LAPORAN PBL BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEM (NSS) “ Pak Ogah jadi Ogah Angkat Tangan” dr. Wiwiek Fatchurohmah Kelompok 10 1. Andika Pratiwi G1A010037 2. Khairisa Amrina Rosyada G1A010039 3. Danny Amanati Aisya G1A010050 4. Mey Harsanti G1A010065 5. Keyko Lampita Mariana S. G1A010074 6. Sania Nadianisa M. G1A010083 7. Handika Reza A. G1A010100 8. Khoirur Rijal A. G1A010106 9. Eka Rizki Febriyanti G1A010111 10. Bellindra Putra H. G1A009136
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PBL BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEM (NSS)
“ Pak Ogah jadi Ogah Angkat Tangan”
dr. Wiwiek Fatchurohmah
Kelompok 10
1. Andika Pratiwi G1A010037
2. Khairisa Amrina Rosyada G1A010039
3. Danny Amanati Aisya G1A010050
4. Mey Harsanti G1A010065
5. Keyko Lampita Mariana S. G1A010074
6. Sania Nadianisa M. G1A010083
7. Handika Reza A. G1A010100
8. Khoirur Rijal A. G1A010106
9. Eka Rizki Febriyanti G1A010111
10. Bellindra Putra H. G1A009136
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2011
I. PENDAHULUAN
Info 1
Pak Ogah berusia 62 tahun datang ke IGD RSMS diantar olah keluarganya
dengan keluhan utama anggota gerak sebelah kanan lemah secara mendadak
ketika sedang beristirahat 3 jam yang lalu. Jika dipaksakan pasien hanya mampu
mengangkat tangan namun hanya sebentar. Pada anamnesis selanjutnya
didapatkan pasien pelo dan mulutnya menceng ke kiri. Pasien tidak mengeluh
mual maupun muntah dan tetap dalam keadaan sadar sebelum, saat, maupun
sesudah kejadian. Pasien tidak mengeluh ada riwayat demam maupun kejang
sebelumnya. Pasien juga menyangkal mengalami trauma kepala sebelumnya. Pak
Ogah baru pertama mengalami sakit seperti ini. Pak Ogah selalu merokok sejak
35 tahun yang lalu, 1 bungkus/hari. Ayah penderita dahulu juga sakit seperti ini.
Pak Ogah suka makanan bersantan, cek kolesterol minggu lalu =313mg/dl.
Riwayat Pasien tidak memiliki riwayat DM, tidak ada penyakit jantung.
Info 2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kuantitatif : GCS E4 M6 V5
Vital sign : TD : 160/90 mmHg
N : 88x/menit, regular
RR : 20x/menit
S : 36,3 C
Kepala : mesochepal, tanda trauma (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, Reflek cahaya +/+,
pupil isokor diameter 2mm/2mm
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Jantung : batas kiri 2cm lateral midclavicular line, lainnya dalam batas
normal
Paru : I : simetris, statis dan dinamis
Pal : stem fremitus kanan = kiri
Per : sonor diseeluruh lapang paru
Aus : suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : (-)
Abdomen : I : datar
Aus : Bising usus (+) normal
Pal :supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
Per : tympani
Info 3
Pemeriksaan Neurologis
Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal
N. Cranialis : Parese N VII kanan tipe sentral
Parese N XII kanan tipe sentral
Fungsi Motorik Superior D/S Inferior D/S
Gerak T/B T/B
Kekuatan 3/5 3/5
Reflek Fisiologis + / +N + / +N
Reflek Patologis +/- +/-
Tonus N/N N/N
Trofi E/E E/E
Pemeriksaan sensibilitas : kanan = kiri, tidak didapatkan hipotesi
Siriraj stroke score
= (2,5 x 0) + (2x0) +( 0,1x90)-(3x0)-12=13
=-3 stroke non hemoragik
Info 4
Hasil Laboratorium
Hb : 13 gr/dl
Leukosit : 12000/mm3
Hematokrit : 40%
LED : 12mm
Trombosit : 410.000/mm3
GDS : 150mg/dl
Kolesterol total: 170 mg/dl
HDL : 45mg/dl
LDL : 175mg/dl
Trigliserida : 155 mg/dl
Asam Urat : 5,2 mg/dl
BUN : 25mg/dl
Kreatinin Serum : 1,1 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang Lain
EKG: hipertrofi
Ro thorax : kardiomegali ringan
CT scan kepala : gambaran hipodens pada hemisfer kiri.
