Page 1
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 1/48
1
BAB I
PendahuluanPajak adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan rakyat yang
beragam, termasuk keamanan, pelayanan kesehatan, pendidikan, pengaturan lalu lintas,
penggunaan jalan dan jembatan, berbagai jenis perizinan dsb. Seolah-olah semua jasa
pemerintah harus dibayar walaupun telah dibayar pajak. Peran dari anggaran pendapatan
belanja sangat penting demi untuk menentukan harga jasa pemerintah yang harus dibayar
rakyat, dan menertibkan pengenaan pajak, retribusi ataupun pungutan lain.
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga,
perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran.
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan
negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai belanja pegawai
sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum
seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam
rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat
dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah
yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa
peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang
jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi
redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih
tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan
syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya
kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
Page 2
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 2/48
2
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Negara dan
Pajak Daerah.
A. PAJAK NEGARA
Pajak Negara yang berlaku sampai saat ini adalah:
I. Pajak Penghasilan
Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah undang-undang no.7 tahun 1984
sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.17 tahun 2000. undang-
undang pajak penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti UU pajak
perseroan 1925, UU pajak pendapatan 1944, UU PDBR 1970.
II. Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN & PPn BM).
Dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah undang-undang no.8 tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.18 tahun 2000. undang-
undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 april 1985 dan merupakan
pengganti UU pajak Penjualan 1951.
III. Bea Materai
Dasar hukum pengenaan bea materai adalah undang-undang no.13 tahun 1985. undang-
undang bea materai berlaku mulai tanggal 1 januari 1986 menggantikan peraturan dan
undang-undang bea materai yang lama (aturan bea materai 1921).
IV. Pajak bumi dan bangunan (PBB)
Dasar hukum pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah undang-undang no.12 tahun
1985 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang no.12 tahun 1994. undang -
undang PBB berlaku mulai tanggal 1 januari 1986 dan merupakan pengganti.
a. ordonansi pajak rumah tangga tahun 1908.
b.ordonansi verponding Indonesia tahun 1923.
c.Ordonansi pajak kekayaan tahun 1932.
d.Ordonansi verponding tahun 1928.
e.Ordonansi pajak jalan tahun 1942.
f.Undang-undang darurat nomor 11 tahun 1957 khususnya pasal 14 huruf j, k, l.
g.Undang-undang nomor 11 Prp.tahun 1959 pajak hasil bumi.
Page 3
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 3/48
3
V. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
Dasar hukum pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah undang-
undang no.2
1 tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undangno.20 tahun 2000. undang-undang BPHTB berlaku sejak tanggal 1 januari 1998
menggantikan Ordonansi bea balik nama staasblad 1924 No.291.
B. PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah undang-undang no.18
tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan undang-undang no.34 tahun 2000.
Jenis pajak dan objek pajak
Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Pajak Propinsi, terdiri dari:
a.pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
b.Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
c.Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
d.Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
2.Pajak Kabupaten/Kota; terdiri dari:
a.pajak hotel.
b.Pajak restoran.
c.Pajak hiburan
d.Pajak reklame
e.Pajak penerangan jalan.
f.Pajak pengambilan bahan galian golongan C
g.Pajak parkir
h.Pajak lain-lain.
Page 4
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 4/48
4
Tarif pajak
1.pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di
atas air sebesar 5 % (lima persen)
2.Bea balik nama kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air sebesar 10 % (sepuluh
persen)
3.Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
sebesar 5 % (lima persen)
4.Pajak pengambilan dan pemanfaatan air
bawah tanah dan air permukaan sebesar 20 %
(dua puluh persen)
5.pajak hotel sebesar 10 % (sepuluh persen)
6.Pajak restoran sebesar 10 % (sepuluh
persen)
7.Pajak hiburan sebesar 35 % (tiga puluh lima
persen)
8.Pajak reklame sebesar 25 % (dua puluh lima
persen)
9.Pajak penerangan jalan sebesar 10 %
(sepuluh persen)
10.Pajak pengambilan bahan galian golongan
C sebesar 20% (dua puluh persen)
11.Pajak parkir sebesar 20 % (dua puluh
persen).
Jenis retribusi daerah
1.Retribusi jasa umum
a.Retribusi pelayanan kesehatan
b.Retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan.
c.Retribusi pengganti biaya cetak kartu tanda
penduduk dan akte catatan sipil.
d.Retribusi pelayanan pemakaman dan
pengabuan mayat.
e.Retribusi pelayanan parker di tepi jalan
umum.
f.Retribusi pelayanan pasar.
g.Retribusi pengujian kendaraan bermotor.
h.Retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran.
i.Retribusi penggantian biaya cetak peta.
j.Retribusi pengujian kapal perikanan.
