidak
seimbang, trauma, kebiasaan buruk, dan iatrogenik akibat pemasangan
alat ortodonsi. Menurut Rostina (1997), etiologi maloklusi terdiri
dari prenatal yaitu faktor herediter dan kongenital serta postnatal
yaitu faktor ekstrinsik seperti premature loss, trauma, ataupun
sistemik.
Etiologi maloklusi berdasarkan pada kasus skenario, maloklusi
terjadi karena adanya persistensi atau over retained deciduous
teeth, yang dapat disebabkan adanya gangguan pada nutrisi, arah
tumbuh gigi permanen tidak searah dengan gigi susu yang akan
digantikan, atau karena tidak cukupnya tempat bagi gigi permanen.
Selain itu, adanya over retained deciduous teeth dapat menyebabkan
terjadinya anomali berupa supernumerary teeth, sehingga arah tumbuh
gigi 12 dan 21 terganggu menjadi ke palatal (palatoversi), dan
mengakibatkan crossbite anterior menjadi maloklusi kelas 1 tipe 3.
Adanya dilaserasi pada akar 12 dapat disebabkan karena trauma gigi
desidui, di mana terjadi gangguan pembentukan enamel sehingga
dilaserasi mengganggu pertumbuhan akar (Zenab, 2010).5. Klasifikasi
maloklusi
Maloklusi dapat dibedakan menjadi tiga kelas menurut Angle,
yaitu.
a. Kelas 1 maloklusi atau neutroklusi
1) Lengkung gigi atas dan bawah mempunyai hubungan normal.
2) Mesio bukal cusp M1 RA terletak di bukal groove M1 RB.
3) Mesio palatal cusp M1 RA terletak di sentral fossa MI RB.
4) Disto bukal cusp M1 RA terletak diantara embrassure M1 dan M2
RB.
5) Letak caninus RA interlock antara caninus dan P1 RB.Pada
kelas 1 dapat dibedakan lagi menjadi lima tipe, yaitu.1) Tipe 1,
apabila gigi insisivus berjejal dan gigi caninus terletak di
labial.2) Tipe 2, protrusi atau insisivus atas labioversi.3) Tipe
3, apabila satu atau lebih insisivus RA lebih ke arah palatal
terhadap insisivus RB (cross bite anterior).4) Tipe 4, apabila
terdapat cross bite pada gigi molar atau premolar (cross bite
posterior). 5) Tipe 5, mesial drifting karena tanggalnya gigi
depan.
b. Kelas II maloklusi atau distoklusi1) Gigi dan lengkung gigi
bawah letaknya lebih distal dari normal dalam hubungan dengan gigi
dan lengkungan gigi atas.2) Mesiobukal cusp M1 atas letaknya lebih
mesial dari bukal groove M1 bawah.3) RA lebih maju daripada
RB.Dibedakan lagi ke dalam dua divisi, yaitu.
1) Divisi 1, insisivus atas protrusi dan overjet meningkat.2)
Divisi II, insisivus atas retroklusi dan insisivus lateral atas
proklinasi dengan overjet normal dan overbite meningkat.c. Kelas
III maloklusi atau mesioklusi
1) Gigi dan lengkung gigi bawah letaknya lebih mesial dari
normal dalam hubungan dengan gigi dan lengkung gigi atas.
2) Mesio bukal cusp M1 atas letaknya lebih ke distal dari bukal
groove M1 bawah.3) RB lebih maju daripada RA.Terdapat tiga tipe
dalam kelas 3, yaitu.1) Tipe 1, hubungan incisor edge to edge.
2) Tipe 2, insisivus atas menumpang pada insisivus bawah,
seperti hubungan yang normal. Insisivus bawah agak berjejal.3) Tipe
3, insisivus atas linguoversi (cross bite).(Zenab, 2010)Sedangkan
menurut Bhalaji (2006), pada maloklusi kelas 3 dapat dibedakan
menjadi maloklusi sejati apabila mandibula besar dan protusif dan
pseudo apabila disebabkan karena habitual atau kebiasaan dilihat
dari pergerakan mandibulanya. Selain itu, maloklusi dapat dibedakan
berdasarkan etiologi dan kegunaanya. Menurut Bennet, maloklusi
dapat dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan etiologinya, yaitu.a.
