OTONOMI PARTAI DI TINGKAT LOKAL DALAM PENENTUAN CALON KEPALA DAERAH DI SULAWESI SELATAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Politik pada Departemen Ilmu Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Oleh DIRWAN KALAM SAHIRSAN E 111 14 305 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK DAN PEMERINTAHAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
104
Embed
OTONOMI PARTAI DI TINGKAT LOKAL DALAM PENENTUAN ... - …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
OTONOMI PARTAI DI TINGKAT LOKAL DALAM PENENTUAN CALON
KEPALA DAERAH DI SULAWESI SELATAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu
Politik pada Departemen Ilmu Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik
Oleh
DIRWAN KALAM SAHIRSAN
E 111 14 305
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK DAN PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
OTONOMI PARTAI DI TINGKAT LOKAL DALAM PENENTUAN CALON
KEPALA DAERAH DI SULAWESI SELATAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu
Politik pada Departemen Ilmu Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik
Oleh
DIRWAN KALAM SAHIRSAN
E 111 14 305
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK DAN PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
OTONOMI PARTAI DI TINGKAT LOKAL DALAM PENENTUAN CALON KEPALA
DAERAH DI SULAWESI SELATAN
(Studi Kasus : Penjaringan Calon Gubernur Sulawesi Selatan melalui
Partai Amanat Nasional dalam menghadapi Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018)
Disusun dan diajukan oleh
Dirwan Kalam Sahirsan
E111 14 305
Dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Pada tanggal ………….
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui,
Pembimbing I
Prof. Dr. Muh. Kausar Bailusy, MA NIP : 195206061981031020
Pembimbing II
A. Ali. Armunanto, S.IP, M.Si NIP : 198011142008121003
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan
FISIP Unhas
Dr. H. Andi Samsu Alam, M.Si NIP : 196412311989031027
Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP Unhas
A. Ali. Armunanto, S.IP, M.Si
NIP : 198011142008121003
LEMBAR PENERIMAAN
SKRIPSI
OTONOMI PARTAI DI TINGKAT LOKAL DALAM PENENTUAN CALON KEPALA
DAERAH DI SULAWESI SELATAN
(Studi Kasus : Penjaringan Calon Gubernur Sulawesi Selatan melalui Partai Amanat
Nasional dalam menghadapi Pemilihan Gubernur tahun 2018)
Disusun dan diajukan oleh
Dirwan Kalam Sahirsan
E111 14 305
Dinyatakan telah memenuhi syarat oleh panitia ujian skripsi
Pada Program Studi Ilmu Politik
Departemen Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
Makassar, ………………………..
Menyetujui,
PANITIA UJIAN
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Kausar Bailusy, MA ( ………………………)
Sekretaris : Andi Ali Armunanto, S.IP, M.Si ( ………………………)
Anggota : Dr. Muhammad Saad, MA ( ………………………)
Anggota : Dr. Ariana Yunus, M.Si ( ………………………)
Anggota : Endang Sari, S.IP, M.Si ( …………………….)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabbarakatu,
Pertama – tama, penulis mengucapkan puji syukur atas rahmat dan hidayah yang
diberikan tuhan yang maha kuasa, karena berkat rahmat dan karunianya penulis masih diberikan
kesehatan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul,”Otonomi partai di tingkat lokal dalam
penentuan calon kepala daerah di Sulawesi Selatan ( Studi : Penjaringan Calon Gubernur
Sulawesi Selatan melalui Partai Amanat Nasional dalam menghadapi Pemilihan Gubernur tahun
2018). Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari pandangan subyektif penulis dalam
melakukan analisis, sehingga kajian dan analisis bersama diperlukan untuk meningkatkan sifat
ilmiah dari skripsi. Penulis juga meminta pembaca untuk memasukan saran dan kritikan terhadap
setiap detail penulisan dalam skripsi ini. Permohonan maaf apabila dalam skripsi ini ditemukan
kesalahan penulisan dikarenakan keterbatasan penulis dalam mencermati setiap aspek
penulisan.
Skripsi ini penulis dedikasikan untuk kedua orang tua ayahanda Ir. H. Sahirsan, M.Sc dan
ibunda Hj. Siti Hajrah, SE yang telah memotivasi penulis selama menempuh Pendidikan strata
satu di Prodi Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Kepada kakak dan adikku kak Dzicky Kalam,
dek Ilmi Kalam, dek Ikramin Kalam dan sibungsu Putri Rahayu Kalam, semoga dengan gelar
yang didapat penulis, bisa memacu semangat untuh menempuh dan menyelesaikan pendidikan
setinggi-tingginya. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada keluarga besar yang namanya tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada bapak Prof. Dr. Muhammad Kausar Bailusy, MA selaku pembimbing I
yang telah membantu mengarahkan isi dan detail penulisan dalam skripsi ini ,serta bapak Andi
Ali Armunanto, M.Si selaku pembimbing dua yang banyak memberikan masukan dan arahan
dalam pengerjaan skripsi penulis . Tanpa bimbingan dari kedua pembimbing penulis maka skripsi
ini tidak akan terlihat maksimal dalam pengerjaannya. Selain itu, penulis juga menyampaikan
rasa terimakasih kepada :
1. Dekan FISIP Unhas, Prof. Dr. Alimuddin Unde beserta jajarannya, Wakil Dekan Bidang
Akademik, Dr. Gustiana A. Kambo, M.Si, Wakil Dekan Bidang Perencanaan, Keuangan
dan Sumber Daya, Prof. Dr. H. Baharuddin, M.Si dan Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Alumni, Dr. Rahmat Muhammad, M.Si
2. Ketua Departemen Ilmu Politik dan pemerintahan, Dr. H. Andi Syamsu Alam, M.Si, serta
Sekretaris Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan, Andi Naharuddin, M.Si
3. Ketua Program Studi Ilmu Politik, Andi Ali Armunanto yang juga merupakan Pembimbing
Akademik penulis. Serta para Dosen Ilmu Politik FISIP Unhas, Prof. Dr. Muh. Kausar
Bailusy, MA ; Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si ; Prof. Dr. Muhammad, M.Si; Prof. Dr.
M.Basir,M.ag, Dr. Muh. Saad, MA, Dr. Ariana, M.Si, Dr. Sukri, M.Si, Dr. Gustiana A.
Penjaringan calon yang dilakukan setiap partai politik di Indonesia
memiliki perbedaan dan ciri khas tersendiri, tidak terkecuali dengan
penjaringan calon yang di lakukan oleh Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam
menghadapi proses pemilihan kepala daerah DPW PAN berkewajiban untuk
mendirikan Tim Pilkada. Tim Pilkada adalah lembaga Ad Hoc yang didirikan
DPW PAN dengan tujuan menjaring dan mengusulkan nama-nama calon
kepala daerah untuk diusul ke DPW PAN. Nama-nama yang diusulkan Tim
Pilkada akan dibahas DPW PAN dalam rapat pleno untuk mengerucutkan
beberapa calon terbaik. Calon tersebut kemudian diusulkan ke DPP PAN untuk
dipilih dan diterbitkan sebuah rekomendasi partai politik.
Pemilihan kepala daerah di Sulawesi Selatan tahun 2018, PAN memiliki
dilematis dalam mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur, ini
terjadi karena PAN memiliki dua rekomendasi dalam mengusung calon kepala
daerah Sulawesi Selatan. Awalnya rekomendasi PAN diserahkan kepada
pasangan Ichsan Yasin Limpo dan Andi Mudzakar, akhir tahun 2017
rekomendasi tersebut beralih ke pasangan Nurdin Abdullah dan Sudirman
Sulaiman.4 Rekomendasi kedua yang dikeluarkan oleh DPP PAN dilakukan
tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan DPW PAN Sulawesi Selatan. Padahal
4 Muh. Hasim Arfah, Hasil Rapat Terbatas: DPW dan DPD PAN se-Sulsel Tetap Usung IYL-Cakka, Makassar.Tribunnews.com, 2017, Diakses tanggal 2 November 2017, http://makassar.tribunnews.com/2017/09/20/hasil-rapat-terbatas-dpw-dan-dpd-pan-se-sulsel-tetap-usung-iyl-cakka?page=all
6
berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PAN,
Bab XVII tentang pencalonan kepala pemerintahan, pasal 70, poin dua
menjelaskan bahwa penentuan dan penetapan calon gubernur oleh DPP PAN
dilakukan berdasarkan usulan DPW PAN.5
Status bakal calon menjadi calon gubernur di Sulawesi Selatan
setidaknya dibutuhkan 17 Kursi di DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 pasal 40 ayat 1 tentang
syarat dukungan partai politik tingkat daerah :
“ ….. pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling
sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.”6
Pasca rekomendasi DPP PAN beralih ke Nurdin Abdullah, Ichsan Yasin
Limpo hanya mendapat dukungan tujuh kursi dari jumlah kursi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan. Dengan perolehan kursi
yang tidak mencukupi, maka Ichsan Yasin Limpo tidak bisa mencalonkan diri
melalui jalur partai politik. Sedangkan rivalnya, Nurdin Abdullah yang didukung
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan 6 kursi, Partai Demokrasi Indonesia
5 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PAN 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2015
7
Perjuangan (PDIP) 5 kursi , Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 3 kursi, dan
Partai Amanat Nasional (PAN) 9 kursi. Nurdin Abdullah telah mengantongi 23
kursi dari jumlah kursi di DPRD dan memenuhi syarat untuk mencalonkan diri
sebagai gubernur di Sulawesi Selatan.