2.retribusi jasa usaha
a.Retribusi pemakaian kekayaan daerah
b.Retribusi pasar grosir dan/ pertokoan
c.Retribusi tempat pelalangan
d.Retribusi terminal
e.Retribusi tempat khusus parkir.
f.Retribusi tempat penginapan
/pesanggrahan/villa
g.Retribusi penyedotan kakus
h.Retribusi rumah pemotongan hewan
i.Retribusi pelayanan pelabuhan kapal.
j.Retribusi tempat rekreasi dan olah raga.
k.Retribusi penyebrangan di atas air.
l.Retribusi pengolahan limbah cair
m.Retribusi penjualan produksi daerah.
Page 5
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 5/48
5
BAB II
Pajak Penghasilan (PPh) Umum
I. SUBYEK PAJAK
Subjek Pajak PPh Umum:
a. Orang Pribadi
b. Warisan yang belum terbagi
c. Badan
d. Bentuk Usaha Tetap
Y
ang tidak termasuk subyek pajak adalaha. Badan Perwakilan Negara Asing
b. Pejabat Perwakilan Diplomatik, Konsulat dan orang yang diperbantukan, dengan syarat :
i. Bukan WNI dan tidak mempunyai penghasilan lain di luar jabatannya.
ii. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbale balik.
iii. Pejabat Perwakilan Organisasi International dengan syarat : Bukan WNI dan tidak
mempunyai penghasilan lain di luar penghasilannya di Indonesia.
Page 6
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 6/48
6
Kewajiban Pajak Subyektif :
- Subyek Pajak dalam negeri pribadi, dimulai saat dilahirkan sampai dengan saat meninggal
atau mulai saat berada di Indonesia sampai dengan saat meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
- Subyek Pajak dalam negeri badan, dimulai saat didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia sampai dengan saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.
II. OBJEK PAJAK
Objek Pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak yang dapat dipakai untuk konsumsi dan untuk
menambah kekayaan.
a. Obyek Pajak Penghasilan
1) Penggantian/imbalan berkenaan dengan pekerjaan/jasa.
2) Hadiah dari undian/pekerjaan/kegiatan dan penghargaan.
3) Laba Usaha.
4) Keuntungan karena penjualan/pengalihan harta.
Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak adalah
1. Harta hibah, bantuan atau sumbangan yang diterima oleh: a). Keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat (orang tua dan anak kandung), b). Badan Keagamaan
(mengurus tempat-tempat ibadah dan tidak mencari keuntungan). c). Badan Pendidikan
yang semata-mata menyelenggarakan pendidikan yang tidak mencari keuntungan , d). Badan
Sosial yang kegiatannya semata-mata untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan,
panti jompo, yatim piatu, korban bencana alam, pemberian beasiswa, pelestarian lingkunganhidup, e). Orang Pribadi yang menjalankan usaha mikro/kecil dengan syarat memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan, tempat
usaha, dan mempunyai penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000,-.
Page 7
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 7/48
7
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan usaha sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah kecuali yang diberikan
oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang
menggunakan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit).
5. Pembayaran dari Perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, Asuransi kecelakaan, Asuransi Jiwa, Asuransi Dwiguna, dan asuransi Beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri,
Koperasi, BUMN/BUMD yang menerima
III. TARIF PAJAK (PASAL 17)
Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak adalah :
o Sampai dengan Rp 50.000.000,00 = 5 %
o Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 = 15 %
o Di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00 = 25 %
o Di atas Rp 500.000.000,00 = 30 %
IV. BENTUK USAHA TETAP
Yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia.
Page 8
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 8/48
8
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of
business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan
peralatan.Tempat usaha tersebut bersifat Permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dari Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak
bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan
dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau
Perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam
kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.
Perusahaan Asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima
pembayaran Premi Asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai,
perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa
peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah
bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Perpajakan Indonesia, bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak
Luar Negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, dapat dikatakan
sebagai BUT yang dapat berupa:
1. tempat kedudukan manajemen;
2. cabang perusahaan;
3. kantor perwakilan;
Page 9
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 9/48
9
4. gedung kantor;
5. pabrik;
6. bengkel;
7. pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pengeboran yang digunakan
untuk eksplorasi pertambangan;
8. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
9. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
10. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
11. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
12. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
Page 10
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 10/48
10
BAB III
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
A. PENGERTIAN PPH PASAL 21
Adalah pemotongan pajak oleh pihak lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi.
B. Wajib Pajak PPh Pasal 21
Orang Pribadi yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan
dari pemotong.
C. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 (disebut juga withholder)
a) Pemberi Kerja
b) Bendaharawan
c) Dana Pensiun , PT. Taspen, PT Astek, BP. Jamsostek
d)
Perusahaan Badane) Yayasan
D. Objek PPH Pasal 21
a) Penghasilan Teratur
b) Penghasilan TIdak Teratur
c) Upah Harian, Upah Mingguan, Upah satuan, dan Upah Borongan
d) Uang Tabungan Pensiun, Uang Tabungan hari Tua/THT, Uang Pesangon, dll.
e) Honorarium, Uang Saku, Hadiah, Penghargaan, Komisi, yang diterima oleh : TenagaAhli, Seniman, Musikus, Artis, Olahragawan, Pengajar, Pengarang, Pemberi Jasa, PDL
Asuransi, Penjaja Barang Dagangan, Peserta Perlombaan, dll.
