Top Banner

of 22

Pajak Penghasilan Pasal 21

Mar 02, 2016

Download

Documents

IQbal Go Ahead
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSebelum kita membahas lebih dalam mengenai utang dan piutang pajak, kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai definisi utang pajak. Utang dalam arti luas ialah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh yang berkewajiban sebagai konsekwensi perikatan, seperti penyerahan barang, membuat lukisan, melakukan perbuatan tertentu, membayar harga barang dan seterusnya. Sedangkan utang dalam arti sempit adalah perikatan sebagai akibat perjanjian khusus yang disebut utang piutang, yang mewajibkan debitur untuk membayar kembali jumlah uang yang telah dipinjamnya dari kreditur. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Utang pajakadalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Rochmat Sumitro, utang pajak adalah utang yang timbulnya secara khusus karena negara sebagai kreditur terikat dan tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan dijadikan debiturnya , seperti dalam hukum perdata. Hal ini terjadi karena utang pajak lahir karena undang-undang berdasarkan atas asas-asas yuridis pemungutan pajak. Ditinjau dari segi hukum, pajak merupakan sebuah perikatan yang terjadi karena undang-undang. Perikatan pajak dilingkupi oleh hukum publik dimana salah satu pihaknya adalah negara yang mempunyai kewenangan untuk memaksa.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana pencatatan untuk PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 25, PPh pasal 26 dan PPN juga PPn BM?2. Bagaimana pembayaran utang pajak dan penghapusan piutang pajak?3. Bagaimana pengajuan keberatan dan banding?

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pajak Penghasilan Pasal 21Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang Undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang No 17 tahun 2000.Pajak penghasilan seperti yang sudah dijelaskan di atas dipungut melalui system pemotongan pada saat penghasilan itu dibayarkan. Dalam tahun bejalan, pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 dapat diilustrasikan sebagai berikut :PT Andi pada Januari 1996 membayarkan gaji dan upah sebagai berikut.Jumlah bruto Rp 100.000.000,-Potongan :Iuran pension Rp 5.000.000,-Premi astek Rp 2.500.000,-Pajak penghasilanRp 12.500.000,-Rp 20.000.000,-Dibayarkan Rp 80.000.000,-

Beberapa jenis potongan yang dilakukan terhadap gaji, selain pajak penghasilan, juga iuran pensiun dan asuransi sosial dan tenaga kerja. Potongan itu biasanya dilakukan sekaligus oleh perusahaan dan kemudian disetorkan ke kas Negara atau tempat lain yang ditunjuk.Berdasarkan hal itu, pencatatan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai berikut :a. Pada saat penghitungan dan pemotongan pajak dan iuran pensiun serta premi asuransi sosial dan tenaga kerja (astek).Biaya gaji Rp 100.000.000,-Utang iuran pensiun Rp 5.000.000,-Utang premi astek Rp 2.500.000,-Utang PPh Pasal 21 Rp 12.500.000,-Kas Rp 80.000.000,-b. Pada saat penyetoran pajak dan iuran lainnya ke kas Negara :Utang PPh Pasal 21 Rp 12.500.000,-Utang iuran pensiun Rp 5.000.000,-Utang premi astek Rp 2.500.000,-Kas Rp 20.000.000,-