Kader PAN di tingkat lokal pendukung Ichsan Yasin Limpo dalam
tahapan ujian, jauh sebelum rekomendasi untuk Nurdin Abdullah diterbitkan
DPP PAN, kader PAN di Sulawesi Selatan sudah diinstruksikan untuk bekerja
mendukung Ichsan Yasin Limpo. Tidak ingin malu dan dianggap tidak
konsisten, secara bersamaan kader PAN di Sulawesi Selatan menolak
rekomendasi baru yang diterbitkan oleh DPP PAN.7 PAN Sulawesi Selatan
memiliki rekam jejak yang dekat dengan keluarga Yasin Limpo. Sejak kakak
Ichsan Yasin Limpo, Syahrul Yasin Limpo, mencalonkan diri dalam Pemilihan
Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2007, PAN menjadi salah satu partai
pengusung Syahrul Yasin Limpo pada periode pertama dan kedua
pencalonannya dipilkada Sulawesi Selatan. Pilkada Kabupaten Gowa tahun
2015, PAN juga termasuk partai politik pengusung anak Ichsan Yasin Limpo.
Survei Polltracking menempatkan elektabilitas Ichsan Yasin Limpo berada
pada posisi empat besar dan merupakan pesaing kuat bakal calon gubernur
7 Andi Aan Pranata, PAN tak Solid Dukung Nurdin Abdullah di Pilgub Sulsel, news.metrotvnews.com, 2017, diakses tanggal 1 November 2017 , http://news.metrotvnews.com/read/2017/10/23/777171/pan-tak-solid-dukung-nurdin-abdullah-di-pilgub-sulsel
Sulawesi selatan lainnya,8 sehingga tidak ada alasan kuat PAN di tingkat lokal
beralih dukungan ke pasangan calon lain.
Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk mengangkat
Judul: “ Otonomi Partai di Tingkat Lokal dalam Penentuan Calon Kepala
Daerah di Sulawesi Selatan” studi tentang Penjaringan Calon Gubernur
Sulawesi Selatan melalui Partai Amanat Nasional dalam menghadapi
Pemilihan Gubernur tahun 2018
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah implementasi otonomi partai politik di tingkat lokal dalam
menentukan calon kepala daerah di Sulawesi Selatan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara umum penulis
bertujuan menggambarkan dan menganalisis keotonomian partai politik di
tingkat lokal dalam menentukan calon kepala daerah yang diusung Partai
Amanat Nasional di Sulawesi Selatan
8 Muhammad Abdurrahman, tiga cagub sulsel bersaing ketat di Survei Poltracking, detik.com, 2017, diakses tanggal 4 November 2017, https://m/detik.com/news/berita/3656114/3-cagub-sulsel-bersaing-ketat-di-survei-poltracking
1. Bahan informasi ilmiah peneliti lain yang ingin melihat bagimana otonomi
partai politik dalam menentukan calon kepala daerah.
2. Memperkaya kajian ilmu politik dalam upaya pengembangan Ilmu
pengetahuan.
Manfaat Praktis
1. Bahan rujukan masyarakat yang berminat dalam memahami realitas politik
yang terjadi khususnya dalam partai politik.
2. Acuan Partai Politik melakukan seleksi calon kepala daerah dalam proses
Pilkada
10
BAB II
Tinjauan Pustaka
Bagian ini akan membahas tinjauan secara teoritis mengenai otonomi
partai politik di tingkat lokal dalam penentuan calon kepala daerah (Studi
tentang penjaringan Calon Gubernur Sulawesi Selatan dalam menghadapi
Pilgub tahun 2018). Adapun konsep dan teori yang digunakan untuk
menggambarkan dan menyelesaikan masalah adalah Pendekatan
institusionalisme baru dan konsep partai politik
2.1. Pendekatan Institusionalisme baru
Institusionalisme baru adalah sebuah pendekatan dalam ilmu politik dan
merupakan pembaharuan dari pendekatan sebelumnya yaitu
institusionalisme lama. Pendekatan Institusionalisme baru merupakan sebuah
bentuk penyimpangan dari pendekatan Institusionalisme lama.9 Perbedaan
mendasar antara institusionalisme baru dan institusionalisme lama terletak
pada sudut pandang kedua pendekatan terhadap negara. Institusionalisme
9 Miriam Budiardjo,”Dasar-dasar ilmu politik”, ( Jakarta ; Gramedia Pustaka, 2013 ), hlm. 96
11
lama memandang negara secara statis, sedangkan institusionalisme baru
memandang negara secara dinamis dan dapat diperbaiki.10
Institusionalisme baru banyak dipengaruhi pendekatan perilaku yang
muncul pasca institusionalisme lama. Aturan konstitusi dan praktek
menentukan kesesuaian perilaku spesifik aktor dalam situasi yang spesifik
pula.11 Untuk memahami pendekatan institusionalisme baru dapat dilihat dari
(a) sifat dari institusi, sebagai setting terorganisir yang dilakukan oleh aktor
politik, (b) proses yang menerjemahkan struktur dan peraturan menjadi sebuah
dampak politik, dan (c) proses yang menerjemahkan perilaku manusia
kedalam sebuah struktur dan peraturan yang menetapkan, mempertahankan,
mengubah atau menghilangkan institusi.12
March dan Olsen, pengguna pendekatan institusionalisme baru
berpendapat bahwa pusat dari analisis ilmu politik bisa ditempatkan pada
individu dan sifat utilitarian yang lebih besar, asumsi dan metodologi.13 Lebih
lanjut, March dan Olsen juga melihat aktor individu memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi bentuk dan fungsi konstitusi politik yang lebih otonom.
10 Ibid. 11 Oxford University press, “The Oxford Handbook of political Institutions”, ( New York : Oxford University press, 2006 ), hlm. 3 12 Ibid 13 B. Guy Petter,”Institutional teori in political science”, ( London : Continum, 2001), hlm. 25
12
Menurut Angela Penebianco, pendekatan dalam studi ilmu politik,
intitusionalisme baru memberikan prioritas lebih besar terhadap dinamika
tentang terbentuknya organisasi dan hubungan antara berbagai elemen atau
faksi yang berbeda di dalamnya. Pendekatan ini tidak menyangkal bahwa
berkompetisi untuk memperoleh suara dapat mendorong partai politik
melakukan reformasi internal dan memodifikasi strukturnya. Penekanan peran
pola hubungan intrapartai yang ada dalam penjaringan memungkinkan
berkumpulnya partai politik dalam bentuk organisasional tunggal yang
optimal.14
Inti dari institusionalisme baru yang dirumuskan oleh Robert E. Godin
adalah :
1) Aktor dan kelompok melaksanakan proyeknya dalam suatu konteks yang
dibatasi secara kolektif
2) Pembatasan tersebut terdiri dari institusi-institusi yaitu pola norma dan pola
peran serta perilaku dari mereka yang memegang peran tersebut
3) Disisi lain, pembatasan tersebut juga memberikan keuntungan bagi individu
dan kelompok yang menjalankan proyeknya
4) Hal tersebut terjadi karena pembatasan tersebut juga menimbulkan
preferensi dan motivasi dari aktor dan kelompok-kelompok
14 David Mars dan Gery Stoker, Theory and Methods in Political Science (Teori dan Metode dalam llmu Politik), terjemahan Helmi Mahadi dan Shohifullah, Bandung, Nusa Media, 2010, hal. 116 13
13
5) Pembatasan tersebut mewujudkan, memelihara dan memberi peluang
serta kekuatan yang berbeda kepada individu dan kelompok masing-
masing 15
Pendekatan Institusionalisme baru sangat baik digunakan pada negara-
negara yang baru membebaskan diri dari cengkraman rezim yang otoriter.
Kebebasan berpolitik yang didapatkan pada era reformasi membuat partai
politik sebagai lembaga politik melakukan pembenahan pada sistem dan aktor
yang ada di dalamnya. Pendekatan institusionalisme baru sesuai jika
digunakan pada organisasi yang sedang melakukan pembenahan.
Pendekatan ini sengaja penulis masukan karena dalam penelitian ini aktor dan
kelompok mengambil peran besar dalam mempengaruhi sebuah sistem.
2.2 Konsep Partai Politik
Semua negara yang memilih menjadi negara demokratis tentu tidak
lepas dari masalah yang berkaitan dengan partai politik dan sistem pemilihan
umum. Partai politik selalu menjadi pembahasan yang menarik untuk
memperbaiki suatu negara dengan pinsip demokrasi. Partai politik dibentuk
dengan anggapan bahwa diperlukan sebuah organisasi yang bisa mewadahi
15 Robert E. Godin, “Institution and their design”, (Cambridge: Cambridge University Press, 1996) hlm. 20
14
orang-orang yang mempunyai pemikiran serupa, sehingga pemikiran dan
orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Partai politik adalah organisasi yang
dibentuk untuk memperebutkan kursi kekuasaan di pemerintahan agar dapat
melaksanakan kebijakan-kebijakan alternatif yang partai politik susun.
