BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA METODOLOGI DAN TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK UNTUK MEMPEROLEH BUKTI DALAM RANGKA PENGUJIAN KEBENARAN MATERIIL YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN NEGARA (Dibuat Untuk Tugas Mata Diklat Seminar Pemeriksaan Keuangan Negara) Oleh: Akhmad Purwanto
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BADAN PEMERIKSA KEUANGANREPUBLIK INDONESIA
METODOLOGI DAN TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK UNTUK
MEMPEROLEH BUKTI DALAM RANGKA PENGUJIAN
KEBENARAN MATERIIL YANG MENGAKIBATKAN
KERUGIAN NEGARA
(Dibuat Untuk Tugas Mata Diklat Seminar Pemeriksaan Keuangan
Metodologi dan Teknik Pemeriksaan Fisik untuk Memperoleh Bukti
Dalam Rangka Pengujian Kebenaran Materiil yang Mengakibatkan
Kerugian Negara
Abstrak
BPK sebagai satu-satunya lembaga yang melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara mempunyai kewenangan melaksanakan tiga jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). PDTT merupakan pemeriksaan di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja, termasuk didalamnya pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern, yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. PDTT yang dilakukan BPK sering menghasilkan Temuan Pemeriksaan yang mengakibatkan kerugian negara yang berpotensi ditindaklnjuti oleh Aparat Penegak Hukum. Temuan Pemeriksaan yang mengakibatkan kerugian negara sebagian besar diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, sehingga diperlukan metodologi dan teknik
2
pelaksanaan pemeriksaan yang tepat, serta penggunaan sarana dan prasarana yang memadai untuk memperoleh bukti dalam rangka pengujian kebenaran materiil yang mengakibatkan kerugian dapat diterima secara hukum.
Kata Kunci : Bukti, Pemeriksaan, Kebenaran Materill, Hukum
A. Latar Belakang
Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal
6 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), BPK mempunyai kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan
yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT)
menyatakan bahwa PDTT adalah pemeriksaan yang bertujuan memberikan
simpulan atas hal yang diperiksa, dan dapat bersifat eksaminasi (pengujian),
reviu, atau prosedur yang disepakati (agreed upon procedurs). Salah satu
jenis pemeriksaan PDTT yang yang paling sering dilakukan adalah PDTT yang
bersifat eksaminasi atas Belanja Infrastruktur.
Pada PDTT atas Belanja Infrastruktur, melalui pemeriksaan fisik sering
ditemukan Temuan Pemeriksaan yang mengakibatkankan kerugian negara
dengan nilai yang cukup signifikan yang oleh Aparat Penegak Hukum (APH)
dilanjutkan ke tahap penyelidikan dan penyidikan atas Tindak Pidana Korupsi
(TPK) untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu ada pihak ketiga yang menggugat Temuan Pemeriksaan BPK ke
Pengadilan karena menganggap Teknik dan Prosedur Pemeriksaan BPK tidak
tepat dan bukti yang kuat. Untuk mengantisipasi hal tersebut Temuan PDTT
khususnya yang didapatkan dari pemeriksaan fisik harus didukung bukti
yang sesuai dengan standar dan diterima secara hukum.
B. Permasalahan
1. Bagaimana mengidentifikasikan apakah suatu temuan merupakan
kelebihan pembayaran atau kekurangan volume fisik pekerjaan?
2. Bagaimana bukti pemeriksaan yang merupakan hasil analisis tim bisa
menjadi bukti persidangan yang kuat?
3
3. Apakah permasalahan terkait kompetensi dalam melaukan pengujian
pekerjaan fisik? serta apakah ada keterkaitannya dengan sarana atau
prasarana perangkat pengujian?