Pada akhir tahun, perusahaan melakukan perhitungan PPh Pasal 21 tahunan dan menyampaikan SPT Tahunan serta menyetorkan kekurangannya ke kas Negara. Kekurangan pajak itu merupakan kewajiban yang sebenarnya ditanggung oleh pegawai (penerima penghasilan). Alokasi kepada pegawai tertentu yang kurang dipotong merupakan kewajiban perusahaan. Sebaliknya, apabila terdapat kelebihan bayar akan dikompensasikan dengan pembayaran bulan berikutnya. Kompensasi itu akan mengurangi potongan PPh Pasal 21 dari pegawai yang bersangkutan.Adakalanya PPh Pasal 21 dari para karyawan ditanggung oleh pemberi kerja. Pajak itu merupakan bagian dari unsur biaya gaji. Demikian juga apabila diberikan tunjangan pajak kepada para pegawai. Pajak ditanggung pemberi kerja dan tunjangan pajak itu merupakan unsur biaya bagi pemberi kerja dan dialokasikan pada kelompok kelompok biaya sesuai dengan tempat karyawan memberikan kontribusi pencapaian penghasilan perusahaan.Honorarium yang diterima tenaga ahliPerusahaan memperkerjakan seorang dokter untuk menangani kesehatan karyawannya. Atas jasanya, dokter tersebut mendapatkan honorarium perbulan sebesar Rp 5.000.000,-. PPh pasal 21 yang dipotong adalah sebesar 7,5% x Rp 5.000.000,- atau sebesar Rp 375.000,-.Jurnal yang dilakukan oleh dokter atas penghasilan honorarium tersebut adalah sebagai berikut :Kas/BankRp 4.625.000,-PPh pasal 21 dipotongRp 375.000,-HonorariumRp 5.000.000,-Honorarium kepada pejabat Negara, PNS, dan Anggota TNI/POLRIRizqi sebagai seorang PNS yang juga menjadi salah satu anggota supervisi dengan mendapatkan honorarium sebesar Rp 1.000.000,- per bulan yang dibayar dari dana APBD. PPh yang dipotong atas honorarium tersebut adalah sebesar 15% x Rp 1.000.000,- atau Rp 150.000,-. Pengakuan penghasilan dari honorarium tersebut dilakukan jurnal oleh Rizqi sebagai berikut :Kas/BankRp 850.000,-PPh pasal 21 dipotongRp 150.000,-HonorariumRp 1.000.000,-