Info 5
Asessment
Diagnosis Klinis I : hemiparese dextra, parese NVII dextra sentral, parese N
XII dextra sentral
Diagnois Klinis II : Hipertensi
Diagnois Topik : Kpasula Interna sinistra
Diagnois Etiologi : Stroke Non Hemoragik
Diagnosis Banding : stroke hemoragik
Info 6
Penatalaksanaan
Farmakologi
- Tirah baring
- O2 kanul nasal 3lt/menit
- IVFD Asering 20 tpm
- Cilostazol 2x100 mg PO atau ASA 1x100 mg atau clopidogrel 1x75 mg
Stroke mungkin didahului oleh serangan iskemik transien
(TIA) yang serupa dengan keadaan angina pada jantung. TIA
merupakan serangan defisit neurologik fokal yang mendadak dan
singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam
waktu kurang dari 24 jam (Price& Lorraine, 2005).
Tanda dan gejala umum TIA, yaitu:
1) Defisit neurologic fokal
2) Sembuh sempurna
3) Biasanya berlangsung selama beberapa menit (atau kurang dari
24 jam)
Keadaan TIA merupakan suatu peringatan penting akan
kemungkinan datangnya stroke karena kejadian TIA ini mendahului
stroke trombotik pada 50-75% pasien yang terkena(Price& Lorraine,
2005).
Keadaan lain dengan gejala yang mirip TIA adalah Reversible
Ischaemic Neurologic Deficit (RIND). Istilah ini sudah jarang
digunakan, kadang disebut juga dengan istilah stroke ringan.
Perbedaannya dengan TIA adalah deficit neurologic berlangsung
selama lebih dari 24 jam (Price& Lorraine, 2005).
Transient Ischaemic Attack (TIA / Serangan Iskemik Transien)
sering disebut sebagai stroke ringan atau mini stroke dengan gejala
yang sama dengan yang terjadi pada stroke.
TIA terjadi ketika supply darah menuju ke otak terputus untuk
sementara.Hal ini biasanya disebabkan karena adanya blokade pada
pembuluh darah yang membawa oksigen menuju otak, baik karena
penyempitan maupun karena sumbatan yang berasal dari bagian lain
tubuh. Sebagai hasilnya, otak tidak mampu memberikan sinyal yang
tepat kepada tubuh dan akan mengalami gejala sementara dari stroke.
Hal-hal yang menjadi factor resiko utama terjadinya TIA adalah:
1) Kolesterol tinggi
2) Tekanan darah tinggi (hipertensi)
3) Merokok
4) Diabetes
5) Alkoholik
6) Penyakit yang akibatkan jendalan darah, misalnya atrial fibrilation
(heart flutter)
Pada saat dating ke dokter, tanda dan gejala yang dialami
bisa jadi sudah hilang dan penetapan TIA hanya didasari pada hasil
anamnesis yang dilakukan.
Subclavian steal syndrome, suatu bentuk TIA adalah contoh
klasik obstruksi di arteri ekstrakranium yang mengganggu aliran
darah melalui system arteri vertebrobasilaris. Bila arteri subklavia
tersumbat di dekat pangkalnya, maka aliran darah menuju arteri
basilaris yang akan menuju sirkulus wilisi akan terganggu dan
perdarahan otak akan terganggu. Pada pemeriksaan fisik mungkin
dapat ditemui perbedaan amplitudo denyut dan tekanan darah
(>20mmHg) di antara kedua lengan. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan dengan angiografi (Price& Lorraine, 2005).
Pemeriksaan yang dapat diperlukan yaitu:
1) CT scan atau MRI.
2) Pemeriksaan darah lengkap (termasuk di dalamnya profil lipid
serta pemeriksaan diabetes).
3) Pemeriksaan tekanan darah.
4) Scanning Doppler dari pembuluh darah di leher.
