SeadasdadasdfsdfInkontinensia Urin
enrEnrico esbinto syahputra102011216C3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universtas Kristen Krida
[email protected] Jalan Arjuna Utara Nomor 6,
Jakarta 11510PENDAHULUANInkontinensia urin merupakan masalah
kesehatan yang cukup sering dijumpai pada orang berusia lanjut,
khususnya perempuan. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan
oleh pasien atau keluarganya, antara lain karena menganggap bahwa
masalah tersebut merupakan masalah yang wajar terjadi pada usia
lanjut dan tidak perlu diobati. Berbagai komplikasi dapat menyertai
inkontinensia urin seperti infeksi saluran kemih, gangguan tidur,
problem psikososial dan lainnya. Pada umumnya pasien akan
mengurangi minum karena khawatir mengompol yang berujung pada
dehidrasi. berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
ini baik nonfarmakologis, terapi bedah maupun pemberian
obat.1Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah agar pembacanya
dapat mengerti tentang gambaran inkontinensia urin secara umum
serta kaitan inkontinensia urin dalam anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang, working dan differential diagnosis, etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis untuk konsep pemahaman
dalam menegakkan diagnosis inkontinensia urin.Dalam tinjauan
pustaka ini akan dibahas mengenai gambaran inkontinensia urin
secara umum serta kaitan inkontinensia urin dalam anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan differential
diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis untuk
konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis inkontinensia
urin.Manfaat yang akan didapatkan setelah membaca tinjauan pustaka
ini adalah dapat mengerti tentang gambaran inkontinensia urin
secara umum serta kaitan inkontinensia urin dalam anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan differential
diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis untuk
konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis inkontinensia
urin.PEMBAHASAN ISIInkontinensia urin merupakan kondisi dimana
seorang individu mengalami keluarnya urin secara involunter yang
dapat merepresentasikan masalah higienisme dan sosial dari orang
yang bersangkutan. Inkontinensia urin merupakan suatu gejala yang
biasanya dilaporkan oleh pasien, atau sebagai hasil dari suatu
pemeriksaan fisik maupun sebagai suatu kelainan yang dapat diderita
oleh seorang individu. Inkontinensia urin bukanlah suatu penyakit
karena tidak ada etiologi spesifik yang ditemukan hingga sekarang,
sehingga mekanisme terjadinya inkontinensia urin hingga sekarang
masih belum diketahui pasti.2Ada empat tipe inkontinensia urin yang
berbeda juga cara penanganannya, yakni1,2:1. Inkontinensia Urine
Tipe Stress. Merupakan kebocoran urin yang diasosiasikan dengan
peningkatan tekanan intra-abdominal seperti pada tertawa, bersin,
batuk, naik tangga, atau tekanan lainnya yang dapat meningkatkan
tekanan intra-abdominal dan juga kandung kemih. Terapi yang dapat
dilakukan adalah seperti fisioterapi pelvis, operasi dan pemasangan
alat anti-inkontinensia.2. Inkontinensia Urine Tipe Urgensi.
Merupakan kebocoran urin karena rasa ingin berkemih yang sudah
tidak dapat ditahan lagi. Terapi yang dapat dilakukan adalah
seperti diet, perubahan perilaku berkemih, operasi dan juga
pemberian obat.3. Inkontinensia Urine Tipe Fungsional. Merupakan
kebocoran urin karena adanya ketidakmampuan individu bersangkutan
untuk menahan urin seperti pada kasus neuro-urologis dan disfungsi
traktus urinarius bagian bawah. Terapi yang dapat dilakukan adalah
terapi simptomatik.4. Inkontinensia Urine Tipe Overflow. Merupakan
kebocoran urin yang disebabkan karena meningkatnya tegangan kandung
kemih akibat obstuksi prostat hipertrofi pada laki-laki atau
lemahnya otot detrusor akibat diabetes melitus, trauma medula
spinalis, dan juga penggunaan obat-obatan. Terapi yang dapat
dilakukan adalah katerisasi dan diversi.Inkontinensia urin harus
dibedakan kengan overactive bladder yang merupakan kelainan kandung
kemih sehingga penderitanya selalu ingin berkemih urgentif baik
dengan atau tanpa inkontinensia. Ada juga beberapa istilah yang
digunakan untuk menggambarkan inkontinensia urin seperti Enuresis
(kebocoran urin yang tidak disengaja), Nocturnal Enuresis