Page 11
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 11/48
11
E. Ketentuan Penghitungan PPh 21 dan Contoh Penghitungannya
PTKP :
Keterangan Istilah Sebulan Setahun
Tidak Kawin
Kawin Tanpa Anak
Kawin 1 Anak
Kawin 2 Anak
Kawin 3 Anak
Kawin 3 Anak, IsteriKerja
TK
K/0
K/1
K/2
K/3
K/3, IK
Rp.1.320.000,-
Rp.1.430.000,-
Rp.1.540.000,-
Rp.1.650.000,-
Rp.1.760.000,-
Rp.3.0
80
.000
,-
Rp.15.840.000,-
Rp.17.160.000,-
Rp.18.480.000,-
Rp.19.800.000,-
Rp.21.120.000,-
Rp.36.960
.000
,-
Dengan ketentuan sebagai berikut :
y PTKP ditentukan pada keadaan per 1 Januari.
y Suami bekerja pada 1 kantor, tidak wajib SPT, PPh Pasal 21 dipotong di kantor (final).
y Penghasilan isteri sebagai karyawati tidak perlu digabung dengan penghasilan suami
walaupun suami wajib SPT. Namun, bila mana isteri pengusaha, maka hasil SPT isteri harus
dilaporkan pada SPT suami.
y PTKP isteri kerja, bilamana sebagai karyawati, diperhitungkan di kantornya yakni Rp110.000,-
sebulan. Sedangkan bilamana sebagai pengusaha, ditambahkan pada PTKP suami.
y Bilamana suami bekerja pada 2 sumber, wajib SPT dan penghasilan dari kedua sumber
tersebut dilaporkan pada SPT.
y Bilamana suami bekerja pada PT.A dan PT.B, sedangkan isteri sebagai karyawati pada PT.C
dan mempunyai usaha catering, tanggungan keluarga = 3 anak, maka suami wajib mengisi
SPT formulir 1770.
Page 12
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 12/48
12
Penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan.
1.
Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun danPTKP
2. Besarnya biaya pensiun yang diperkenankan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto
berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp 36.000,00 sebulan.
3. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
4. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.
Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai.
1. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.
2. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
3. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.
Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
1. Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan
atau terutang.
2. Perkiraan penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium
atau imbalan lain dengan nama apapun.
Penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian.
Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,00 tetapi tidak melebihi
Rp 240.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 maka besarnya PTKP yang
dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari
penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.
Page 13
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 13/48
13
Yang dimaksud dengan :
1.
Upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah harikerja;
2. Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;
3. Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang
dihasilkan;
4. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian
pekerjaan tertentu.
Penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus.
Dipotong pajak sebesar :
o 10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.
o 15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00
Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 17.280.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh
Pasal 21.
Penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
o Penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
o Atas hadiah dan penghargaan dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif sebesar 15% dari jumlah
bruto, dan bersifat final.
Petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi
Petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima
komisi.Atas komisi yang diterima diterapkan tarif sebesar 10% bersifat final dengan syarat
petugas tersebut bukan pegawai tetap.
Page 14
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 14/48
14
Contoh :
Misal, Tukul Arwana pegawai pada perusahaan PT Empat Mata, menikah tanpa anak, memperolehgaji sebulan Rp. 4.000.000,00. PT Empat Mata mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Empat Mata menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan
sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Tukul Arwana membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00%
dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Empat Mata juga mengikuti program pensiun untuk
pegawainya.
PT Empat Mata membayar iuran pensiun untuk Tukul Arwana ke dana pensiun, yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 140.000,00, sedangkan Tukul
Arwana membayar iuran pensiun sebesar Rp.100.000,00.
Perhatikan, perhitungan untuk mengetahui berapa besarnya pajak (penghasilan) yang harus
dipotong PT Empat Mata untuk satu bulannya.
Gaji sebulan 4.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 20.000
Premi Jaminan Kematian 12.000
Jumlah
Penghasilan Bruto4.032.000
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan 201.600
2. Iuran Pensiun 100.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua 80.000
Jumlah Pengurangan 381.600
Page 15
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 15/48
15
Penghasilan Neto Sebulan 3.650.400
Penghasilan Neto Setahun 43.804.800
PTKP
- Diri WP Sendiri 15.840.000
- Status Kawin 1.32.000
Jumlah PTKP 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun
26.644.800
Pembulatan 26.644.000
PPh Pasal 21 Setahun 5% x Rp26.644.000 1.332.200
PPh Pasal 21 Sebulan Rp1.332.200 / 12 111.017
Page 16
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 16/48
16
BAB IV
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
A. Tarif PPh Pasal 22
1. Atas impor:
a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai
impor;
b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD
(angka II butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian dan tidak
final.