C. Landasan Teori
1. Diskripsi Temuan yang Merupakan Kelebihan Pembayaran dan
Kekurangan Volume Fisik Pekerjaan
Berdasarkan Lampiran III.1 Keputusan BPK Nomor 5/K/I-XIII.2/8/2010
tanggal 27 Agustus 2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan
Pemeriksaan, Hal ini dinyatakan dalam kelompok temuan (101)
ketidakpatuhan pada kerugian negara/daerah atau perusahaan
negara/daerah. Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang (10103)
didefinisikan sebagai Barang yang diterima (kualitas maupun kuantitas)
kurang dari yang seharusnya misalnya pembangunan gedung seluas 200
m2 telah selesai dan dilakukan pembayaran 100%, hasil cek fisik
menunjukkan bahwa luas bangunan hanya 160 m2. Sedangkan kelebihan
pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dalam pengadaan
barang/jasa (10104) adalah adanya pembayaran terhadap suatu unsur
biaya dalam kontrak yang seharusnya tidak dilakukan, misalnya
berdasarkan analisa atas perhitungan biaya dalam kontrak pekerjaan
dengan menggunakan metode unit cost diketahui terdapat perhitungan
biaya yang seharusnya tidak diperhitungkan sehingga pembayaran yang
telah dilakukan melebihi prestasi pekerjaan yang diterima.
Dalam kasus kekurangan volume pekerjaan, pekerjaan yang
dilaksanakan kurang 100% tapi pembayaran dilakukan 100% sehingga
kerugian yang terjadi merupaan selisih antara uang yang telah dibayarkan
dengan nilai prestasi pekerjaan/barang yang diterima. Sedangkan
kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau
barang maksudnya adanya pembayaran terhadap suatu unsur biaya
dalam kontrak yang seharusnya tidak dilakukan.
2. Bukti Pemeriksaan dan Bukti Hukum
Berdasarkan PSA 01 SPKN, bukti pemeriksaan harus cukup,
kompeten, dan relevan. Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah
adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
4
terdakwa (Eddy O.S. Hiariej, Teori Hukum dan Pembuktian, hal 18). Dalam
sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief
wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang
dapat dipergunakan untuk pembuktian (Martiman Prodjohamidjojo, Sistem
Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19). Hal ini berarti bahwa di luar dari
ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.
Berdasarkan Petujuk Teknis Pemeriksaan Investigatif, agar bukti-
bukti dapat diterima menurut hukum di persidangan, pemeriksa BPK
antara lain harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Jenis-jenis Bukti:
1) Bukti utama adalah bukti asli yang mewakili secara langsung suatu
transaksi/ kejadian. Bukti utama menghasilkan kepastian yang
paling kuat atas fakta.
2) Sedangkan bukti tambahan lebih rendah mutunya jika dibandingkan
dengan bukti utama. Bukti tambahan tidak dapat digunakan dengan
tingkat keandalan yang sama dengan bukti utama;
3) Bukti langsung merupakan fakta tanpa kesimpulan ataupun
anggapan. Bukti ini menjelaskan suatu fakta atau materi yang
dipersoalkan. Suatu bukti dapat dikatakan langsung jika didukung
dengan pihak yang mempunyai pengetahuan nyata mengenai
persoalan yang bersangkutan dengan menyaksikannya sendiri.
Dalam hal adanya uang suap (kickbacks), bukti langsung yang
diperlukan adalah check dari pemasok;
4) Bukti tidak langsung mengungkapkan secara tidak langsung suatu
tindak pelanggaran atau fakta dari seseorang yang mungkin
mempunyai niat atau motif melakukan pelanggaran. Dalam kasus
uang suap, penyimpanan uang dari sumber yang tidak dikenal ke
rekening seseorang pada waktu berdekatan dengan perbuatan
jahat, dapat merupakan bukti tidak langsung. Bukti tidak langsung
digunakan untuk menetapkan suatu fakta dengan didukung oleh
bukti lainnya yang setingkat dengan fakta yang diperiksa. Meskipun
bukti ini mungkin benar,tetapi bukti tidak langsung tidak dapat
menetapkan suatu fakta secara meyakinkan.
b. Kuantitas dan Kualitas Bukti
5
Berdasarkan pasal 183 KUHAP, penjatuhan pidana pada orang yang
didakwa melakukan suatu tindak pidana harus didasarkan pada
sekurang–kurangnya dua alat bukti dan keyakinan hakim. Meskipun
pemeriksa BPK dalam sistem hukum Indonesia bukan merupakan
penyelidik dan atau penyidik seperti yang diatur dalam KUHAP, namun
dalam pelaksanaan tugasnya pemeriksa BPK patut mempertimbangkan
hal–hal yang dapat mendukung dipenuhinya ketentuan pasal 183
KUHAP ini. Agar bukti yang dikumpulkan dapat diterima menurut
hukum, maka bukti harus relevan, material, dan kompeten.