Pendekatan Institusional memandang partai politik sebagai lembaga
yang memiliki struktur dan fungsi untuk mencapai tujuan.16 Menurut Siggmund
Neumann dalam modern political parties mengemukakan bahwa partai politik
adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai
kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar
persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang
mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Secara sederhana, partai politik
adalah organisasi yang bertujuan untuk saling berebut kekuasaan, akan tetapi
perebutan kekuasaan tersebut dilakukan secara terstruktur dan dilaksanakan
dengan aturan – aturan yang disepakati Bersama.
Carl J. Fiedrich mendefinisikan partai politik sebagai sekelompok
manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya dan berdasarkan penguasaan ini kemanfaatan yang bersifat idiil
16 Arifin, Rahman, 2002, Sistem Politik Indonesia Dalam Perspektif Struktural Fungsional dalam Skripsi Noor Asty Baalwy “Rekruitmen Politik Partai Nasional Demokrat dalam Proses Institusionalisasi Partai di Kota Makassar” hal. 21
15
maupun materil kepada anggotanya.17 Dalam defenisi tersebut dapat dilihat
kedekatan antara partai politik dengan kekuasaan. Partai politik ada yang
berada dalam lingkaran kekuasaan dan ada partai politik yang mencoba untuk
merebut kekuasaan. Perebutan kekuasaan partai politik diklaim bertujuan
untuk memperbaiki negara dan tercapainya kepentingan publik.
Menurut Edmund Burke, partai politik adalah kumpulan orang-orang
yang bersatu untuk memperjuangkan kepentingan nasional melalui usaha
bersama mereka berdasarkan pada prinsip-prinsip tertentu yang mereka
semua sepakati18 Secara umum, orang-orang yang terlibat dalam partai politik
memiliki tujuan, cita-cita dan orientasi yang sama. Orang-orang tersebut
kemudian disebut dengan kader partai politik masuk dalam struktur atau
anggota partai politik dan mencoba untuk saling mremperebutkan pengaruh,
mereka berada di tengah-tengah masyarakat dan mencoba meyakinkan
masyarakat akan peran dari partai politik dimana mereka berada.
Partai politik sebagai sebuah organisasi politik terus mengalami gerak
yang dinamis dan memiliki ciri penting sebagai identitas politiknya. Fungsi
strategis partai politik dalam sistem politik menjadi kunci utama
keberlangsungan partai politik hingga saat ini. Cliston Roster menyebut tidak
17 Miriam Budiarjo, “Dasar-Dasar Ilmu Politik”( Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama: 2008),Hal.404 18 Richard S. Katz dan William Crotty, Handbook Partai Politik, terj. Ahmad Asnawi, (Jakarta: Nusa Media, 2014 ), hlm. 4
16
ada demokrasi tanpa politik dan tidak ada politik tanpa partai politik.
Masyarakat demokrasi memiliki partai politk, dan partai politik dalam negara
demokratis cenderung menuju ke arah perbaikan dan pelembagaan.
Menurut Firmanzah, peran dan fungsi partai politik terbagi atas dua yaitu
fungsi internal dan fungsi eksternal19 . Fungsi Internal partai politik ditujukan
untuk anggota partai politik. Fungsi Internal dilakukan dengan pembinaan,
Pendidikan, pengkaderan dan pembekalan bagi anggota partai politik demi
langgengnya ideologi partai, sedangkan fungsi eksternal partai politik ditujukan
untuk masyarakat dan negara. Fungsi ini dilakukan dengan mengadakan
kegiatan yang menjadikan masyarakat dan negara menjadi lebih baik.
Secara lebih rinci Miriam Budiadjo menyebutkan fungsi partai politik
adalah sebagai berikut20 :
1. Partai Politik sebagai sarana komunikasi politik
Masyarakat modern yang kompleks dan luas dibutuhkan sebuah wadah
untuk menampung segala pendapat dan keinginan yang berkembang di
tengah masyarakat. Wadah tersebut dijalankan oleh partai politik . partai politik
berfungsi sebagai komunikan dan komunikaotor yang menampung aspirasi
dari masyarakat dan meneruskannya ke pemerintah, sebaliknya partai politik
19 Muhammad Labolo, Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia, ( Jakarta : Rajawali Press, 2015 ), hlm. 16 20 Ibid .
17
menerima kebijakan dari pemerintah dan menyampaikannya kepada
masyarakat.
2. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
Sosialisasi berarti upaya untuk memasyarakatkan sesuatu sehingga
menjadi lebih dikenal, dipahami dan dihayati oleh masyarakat luas. Sedangkan
sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada
anggota masyarakat.
Dalam hal ini partai politik mencoba mengenalkan dan menanamkan
ideologi partai politik kepada anggota masyarakat. Pengenalan nilai-nilai partai
politik tersebut dilakukan dengan cara formal maupun non formal. Partai politik
biasanya melakukannya dengan pendidikan politik dan indoktrinasi politik
3. Partai politik sebagai rekruitmen politik
Rekrutmen politik adalah proses mencari atau mengajak seseorang
yang turut aktif dalam kegiatan politik dan menjadi anggota partai politik. Partai
politik turut memperluas partisipasi politik masyarakat dengan mengajak
seseorang yang dianggap berbakat dan memiliki kecakapan dalam bidang
politik untuk menjadi anggota partai politik. Partai politik menaruh harapan
dengan rekruitmen yang dilakukan dapat menghasilkan kader berprestasi
dalam bidang politik serta mampu mengisi jabatan-jabatan dan sebagai
penerus partai politik.
18
4. Partai politik sebagai pengendali konflik
Masyarakat yang demokratis dan majemuk perbedaan pendapat dan
konflik adalah hal yang biasa terjadi. Semakin majemuk masyarakat dalam
suatu wilayah maka kepentingan dan aspirasi yang ada juga semakin
beragam. Keinginan untuk menyampaikan aspirasi dan tidak menghargai
perbedaan adalah salah satu pemicu konflik dalam masyarakat majemuk.
Sistem politik di negara yang demokratis, partai politik memiliki peran dan
fungsi untuk mengendalikan konflik yang berlangsung di tengah masyarakat.
Pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui wakil-wakil partai politik dalam
Dewan Perwakilan Rakyat maupun partai politik bisa turun langsung ke
masyarakat.
2.2.1 Partai politik dalam teori demokrasi
Diskursus seputar demokrasi seolah menjadi perbincangan hangat
yang tidak ada habisnya. Pada abad ke-21 yang dikenal sebagai abad
kemajuan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi, demokrasi masih menjadi
pilihan utama berbagai negara di belahan dunia.21 Demokrasi seperti yang
diutarakan oleh Jhosep A. Schrumpter dalam bukunya Socialism, capitalism
21 Aryantha Sivadibert purba,” Potret Pandangan Akademisi Di Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UGM (JSP) Mengenai Permasalahan Demokrasi Di Indonesia”, Jurnal Politik muda vol. 4, No. 1 (2015) : 2
19
and democracy, ”Demokrasi merupakan pengaturan kelembagaan untuk
sampai pada keputusan – keputusan politik yang menyadari kebaikan umum
dan membuat masyarakat memutuskan masalah – masalahnya sendiri melalui
pemilihan individu – individu untuk berkumpul dalam rangka melaksanakan
kehendaknya.”22
Demokrasi telah melahirkan banyak konsensus di antaranya adalah
mengakui partai politik sebagai penunjang keberhasilan demokrasi. Menurut
Scattchsneider partai politik menciptakan demokrasi dan demokrasi modern
tidak terbayangkan tanpa adanya partai politik.23 Demokrasi dalam partai
politik berfokus pada suara mayoritas masyarakat. Partai politik menginginkan
kemenangan mayoritas dalam setiap Pemilu, setelah berkuasa dalam
pemerintahan partai politik mulai bertanggungjawab untuk mendapatkan
mayoritas pemenang pada pemilu berikutnya.24 Partai politik dalam teori
demokrasi dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu dasar kohesif partai, basis sosial
partai dan demokrasi internal.25 Demokrasi internal merupakan bagian penting
dalam keberadaan partai politik. Demokrasi Internal berfungsi agar partai
politik dapat berbicara sebagai suara otentik dari segmen sosial yang
22 Joseph A Scrumphter ,”kapitalisme, sosialisme, dan demokrasi”,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013) , hlm. 411 23 Elmer E Schatschneider, Party Government , ( New York : Harper and row, 1942), hlm.1 24 Katz & Crotty, Op. Cit., 53 25 Ibid.,
20
diwakilinya. Fokus perhatian dari demokrasi internal adalah agar rakyat atau
segmen sosial dapat melegitimasi dominasi partai politik pada saat pemilihan.
Nilai dari demokrasi internal adalah menjadikan internal partai politik lebih
terinstitusionalisasi dengan membuat pemimpin partai politik lebih
bertanggungjawab atas kepemimpinan yang dipegangnya. Demokrasi internal
dalam partai politik memungkinkan anggota partai politik bisa menjadi peserta
dalam pengambilan kebijakan.
