RESUME “URBAN TRANSPORTATION” Dalam buku “Urban Economics” pada materi “Transportas Perkotaan menguraikan mengenai 2 pembahasan yaitu pada Bab 10 mempertimbangkan otomobil/ sistem jalan besar; memfokuskan pada 3 ekstenalitas yang disebabkan oleh otomobil, kemacetan; penurunan lingkungan; dan kecelakaan; pada Bab 11 mengkaji mengenai transportasi publik; memfokuskan pada pilihan mode transportasi masyarkat/ pengguna kendaraan (seperti kendaraan pribadi dan transportasi publik); dan perencanaan pilihan sistem trasnporrtasi publik, seperti bis; kereta api listrik dan kereta api. Buku ini mengambil studi / objek penelitian di wilayah kota di Amerika (Chicago; Texas; California; New York; Ohio; Alabama; Washington; San Fransisco; Boston; Honolulu; Philadelpia; Seattle dan Pittsburgh). Bab 10 Eksternalitas dari Kendaraan Pendekatan ekonomi terhadap eksternalitas adalah untuk didalamnya mendeskripsikan pajak sama dengan biaya pengeluaran marjinal; mendeskripsikan sisi baik dari alternatif terhadap tujuan, termasuk subsidi dari transportasi publik; jarak tempuh dan pajak bensin. Kita akan menggunakan model sederhana untuk menjelaskan eksternalitas kemacetan dan mengevaluasi beberapa alternatif kebijakan publik yang sesuai dengan model tersebut. Mempertimbangkan rute perjalanan dalam area metropolitan dengan mengikuti karakteristik : 1. Jarak tempuh 2. Harga biaya perjalanan 3. Biaya waktu 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RESUME “URBAN TRANSPORTATION”
Dalam buku “Urban Economics” pada materi “Transportas Perkotaan menguraikan
mengenai 2 pembahasan yaitu pada Bab 10 mempertimbangkan otomobil/ sistem jalan
besar; memfokuskan pada 3 ekstenalitas yang disebabkan oleh otomobil, kemacetan;
penurunan lingkungan; dan kecelakaan; pada Bab 11 mengkaji mengenai transportasi
publik; memfokuskan pada pilihan mode transportasi masyarkat/ pengguna kendaraan
(seperti kendaraan pribadi dan transportasi publik); dan perencanaan pilihan sistem
trasnporrtasi publik, seperti bis; kereta api listrik dan kereta api. Buku ini mengambil studi /
objek penelitian di wilayah kota di Amerika (Chicago; Texas; California; New York; Ohio;
Alabama; Washington; San Fransisco; Boston; Honolulu; Philadelpia; Seattle dan
Pittsburgh).
Bab 10 Eksternalitas dari Kendaraan
Pendekatan ekonomi terhadap eksternalitas adalah untuk didalamnya
mendeskripsikan pajak sama dengan biaya pengeluaran marjinal; mendeskripsikan sisi baik
dari alternatif terhadap tujuan, termasuk subsidi dari transportasi publik; jarak tempuh dan
pajak bensin.
Kita akan menggunakan model sederhana untuk menjelaskan eksternalitas kemacetan
dan mengevaluasi beberapa alternatif kebijakan publik yang sesuai dengan model tersebut.
Mempertimbangkan rute perjalanan dalam area metropolitan dengan mengikuti karakteristik :
1. Jarak tempuh
2. Harga biaya perjalanan
3. Biaya waktu
Ada beberapa alternatif untuk biaya perjalanan pribadi dan biaya perjalanan social.
Biaya perjalanan pribadi adalah biaya per pengemudi sehingga kita dapat menyebutnya
dengan rata – rata biaya perjalanan. Biaya perjalanan social adalah biaya sosial yang
dihubungkan dengan kendaraan terakhir atau marginal, sehingga kita dapat menyebutnya
biaya marginal perjalanan.
Bagaimanakah keseimbangan jumlah kendaraan? Seseorang akan menggunakan jalan
jika dia memiliki kemampuan untuk membayar perjalanan (keuntungan marginal) melebihi
biaya perjalanan pribadi. Bagaimana nilai optimum kendaraan? Kita dapat menggunakan
prinsip marginal untuk mengidentifikasi efisiensi social kendaraan. Solusi sederhana untuk
1
mengatasi permasalahan kemacetan adalah menggunakan pajak kemacetan dalam intenalisasi
eksternalitas.
a. Pajak kemacetan
Solusi sederhana masalah kemacetan dengan menggunakan pajak kemacetan dalam
eksternalitas. Ada 2 sedikitnya berita baik yaitu :
a. Penurunan biaya waktu. Pajak menurunkan volume kemacetan sehingga perjalanan
tempuh meningkat dan waktu tempuh menurun.
b. Penurunan pajak pendapatan. Pemerintah dapat menggunakan pendapatan dari pajak
kemacetan untuk mengurangi pajak lokal yang lain, sehingga pajak kemacetan adalah
pendapatan normal.
b. Manfaat dan Biaya Pajak Kemacetan
Manfaat: Penurunan waktu perjalanan dari volume berkurang, Pengurangan pajak
lainnya. Biaya: Pajak untuk pengendara, Kehilangan surplus konsumen untuk pengendara.
Kita telah melihat bahwa karena bagian dalam eksternalitas pajak kemacetan itu
meningkatkan efisiensi ekonomi dan menghasilkan kesejahteraan masyarakat. Kita dapat
menggunakan kurva kegunaan untuk mengimplikasikan pajak kemacetan pada pertumbuhan
perkotaan. Seperti yang kita lihat sebuah kota yang menerapkan pajak kemacetan akan
tumbuh pada pengeluaran kota lain pada suatu daerah / region.
c. Kegunaan dari Pajak Kemacetan
Pokok persoalan dalam sistem pajak kemacetan :
1. Bagaimanakah pajak kemacetan akan mengubah hari kerja?
2. Bagaimana pajak kemacetan akan menjadi tinggi?
3. Apa saja macam pengalaman yang dimiliki kota dengan harga perjalanan kota?
d. Puncak Maksismum versus Puncak Minimum
Pajak kemacetan sebanding dengan celah antara biaya perjalanan pribadi dan umum,
dan melewati waktu dan jarak. Selama puncak waktu perjalanan, kurva permintaan relatif
tinggi, umumnya celah yang lebar antara biaya perjalanan pribadi dan umum, dan demikian
besarnynya pajak kemacetan. Sebaliknya, selama periode puncak terendah ketika permintaan
relatif rendah, pajak kemacetan yang rendah justru lebih baik. Menurut sejarah, perjalanan
pulang pergi telah dipusatkan selama pucuk periode pagi (jam 6:30 – 8:30) dan pucuk periode
sore (jam 16:30 – 18:30).
