Demam Berdarah DengueCathelin Stella 10-2010-219 A-7Mahasiswi,
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta
Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 e-mail :
[email protected]
_________________________________________________________________________
Pendahuluan Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah
kesehatan bukan hanya di Indonesia tetapi di juga di negara di Asia
Tenggara. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD
telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah
hiperendemis1. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus
DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus per tahun
sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000 kasus .
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota
genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe
virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, dan DEN-3. utama adalah
nyamuk Aedes aegypti.1 DBD merupakan bentuk berat dari infeksi
dengue yang ditandai dengan demam akut, trombositopenia, netropenia
dan perdarahan. Permeabilitas vaskular meningkat yang ditandai Oleh
karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue
termasuk arbovirus. Vektor DBD yang
dengan kebocoran plasma ke jaringan interstitiel mengakibatkan
hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia dan hiponatremia
yang akan menyebabkan syok hipovolemik Adapun tujuan dalam
pembuatan makalah ini adalah: 1. Memperdalam ilmu mengenai infeksi
dan sistem imun 2. Memperdalam ilmu mengenai infeksi Demam Berdarah
Dengue (DBD) 3. Meningkatkan ilmu mengenai diagnosis, penanganan,
serta dan pencegahan penularan terhadap infeksi Demam Berdarah
Dengur (DBD). Anamnesis Anamnesis adalah pengambilan data yang
dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian
wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis).
Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara
yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.2 Berdasarkan
anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai
hal-hal berikut. 1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin
mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis) 2. Penyakit atau
kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding) 3. Faktor-faktor yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko) 4. Kemungkinan penyebab penyakit
(kausa/etiologi) 5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang
memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya
pengobatan) 6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis
yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga
mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan
pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap dan
akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan
dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.
Melalui keluhan pasien yang terdapat pada scenario didapatkan
informasi bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran. Pasien
menderita demam sejak 5 hari yang lalu, disertai adanya mual dan
nyeri otot seluruh tubuh, tetapi tidak ada batuk atau pilek. Pasien
mengelurkan darah dari lubang hidung kira-kira sebanyak 1 sendok
makan. Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen .
Suhu 35o C, tekanan darah 60 mmHg per palpasi. Denyut nadi sangat
lemah dan cepat. Fremitus taktil pada paru kanan melemah dan
terdengar redup saat diperkusi. Suara napas vesikular paru kanan
juga melemah. Akral lembab dan dingin. Hb = 16 g/dl, Ht = 54%,
Leukosit = 4.000/ul, Trombosit = 40.000/ul. Dari keluhan-keluhan
tersebut dan dasar teori dari anamnesis, maka dapat kita ketahui
data-data sebagai berikut. 1. Keluhan utama Mengalami penurunan
kesadaran 2. Riwayat penyakit sekarang Demam sejak 5 hari yang
lalu, disertai adanya mual dan nyeri otot sluruh tubuh, tetapi
tidak ada batuk atau pilek. Pasien mengelurkan darah dari lubang
hidung kira-kira sebanyak 1 sendok makan. 3. Riwayat kesehatan
lingkungan Tidak diketahui
Pemeriksaan Fisik Penderita yang datang dengan gejala / tanda
DBD maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga
penderita tentang keluhan yang dirasakan, sehubung dengan gejala
DBD.2. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda
perdarahan. Observasi kulit
meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut, dan paha.33.
Pemeriksaan keadaan umum dan tanda tanda vital (kesadaran, tekanan
darah, nadi, dan
suhu).44. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa
sakit / nyeri pada ulu hati dapat
disebabkan karena adanya perdarahan di lambung.3 5. Perabaan
hati Hati yang lunak merupakan tanda pasien DBD yang menuju fase
kritis.6. Uji Tourniquet (Rumple Leede)4
Munculnya bintik-bitik merah lebih dari 10 pada luas 2,5x2,5 cm
pada lengan bawah bagian palmar.
Pemeriksaan PenunjangA.
Pemeriksaan laboratorium5 a. Pemeriksaan trombosit - Semi
kuantitatif (tidak langsung) - Langsung (Rees Ecker) - Cara lainnya
sesuai kemajuan teknologi b. Pemeriksaan hematokrit Pemeriksaan
hematokrit antara lain dengan mikro hematokrit centrifuge. Nilai
normal hematokrit: Anak anak Dewasa laki laki : 33 38 vol% : 40 48
vol%
Dewasa perempuan : 37 43 vol% Untuk puskesmas misalnya yang
tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan estimasi
nilai Ht = 3x kadar Hb.c.