2.2.2 Institusionalisasi partai politik
Samuel P. Hutingtont menyatakan bahwa Institusionalisasi adalah
proses yang dilakukan organisasi dan prosedur untuk mendapatkan nilai dan
stabilitas (For Huntington, 'Institutionalization is the process by which
organizations and procedures acquire value and stability).26 Institusionalisasi
atau partai yang terlembagakan mengarahkan partai politik tetap berada dalam
posisi teratur dan stabil. Lemahnya institusionalisasi dalam partai politik
memiliki konsekuensi negatif pada akuntabilitas dalam pemilihan. Partai politik
yang tidak terlembaga dengan baik berpotensi untuk melahirkan pemimpin
26 Samuel Huntington, Political Order in Changing Societies, (New Haven : Yale University Press, 1968), chap. 1.
21
yang membenci partai politik dan hanya menganggap partai politik sebagai
kendaraan dalam pemilu.
Konsep mengenai pelembagaan partai politik telah banyak
dikemukakan para ahli, salah satunya adalah konsepsi pelembagaan partai
politik yang dikemukakan oleh Vicky Randall dan Lars Svasand, merujuk dari
beberapa dimensi pelembagaan partai politik yang dikemukakan oleh
Huntington, Panebianco, dan Kenneth Janda.27 Vicky Randall dan Lars
Svasand kemudian merumuskan bahwa :
“ … Pelembagaan partai politik dipahami sebagai proses pemantapan
partai politik baik dalam wujud perilaku yang memola maupun dalam
sikap atau budaya ( process by which the party becomes established
in terms both of integrated patterns of behaviour and of attitudes,
or culture ).”
Sistem pelembagaan partai politik lebih mudah dimengerti dengan
menggunakan konsep dari Vicky Randall dan Lars Svasand. Dalam perspektif
politiknya Vicky Randall dan Lars Svasand mengelompokan pelembagaan
partai politik dalam dua dimensi utama yaitu dimensi internal dan dimensi
eksternal, kemudian dibagi dalam dua divisi yaitu divisi struktur dan sikap ( This
model distinguishes firstly two main dimensions of party institutionalization, an
27 Muhammad Luthfi, PELEMBAGAAN PARTAI POLITIK DI TINGKAT LOKAL (Studi tentang Pelembagaan Partai Golkar di Kabupaten SinjaiPasca Kekalahan pada Pemilu 2009), Academia.edu, diakses pada tanggal 11 Desember 2017
22
internal and an external and, secondly, within these two dimensions, a further
division between what we shall call 'structural' and more attitudinal aspects ).28
Apabila aspek dan dimensi yang dipaparkan lars dan randall dipersilangkan
maka akan mendapatkan empat dimensi utama yaitu :
1. Derajat kesisteman (Systemness)
Derajat kesisteman adalah proses pelaksanaan fungsi-fungsi partai politik,
termasuk penyelesaian konflik, dilakukan menurut aturan, persyaratan,
prosedur, dan mekanisme yang disepakati dan ditetapkan dalam Anggaran
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) partai politik. AD/ART partai
politik dirumuskan secara komprehensif dan rinci sehingga mampu berfungsi
sebagai pedoman dan prosedur penuntun perilaku dalam melaksanakan
semua fungsi partai politik. Suatu partai politik dapat dikatakan sudah
melembaga dari segi kesisteman bila partai politik melaksanakan fungsinya
semata-mata menurut AD/ART yang dirumuskan secara komprehensif dan
rinci itu. Derajat kesisteman suatu partai politik bervariasi menurut: (a) asal-
usul partai politik, yaitu apakah dibentuk dari atas, dari bawah, atau dari atas
yang disambut dari bawah; (b) siapakah yang lebih menentukan dalam partai
politik: seorang pemimpin yang disegani atau pelaksanaan kedaulatan
anggota menurut prosedur dan mekanisme yang ditetapkan organisasi
28 Vicky Randall dan Lars Svasand, Party Institusionalization in New Democracies, dalam Jurnal Party Politics, Vol.8No.1, pp. 5-29. London: Sage Publication.
23
sebagai suatu kesatuan; (c) siapakah yang menentukan dalam pembuatan
keputusan: faksi-faksi dalam partai ataukah partai secara keseluruhan; dan (d)
bagaimana partai memelihara hubungan dengan anggota dan simpatisan,
yaitu apakah dengan klientelisme (pertukaran dukungan dengan pemberian
materi) atau menurut konstitusi partai (AD/ART).
2. Derajat Identitas Nilai ( Value Influsion )
Identitas nilai berkait dengan orientasi kebijakan dan tindakan partai politik
menurut ideologi atau platform partai politik. Identitas nilai tidak hanya tampak
pada pola dan arah kebijakan yang diperjuangkan partai politik tetapi juga
tampak pada basis sosial pendukungnya. Lapisan sosial atau golongan
masyarakat memberi dukungan kepada partai politik karena mengidentifikasi
orientasi politiknya dengan ideologi atau platform partai politik. Derajat identitas
nilai suatu partai politik berkaitan dengan (a) hubungan partai politik dengan
kelompok populis tertentu (popular bases), yaitu apakah suatu partai politik
mengandung dimensi sebagai gerakan sosial yang didukung kelompok populis
tertentu, seperti buruh, petani, dunia usaha, kelas menengah, komunitas
agama tertentu, komunitas kelompok etnik tertentu, dan (b) pengaruh
klientelisme dalam organisasi, yaitu apakah hubungan partai politik dengan
anggota cenderung bersifat instrumentalis (anggota selalu mengharapkan
tangible resources berupa materi dari partai politik) ataukah lebih bersifat
24
ideologis (anggota mengenal dan mengharapkan partai politik bertindak
berdasarkan identifikasi terhadap ideologi partai politik).
3. Derajat Otonomi (Decisional Autonomy)
Derajat otonomi suatu partai politik dalam pembuatan keputusan berkait
dengan hubungan partai politik dengan aktor luar partai politik, baik dengan
sumber otoritas tertentu (penguasa, pemerintah), maupun dengan sumber
dana (pengusaha, penguasa, negara atau lembaga luar), dan sumber
dukungan massa (organisasi masyarakat). Pola hubungan suatu partai politik
dengan aktor di luar partai politik dapat berupa: (a) hubungan ketergantungan
kepada aktor luar, (b) hubungan itu bersifat saling tergantung (interdependen),
dan (c) hubungan itu berupa jaringan (linkage) yang memberi dukungan
kepada partai politik.
4. Pengetahuan Publik (Reification)
Derajat pengetahuan publik tentang partai politik merujuk pertanyaan
apakah keberadaan partai politik itu telah tertanam pada imajinasi publik
seperti dimaksudkan partai politik itu. Yang menjadi isu utama di sini bukan
terutama tentang sikap masyarakat mengenai partai politik umumnya, tetapi
tentang corak dan kiprah masing-masing partai politik bagi masyarakat. Bila
sosok dan kiprah partai politik tertentu telah tertanam pada imajinasi publik
seperti dimaksudkan partai politik, maka pihak lain baik individu maupun
25
lembaga di masyarakat akan menyesuaikan aspirasi dan harapannya atau
sikap dan perilaku mereka dengan keberadaan partai politik.
2.2.3 Penjaringan calon dalam partai politik
Seleksi atau penjaringan calon adalah salah satu hal pertama yang
dilakukan partai politik sebelum Pemilu berlangsung29. Penjaringan calon
dilakukan partai politik untuk menyediakan dan menyeleksi calon sebelum
dipilih secara luas melalui sistem Pemilu. Mereka yang terpilih melalui hasil
seleksi partai politik menjadi penentu dominan dalam menentukan bagaimana
profil dan kinerja partai politik kepada masyarakat.
Penjaringan calon adalah salah satu indikator yang dapat mengukur
keberhasilan partai politik dalam menyediakan calon terbaik dan dapat dipilih
oleh masyarakat. Pertarungan calon dalam penjaringan calon biasanya lebih
sengit, dalam beberapa kasus calon kompeten yang diinginkan masyarakat
terhalangi pencalonannya karena kursi partai politik telah diambil oleh kandidat
yang berkuasa atas partai politik.
29 Katz & Crotty, Op. Cit., 178
26
Berikut adalah kerangka analitis untuk mempelajari seleksi atau
penjaringan calon yang dibahas dalam handbook partai politik sebagai kriteria
seleksi yang banyak dipakai dalam sistem kepartaian30 :
1. Selektorat, adalah badan yang dibentuk beranggotakan satu orang
atau lebih (banyak) untuk melakukan seleksi calon. Selektorat dapat
berupa kewenangan yang diberikan oleh partai politik kepada
penyeleksi ( badan atau orang ) dan biasa merujuk pada ke
Inklusifitas atau keeksklusifitas partai politik.