Pada kota dengan populasi sedikitnya 1 miliar, tidak ada jeda kemacetan pada tengah
hari : Kecepatan perjalanan mulai menurun lebih awal pada pagi hari dan dilanjutkan
menurun sepanjang hari hingga mengalami kenaikan setelah jam 7 malam. Pada kota ukuran
2
menengah (populasi 500.000 hingga 1 miliar) ada waktu tenang di tengah siang pada lalu
lintas (jam 1 siang hingga 4 sore).
e. Penganggaran Pajak Kemacetan
Minneapolls-St. Paul. Mohring (1999) menunjukkan bahwa sekitar 2.000 dari 9.700
mil di wilayah metropolitan padat / ramai sekali selama periode puncak. Pajak kemacetan
rata-rata sekitar 0,09 dolar per mil, dengan pajak yang tinggi sebesar 0,21 dolar per mil pada
jalan yang paling macet. Kemungkinan pajak kemacetan akan menurunkan volume lalu lintas
sebesar 12 persen pada rata-rata dan 23 persen di jalan-jalan yang paling macet.
f. Alternatif untuk pajak kemacetan
Sejumlah alternatif kebijakan kemacetan telah diusulkan, menghasilkan beberapa langkah
bahwa pajak kemcetan menurunkan volume kemacetan dengan :
1. Model subtitusi.
2. Waktu tempuh
3. Rute perjalanan
4. Pilihan lokasi
Studi ini dan peraturan keamanan kendaraan lainnya tidak menyelesaikan 2
permasalahan yaitu :
a. tingkat kematian diantara mobil penumpang yang diprediksi turun signifikan
melainkan menurun dengan jumlah yang relatif kecil.
b. tingkat kematian untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda meningkat.
Untuk pekerja berketerampilan rendah memiliki akses mobil memberikan 3 manfaat
(O’Regan dan Quickley,1998) :
a. Bagi pekerja di pusat kota menuju daerah pinggiran dengan trasnportasi publik akan
menghemat sekitar 19 menit setiap hari.
b. Pekerja dengan keterampilan yang rendah mencari pekerjaan di area yang lebih luas
dan menemukan lebih banyak kesempatan kerja.
c. Pekerja rendah yang terampil mungkin menyelesaikan program pelatihan kerja dan
mendapatkan pekerjaan.
KESIMPULAN
Perjalanan kendaraan menghasilkan eksternalitas dari kemacetan, polusi, emisi
karbon dan kecelakaan. Ada point penting dalam bab ini yaitu :
1. Pengendara mobil mendasarkan keputusannya pada biaya pribadi dalam perjalanan
daripada biaya sosial, sehingga volume keseimbangan kemacetan menghasilkan
efisiensi volume sosial.
3
2. Pajak kemacetan dalam eksternalitas kemacetan
3. Internalisasi eksternalitas lingkungan dari kendaraan bermotor akan menghendaki
pajak sekitar 0.53 dollar per liter bensin.
4. Orang dalam keamanan berkendara mengendara sedikit berhati-hati, meletakkan
sepeda dan menyeberang pada resiko yang lebih tinggi.
5. Rata-rata biaya eksternalitas kecelakaan 4.4 sen per meter. Biaya eskternal sangat
tinggi untuk pengemudi muda dan truk.
Bab 11 Transportasi Masal
Pada bab mengenai transportasi masal ini kita akan mempelajari mengenai peran
transoprtasi masal antara lain bus, ereta listrik, dan kereta berat. Kita akan melihat model
pemilihan yang tepat dari 2 perspektif yaitu perjalan individual dan transportasi penerbangan.
Dalam lingkup nasional kurang lebih 5% orang yang pulang pergi menggunakan
transportasi masal. Tetapi angkutan penumpang lebih tinggi di beberapa kota besar dan relatif
tinggi diantara pendapatan rendah pengguna.Angkutan penumpang (umum) sangat lebih
tinggi di beberapa negara di Eropa.
a. Perbedaan Angkutan Umum yang melalui Area Metropolitan dan Pemasukan
Di area metropolitan New York, sekitar 25% pekerja menggunakan transportasi
umum. Tiga area metropolitan yang terbagi antara 10% hingga 14% antara lain Chaicago,
Washington DC dan Philadelphia.
Pengemdui angutan umum biasanya memliki pendapatan perkapita yang rendah.
Seperti diagram dibawah ini menunjukkan perbedaan pemasukan. Untuk area metropolitan
yang populasinya kurang dari 1.000.000 lebih dari separuhnya adalah pengemudi angutan
umum yang pendapatannya $15,000. Di level nasional, hanya sekitar 10% keluarga yang
berada pada rentan pendapatan itu. Sekitar 2/5 pengemudi adalah keluarga yang
pemdapatannya antara $15,000 dan $50,000, yang mana derajat secara kasar terbagi di jarak
pendapatan di keluarga nasional.
Pada area metropolitan yang lebih besar ( populasi > 1.000.000) pendapatan rumah
tangga rendah adalah kebutuhan untuk transportasi lebih besar karena jaraknya lebih jauh.
b. Elastisits Perimintaan Angkutan Umum
Empat alasan yang diperlukan untuk merupah harga dan pelayanan :
1. Elastisitas harga
2. Elastisitas waktu
4
3. Nilai waktu perjalanan
4. Perencanaan perjalanan yang tidak ada
Kenyataan tersebut diimplikasikan dalam 3 prinsip :
1. Kenaikan ongkos akan menaikan kenaikan pendapatan
2. Perubahan simultan dalam pelayanan dan kemunginan kenaikan pada
pengemudi.
3. Perubahan pelayanan itu penuruanan perjalanan dan waktu menunggu
mengakibatkan semakin panjang kenaikan pengemudi dari perubahan
penurunan waktu istirahat
c. Cara Memilih Transportasi
1. Pengumpulan : Perjalanan dari rumah ke pangkalan kendaraan.
2. Waktu istirahat : Waktu yang dihabiskan untuk perjalanan dengan kendaraan
tersebut.
3. Distribusi : Perjalan dari hingga sampai daripangkalan kendaraan (stasiun,
terminal, pangkalan) sampai tempat kerja.
d. Merancang Sistem Perjalanan
a. Biaya mesin Mobil adalah penjumlahan dari waktu mengemudi, biaya operasi dan
biaya publik dari perjalanan. Termasuk didalam biaya publik adalah pembangunan
sistem jalan yang optimal.
b. Biaya sistem bus dan BART. Biaya sistem bus adalah jumlah dari biaya modal, biaya
operasi, biaya polusi, dan waktu untuk perjalanan. Termasuk didalamnya biaya
perjalanan dan akomodasi bus. BART biayanya lebih besar daripada bus, dikarenakan:
1. Biaya pengumpulan dan distribusi yang lebih tinggi.
2. Biaya modal yang lebih tinggi.
3. Biaya operasi yang lebih tinggi.
c. Pemilihan sistem
d. Kereta api listrik ada beberapa kesimpulan yaitu :
1. Kereta api lebih tinggi biaya modalnya
2. Kereta api lebih tinggi biaya operasinya
3. Kereta api menghindarkan penumpang dari bis.
Ada beberapa faktor yang menurunkan rasio muatan yang menjadi alasan defisit
transit yaitu :
a. Muatan yang rendah
b. Upah yang lebih tinggi
5
c. Meningkatnya transit pada jarak tempuh
d. Meningkatnya puncak kemacetan
KESIMPULAN
Transit pengendara relatif rendah di hampir daerah metropolitan di Amerika karena
kepadatan pendudul relatif rendah. Ada poin penting dalam bab ini yaitu :
1. Keseluruhan 4.7 persen pengguna kendaraan menggunakan trasnportasi
publik. Hubungan pengendara kendaraan lebih tinggi di penduduk pusat kota
dan pekerja dengan pendapatan rendah.