5) ECG untuk mengetes fungsi jantung.
d. Tumor Otak
Tumor otak dapat disebabkan oleh :
1) Herediter : seperti meningioma
2) Radiasi
3) Virus
4) Sisa-sisa embrional
5) Substansi karsinogenik
6) Trauma kepala (Mahar, 2000).
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa :
a. Nyeri kepala hebat, biasanya pada pagi hari
b. Kejang
c. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : pandangan kabur,
mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran, afasia.
d. Dapat pula dikenal dengan trias klasik berupa pupil edema,
muntah proyektil, nyeri kepala.
e. Perubahan kepribadian
f. Gangguan memori
g. Penurunan kesadaran (Mahar, 2000).
Pemeriksaan neurologis tumor otak :
a. Pemeriksaan motorik : ditemukan kelemahan sendi, hiperekstensi.
b. Pemeriksaan visual : didapatkan pandangan kabur atau penurunan
fungsi penglihatan.
c. Pemeriksaan pendengaran : ditemukan tinitus, fungsi pendengaran
berkurang.
d. Pemeriksaan saraf cranial : kadang ditemukan kerusakan pada
nervus fascialis yang kemudian menyebabkan kelemahan otot
wajah (Reeves, 2001).
9. Interpretasi Info 3
e. Parese N. VII Kanan Tipe Sentral
Penjelasan anatomi N.VII
Korteks serebri akan memberi persarafan bilateral pada nucleus N. VII
yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya menberikan persarafan
kontralateral pada otot wajah bagian bawah. Sehingga pada lesi LMN
akan menimbulkan paralisis otot wajah ipsilateral bagian atas dan
bawah, sedangkan pada lesi LMN akan menimbulkan kelemahan otot
wajah sisi kontralateral. Sudut mulut sisi lumpuh akan tampak lebih
rendah. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat, maka hanya sudut
mulut yang sehat saja yang akan terangkat.
f. Parese N. XII kanan tipe sentral
Yaitu nervus hipoglosus yang berjalan kontralateral sehingga ketika
yang terkena parese kanan tipe, kelemahan otot terjadi sebelah kanan
dan kemungkinan lesi sebelah kiri. Gambaran klinis ketika penderita
menjulurkan lidah, akan menceng ke arah yang lemah sehingga
akibatkan kesulitan mengucap kata.
g. Fungsi motorik
1) Gerak : ruang gerak ektremitas kanan terbatas ,sedangkan kiri
normal (bebas).
2) Kekuatan:terjeadi kelemahan otot ekstremitas kanan dan normal
pada ektremitas kiri.
3) Reflek Fisiologi : Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah
perangsangan meluas, respon gerak reflektorik meningkat dari
keadaan normal, jadi pada kasus terdapat adanya hipereflek pada
ekstrimitas superior dan inferior dextra (Tim Blok NSS).
4) Reflak Patologis
5) Tonus kedua sisi ekstremitas superior dan inferior memiliki tonus
yang masih normal.
6) Trofi : kedua sisi ekstremitas superior dan inferior memiliki trofi
yang masih normal dikarenakan serangan termasuk akut sehingga
belum memberikan efek pada trofi otot.
10. Eliminasi diagnosis dan alasan
a. Tumor otak : Pengeliminasian diagnosis tumor otak :
1) Keluhan lumpuh yang dirasakan pasien datang secara mendadak,
sedangkan onset tumor otak memerlukan waktu yang lebih lama
oleh karena perkembangan sel tumornya, yang nanti dapat
menimbulkan manifestasi klinis.
2) Pasien tidak mengeluh kejang.
3) Pasien tidak mengeluh mual maupun muntah.
4) Pasien menyangkal adanya trauma kepala, karena trauma kepala
dapat menjadi salah satu etiologi dari tumor otak.
5) Pada pemeriksaan mata, didapatkan hasil pupil isokor dan diameter
2mm/2mm, yang artinya dalam keadaan normal dan tidak ada pupil
edema.
b. Stroke Hemoragik
pada stroke hemoragik terjadi peningkatan tekanan intracranial
sehingga cenderung menyebabkan sakit kepala dan mual muntah pada
penderita serta terjadi penurunan kesadaran. Cara yang paling akurat
untuk membedakan stroke hemoragik dengan non hemoragik adalah
dengan CT scan dan pungsi lumbal (Prigurna, 2009)
c. TIA
TIA dimasukkan dalam jenis stroke non hemoragik sehingga
diagnosis TIA dihilangkan.