Kelas I, karena faktor lokalb. Kelas II, karena defek perkembangan
gigic. Kelas III, karena rotasi lengkung gigiBerdasarkan
kegunaannya, klasifikasi maloklusi, yaitu.
a. Fungsi studi epidemiologib. Fungsi statistik kondisi oral1)
Bjork, untuk merekam oklusi pada gejalanya
2) Baume, berkaitan dengan masalah penilaian oklusal dilihat
dari pemeriksaan intra arch dan inter arch(Hassan dan Rahimah,
2007)
Sedangkan menurut British Standard Institute, klasifikasi angle
tidaklah benar karena kelainan posterior tidak mempengaruhhi gigi
yang memiliki oklusi insisal.6. Kriteria maloklusi
Kontak antar gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dapat
dikatakan tidak sempurna atau maloklusi apabila tidak memenuhi ciri
dari oklusi normal. Beberapa kriteria maloklusi menurut Foster
(1997), yaitu.
a. Apabila lokasi atau kedudukan gigi yang menyimpang dari
oklusi normal, menyimpang dari lengkung rahang.
b. Apabila terbentuk mekanisme refleks yang merugikan selama
fungsi pengunyahan.
c. Apabila gigi merusak jaringan lunak mulut.
d. Apabila terdapat gigi berjejal tidak teratur atau crowded.e.
Apabila posisi gigi menghalangi bicara yang normal
f. Apabila terjadi ketidak seimbangan dentofasial.7. Kaitan
maloklusi, malposisi, dan malrelasi
Maloklusi berkaitan dengan malposisi dan juga malrelasi.
Malposisi merupakan penyimpangan pada posisi gigi, seperti
penyimpangan hubungan antar gigi pada rahang yang sama maupun
antara rahang yang berbeda, dan penyimpangan posisi sumbu terhadap
sumbu alveolar. Malposisi ini dapat berupa elongasi apabila gigi
tumbuh di atas atau lebih dari oklusal, depresi apabila gigi tumbuh
kurang dari oklusal, rotasi, ektopik, dan transversi seperti
mesioversi, distoversi, bukoversi, palatoversi, linguoversi,
labioversi, serta transposisi (Sulandjari, 2008).
Sedangkan malrelasi merupakan hubungan gigi yang tidak normal
atau abnormal, seperti hubungan antara lengkung rahang maupun
hubungan lengkung rahang dengan kranium. Contohnya pada kasus
bimaksila protusi. Selain itu, maloklusi berkaitan pula dengan
malformasi, apabila hubungan lengkung rahang tidak normal namun
kemungkinan relasi gigi normal. Contohnya mandibula lebih ke
lateral kanan atau kiri (Sulandjari, 2008).8. Dampak maloklusi
Maloklusi memiliki banyak dampak dalam berbagai bidang. Menurut
(DEDEH), terdapat empat dampak maloklusi, yaitu.
a. Gangguan pengunyahaan, seperti adanya rasa tidak nyaman dan
nyeri pada TMJ.b. Kesulitan saat berbicara.c. Penampilan tidak
normal.d. Estetika, seperti kurang baik saat tersenyum dan
seringkali akibat maloklusi seseorang menjadi rendah diri karena
merasa berbeda dan mendapat ejekan atau punishment dari
lingkungannya.
Dampak terhadap perkembangan psikologi dan emosional maloklusi
untuk anak sendiri dapat menyebabkan rasa rendah diri karena
terdapat perbedaan antar remaja oklusi normal dan maloklusi,
kurangnya rasa percaya diri akan penampilannya, dan menjadi beban
pikiran sehingga merasa tidak nyaman. Seringkali seseorang yang
mengalami maloklusi diejek sehingga dapat mempengaruhi persepsi
berteman karena postur wajah yang tidak normal (Zenab, 2010).C.