2. Elastisitas harga permintaan transportasi adalah -0.33 dan pengendara lebih
tidak mempedulikan perubahan waktu menunggu dan berjalan.
3. Hanya sedikit daerah metropolitan Amerika menemukan kepadatan minimum
sesuai dengan pelayanan pendukung transportasi
4. 4.Penelitian alternatif sistem transportasi di daerah pelabuhan San Fransisco
termasuk mengintergrasikan sistem bis yang superior untuk dasar sistem
kendaraan setiap volume koridor mencapai 1.100 per jam dan sistem kereta
api superior seperti BART untuk semua volume koridor yang dipelajari,
5. Kereta listrik memiliki lebih besar modal dan biaya operasinal daripada
sistem bis.
6. Pada tahun 2000, muatan penumpang menutup hanya sekitar 35 persen biaya
operasional trasnportasi. Defisit trasnportasi meningkat lebih pada sedikit
dekade akhir, hasil muatan lebih rendah dan produktivitas pekerja dan
pelayanan khusus terhadap penurunan daerah kepadatan.
7. Sistem transportasi memiliki efek mode lebih di pola penggunaan lahan.
6
MINIRISET TRANSPORTASI KOTA BESAR (MEDAN); KOTA SEDANG
(BEKASI) DAN KOTA KECIL (TEMANGGUNG)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiki lebih dari 17.000 pulau dengan
total wilayah 735.355 mil persegi. Indonesia dan menempati peringkat keempat dari 10
negara berpopulasi terbesar di dunia (sekitar 220 juta jiwa). Tanpa sarana transportasi yang
memadai maka akan sulit untuk menghubungkan seluruh daerah di kepulauan ini.
Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat
aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam kerangka makro-ekonomi, transportasi
merupakan tulang punggung perekonomian nasional, regional, dan lokal, baik di perkotaan
maupun di pedesaan. Harus diingat bahwa sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan
di mana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan
jaringan. Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara memegang peranan
penting dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara daerah satu dengan
daerah yang lain. Distribusi barang, manusia, dll. akan menjadi lebih mudah dan cepat bila
sarana transportasi yang ada berfungsi sebagaimana mestinya sehingga transportasi dapat
menjadi salah satu sarana untuk mengintegrasikan berbagai wilayah di Indonesia. Melalui
transportasi penduduk antara wilayah satu dengan wilayah lainya dapat ikut merasakan hasil
produksi yang rata maupun hasil pembangunan yang ada. Kebutuhan angkutan bahan-bahan
pokok dan komoditas harus dapat dipenuhi oleh sistem transportasi yang berupa jaringan
jalan, kereta api, serta pelayanan pelabuhan dan bandara yang efisien. angkutan udara, darat,
dan laut harus saling terintegrasi dalam satu sistem logistik dan manajemen yang mampu
menunjang pembangunan nasional.
Transportasi jika ditilik dari sisi sosial lebih merupakan proses afiliasi budaya dimana
ketika seseorang melakukan transportasi dan berpindah menuju daerah lain maka orang
tersebut akan menemui perbedaan budaya dalam bingkai kemajemukan Indonesia. Disamping
itu sudut pandang sosial juga mendeskripsikan bahwa transportasi dan pola-pola transportasi
yang terbentuk juga merupakan perwujudan dari sifat manusia. Contohnya, pola pergerakan
transportasi penduduk akan terjadi secara massal dan masif ketika mendekati hari raya. Hal
ini menunjukkan perwujudan sifat manusia yang memiliki tendesi untuk kembali ke kampung
halaman setelah lama tinggal di perantauan. Pada umumnya perkembangan sarana
transportasi di Indonesia berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara
7
lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi pemerintah
masing-masing negara dalam menangani kinerja sistem transportasi yang ada. Kebanyakan
dari Negara maju menganggap pembangunan transportasi merupakan bagian yang integral
dari pembangunan perekonomian. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana transportasi
seperti halnya dermaga, pelabuhan, bandara, dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi
berganda (multiplier effect) yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja,
maupun dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan regional.
Sektor transportasi dikenal sebagai salah satu mata rantai jaringan distribusi barang
dan penumpang telah berkembang sangat dinamis serta berperan didalam menunjang
pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Pertumbuhan
sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi secara langsung sehingga transportasi
mempunyai peranan yang penting dan strategis. Keberhasilan sektor transportasi dapat dilihat
dari kemampuannya dalam menunjang serta mendorong peningkatan ekonomi nasional,
regional dan lokal, stabilitas politik termasuk mewujudkan nilai-nilai sosial dan budaya yang
diindikasikan melalui berbagai indikator transportasi antara lain: kapasitas, kualitas
pelayanan, aksesibilitas keterjangkauan, beban publik dan utilisasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian transportasi?
2. Bagaimana karakteristik klasfikasi dari kota besar, kota sedang dan kota kecil?
3. Bagaimana sistem transportasi yang ada di kota besar (Medan); kota sedang (Bekasi)
dan kota kecil (Temanggung)?
4. Apa saja permasalahan yang ditimbulkan dari adanya sistem transportasi yang ada di
kota besar; kota sedang dan kota kecil?
5. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan dari adanya
sistem transportasi yang ada di kota besar; kota sedang dan kota kecil?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian transportasi.
2. Untuk mengetahui karakteristik klasifikasi dari kota besar; kota sedang dan kota kecil.
3. Untuk mengetahui sistem transportasi yang ada di kota besar (Medan) ; kota sedang
(Bekasi) dan kota kecil (Temanggung).
4. Untuk mengetahui permasalahan yang ditimbulkan dari adanya penerapan sistem
transportasi di kota besar; kota sedang dan kota kecil.
5. Untuk mengetahui solusi yang diterapkan dalam menyelesaikan permasalahan
berkaitan dengan sistem transportasi di kota besar; kota sedang dan kota kecil.