3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, yaitu:
- Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
- Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
- Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
- Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)
- Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha lainnya
yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai
berikut:
Page 17
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 17/48
17
Jenis Bahan
Bakar
SPBI
Swastanisasi
(%dari
penjualan)
SPBU
Pertamina
(%dari
penjualan)
Premiun 0,3 0,25
Solar 0,3 0,25
Premix/SuperTT 0,3 0,25
Minyak Tanah 0,3
Gas LPG 0,3
Pelumas 0
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur /dealer/agen,bersifat final.
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
(angka II butir 7) ditetapkan sebesar 0,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
B. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan
oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan
dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
Page 18
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 18/48
18
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda
pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan
ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara.
8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
C. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam
hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah
Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
D. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1. PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan
formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).PPh Pasal 22 atas impor barang yang
dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka
waktu 1(satu) hari setelah pemu-ngutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
Page 19
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 19/48
19
2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas
nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada
hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut
menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
- lembar pertama untuk pembeli; - lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke
Kantor Pelayanan Pajak; - lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan
dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama
Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa
ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut
atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut
menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak
ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang
(delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti
pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
- lembar pertama untuk pembeli; - lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada
Kantor Pelayanan Pajak;- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Page 20
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 20/48
20
E. Pemungut PPh Pasal 22 :
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diber
delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas
penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas;
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
F. Pengecualian PPh Pasal 22 :
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
o a) barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
Page 21
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 21/48
21
o b) barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di
Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam
peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian
pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan
internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
o c) barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan
atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
o d) barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat
lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
o e) barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
o f) barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
o g) peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
o h) barang pindahan;
o i) barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
kepabeanan;
G. Barang yang tergolong sangat mewah adalah:
1. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh milyar
rupiah);
2. kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah);
3. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus
meter persegi);
Page 22
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 22/48
22
4. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2
(empat ratur meter persegi)
5. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan,
jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc.
Page 23
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 23/48
23
BAB V
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
A. Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal
dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.
B. Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Pemotong PPh Pasal 23:
y badan pemerintah;
y Wajib Pajak badan dalam negeri;
y penyelenggaraan kegiatan;
y bentuk usaha tetap (BUT);
y perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
y Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
y a. WP dalam negeri;
y b. BUT
Page 24
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 24/48
24
C. Tarif dan Objek PPh Pasal 23
Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan terhadap penghasilan berupa:
1. dividen,
2. bunga,
3. royalti dan hadiah,
4. penghargaan dan bonus selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
D. Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23
1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.
Page 25
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 25/48
25
E. Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak
Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.
YANG DIM AKSUD DENG AN SEW A D AN PENGH ASIL AN L AIN SEHUBUNG AN DENG AN PENGGUN AAN
H ART A , J AS A TEKNIK, J AS A M AN A JEMEN,J AS A PENUNJ ANG DI BID ANG PEN AMB ANG AN MIG AS,
J AS A PEN AMB ANG AN D AN J AS A PENUNJ ANG DI BID ANG PEN AMB ANG AN SEL AIN MIG AS, J AS A
PENUNJ ANG DIBID ANG PENE RB ANG AN D AN B AND AR UD ARA , J AS AM AKLON, SE RT A J AS A
PENY ELENGG ARA KEGI AT AN. 1
. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraanangkutan darat adalah :
y sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau dicarter untuk
jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu
perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan
Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak
Penghasilan Pasal 23;
y sewa kendaraan milik perusahaan perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisatayang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewa atau dicarter untuk jangka
waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu
perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang
pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23;
y sewa kendaraan berupa milik perusahan yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu
tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian
tertulis atau tidak tertulis kepada Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang
ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23;Perjanjian tertulis maupun tidak
tertulis adalah kesepakatan untuk meningkatkan diri pada satu atau lebih pihak lain yang
dituangkan secara tertulis maupun lisan.
Page 26
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 26/48
26
2. Jasa teknik adalah pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan
pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi :
y pelaksanaan suatu proyek;
y pembuatan suatu jenis produk;
y jasa teknik dapat pula berupa pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman-
pengalaman di bidang manajemen.
3. Jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam
pelaksanaan manajemen dengan mendapat balas jasa berupa imbalan manajemen ("managemen
fee").
