Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Volume 3 No. 2. Juli-Desember 2019 ISSN: 2549 – 3132; E-ISSN: 2549 – 3167 http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah 341 Patuq dalam Tradisi Kematian Masyarakat Desa Kuta (Sebuah Tinjauan Antropologi Hukum Islam) Fachrir Rahman Universitas Islam Negeri Mataram Email: [email protected]Abstract Ceremonies are one of the traditional traditions that still have a value that is relevant to the needs of the Society. Religious rituals aim to seek connection with the occult world of natural rulers, this is what encourages people to perform the Ritual. On the other hand, the ritual has become a hereditary inheritance. As well as the tradition of the death ceremony in the village of Kute is a part of religious practice that is historically inspired by certain conditions both religious and local. Related to it then it can be a drum: how to practice the ritual Patuk and what are the emerging factors and the growing practice of Patuk in Kuta village in the review of the Islamic law anthopology. To answer the question of the problem, the authors use qualitative research by using anthropological approach. Keywords: Patuq, traditions of death, anthropology of Islamic law Abstrak Upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih memiliki nilai yang cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat pendukungnya. Ritual keagamaan bertujuan untuk mencari hubungan dengan dunia ghaib penguasa alam, inilah yang mendorong masyarakat melaksanakan ritual tersebut. Disisi lain ritual sudah menjadi warisan yang turun temurun. Seperti halnya tradisi patok dalam upacara kematian di desa Kute adalah bagian daripada praktek keagamaan yang secara historis dilatar belakangi oleh kondisi tertentu baik itu bernuansa religious maupun
23
Embed
Patuq dalam Tradisi Kematian Masyarakat Desa Kuta (Sebuah ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Tuhan yang Maha Adil, yang tidak pernah berbuat dhalim (zulm)
terhadap siapapun (termanifestasi dalam asma’ al-husna).19
Pada hakekatnya Tuhan bersifat etik dalam arti Tuhan
bertindak terhadap manusia dengan cara etik, yaitu sebagai Tuhan
Keadilan dan Kebaikan, demikian pula manusia diharapkan
merespon tindakan Ilahiah ini juga dengan cara yang etis.
Dikarenakan Tuhan adalah sang Pencipta, maka tuntutan kepada
manusia hanya bersyukur dan atau beriman.20
Konsepsi tentang kematian dan kejadian yang akan dialami
oleh seseorang didalam alam kubur mempengaruhi alam fikiran
manusia sehingga ditanggapi dengan banyak cara agar terbebas dari
penyiksaan, ada yang memang sesuai dengan ajaran islam, ada pula
yang melakukan ritual sesuai dengan adat kebiasaan peninggalan
nenek moyang mereka namun isinya berupa amalan-amalan berupa
zikrullah atau sholawat atas nabi Muhammad SAW.
Dalam tradisi kematian pada masyarakat sasak pada
umumnya memiliki kesamaan. Kesamaan tersebut terletak pada
penyebutan kegiatan dan bentuk pelaksanaannya, kegiatan kematian
biasanya disebut dengan nyeribuq. 21 Adapun tahapan
pelaksanaannya dimulai pada hari pertama sampai hari kesembilan
yang secara berkesinambungan, kesembilan hari tersebut terdapat
perbedaan pada jamuan makanan yang disajikan kepada para kiayi
(sebutan bagi warga yang berzikir).
Perbedaannya terletak pada malam-malam yang ganjil yang
biasanya menjelang akhir pelaksanaan yaitu nelung yang berarti hari
ke tiga, mituq yang berarti hari ketujuh, nyiwaq yang berarti hari
kesembilan dan metangdase yang berarti hari keempat puluh, dan
nyatus yaitu hari keseratus. Desa Kute pelaksanaan zikiran dari awal
pertama al-marhum meninggal selalu dibarengi dengan adanya
tradisi patok.
19 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami:
Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga
Pascakematian., hal, 326. 20 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan..., hal, 328. 21 nyeribuq merupakan kegiatan yang dilakukan adalah dalam bentuk
zikir yang jumlahnya sampai seribu kali bacaan.
Patuq dalam Tradisi Kematian Fachrir Rahman
http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah
351
Dalam setiap pelaksanaan ritual patok memiliki makna
tersendiri dalam setiap kegiatan yang bernuansa magis, filosofis
yang yang terkandung dalam pekasanaannya sangat mendalam,
misalkan dalam ritual pertama apa yang disebut dengan aik
pembarak yang dimaknai sebagai sebuah pemberitahuan bahwa
seseorang telah meninggal dunia mereka beranggapan bahwa
dengan adanya air tersbut keluarga tidak bisa berharap bahwa
almarhum akan hidup lagi, berbeda dengan informasi yang diberikan
oleh dunia medis mereka masih berharap si mayat akan hidup
kembali, dengan demikian ritual aik pembarak selalu dibarengi
dengan ritual patok. Disini menandakan bahwa aik pembarak sangat
disakralkan oleh masyarakat desa kute.
