I.DEFINISI Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005) II.ETIOLOGI Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003) III EPIDEMIOLOGI Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I.DEFINISI
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas
pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus,
daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea
cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of
the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
II.ETIOLOGI
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan
kekambuhan adalah memakai pakaian ketat atau basah. Peluh yang
berlebihan di kawasan tertentu.
3. Pemeriksaan
3.a) Anamnesis
Selalunya mangsa tinea kruris datang ke doktor dengan keluhan bercak
di lipatan paha, di regio inguinal, kulit terasa gatal dan panas. Waktu
berpeluh lebih gatal dan tidak selesa. Bercak dapat sampai ke sekitar tepi
paha,naik ke perut, ke sekitar anus atau ke testis.
3.b) Fizik
Bercak pada kulit akibat peradangan dan iretasi yang bewarna merah
atau hitam. Berbatas tegas dengan warna lebih gelap, simetris dan dapat
meyebar ke paha, perut, bgian anus dan testis.lLlaki dewasa lebih sering
terkena berbandinag wanita. Selalunya terasa gatal dan panas.
3.c) Penunjang
Wood's Light Examination
Kebanyakan dermatofitosis tidak fluorensen termasuklah penyebab
tinea kruris. Pemeriksaan cahaya Wood dapat membantu membezakan
erithrasma yang disebabkan oleh bakteria Corynebacterium minutissimum,
yang fluoresen merah , dan tinea cruris, yang tidak fluoresen
Apabila positif, uji Wood ini dapat membantu menentukan lamanya infeksi,
respon dan rawatan yang harus diberi.
Mikroskop
Pemeriksaan mikroskop adalah tunjang kepada diagnosis infeksi tinea. Pada
tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan
mengikis tepi lesi yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi yang
berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya harus diambil untuk bahan
pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop)
secara langsung menunjukkan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas
pada infeksi dermatofita.
Kultur
Kultur jarang di lakukan karena selalunya mahal dan memakan masa yang
lama.namun,kultur dilakukan apabila pesakit dengan riwayat terapi obat
yang lama tetapi diagnosis masih diragui. Identifikasi spesifik zoofilik
spesies sebagai sumber infeksi dapat membantu mencegah infeksi kembali
ia juga penting untuk menentukan spesifik jamur penyebab karena aktiviti
anti jamur bervariasi.
4. Diagnosis Kerja
Tinea kruris sering menyebaban kegatalan dan panas di daerah groin
atau selangkangan, sekitar paha atau anus. Ia mungkin melibatkan bagian
dalam tepi paha dan genital dan perut. Tempat terkena akan menjadi merah
atau gelap dengan kulit yang merekah,tipis dan mengelupas.
Infeksi akut bermula dengan kulit di kedua lipat paha kemudian menyebar
dan batasnya lebih tegas dan gelap. Jika infeksi makin lama, kawasan infeksi
akan merebak ke bagian tepi sebelah dalam paha dan bertambah merah dan
gatal. Perbezaan kulit normal dan area infeksi kelihatan jelas pada waktu ini.
Batas kawasan infeksi menjadi lebih merah, kadang wujud nodul atau
pustule di batas batasnya. Infeksi minimum pada testis dan penis. Awalnya
pesakit akan mengeluh kegatalan yang sangat kemudian lesi bertambah gatal
jika maserasi dan superinfesi berlaku.
Cara terbaik untuk diagnosa tinea kruris adalah dengan melihat hifanya
di bawah mikroskop, uji KOH. Kulit yang terkena infeksi di kerok sedikit
dan di letakkan di slide kaca. Tetes sedikit kalium hidroksida KOH dan slide
dipanaskan sekejap. KOH akan menjadikan bahan pada kulit sel terlepas
bersamam hifa tanpa menganggu bentuk dan bahannya. Stain khas seperti
Chlorazol Fungal Stain, Swartz Lamkins Fungal Stain, atau Parker's blue ink
boleh digunakan untuk membantu melihat hifa dengan lebih baik.
5. diagnosis banding
1. Psoriasis Vulgaris
Psoriasis vulgaris berbeza dengan Tinea Cruris karena terdapat kulit
mengelupas atau skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis, disertai tanda
titisan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeza,
psoriasis sering terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut,
kuku dan daerah lumbosakral. Perbezaannya ialah skuamanya lebih tebal
dan putih, seperti kaca. Selain itu, pada pemeriksan histopatologis terdapat
papilomatosis.
2. Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,
dimulai dengan lesi awal berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal
berupa herald patch, umumnya di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas
eritema serta skuama halus dan tidak berminyak di pinggir. Lesi berikutnya
lebih khas yang dapat dibedakan dengan Tinea Cruris, yaitu lesi yang
menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksinya juga berbeda,
lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas, jarang
pada kulit kepala.
3. Kandidiasis
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies
Candida, biasanya oleh Candida albicans.
Kandidosis kadang sulit dibezakan dengan Tinea Cruris jika mengenai
lipatan paha dan perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas,
bersisik, basah dan berkrusta. Perbedaannya ialah pada kandidiasis terdapat
eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di
sekitarnya. Biasanya kandidiasis dilipat paha mempunyai konfigurasi hen
and chicken. Predileksinya juga bukan pada daerah-daerah yang berminyak,
tetapi lebih sering pada daerah yang lembab. Selain itu, pada pemeriksaan
dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu. Pada
wanita, ada tidaknya flour albus biasanya dapat membantu diagnosis.
Pada penderita diabetes mellitus, kandidiasis merupakan penyakit yang
sering dijumpai.
4 . Eritrasma
Eritrasma merupakan penyakit yang sering berlokalisasi di sela paha.
Efloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi
merupakan tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan biasanya dilakukan
dengan lampu Wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi merah ( red
coral ).
6.a) Non-medika mentosa
Non medika mentosa termasuklah langkah pencegahan tinea kruris.
Antaranya dengan memberi pendidikan berkaitan kepentingan menjaga
kebersihan badan, cara hidup yang sihat. Bahaya penyakit kulit terutama
infeksi jamur. Cara hidup yang sihat dengan tidak berkongsi bantal, tuala
dan lain- lain. Mengurangkan peluh di lipat paha, jika berpeluh mengelakkan
lembap dan memakai pakaian yang ketat.
6.b)Medika mentosa
Untuk mendapatkan hasil yang bagus pesakit dinasihatkan mengambil
terapi topical dan sistemik. Agen antifungi 2 kelas antifungi yang sering
digunakan untuk pasien tinea kruris adalah azoles dan allylamines. Azoles
menghambat enzim lanosterol 14-alpha-demethylase, enzim yang
menukarkan lanosterol kepada ergosterol, merupakan komponen penting
pada dinding sel kulat.kerosakan membran menyebabkan masalah
permeabilitas dan jamur tidak dapat untuk terus memproduksi. Allylamins
menghambat squalene epoxidase, yaitu enzim yang menukarkan squalene
kepada ergosterol,menyebabkan akumulasi tahap toksin squalene dalam sel
dan mengakibatkan sel kulat itu mati.
Terbinafine (Lamisil)
Derivat sintetik allylamine yang menghambat enzim squalene
epoxidase,enzim penting dalam biosintesis sterol jamur, menyebabkan sel
jamur mati. Dosis oral 50mg/d
Klotrimazole (Lotrimin, Mycelex)
Sering digunakan sebagai obat tinea kruris. Obat spectrum luas anti
jamur yang menghambat pertumbuhan yeast dengan mengubah
permeabilitas membrane sel jamur menyebabkan jamur mati. Diagnosis
diteliti apabila tiada perubahan selepas 4 mingu diguna. Hanya terdapat
dalam bentuk 1% krem,spray dan losion saja.
Butenafine (Mentax)
Anti jamur yang poten derivat allylamine. Memusnahkan membrane sel
jamur dan menghambat pertumbuhan jamur. Merupakan obat topikal.
Mikonazole
Mekanisme kerjanya sama seperti obat yang lain dengan menghambat
biosintesis ergosterol dan menyebabkan jamur mati
Ketoconazole (Nizoral)
Econazole (Spectazole)Efektif pada infeksi kutaneous.merusakkan
dinding sel .
Naftifine (Naftin)
Anti jamur spektrum luas merupakan derivate allylamin.