(kebocoran urin yang tidak sengaja selama tidur terutama malam
hari), dan Continuous Urinary Incontinence (kebocoran yang terus
menerus dan tidak dapat berhenti).1,2AnamnesisAnamesis merupakan
wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau tidak
langsung memiliki tiga tujuan yaitu: mengumpulkaninformasi,
membagiinformasi, dan membinahubungan saling percaya untuk
mendukung kesejahteraan pasien.Informasi atau data yang dokter
dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisihal yang di
utarakan pasien kepada dokter dari keluhan utama hingga riwayat
pribadi dan riwayat sosial.3Untuk individu dewasa, riwayat
komprehensif mencakup Mengidentifikasi Data dan SumberRiwayat,
Keluhan Utama, Penyakit Saat Ini, RiwayatKesehatanMasaLalu,
RiwayatKeluarga, dan Riwayat Pribadi dan Sosial. Pasien yang baru
dirawat di rumah sakit atau klinik patut dilakukan pengkajian
riwayat kesehatan komprehensif, akan tetapi dalam banyak
fasilitasakan lebih tepat bila dilakukan wawancara yang lebih
terfokuskan atau berorientasi masalah yang pelaksanaannya
fleksibel.Riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan dalam
anamnesis,meliputi3: Apakah pasien merasa ada sisa-sisa urine yang
menetes setelah buang air kecil. Apakah disaat pasien melakukan
kegiatan yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen seperti
tertawa atau batuk tanpa sadar ia berkemih. Apakah ada kemungkinan
pasien mengalami trauma jatuh sehingga menimbulkan refleks kencing.
Seberapa besar volume urine yang keluar pada saat berkemih Apakah
ada perubahan warna yang khas pada urine pasien serta adakah rasa
nyeri saat berkemih Tanyakan apa pasien memiliki riwayat penyakit
diabetes yang dapat meningkatkan volume urin
Pemeriksaan FisikPada kasus didapati seorang wanita 75 tahun
datang dengan keluhan sering tidak dapat menahan keinginan berkemih
sehingga sering miksi di celana terutama saat tertawa hingga
kemudian miksi tanpa sadar. Pada pemeriksaan fisik didapat keadaan
umum tampak sakit ringan compos mentis dengan berat badan 60 kg dan
tinggi badan 180 cm. Denyut nadi 55 kali per menit dengan tekanan
darah 130/80 mmHg serta suhu 37oC dan respiratory rate 20 kali per
menit.Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan
keluhan demikian adalah cotton swab test, pad test, paper towel
test dan stress testing. Cotton Swab Test biasanya digunakan untuk
menilai mobilitas uretral pada wanita. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan memasukan cotton swab lubrikasi steril kedalam uretra hingga
masuk ke kandung kemih. Kemudian cotton swabditarik hingga sekitar
leher kandung kemih. Wanita dengan keadaan lantai pelvis normal
akan menunjukkan cotton swab yang membentuk sudut nol derajat
dengan lantai rata. Kemudian pasien diminta untuk mengkontraksikan
ototnya seperti saat menahan pada saat ingin berkemih dan perubahan
sudut yang diharapkan adalah kurang dari 30 derajat. Apabila lebih
dari 30 derajat maka pemeriksan ini menunjukkan adanya
hipermobilitas uretra yang merupakan salah satu penyebab
inkontinensia urin.2Pad Test biasanya dilakukan sebagai tes
objektif untuk melihat apakah cairan yang keluar adalah benar urin
biasanya menggunakan agen pewarna seperti phenyl salicylate,
benzoic acid, atropine sulfate, methylene blue dan agen lainnya dan
pasiennya menggunakan bantalan seperti pampers kemudian melakukan
aktivitas biasa dan kenaikan satu gram pada bantalan tersebut
mengindikasikan adanya satu mililiter urin. Test ini disebut
negatif apabila perubahan beratnya kurang dari satu gram.Pad Test
tidak dilakukan pada wanita yang sedang dalam fase
menstruasi.2Paper Towel Test merupakan uji dengan hasil yang cepat
dan sesuai dengan berapa banyak stress yang didapat hingga adanya
urin yang keluar mengindikasikan inkontinensia urin. Pasien diminta
untuk batuk beberapa kali dengan menadahkan uretra ke arah tissue
toilet dan terdapat tetesan pada tissue toilet tersebut. Luas
permukaan yang basah dapat dihitung dan dapat mengindikasikan
volume urin yang keluar akibat stress yang didapat.2Stress Testing
merupakan uji paling sensitif yang merupakan uji pelvis dengan
observasi langsung terhadap hilangnya urin dengan uji pemberian
stress yakni batuk. Uji ini dapat mengarah pada kesalahan apabila
keadaan kandung kemih pasien sedang dalam keadaan kosong.