3. Kompetensi dalam Pengujian Pekerjaan Fisik
SPKN PSP 01 Paragraf 27 antara lain menyatakan bahwa
pemeriksaan dilakukan oleh personil yang mempunyai kompetensi
profesional dan secara kolektif mempunyai keahlian dan pengetahuan
yang memadai, SPKN PSP 01 Paragraf 30 SPKN menyatakan bahwa
Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang
dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan
evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti.
Bab III Paragraf 5 Standar Kompetensi Pemeriksa menyatakan bahwa
pemeriksa antara lain mempunyai kompetensi pengumpulan data
pemeriksaan, yaitu kemampuan untuk mengumpulkan data pemeriksaan,
guna memperoleh bukti pemeriksaan yang dapat menjawab tujuan
pemeriksaan, memiliki kompetensi teknik pemeriksaan, mampu
memahami data, serta metode pengumpulan data pemeriksaan., dengan
rincian sebagai berikut:
a. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai data apa saja yang
akan dikumpulkan;
b. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai kelebihan dan
kelemahan metode-metode pengumpulan data (misalnya melalui
metode alat uji berupa tes, observasi, kuesioner, wawancara,
sosiometri).
4. Kebenaran Materiil Dalam Hukum Pidana
Menurut R. Soepomo, pembuktian dalam arti yang luas yaitu
membenarkan hubungan hukum atau memperkuat kesimpulan hakim
dengan syarat-syarat bukti yang sah. Pembuktian bertujuan untuk
mendapatkan kebenaran suatu peristiwa atau hak yang diajukan kepada
hakim. Para praktisi hukum membedakan tentang kebenaran yang dicari
6
dalam hukum perdata dan hukum pidana. Dalam hukum perdata,
kebenaran yang dicari oleh hakim adalah kebenaran formil, sedangkan
dalam hukum pidana, kebenaran yang dicari oleh hakim adalah kebenaran
materiil. Dalam praktek peradilan, sebenarnya seorang hakim dituntut
mencari kebenaran materiil terhadap perkara yang sedang diperiksanya,
kerena tujuan pembuktian itu adalah untuk meyakinkan hakim atau
memberikan kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwa-peristiwa
tertentu.
D. Pembahasan
1. Indentifikasi Temuan Merupakan Kelebihan Pembayaran atau Kekurangan
Volume Fisik Pekerjaan
Kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa antara lain
disebabkan oleh kemahalan harga, kurang volume pekerjaan, kelebihan
perhitungan atas pembayaran yang melebihi ketentuan. Dengan
demikian kekurangan volume merupakan salah satu penyebab terjadinya
kelebihan pembayaran. Sedangkan kelebihan pembayaran yang
disebabkan kelebihan perhitungan (selain kekurangan volume pekerjaan
dan atau barang) Contoh kasus : biaya dalam kontrak pekerjaan dengan
menggunakan metode unit cost diketahui terdapat perhitungan biaya
yang tidak seharusnya diperhitungkan sehingga pembayaran yang telah
dilakukan melebihi prestasi pekerjaan yang diterima.