2. Pencalonan, adalah tentang siapa yang berhak mencalonkan
dalam partai politik tertentu. Pencalonan berkaitan dengan status
yang dimiliki oleh seseorang dalam partai politik, dan apakah karena
status yang dimilikinya tersebut dia berhak untuk mencalonkan
dalam partai politik. Status yang dimaksud disini adalah apakah
status seseorang sebagai warga negara berhak mencalonkan dalam
partai politik tersebut, atau harus menjadi anggota partai politik, atau
harus menjadi anggota partai politik dengan persyaratan tambahan.
3. Desentralisasi, menurut Lijhpart (1984) metode seleksi partai dapat
dilihat sebagai desentralisasi dengan dua pengertian yaitu
desentralisasi bersifat teritotiral dimana selektorat partai politik lokal
30 Ibid., hlm. 180 - 186
27
dapat mencalonkan calon partai politik, atau desentralisasi yang
bersifat fungsional dimana keterwakilan dalam kelompok tertentu.
4. Voting versus penunjukan, dalam seleksi calon ada dua metode
yang biasa digunakan yaitu penggunaan voting atau penunjukan.
Voting digunakan dimana peran suara diperhitungkan dalam
menyeleksi calon dan dilakukan tanpa intervensi dari kekuasaan
apapun. Dalam voting suara mayoritas adalah pemenang.
Sedangkan penunjukan dibuat lebih sederhana tanpa melakukan
prosedural pemilihan suara.
2.2.4 Konsep otonomi Partai Politik
Untuk memahami konsep otonomi partai politik, terlebih dahulu kita
harus memahami konsep devolusi partai politik. Devolusi adalah pelimpahan
kekuasaan dari pemerintah pusat dari suatu negara berdaulat kepada
pemerintah pada tingkat subnasional, seperti tingkat regional, lokal, atau
negara bagian.31 Devolusi kepartaian telah menjadi diskursus menarik di
Eropa Barat selama tiga dekade terakhir.32 Pembaharuan dalam devolusi
dapat digunakan partai politik untuk menganalisis bagaiamana partai politik
berinteraksi dengan lingkungan kelembagaan mereka. Devolusi merupakan
31 Wikipedia.org 32 Jonathan Hopkin,” DEVOLUTION AND PARTY POLITICS IN BRITAIN AND SPAIN”, (London : London School & Economis, 2007) hlm.1
bentuk distribusi kekuasaan yang menginisiasi terbentuknya pemerintahan
dan lembaga yang otonom.
Konsep devolusi pertama kali muncul di Britania Raya pada akhir tahun
1990-an. Devolusi telah memberikan kontribusi pada perdebatan tentang
bagaimana partai politik bekerja secara internal dan menunjukan luasnya cara
yang digunakan partai politik untuk mengatasi dinamika internal partai politik
serta menfilter kelemahan organisasi. Devolusi partai politik banyak
mempengaruhi partai politik khususnya partai-partai yang berada di kawasan
negara bagian Britania Raya. Sebelum devolusi berlangsung, beberapa
kebijakan dan struktur partai politik di negara bagian ditunjuk langsung oleh
pimpinan partai politik di London. Pelimpahan wewenang dari pusat ke negara
bagian dapat menciptakan konflik baru pada partai politik penguasa sebelum
devolusi berlangsung33
Pelimpahan kewenangan dari pusat ke negara bagian di Britania Raya
menghadirkan elit-elit baru dalam negara bagian atau regional dari partai
politik. Partai politik yang bersaing memperebutkan kekuasaan di tahun 1900-
an harus benar-benar mempertahankan dan menjaga konflik internal mereka
agar tetap mendapatkan pemilih. Kematangan pemimpin partai politik dalam
mempengaruhi struktur wilayah di tingkat lokal menjadi ancaman tersendiri
33 Jonathan Hopkins dan Bradburry,” British statewide parties and multilevel politics. Publius: the journal of federalism”, 36 (1). pp. 135-152.
29
bagi tingkatan pusat. Devolusi yang terjadi di Britania Raya juga mensolidkan
beberapa partai politik seperti partai liberal demokrat yang semakin solid dalam
memenangkan beberapa pertarungan politik di beberapa negara bagian.34
Kekuatan pusat dalam mengontrol bagian di wilayah lokal sangat
mempengaruhi kinerja partai politik sebagai sebuah siklus.
Tingkatan otonomi partai politik dapat dilihat dengan menggunakan
beberapa indikator untuk mengungkap keotonomian partai politik.35 Indikator
pertama adalah dalam melihat struktur keanggotaan partai politik. Apakah
dengan mendaftarkan diri dalam partai politik tingkat wilayah (local) kita sudah
dapat terdaftar pula pada partai politik tingkatan nasional. Di Indonesia kita
dapat menjumpai partai multilevel, partai tersebut membentuk bagan yang
struktural dari pusat ke tingkat lokal, mendaftarkan diri pada partai polititingkat
lokal akan ikut mendaftarkan diri pula pada tingkat nasional. Beda halnya yang
terjadi di Provinsi Aceh, beberapa partai politik di Aceh yang terdaftar dalam
pemilu hanya beroperasi dalam tingkatan lokal. Indikator keotonomian partai
politik lainnya adalah dengan melihat perekrutan personil politik. Perekrutan
personil sering menjadi masalah dalam partai multilevel.
Indikator lain yang dapat digunakan dalam mengamati otonomi dengan
melihat keuangan dan kontrol atas tingkatan partai politik yang lebih rendah.
34 Ibid. 35 Katz & Crotty, Op. Cit, Hlm. 482
30
Partai politik yang sentralistik memiliki kontrol keuangan dari pusat, sedangkan
partai yang desentralisir memberikan kewenangan pada partai tingkat lokal
untuk mengatur rumah tangga kepartaiannya sendiri. Partai politik dapat
melibatkan kader partai dalam pengambilan keputusan di partai politik yang
telah otonom dan terlembaga dengan baik.
2.4 Kerangka pemikiran
Fenomena PAN dalam melakukan penjaringan calon kepala daerah di
Sulawesi Selatan, penulis menggunakan beberapa teori dan konsep yang
dijabarkan di atas. Teori dan konsep yang dipaparkan menjelaskan berbagai
perspektif dalam menganalisa Implementasi otonomi partai politik dalam
melaksanakan Pilkada Sulawesi Selatan tahun 2018. Pemaparan dapat
menjelaskan perbedaan pandangan antara DPP dan DPW PAN Sulawesi
Selatan dalam mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur.
Partai Amanat Nasional (PAN) adalah salah satu partai politik di
Indonesia yang terlibat dalam pemilihan kepala daerah secara serentak tahun
2018. Dalam mengusung calon di internal partai politik, PAN memiliki
perbedaan dukungan antara DPP PAN dan DPW PAN Sulawesi Selatan yang
didukung DPD PAN dalam mengusung calon gubernur dan calon wakil
gubernur
31
Perbedaan dukungan antara DPP dan DPW PAN Sulawesi Selatan
mengakibatkan diterbitkannya dua rekomendasi yang dipegang oleh masing-
masing calon gubernur. Sebelum rekomendasi kedua diterbitkan oleh DPP
PAN, internal DPW PAN Sulawesi Selatan memiliki pandangan yang sama
untuk mengusung Ichsan Yasin Limpo dan Andi Mudzakar dalam Pilkada. DPP
PAN mengalihkan rekomendasi baru ke pasangan Nurdin Abdullah dan
Sudirman Sulaiman. Perpindahan rekomendasi tersebut terjadi karena saat
mendekati hari pendaftaran Pilkada Ichsan Yasin Limpo dan Andi Mudzakar
dianggap tidak berhasil mencukupkan partai koalisi untuk terdaftar sebagai
calon gubernur dan calon wakil gubernur.
Polemik yang terjadi dalam internal PAN adalah rekomendasi yang
dikeluarkan untuk pasangan Nurdin Abdullah dan Sudirman Sulaiman tidak
disetujui oleh sebagian besar DPW dan DPD PAN Sulawesi Selatan.
Perbedaan pandangan yang terjadi antara DPP dan DPW PAN Sulawesi
Selatan membuat situasi internal PAN tidak satu dukungan. DPW PAN
Sulawesi Selatanyang didukung oleh mayoritas DPD PAN menyatakan
kesiapannya menerima sanksi jika memiliki perbedaan pandangan dengan
DPP PAN dalam mengusung calon kepala daerah.
Partai politik di tingkat lokal tidak diberikan kewenangan untuk
menentukan calon gubernur dan calon wakil gubernur. Dilihat dari
32
rekomendasi baru yang diterbitkan untuk Nurdin Abdullah dan Sudirman
Sulaiman tidak sesuai dengan harapan kader DPW PAN Sulawesi Selatan di
tingkat lokal. Polemik DPP dan DPW PAN atas rekomendasi yang diinginkan
memiliki kekuatan masing-masing. DPP PAN memiliki kekuatan rekomendasi
dan penetapan calon, sedangkan keterlibatan secara teknis dalam
pertarungan politik nantinya adalah DPW dan DPD PAN.
Pendekatan yang digunakan penulis untuk melihat tingkat keotonomian
partai politik di tingkat lokal adalah pendekatan Institusionalisme baru, partai
politik dalam teori demokrasi, Konsep dan fungsi partai politik dan konsep
otonomi partai politik. Penjelasan terperinci penulis bahas dalam bab
berikutnya, Semua teori, konsep dan pendekatan yang digunakan memiliki
hubungan antara satu dengan yang lainnya.