Prinsipnya, kandung kemih pasien dimasukkan air steril kira-kira
250 hingga 500 mL dan setelah pasien diinstruksikan untuk batuk
pada posisi litotomi. Apabila adanya urin yang keluar berarti
pasien tersebut terkena kondisi inkontinensia urin. Apabila tidak
maka dapat dilakukan pada posisi lain. Apabila hasil uji negatif
pada pemeriksaan penunjang cystometrogram maka pasien tersebut
dapat didiagnosa menderita inkontinensia urin.2Pemeriksaan
Penunjang
Gambar 1. Cystometrogram normalSumber: Macfarlane MT. Urology.
4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2006.h.137.Inkontinensia urin bukanlah merupakan suatu kasus gawat
darurat. Inkontinensia urin merupakan suatu keadaan abnormal.
Tergantung dari wujud urin yang keluar, ada beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan, yakni urinalysis, urinary
cytological studies, serta cek serum elektrolit, kalsium, blood
urea nitrogen dan kadar glukosa urin.2Urinalysis dapat berguna
untuk menghapuskan diagnosis banding seperti urinary tract
infection yang merupakan suatu reaksi inflamasi lokal yang dapat
menyebabkan tidak terhambatnya kontraksi kandung kemih akibat
endotoksin yang diproduksi oleh bakteri yang memiliki
alpha-blocking effect pada sphincter uretra sehingga menurunkan
tekanan intrauretra yang kemudian berujung pada inkontinensia
urin.2Urinary cytological studies merupakan pemeriksaan untuk
memeriksa eksistensi dari karsinoma in situ pada kandung kemih yang
dapat meningkatkan frekuensi dan urgensi dari rasa ingin berkemih
dan pada hasilnya dapat ditemukan mikroskopik hematuria. Sedangkan
uji cek serum blood urea nitrogen dan kadar glukosa dapat dilakukan
terutama pada pasien dengan diabetes atau poliurea dan polidipsia.
Serta penurunan BUN dapat mengindikasikan adanya penurunan masa
otot yang dapat mengganggu fungsi renal.2Pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan adalah pemeriksaan cystometry yang biasanya
dilakukan untuk mengevaluasi pengisian dan penyimpanan urin pada
kandung kemih. Cystometogram merupakan suatu hasil dari cystometry
yang merupakan kurva dari tekanan/volume intravesikal dengan cara
pengisian kandung kemih dengan air steril atau karbon dioksida pada
laju infusi konstan sambil memonitor perubahan tekanan
intravesikal. Pasien harus menahan setiap rasa ingin berkemihnya
selama pemeriksaan berlangsung. Kontraksi muskulus detrusor yang
melebihi 15 cmH2O dianggap kondisi abnormal. Data yang didapat pada
grafik terdiri dari lima fase yakni sensasi propriosepsi, sensasi
merasa kandung kemih penuh, sensasi ingin berkemih, munculnya
kontraksi muskulus detrusor volunter dan kemampuan untuk
menghentikan kontraksi muskulus detrusor. Kondisi negatif dapat
merupakan salah satu indikasi adanya inkontinensia urine.4Pada
pasien penderita inkontinensia urin terdapat 4 faktor yang
dipercaya dapat membantu diagnosis dari inkontinensia urin yakni
diketahuinya pernah mengalami gangguan miksi saat mendapatkan
stress pada masa lalu, postvoid residual volume tidak melebihi 50
mL, hasil positif pada cough stress test dan kapasitas fungsional
kandung kemih mencapai 400 mL. 15% pasien dengan inkontinensia urin
hidup dengan muskulus detrusor yang tidak stabil. Anamnesis
merupakan suatu hal yang wajib dilakukan walaupun anamnesis
bukanlah suatu hal utama yang adekuat untuk menentukan basis terapi
inkontinensia urin, seperti 0.91 untuk nilai sensitifitas dari
inkontinensia urin tipe stress, tetapi hanya memiliki 0.51 poin
pada spesifitas dari inkontinensia urin tipe stress.2Differential