Namun belum tentu semua temuan kekurangan volume
mengakibatkan kelebihan pembayaran, yaitu kekurangan volume atas
pekerjaan yang termin pembayarannya belum dilakukan. Contok kasus :
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik atas pekerjaan pembangunan gedung
dengan nilai kontrak sebesar Rp500 juta diketahui bahwa ada pekerjaan
pembangunan gedung kantor yang sedang dalam proses pengerjaan oleh
rekanan. Pekerjaan telah selesai 100% sesuai dengan Berita Acara Serah
Terima Pekerjaan, pembayaran termin terakhir belum dibayar dan
rekanan baru menerima pembayaran uang muka sebesar 30% dari nilai
kontrak atau Rp150 juta. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa
terdapat kekurangan volume fisik pekerjaan yaitu dengan total nilai
temuan sebesar Rp25 juta. Temuan ini kekurangan volume ini tidak
mengakibatkan kelebihan pembayaran jika pembayaran termin terakhir
7
kepada rekanan dikurangi nilai kekurangan volume fisik pekerjaan sebesar
Rp25 juta.
Contoh kasus:
Pada Temuan no. 6-1 dalam LHP PDTT atas Belanja Daerah Kabupaten
Malang Tahun Anggaran 2010 dengan judul Temuan Pelaksanaan Dua
Pekerjaan Rehabilitasi/Pemeliharaan Jaringan Irigasi pada Dinas PU
Pengairan serta Dua Pekerjaan Pembangunan Saluran Drainase pada
Dinas PU Bina Marga dan Dinas PU Cipta Karya Tidak Sesuai Kontrak
Sebesar Rp21 juta, akibatnya dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Kelebihan pembayaran kepada kontraktor sebesar Rp1 juta (karena
pembayaran termin terakhir sudah dibayarkan kepada rekanan);
b. Potensi kelebihan pembayaran kepada kontraktor sebesar Rp20 juta
(karena pembayaran termin terakhir belum dibayarkan kepada
rekanan).
2. Bukti Pemeriksaan yang Merupakan Hasil Analisis Tim Bisa Menjadi Bukti
Kuat di Persidangan
Bukti pemeriksaan yang didapatkan dari pemeriksaan dan hasil
analisis Tim Pemeriksa agar bisa menjadi bukti yang kuat harus
mencerminkan kebenaran materiil, cukup, kompeten, dan relevan. Berikut
ini akan diuraikan bagaimana suatu bukti pemeriksaan dapat
dikembangkan lebih lanjut menjadi bukti hukum dalam rangka
mendukung proses penegakan hukum di persidangan, dengan melakukan
analisis masing–masing jenis bukti pemeriksaan dikaitkan dengan
kemungkinan bukti hukum yang dapat diperoleh dari bukti pemeriksaan
yang bersangkutan:
a. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan (pengujian) fisik, pemeriksa memeriksa fisik atau
penghitungan terhadap fisik aset dari instansi yang diperika. Dokumen
hasil pemeriksaan fisik adalah Berita Acara Pemeriksaan fisik (BAP)
yang ditandatangani oleh pemeriksa maupun pejabat dari instansi
yang diperiksa.
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksa harus melakukan aktivitas sebagai
berikut:
1) Pemeriksa menyaksikan sesuatu (fisik aset atau keadaan tertentu);
2) Pemeriksa menandatangani dokumen;
8
3) Pemeriksa melakukan penilaian berdasarkan keahliannya
(pengendalian atas aset yang tidak memadai atas aset yang
diperiksa).
Berdasarkan fakta-fakta pemeriksaan fisik, bukti hukum yang dapat
dikembangkan adalah:
1) Keterangan saksi
Pemeriksa dapat diminta sebagai saksi sehubungan dengan apa
yang ia lihat sendiri, dengar sendiri atau alami sendiri (pasal 1
angka 27 KUHAP). Pemeriksa juga dapat didengar keterangannya
sebagai saksi sehubungan dengan pelaksanaan program
pemeriksaan yang harus dijalankannya.
2) Surat
BAP fisik yang ditandatangani oleh pemeriksa dan pejabat dari
instansi yang diperiksa dapat memenuhi ketentuan hukum sebagai
bukti surat sepanjang didukung dengan alat pembuktian yang lain
(pasal 187 huruf d KUHAP).