Pembahasan Menurut Foster (1999), oklusi yang ideal pada masa gigi
sulung adalah memiliki lengkung rahang yang berbentuk ovoid, relasi
molar flush terminal plane, terdapat space antar gigi biasanya
mesial dari kaninus atas dan distal dari kaninus bawah dan
neuroklusi. Pada masa gigi campuran, merupakan periode dimana gigi
susu dan permanen berada bersama-sama di dalam mulut. Akan tetapi
kunci oklusi tetap pada molar pertama atas sama seperti pada masa
gigi permanen. Menurut Salzmann(1966), terdapat 3 mekanisme yang
berbeda pada penyesuaian oklusi normal gigi susu ke periode gigi
bercampur sampai tercapai stabilisasi pada periode gigi permanen
:1. Jika bidang vertikal dari permukaan distal molar kedua susu
atas terletak distal molar kedua susu bawah maka molar pertama
permanen akan menempati sesuai dengan oklusi pada gigi susu.
2. Jika terdapat primate space dan bidangvertikal molar kedua
susu segaris, maka terjadi oklusi normal pada molar pertama
permanen, karena adanya pergeseranmolar susu ke mesial sehingga
ruangan tersebut tertutup.
3. Jika bidang vertikal sama dan molar pertama permanen
hubungannya cusp, maka oklusi normal terjadi karena adanya
pergeseran ke mesial yang terjadi kemudian setelah molar kedua susu
tanggal.Terdapat banyak kriteria oklusi ideal pada masa gigi
permanen antara lain hubungan yang tepat antar lengkung gigi,
angulasi mahkota gigi insisivus tepat di bidang transversal,
inklinasi atau kemiringan mahkota gigi insisivus tepat di bidang
sagital, tidak ada rotasi, tidak ada celah antara gigi-gigi, kurva
spee datar (Andrew, 1972).Keadaan dimana tidak terdapat oklusi yang
normal atau ideal disebut dengan maloklusi. Maloklusi merupakan
keadaan penyimpangan letak gigi dan malrelasi lengkung gigi
(rahang) diluar batas kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi
dibentuk akibat gabungan dari beberapa kelainan gigi dan lengkung
rahang seperti malposisi gigi, malrelasi, malformasi, perubahan
ukuran dan jumlah gigi, anomali, serta susunan gigi (Rahardjo,
2012). Malposisi terdiri dari beberapa kelainan letak gigi dalam
hubungannya dengan gigi antagonisnya, gigi yang sama dalam satu
rahang, serta posisi sumbu terhadap sumbu alveolar. Kelainan ini
terdiri dari supraoklusi, infraoklusi, transversi, rotasi, dan
ektopik. Supraoklusi berkaitan dengan erupsi gigi geligi yang
melebihi garis oklusal, sedangkan infraoklusi adalah kebalikannya,
gigi tumbuh tidak mencapai batas oklusi. Transversi berkaitan
dengan malposisi gigi yang lebih condong ke arah labial, mesial,
palatal, bukal, maupun lingual, misalnya labioversi gigi condong
tumbuh ke arah labial. Rotasi didefinisikan sebagai perputaran gigi
pada sumbu panjang gigi meliputi sentris dan eksentris. Malformasi
berkaitan dengan letak kerangka kranium dengan posisi mandibula
pada temporomandibular joint. Keadaan malformasi ditunjukkan dengan
arah oklusi rahang bergeser lebih ke lateral baik kanan maupun
kiri. Sedangkan malrelasi menunjukkan hubungan yang tidak baik
rahang atas dan rahang bawah, malrelasi berhubungan besar dengan
malposisi secara sagital sehingga menyebabkan mesioklusi,
distoklusi, netriklusi, gigitan tonjol dan tidak berelasi.