33
2.4 Skema Berfikir
Dari kerangka berfikir di atas, maka dibuatlah skema sebagai berikut :
TIDAK ADA
OTONOMI
NURDIN ABDULLAH
SUDIRMAN SULAIMAN
ICHSAN YASIN LIMPO
ANDI MUDZKAR
PILGUB
SULSEL
2018
34
BAB III
Metode Penelitian
Dalam bab ini dibahas lima aspek yaitu, lokasi penelitian, tipe penelitian
dan dasar penelitian, teknik penentuan informan, sumber data, teknik
pengumpulan data dan teknik analisis data.
3.1 Tipe dan Dasar Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif . Penelitian diarahkan
untuk menggambarkan fakta dengan argumen yang tepat. Penelitian
dimaksudkan mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang
ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan
mengenai Implementasi otonomi Partai Amanat Nasional dalam menentukan
calon gubernur yang diusung melalui partai politik .
Pendekatan yang digunakan adalah dengan metode studi kasus (Case
Study). Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian
secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat
penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Penggunaan metode
tersebut bertujuan menggambarkan sifat dan fenomena yang berlangsung
35
pada saat penelitian. Metode tersebut diharapkan mengungkap batasan-
batasan dalam melakukan penelitian.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di dua lokasi berbeda. Penelitian pertama
dilakukan di kantor DPW PAN Sulawesi Selatan berlokasi di Provinsi Sulawesi
Selatan. DPW PAN Sulawesi Selatan diambil karena merupakan representasi
PAN yang mengimplementasikan keotonomian partai di tingkat lokal.
Penelitian selanjutnya dilakukan di kantor DPP PAN yang berlokasi di
Kabayoran Baru, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. DPP PAN dijadikan
objek penelitian karena DPP PAN merupakan pengambil keputusan tertinggi
PAN.
3.3. Teknik penentuan Informan
Menurut Spadeley, ”informan memiliki beberapa pertimbangan dan
kriteria khusus untuk dijadikan informan” , diantaranya adalah :
1) Subjek yang telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau
medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian. Subjek
biasanya ditandai dengan kemampuan memberikan informasi di luar
kepala tentang sesuatu yang ditanyakan.
36
2) Subjek terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan yang
menjadi sasaran penelitian.
3) Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai
informasi.
4) Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau
dikemas terlebih dahulu dan mereka relatif masih lugu dalam memberikan
informasi.
Penentuan informan dilakukan menggunakan teknik purposive
sampling, pemilihan dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Pengambilan sampel
dilakukan berdasarkan penilaian penulis mengenai siapa yang pantas
dijadikan sampel penelitian.
Adapun kriteria yang digunakan dalam menentukan informan pada
penelitian adalah:
1. Orang yang mengetahui seluk beluk proses penjaringan calon gubernur
dan calon wakil gubernur
2. Pimpinan partai politik yang bertanggungjawab dalam pengambilan
keputusan di tingkat lokal
3. Orang yang terlibat dalam pemenangan pemilu dan pilkada partai politik
37
3.3. Jenis Data Penelitian
Penulis menggunakan data yang sesuai dengan objek penelitian dan
memberikan gambaran objek penelitian. Adapun sumber yang digunakan
dalam penelitian terdiri atas :
3.3.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui studi lapangan dengan
menggunakan teknik wawancara. Data primer merupakan data utama yang
diperoleh melalui informan dengan menggunakan teknik wawancara.
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan melalui komunikasi langsung
dengan informan. Peneliti turun langsung ke daerah penelitian untuk
mengumpulkan data dalam berbagai bentuk, seperti hasil wawancara dan data
dari partai politik.
Adapun informan yang didapatkan adalah :
1. Fikri Yasin (Wasekjend DPP PAN )
2. Windiarto Kardono (Wasekjend DPP PAN )
3. Raji N. Sitepu (Wasekjend DPP PAN)
4. Ashabul Kahfi ( Ketua DPW PAN Sulawesi Selatan)
5. Syamsudin Karlos (Tim Pilkada DPW PAN Sulawesi Selatan)
6. Usman Lonta (Ketua KPPW PAN Sulawesi Selatan)
7. Irwandi Natsir (Ketua BAPILU PAN Sulawesi Selatan)
38
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi kepustakaan
dengan cara membaca buku, literatur-literatur, serta informasi tertulis lainnya
yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Penulis lebih banyak mengkaji
dan menganalisis informasi yang terdapat dalam buku Pedoman Partai
Amanat Nasional (Buku Saku Partai Amanat Nasional ) dan AD/ART Partai
Amanat Nasional, kedua litelatur lebih dalam mengkaji Partai Amanat
Nasional, selain itu terdapat situs-situs atau website yang diakses untuk
memperoleh data yang lebih akurat. Data sekunder dimaksudkan sebagai data
penunjang untuk melengkapi penelitian.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Wawancara
Penelitian menggunakan teknik wawancara. Wawancara merupakan
alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang
diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah wawancara mendalam. Proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan
menggunakan pedoman (guide) wawancara.
39
3.4.2 Studi Pustaka dan Dokumen
Pengumpulan data dilakukan dengan membaca sumber-sumber
literatur berupa buku, majalah, koran dan beberapa situs tentang Partai
Amanat Nasional. Literatur ini adalah sumber data tertulis yang terbagi
dalam dua kategori, yaitu sumber resmi dan tidak resmi. Sumber resmi
dibuat oleh lembaga/perorangan atas nama lembaga, sedangkan
sumber tidak resmi dibuat oleh individu tidak atas nama lembaga
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan yaitu kualitatif yang
informasinya diperoleh melalui wawancara dan dikategorisasikan
kemudian bersama informasi yang diperoleh melalui penelusuran
kepustakaaan untuk mempertajam analisis tentang kecenderungan
penemuan penelitian. Analisa bertujuan agar temuan-temuan dari
kasus-kasus yang terjadi di lokasi penelitian dapat dikaji lebih
mendalam dan fenomena yang ada dapat digambarkan secara
terperinci. Sehingga pertanyaan dalam penelitian bisa terjawab dengan
maksimal.
40
BAB IV
Gambaran Lokasi Penelitian
Bab ini menjelaskan secara khusus mengenai gambaran umum Partai
Amanat Nasional (PAN) sebagai objek dan lokasi penelitian otonomi partai
politik di tingkat lokal dalam penentuan calon kepala daerah di Sulawesi
Selatan. Penelitian pertama dilakukan di sekretariat DPW PAN Sulawesi
Selatan yang beralamat di jalan Sultan Alauddin no. 259 D, Makassar. Setelah
mendapatkan keterangan dari informan di DPW PAN, peneliti melanjutkan ke
sekretariat DPP PAN di Jalan Senopati no. 113, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan.
4.1 Gambaran Partai Amanat Nasional
Partai Amanat Nasional (PAN) adalah salah satu partai politik yang lahir
pada masa transisi Orde Baru ke Reformasi. Sebagian besar pendiri PAN
adalah tokoh nasional yang berhasil mengantarkan Indonesia ke era reformasi.
PAN berdiri dan dideklarasikan di Jakarta, pada tanggal 23 Agusutus 1998 dan
disahkan berdasarkan Depkeh HAM No. M-20.UM.06.08 tgl. 27 Agustus
2003.36 Sebagai sebuah partai politik yang dipelopori oleh tokoh-tokoh gerakan
36 https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Amanat_Nasional - Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas.mht. diakses pada tanggal 30 November 2017
41
tahun 1998, PAN berupaya melanjutkan cita-cita reformasi melalui sebuah
partai politik. Pada awal didirikannya PAN diprakarsai oleh 50 orang tokoh,
diantaranya adalah Prof. Dr. H. Amin Rais, Goenawan Muhammad, Abdillah
Toha, Dr. Rizal Ramli, , Dr. Albert Hasibuan, Toety Heraty, Prof. Dr. Emil Salim,
Drs. Faisal Basri, M.A, A.M. Fatwa, Zoemrotin, Alvin Lie Ling Piao, dan lainnya.
Kelahiran PAN dipelopori oleh Majelis Amanat Rakyat (MARA), yang
merupakan salah satu gerakan reformis pada tahun 1998.37 MARA adalah
sebuah gerakan yang melawan penympangan – penyimpangan Orde baru dan
memiliki pengaruh besar pada saat reformasi. Sebelum PAN terbentuk, tokoh-
tokoh yang tergabung dalam Majelis Amanat Rakyat sepakat untuk
membentuk Partai Amanat Bangsa (PAB).38 Tidak lama setelah dibentuk pada
tanggal 5-6 Agustus di Bogor, Partai Amanat Bangsa berubah nama menjadi
Partai Amanat Nasional.