8
LANDASAN TEORI
A. TRANSPORTASI
I. Pengertian Transportasi
Pengertian transportasi berasal dari kata Latin, yaitu transportare, di mana trans
berarti seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Jadi,
transportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau suatu tempat ke
tempat lainnya. Transportasi dapat didefinisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau
membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Untuk setiap
bentuk transportasi terdapat empat unsur pokok transportasi, yaitu: jalan, kendaraan dan alat
angkutan, tenaga penggerak, dan terminal. Ahmad Munawar menjelaskan dalam bukunya
bahwa ada lima unsur pokok dalam sistem transportasi yaitu:
1. Orang yang membutuhkan.
2. Barang yang dibutuhkan.
3. Kendaraan sebagai alat angkut.
4. Jalan sebagai prasarana angkutan.
5. Organisasi yaitu pengelola angkutan
Kelima hal di atas, yang dikemukakan oleh Ahmad Munawar, sedikit berbeda dengan
pendapat Rustian Kamaluddin. Menurut pendapat penulis dalam usaha memperlancar sistem
transportasi sebaiknya semua elemen dimasukkan dalam unsure pokok sistem transportasi
yang terdiri dari:
1. Penumpang/barang yang akan dipindahkan.
2. Kendaraan/alat angkutan sebagai sarana.
3. Jalan sebagai prasarana angkutan.
4. Terminal.
5. Organisasi sebagai pengelola angkutan.
Pengangkutan atau pemindahan penumpang/barang dengan transportasi adalah untuk
dapat mencapai tempat tujuan dan menciptakan/menaikkan utilitas atau kegunaan dari barang
yang diangkut. Utilitas yang dapat diciptakan oleh transportasi atau pengangkutan tersebut,
khususnya untuk barang yang diangkut ada dua macam, yaitu: (1) utilitas tempat atau place
utility, dan (2) utilitas waktu atau time utility.
II. Klasifikasi Transportasi
Transportasi dapat diklasifikasikan menurut macam atau moda atau jenisnya yang
dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung,
dan dari sudut teknis serta alat angkutnya.
9
1. Dari segi barang yang diangkut dibagi tiga, yaitu:
a. angkutan umum
b. angkutan barang
c. angkutan pos
2. Dari sudut geografis transportasi dibagi enam, yaitu:
a. angkutan antar benua,
b. angkutan antar kontinental,
c. angkutan antar pulau,
d. angkutan antar kota,
e. angkutan antar daerah,
f. angkutan di dalam kota.
3. Dari sudut teknis dan alat pengangkutannya transportasi dapat dibagi enam, yaitu:
a. Angkutan jalan raya seperti pengangkutan dengan menggunakan truk, bus, dan
sedan.
b. Pengangkutan rel yaitu angkutan kereta api, trem listrik, dan sebagainya.
c. Pengangkutan melalui air di pedalaman seperti pengangkutan sungai, kanal,
danau dan sebagainya.
d. Pengangkutan pipa seperti transportasi untuk mengangkut atau mengalirkan
minyak tanah, bensin, dan air minum.
e. Pengangkutan laut atau samudera yaitu angkutan dengan menggunakan kapal
laut yang mengarungi samudera.
f. Pengangkutan udara yaitu pengangkutan dengan menggunakan kapal terbang
yang melalui jalan udara.
Klasifikasi transportasi dapat ditinjau dari ketiga segi atau unsur sebagaimana
dikemukakan di atas, namun seringkali orang mengklasifikasikannya dihubungkan dengan
empat unsur transportasi, yaitu jalan, alat angkutan, tenaga penggerak, dan terminal.
Sehubungan dengan keempat unsur di atas, maka transportasi dapat diklasifikasikan dari
sudut jalan atau permukaan jalan yang digunakan, alat angkutan yang dipakai dan tenaga
penggerak yang digunakan, sebagai berikut:
1. Transportasi darat. Transportasi darat ini terdiri atas:
a. Transpor jalan raya. Dalam transpor jalan raya meliputi transpor yang
menggunakan alat angkutan yang berupa manusia, binatang, pedati, andong,
sepeda, sepeda motor, becak, bus, truk, dan kendaraan bermotor lainnya. Jalan
yang digunakan untuk tranpor ini adalah jalan setapak, jalan tanah, jalan
10
kerikil, dan jalan aspal. Sedangkan tenaga penggerak yang digunakan di sini
adalah tenaga manusia, tenaga binatang, tenaga uap, BBM, dan disel.
b. Transpor jalan rel. Dalam transpor jalan rel ini digunakan angkutan berupa
kereta api, yang terdiri dari lokomotif, gerbong (kereta barang), dan kereta
penumpang. Jalan yang dipergunakan berupa jalan rel baja, baik dua rel
maupun monorel. Tenaga penggeraknya disini berupa tenaga uap, disel, dan
tenaga listrik.
2. Transportasi melalui air. Transportasi melalui air terdiri atas dua macam, yaitu:
a. Transpor air pedalaman. Transpor melalui air pedalaman menggunakan alat
angkutan berupa sampan, kano, motorboat, dan kapal. Jalan yang dilaluinya
adalah sungai, kanal, dan danau. Mengenai tenaga penggeraknya adalah
pendayung, layar, tenaga uap, BBM, dan disel.
b. Transpor laut. Di dalam transpor laut digunakan alat angkutan perahu, kapal
api/uap, dan kapal mesin. Jalan yang dilaluinya adalah laut atau samudera dan
teluk. Sedangkan tenaga penggerak yang digunakan antara lain adalah tenaga
uap, BBM, dan disel.
3. Transportasi udara. Transportasi udara merupakan alat angkutan yang mutakhir dan
tercepat. Transpor udara menggunakan pesawat udara (dengan segala jenisnya)
sebagai alat transpor dan udara atau ruang angkasa sebagai jalannya. Tenaga
penggerak yang digunakan adalah BBM dengan berbagai rupa alat yang
digerakkannya.
III. Dampak Negatif Perkembangan Transportasi
Di samping berbagai peran dan manfaat transportasi dalam kaitan dengan aspek
ekonomi dan sosial, ada pula berbagai permasalahan atau dampak negatif yang mungkin
terjadi akibat dari kemajuan transportasi, antara lain: (a) frekuensi dan intensitas kecelakaan
yang relatif lebih tinggi, (b) makin meningkatnya urbanisasi, kepadatan, dan konsentrasi
penduduk dan (c) hilang ata tersingkirnya industri kerajinan dan rumah tangga.
B. KARAKTERISTIK KLASIFIKASI KOTA BESAR; KOTA SEDANG; KOTA
KECIL
I. Kota Besar
Menurut Bintarto, kota sebagai kesatuan jaringan kehidupan manusia yang ditandai
dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang
heterogen serta coraknya materialistis. Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah
11
tersebut dan pendatang. Masyarakat kota merupakan suatu masyarakat yang heterogen, baik
dalam hal mata pencaharian, agama, adat, dan kebudayaan. Sedangkan Max Weber
mendefinisikan kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar
kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah adanya pasar sebagai benteng serta
mempunyai sistem hukum tersendiri dan bersifat kosmopolitan.