Faktor umum yang mempengaruhi perkembangan oklusal dibagi
menjadi tiga, yaitu faktor skeletal, faktor otot, dan faktor
dental. Faktor skeletal berkaitan dengan tumbuhnya lengkung rahang
dan dasar cranium yang dapat mempengaruhi bentuk mulut dan profil
muka. Kondisi oklusi gigi geligi berkaitan dengan rahang disebabkan
gigi geligi ini menempel pada pada rahang melalui alveolar
sedangkan alveolar berhubungan dengan tulang basal. Faktor lain
menyebabkan maloklusi terdapat fakror lokal, faktor lingkungan, dan
iatrogenik (Rahardjo, 2011).
Faktor lokal dapat berupa gigi sulung tanggal
prematur,persistensi gigi (over retained desiduous teeth), trauma,
jaringan lunak pendukung gigi seperti bibir, pipi, lidah, dan
frenulum. Gigi sulung tanggal prematur biasanya terjadi pada gigi
kaninus sulung yang mengakibatkan gigi kaninus geligi tetap tumbuh
tidak mengikuti jalur pertumbuhan melainkan mengikuti space yang
masih ada, dan gigi m2 sulung yang tanggal prematur juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan M1 permanen yang nantinya akan drifting
sehingga tumbuh arah mesial dan mengurangi ruang tumbuh P2. Trauma
juga dapat mempengaruhi pertumbuhan gigi geligi, misalnya akibat
adanya trauma pada gigi sulung yang mendesak benih gigi permanen
sehingga mengganggu proses kalsifikasi gigi permanen dan
mengakibatkan gigi bengkok (dilaserasi).
Faktor lingkungan yang meliputi oral habit, seperti digiti
sucking, tongue thrusting, mouth breathing, bruxism, nail sucking
dan lip sucking. Digiti sucking yaitu kebiasaan memasukan dan
menghisap jari. Hal ini akan menyebabkan open bite, diastema pada
gigi anterior maksila, gigi insisivus bawah mengalami linguoversi,
rahang menjadi bentuk V. Tongue thrusting merupakan kebiasaan lidah
mempertahankan posisi lidah dalam posisi menelan. Kebiasaan tongue
thrusting dapat menyebabkan rahang atas protusi, rahang bawah
mengalami protusi, diastema, bentuk gigitan open bite. Kebiasaan
bernafas dengan mulut (mouth breathing) diakibatkan karena
obstruktif atau gangguan saat menghirup udara melalui hidung
terjadi pada, habitual atau kebiasaan mouth breathing akibat
gangguan tersebut meskipun telah dihilangkan, dan anatomical
terjadi apabila bibir atas dan bawah pendek sehingga menyebabkan
tidak bisa menutup sempurna sehingga menyebabkan rahang atas
menjadi V dan palatum tinggi yang membuat wajah penderita terlihat
panjang dan sempit. Bruxism menyebabkan atrisi pada gigi anterior
dan erupsi dari insisive menjadi terhambat. Nail biting
(mengigit-gitit kuku) dapat menyebabkan ,atrisi pada ujung insisal
gigi rotasinya gigi, dan protusi gigi pada gigi yang sering
digunakan mengigit. Lip sucking merupakan kebiasaan mengigit bibir
sehingga menyebabkan gigi anterior rahang atas menjadi protusi,
gigi rahang bawah menjadi retrusi, peningkatan overjet, dan
crowding gigi anterior (Singh, 2007).Faktor-faktor habitual yang
dapat menyebabkan terjadinya maloklusi ini dipengaruhi oleh
frekuensi, durasi, dan intensitas kebiasaan. Dari ketiga komponen
ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Setiap kelainan gigi yang
terjadi pada kasus saling berkorelasi. Kelainan yang mungkin
menyebabkan maloklusi pada skenario awal mulanya adalah over
retained deciduous teeth, hal ini ditandai dengan adanya gigi
tambahan supernumerary teeth pada gigi insisivus sentral maksila.