Sebagai partai politik, PAN berdasarkan Pancasila dan berasaskan
akhlak politik yang berlandaskan agama.39 Tujuan didirikannya PAN adalah
untuk mewujudkan Indonesia baru yang menjunjung tinggi dan menegakkan
nilai-nilai iman dan taqwa, kedaulatan rakyat, keadilan sosial, kemakmuran dan
37 Ibid. 38 Eidi Krina Sembiring, Profil Partai Amanat Nasional, Nasional.Sindonews.com, 2013, diakses pada tanggal 30 November 2017 , https://nasional.sindonews.com/read/705233/12/profil-partai-amanat-nasional-1357715588 39 Pasal 4, ayat 1-2, Anggaran Dasar Partai Amanat Nasional , Kongres IV di Bali
Partai Amanat Nasional (PAN) adalah partai yang berasaskan Pancasila
dan besifat terbuka, majemuk, dan mandiri bagi warga negara Indonesia, laki-laki
dan perempuan yang berasal dari berbagai pemikiran, latar belakang etnis
maupun agama, dan mandiri. Partai politik ini menjadikan agama sebagai
landasan moral dan etika berbangsa dan bernegara, menghargai harkat dan
martabat manusia serta kemajemukan dalam memperjuangkan kedaulatan
rakyat, keadilan sosial, dan kehidupan bangsa yang lebih baik mewujudkan
Indonesia sebagai bangsa yang makmur, maju, mandiri dan bermartabat.41
4.1.2 Visi dan Misi
Visi PAN yang lahir pasca jatuhnya rezim Orde Baru 1998 adalah42
“ Terwujudnya PAN sebagai partai politik terdepan dalam mewujudkan
masyarakat madani yang adil dan makmur, pemerintahan yang baik dan
bersih di dalam negara Indonesia yang demokratis dan berdaulat, serta
diridhoi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa”.
Sedangkan misi PAN adalah sebagai berikut43:
• Mewujudkan kader yang berkualitas.
41 Website resmi Partai Amanat Nasional, www.pan.or.id/tentang-pan , terakhir diakses pada tanggal 30 November 2017 42 Ibid. 43 Ibid.
44
• Mewujudkan PAN sebagai partai yang dekat dan membela rakyat
• Mewujudkan PAN sebagai partai yang modern berdasarkan sistem dan
manajemen yang unggul serta budaya bangsa yang luhur.
• Mewujudkan Indonesia baru yang demokratis, makmur, maju, mandiri
dan bermartabat.
• Mewujudkan tata pemerintahan Indonesia yang baik dan bersih, yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan
kehidupan bangsa.
• Mewujudkan negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, bermartabat,
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta dihormati dalam pergaulan
internasional.
4.1.3 Logo dan Lambang Gambar Partai
Filosofi Logo
“ … Matahari putih yang bersinar cerah dilatarbelakangi segi empat
warna biru dengan tulisan PAN dibawahnya, merupakan simbolisasi
bahwa Partai Amanat Nasional membawa suatu pencerahan baru
menuju masa depan Indonesia yang lebih baik”
45
Makna Logo
“ … Simbol Matahari dengan yang bersinar terang, merefleksikan
matahari merupakan sumber cahaya, sumber kehidupan.Warna putih
sebagai ekspresi dari kebenaran, keadilan dan semangat baru.
Pancaran sinar merupakan refleksi dari kemajemukan. Bujur sangkar
berwarna biru tua merupakan cerminan laut dan langit yang
merefleksikan kemerdekaan dan demokrasi “
4.2 Gambaran Umum DPW PAN Sulawesi Selatan
Dewan Pimpinan Wilayah disingkat DPW Partai Amanat Nasional
adalah pimpinan eksekutif tertinggi dalam memimpin partai politik di tingkat
Provinsi Sulawesi Selatan untuk masa jabatan lima tahun.44 DPW PAN
memiliki fungsi untuk melaksanakan kerja-kerja partai politik di tingkat provinsi
terutama terkait konsolidasi, koordinasi, dan Optimalisasi kegiatan partai politik
dalam menghimpun, merumuskan dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Dalam menjalankan fungsinya, DPW PAN Sulawesi Selatan memiliki beberapa
kewenangan di antaranya adalah membentuk lembaga otonom dan sayap
partai politik yang dapat mendukung kinerja PAN. DPW PAN Sulawesi Selatan
44 Anggaran Rumah Tangga Partai, BAB III tentang pengorganisasian, Pasal 15, poin 1
46
juga berwenang melaksanakan konsolidasi dengan Dewan Pimpinan Daerah,
Dewan Pimpinan Ranting, dan Pimpinan Rayon.
Dalam menjalankan fungsi kepartaiannya, DPW PAN Sulawesi Selatan
merupakan representasi pimpinan eksekutif tertinggi di tingkat Provinsi
Sulawesi Selatan. Sebagai representasi pimpinan eksekutif, DPW PAN
Sulawesi Selatan diberikan kewenangan sesuai Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga partai. DPW PAN Sulawesi Selatan menaungi 24
DPD Kabupaten/Kota.
Pemilu tahun 2014, DPW PAN Sulawesi Selatan berhasil menempati
posisi ke empat setelah mengantongi 9,24% suara.45 Dengan perolehan suara
ini, PAN memiliki kekuatan politik yang diperhitungkan di Sulawesi Selatan.
Arah dan dukungan PAN pada pencalonan kepala daerah tahun 2018 bisa
mempengaruhi peroleh suara, sehingga Nurdin Abdullah dan Ichsan Yasin
Limpo berebut dalam memperoleh rekomendasi PAN.
45 Febrian, Rekapitulasi Pileg Sulsel masih kuning, Nasional.Kompas, terakhir di akses pada tanggal 1 desember 2017 http://nasional.kompas.com/read/2014/05/06/0446588/Rekapitulasi.Suara.Pileg.2014.Sulawesi.Selatan.Masih.Kuning.
Menurut Richard S. Katz dan William Crotty tingkat keotonomian partai
politik dapat dilihat dari struktur keanggotaan partai, perekrutan personil dan
kontrol atas keuangan serta kontrol atas partai politik yang lebih rendah.
Kewenangan partai politik yang desentralisir memberikan kewenangan partai
politik di tingkat lokal untuk mengatur aktivitas kepartaiannya secara mandiri
dan tetap berlandaskan aturan nasional.
5.1.2 Keutuhan Organisasi
Berdasarkan hasil penelitian penulis, penulis melihat dampak
dikeluarkannya rekomendasi PAN yang kedua untuk pasangan Nurdin
Abdullah dan Sudirman Sulaiman melahirkan dinamika Internal PAN
menjelang Pilkada. Dinamika Pilkada PAN dilihat dari beberapa fungsionaris
DPW PAN Sulawesi Selatan masuk dalam tim Ichsan Yasin Limpo dan
beberapa fungsionaris masuk dalam tim Nurdin Abdullah55 . Seperti yang
diungkapkan Ashabul Kafi :
“ ….. Ini kan kau bertanya kasus, jadi untuk kasus Pilgub memang
sangat dinamis, kenapa masih terjadi seperti yang anda katakan.