Menurut Bintarto, ciri-ciri kota dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
a. Ciri-Ciri Fisik. Di wilayah kota terdapat:
1) Sarana perekonomian seperti pasar atau supermarket.
2) Tempat parkir yang memadai.
3) Tempat rekreasi dan olahraga.
4) Alun-alun.
5) Gedung-gedung pemerintahan.
b. Ciri-Ciri Sosial
1) Masyarakatnya heterogen.
2) Bersifat individualistis dan materialistis.
3) Mata pencaharian nonagraris.
4) Corak kehidupannya bersifat gesselschaft (hubungan kekerabatan mulai
pudar).
5) Terjadi kesenjangan sosial antara golongan masyarakat kaya dan
masyarakat miskin.
6) Norma-norma agama tidak begitu ketat.
7) Pandangan hidup lebih rasional.
8) Menerapkan strategi keruangan
II. Kota Sedang dan Kota Kecil.
a. Batasan Kota Kecil dan Kota Menengah Berdasarkan Jumlah Penduduknya
Batasan kota dari skala metropolis sampai kepada kota paling kecil yang pada
umumnya dipakai di berbagai negara adalah berdasarkan besaran jumlah penduduknya.
Dengan berdasarkan kepada jumlah penduduk memang dapat digambarkan peringkat kota
tersebut atau kedudukan kota dalam rentang yang kontinuum (berurutan). Tetapi dalam
kenyataannya, jumlah penduduk hanya dapat menunjukkan peringkat kota secara kuantitatif,
sedangkan secara kualitatif belum dapat tercermin. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
pengkategorian kota-kota berdasarkan jumlah penduduknya tidak dapat menunjukkan
karakteristik potensi perkembangannya secara keseluruhan. Dengan demikian batasan
berdasarkan jumlah penduduk ini sangat relatif untuk menjadi dasar di dalam pengembangan
12
peran kota tersebut. Beberapa batasan kota berdasarkan jumlah penduduknya telah
dikemukakan oleh beberapa peneliti dan pemerintahan misalnya :
1) Rondinelli (1982), mengemukakan bahwa kota-kota yang termasuk kategori kota
menengah adalah yang berpenduduk >100.000 jiwa, tetapi tidak termasuk kota yang
terbesar.
2) Richardson (1977), memberikan batasan bahwa kota menengah berpenduduk antara
50.000 – 250.000 jiwa
3) Untuk kota-kota kecil, Kwok (1982) mengambil ukuran di Cina yaitu <100.000 jiwa.
4) Berdasarkan hasil penelitian National Urban Development Strategy (NUDS, 1982),
kategori kota-kota menengah dan kota-kota kecil di Indonesia adalah :
Kota menengah berpenduduk antara 100.000 – 500.000 jiwa;
Kota kecil A berpenduduk antara 50.000 – 100.000 jiwa
Kota kecil B berpenduduk 25.000 – 50.000 jiwa
Kota-desa besar : 10.000 – 25.000 jiwa
Kota-desa kecil : <10.000 jiwa
Beberapa negara secara resmi juga telah mempunyai batasan mengenai kota kecil dan
kota menengah untuk kepentingan statistik. Malaysia (1980) memberikan batasan kota kecil
dengan jumlah penduduk antara 1.000 – 9.999 jiwa. Indonesia (BPS, 1982) memakai batasan
untuk kota kecil dengan jumlah penduduk anatara 50.000– 100.000 jiwa. Equador, membagi
dalam kategori yang rinci yaitu :
Kota sangat kecil berpenduduk antara 3.000 – 10.000 jiwa
Kota kecil, antara 10.000 – 40.000 jiwa
Kota menengah, antara 40.000 – 100.000 jiwa
Chilli (1983), mengkategorikan kota kecil sebagai kota yang berpenduduk antara
5.000 - 20.000 jiwa dan kota menengah antara 20.000 - 100.000 jiwa. Berdasarkan suatu
studi empiris di negara-negara yang sedang berkembang, meskipun dapat dipakai sebagai
ukuran baku yang umum, PBB (1985) telah mengkategorikan bahwa kota kecil adalah
permukiman kota yang berpenduduk antara 2.000 - 10.000 jiwa, sedangkan kota menengah
antara 10.000 - 20.000 jiwa
b. Batasan Kota Kecil dan Kota Menengah Berdasarkan Jarak Fisik
Jika dilihat dari batasan jarak fisiknya, berdasarkan pada pendapat Ruswurm (1987)
maka kota kecil dan kota menengah termasuk :
1. Wilayah bagian dalam yang mencakup daerah beradius sekitar 10–15 km dimana
masih tampak batas-batas perluasan fisik suatu kota.
13
2. Wilayah bagian luar yang mencakup daerah perluasan antara 25–50 km yang berakhir
pada suatu wilayah bayangan kota dimana pengaruh kota sudah relatif berkurang.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam miniriset ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif; dengan sumber dari
data sekunder website badan pusat statistic (bps) kota medan; kota bekasi dan kota
temanggung. Serta menggunakan metode studi pustaka / literature baik dari jurnal; buku dan
website.
PEMBAHASAN
A. KOTA MEDAN
Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan
kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia
bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata
Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, Danau
Toba.
1. Geografi
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan
wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya,
Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar.
Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44'
Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada
ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Secara administratif, batas wilayah
Medan adalah sebagai berikut:
Utara Selat Malaka
Selatan Kabupaten Deli Serdang
Barat Kabupaten Deli Serdang
Timur Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya
alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karena secara geografis
Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang,
Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo,
Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu
14
mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan,
saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah
pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang
(pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun
luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota
dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat
ini.
2. Sistem Transportasi
a. Darat
Terminal yang melayani warga Medan:
Terminal Sambu
Terminal Pinang Baris
Terminal Amplas
Keunikan Medan terletak pada becak bermotornya (becak mesin/ becak motor) yang
dapat ditemukan hampir di seluruh Medan. Berbeda dengan becak biasa (becak dayung),
becak motor dapat membawa penumpangnya kemana pun di dalam kota. Selain becak, dalam
kota juga tersedia angkutan umum berbentuk minibus (angkot/oplet) dan taksi. Pengemudi
becak berada di samping becak, bukan di belakang becak seperti halnya di Jawa, yang
memudahkan becak Medan untuk melalui jalan yang berliku-liku dan memungkinkan untuk
diproduksi dengan harga yang minimal, karena hanya diperlukan sedikit modifikasi saja agar
sepeda atau sepeda motor biasa dapat digunakan sebagai penggerak becak. Desain ini
mengambil desain dari sepeda motor gandengan perang Jerman di Perang Dunia II. Sebutan
paling khas untuk angkutan umum adalah Sudako. Sudako pada awalnya menggunakan
minibus Daihatsu S38 dengan mesin 2 tak kapasitas 500cc. Bentuknya merupakan modifikasi
dari mobil pick up. Pada bagian belakangnya diletakkan dua buah kursi panjang sehingga
penumpang duduk saling berhadapan dan sangat dekat sehingga bersinggungan lutut dengan
penumpang di depannya. Trayek pertama kali sudako adalah "Lin 01", (Lin sama dengan
trayek) yang menghubungkan antara daerah Pasar Merah (Jl. HM. Joni), Jl. Amaliun dan
terminal Sambu, yang merupakan terminal pusat pertama angkutan penumpang ukuran kecil
dan sedang. Saat ini "Daihatsu S38 500 cc" sudah tidak digunakan lagi karena faktor usia,
dan berganti dengan mobil-mobil baru seperti Toyota Kijang, Isuzu Panther, Daihatsu Zebra,
dan Espass. Selain itu, masih ada lagi angkutan lainnya yaitu bemo, yang berasal dari India.