Keadaan bertambahnya gigi ini menyebakan malposisi pada gigi Eleora
yang terjadi pada gigi 12 dan 21, keadaan gigi yang palatoversi
artinya arah tumbuh mengarah lebih menuju palatum. Jumlah gigi yang
terlalu banyak mempengaruhi space yang disediakan dalam rahang
tumbuhnya gigi, sehingga dapat menyebabkan gigi berjejal
(crowding). Crowding yang terjadi pada kasus berada pada regio
anterior mandibula. Gigi 12 dan 21 yang palotoversi juga
menyebabkan gigi anterior mandibula terlihat lebih protrusif
sehingga menyebabkan crossbite yang terjadi. Kasus menunjukkan
tidak ada malformasi yang terjadi dan lengkung rahang masih batas
normal. Kasus juga menunjukkan maloklusi kelas 1 tipe 3 yaitu
hubungan molar masih dalam batas normal dimana terjadi molar
relation kelas 1, yaitu cusp mesiobukal molar 1 rahang atas
berkontak dengan buccal groove rahang bawah. Maloklusi kelas 1 tipe
3 menunjukkan adanya crossbite pada gigi anterior, hal ini akibat
gigi insisivus rahang atas yang palatoversi
Gambar 2.2 Hubungan Etiologi dan Maloklusi pada kasusMaloklusi
merupakan penyimpangan pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor
tertentu, atau bisa dikenal juga dengan penyimpangan terhadap
oklusi normal. Menurut Foster (1997), bahwa maloklusi dapat terjadi
pada beberapa kondisi dibawah ini, yaitu.1. Saat ada kebutuhan
untuk melakukan posisi postural adaptif mandibula.
2. Pada gerakan menutup mandibula dari posisi istirahat atau
postural adaptif ke posisiinterkuspal, terdapat translokasi.
3. Posisi gigi yang sedemikian rupa menyebabkan terjadinya
mekanisme reflek yang merugikan selama fungsi pengunyahan pada
mandibula.
4. Gigi menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak mulut.
5. Terdapat gigi berjejal atau tidak teratur yang memicu
jaringan periodontal gigi.
6. Penampilan yang kurang baik akibat posisi gigi yang kurang
baik.
7. Terdapat gigi yang menghalangi fungsi bicara.
Klasifikasi MaloklusiKlasifikasi bertujuan untuk mempermudah
pemahan serta penjelasan diperlukan klasifikasi. Banyak klasifikasi
tentang maloklusi namun yang paling sering digunakan ialah
klasifikasi Angle, yaitu.1. Klasifikasi Skeletal
Menurut Maulani (2009), klasifikasi skeletal menghubungkan
antara rahang atas dan rahang bawah terhadap dasar kranial.
Pengklasifikasiannya yaitu.a. Klas I skeletal yaitu rahang atas dan
rahang bawah pada relasi normal (orthognathi).
b. Klas II skeletal yaitu rahang bawah terlihat lebih kecil
dibanding rahang atas (retrognathi).
c. Klas III skeletal yaitu rahang bawah terlihat lebih besar
dibanding rahang atas (prognathi).2. Klasifikasi Dental
AngleKlasifikasi Angle adalah hubungan antara molar pertama rahang
atas dan rahang bawah pada oklusi normal yaitu cusp mesiobukal
molar pertama permanen rahang atas beroklusi dengan groove bukal
depan molar pertama permanen rahang bawah.a. Angle Klas I
Terdapat hubungan antero-posterior dari rahang yang normal
dilihat dari molar pertama permanen atau jika kedua lengkung gigi
dari rahang bawah menutup dengan posisi oklusi yang normal, cusp
mesiobukal gigi molar pertama atas mempunyai relasi dengan buccal
groove molar pertama bawah, gigi di sebelah anterior gigi molar
posisinya bervariasi mulai dari berjejal atau renggang (Proffit dan
Fields, 1993). Menurut Angle, maloklusi kelas I terbagi menjadi.1)
Tipe 1 yaitu adanya gigi anterior yang berjejal.
2) Tipe 2 yaitu disertai lengkung gigi yang sempit, labioversi
gigi anterior maksila dan linguoversi dari gigi anterior
mandibula.
3) Tipe 3 yaitu disertai linguoversi dari gigi anterior maksila,
crowded dan kurangnya perkembangan di regio proksimal.