Contoh: Dalam BAP fisik disebutkan bahwa traktor yang ada hanya
dua unit (sesuai kontrak seharusnya tiga unit). Pemeriksaan
menunjukkan bahwa alat tersebut merupakan alat yang harus
diimpor. Dari bukti impor barang, ternyata barang yang diimpor
hanya dua unit. Berdasarkan ini maka BAP fisik dapat dijadikan alat
bukti surat karena diperkuat dengan alat pembuktian lain, yaitu
bukti impor barang.
3) Keterangan ahli
Pemeriksa dapat diminta pendapatnya sehubungan dengan hal
yang berkaitan dengan pemeriksaan fisik tersebut, misalnya
bagaimana pengendalian atas suatu pekerjaan pembangunan jalan
serta kuantitas dan kualitas jalan tersebut pada saat pemeriksaan.
Perlu diperhatikan bahwa Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan
teknik dan metodologi yang tepat dan didokumentasikan dengan baik
agar tidak menjadi celah hukum yang dapat
dipermasalahkan/dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait.
9
Contoh kasus:
Hasil audit BPK terhadap proyek pembangunan jalur alternatif
Argomulyo-Sidorejo tahun 2005 menyatakan proyek tersebut
menyebabkan kerugian negara Rp 267 juta. Dua tersangka kasus
dugaan korupsi pembangunan ini, Nugroho Budi Santoso dan Saryono,
akhirnya ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Salatiga, CV Kencana
menggugat perdata BPK Perwakilan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta
senilai Rp1,005 triliun dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga Rp5
miliar. Gugatan itu didaftarkan di Pengadilan Negeri Salatiga, Senin
(22/2/2010). Auditor BPK Mulyono dilaporkan Direktur CV Kencana ke
Polres Salatiga. Auditor ini dinilai telah membuat surat/dokumen palsu
terkait pemeriksaan proyek yang telah dilakukan pada 2006.yang tidak
melengkapinya dengan berita acara. Lalu saat melakukan core drill,
hasilnya dibawa ke Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan beberapa hari
kemudian baru diukur dan tidak ada yang menyaksikan, serta tidak
dilengkapi berita acara (Majalah Pemeriksa, Edisi 121/2010).
b. Konfirmasi
Bukti konfirmasi diperoleh dengan mengajukan pertanyaan dalam
rangka mendapatkan penegasan dari pihak lain. Bukti konfirmasi
tertulis yang diperoleh saat pemeriksaan merupakan bukti surat
sepanjang didukung dengan bukti lain yang sah (pasal 187 huruf d
KUHAP).
Contoh: berdasarkan hasil konfirmasi kepada pihak ketiga diketahui
rekanan memberikan potongan harga atas pengadaan traktor oleh
Dinas Pekerjaan Umum, potongan harga ini tidak dilaporkan dan
dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, pemeriksa melakukan
wawancara dengan pihak terkait dan diperoleh hubungan saling
mendukung antara hasil konfirmasi dengan hasil wawancara tersebut,
maka bukti konfirmasi dapat dijadikan bukti surat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bukti pemeriksaan yang diperoleh dari hasil
pengujian yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap dokumen dan
catatan yang mendukung informasi pemeriksaan. Contoh dokumen
adalah dokumen pelelangan, kontrak, bukti pembayaran.
Dokumen dapat menjadi bukti surat jika sesuai dengan pengertian
bukti surat menurut huruf a, b, c atau d dari pasal 187 KUHAP.
10
Dokumen yang diperoleh harus asli, padahal umumnya pemeriksa
memperoleh dokumen fotocopy. Dari sisi hukum pidana agar fotocopy
tersebut dapat diterima sebagai alat bukti yang mendukung dakwaan,
maka harus dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal
syarat-syarat sebagai bukti surat tidak terpenuhi, maka dokumen
tersebut dapat dijadikan bukti petunjuk bagi hakim (untuk kasus tindak
pidana korupsi atau pencucian uang).