Diagnosis1. Inkontinensia Urine Tipe Stress. Merupakan kebocoran
urin yang diasosiasikan dengan peningkatan tekanan intra-abdominal
seperti pada tertawa, bersin, batuk, naik tangga, atau tekanan
lainnya yang dapat meningkatkan tekanan intra-abdominal dan juga
kandung kemih. Pada skenario diketahui bahwa pasien mengalami miksi
involunter saat tertawa dengan bersemangat yang merupakan indikasi
naiknya tekanan intra-abdominal, tetapi pasien juga tidak dapat
menahan keinginan bermiksinya, sehingga Inkontinensia urin tipe
stress bukanlah diagnosis yang tepat.2. Inkontinensia Urine Tipe
Urgensi. Merupakan kebocoran urin karena rasa ingin berkemih yang
sudah tidak dapat ditahan lagi.Pada skenario diketahui bahwa pasien
tidak dapat menahan keinginan bermiksinya, tetapi mengalami miksi
involunter saat tertawa dengan bersemangat yang merupakan indikasi
naiknya tekanan intra-abdominal, sehingga Inkontinensia urin tipe
urgensi bukanlah diagnosis yang tepat.3. Inkontinensia Urine Tipe
Fungsional. Merupakan kebocoran urin karena adanya ketidakmampuan
individu bersangkutan untuk menahan urin seperti pada kasus
neuro-urologis dan disfungsi traktus urinarius bagian bawah. Pada
skenario dari anamensis yang didapat tidak ada tanda kasus
neuro-urologis dan disfungsi traktus urinarius.4. Inkontinensia
Urine Tipe Overflow. Merupakan kebocoran urin yang disebabkan
karena meningkatnya tegangan kandung kemih akibat obstuksi prostat
hipertrofi pada laki-laki atau lemahnya otot detrusor akibat
diabetes melitus, trauma medula spinalis, dan juga penggunaan
obat-obatan. Pada skenario dari anamensis yang didapat tidak ada
tanda diabetes dan trauma serta pasiennya adalah wanita maka dari
itu obstruksi prostat hipertrofi bukanlah diagnosis yang
tepat.Working DiagnosisPada kasus didapatkan seorang wanita 75
tahun dengan keadaan umum yang tampak sakit dan kesadaran yang
kompos mentis. Pasien mengeluh tidak dapat menahan rasa
keinginanbermiksinya sehingga sering terjadi miksi involunter.
Pasien juga mengatakan miksi involunter terjadi terutama saat
tertawa bersemangat dan secara tidak sadar urin telah keluar secara
involunter. Dari anamnesis pasien yang sedemikian rupa dan tidak
didapati tanda-tanda adanya infeksi atau lainnya, maka dapat
dibuatkan working diagnosis bahwa pasien mengidap Inkontinensia
Urin Tipe Mixed et causa Stress dan Urgensi.Etiologi Inkontinesia
Urin Penyebab dari Inkontinensia Urin seperti pada kasus dapat
terjadi akibat beberapa hal. Pada wanita, penyebab umum terjadinya
Inkontinensia urin adalah lemahnya sokongan dari pelvis. Wanita
dapat kehilangan support dari pelvis setelah melahirkan, operasi,
ataupun penyakit yang dapat melemahkan kekuatan jaringan atau juga
setelah kehilangan esterogen postmenopausal. Atau sebab yang kurang
ditemui seperti defisiensi kekuatan sphincter intrinsic utethra
yang dapat terjadi karena proses penuaan, trauma pelvis, atau
operasi seperti histerektomi, urethropexy atau pubovaginal
sling.2Penuaan dapat menyebabkan inkontinensia akibat adanya
pelemahan kekuatan jaringan ikat, hipoesterogisme, peningkatan
gangguan medis, peningkatan diuresis malam hari. Obesitas,
melahirkan, COPD dan merokok dapat menyebabkan inkontinensia,
bersama dengan aktivitas musculus detrusor yang berlebihan yang
masih belum diketahui sebabnya.2Epidemiologi Inkontinesia Urin
Inkontinensia urin biasanya tidak sempat didiagnosis dan juga tidak
dilaporkan. Perkiraannya adalah 50-70% wanita dengan inkontinensia
urin gagal untuk mencari pertolongan medis akibat stigma sosial.