Sedangkan Dr. Martin Dewey merincikan klasifikasi klas I ini
menjadi.1) Tipe 1 yaitu gigi-gigi anterior berjejal, gigi molar
normal.
2) Tipe 2 yaitu gigi molar normal, gigi anterior terutama gigi
atas terlihat labioversi.
3) Tipe 3 yaitu terdapat gigitan silang anterior (crossbite
anterior).4) Tipe 4 yaitu hubungan molar normal dalam arah mesio
distal tetapi dalam arah buco-lingual ada pada posisi gigitan
bersilang (crossbite).
5) Tipe 5 yaitu molar pertama normal, tetapi pada gigi posterior
terjadi mesial drifting. Gambar 2.3 netroklusi.
Sumber : Sulandjari H. Buku Ajar Ortodonsia I KGO I; 2008.a.
Angle Klas II
Maloklusi Angle klas II yaitu jika gigi geligi molar terletak
dalam posisi yang baik pada rahang bawah dan dalam oklusi sentrik
lengkung gigi rahang bawah beroklusi ke sebelah distal terhadap
lengkung gigi rahang atas (Rahardjo 2008). Relasi cusp mesiobukal
gigi molar pertama rahang atas beroklusi pada embrassure antara
gigi premolar kedua dan gigi molar pertama (Proffit dan Fields,
1993). Angle membagi Klas II menjadi.1) Divisi 1 yaitu disertai
labioversi gigi maksila.
2) Divisi 2 yaitu disertai linguoversi gigi insisivus central
maksila.
3) Subdivisi yaitu kondisi unilateral dari kedua divisi.Dr.
Martin Dewey membagi maloklusi Angle klas II menjadi :1) Divisi 1
yaitu hubungan molar pertama bawah dan atas distoklusi dan gigi
anterior protrusif.
2) Divisi 2 yaitu hubungan molar pertama tetap atas dan bawah
distoklusi dan gigi anterior normal, tetapi gigi insisif lateral
tetap menutupi sebagian insisif sentral tetap yaitu overlap di atas
gigi insisivus sentral tetap.
Gambar 2.4distoklusi
Sumber : Sulandjari H. Buku Ajar Ortodonsia I KGO I; 2008.a.
Angle Klas III
Maloklusi klas III yaitu bila posisi gigi geligi molar terhadap
rahang masing-masing normal kemudian dalam oklusi sentrik lengkung
gigi rahang bawah beroklusi ke arah mesial terhadap lengkung gigi
rahang atas. Selanjutnya cusp mesiobukal gigi molar pertama rahang
atas beroklusi paling sedikit setengah cups terhadap groove
distobukal gigi molar pertama rahang bawah atau gigi geligi rahang
bawah setengah cusp lebih ke mesial dari gigi rahang atas dilihat
dari hubungan molar pertama. Angle membagi klas III menjadi tiga
tipe yaitu.1) Tipe 1 yaitu adanya lengkung gigi yang baik tetapi
relasi lengkungnya tidak normal.
2) Tipe 2 yaitu adanya lengkung gigi yang baik dari gigi
anterior maksila tetapi ada linguoversi dari gigi anterior
mandibula.
3) Tipe 3 yaitu lengkung maksila kurang berkembang, linguoversi
dari gigi anterior maksila dan lengkung gigi mandibula baik.
Dr. Martin Dewey merincikan maloklusi Angle klas III sebagai
berikut.1) Tipe 1 yaitu hubungan molar pertama tetap atas bawah dan
bawah mesioklusi sedangkan hubungan gigi anterior edge to edge.
2) Tipe 2 yaitu hubungan molar pertama tetap atas bawah
mesioklusi sedangkan gigi anterior tetap normal.
3) Tipe 3 yaitu hubungan gigi anterior seluruhnya adalah
crossbite.