Beroda tiga dan cukup kuat menanjak dengan membawa 11 penumpang. Bemo kemudian
digantikan oleh Bajaj yang juga berasal dari India, yang di Medan dikenal dengan nama
15
"toyoko". Kereta api menghubungkan Medan dengan Tanjungpura di sebelah barat laut,
Belawan di sebelah utara, dan Binjai-Tebing Tinggi-Pematang Siantar dan Tebing Tinggi-
KisaranTanjungbalai-Rantau Prapat di tenggara. Jalan Tol Belmera menghubungkan Medan
dengan Belawan dan Tanjung Morawa. Jalan tol Medan-Tebing Tinggi, Medan-Kuala Namu
dan Medan-Binjai juga sedang direncanakan pembangunannya.
b. Laut
Pelabuhan Belawan terletak di bagian utara kota. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan
Indonesia tersibuk di luar pulau Jawa. Layanan kapal feri menghubungkan Belawan dengan
Penang, Malaysia.
c. Udara
Bandar Udara Internasional Polonia yang terletak tepat di jantung kota,
menghubungkan Medan dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti Banda Aceh,
Padang, Pekanbaru, Batam, Palembang, Jakarta, Gunung Sitoli serta Kuala Lumpur, Penang,
Ipoh, Alor Setar di Malaysia, dan Singapura. Sebuah bandara internasional baru di Kuala
Namu di kabupaten Deli Serdang sedang dalam pembangunan.
3. Data
Tabel 1.1
Jumlah Kendaraan Bermotor Yang Terdaftar Tahun 2011
TahunMobil Penumpang
Mobil Bus Mobil Gerobak Sepeda Motor Jumlah
Year Passenger Car Bus Truck Wagon Motor Cycle Total
-1 -2 -3 -4 -5 -6
2002 180 521 26 566 135 838 1 084 051 1 426 976
2003 192 596 27 106 144 233 1 300 995 1 664 930
2004 207 614 27 621 154 420 1 568 048 1 957 703
2005 226 043 28 160 166 221 1 864 980 2 285 404
2006 240 066 28 616 172 999 2 113 772 2 555 453
2007 257 729 29 228 180 384 2 429 571 2 896 912
2008 279 996 29 507 189 857 2 805 368 3 304 728
2009 297 922 29 498 194 946 3 091 510 3 613 876
2010 325 795 29 978 205 124 3 478 230 4 039 127
2011 341 418 21 604 155 520 1 935 972 2 454 514
Sumber/Source : Polda Sumatera Utara Direktorat Lalu Lintas Provinsi Sumatera Utara/Traffic Directorate Police Command of Sumatera Utara Province
Tabel 1.2
16
Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas dan Kerugian Tahun 2011
Kecelakaan/Kerugian 2007 2008 2009 2010 2011
Accident/Damage
-1 -2 -3 -4 -5 -6
Banyaknya Kecelakaan2 818 2 929 3 170 3 634 7 443
Accidence
Meninggal Dunia 1 597 1 681 1 571 1 600 2 492
Death
Luka-luka Berat 2 199 2 139 2 050 2 651 4 035
Seriously Injured
Luka-luka Ringan 2 123 2 388 2 485 2 848 6 992
Lightly Injured
Kerugian Materi 6 378,71 6 907,65
8 124,56
84 612,61
18 653,13
Material Damage
(Juta/Milion Rp.)
Sumber/Source : Polda Sumatera Utara Direktorat Lalu Lintas Provinsi Sumatera Utara/Traffic Directorate Police Command of Sumatera Utara Province
3. Permasalahan
Kemacetan Lalu Lintas di Kota Medan
Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu
lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan.
Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak mempunyai
transportasi publik yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan
dengan kepadatan penduduk. Kota Medan merupakan kota terbesar di luar pulau Jawa,
penduduk kota yang padat dan tampak pada siang hari mobilitas penduduk bergerak cepat.
Dinamisnya mobilitas penduduk tak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur
transportasi yang kurang memadai. Konfigurasi dari persoalan pokok transportasi di Medan
adalah kapasitas jalan tidak sebanding dengan jumlah kenderaan yang beroperasi di jalan-
jalan. Kapasitas jalan begitu-begitu saja, sementara jumlah kenderaan terus bertambah tanpa
pembatasan.
Kemacetan di kota Medan tidak dapat dihindarkan, terutama pada titik-titik
persimpangan baik di jalan-jalan protokol maupun di jalan kecil. Semakin hari, kemacetan di
Medan semakin parah. Kemacetan ini mengakibatkan stres dan depresi bagi pengguna jalan,
17
ditambah meningkatnya polusi udara kota, membuat kualitas kesehatan menurun disaat
dinamisasi aktifitas warga kota.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumatera Utara menilai,
keterbatasan jalan di Kota Medan merupakan salah satu penyebab terjadinya kemacetan lalu
lintas di kota itu. Kemacetan lalu lintas ini telah mengganggu kelancaran aktivitas masyarakat
pengguna jalan (Ketua YLKI Sumut, Abubakar Siddik, Minggu 6 Mei 2012).
Kondisi kemacetan lalu lintas di kota berpenduduk 2,6 juta jiwa ini, bila terus dibiarkan dan
tidak secepatnya diatasi, akan berdampak menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum,
pelaku usaha, dan juga Pemerintah Kota Medan. Roda perekonomian dan pelaku bisnis akan
mengalami penurunan, dan jadwal aktivitas warga juga tidak tepat waktu seperti yang
diharapkan, akibat terganggu oleh kemacetan yang terjadi yang setiap hari. Kota Medan ini
menjadi daerah yang kumuh, bising dengan hiruk pikuk kendaraan yang tidak teratur, serta
kurang kesadaran para pengguna jalan mematuhi peraturan lalu lintas. Solusi untuk mengatasi
kemacetan lalu lintas di kota Medan
4. Solusi
Untuk memecahkan persoalan kemacetan di Kota Medan dibutuhkan kebijakan
alternatif sebagai bentuk intervensi pemerintah kota Medan agar kemacetan bisa direduksi
secara kongkrit, langkah-langkah berikut (Abi Jumroh Harahap):
1. Pembatasan jumlah kendaraan.
2. Pelebaran jalan.
3. Menertibkan pedagang di atas trotoar jalan.
4. Menertibkan parkir kendaraan
5. Gerakan sadar hukum berlalu lintas.
B. KOTA BEKASI
Kota Bekasi merupakan salah satu kota yang terdapat di provinsi Jawa
Barat, Indonesia. Kota ini berada dalam lingkungan megapolitan Jabodetabek dan menjadi
kota besar ke empat di Indonesia. Saat ini Kota Bekasi berkembang menjadi tempat tinggal
kaum urban dan sentra industri.