Sekitar 10-13 juta orang diperkirakan mengalami inkontinensia urin
di USA dan sekitar 200 juta di dunia dengan perawatan inkontinensia
urin di USA memakan biaya 16.3 miliar dollar.2Inkontinensia urin
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria dengan
perbandingan dua banding satu. 7% pada anak diatas 5 tahun, 10-35%
pada orang dewasa dan 50-84% pada pasien geriatri. Survei
inkontinensia urin yang dilakukan oleh Divisi Geriatri Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada 208 orang usia
lanjut di lungkungan Pusat Santunan Keluarga di Jakarta pada tahun
2002 mendapatkan angka kejadian inkontinensia urin tipe stress
sebesar 32,2%. Sedangkan pada tahun 2003 di tempat yang sama pada
179 pasien geriatri didapatkan angka kejadian inkontinensia urin
sebesai 20,5% pada laki-laki dan 32.5% pada perempuan. Sedangkan
penelitian lain yang melakukan penelitian pada 1150 orang yang
diambil secara random dan diatas 60 tahun, 434 orang diantaranya
mengalami inkontinensia urin. Dari mereka yang mengalami
inkontinensia urin 55,5% merupakan inkontinensia urin tipe
campuran, 26,7% dengan inkontinensia urin tipe stress saja, 9%
dengan inkontinensia urin tipe urgensi dan 8,8% dengan diagnosis
lain.1,2Dibandingkan dengan ras dan suku, wanita kulit putih
memiliki prevalensi terkena inkontinensia urin yang lebih besar
dibadingkan dengan wanita kulit hitam. Sekitar 46% wanita kulit
putih menderita inkontinensia urin sedangkan hanya 30% wanita kulit
hitam yang menderita inkontinensia urin.2Patofisiologi Inkontinesia
Urin Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang
memerlukan rangkaian koordinasi proses fisiologik yakni fase
penyimpanan dan fase pengosongan. Ketika pengisian kandung kemih
terjadi, otot dalam kandung kemih yang dinamakan muskulus detrusor
berelaksasi, sebaliknya saat pengosongan. Kontraksi kandung kemih
disebabkan karena aktivitas parasimpatis yang dipicu oleh
asetilkolin pada reseptor muskarinik. Sphincter uretra internal
akan tertutup karena akvitas saraf simpatis yang dipicu oleh
nor-adrenalin.1Invervasi sphincter uretra interna dan eksterna
terjadi oleh persarafan nervus pudendal somatik setinggi sakral 4.
Pada inkontinensia urin, inervasi tidak terjadi dengan baik
menyebabkan uretra tidak dapat menutup dengan baik sehingga urin
dapat keluar, yang dapat menyebkan inkontinensia urin tipe urgensi
akibat tidak dapat menahan keinginan berkemih dan dengan melemasnya
sphincter uretra eksterna (dipersarafi oleh saraf motorik).