Pada tahap selanjutnya pelaksanaan ritual patok terjadi
pada saat nepong tanak. Pada saat pelaksnaannya pihak kelurga akan
menyiapkan andang-andang yang dibarengi dengan patok. Adapun
isi dari andang-andang tersebut berupa daun sirih dan pinang kuning,
beras, uang, serta benang putih. Benang putih berarti kesucian lahir
dan bathin, beras bermakna sebagai sumber kehidupan, uang berarti
kerja keras untuk mendapatkan hasil, peningang kuning berarti
tempat wadah tempat berpijak sedangkan kuning melambangkan
pendirian yang tidak tergoyahkan.22
Dalam konteks hukum Islam tradisi lokal yang berlangsung
di masyarakat Desa Kute tradisi patok tidak bisa terlepas dari nafas
Islam terlihat dari praktek pelaksanaan tradisi patok. Namun
demikian dalam pelaksanaan ritual patok tidak ditekankan sebagai
hal yang harus dilakukan tetapi masyarakat setempat tidak bisa
meninggalkannya. Pelaksanaan ritual patok tergantung tingkat
kemampuan seseorang karena patok merupakan sedekah si mayat
yang dikeluarkan kelurga kepada para pemuka agama, patok tersebut
berupa makanan, pakaian, seperangkat alat sholat, dan perabotan
rumah tangga.
Setidaknya terdapat beberapa nilai yang terkandung dalam
praktek patok itu sendiri antara lain:
a) Mengandung Nilai Religius Historis
22 Wawancara dengan bapak Hasan di kediaman, tgl 15 juli 2018
Patuq dalam Tradisi Kematian Fachrir Rahman
http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah
352
Awal mula terjadinya praktek patok tidak diketahu secara
pasti kapan awal mula terjadinya praktek tersebut tetapi menurut
penuturan bapak Hasan praktek patok yang mereka temukan saat ini
merupakan peninggalan orang-orang terdahulu. Namun karena
kuatnya keyakinan masyarakat desa Kute dan penghargaan terhadap
orang-orang terdahulu maka praktek tersebut masih dipertahankan
dan dilestarikan.
Nilai religius dalam praktek patok dapat dilihat dari
rangkaian kegiatan yang secara khusus dalam rangka mengadakan
upacara keagamaan dalam hal kematian yang mana setiap kegiatan
tahlilan pasti dibarengi dengan patok. Kegiatan tahlilan itu sendiri
dalam pandangan masyarakat Indonesia adalah sebuah ekspresi
ketaatan dan wujud persaudaraan. Meskipun dalam Islam itu sendiri
banyak yang berpendapat bahwa kegiatan religious tersebut adalah
kegiatan yang sia-sia karena tidak terdapat satupun dalil yang secara
khusus berbicara tentang adanya tuntunan untuk melaksanakannya.
Keberadaan tahlil merupakan sebuah fakta sejarah yang
sangat erat kaitnnya dengan peristiwa tertententu pada masa lalu
akan tetapi para penyebar agama pada saat itu menyikapi dengan
bijak dengan menanamkan ajaran Islam pada acara tahlilan itu
sendiri, sehingga apabila dilihat dari isi pelakasanaan tahlilan pada
akhirnya orang akan berkesimpulan bahwa tidak ada sama sekali
unsur yang melenceng dari kegiatan tersebut.
Budaya Tahlilan yang diiringi dengan ritual patok atau
dalam bahasa sederhana merupakan sebuah sedekah yang diberikan
secara ikhlas atau memberikan sebagian harta kepada para kiyai
yang dapat dijadikan sebagai syafaat bagi pelakunya dan bertujuan
untuk mendatangkan pahala yang berlipat. Masyarakat desa Kute
meyakini dengan adanya patok dapat memuluskan perjalanan si
mayit.
Terdapat lima bagian komponen religi yang memiliki peran
masing-masing tetapi yang sebagai bagian dari suatu system, saling
berkaitan erat satu dengan yang lainnya yaitu: emosi keagamaan,
system kepercayaan/keyakinan, system ritus dan upacara, peralatan
ritus dan upacara agama.23
23 Kontjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi., hal. 25
Patuq dalam Tradisi Kematian Fachrir Rahman
http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah
353
Ritual yang dilakukan oleh masyarakat desa Kute
berdasarkan kepercayaan yang dianut oleh para leluhurnya,
kepercayaan seperti inilah yang mendorong untuk melakukan
berbagai tindakan yang bertujuan untuk mencari hubungan dengan
alam ghaib penguasa alam melalui ritual keagamaan maupun ritual
adat lainnya.