11. Alasan Monitoring GDS pada penderita stroke: sebagai faktor resiko
12. Penegakan diagnosis neurologis
Untuk mendiagnosis neurologis, harus berdasarkan 3 diagnosis, yaitu:
a. Diagnosis etiologi
b. Diagnosis klinis
c. Topis
Apabila diterapkan ke kasus, akan menjadi sebagai berikut:
a. Diagnosis etiologi : Stroke non Hemorragik
b. Diagnosis klinis : Parase nervus VII dextra tipe sentral
Parase nervus XII dextra tipe sentral
Hemiparase ekstrimitas dextra superior et inferior
c. Topis : Lesi capsula interna
Ganglion basalis (nukleus basalis) terletak di area subkorteks.
Secara khusus ganglia basalis penting dalam: (1) menghambat tonus otot
seluruh tubuh, (2) memilih dan mempertahankan aktivitas motorik yang
diinginkan dan menekan pola motorik yang tidak diinginkan, (3)
mengkoordinasi kontraksi-kontraksi menetap yang lambat. Secara umum
ganglia basalis berfungsi dalam inhibisi aktivitas motorik (Sherwood,
2006).
Pada aktivitas UMN (jaras koltikospinalis), apabila terdapat lesi
pada area subkorteks maka fungsi inhibisi akan terganggu sehingga akan
terjadi hiperrefleks. Sedangkan pada aktivitas LMN (jaras di perifer), lesi
tidak akan mempengaruhi fungsi inhibisi di ganglia basalis sehingga
manifestasi klinis yang terjadi pada pasien akan terjadi hiporefleks.
Pada pasien, hasil pemeriksaan fisik menunjukkan hiperefleks
sehingga disimpulkan bahwa lesi yang terjadi adalah lesi UMN.
Perbedaan lesi korteks dan subkorteks
Korteks Subkortex
Afasia
Astereogenesis
++
++
-
-
2 point discrimination
terganggu
Kelumpuhan lengan dan
tungkai yang tidak sama
Gangguan sensibilitas
++
++
-
-
-
++
Pada pasien ditemukan kelumpuhan lengan dan tungkai yang sama
menunjukkan lesi berada pada daerah subkortex.
Area subkortex terdiri atas (Sherwood, 2011):
1) Thalamus : berfungsi menerima seluruh impuls sensorik
2) Hipothalamus : fungsional dalam aktivitas endokrin tubuh
3) Ganglia basalis : dilalui oleh serabut sensorik maupun motorik
pada area kapsula interna.
Pada kasus, manifestasi klinis yang dapat dilihat adalah pada aktivitas
motorik. Kemungkinan yang terjadi adalah terjadi iskemia/infark pada
kapsula interna hemisfer sinistra.
13. Larutan Asering adalah cairan isotonis untuk reussitasi dehidrasi berat.
Pada kasus strike juga dapat menjaga agar tetap hipotermi sehingga
mencegah edem cerebri.
14. Cilostazol 2x100 mg PO atau ASA 1x100 mg atau clopidogrel 1x75 mg
(antiplatelet) : kombinasi ketiganya meningkatkan efektifitas kerja
masing-masing dalam mencegah agregasi trombosit yang dapat akibatkan
aterotrombosis.
15. Semua tentang Stroke Non Hemoragik
a. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun,
tetapi jumlah stroke setiap tahunnya meningkat. Sampai dengan tahun
2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada
perempuan dengan usia > 18 tahun diantara orang kulit hitam dan
orang kulit putih paling banyak didominasi oleh orang berkulit hitam.