Oxiconazole (Oxistat)
1. DefinisiTinea corporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi maupun noninflamasi pada glabrous skin (kulit tubuh yang tidak berambut) seperti: bagian muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.. Sinonim untuk penyakit ini adalah tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Fiechte, kurap, herpes sircine trichophytique.1,2,3,4,5 Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Sinonim untuk penyakit ini adalah eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, dan ringworm of the groin.
2. EpidemiologiTinea corporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi yang hangat dan lembab membantu penyebaran infeksi ini. Oleh karena itu, daerah tropis dan subtropis memiliki insien yang tinggi terhadap tinea corporis. Tinea corporis dapat terjadi pada semua usia. Bisa didapatkan pada orang yang bekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan.5,6 Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.7Pada tinea cruris, onsetnya biasanya pada orang dewasa, laki-laki lebih sering terjangkiti daripada wanita. Faktor predisposisinya antara lain lingkungan yang hangat dan lembab, pakaian yang ketat, kegemukan dan penggunaan obat glukokortikoid.
3. EtiologiDermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea corporis, penyebab yang paling umum adalah T. rubrum, T. mentagrophytes, T. canis dan T. tonsurans.1,2,3,5 Pada tinea cruris penyebabnya hampir sama dengan tinea corporis. Penyebab tinea cruris yang tersering yaitu: T. rubrum, T. mentagrophytes, atau E. Floccosum.
4. PatofisiologiInfeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.1. Perlekatan. Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik2. Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.3. Perkembangan respons host. Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.2,3,4
5. Gejala KlinisPenderita merasa gatal, dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah. wujud lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi, menahun.1,2Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang
di tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang sering disebut dengan sentral healing1,2Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat terlihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan memberi gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi.Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.1,2Pada tinea cruris kelainannya dapat bersifat akut dan menahun, bahkan seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas tegas pada daerah genito-krural, atau meluas ke sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada didaerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea cruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia.5
6. Diagnosis1,5,8Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang diderita pasien. Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai, dada, perut atau punggung. Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang yang terinfeksi atau hewan atau objek yang baru terinfeksi. Pasien mungkin mengalami gatal-gatal, nyeri atau pasien dapat merasa sensasi terbakar.1,5Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Ao, yang jika didekatkan pada lesi akan timbul warna kehijauan. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas bahan alas (objek glass), kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemnasan sediaan basah diatas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan dihentikan. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai.
Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker superchroom blue black.1Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Biakan memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama dan sensitivitasnya kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.8
7. Diagnosa Banding Tidaklah begitu sukar untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mericuhkan diagnosis itu, misalnya dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.1,5Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Gambaran klinis yang khas dari dermatitis seboroika adalah skuamanya yang berminyak dan kekuningan. 1Psoriasis pada stadium penyembuhan menunjukkan gambaran eritema pada bagian pinggir sehingga menyerupai tinea. Perbedaannya ialah pada psoriasis terdapat tanda-tanda khas yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetes lilin, dan fenomena auspitz. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung. 1Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea korporis, skuamanya halus sedangkan pada tinea korporis kasar. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya. 1,5
8. PenatalaksanaanTerapi yang dapat diberikan pada pasien bervariasi tergantung derajat lesi yang ada. Prinsip pengobatan pada tinea kruris lebih kurang sama dengan prinsip pengobatan tinea korporis
8.1 Terapi topikalTerapi ini direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada jaringan. Pada masa kini selain obat-obat topical konvensional, misalnya asam salisil 2-4%, asam benzoate 6-12%, sulphur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna (hijau brilian dalam cat Castellani) dikenal banyak obat topical baru. Obat-obat baru ini diantaranya tolnaftat 2%; tolsiklat, haloprogin, berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semua obat-obat baru ini memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.Berikut obat yang sering digunakan :1. Topical azol terdiri atas: Econazol 1 %, Ketoconazol 2 %, Clotrimazol 1%, Miconazol 2% dll. Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur. 2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3 epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran sel jamur, yaitu naftifine 1%, butenafin 1%. Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas. 1.2,4,9,10
8.2 Terapi sistemikPedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal.1. Griseofulvin. Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25 mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan. 2. Ketokonazol. Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk golongan imidazol. Dosisnya 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan 3. Flukonazol. Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan
imidazol, namun absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.4. Itrakonazol. Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan makanan.5. Amfoterisin B. Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol. 1.2,4,9,10