Contoh:
Dalam pelaksanaan PDTT atas Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi
th 2009, ditemukan bahwa realisasi fisik pekerjaan belum selesai,
namun telah dilakukan pembayaran sebesar 100% yang dicairkan ke
rekening rekanan. Dalam kasus ini pemeriksa harus mendapatkan
bukti utama (asli) berupa : kontrak, laporan konsultan pengawas,
berita acara serah terima pekerjaan, SP2D, rekening kas daerah pada
tanggal transaksi, nota transfer.
d. Observasi
Observasi adalah jenis bukti pemeriksaan yang digunakan untuk
menilai aktivitas tertentu dari instansi yang diperiksa oleh pemeriksa
dengan menggunakan indera. Dalam pengungkapan dugaan tindak
pidana korupsi atau pencucian uang, hasil observasi yang dituangkan
dalam kertas kerja pemeriksaan dapat digunakan oleh hakim sebagai
bukti
petunjuk. Observasi juga dapat dikembangkan menjadi alat bukti
keterangan saksi, yaitu
pemeriksa diminta untuk menjadi saksi atas apa yang dilihat, didengar,
dan dialami sendiri. Saksi disini adalah saksi dalam pengertian saksi
berantai (ketting bewijs).
e. Tanya jawab dengan instansi yang diperiksa
Tanya jawab merupakan salah satu cara pemeriksa melakukan
pengujian atas apa yang menjadi obyek pemeriksaan. Bukti
pemeriksaan yang berasal dari tanya jawab ini mempunyai tingkat
keandalan yang lebih rendah dibandingkan bukti pemeriksaan lain
yang telah dijelaskan di atas. Tanya jawab dapat menjadi alat bukti
keterangan saksi jika tanya jawab dilakukan oleh aparat penyidik yang
dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan dalam tahap
penyidikan. Perlu diingat tanya jawab yang dilakukan oleh pemeriksa
11
terhadap pihak terkait dengan dugaan penyimpangan, apa yang
terungkap dapat digunakan oleh penyidik untuk kepentingan
penyidikan.
f. Prosedur analitis
Prosedur analitis merupakan jenis bukti pemeriksaan yang diperoleh
melalui pembandingan antara satu data dengan data lainnya. Hasil
pembandingan ini dapat digunakan pemeriksa untuk menyimpulkan
apakah suatu transaksi mengandung penyimpangan atau tidak. Hasil
dari prosedur analitis biasanya menghasilkan suatu indikasi. Pemeriksa
perlu membuktikan kebenaran material atas indikasi tersebut. Dalam
pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi atau pencucian uang,
hasil prosedur analitis yang dituangkan dalam kertas kerja
pemeriksaan dapat digunakan oleh hakim sebagai bukti petunjuk oleh
APH.
Contoh:
Dalam pelaksanaan PDTT atas Belanja Daerah diketahui satu pemda
membeli 20 unit traktor seharga masing-masing 200 juta, pada periode
yang sama pemda lain mengadakan traktor dengan harga setiap
unitnya 150 juta. Dalam kasus ini Pemeriksa harus melakukan
konfirmasi ke penyedia jasa harga pembelian riil traktor, dan
melakukan konfirmasi ke penyedia jasa lain harga pembelian traktor
dengan spesifikasi yang sama pada periode tersebut.
3. Kompetensi dalam melakukan pengujian pekerjaan fisik serta apakah ada
keterkaitannya dengan sarana atau prasarana perangkat pengujian
Sesuai SPKN dan Standar Kompetensi, Pemeriksa harus mempunyai
kompetensi untuk menentukan teknik dan prosedur pemeriksaan yang
tepat untuk menguji kebenaran materiil dari suatu transaksi. Meskipun
pemeriksa BPK dalam sistem hukum Indonesia bukan merupakan
penyelidik dan atau penyidik seperti yang diatur dalam KUHAP, namun
dalam pelaksanaan tugasnya pemeriksa BPK patut mempertimbangkan
hal–hal yang dapat mendukung dipenuhinya ketentuan pasal 183 KUHAP
ini.