(Misbach dkk,2007)
Berdasarkan survey ASNA di 28 RS seluruh Indonesia diperoleh
gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan
dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8% usia 45-64 tahun berjumlah
54,2% dan di atas 65 tahun 33,5%. Data-data ini dari ASNA stroke
collaborative study diperoleh angka kematian sebesar 24,5%. (Misbach
dkk,2007)
Di Indonesia, penyebab kematian utma pada semua umur adalah
stroke (15,4). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia
ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis
oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Prevalensi stroke
tertinggi di Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6
per 1000 penduduk) daj terendah di Papua (3,8 per 1000 penduduk)
(Depkes,2009).
b. Etiologi
Pada stroke iskemik penyumbatan biasanya terjadi di sepanjang jalur
arteri yang menuju ke otak. Misalnya, suatu ateroma (endapan lemak)
bisa terbentuk di dalam arteri karotis, sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang
berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya.
Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi
pada penderita kelainan katup jantung atau irama jantung.
(Air,E.L,2007)
Emboli lemak yang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk
dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Obat-obatan (misalnya
kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di
otak yang menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-
tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang
biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Hal ini terjadi jika
seseorang mengalami kehilangangan darah yang banyak karena cedera
atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
(Air,E.L,2007)
c. Faktor resiko
Faktor risiko stroke dapat dibedakan menjadi faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi, dapat dimodifikasi, dan sangat dapat dimodifikasi.
1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi
b. Hiperlipidemia
c. Merokok
d. Diabetes mellitus
e. Arterial fibrillation
f. Kenaikan kadar kolesterol atau lemak darah
g. Kurangnya aktivitas fisik
h. Riwayat stroke
i. Peminum alcohol
j. Obesitas
k. Obat-obat kontrasepsi
l. Diet yang buruk
b) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a) Usia
b) Ras, orang amerika keturunan afrika kulit hitam memiliki
angka yang lebih tinggi daripada orang kulit putih
c) Jenis Kelamin, pria lebih banyak daripada wanita (sebelum
menopause)
d) Faktor keturunan
c) Faktor yang sangat bisa dimodifikasi
a) Metabolic sindrom
b) Pemakaian alcohol
c) Drug abuse
d) Pemakaian obat-obat kontrasepsi
e) Gangguan pola tidur
f) Kenaikan hemocystein
g) Kenaikan lipoprotein
(Goldstein, dkk, 2006)
d. Gejala Klinis
Gejala ini tergantung pada area otak yang mengalami ischemik (Baehr,
2010) :
1. Arteri serebri anterior
a. Gangguan BAK
b. Paresis dan hilangnya kemampuan sensoris tungkai kontra
lateral
2. Arteri serebri media (superior)
a. Hemiparesis kontra lateral wajah, lengan, tangan
b. Hemisensorik kontra lateral
c. Jika mengenai hemisfer dominan maka terjadi afasia broca
3. Arteri serebri media (inferior)
a. Homonimus hemianopia
b. Gangguan sensoris kontra lateral : agraphestesia dan
stereognosis
c. Gangguan visuospasial, anosognosia
d. Dressing apraxia, contructional apraxia
e. Afasia wernicke
4. Bifurcatio
a. Hemiparesis dan gangguan sensoris kontra lateral
b. Homonim hemianopsia
c. Jika terjadi di Hemisfer dominan maka akan terjadi afasia
global
5. Pangkal arteri serebri media
a. Paresis kontra lateral pada wajah, lengan, tungkai, tangan
b. Hemianestesi, defek lapang pandang
6. Arteri serebelli inferior
a. Ataksia ipsilateral
b. Hilang sensai pada wajah ipsilateral dan ekstermitas
kontralateral
c. Vertigo, nistagmus, tuli
d. Paresis N VII dan sindroma Horner ipsilateral
e. Pemeriksaan penunjang
1) CT Scan kepala
Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik. Pada stroke non hemoragik
stadium awal sampai 6 jam biasanya tidak tampak kelainan.
Setelah itu terdapat lesi hipodens (warna hitam) tetapi batas
belum tegas. Pada fase lanjut gambaran semakin hipodens
dengan batas semakin tegas.
2) Angiografi otak
Dengan menyuntikan suatu bahan yang tampak dalam
citra sinar x ke dalam arteri-arteri otak. Gambaran dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mencari penyempitan atau
perubahan patologis lain pada arteri dan vena.
3) EKG
Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua penderita
stroke akut. Biasanya terdapat perpanjangan interval QT pada
38% penderita stroke non hemoragik.