2.2 Pajak Penghasilan Pasal 22Pasal 22 UU PPh 1984 memberikan kewenangan kepada Menteri keuangan untuk menunjuk badan-badan tertentu. Untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan dibidang impor. PPh pasal 22 dipungut dari potensi penghasilan yang terdapat dalam transaksi impor. Karena sifatnya masih potensi penghasilan, besarnya jumlah pungutan penghasilan akan diperoleh dari adanya aktivitas itu.Misalnya, PT ABC ditunjuk sebagai pemungut PPh pasal 22. PT XYZ melakukan transaksi senilai Rp100.000.000 dengan PT ABC. Tarifnya misalnya 2,5%. Oleh karena itu, PT XYZ selain membayar nilai transaksi Rp100.000.000 masih harus menambah pembayaran PPh pasal 22 Rp 2.500.000 (2,5% x 100.000.000)a. Pada waktu memungut PPh pasal 22Kas Rp 102.500.000,-Utang PPh pasal 22 Rp 2.500.000,-Penjualan Rp 100.000.000,-b. Pada waktu penyetoran PPh pasal 22Utang PPh pasal 22 Rp 2.500.000,-Kas Rp 2.500.000,-Beberapa transaksi yang dikenakan pungutan pajak penghasilan pasal 22 beserta tarifnya sebagai berikut :a. Pembelian barang yang dibiayai dengan APBN/APBD dipungut pajak sebesar 1,5% dari jumlah bruto.b. Transaksi impor dipungut pajak sebesar 2,5% (yang menggunakan angka pengenal impor atau API), 7,5% (yang tidak mempergunakan API dan impor lainnya yang tidak dikuasai).c. Penyalur produk pertamina, tepung terigu dan gula pasir, dan semen dikenakan pungutan pajak sebesar 0,25% dari jumlah bruto dan bersifal final.d. Penyalur rokok dipungut pajak final sebesar 0,1%.e. Penyalur kertas dipungut pajak sebesar 0,1% tidak final, sedangkan penyalur otomotif dipungut pajak pendahuluan dari jumlah bruto sebesar 0,45%.PPh pasal 22 dari bendaharawan pemerintahPT. Duhita mendapat pesanan mukena dari Dispenda yang akan disumbangkan pada masyarakat sebesar Rp 220.000.000,-. Atas pembelian itu, bendaharawan Dispenda memotong PPN dan PPh pasal 22 seperti berikut ini:PPN sebesar Rp 20.000.000,- atau 100/110 x 10% x Rp 220.000.000,-PPh pasal 22 sebesar Rp 3.000.000,- atau 1,5% x Rp 200.000.000,-Jurnal dari penghasilan yang diterima PT. Duhita adalah sebagai berikut :Piutang dagangRp 197.000.000,-PPh pasal 22Rp 3.000.000,-PPN dibayar dimukaRp 20.000.000,-PenjualanRp 200.000.000,-PPN keluaranRp 20.000.000,-Jurnal pelunasan piutang dagangKas/bankRp 197.000.000,-Piutang dagangRp 197.000.000,-PPh pasal 22 ImporPT. Yasindo mendatangkan bahan baku obat dari Singapura senilai 1,100 USd dan kurs pajak pada saat itu adalah sebesar Rp 10.000,- per USD. Sedangkan kurs bank berkaitan berkaitan transaksi tersebut adalah Rp 9.500,- besarnya PPN impor dan PPH pasal 22 impor ynag harus dibayar oleh PT. Yasindo adalah sebagai berikut :PPn sebesar Rp 1.000.000,- atau 100/110 x 105 x Rp 11.000.000PPh pasal 22 impor sebesar Rp 250.000,- atau sebesar 2,5% x Rp 10.000.000,-, yang oleh PT. Yasindo dapat dikreditkan untuk perhitungan PPh yang masih harus dibayar pada akhir tahun.Jurnal pembelian impor tersebut adalah sebagai berikut :Pembelian/impor bahanRp 9.500.000,-PPN imporRp 950.000,-Hutang dagangRp 9.262.500,-Bukti pungut PPh pasal 22 imporRp 237.500,-PPN imporRp 950.000,-Jurnal pelunasanHutang dagangRp 9.262.500,-Bukti pungut PPh pasal 22 imporRp 237.500,-PPN imporRp 950.000,-Kas/bankRp 10.450.000,-2.3 Pajak Penghasilan Pasal 23Pasal 23 UU PPh 1984 meminta kepada subjek pajak badan dalam negrri dan peyelenggara kegiatan untuk memotong pajak penghasilan atas pembayaan yang berupa deviden, bunga, royalty, hadiah, sewa dan imbalan atas jasa. Tarif potongan pajak 15% atas jumlah penghasilan bruto atau prakiraan penghasilan neto. Namun, sesuai dengan ketentuan pasal 23 ayat (4), terdapat bebrapa kategori penghasilan yang dikecualikan dari potongan itu, misalnya pembayaran bunga kepada bank, sewa kepada perusahaan swea guna usaha, dan bunga simpanan tertentu.Misalnya PT Andi membayar bunga kepada PT Iwan Rp 50.000.000,00 penctatn tentang pemotonngan dan pembayaran PPh pasal 23 sebagai berikut:a. Pemotongan PPh pasal 23 sebanyak 15%Biaya bunga Rp 50.000.000,-Utang PPh Pasal 23 Rp 7.500.000,-Kas Rp. 42.500.000,-b. Pembayaran pajak ke kas NegaraUtang PPh Pasal 23 Rp 7.500.000,-Kas Rp 7.500.000,-Kategori penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah sebagai berikut :1. Bunga : 15% x bruto2. Bunga deposito, bunga tabungan : 20% x bruto3. Hadiah undian : 25% x bruto4. Hadiah dengan lomba : 15% x bruto5. Sewa tanah,bangunan : 10% x bruto6. Dubing : 6% x bruto7. Jasa katering: 1,5% x bruto8. Jasa kontruksi: 4% x bruto9. Jasa akuntan, notaries pengacara: 7,5% x bruto