Agar bukti pemeriksaan khususnya pemeriksaan fisik mencerminkan
kebenaran materiil sehingga mempunyai kekuatan untuk menjadi bukti
hukum persidangan, hal yang harus diperhatikan, sebagai berikut:
12
a. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode yang diatur dalam
peraturan teknis
Misalnya :
- Pemilihan sampel pada pemeriksaan fisik jalan disesuaikan dengan
metode pengukuran untuk pembayaran yang dilakukan
Kementrian/Dinas PU, sesuai dengan Spesifikasi Umum yang
diperkuat SNI yang mengatur antara lain bahwa:
- “Jumlah Titik Uji, n = (L)1/3; Bila Panjang (L) = 1000 m, maka n =
(1000)1/3 = 10 Titik”, atau metode lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
b. Pengujian kualitas dilakukan dengan sarana dan prasarana dan metode
pengujian yang mempunyai tingkat validitas tinggi oleh pihak yang
kompeten
Misalnya :
- Pengujian Aspal di lab. terkait kepadatan, kadar aspal (ekstraksi),
dan gradasi agregat;
- Uji di kubus/silinder di lab atas kuat tekan beton;
- Uji tarik besi beton di lab.
Jika dalam pemeriksaan fisik menggunakan alat pengujian yang tidak
memiliki validitas tinggi, misalnya hammer test untuk menguji kualitas
beton, maka jika menemukan indikasi ketidaksesuaian kualitas yang
signifikan lanjutkan dengan pengujian yang memiliki validitas tinggi,
misalnya ambil sampel dengan core beton untuk selanjutnya dilakukan
dilakukan pengujian kuat tekan beton di lab.
Contoh kasus:
Pada pelaksanaan PDTT atas Belanja Daerah Kabupaten Malang TA
2010, Pada tanggal 27 November 2010, Tim Pemeriksa BPK RI
melakukan pemeriksaan fisik atas kualita beton pada Pekerjaan
Penahan Dinding Jalan pada Pekerjaan Pembangunan Jalan Lingkar
Barat II melalui hammer test (Hasil pemeriksaan kualitas beton sesuai
Laporan Hasil Pengujian Tim Pendampingan BPK RI No.02.21.12/LBK-
BPK RI/2010) diketahui bahwa kualitas beton untuk kuat tekan beton
rata-rata (f’cr) adalah 179,62 kg/cm2 atau disetarakan hanya
memenuhi kualitas Beton Klas 175, karena ada indikasi kualitas
pekerjaan beton pada beberapa titik pengecoran kualitasnya di bawah
spesifikasi kontrak namun tingkat validitasnya rendah, maka pada
13
tanggal 1 Desember 2010 dilakukan pengambilan sampel beton
(cordrill beton) untuk dikirim ke Lab Teknik Sipil ITN Malang dan hasil
uji kuat tekan beton di lab menunjukkan kualitas beton yang disampel
kuat tekannya adalah 178,18kg/cm². Selanjutnya dibuat Temuan
Pemeriksaan dengan mendasarkan hasil uji lab.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pemeriksaan
adalah jangan mendasarkan hasil pemeriksaan hanya pada dokumen
formal terutama untuk transaksi yang nilainya material dan memiliki risiko
tinggi karena seringkali dokumen hanya mencerminkan kebenaran formal
bukan materiil.
Contoh:
Pada PDTT atas Belanja Infrastruktur, jika hanya mendasarkan pada
dokumen fisik seperti berita acara serah terima pekerjaan dan realisasi
SP2D seringkali realisasi kuantitas dan kualitas fisik pekerjaan telah
dilaporkan sesuai kontrak dan telah selesai 100% pada tanggal 31
Desember, namun kenyataannya banyak pekerjaan yang realisasi
kuantitas dan kualitas fisiknya tidak sesuai kontrak dan belum selesai.
Dengan demikian dokumen tidak mencerminkan kebenaran materiil dan
harus diuji secara fisik.
E. Kesimpulan
Kekurangan volume atas pekerjaan yang telah dibayar berakibat
kelebihan pembayaran, kecuali pembayaran belum dilakukan 100%.
Kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa juga dapat disebabkan
oleh selain dari kekurangan volume pekerjaan seperti oleh kemahalan harga,
kelebihan perhitungan atas pekerjaan yang seharusnya tidak dibayarkan dan
sebagainya.
Bukti pemeriksaan berbeda dengan bukti hukum namun dalam
pelaksanaan pemeriksaan semua Temuan Pemeriksaan harus didasarkan
pada bukti pemeriksaan yang menujukkan kebenaran materiil, untuk itu bukti
pemeriksaan harus cukup, kompeten, dan relevan. Selain itu, untuk
pemeriksaan fisik penggunaan metode dan sarana prasarana harus menjadi
perhatian berkaitan dengan ketepatan teknik dan metodologi pemeriksaan,
serta sarana dan prasarana yang digunakan untuk melakukan pengujian.
Dengan demikian Temuan Pemeriksaan mencerminkan kebenaran materiil
dan menutup celah bagi pihak-pihak yang ingin menggugat Hasil
Pemeriksaan BPK.
14
F. Saran (Rekomendasi)
Tingkatkan pemahaman dan kemampuan dalam pemerolehan dan analisis
bukti pemeriksaan, termasuk peningkatan pemahaman akan hubungan
antara bukti pemeriksaan dengan alat bukti yang akan digunakan dalam
persidangan.
Daftar Pustaka
- Biro Humas dan Luar Negeri BPK RI, “BPK dalam Ranah Hukum”, Majalah
Pemeriksa, Edisi 12 Agustus 2010, Tahun XXX;
- Direktur Jenderal Bina Marga, “Spesifikasi Umum untuk Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi dan Perencanaan Teknis Jalan dan Jembatan di Lingkungan
Direktorat Jenderal Pekerjaan Umum”, Edisi November 2010;
- Eddy O.S Hiariej, “Teori dan Hukum Pembuktian”, Penerbit Erlangga, 2012;
- Keputusan BPK RI Nomor 27/K/I-XIII.2/1/2009 tanggal 27 Februari 2009
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu;
- Keputusan BPK RI Nomor /K/I-XIII.2/12/2008 tanggal Desember 2008 tentang
Petunjuk Teknis Pemeriksaan Investigatif atas Indikasi Tindak Pidana
Korupsi yang Mengakibatkan Kerugian Negara/Daerah;
- Keputusan BPK RI Nomor 5/K/I-XIII.2/8/2008 tanggal 27 Agustus 2010 Petunjuk
Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan;
- Keputusan Sekretaris Jenderal BPK RI Nomor 335/K/X-XIII.2/7/2011 tanggal 27
Juli 2011 tentang Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK RI;
- Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
- Margareth Carla Rampengan, Fungsi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan
Pemeriksa Keuangan Dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi, Lex Crimen
Vol. II/No.2/Apr-Jun/2013;
- Peraturan BPK RI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara;
- Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
- Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
- Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Belanja Daerah Kabupaten
Banyuwangi Tahun Anggaran 2009;
- Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Belanja Daerah Kabupaten Malang
Tahun Anggaran 2010;
15
Eddy O.S Hiariej, “Teori dan Hukum Pembuktian”, Penerbit Erlangga,
2012;
Hukum pembuktian merupakan ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian yang meliputi alat bukti,
barang bukti, cara mengumpulkan dan memperoleh bukti sampai pada penyampaian bukti di pengadilan
serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian. Sementara itu, hukum pembuktian pidana adalah
ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian yang meliputi alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan
dan memperoleh bukti sampai pada penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan
beban pembuktian dalam perkara pidana. Berkaitan dengan hukum pembuktian yang akan dibahas
dalam buku ini, selain akan dibahas mengenai teori-teori pembuktian, juga dibahas perihal alat-alat bukti
termasuk pula barang bukti; cara mengumpulkan, memperoleh dan menyampaikan bukti di pengadilan;
kekuatan pembuktian dan beban pembuktian atau bewijslast. Fokus hukum pembuktian dalam buku ini
adalah hukum pembuktian pidana, meskipun beberapa hal terkait hukum pembuktian dalam perkara