4) Kadar gula darah
Pemeriksaan ini penting karena diabetes mellitus
merupakan salah satu factor resiko utama stroke.
5) Profil lipid
LDL merupakan komponen utama kolesterol serum
yang menyebabkan peningkatan resiko atherosclerosis.
6) Darah lengkap
7) Ronsen Thorax
Pemeriksaan ini untuk menilai besar jantung, adanya
kalsifikasi katup jantung maupun edema paru (Bahrudin, 2009).
8) Pungsi Lumbal
a) menunjukan adanya tekanan normal
b) tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya pendarahan.
(Marilynn, 2000).
f. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan Fungsi Motorik
a) Ketangkasan gerak, pada penderita stroke akan terjadi
gangguan ketangkasan gerak.
b) Tenaga/ kekuatan otot. Derajat kekuatan motorik dapat dinilai
sebagai berikut :
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan
gerakan pada persendian yang harus digerakkan oleh otot
tersebut.
2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat (gravitasi).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Di samping dapat melawan gaya berat, dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).
c) Trofi/ ukuran otot : eutrofi/ atropi / hipertropi
d) Tonus otot : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Reflek fisiologis
1. Refleks Biceps
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada
sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku.
2. Refleks Triceps
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi
pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respon : ekstensi lengan bawah ada sendi siku.
3. Refleks Periostoradialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi
lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi.
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena
kontraksi m.brachiradialis.
4. Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi
lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus
5. Refleks Patela
Cara : ketukan pada tendon patella.
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep
femoris.
6. Refleks Achilles
Cara : ketukan pada tendon achilles.
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius.
7. Refleks Klonus Lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal.
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama
stimulus berlangsung.
8. Refleks Klonus Kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi
di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus
berlangsung.
Reflek patologis
1. Refleks Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke
anterior.
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki
lainnya.
2. Refleks Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar
maleolus lateralis dari posterior ke anterior.
Respon : seperti Babinsky.
3. Refleks Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal.
Respon : seperti Babinsky.
4. Refleks Gordon
Cara : penekanan betis secara keras.
Respon : seperti Babinsky.
5. Refleks Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras.
Respon : seperti Babinsky.
6. Refleks Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4.
Respon : seperti Babinsky.
7. Refleks Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5.
Respon : seperti Babinsky.
8. Refleks Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki.
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal.
9. Refleks Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os. coboideum.
Respon : seperti Rossolimo.
10. Refleks Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien.
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi.
11. Refleks Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien.
Respon : seperti Hoffman.
12. Refleks Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap
lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas.
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
13. Refleks Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak
tangan.
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari.
g. Patomekanisme
Mekanisme stroke (Price, 2005)
h. Tatalakasana
Prinsip penangan Stroke Non Hemoragik:
1) Menetapkan diagnosis iskemi dan etiologinya seceoat mungkin.
2) Menyadari suatu periode iskemi besifat reverisble, rencanakan
terapi atas dasar tersebut.
3) Pemberian terapi spesisfik sesuai patogenesis iskemi.
4) Mencari dan menangani keadaan-keadaan lain yang
memperberat iskemi.
Manajemen terhadap pasien SNH di rumah sakit (medika
mentosa)
1) Stabilisasi pasien dengan ABC
a) Airway, hidung dan mulut, cegah lidah turun pake
gudel/mayo
b) Breathing. Tidak nafas pernafasan buatan dengan metode
lift chin dan open jaw
c) Circulation
2) Terapi umum (5B)
a) Breathing jagta jalan nafas bebas. Berikan O2 bila kadar O2
darah kurang
b) Brain. Atasi dan cegah :
Edema otak : mengantuk, bradikardi, dengan funduskopi,
berikan manitol.
Kejang diphenylhydantoin atau carbamazepin
c) Blood
Jaga tekanan darah adekuat. Pengobatan hipertensi yang
adekuat akan mengurangi tekanan perfusi menuju otak, hal
ini dapat menyebabkan memperburuknya iskemik. Kadar Hb
dan glukosa harus dijaga mcukup baik untuk metabolism
otak. Cegah infuse glukosa >> asidosis daerah infark
mempermudah edema.