Adapun nilai historisnya sebagaimana disebutkan di atas
merupakan peninggalan masyarakat sebelumnya atau leluhur
mereka. Sehingga berdasarkan hal tersebut sudah dapat dipastikan
bahwa corak kehidupan beragama masyarakat sebelumnya masih
sangat sacral dan sedikit bernuansa relgius dan mistis. Dikatakan
demikian karena dalam proses pembuatan patok diawali dengan
proses bacaan-bacaan tertentu misalnya seperti bacaan shalawat
Nabi. Sebeum patok diserahkan terlebih dahulu akan dibawa keliling
didepan para kiya dan jamah yang diiringi dengan bacaan shalawat.
b) Sebagi bentuk tanggungjawab kepada anggota keluarga yang
meninggal
Dengan melakukan ritual patok seseorang dianggap
memiliki tanggung jawab kepada salah satu anggota keluarganya
yang meninggal tersebut. Bentuk tanggung jwab tersebut akan
mengarah pada dua hal, yaitu tanggung jawabnya kepada Allah SWT
dan tanggung jawab terhadap anggota keluarga yang meninggal
dunia.
Implikasi dari tanggung jawab tersebut akan berdampak
pada kehidupan keluarga yang bersangkutan karena apabila
seseorang enggan melakukan tradisi patok maka ia telah merusak
tradisi luhur yang telah mereka jalani, disisi lain seorang yang
enggan melakukan tradisi tersebut maka sesungguhnya ia secara
tidak langsung mengatakan kepada keluarganya bahwa nanti orang
tersebut akan dilalaikan sebagaimana ia melalaikan
tanggungjawabnya padahal yang bersangkutan sangat mampu
melakukannya.
Dalam mempersiapkan rangkaian patok memperlihatkan
bagaimana anggota keluarga memiliki rasa kepedulian yang sangat
tinggi. Munculnya rasa tanggung jawab tersebut berangkat dari
sebuah keyakinan kolektif bahwa pada dasarnya orang yang sudah
meninggal dunia tetap membutuhkan orang lain meskipun berada
dalam alam yang berlainan. Hal yang dibutuhkan oleh mereka yang
Patuq dalam Tradisi Kematian Fachrir Rahman
http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah
354
sudah meninggal dunia adalah do’a keselamatan dari mereka yang
masih hidup.
Kewajiban sebagaimana dimaksud diatas bukan dalam
konotasi bahwa apabila seseorang tidak melaksanakan ritual patok
tidak berarti akan mendapat dosa sebagaimana seseorang
meninggalkan kewajiban kepada Allah seperti meninggalkan solat
dan lainnya. Kewajiban yang dimaksud bersumber dari perasaan
pribadi dan kelompok yang lebih beraspek sosial daripada
ketuhanan.
Dalam konteks Antropologi hokum Islam praktek patok
merupakan salah satu kegiatan yang masuk dalam kategori ritual
keagamaan yang dalam prakteknya dapat dikatakan sebagai sebuah
budaya atau menurut Konetjaraningrat disebut dengan adat istiadat
karena wujud ideal dari budaya adalah adat istiadat. Budaya itu
sendiri dalam bentuknya terdiri dari tiga macam antara lain24;
Pertama kebudayaan sebagai sebuah ide gagasan, nilai,
norma peraturan dan lain sebagainya. Ide dan gagasan dalam ilmu
sosiologi ataupun antropologi para ahli menyebutnya dengan istilah
system budaya atau Cultural system25. Kedua kebudayaan sebagai
sebuah aktivitas atau tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat, yang terdiri dari aktivitas manusia dalam berinteraksi
dan bergaul satu dengan yang lainnya dari waktu ke waktu selalu
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan atas adat dan tata
kelakuan.26.
Ketiga kebudayaan fisik, karena dapat disaksikan langsung
seperti hasil karya berupa lukisan, prasasti atau sejenisnya27. Ritual
keagamaan dalam hal ini islam adalah salah satu bagian yang tidak
terlepas dari system budaya yang dianut dan berkembang dalam
masyarat miskipun agama islam hadir yang disertai dengan
ajarannya yang cukup universal.
Sementara itu dari prilaku masyarakat terhadap praktek
patok dapat dikatakan sebagai prilaku religi, prilaku religi sendiri
memuat data tentang keyakinan ritus dan upacara sikap dan pola