Sebaliknya, dengan pemberian adrenergik-alfa dapat menyebabkan
sfingter uretra berkontraksi. Atau apabila adanya tekanan intra
abdomen dan kandung kemih yang penuh serta dengan otot serat dasar
pelvis yang tidak suportif lagi menyebabkan urin dapat keluar
menyebabkan inkontinensia stress (akibat adanya tekanan intra
abdominal yang naik).1Penatalaksanaan Inkontinesia Urin Telah
dikenal beberapa modalitas terapi dalam penatalaksanaan dengan
inkontinensia urin. Baik penatalaksanaan farmakologis maupun
non-farmakologis. Terapi non-medika-mentosa yang biasanya
dikerjakan adalah terapi suportif nonspesifiks eperti edukasi,
manipulasi lingkungan, serta pads. Juga dapat diberikan intervensi
tingkah laku seperti latihan otot dasar panggul, latihan kandung
kemih, penjadwalan berkemih dan lainnya.1Bladder training merupakan
salah satu terapi yang efektif dengan tujuan memperpanjang interval
berkemih yang normal dengan teknik distraksi sehingga frekuensi
berkemih hanya 6-7 kali per satu hari atau berkemih sekitar 3-4 jam
sekali. Latihan otot dasar panggul merupakan terapi efektif untuk
inkontinensia urin tipe stress atau mixed dengan urgensi. Latihan
dilakukan tiga hingga lima kali sehari dengan 15 kontraksi dan
menahan hingga 10 detik. Perbaikan dapat timbul kira-kira setelah
sepuluh tahun. Selama latihan dianjurkan menggunakan pads.1Habit
training memerlukan penjadwalan berkemih sesuai dengan jadwal
berkemih pasien sendiri. Biofeedback therapy merupakan terapi yang
bertujuan agar pasien mampu mengontrol kontraksi involunter otot
detrusor kandung kemihnya. Stimulasi elektrik juga dapat dilakukan
dengan dasar terapi kejutan kontraksi otot pelvis dengan alat bantu
pada vagina atau rektum, pasien harus menggunakan alat ini selama
hidupnya. Neuromodulasi merupakan terapi dengan stimulasi saraf
sakral. Dengan kegiatan interneuron medulla spinalis atau neuron
adrenergik beta yang menghambat kegiatan kandung kemih. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa meuromodulasi merupakan salah satu
cara penatalaksanaan inkontinensia yang cukup berhasil.1Tindakan
operasi dilakukan pada wanita dengan inkontinensia tipe stress yang
tidak membaik dengan penanganan konservatif harus dilakukan upaya
operatif. Tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan adalah
ileosistoplasti dan miektomi detrusor. Teknik pembedahan yang
dilakukan untuk inkontinensia tipe stres adalah injectable
intraurethral bulking agents, suspensi leher kandung kemih,
urethral slings dan artificial urinary sphincters. Sedangkan untuk
tipe urgensi adalah augmentation cystoplasy dan juga stimulasi
elektrik.1
Gambar 2. Injectable intraurethral bulking agentsSumber: Rackley
R, Kim ED [editor]. Injectable bulking agents for incontinence.
Diunduh dari Medscape for iPad. 12 Januari 2013.Injectable
intraurethral bulking agents merupakan tindakan operasi menggunakan
bulking agents yang terdiri dari bahan sintetik, kolagen sapi atau
dan lemak dari pasien yang sama, hidroksiapatit, rantai karbon,
polydimethylsiloxane dan polytetrafluoro-ethylene. Lemak autograft
didapat dari abdomen bagian distal dan diinjeksi ke sekitar uretra.
Kolagen diekstraksi dari sapi. Rantai karbon terdiri dari rantai
karbon pirolitik yang disuspensi kedalam gel basis air. Prosedur
ini tidak boleh dilakukan pada pasien dengan inkontinensia urin
tipe urgensi murni dan juga kepada pasien yang alergi terhadap
kolagen.5Augmentation cystoplasty adalah suatu prosedur operasi
pada dewasa dan anak yang kekurangan muskulus detrusor kandung
kemih adekuat. Tekniknya adalah dengan memotong sedikit bagian
kandung kemih dan diganti pada sedikit bagian pada usus halus
sehingga kapasitas kandung kemihnya bertambah. Pada banyak pasien,
prosedur ini ditemukan dapat membantu mengontrol pengeluaran urin
dan tindakan kemunduran fungsi traktus urinarius bagian atas.
Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang tidak mau
menggunakan kateter, pasien dengan radang usus (terutama Crohn
disease), usus yang pendek dan diameter kecil, tumor kandung kemih,
radiasi cystitis dan insufisiensi renal.6Penanganan medika-mentosa
meliputi pemberian anti-kolinergik, anti-spasmodik dan tricyclic
antidepressan. Pada pasien dengan inkontinensia urin tipe stress
dapat digunakan alpha-antagonis yang menyebabkan kontraksi otot
sphincter urethra interna. Penanganan farmakologis akan lebih baik
hasilnya dengan fisioterapi lantai pelvis. Dan penanganan dengan
beberapa macam obat ditemukan menghasilkan hasil yang lebih
baik.2Agonists Alpha-Adrenergic. Obat golongan ini meningkatkan
resistensi sphincter urethra interna untuk berelaksasi, sehingga
sphincter urethra tetap berkontraksi menyebabkan penurunan
frekuensi inkontinensia tipe stress. Contoh obat golongan ini
adalah Pseudoephedrine Hydrochloride. Obat ini merupakan obat
golongan Dekongestan Sistemik yang merupakan agonis alfa-adrenergik
dengan dosis 60mg bertahan selama 6 hari dan 120mg bertahan selama
12 hari. Penggunaan pada wanita hamil belum diketahui
efeknya.2Anticholinergic Agents. Merupakan obat kelas pertama pada
wanita yang menderita inkontinensia urin tipe urgensi. Obat-obatan
golongan ini menghalangi pengikatan asetilkolin kepada reseptor
kolinergik sehingga menekan kontraksi kandung kemih involunter.