Jaga elektrolit
Tekanan darah diturunkan bila mencapai lebih dari 180/100
mmHg pada stroke hemoragik,dan lebih dari 220/120 mmHg
pada sroke iskemik.
d) Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan
Obstipasi
Nutrisi harus cukup
e) Bladder
Jangan sampai terjadi retensio urun, berikan kateter
(Kwon & Sandercock, 2004).
Indikasi pasien SNH boleh pulang dari rumah sakit
a) Faktor resiko sudah dapat dikendalikan
b) Tidak ada perburukan
c) Tidak ditemukan adanya komplikasi.
Terapi yang diberikan kepada pasien SNH rawat jalan/rawat di rumah?
Jawab:
Keluarga pasien sering mengira meminum obat yang diresepkan
oleh dokter sudah cukup menyelesaikan masalah dan melupakan bagian-
bagian penting dalam pemulihan stroke seperti fisioterapi, nutrisi, dan
kesehatan jiwa penderita stroke . fisioterapi mutlak dilakukan secara rutin
baik oleh fisioterapis maupun keluarga dirumah sesering mungkin.
Beberapa pasien stroke terkadang mengalami kesulitan menelan dan
keluarga menganggap pasien tidak mau makan dan membiarkannya
sehingga pasien jatuh dalam kondisi gizi buruk bahkan dehidrasi yang
dapat mengganggu pemulihan, pasien-pasien ini dapat dibantu dengan
sonde di rumah sambil dilatih untuk dapat menelan. Pasien stroke karena
disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan, dukungan,serta
semangat dari keluarga akan sangat menolong pemulihan.
1) Bila penderita mengalami lumpuh sebelah:
a. Lakukan latihan gerak secara rutin, terutama bagian yang
lemah dengan 2 cara, yaitu:
1. Tekuk dan luruskan siku tangan yang lemah
2. Duduk tegak, tangan yang lemah diganjal bantal’
b. Latih penderita untuk mandiri melakukan kegiatan sehari-hari
(makan, minum, dll)
2) Bila pasien sulit menelan:
a. Duduk tegak lurus di kursi atau di tempat tidur saat makan
b. Gunakan sendok kecil
c. Letakkan makanan pada sisi yang sehat
d. Leher dan kepala agak ditekuk
e. Saat menelan, kepala menengok kearah sisi yang lemah
f. Minum dengan sendok, jangan minum dengan gelas langsung
atau sedotan
3) Makananan yang dianjurkan untuk pasien stroke
a. Banyak makan ikan, tempe, sayur dan buah
b. Batasi konsumsi lemak, minyak goreng dan santan
c. Minum 8 gelas perhari (kecuali ada gangguan jantung dan
gagal ginjal)
d. Hilangkan lemak yang ada pada daging
e. Pilih susu rendah lemak
f. Batasi penggunaan garam
4) Jaga kebersihan mulut
5) Cegah terjadinya komplikasi radang paru:
a. Berhenti merokok
b. Ubah posisi tidur pasien (miring kanan, terlentang, miring kiri)
setiap 2 jam sekali
c. Seimbangkan antara duduk, berjalan dan berbaring
6) Bila penderita mempunyai kencing manis:
a. Pakailah sepatu dengan ukuran yang cocok dan hak sepatu
yang datar
b. Periksa kaki setiap hari, bila ada luka diobati sesegera mungkin
c. Kenakan alas kaki anti selip (alas karet) baik didalam maupun
diluar rumah
7) Bila pasien sulit bicara:
a. Gunakan kalimat langsung
b. Beri kesempatan pasien untuk berbicara
c. Gunakan alat bantu dalam berkomunikasi (berkomunikasi
dengan tulisan)
8) Minum obat dan periksa kesehatan secara teratur
9) Hindari kondisi stress
(Kwon & Sandercock, 2004).
i. Komplikasi
1) Trombosis vena dalam
2) Emboli paru
3) Disfagia
4) Pneumonia
5) Infeksi traktus urinarius
6) Disfungsi urologis
7) Disfungsi seksual
8) Clinical depression
9) Stroke rekurens (Langhorne, et al., 2000).
j. Prognosis
Tergantung pada:
1) Tipe stroke
2) Seberapa luas jaringan otak yang terkena
3) Seberapa banyak fungsi tubuh yang terganggu
4) Seberapa cepat stroke tersebut ditindaklanjuti (Furie, et al., 2011).