Gambar 2.5 mesioklusi Ungkapan bahwa masa kanak-kanak adalah
masa pertumbuhan emas sangatlah tepat. Pada masa ini, anak-anak
sedang mengalami fase percepatan pertumbuhan. Namun bukan hanya
pertumbuhan fisik yang dialami oleh anak-anak usia 5-9 tahun,
melainkan perkembangan psikologis juga menyertai fase ini seiring
dengan pertumbuhan fisiknya (Hawadi, 2011). Menurut Wade dan Tavris
(2011), masa 6-10 tahun adalah saat dimana anak mempelajari
lingkungan dan orang lain untuk dapat diterapkan pada dirinya
sendiri agar dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Reward and
punishment masih berperan dalam pembentukan psikologi pada usia
ini, walaupun bukan lagi dalam bentuk barang melainkan dalam bentuk
respon sosial yang diterima oleh sang anak. Oleh karena itu anak
dalam usia ini seringkali mengalami perubahan tingkah laku dan
kebiasaan guna menyesuaikan dirinya agar dapat masuk dalam
komunitas yang diinginkannya. Reward yang berlebihan akan membuat
anak cenderung manja dan pemalas karena anak tidak akan melakukan
sesuatu kalau tidak ada hadiahnya, sedangkan punishment yang
berlebihan akan membentuk kepribadian rendah diri dan perasaan
bersalah setiap kali melakukan suatu pekerjaan. Bimbingan orang tua
dan pengarahan yang tepat akan menjadi mercusuar dalam menuntun
perkembangan psikologi anak.Berdasarkan kasus, tampaklah jelas
bahwa masa perkembangan psikologi yang dialami pasien adalah
masa-masa labil yang rentan dipengaruhi lingkungannya. Anak
tersebut sampai tidak masuk sekolah lantaran diejek teman-temannya
karena maloklusi. Apa yang sesungguhnya terjadi sehingga si anak
sangat terpengaruh kata-kata ejekan teman-temannya adalah si anak
menganggap bahwa dirinya tidak bisa diterima oleh lingkungannya
karena masalah maloklusi yang dialaminya. Si anak merasa bahwa ia
berbeda dari teman-temannya dan tidak pantas berada dalam
lingkungan tersebut sehingga memutuskan tidak masuk sekolah adalah
solusi untuk mengindarinya.Dilihat dari segi reward and punishment,
si anak menangkap komentar ejekan teman-temannya sebagai punishment
yang ia terima karena penampilan fisiknya tidak sebaik anak-anak
yang lain. Punishment sebagai akibat dari maloklusi yang ia terima
secara terus menerus membuat si anak merasa rendah diri. Jika
dibiarkan tanpa bimbingan kepercayaan diri yang tepat dari orang
tua, cepat atau lambat si anak akan menjadi antisosial dan lebih
nyaman sendirian guna menghindari kemungkinan punishment yang akan
ia terima dari lingkungannya.
BAB III
PENUTUPA. Simpulan
Kesimpulan dari rumusan masalah yang terdapat dalam laporan
Problem Based Learning adalah.1. Hal pokok yang membedakan bentuk
oklusi pada masa primary dentition, mixed dentition, dan gigi
permanen adalah relasi dari gigi molar. Pada masa primary dentition
kriteria oklusi normalnya yaitu bentuk lengkung gigi ovoid, relasi
molar flush terminal plane, terdapat space antar gigi biasanya
mesial dari kaninus atas dan distal dari kaninus bawah dan
neuroklusi. Sedangkan pada masa mixed dentition dan permanen yang
diperhatikan adalah relasi M1 permanen, untuk kriteria oklusi
normal maka tonjol mesiobukal gigi M1 RA kontak dengan bukal groove
M1 RB (kelas 1 Angle).
2. Maloklusi merupakan keadaan penyimpangan letak gigi dan
malrelasi lengkung gigi (rahang) diluar batas normal. Maloklusi
disebabkan oleh gabungan dari beberapa kelainan gigi dan lengkung
rahang seperti malposisi gigi, malrelasi, malformasi, perubahan
ukuran dan jumlah gigi, anomali, serta susunan gigi.