1. Keadaan Geografis
Secara geografis Kota Bekasi berada pada ketinggian 19 m di atas permukaan laut.
Kota ini terletak di sebelah timur Jakarta; berbatasan dengan Jakarta Timur di
barat, Kabupaten Bekasi di utara dan timur, Kabupaten Bogordi selatan, serta Kota Depok di
sebelah barat daya. Dari total luas wilayahnya, lebih dari 50% sudah menjadi kawasan efektif
perkotaan dengan 90% kawasan perumahan, 4% kawasan industri, 3% kawasan perdagangan,
dan sisanya untuk bangunan lainnya.
Berdasarkan sensus tahun 2011, kecamatan Bekasi Utara merupakan wilayah dengan
tingkat kepadatan tertinggi di Kota Bekasi, yakni sebesar 12.237 jiwa/km² dan
kecamatan Bantar Gebang dengan kepadatan 4.310 jiwa/km² menjadi yang terendah.
Sementara pencari kerja di kota ini didominasi oleh tamatan SMA atau sederajat, yakni
sekitar 65,6% dari total pencari kerja terdaftar. Sebagai kawasan hunian masyarakat urban,
Bekasi banyak membangun kota-kota mandiri, di antaranya Kota Harapan Indah, Kemang
Pratama, dan Galaxi City. Selain itu pengembang Summarecon Agung juga sedang
membangun kota mandiri Summarecon Bekasi seluas 300 ha di kecamatan Bekasi Utara.
Seiring dengan meningkatnya jumlah masyarakat kelas menengah ke atas, Bekasi juga gencar
melakukan pembangunan apartemen dan pusat perbelanjaan mewah.
Tabel 1.3 : Jumlah Penduduk Kota Bekasi
Tahun Jumlah penduduk
2006 1.773.470
2008 1.800.746
2010 2.336.489 [8]
Sejarah kependudukan kota Bekasi Sumber: BPS Kota Bekasi
Perekonomian Bekasi ditunjang oleh kegiatan perdagangan, perhotelan, dan restoran.
Pada awalnya pusat pertokoan di Bekasi hanya berkembang di sepanjang jalan Ir. H. Juanda
yang membujur sepanjang 3 km dari alun-alun kota hingga terminal Bekasi. Di jalan ini
terdapat berbagai pusat pertokoan yang dibangun sejak tahun 1978. Selanjutnya sejak tahun
1993, kawasan sepanjang Jl. Ahmad Yani berkembang menjadi kawasan perdagangan seiring
dengan munculnya beberapa mal serta sentra niaga. Pertumbuhan kawasan perdagangan terus
berkembang hingga jalan K. H. Noer Ali (Kalimalang), Kranji, dan Kota Harapan Indah.
Selain itu keberadaan kawasan industri di kota ini, juga menjadi mesin pertumbuhan
ekonominya, dengan menempatkan industri pengolahan sebagai yang utama. Lokasi industri
di Kota Bekasi terdapat di kawasan Rawa Lumbu dan Medan Satria
2. Sistem Transportasi
Kabupaten Bekasi merupakan salah satu mitra ibukota negara, khususnya sebagai
sentra produksi dengan keberadaan Kawasan Industri berskala internasional yang sangat
membutuhkan fasilitas jalan yang mendukung. Hal tersebut diwujudkan dalam terbukanya
akses yang luas ke dalam Kabupaten Bekasi melalui Gerbang Tol Mustikajaya, Cibitung,
19
Cikarang Barat dan Cikarang Timur, dimana pada keempat gerbang tol tersebut volume lalu
lintas menunjukan peningkatan volume kendaraan yang sangat signifikan.
Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bekasi tahun
2008, panjang jalan di Kabupaten Bekasi adalah 1012,60 km, terdiri dari jalan tol sepanjang
38,50 km, jalan nasional sepanjang 34,40 km, dan jalan kabupaten sepanjang 393,70 km.
Sedangkan menurut sistem dan fungsinya jalan arteri primer sepanjang 34,40 km, arteri
sekunder sepanjang 3,60 km, kolektor primer sepanjang 360,83 km, kolektor skunder
sepanjang 76,65 km, jalan lokal primer sepanjang 261,72 km dan jalan lokal sekunder
sepanjang 170,6 km. Jalan negara seluruhnya diaspal sedangkan jalan kabupaten 46,08%
diaspal, 27,92% kerikil, dan 26,00% beton. Kondisi jalan negara termasuk sedang, jalan
kabupaten 35,76% baik, sedang 37,06%, rusak 27,18%. Adapun rencana peningkatannya
adalah jalan dalam kondisi rusak akan ditingkatkan menjadi sedang dengan ruas jalan kondisi
sedang akan ditingkatkan menjadi baik.
Keberadaan infrastruktur jalan berbeda antara satu kecamatan dengan kecamatan
lainnya. Pada kecamatan yang terdapat pusat kegiatan ekonomi (industri) maupun
pemerintahan, infrastruktur jalan tersedia dengan baik. Sedangkan di kecamatan-kecamatan
yang masih didominasi kawasan pertanian, infrastruktur jalan cenderung terbatas dari segi
kuantitas maupun kualitas. Pemerintah Kabupaten Bekasi terus berusaha untuk meningkatkan
ketersediaan infrastruktur jalan untuk mendukung perkembangan wilayah Kabupaten Bekasi
yang menyeluruh.
Ruas jalan arteri primer yang merupakan jalan antar karuasan membentuk pola linier,
membentang pada poros barat-timur yaitu dari Kecamatan Cikarang Timur (batas Kabupaten
Karajalang) sampai ke Kecamatan Tambun Selatan (batas Kota Bekasi). Dengan letak yang
sejajar dengan jalan tol Jakarta-Cikampek serta adannya jalan industri dan akses tol sebagai
ruas arteri sekunder yang berdekatan dengan jalur utama tersebut maka seluruh jalur
distribusi utama regional ini terkonsentrasi di bagian tengah Kabupaten Bekasi. Jalan
kolektor yang berfungsi sebagai pengumpan (feeder) dari tiap kawasan wilayah Bekasi
dengan jalur utama ini membentuk simpul yang berkembang menjadi pusat-pusat kegiatan
perekonomian masyarakat yang menyebabkan beban lalulintas poros barat-timur sangat berat
dibandingkan ruas jalan lainnya.