Manifestasi klinis berupa gangguan gerak, berpikir dan bicara
biasanya dapat sembuh setelah beberapa minggu atau bulan. Pasien
stroke non-hemoragik memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi
daripada stroke hemoragik (Furie, et al., 2011). Selain beberapa point
tersebut, prognosis dari stroke juga tergantung dari tingkat keparahan
stroke, usia pasien, basal disability, jenis kelamin dan onset admission
interval (OAI). Tingkat keparahan stroke berhubungan dengan
imobilitas yang merupakan konsekuensi dari kerusakan neurologis.
Penambahan usia yang semakin tua serta OAI dengan interval pendek
telah diketahui sebagai faktor yang memperburuk prognosis stroke
(Paolucci, et al., 2003).
III. KESIMPULAN
1. Diagnosis Klinis I : hemiparese dextra, parese NVII dextra sentral, parese N
XII dextra sentral
2. Diagnois Klinis II : Hipertensi
3. Diagnois Topik : Kpasula Interna sinistra
4. Diagnois Etiologi : Stroke Non Hemoragik
5. Diagnosis Banding: stroke hemoragik
6. Penatalaksanaan kasus ada 2 bagian : di IGD (suportif) dan Bangsal
7. Farmakoterapi : pemberian anti platelet, oksigenasi, cairan rahidrasi, obat
untuk kausa (hipertensi), dan neuroprotektan.
8. Non Farmakologi : rehiabilitatif fungsi gerak, tirah baring, pengendalian
faktor resiko.
DAFTAR PUSTAKA
Air,E.L., and Kissela, B.M. 2007. Diabetes the Metabolic Syndrome and Ischemic Stroke: Epidemiolgoy and Possible Mechanisms. Diabetes Care.Bahrudin, Moch. 2009. Diagnosa Stroke. Staf Akademik Fakultas Kedokteran
tanda, gejala. Edisi 4. Jakarta: EGCDepkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. JakartaFredirich;Nath, Judi. 2009. Fundamental of Anatomy and Physiology. Pearson
Education Inc.Furie, K.L., Kasner S.E., Adams R.J., et al. 2011. Guidelines for the prevention of
stroke in patients with stroke or transient ischemic attack: a guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. Vol. 42 : 227-76.
Goldstein, D.E., Little, R.R., Lorenz, R.A., Malone, J.I., Nathan, D., and Peterson, C.M. 2006. Iskandar, Japardi. 2004. Nervus Facialis. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.Kwon,S., Hatzema, A.G., Duncan, P.W., and Lai S.M. 2004. Disability Measures in Stroke. Stroke. 35:918-23.Langhorne, P., D.J. Stott, L. Robertson, et al. 2000. Medical Complications After
Jakarta.2001Mahar, M. 2000. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.Martini, Mardjono, M dkk, 2009. Neurologi Klinis Dasar. PT.Dian Rakyat, Jakarta.
Misbach, J. 2007. Pandangan umum mengenai stroke. Dalam : Rasyid, A., Soertidewi, L. (eds). Unit Stroke. Manajmen Stroke Secara Komphresif. pp. 1-9. Balai Penerbit Universitas Indonesia.Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana asuhan keperawatan edisi 3. Jakarta :
EGC.Martini, Frederic H., Nath, Judi L. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology
Eighth Edition. San Francisco: Pearson Education. Paolucci, Stefano, Gabriella Antonucci, Maria Grazia Grasso, et al. 2003.
Functional Outcome of Ischemic and Hemorrhagic Stroke Patients After Inpatient Rehabilitation. Stroke. Vol. 34 : 2861-5.
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Reeves, C. J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba MedikaSherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta :
EGC.Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar. 2009. Jakarta : Dian RakyatSmeltzer C Suzanne. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC.Snell, Richard. 2010. Neuroanatomi Klinik Edisi 7. Jakarta:EGCSnell, Richard S. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 5.
Jakarta : EGC
Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: EGC Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke? You Must Know Before You Get It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tim blok NSS, 2013. Buku Petunjuk Skill Lab. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Ilmu Kesehatan