Dicyclomine Hydrochloride merupakan obat golongan Agen
Antikolinergik sebagai relaksan otot polos dan masih diterima untuk
pemberian kepada wanita hamil. Pemberian obat ini dapat menurunkan
kemampuan pasien untuk mengemudi dan aktivitas berbahaya lain.2
Gambar 3. Protokol penanganan incontinence urineSumber: Setiati
S, Pramantara DP. Inkontinensia urin dan kandung kemih hiperaktif.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiadi S,
editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h.874.Antispasmodic Drugs. Merupakan obat-obatan
yang bekerja sebagai relaksan otot polos kandung kemih dengan
mengerahkan aksi spasmolitik ke otot polos kandung kemih yang
mengakibatkan mening-katnya kapasitas kandung kemih dan cukup
efektif untuk terapi farmakologis inkonti-nensia urin tipe urgensi.
Oxy-butynin Chloride merupakan obat yang paling umum digunakan.
Merupakan obat golongan antispasmodik deng-an mekanisme mengerahkan
efek antispasmodik dan an-timuskarinik ke otot polos sehingga
menunda keiningan untuk berkemih, meningkatkan kapasitas kandung
kemih, dan menurunkan kontraksi involunter sehingga menurunkan
frekuensi dan keinginan berkemih.2Tricyclic Antidepressants.
Merupakan obat yang sebenarnya digunakan sebagai antidepresan.
Tetapi kemudian ditemukan fungsi tambahannya yakni untuk disfungsi
kandung kemih. Obat-obatan golongan ini meningkatkan kadar
norepinephrine dan serotonin. Sebagai tambahannya mereka
mengerahkan antikolinergik kepada otot polos kandung kemih yang
menyebabkan otot polos kandung kemih berelaksasi. Contohnya adalah
Imipramine Hydrochloride yang merupakan obat golongan antidepresan
dengan mekanisme kerja tambahan sebagai agen
antikolinergik.2Berikut akan digambarkan obat-obatan yang digunakan
untuk inkontinensia urin1:1. Hyoscamin. Dengan pemakaian 3 x 0.125
mg yang digunakan untuk Inkontinensia Urgensi dan dengan efek
samping mulut kering, mata kabur, glaukoma, delirium, dan
konstipasi merupakan obat golongan agen antikolinergik.2.
Tolterodin. Dengan pemakaian 2 x 4 mg yang digunakan untuk
Inkontinensia Urgensi dan dengan efek samping mulut kering dan
konstipasi merupakan obat golongan agen antikolinergik.3.
Imipramin. Dengan pemakaian 3 x 25-50 mg yang digunakan untuk
Inkontinensia Urgensi dan dengan efek samping delirium dan
hipotensi ortostatik merupakan obat golongan antidepresan
trisiklik.4. Pseudoephedrin. Dengan pemakaian 3 x 30-60 mg yang
digunakan untuk Inkontinensia Stress dan dengan efek samping sakit
kepala, takikardi dan hipertensi merupakan obat golongan agonis
alpha-adregonik.Komplikasi Inkontinesia Urin Komplikasi yang dapat
menyertai Inkontinensia Urin adalah infeksi saluran kemih, kelainan
kulit, gangguan tidur, depresi, mudah marah dan rasa terisolasi dan
juga dehidrasi akibat kurang asupan air dan decubitus.1Prevensi
Inkontinesia Urin Tidak mengangkat barang yang berat sewaktu muda
serta menjalani tindakan-tindakan operasi yang melemahkan dasar
panggul dapat menjadi tindakan pencegahan Inkontinensia Urin.
Mengurangi kejadian obesitas juga dapat mengurangi prevalensi
Inkontinensia, sejalan dengan tidak merokok dapat mengurangi
prevalensi Inkontinensia.2Prognosis Inkontinesia Urin Baik dengan
perawatan yang baik pula dari tim medis. Pada Inkontinensi tipe
stress dengan terapi alpha-agonist keadaan dapat membaik sekitar
19-74%, dengan terapi dan operasi dapat membaik sekitar 88%.