Ruas-ruas jalan kolektor primer dan kolektor sekunder yang tersebar di seluruh
wilayah Kabupaten Bekasi yang menghubungkan antar kecamatan, desa, kampung dan
lingkungan membentuk pola grid (kotak) terutama diwilayah Kabupaten Bekasi sebelah
selatan dan tengah. Sedangkan disebelah utara dan timur, pola jaringan jalannya membentuk
20
jalan melingkar yang membentang dari Kecamatan Muara Gembong sampai Kecamatan
Kedung Waringin. Pola grid jaringan jalan antar ruas jalan kolektor tersebut membentuk
simpul-simpul yang berkembang menjadi sub pusat perekonomian masyarakat menyebabkan
beban lalu lintas cukup tinggi pada ruas-ruas jalan kolektor primer sebagai poros utara-tengah
dan selatan-tengah yang merupakan akses distribusi utama interregional yang
menghubungkan antar karuasan di seluruh wilayah Bekasi, seperti pada ruas jalan Cikarang
Utara-Cibarusah, Cibitung-setu, Babelan-Tambun Utara, Tambelang-Cibitung dan Sukatani-
Cikarang Utara, seluruh ruas jalan tersebut berada di sebelah barat, utara, selatan, dan tengah
wilayah kabupaten Bekasi. Sedangkan akses distribusi utama inter-regional sebagai poros
utara-tengah dan tengah selatan di sebelah timur wilayah Bekasi yang dilayani oleh ruas jalan
Cibarusah-Cikarang Timur dan ruas jalan Muara Gembong-Kedung Waringin memiliki
beban lalu lintas relatif rendah.
Kabupaten Bekasi merupakan salah satu daerah penyangga ibukota negara. Sebagai
daerah penyangga, terutama dalam hal pemukiman sangat dibutuhkan fasilitas jalan yang
mendukung. Di antaranya adalah jalan tol Cibitung dan Cikarang. Di kedua gerbang tol
tersebut volume lalu lintas menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2008, Volume kendaraan
meningkat 6,27 % dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, Kereta api merupakan sarana angkutan
yang banyak digunakan masyarakat Bekasi. Stasiun kereta api yang berlokasi di Kabupaten
Bekasi adalah Stasiun Tambun, Cikarang dan Lemahabang. Dari ketiga stasiun tersebut,
selama tahun 2008 penumpang kereta api berjumlah 1.228.257 orang, atau naik sebesar 30,97
% dibandingkan tahun 2007.
Keberadaan Kabupaten Bekasi sebagai sentra produksi nasional yang ditujukkan oleh
keberadaan Kawasan Industri yang sangat luas menjadikan sistem angkutan barang menjadi
perhatian penting pada transportasi Kabupaten Bekasi. Sistem angkutan barang diarahkan
hanya melintasi jalan primer dan jalan tol dengan rute untuk angkutan penumpang regional
dengan pertimbangan lokasi pergudangan, terminal barang, industri dan pasar. Terdapat
banyak permasalahn yang ditemui hal lintasan angkutan barang dan pengawasannya. Di salah
satu pihak rute angkutan barang telah disesuaikan dengan kelas jalan tinggi sesuai kekuatan
konstruksinya, tetapi angkutan barang masih melewati jalan kelas rendah karena keberadaan
sebagian industri di kawasan permukiman dimana distribusi produk dan bahan baku produksi
melalui jalan tersebut. Permasalahan lain ialah terdapat beberapa pangkalan angkutan barang
di pinggir jalan yang menimbulkan permasalahan lalu lintas dan lingkungan. Selain itu,
adanya outlet produksi kawasan industri Kabupaten Bekasi yang terpusat ke Tanjung Priok
21
melalui jalan Tol yang sudah sangat padat menimbulkan beban lalu lintas yang jauh lebih
tinggi.
3. Data
No Kode Tujuan Perusahaan1. 24 Bandung Primajasa, Gagak Rimang2. 22 Tasik, Banjar , Pangandaran Budiman, Doa Ibu3. 8 Garut , Singaparna Kurnia Bhakti4. 45 Majalengka, Raja galuh Widia, Bingtang Senepa5. 10 Sukabumi, Bogor Giri Indah Pahala Kencana, Laju
utama
Tabel 1.4 : ANGKUTAN KOTA DALAM PROPINSI BEKASI
Tabel 1.5 : ANGKUTAN KOTA ANTAR PROPINSI
No. Kode Tujuan Perusahaan1. 12 Tanjung Priok Mayaraya2. 10 Kalideres Giri Indah, Pahala Kencana3. 15 Tanggerang Giri indah, Mayaraya
Tabel 1.6 : BUS KOTA
No. Kode Tujuan Perusahaan1. 30 Kampung Rambutan Mayasari Bhakti 9 b,c2. 9 KaliDeres Mayasari Bhakti3. 10 Blok M Mayasari Bhakti 1214. 9 Pasar Senen Mayasari Bhakti 1225. 5 Kota Mayasari Bhakti 1286. 180 Pulo Gadung Bus 3/4
Tabel 1.7 : ANGKUTAN KOTA
No. Kode Tujuan Perusahaan1. K - 14 Kp Utan – Setu – Serang pp2. K - 14 A Setu – Cibening – Psr Serang –
Lippo City pp3. K - 16 Tambun – Tambelang – Balong
asem pp4. K - 17 Cikarang – Cibarusah PP
22
5. K - 18 Cikarang – Sukatani PP6. K - 18 A Cikarang – Sukatani – Muara
gembong PP7. K - 18 B Sukatani – Cb Pulo Bambu - bl
Kembang - Ponombo PP8. K - 18 B Sukatani – Cb Pulo Bambu - bl
Kembang - Ponombo PP9. K -29 Cikarang – Bojong – Pabayuran-Sb
Urip – Kp Garon PP10. K -29 A Cikarang – Rengas Bandung –Suka
makmur – Pabayuran PP11. K -29 B Cikarang – Lm Abang – Kp juang –
Rw Kuda – Kp Kramat- Pabayuran PP
12. K -32 Cikarang – Bojong – Pabayuran-Sb Urip – Kp Garon PP
13. K -32 A Cikarang – Cibitung – MM 210014. K -33 Cikarang – Lm abang - Psr
Gombong - Serang15. K -35 Cikarang – Lm abang – Tegal Danas
- Sukamahi16. K -36.A Cikarang – Cibitung – CBL PP17. K - 38 Cikarang – Sukamantri – Pule PP18. K –39 C Cikarang – Cibitung – SKU – Graha
Prima19. K - 42 Cikarang – Lm Abang – Psr
Gombong – Lippo City PP20. K - 49 Cibarusah – Cipamingkis –