Pemeriksaan kadar hemoglobin6
Pemeriksaan kadar hemoglobin antara lain dengan cara:
- Pemeriksaan kadar Hb dengan menggunakan Kalorimeter foto
elektrik (Klett
Summerson). - Pemeriksaan kadar hemoglobin metode Sahli - Cara
lainnya sesuai kemajuan teknologi Contoh nilai normal hemoglobin
(Hb): Anak anak Pria dewasa Wanita dewasa d. Pemeriksaan serologis
: 11,5 12,5 gr / 100 ml darah : 13 16 gr / 100 ml darah : 12 14 gr
/ 100 ml darah
Saat ini uji serologis yang biasa dipakai untuk menentukan
adanya infeksi virus dengue, yaitu uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)
dan ELISA (IgM / IgG).7 Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) Uji
serologi memakai serum ganda, serum diambil pada masa akut
komvalesen Imun Hemaglutinasi (IH), yaitu pengikatan komplemen (PK)
Tes inhibisi-hemaglutinasi (IH) adalah pemeriksaan yang sederhana,
sensitif, dan dapat ulang serta mempunyai keuntungan karena dapat
menggunakan reagen yang disiapkan secara lokal. Kerugiannya adalah
bahwa sampel sera harus melalui pra-penanganan dahulu dengan aseton
atau kaolin, untuk menghilangkan inhibitor non-spesifik
hemaglutinasi, dan kemudian diserap dengan sel-sel gender atau sel
darah merah manusia golongan O, untuk menghilangkan aglutinin
nonspesifik. Tes IH juga biasanya gagal untuk membedakan antara
infeksi dengan flavivirus yang sangat berkaitan, misalnya antara
virus dengue dan ensefalitis Jepang, atau virus dengue dan West
Nile.
uji netralisasi (NT) uji dengue blot pada IH, PK dan NT dengan
mencari kenaikan antibody sebanyak minimal 2 kali
Uji serologi memakai serum tunggal
-
uji dengue blot yang mengukur antibody anti dengue tanpa
memandang kelas antibodinya
-
uji IgG dan IgM anti dengue yang mengukur hanya antibody anti
dengue dari kelas IgG dan IgM. Pada uji ini yang dicari ada
tidaknya atau titer tertentu antibody dengue.
Konfirmasi serologi yang pasti (pada uji HI) tergantung pada
kenaikan titer yang jelas (4 kali atau lebih) antibodi spesifik
dari sampel serum antara fase akut dan fase konvalesen. Pada kasus
DBD: - Titer antibodi HI test pada spesimen akut akan meningkat 4
kali atau lebih pada fase rekonvalesensi. - Reaksi HI test
dikatakan positif primer bila spesimen akut < 1 / 20 dan akan
meningkat sampai 4 kali atau lebih pada fase rekonvalesensi, akan
tetapi titer rekonvalesensi < 1 / 2560. - Reaksi HI test
dikatakan positif sekunder bila titer antibodi dalam fase akut <
1 / 20 dan meningkat dalam fase rekonvalesensi sampai 1 / 2560 atau
lebih, atau dalam fase akut titer antibodi HI test 1 / 20 atau
lebih dan meningkat 4 kali atau lebih pada fase
rekonvalesensi.B.
MAC- ELISA5,6 Dapat digunakan sebagai uji kuantitatif untuk
antigen maupun antibody. Antigen direkatkan
pada microplate plastic dan antibody dari serum penderita.
Kemudian, ditambahkan anti human immunoglobulin yang dilabel enzim
horseradish peroxidase ke subtract, lalu timbul perubahan warna.
Intensitas warna dibaca dengan spektrofotometer. Anti-dengue Ig-M
yang dapat dideteksi oleh MAC-ELISA (IgM antibody-capture
enzymelinked immunosorbent assay) tampak pada sebagian pasien
dengan infeksi primer saat mereka masih demam; pada sebagian lain
IgM ini tampak dalam 2 3 hari penurunan suhu tubuh. Pada
serangkaian pasien dengue (infeksi dipastikan dengan isolasi virus
atau serologi serum berpasangan), 80% menunjukkan kadar antibodi
IgM yang dapat terdeteksi pada sakit hari kelima, dan 99% pada hari
kesepuluh.4 Sekali terdeteksi, kadar IgM meningkat dengan cepat dan
tampak
memuncak sekitar 2 minggusetelah dideteksi selama 2 3 bulan.