PPh pasal 23 jasa kateringPT. Rosyida memesan makanan dari CV.BUMUL senilai Rp 11.000.000,- sehingga PPN dan PPh pasal 23 yang dipotong oleh PT. Rosyida adalah sebgai berikut :PPN sebesar Rp 1.000.000,- atau 100/110 x 10% x Rp 11.000.000,-PPh pasal 23 sebesar Rp 150.000,- atau 1,5% x Rp 10.000.000,-Bagi PT. Rosyida pihak pemakai jasaJurnal pesanan catering oleh PT. Rosyida adalah sebagai berikut :Pembelian makananRp 10.000.000,-PPN masukanRp 1.000.000,-Hutang cateringRp 9.800.000,-Hutang PPh pasal 23 kateringRp 200.000,-PPN dibayar dimukaRp 1.000.000,-Jurnal pelunasanHutang cateringRp 9.850.000,-Hutang PPh pasal 23 kateringRp 150.000,-PPN dibayar dimukaRp 1.000.000,-Kas/bankRp 11.000.000,-PPN dibayar dimuka akan di jurnal dengan hutang PPN dan apabila hutang PPN lebih besar dari PPN dibayar di muka maka selisihnya harus dibayar. Misalnya hutang PPN pada masa tersebut adalah Rp 1.100.000,- maka jurnalnya sebgai berikut :Hutang PPNRp 1.100.000,-PPn dibayar di mukaRp 1.000.000,-Kas/bankRp 100.000,-Bagi CV. BUMUL sebagai pihak pemberi jasaJurnal penghasilan jasa catering oleh CV. BUMUL adalah sebagai berikut :Piutang cateringRp 9.800.000,-Bukti potong PPh pasal 23 kateringRp 200.000,-PPN keluaranRp 1.000.000,-PenghasilanRp 10.000.000,-Hutang PPNRp 1.000.000,- Jurnal pelunasan piutang catering adalah sebagai berikut :Kas/bankRp 10.800.000,-Piutang cateringRp 9.800.000,-Hutang PPNRp 1.000.000,-Atas bukti potong PPh pasal 23 yang dipotong dan telah dibayar oleh PT. Rosyida sebesar Rp 200.000,- tersebut akan menjadi kredit pajak bagi CV. BUMUL untuk mengurangi PPh yang masih harus dibayar di akhir tahun.