4. Jasa penunjang di bidang penambangan migas adalah jasa penunjang di bidang penambangan
migas dan panas bumi berupa :
1. jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat
diantara pipa selubung dan lubung sumur;
2. jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk
maksud-maksud :
1. penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong;
2. penyumbatan kembali zona yang berproduksi air;
3. perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal;
4. penutupan sumur;
3. jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian
formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangkaian pipa
produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa;
4. jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembu
formasi yang menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang
tidak diinginkan;
5. jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal car
pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus
sangat kecil;
Page 27
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 27/48
27
6. jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk
menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga
aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai
akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur;
7. jasa uji kandung lapisan (drill stem testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar
dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;
8. jasa reparasi pompa reda (reda repair);
9. jasa pemasangan instalasi dan perawatan;
10. jasa penggantian peralatan/material;
11. jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur;
12. jasa mud engineering;
13. jasa well logging & perforating;
14. jasa stimulasi dan secondary decovery;
15. jasa well testing & wire line service;
16. jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling;
17. jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling;
18. jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling;
19. jasa lainnya yang sejenisnya di bidang pengeboran migas.
5. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas adalah semua
jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum berupa :
1. jasa pengeboran;
2. jasa penebasan;
3. jasa pengupasan dan pengeboran;
4. jasa penambangan;
5. jasa pengangkutan/sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum;
6. jasa pengolahan bahan galian;
7. jasa reklamasi lambang;
Page 28
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 28/48
28
8. jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan penggalian/pemindahan
tanah;
9. jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
6. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara berupa :
1. bidang aeronautika, termasuk :
y jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan
dengan pendaratan pesawat udara;
y jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge);
y jasa pelayanan penerbangan;
y jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan
penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan pesawat, udara baik yang
berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara di darat;
y jasa penunjang lain di bidang aeronautika.
2. bidang non-aeronatika, termasuk :
y jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat;
y jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika.
7. Jasa maklon: pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang dimana:
1. proses pengerjaan dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakan)
2. Spesifikasi bahan baku atau barang setengan jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang
akan diproses, sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa
3.
Kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
Jika ketiga unsur tersebut dipenuhi dalam hal pemberian jasa tersebut maka jasa tersebut
dikategorikan sebagai jasa maklon dan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23.
Page 29
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 29/48
29
8 Jasa penyelenggara kegiatan (event organizer) adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh
pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan pameran, konvensi,
pagelaran musik, pesta, seminar, peluncura
f. CONTOH PERHITUNGAN PPh PASAL 23
PT Cipta Mandiri merupakan perusahaan penerbitan dan percetakan. Perusahaan ini didirikan pada
tahun 2005, beralamat di Jl. Kresek Indah No. 33, Jakarta Timur. NPWP: 01.444.666.1.541.000. Pada
bulan Januari 2009, Pembayaran honorarium dan imbalan lain sehubungan dengan PPh pasal 23
adalah sebagai berikut:
1. Menyewa truk dari PT Transport Tycoon yang beralamat di Jl. Raya No. 20, NPWP:
01.222.565.0.888.000; untuk mengangkut mesin cetak ke Semarang. Nilai kontrak Rp
5.000.000
2. Menyewa safe deposit box PT Bank Mandiri untuk beberapa surat berharga dengan harga
sewa Rp 4.000.000 untuk jangka waktu 2 tahun.
3. Membayar biaya penyimpanan surat saham di PT KSEI sebesar Rp 5.000.000
4. Membayar royalti kepada beberapa penulis, antara lain
Nama Alamat NPWP Jumlah Royalti
Abubakar Elsira Jl. Raya No.1 04.111.333.1.541.000 20.000.000
Ratna Manikam Jl. Raya No.3 04.111.112.1.552.000 5.000.000
M. Lestari Jl. Raya No.4 10.000.000
Motinggo Daina Jl. Raya No.5 6.000.000
Wiro Sableng Jl. Raya No.6 04.212.212.0.212.000 30.000.000
5. Membayar jasa perbaikan mesin produksi yang telah rusak sebesar Rp 15.000.000 kepada
PT Maju Jaya yang beralamat di Jl. Raya No. 7. NPWP: 01.444.777.2.555.000
Page 30
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 30/48
30
6. Membayar fee sebesar Rp 22.000.000 kepada KAP Wijaya & Co., yang beralamat di Jl.
Kepodang No.9. NPWP: 04.322.233.2.541.000
7. Membayar sewa mesin produksi selama 1 bulan, karena mesin yang dimiliki rusak dan
sedang diperbaiki, kepada PT Mandala Offset yang beralamat di Jl. Raya No. 8. NPWP:
01.111.111.1.541.000 sebesar Rp 6.000.000
8. Membayar jasa konsultan manajemen kepada Mr. Chou En Lai dari Hongkong yang berada di
Indonesia selama 5 bulan sebesar Rp 208.000.000. Tidak ada Tax Treaty /P3B antara
Indonesia dengan Hongkong
9. Membayar tagihan jasa reparasi dan pemeliharaan mesin diesel kepada CV Teknik sebesar
Rp 1.100.000 (termasuk PPN). CV Teknik bertempat kedudukan di Jl. Raya No. 10 dan tidak
memiliki NPWP
10. Membayar Jasa perancang logo yang dilakukan oleh PT Kreasi; yang bertempat kedudukan di
Jl. Raya No. 11. NPWP: 01.222.333.1.441.000. Di dalam perjanjian kerja sebelumnya telah
disepakati besarnya tagihan total yang harus dibayar oleh PT Disain Indah adalah sebesar Rp
75.000.000. Rp 50.000.000 untuk material bahan stiker logo, ditambah Rp 25.000.000
sebagai jasa perancangannya.