3. Klasifikasi maloklusi yang sering digunakan yaitu menurut
Angle. Angle membagi menjadi 2 klasifikasi umum yaitu klasifikasi
skeletal yang berdasarkan hubungan antar rahang dengan dasar
kranium dan klasifikasi dental yang berdasarkan hubungan molar
pertama rahang atas dan rahang bawah.
4. Anak dengan maloklusi cenderung mendapatkan branding dari
teman-temannya sesuai kondisi fisiknya, sehingga membuat anak tidak
percaya diri dengan penampilannya dan akan menghambatnya dalam
sosialisasi dengan orang lain yang akan mempengaruhi proses
perkembangan psikologisnya.B. Saran
Saran yang dapat disampaikan menurut persoalan yang telah kami
bahas adalah. Maloklusi dapat dicegah dengan adanya kerjasama
antara orang tua dan dokter gigi. Dokter gigi perlu memberikan
edukasi kepada orang tua mengenai perkembangan dan pertumbuhan gigi
anak, sedangkan peran orang tua adalah mengawasi pertumbuhan anak.
Selain itu dokter gigi juga harus lebih cermat dalam menangani
pasien dengan memperhatikan usia serta giginya dalam masa primary
dentition, mixed dentition, atau gigi permanen sehingga rencana
perawatannya tepat.Daftar PustakaAndrew, L F., 1972, The six keys
to normal occlusion, Am J Orthod Dentofacial Orthop, 62(3):
296-309.Bhalaji, S. I., 2006, Orthodontics The Art and Science,
Arya (MEDI) Publishing House, New Delhi.
Foster, L.,1997, Buku Ajar Ortodonsi, EGC, Jakarta.Graber, T.M.,
1972, Orthodontics Principle and Practice, edisi 3, WB. Saunders
Co., Philadelphia.Grist, F., 2010, Basic Guide to Orthodontic
Dental Nursing, Wiley-Blackwell, United Kingdom.
Harshanur, I. W., 1991, Anatomi Gigi, EGC, Jakarta.
Hassan, R., Rahimah, A. K., 2007, Occlusion, Malocclusion and
Method Measurement An Overview. Archieves of Orofacial Science, 2:
3-9.Hawadi, R.A., 2011, Psikologi Perkembangan Anak, Mengenal
Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak, Grasindo, Jakarta.
Proffit, W.R., Fields, H.W., 1993, Contemporary orthodontics,
edisi 2, Mosby, St. Louis.Rahardjo, P., 2011, Diagnosis Ortodonsi,
Airlangga University Press, Surabaya.
Rahardjo, P., 2012, Ortodonti Dasar, Airlangga University Press,
Surabaya.Rostina, T., 1997, Oklusi, maloklusi, etiologi maloklusi.
Penuntun kuliah ortodonti I, Bagian Ortodonti, Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan.Salzmann, M.J., 1977,
Principles of Orthodontics, edisi 7, CV. Mosby Co., London.Singh.,
G., 2007, Textbook of Orthodontics, edisi 2, Jaypee Brothers
Medical Puliblisher, India.Sudiono, J., 2008, Gangguan Tumbuh
Kembang DentokranioFacial, EGC, Jakarta.
Sulandjari, H., 2008, Buku Ajar Ortodonsia I KGOI, UGM,
Jogjakarta.
Thomson, H., 2007, Oklusi, EGC, Jakarta.Wade, C., Tavris, C.,
2011, Psikologi edisi kesembilan jilid I, Erlangga, Jakarta.Zenab,
Y., 2010, Perawatan Maloklusi Kelas I Angle Tipe 2, UNPAD,
Bandung.
Overbite&overjet
Dilaserasi 12
Primary dentition
Mixed dentition
Ruang rahang semakin berkurang
Crossbite anterior
Supernumerary
Crowding anterior mandibula
trauma
over retained desiduous
I = F x D
Jaringan Lunak
Oklusi normal
MALOKLUSI
Faktor pengganggu
Perkembangan psikologis
Definisi
Klasifikasi
Etiologi
Gigi 12 dan 21 Palatoversi
Molar relation
Maloklusi angle kelas 1 tipe 3