2.4 Pajak Penghasilan Pasal 25Dalam sistem perpajakan self assessment dengan penetapan pajak terutang oleh wajib pajak sendiri, pelunasan pajak dilakukan selama tahun berjalan dan kalau masih ada kekurangan dilunasi setelah akhir tahun atau sebelum batas akhir waktu akhir penyampaian SPT tahunan. Pelunasan sendiri oleh wajib pajak selama tahun berjalan dilakukan dengan membayar angsuran bulanan sesuai dengan ketentuan Pasal 25.Pembayaran PPh pasal 25 merupakan pembayaran di muka terhadap utang pajak penghasilan yang akan dihitung sendiri oleh wajib pajak pada akhir tahun pajak. Secara substansial, sebetulnya system pemotongan dan pemungutan pajak berakibat sama bagi wajib pajak dan pemotong atau pemungut pajak. Istilah potongan dipakai untuk menunjukkan objek yang dikenakan potongan, yaitu penghasilan (bruto) yang dibayarkan atau diterimakan oleh pemotong pajak. Beberapa kategori penghasilan itu misalnya deviden, bunga, sewa, royalty, gaji, dan upah.Kalau perhitungan SPT menunjukkan jumlah pajak lebih bayar, hak atas kelebihan itu masih bersifat sementara (tentatif) sampai suatu saat dikeluarkannya ketetapan lebih pembayaran pajak. Kalau ternyata ketetapan pajak yang dikeluarkan kemudian menunjukkan jumlah kurang bayar, yang sering terjadi adalah utang pajak ( dan bukannya hak atas kelebihan pembayaran)Untuk pajak penghasilan yang dipotong dengan ketentuan final, potongan itu tidak dapat dikreditkan. Oleh karena itu, harus dicatat terpisah dari potongan atau pungutan yang dapat dikreditkan. Namun jastifikasi legal perpajakan akan timbul apabila transaksi yang kena pajak final itu batal. Dalam kasus demikian karena tidak ada transaksi (objek) pajak maka seharusnya pajak yang terlanjur dibayar atau dipotong dapat diterima kembali oleh wajib pajak.2.5 Pajak Penghasilan Pasal 26Berbeda dengan PPh Pasal 23, PPh pasal 26 deberlakukan terhadap pembayaran dividen dan bunga kepada WPLN. Potongan itu merupakan pembayaran pajak final oleh wajib pajak yang tidak perlu diperhitungkan pada akhir tahun. Menurut ketentuan pasal 26, tariff potongan pajak 20% dari jumlah bruto (dividen, bunga, royalty, sewa, imbalan dari jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah, dan penghargaan serta pensiun)Contoh : PT. Duhita Raya membayar gaji kepada karyawan asing sebesarRp 100.000.000,- dan PPh pasal 26 dibayar oleh perusahaan. Besarnya biaya yang dapat dibebankan oleh PT. Duhita Raya dapat dihitung sebgai berikut :Gaji yang diterima karyawan asing Rp 100.000.000,-Dasar pengenaan PPh pasal 26=(100/80) x Rp 100.000.000,-Rp 125.000.000,-Biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah sebesar Rp 125.000.000,-.Jurnal dari pembayaran gaji tersebut adalah sebgai berikut :Biaya gajiRp 125.000.000,-PPh pasal 26 dipotongRp 25.000.000,-Kas/bankRp 100.000.000,-PPh pasal 26 dipotongRp 25.000.000,-Kas/bankRp 25.000.000,-2.6 PPN dan PPn BMPenghasilan yang diperoleh atau diterima perusahaan dikenakan pajak penghasilan, sedangkan atas transaksi penerimaan barang atau jasa (yang daripadanya dapat diperoleh penghasilan) dikenakan PPN dan PPn BM. PPN dan PPn Bm dikenakan atas penyerahan barang kena pajak (misalnya barang hasil manufaktur) dan jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak (pengusaha yang oleh undang-undang dibebani kewajiban untuk memungut pajak). Dengan dipungutnya PPN dalam penyerahan atau perolehan barang dan jasa berarti dalam jumlah tagihan (oleh penjual) atau pembayaran (oleh pembeli) termasuk PPN.Contoh :PT. Andi pada januari 1995 melakukan pembelian barang dan jasa kena pajak Rp 10.000.000,- dan menyerahkan barang kena pajak Rp 15.000.000,-. Tariff PPN 10%, kalau semua pajak masukan dapat dikreditkan maka pencatatan yang akan dilakukan oleh PT. Andi sebagai berikut :a) Pembelian barang dan jasaPembelianRp 10.000.000,-PPN masukanRp 1.000.000,-Kas/utangRp 11.000.000,-b) Penjualan barangKas/piutangRp 16.500.000,-PenjualanRp 15.000.000,-PPN keluaranRp 1.500.000,-c) Pada saat penyetoran PPNPPN keluaranRp 1.500.000,-PPN masukanRp 1.000.000,-PPN harus dibayarRp 500.000,-PPN harus dibayarRp 500.000,- Kas Rp 500.000,-2.7 Utang Pajak Yang LainSelain PPh dan PPN, perusahaan juga masih mempunyai kewajiban terhadap jenis pajak yang lain, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak yang dipungut pemerintah daerah (pajak kendaraan bermotor), mungkin juga retribusi. Pajak-pajak itu, umumnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (untuk keperluan pajak penghasilan).Dalam kasus PBB, pengirim Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) mengakibatkan adanya utang pajak bagi perusahaan. Utang itu baru lunas setelah ada pembayaran. Pencatatan utang PBB dan pajak daerah serta retribusi dilakukan sama seperti pajak yang lain. Pada penutupan tahun, pajak-pajak itu dipindahkan sebagi biaya pada laporan laba rugi.2.8 Pembayaran Utang Pajak Dan Penghapusan Piutang Pajak Pembayaran Utang Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak Sesuai dengan KEP-325/PJ/2001 tanggal 30 April 2001 tentang tata cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak. Dirjen pajak dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi syarat 1. Pajak yang masih harus dibayar dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat keputusan pembetulan. Surat keputusan keberatan, putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. 2. Kekurangan pembayaran PPh yang masih harus dibayar dalam SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU PPh. Ketentuan Pengajuan Permohonan Angsuran Atau Penundaan Permohonan diajukan secara tertulis kepada kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar paling lambat 15 hari sebelum jatuh tempo Permohonan disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau ditunda dan dilampiri bukti-bukti yang kuat. Bersedia memberikan jaminan yang besarnya ditentukan berdasarkan pertimbangan kepala KPP. Wajib pajak tidak memiliki tunggakan pajak yang telah jatuh tempo Kepala KPP menerbitkan keputusan menerima atau menolak permohonan wajib pajak dalam jangka waktu 10 hari sejak permohonan diterima.Penghapusan Piutang Pajak : 1. KMK No.565/KMK.04/2000 Jo KMK No. 539/KMK.03/2003 Berdasarkan piutang pajak yang dihapuskan adalah piutang pajak yang jumlahnya masih harus ditagih sebagaimana tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT (termasuk SKP, BPHTB, SK Keberatan, SK Putusan Banding) yang meliputi pajak kenaikan bunga dan atau denda.Syarat-syarat piutang pajak yang dihapuskan adalah Piutang pajak wajib pajak orang pribadi, wajib pajak dan atau penanggung pajak tidak dapat ditemukan atau meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan atau tidak ada ahli waris Wajib pajak dan atau penanggung pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa atau sebab lain sesuai hasil penelitian. Piutang wajib pajak badan Wajib pajak bubar, likuidasi atau pailit dan pengurus, direksi, komisaris, pemegang saham, pemilik modal tidak dapat ditemukan Wajib pajak dan atau penanggung pajak tidak memiliki harta kekayaan lagi Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa Sebab lain sesuai hasil penelitian 2.9 Pengajuan Keberatan Dan BandingYang Dimaksud Dengan Keberatan Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.Dalam pelaksanaan ketentua peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.

Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas: 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); 5. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga Ketentuan Pengajuan Keberatan Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempatWP terdaftar, dengan syarat:1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.2. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.3. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses. Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujuiWajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.

Jangka Waktu Pengajuan Keberatan Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.1. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. 2. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika dalam keadaan diluar kekuasaannya. Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Penyelesaian Keberatan Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.

Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan 1. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.2. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.Surat Keputusan KeberatanSurat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

BandingSK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi bagi Wajib Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke Pengadilan Pajak.

Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding

Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat: 1. Tertulis dalam bahasa Indonesia, 2. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.3. Alasan yang jelas.4. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan. 5. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding, 6. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

Imbalan Bunga Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

Putusan Banding Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak.Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanUtang pajakadalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.Yang termasuk dalam utang dan piutang pajak antara lain : PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 25, PPh pasal 26, PPN, PPn Bm dan pajak lainnyaPembayaran utang pajak dapat di angsur dan dapat di tunda dengan syarat yang telah ditentukan.Wajib pajak dapat mengajukan keberatan dan banding terhadap pemotongan pajak yang diperolehnya.

DAFTAR PUSTAKAGunadi. Akuntansi Pajak Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Baru. 1997. Jakarta: penerbit GrasindoMuljono, djoko. Akuntansi Pajak edisi revisi. 2009. Yogyakarta : penerbit AndiSoemiro, Rochmat, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1994, PT Eresco, Bandung, 1992.20