Sedangkan pada Inkontinensi tipe urgensi, keadaan dapat membaik
sekitar 75% dengan pelatihan kandung kemih dan 44% dengan obat
golongan antikolinergik. Tindakan pembedahan memiliki angka
morbiditas yang tinggi pada Inkontinensia tipe Urgensi.2Pada
Inkontinensia Mixed Stress dan Urgensi, pelatihan kandung kemih dan
lantai pelvis dinilai lebih meningkatkan angka keadaan baik
daripada penggunaan obat-obatan antikolinergik. Tanpa pengobatan,
inkontinensia dapat berujung pada dehidrasi dan hal lainnya yang
tidak diinginkan. Morbiditas yang dapat ditemukan pada
inkontinensia adalah infeksi bakteri candida sp. pada perineum,
selulitis, iritasi kulit, sepsis, jatuh karena terpeleset urinnya
sendiri, dan kurang tidur akibat nokturia.2PENUTUPInkontinensia
urin merupakan suatu keadaan dimana seorang individu terus menerus
mengeluarkan urin secara involunter. Keadaan ini disebabkan karena
muskulus intravesikal yang terus menerus berkontraksi atau lantai
panggul yang sudah tidak mampu menahan atau karena sphincter yang
sudah tidak bekerja sebagaimana seharusnya. Hal ini dapat
disebabkan karena penuaan, obesitas, merokok, COPD, dan
lainnya.Terdapat 4 tipe inkontinensia yakni tipe urgensi, stress,
overflow dan tipe fungsional. Tipe stress disebabkan adanya tekanan
tambahan, tipe urgensi disebabkan karena tidam mampu menahan
keinginan untuk miksi, tipe overflow dikarenakan meningkatnya
tekanan intravesikal dan tipe fungsional karena gagal menahan
keinginan untuk miksi akibat gangguan neuro-urologis. Sekitar 3
dari 10 orang di Indonesia mengalami kondisi inkontinensia
urin.Secara umum, terapi dapat dibagi menjadi terapi
non-medika-mentosa seperti fisioterapi lantai dasar panggul
merupakan terapi paling baik dalam menghadapi tipe stress. Atau
terapi untuk mengatur jadwal miksi agar tidak terjadi inkontinensia
urin. Terapi lain yang dapat dilakukan adalah terapi untuk
mengurangi frekuensi miksi menjadi sekitar 6-8 kali per hari.
Terapi lainnya adalah terapi operasi, bisa dengan menggunakan
bulking agent pada Inkontinensia Tipe Stress dan Augmentation
Cystoplasty untuk Inkontinensia tipe Urgensi. Atau juga dengan
pemberian obat-obatan golongan antikolinergik, antidepresan
trisiklik, antispasmodik dan juga agonis alpha-adrenergik. Walaupun
kemudian ditemukan bahwa fisioterapi dan restorasi fungsi dinilai
lebih baik daripada penggunaan obat-obatan.Pasien dinilai akan
mengalami kenaikan angka kenikmatan hidup hingga 79% apabila
ditangani dengan benar dengan prognosis yang baik. Apabila keadaan
ini tidak ditangani, dapat berujung pada komplikasi seperti
dehidrasi, infeksi candida sp., iritasi kulit, sepsis dan
komplikasi lainnya. Tindan preventif Inkontinensia Urin adalah
hidup pada pola hidup sehat seperti tidak obesitas dan tidak
merokok dan lainnya. DAFTAR PUSTAKA1. Setiati S, Pramantara DP.
Inkontinensia urin dan kandung kemih hiperaktif. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiadi S, editor. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing;
2009.h.865-74.2. Vasavada SP, Kim ED [editor]. Urinary
Incontinence. Diunduh dari Medscape for iPad. 12 Januari 2013.3.
Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
bates: buku saku. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9.4.
Macfarlane MT. Urology. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2006.h.137.5. Rackley R, Kim ED [editor]. Injectable
bulking agents for incontinence. Diunduh dari Medscape for iPad. 12
Januari 2013.6. Rao PK, Schwartz BF [editor]. Augmentation
cystoplasty. Diunduh dari Medscape for iPad. 12 Januari 2013.14