Keuntungan dari MAC-ELISA adalah bahwa pemeriksaan ini dapat
digunakan tanpa modifikasi untuk mendeteksi IgM antiflavivirus pada
cairan serebrospinal. Karena IgM biasanya tidak melewati sawar
darah-otak, pendeteksian IgM pada cairan serebrospinal adalah
temuan diagnostik bermakna.
Diagnosa A. Working Diagnosis Diagnosis demam berdarah biasa
dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya
demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada
sendi dan otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam
berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang dan biasanya mucul dulu
pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga
menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa
juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual,
muntah-muntah atau diare.5 Demam berdarah umumnya lamanya sekitar
enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi
pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah menunjukkan
demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan
hemokonsentrasi . Sejumlah kecil kasus bisa menyebabkan sindrom
shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi. Pada bayi dan
anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-ruam
makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa
dimulai dengan demam ringan atau demam tinggi (>39 derajat C)
yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari, disertai sakit
kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot,
mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering
terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings
dan konjungtiva.6 Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan,
tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri
seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-410C dan terjadi
kejang demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya
Demam Berdarah Dengue tidak selalu ditandai dengan munculnya
bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis secara dini dapat
mengurangi resiko kematian daripada menunggu akut.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14
hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri
kepala, nyeri tukang belakang, dan persaaan lelah. Demam berdarah
dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:1,3 Demam atau
riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. Terdapat
minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut: - Uji bending
positif - Petekie, ekimosis, purpura. - Perdarahan mukosa (
tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari tempat
lain - Hematemesis atau melena Trombositoprenia (jumlah trombosit
< 100.000/mikroliter) Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma
leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut: - Peningkatan
hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin. - Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat
terapi cairan, dibandingkan dengan niali hematokrit sebelumnya. -
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia. Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan
utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran
plasma. Selain itu perbedaan yang paling utama adalah pada demam
dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada
kulit pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja
sementara pada pasien demam berdarah dengue akan tampak bintik
bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit, penderita demam
berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung,
usus dan lain lain
B.
Differential Diagnosis
1.Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit ini ditunjukkan melalui
munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat,
sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam; ruam
demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, patekial dan
biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan-pada beberapa pasien,
ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu,
radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa
mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan
puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam.
2.Demam Dengue (DD) Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan atau manifestasi klisis sebagai berikut; Nyeri
kepala Nyeri retro-orbital Mialgia/artaglia Ruam kulit Manifestasi
pendarahan (petekie atau uji bending positif) Leukopenia. Dan
pemeriksaan serologo dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama 3.Demam
Tifoid Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya
yaitu demam, nyeri kepala, pusing, neri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk,
dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh
meningkat. Sifat lebih
demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih
jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput,
hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseole jarang
terjadi pada orang Indonesia. 4.Malaria Malaria mempunyai gambaran
karateristik demam periodic, anemia dan splenomegali. Masa inkubasi
bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat
terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit
kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan
tulang, demam ringan anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan
kadang-kadang dingin. Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias
Malaria secara berurutan: periode dingin (15-60 menit): mulai
menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka merah, nadi
cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan
keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita
berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita merasa
sehat. Anemia dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering
dijumpai pada malaria.5.
Leptospirosis8 Pasien biasa datang dengan meningitis, hepatitis,
nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang
tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik, bahkan beberapa
kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting
diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk riwayat
resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang muncul mendadak,
sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata
merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai
lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran
neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urine dijumpai
protein uria, lekosituria dan torak (cast). Bila organ hati
terlibat,bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase.
BUN, ureum dan
kreatinin bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal.
Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan
isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi. 6.Purpura
Thrombocytopenic Penyakit ini biasa terjadi pada orang dewasa pada
umur 18-40 tahun dan 2-3 kali lebih sering mengenai wanita daripada
pria. Ditemukan juga splenomegali ringan (hanya ruang traube yang
terisi), tidak ada limfadenopati. Selain trombositopenia hitung
darah yang lain normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk
menyingkirkan sering terlihat pada pemeriksaan darah tepi,
trombosit muda ini bisa dideteksi oleh slow sitometri berdasarkan
messenger RNA yang menerangkan bahwa pendarahan pada PTI tidak
sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit
serupa. Salah satu diagnosis penting adalah fungsi sumsum tulang.
Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariositdan agrunel atau
tidak mengandung trombosit.7.
Chikungunya7,8 Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini terdapat di
daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia, India, dan
Afrika Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat
self-limiting dengan gejala akut (demam onset mendadak
(>40C,104F), sakit kepala, nyeri sendi (sendi-sendi dari
ekstrimitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual, muntah,,
nyeri abdomen, sakit tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang
timbul ruam, perdarahan juga jarang terjadi) berlangsung 3-10 hari.
Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan
koma tidak ditemukan pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu
problem untuk beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah fase
akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi
spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam
dan nyeri (analgesik dan antikonvulsan).
Etiologi7
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat reaksi silang anatara
serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever,
Japanese encehphalitis, dan West Nile virus. Dalam laboratorium
virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada
hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan
kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda menunjukkan virus
dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites. Patofisiologi Patogenesis terjadinya demam berdarah
dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang
ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.3,7 Respons imun yang diketahui berperan dalam
patogenesis DBD adalah: a) respons humoral berupa pembentukan
antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan
dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement (ADE); b)
limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imum seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi
T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH-2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c)
monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d)
selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a. Halstead pada tahun 1973 mengajukan
hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa
DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan
tipe yang
berbededa. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan
aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus antibodi non
netralisasi shingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper
dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma.
Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi
berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks
virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1)
supresi sumsum tulang dan 2) destruksi dan pemendekan massa hidup
trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5
hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam
darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis
sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia.
Destruksi trombosit terjadi melalui peningkatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit
terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar
btromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
trombosit. Koagulapati terjadi sebagai akibat interaksi virus
dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai
penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam
berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam
berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik *tissue
factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi
kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang
seperti DD, sampai ke DBD dengan manifestasi demam akutperdarahan,
serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal.
Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.7 Pada DD
terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala,
nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah, dan
batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada
supraorbital atau retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama
dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Pada mata dapat
ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan
fotofobia. Otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksantem dapat
muncul pada awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada,
berlangsung beberapa jam lalu akan muncul kembali pada hari ke 3-6
berupa bercak petekie di lengan dan kaki lalu ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam berkurang dan cepat
menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Pada sebagian
pasien dapat ditemukan kurva suhu yang bifasik. Dalam pemeriksaan
fisik pasien DD hampir tidak ditemukan kelainan. Nadi pasien
mula-mula cepat kemudian menjadi normal atau lebih lambat pada hari
ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap beberapa hari dalam masa
penyembuhan. Dapat ditemukan lidah kotor dan kesulitan buang air
besar. Pada pasien DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari
ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis,
melena, dan epitaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri
tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada pasien DSS,
gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan
dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung,
jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan tekanan darah.
Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun
antara hari ke-3 dan hari ke-7.
Penatalaksanaan Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem
dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi
suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan
cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi secara bermakna.7
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana
dengan Divisi Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan
Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah
menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
berdasarkan kriteria :
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat
sesuai atas indikasi. Praktis dalam pelaksanaannya.
Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori : 1. Protokol 1 Penanganan
Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok 2. Protokol 2 Pemberian
cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat 3. Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20% 4.
Protokol 4 Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa 5.
Protokol 5 Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa Protokol 1.
Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok Protokol 1
ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama
pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat
dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat
dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan
trombosit, bila : Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit
antara 100.000 150.000 pasien dapat dipulangkan dengan anjuran
kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap
24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke
Instalansi Gawat Darurat. Hb, Ht normal tetapi trombosit <
100.000 dianjurkan untuk dirawat. Hb, Ht meningkat dan trombosit
normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang
Rawat Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif
tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid
dengan jumlah seperti rumus berikut ini : Volume cairan kristaloid
per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)} Setelah
pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam : Bila
Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht
trombosit dilakukan tiap 12 jam. Bila HB, Ht meningkat > 20% dan
trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protokol
penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%. Protokol 3.
Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%
Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit
cairan sebanyak 5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan
adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6 7
ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3 4 jam pemberian
cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi
5 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap
membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam
kemudian. Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6
7ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan
hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah menurun , 20mmHg,
produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan
infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan
dikurangi menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15
ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk
dan didapatkan tanda tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan
protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila syok
telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan awal. Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan
Spontan pada DBD dewasa Perdarahan spontan dan masif pada penderita
DBD dewasa adalah : perdarahan hidung / epistaksis yang tidak
terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan
saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia),
perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 5
ml/kgBB/jam. Pada
keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap
seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah,
nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan
kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostase harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi
setiap 4 6 jam. Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis
dan laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskulat
diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb
kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada
pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID. Protokol 5.
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa Bila kita berhadapan
dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus
diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena
itu penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera
dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat
dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan
dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan
pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk
kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat. Pada kasus SSD cairan
kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi
cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 4 liter/menit.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar
natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin. Pada fase
awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 20 ml/kgBB dan
dievaluasi setelah 15 30 menit. Bila renjatan telah teratasi
(ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mHg dan tekanan nadi
lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit
dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak
pucat disertai diuresis 0,5 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi
menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit kemudian tetap
stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60
120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila 24 - 48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda
vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka
pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi
cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah
terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung
dapat terjdi.) Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan
berulang terus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak
terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit masih
berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang
menetap dalam pembuluih darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh
karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik,
diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan naps, pembesaran hati,
nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah
diuresis.diuresis diusahak 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan
untuk pemantauan perjalanan penyakit. Bila setelah fase awal
pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian
cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 30 ml/kgBB/jam dan
kemudian dievaluasi setelah 20 30 menit. Bila keadaan tetap belum
teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit
meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka
pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai
hematokrit menurun, berati terjadi perdarah (internal bleeding)
maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat
diulang sesuai kebutuhan. Sebelum cairan koloid diberikan maka
sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan tersebut.
Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat
10 - 20ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan
tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan
pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat
ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1 - 1,51/hari)
dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H20. Bila keadaan
tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi
terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID,
infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai
dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat
diberikan obat inotropik / vasopresor.1
Prognosis Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila
kebocoran plasma tidak dideteksi lebih dini. Namun, dengan
manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan hematokrit
maka
mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi
jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan
elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang
adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin
dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen
dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan
tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino
rantai pendek.
Epidemiologi Demam berdarah dengue tersebar di seluruh dunia di
daerah tropis dan subtropics, khususnya di wilayah Asia Tenggara,
Pasifik Barat, dan Karibia. Perang dunia II menimbulkan penyebaran
dengue dan Asia Tenggara ke Jepang dan kepulauan Pasifik. Selama 20
tahun terakhir, endemic dengue telah menimbulkan masalah di
Amerika. Pada tahun 1995, lebih dari 200.000 kasus demam dengue dan
lebih dari 5.500 kasus demam berdarah dengue terjadi di Amerika
selatan dan tengah. Diperkirakan sekitar 50 juta atau lebih kasus
dengue terjadi setiap tahun di seluruh dunia dengan 400.000 kasus
demam berdarah dengue. Kasus demam berdarah dengue merupakan
penyebab utama kematian pada anak di beberapa negara di Asia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh tanah
air. Pada tahun 1989-1995, insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per
100.000 penduduk , dan pernah meningkat tajam saat keadaan luar
biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan
mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun
1999. Pada komunitas urban, epidemic dengue bersifat eksplosif dan
melibatkan populasi dalam jumlah yang cukup banyak. Penularan
infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes,
terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Epidemi dengue umumnya
dimulai pada musim hujan ketika terdapat banyak vector. Peningkatan
kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan
tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina. Beberapa factor
diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus
dengue, yaitu:7 1. Vektor Meliputi perkembangbiakan vector,
kebiasaan menggiti, kepadatan vector di lingkungan, dan transpotasi
vector dari satu tempat ke tempat lain. 2. Host Meliputi
terdapatnya penderita di lingkungan, atau keluarga mobilisasai dan
pemaparan terhadap vector, usia, dan jenis kelamin. 3. Lingkungan
Meliputi curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil dari nyamuk Culex
quinquefasciatus, mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik
putih, terutama pada kakinya. Morfologinya khas, yaitu memiliki
gambaran lira atau harpa (lyra-form) yang putih pada punggungnya
(mesonotum). Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang
bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes
aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri
lateral. Nyamuk betina meletakan telurnya di dinding tempat
perindukannya 1-2cm di atas permukaan air.Seekor nyamuk betina
dapat meletakan rata-rata 100 butir telur setiap kali bertelur.
Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas menjadi larva, lalu
mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa
dan akhirnya menjadi dewasa.Pertumbuhan dari telur hingga menjadi
dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.13 Tempat perindukan utama
Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang berisi air bersih yang
berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi
jarak 500 meter dari rumah penduduk. Tempat perindukan tersebut
berupa tempat perindukan buatan manusia, seperti tempayan atau
gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng,
botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun
yang berisi air hujan, juga tempat perindukan alamiah sepeti
kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tonggak bamboo dan lubang
pohon yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Aedes aegypti
sering ditemukan larva Aedes albopictus yang hidup bersama-sama.
Nyamuk Aede betina menghisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di luar maupun di dalam rumah.Penghisapan darah
dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu, yaitu
setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam
(15.00-17.00). Tempat istirahat Aedes aegypti berupa semak-semak
atau tanaman rendah, dan juga berupa bendabenda yang tergantung di
dalam rumah seperti pakaian. Umur nyamuk dewasa betina di alam
bebas kira-kira 10 hari. Walaupun berumur pedek yaitu kira-kira 10
hari, Aedes aegypti dapat menularkan virus dengue yang masa
inkubasinya antara 3-10 hari. Aedes aegypti tersebar luas diseluruh
Indonesia. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan
yang oenduduknya padat, nyamuk ini juga ditemukan di pedesaan.
Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan larva
Aedes aegypti terbawa melalui transportasi.
Vektor potensial penyebaran demam berdarah dengue selain Aedes
aegypti adalah Aedes albopictus. Spesies ini tersebar luas
diseluruh kepulauan Indonesia. Spesies ini sepintas tampak seperti
Aedes aegypti yaitu mempunyai warna dasar hitam dengan
bintik-bintik putih, tetapi pada mesonotumnya terdapat garis tebal
putih vertical. Walaupun kadang-kadang larva Aedes albopictus
sering ditemukan hidup bersama dalam satu tempat dengan tempat
perindukan larva Aedes aegypti, namun larva Aedes albopivtus ini
lebih menyukai tempat-tempat perindukan alamiah (plant containers)
seperti kelopak daun, tonggak bamboo, dan tempurung kelapa yang
mengandung air hujan. Perilaku nyamuk Aedes albopictus boleh
dikatakan sama dengan Aedes aegypti meskipun nyamuk Aedes
albopictus lebih senang beristirahat di luar rumah Penutup Demam
dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat empat serotipe
virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terddapat reaksi silang anatara serotipe dengue dengan
Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan
West Nile virus. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi
pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan
primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi
terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian
pada antropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada
nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites. Fokus utama pada
masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah pencegahan. Pembenahan
kebersihan sekitar lingkungan sekitar kita akan sangat membantu
pencegahan terjadinya Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue.
Dengan lingkungan bersih, maka akan tercipta hidup sehat tanpa
adanya penyakit baik DBD ataupun penyakit lainnya. Daftar
Pustaka
1. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al,
Pitoyo PD, dkk.
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI; 2001. 2.
Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007.
h. 1-17. 3. Satari, Hindra I., Meiliasari,Mila. Demam berdarah.
Jakarta: Puspa Swara, 2004.h.28-31.4. Nadesul, Handrawan. Cara
mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas; 2007.h.7-8.5. Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca
hasil test kesehatan. Jakarta: Penebar Plus;
2008.h.45-7. 6. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian
dengue dan demam berdarah dengue:panduan lengkap. Jakarta: EGC;
2005.h.41-5. 7. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam
berdarah dengue. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 9. 8. Mansjoer
Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.
h.428-4339. World
Health Organization. Demam berdarah dengue: diangnosis,
pengobatan,
pencegahan, dan pengendalian. Jakarta: EGC; 2001. h.101-6.10.
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor.
Dalam : Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009. h.275-7.11. WHO. Diagnosis Klinis.
Dalam : Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC. 2003. H. 22-3. 12. Isselbacher, Braunwald,
Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Hipoksia. Dalam : Prinsip-prinsip
Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2002. H. 207
13. Staf Pengajar Departemen Parasitologi
FKUI. Morfologi, Daur Hidup dan Perilaku
Nyamuk. Dalam : Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
h.250.