Jawaban :
1. PPh 23 = 2% x jumlah bruto = 2% x Rp 5.000.000 = Rp 100.000
2. Sesuai dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, penghasilan
yang dibayar atau terutang kepada bank dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 23
3. Sesuai dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, biaya
penyimpanan surat saham di PT KSEI dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 23
4. Royalti dikenakan PPh 23 dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto:
a. Abubakar Elsira-PPh 23 = 15% x Rp 20.000.000 = Rp 3.000.000
b. Ratna Manikam-PPh 23 = 15% x Rp 5.000.000 = Rp 750.000
Page 31
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 31/48
31
c. M. Lestari-PPh 23 = 15% x Rp 10.000.000 = Rp 1.500.000
d. Motinggo Daina-PPh 23 = 15% x Rp 6.000.000 = Rp 900.000
e. Wiro Sableng-PPh 23 = 15% x Rp 30.000.000 = Rp 4.500.000
5. PPh 23 = 2% x Rp 15.000.000 = Rp 300.000
6. PPh 23 = 2% x Rp 22.000.000 = Rp 440.000
7. PPh 23 = 2% x Rp 6.000.000 = Rp 120.000
8. Pemberian jasa konsultan manajemen yang dilakukan oleh Subjek Pajak luar Negeri yang
tidak mempunyai perjanjian perpajakn (Tax Treaty) dengan Indonesia dan melebihi jangka
waktu 60 hari akan dianggap sebagai bentuk usaha tetap (BUT). Sesuai dengan Pasal 2 ayat
(5) huruj m; "pemberian jsa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
PPh 23 = 2% x Rp 208.000.000 = Rp 4.160.000
9. PPh 23 = Rp 1.100.000 x 100/110 x 4% = Rp 40.000
10. PPh 23 = 2% x Rp 25.000.000 = Rp 500.000
Page 32
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 32/48
32
BAB VI
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24
A. PENGERTIAN
PPh pasal 24 adalah pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri dan merupakan pajak yang
dapat dikreditkan di dalam negeri.
1. Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri: Untuk melaksanakan kredit pajak luar
negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan
melampirkan:
a. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
b. Fotocopy SPT yang disampaikan di luar negeri.
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
2. Penggabungan Penghasilan :
Untuk menghitung pajak penghasilan yang terhutang atas seluruh penghasilan yang diterima
atau diperoleh oleh wajib pajak dalam negeri, baik di dalam negeri maupun di luar negeri,
maka seluruh penghasilan wajib pajak tersebut digabungkan.
Penggabungan penghasilan luar negeri adalah:
a. Dari hasil usaha di l;uar negeri dilakukan dalam tahun diperolehnya penghasilan tersebut
(accrual basis).
Page 33
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 33/48
33
b. Penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash
basis).
c. Penghasilan berupa deviden dilakukan pada tahun diperolehnya deviden tersebut.
3. Jumlah Pajak di Luar Negeri yang dapat dikreditkan:
a. Hanya atas pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang langsung diterima atau
diperoleh wajib pajak di luar negeri.
b. Setinggi-tingginya sama dengan jumlah pajak yang terhutang.
c. Diambil yang terendah perbandingan antara penghasilan di luar negeri terhadap penghasilan
kena pajak dikalikan dengan pajak terhutang atas penghasilan kena pajak.
4. Contoh penghitungan Kredit Pajak Luar NegeriWajib Pajak Badan:
PT Perdana di Semarang memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai berikut:
Penghasilan Dalam Negeri Rp400.000.000
Penghasilan dari LN (tarif pajak 20%) Rp200.000.000
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
1. menghitung total penghasilan kena pajak
penghasilan dari dalam negeri Rp400.000.000
penghasilan dari luar negeri Rp200.000.000
Penghasilan neto Rp600.000.000
Page 34
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 34/48
34
2. menghitung total PPh terhutang
10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30% x Rp500.000.000 = Rp150.000.000
Pajak terhutang = Rp162.500.000
3. menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan
(penghasilan LN : total penghasilan) x total PPh terutang
(Rp200.000.000 : Rp600.000.000) x Rp162.500.000 = Rp54.166.666,61
4. menghitung PPh yang terutang atau dipotong di LN:
20% x Rp200.000.000 = Rp40.000.000
Dari perhitungan tersebut di atas kredit pajak LN yang diperbolehkan adalah sebesar Rp40.000.000
atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di LN. Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan
penghitungan PPh maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di LN,
kemudian dipilih jumlah yang terendah.
Penghitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di dalam negeri
PT Adinda berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai
berikut:
Page 35
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 35/48
35
- Di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp600.000.000 (tarif pajak
yang berlaku adalah 30%)
- Di dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
1. menghitung total penghasilan kena pajak
penghasilan kena pajak dari negara A Rp600.000.000
kerugian usaha dalam negeri Rp(200.000.000)
jumlah penghasilan neto Rp400.000.000
1. menghitung total PPh terutang:
10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30% x Rp 300.000.000 = Rp 90.000.000
Jumlah pajak terutang Rp102.500.000
1. menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan
(Rp600.000.000 : Rp400.000.000) x Rp102.500.000 = Rp153.750.000
1. menghitung PPh yang dipotong/dibayar di LN
30% x Rp600.000.000 = Rp180.000.000
Page 36
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 36/48
36
Kredit pajak yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp102.500.000. jumlah ini diperoleh dengan
membandingkan perhitungan PPh maksimum yang dapat dikreditkan dengan PPh yang
sesungguhnya dibayarkan/terutang di LN dan total pajak yang terutang.
Perhitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di LN
PT Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
- di negara X memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif pajak
yang berlaku 40%)
- di negara Y menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif pajak yang berlaku) 25%.
- Di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp500.000.000
Perhitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:
1. menghitung penghasilan total kena pajak
penghasilan dari negara X berupa laba usaha Rp300.000.000
penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp500.000.000
jumlah penghasilan neto Rp800.000.000
1. menghitung total PPh terutang
10% x Rp50.000.000 = Rp 5.000.000
15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000
30% x Rp700.000.000 = Rp210.000.000
Page 37
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 37/48
37
Jumlah total PPh yang terutang Rp222.500.000
1.
menghitung PPh maksimal yang bisa dikreditkan
(Rp300.000.000 : Rp800.000.000) x Rp222.500.000 = Rp83.437.500
1. menghitung PPh yang dibayar atau terutang di LN
40% x Rp300.000.000 = Rp120.000.000
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan
adalah Rp83.437.500.
Page 38
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 38/48
38
BAB VII
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25
A. Pengertian PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu
yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh
dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Karena penghitungan PPh dilakukan
setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar
semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data
penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat. Dengan cara seperti itu tentu saja
jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah
berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka
dibuatlah mekanisme pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan.
Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25.
B. Cara Mengitung PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada umumnya, cara
menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita
mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu
saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah
berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan
bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar,
maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang
telah dilakukan.
Page 39
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 39/48
39
Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut SPT Tahunan
Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan
Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Misal, SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang 50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24 35.000.000
Maka, PPh Pasal 25 tahun 2008 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang 50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24 35.000.000
Selisih 15.000.000
PPh Pasal 25 = 15.000.000 : 12 = 1.250.000
I. PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Bulan BatasWaktu Penyampaian SPT
Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Apabila tahun pajaknya adalah tahun kalender (Januari-Desember), maka yang dimaksud dengan
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah bulan Januari dan Pebruari.
Dengan demikian PPh Pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2008 adalah sama dengan PPh Pasal 25
bulan Desember 2007.
Page 40
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 40/48
40
II. PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun Berjalan Telah Diterbitkan SKP Untuk Tahun Pajak Yang
Lalu
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu,
maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan
berikutnya setelah bulan penerbitan SKP
III. PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, antara lain apabila :
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
3. ST tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan;
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan;
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
IV. PPh Pasal 25 UntukWajib Pajak Tertentu
Penghitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak baru, bank, BUMN, BUMD, dan Wajib Pajak
tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Page 41
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 41/48
41
BAB VIII
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26
A. Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan
yang bersumberdari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak(WP) luar negeri
selain bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia.
B. Pemotong PPh Pasal 26
- Badan Pemerintah;
- Subjek Pajak dalam negeri;
- Penyelenggara Kegiatan;
- BUT;
- Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selainBUT di Indonesia.
C. Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yangditerima atau diperoleh Wajib Pajak Luar
Negeri berupa :
a.dividen;
b.bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian hutang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
Page 42
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 42/48
42
e. hadiah dan penghargaan
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan
negara pihak pada persetujuan.
D. Saat Terutang, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan SPT Masa PPh
Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
- lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
- lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan
saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar
kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
Page 43
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 43/48
43
Contoh :
Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling lambat tanggal
10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001.
Pengecualian:
1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
a. dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambatlambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak
diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu
2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Page 44
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 44/48
44
BAB IX
Penyusutan dan Amortisasi
1. Penyusutan
y Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak
guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dengan metode garis lurus
(straight-line method) dan atau metode saldo menurun (declining balance method) secara
taat azas.
y Khusus bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus.
y Penyusutan untuk pertama kali dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk
harta yang masih dalam proses pengerjaan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tersebut.
y Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan
penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
y Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan penilaian kembali (revaluasi) adalah nilai
setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
y Menteri Keuangan menetapkan jenis-jenis harta yang termasuk dalam Kelompok Harta
Berwujud dan ketentuan khusus mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki
dan digunakan dalam usaha tertentu.
Page 45
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 45/48
45
y Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang
diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan
harta atau pada tahun terjadinya penggantian asuransi atas persetujuan Direktur Jenderal
Pajak.
y Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah yang
memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut
tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
2. Amortisasi harta tak berwujud
y Amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dengan metode garis lurus
(straight-line method) dan atau metode saldo menurun (declining balance method) secara
taat azas.
y Tabel masa manfaat dan tarif amortisasi harta tak berwujud: Kelompok Harta Tak Berwujud
Masa Manfaat Tarif Amortisasi
Garis Lurus Saldo Menurun Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok
3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
y Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan
pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan tabel masa manfaat dan
tarif amortisasi.
y Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain di bidang
penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan
produksi.
Page 46
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 46/48
46
Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yang besarnya setiap
tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi
pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di
lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil
dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau
pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun
pajak yang bersangkutan.
y Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas
bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya,
dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun.
3. Contoh Penghitungan
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan yang mempunyai potensi 10.000.000 ton
kayu sebesar Rp 500.000.000,00 diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang
direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah
produksi mencapai 3.000.000 ton yang berarti 30% dari potensi yang tersedia, maka walaupun
jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya
amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut
paling tinggi adalah 20% dari pengeluaran atau sebesar Rp 100.000.000,00.
Pengeluaran sebelum operasi komersial dikapitalisasi dan diamortisasi sesuai dengan tabel masa
manfaat dan tarif amortisasi.
Page 47
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 47/48
47
Pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya, biaya studi kelayakan dan biaya produksi
percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai,
biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang
rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak lainnya, maka nilai sisa buku harta atau
hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumla yang diterima sebagai penggantian
merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.
Contoh 2:
PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi
sebesar Rp 500.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak
200.000.000 barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 barel, PT X
menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp 300.000.000,00.
Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut dan pembukuannya adalah
sebagai berikut: Harga perolehan Rp 500.000.000,00 Amortisasi yang telah dilakukan : 100.000.000
/ 200.000.000 barel (50%) Rp 250.000.000,00 Nilai sisa buku harta Rp 250.000.000,00 Harga jua
harta Rp 300.000.000,00 Dalam pembukuan, nilai sisa buku sebesar Rp 250.000.000,00 dicatat
sebagai kerugian sedang harga jual sebesar Rp 300.000.000,00 dicatat sebagai penghasilan.
y Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah berupa harta
tak berwujud yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku
harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
Page 48
5/8/2018 Paper Pajak 130711 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-pajak-130711 48/48
48
BAB X
Penutup
Kesimpulan dan Saran
Pengertian-pengertian dan pemahaman mengenai pajak seperti di paper ini, perlu terus
disosialisasikan kepada masyarakat lewat kampanye sadar pajak dalam berbagai bentuknya, seperti
seminar, diskusi, penataran, lokakarya, simulasi, dan bentuk aktifitas lainnya Dengan upaya ini
diharapkan tumbuhnya apresiasi positif masyarakat terhadap pajak yang pada akhirnya sampai pada
suatu keinsyafan bahwa sadar pajak merupakan kunci pembangunan.
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan perlakuan PPh dimaksud perlu dipikirkan dan
ditentukan dokumen-dokumen yang dapat diterima oleh fiskus.Pembebanan kerugian atas harta
yang tidak dapat atau tidak boleh disusutkan mungkin dapat dilakukan seperti pembebanan
penyusutan atau amortisasi, artinya tidak dibebankan sekaligus. Hal ini perlu dipikirkan agar
perlakuannya juga seimbang dari sudut pandang Undang-undang PPh. Di samping itu perludipikirkan untuk mengatur prosedur atas penyesuaian setoran PPh dalam tahun berjalan bagi wajib
pajak yang mengalami bencana. Wajib pajak yang masuk dalam kategori ini perlu mendapatkan
perlakuan yang favourable dengan tujuan agar usahanya dapat bangkit kembali sehingga pada
gilirannya akan meningkatkan kembali setoran PPh-nya seperti sebelum terjadinya bencana.
Banyaknya tokoh dari berbagai kalangan dan profesi yang terbukti mangkir membayar Pajak
Penghasilan (PPh) merupakan contoh buruk bagi masyarakat wajib pajak secara keseluruhan. Oleh
karena itu, keteladanan dalam hal penunaian kewajiban pajak perlu mendapat perhatian tersendiri.
Keteladanan ini tentu saja harus dimulai dari jajaran pemerintah sendiri sebagai pengelola pajak.
Jika pemerintah mampu memberikan teladan dan juga diikuti tokoh-tokoh dan public figur lainnya,
agaknya masyarakat akan lebih mudah untuk menyadari betapa pentingnya pajak bagi kehidupan
dan masa depan negaranya.