Kenapa masih ada kader yang masih ke pak Ichsan , karena adanya
55 Muh. Hasim Arfah, Usman Lonta Jadi Sekretaris Tim Pemenangan IYL, Irwandi Masuk Sekretariat Gabungan NA, Makassar.Tribunnews.com, 2017, diakses tanggal 31 Desember 2017, http://makassar.tribunnews.com/2017/11/21/usman-lonta-jadi-sekretaris-tim-pemenangan-iyl-irwandi-masuk-sekretariat-gabungan-na
hubungan kedekatan yang cukup lama terjalin selama ini. Saudaranya
pak Syahrul ,dua periode kita usung. Kemudian pak Ichsan juga kita
sudah usung dua periode di Kepala Daerah Gowa, bahkan ketiga
kalinya sehingga karena kedekatan emosional itu menjadikan kami
sedikit sulit untuk langsung mengalihkan kepada calon lain dalam hal ini
pak Profesor. Kemudian yang kedua, kebersamaan dengan (khusus
tentang pilgub) pak Ichsan ini sudah cukup lama, sudah setahunan kita
sama – sama di PAN. ini kan tiba-tiba beralih, lari dari 100 tiba-tiba
direm, jadi kita butuh sedikit adaptasi. Tapi saya yakin dinamika itu
insyaallah, tidak akan menimbulkan perpecahan di PAN karena kami
sudah cukup lama menghadapi dinamika di tingkat pilgub.” 56
Dalam keterangan informan membenarkan bahwa masih ada kader
yang tetap pada rekomendasi pertama dan mendukung Ichsan Yasin Limpo
dan Andi Mudzakar. Menurut informan, alasan mengapa masih ada kader
yang menetap di rekomendasi pertama karena telah membangun kedekatan
emosional yang cukup lama. PAN Sulsel memiliki rekam jejak yang dekat
dengan keluarga Yasin Limpo.57 Sejak kakak Ichsan Yasin Limpo, Syahrul
Yasin Limpo mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan
tahun 2007, PAN sudah menjadi salah satu partai politik pengusung Syahrul
Yasin Limpo pada periode pertama dan kedua pada tahun 2012. Pada Pilkada
Kabupaten Gowa tahun 2015, PAN menjadi partai pengusung anak Ichsan
56 Wawancara Informan Ashabul Kahfi, Op. Cit 57 Rizal, PAN Sulsel Tak Bisa Dipisahkan dari Keluarga Yasin Limpo, Pilkada.rakyatku.com, online http://pilkada.rakyatku.com/read/68398/2017/10/06/pan-sulsel-tak-bisa-dipisahkan-dari-keluarga-yasin-limpo, diakses 31 Desember 2017
bisa mempengaruhi. Misalnya kalau Nurdin Abdullah, ada partai yang
mengusungnya dari PDI-P, kita kan dipolitik itu tidak mungkin berkawan
terus selamanya. Mungkin bisa berbicara tentang koalisi nasional, jadi
di Sulsel mungkin ada hal-hal tertentu. Ini bukan kesewenang-
wenangan partai, tentu pasti DPP atau ketua umum melakukannya
untuk kepentingan partai jangka Panjang.”68
Penyebab lain seperti diungkapkan Wasekjend DPP PAN, FIkri Yasin :
“ ….. Rekomendasi ini kami berikan tugasnya ada dua, satu
mendapatkan partai koalisi, yang kedua untuk mendapatkan wakil, dan
yang ketiga kami memberikan kamu waktu satu bulan, apabila dalam
waktu satu bulan kamu tidak memenuhi syarat maka rekomendasi kami
cabut.” 69
Dari keterangan Informan di atas, alasan rekomendasi DPP PAN
berpindah dari Ichsan Yasin Limpo ke Nurdin Abdullah adalah karena
ketidakmampuan IchsanYasin Limpo untuk mencukupkan koalisi partai
pendukung dan untuk kepentingan partai politik jangka panjang. Setelah
rekomendasi DPP PAN beralih ke Nurdin Abdullah, Ichsan Yasin Limpo hanya
mendapat dukungan 7 kursi dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan, yaitu kursi dari dukungan PPP. Dengan
perolehan kursi yang tidak mencukupi, maka Ichsan Yasin Limpo tidak bisa
mencalonkan diri melalui jalur partai politik. Sedangkan rivalnya, Nurdin
68 Wawancara Informan Raji N. Sitepuh, Op. Cit. 69 Wawancara Informan Fikri Yasin, Op. Cit
67
Abdullah yang didukung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan 6 kursi,
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 5 kursi , Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB) 3 kursi, dan tambah lagi dengan Partai Amanat Nasional (PAN)
9 kursi. Jika ditotal secara keseluruhan maka Nurdin Abdullah telah
mengantongi 23 kursi dari jumlah kursi di DPRD dan telah memenuhi syarat
mencalonkan sebagai calon gubernur di Sulawesi Selatan.
Menurut Ranney, seleksi calon adalah proses yang dengannya partai
politik memutuskan mana orang-orang yang secara hukum layak memegang
jabatan elektif akan dimasukan dalam surat suara dan dalam komunikasi
pemilu sebagai calon atau daftar calon yang didukungnya.70 Berdsarkan
pengertian yang dijelaskan oleh Ranney, Ichsan Yasin Limpo tidak bisa
dicalonkan secara hukum karena tidak memenuhi perhitungan kursi di DPRD
Sulsel. Untuk bisa menaikan status bakal calon menjadi calon gubernur di
Sulawesi Selatan setidaknya dibutuhkan 17 Kursi di DPRD Provinsi Sulsel.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 pasal 40 ayat 1 tentang
syarat dukungan partai politik dalam tingkat daerah ,maka pasangan calon jika
telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen)
dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima
70 Katz & Crotty, Op. Cit., 4178
68
persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan71.
Pengambilan keputusan dan derajat otonomi partai politik di Sulawesi
Selatan sudah dilakukan dengan melibatkan banyak pihak dalam tataran lokal.
Akan tetapi pengambilan keputusan tetap berada pada kewenangan penuh
DPP PAN yang tidak hanya dikuatkan AD/ART PAN juga diatur lebih lanjut
dalam UU. No. 10 tahun 2016 pasal 42 ayat 4a yang berbunyi :
“ ….. Dalam hal pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) tidak dilaksanakan oleh pimpinan Partai Politik tingkat
Kabupaten/Kota, pendaftaran pasangan calon yang telah disetujui
Partai Politik tingkat Pusat, dapat dilaksanakan oleh pimpinan Partai
Politik tingkat Pusat.” 72
Menurut keterangan Usman Lonta, UU No. 10 tahun 2016 adala
permasalahan yang membatasi otonomi kepartaian di tingkat lokal. Tidak ada
kesesuaian antara otonomi daerah pemerintahan yang semakin desentralisasi
dan pengambilan keputusan partai politik yang cenderung oligarki. Ungkap
Usman Lonta selaku ketua KPPW PAN Sulawesi Selatan :
71 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang 72 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang pasal 42 ayat 4a
69
“ ….. yang tidak luput dari perhatian adalah keingninan mayoritas orang-
orang yang ada di daerah. Kalau dalam Bahasa Makassar itu ada filosofi
orang makassar, “ parinta I taua irolona” perintahlah orang sesuai
dengan kemauannya, itu filosofi pemerintahan orang makassar. jadi ,
kalau pemerintahan di Makassar dia melihat kecenderungan
masyarakat yang diinginkan. Jadi pengejewantahan demokrasi pada
semua kegiatan semua mengiyakan demokrasi, dan tentu ini harapan-
harapannya tentu begini, yang menurut saya Undang-undang induknya
ini yang perlu direvisi kembalikan, kasi sejalan tehadap otonomi
pemerintahan dan otonomi partai. “73
Raji N. Sitepu mengatakan bahwa dalam PAN tetap ada otonomi dalam
pengambilan keputusan di DPW PAN Sulawesi Selatan, akan tetapi otonomi
partai politik tidak dapat diberikan sepenuhnya, karena ada hal-hal yang
dibatasi dalam anggaran dasar PAN. Berikut tanggapan dari Raji N. Sitepu :
“ ….. Kalau Otonomi dalam arti mencari itu bukan otonomi yang seluas-
luasnya, mana mungkinkan, tetap juga ada hal tertentu, yang ada
tentang kewenangan luar negeri itu dipusat kan. kalau otonomi jelas ada
yang kita berikan di DPP. tapi ini kan tetap kita melibatkan DPW ada
forum yang melibatkan DPW. Kenapa harus di pusat, itu kan kita semua
punya cita-cita besar partai yang merasakan Pancasila, ……. kenapa
harus DPP, Undang-undang kita, aturan KPU semua harus melibatkan
DPP .”74
73 Wawancara informan Usman Lonta, 12 Desember 2017 74 Wawancara Informan Raji N. Sitepuh, Op. Cit
70
Berdasarkan penelitian, penulis melihat bahwa tidak ada derajat
keotonomian dalam Partai Amanat Nasional di tingkat lokal. DPW PAN
Sulawesi Selatan hanya menjalankan dan menaati perintah dan keputusan
partai di tingkat pusat. DPW PAN Sulawesi Selatan dalam proses seleksi calon
sudah mengusulkan Ichsan Yasin Limpo, akan tetapi berdasarkan mekanisme
dan struktural DPP PAN dapat membatalkan dan menerbitkan rekomendasi
baru. Akibatnya adalah hasil penjaringan calon kepala daerah di tingkat DPW
PAN Sulawesi Selatan tidak memiliki posisi berarti dalam derajat pengambilan
keputusan dan cenderung dipaksakan untuk menaati keputusan DPP PAN.
5.3. Derajat Identitas Nilai (Value Identify )
Randall dan Svasand (2002) mengemukakan bahwa Identitas nilai (
value Identify) merupakan suatu kondisi dimana para aktor yang ada di dalam
partai politik dan konstituennya mampu mendapatkan, mengidentifikasi, dan
memiliki komitmen. Derajat Identitas nilai merupakan suatu dimensi yang
menjadikan ideologi dan platform sebagai identitas untuk menarik konstituen.
Penerapan prinsip dasar dan nilai dalam aktivitas partai politik harus
berdasarkan dengan ideologi dan platform yang diangkat.
Setiap partai politik di Indonesia memiliki paltform yang berbeda-beda,
namun tak jarang ditemukan ideologi partai politik yang cenderung sama
71
antara partai satu dengan partai lainnya. PAN adalah partai yang berasaskan
akhlak keagamaan dan berlandaskan Pancasila dalam menjalankan aktifitas
politiknya. DPW PAN Sulawesi Selatan sebagai bagian integral dari Partai
Amanat Nasional di Indonesia hadir untuk mengimplementasikan seluruh
tujuan dan usaha-usaha yang telah direncanakan berdasarkan identifikasi
terhadap ideologi partai politik, hal ini tertuang dalam AD/ART dan pedoman
organisasi partai. Akan tetapi pelibatan kader secara inklusif dapat
meningkatkan kualitas demokrasi suatu partai politik.
Menurut Austin Ranney salah satu ciri fundamental yang dimiliki oleh
partai politik adalah hadirnya beberapa orang yang terorganisasi, yang dengan
sengaja bertindak bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan partai
berdasarkan identifikasi tertentu. Keberhasilan partai politik menanamkan nilai
dan identitas kepartaian kepada anggotanya merupakan bentuk komitmen
pelembagaan partai politik. Masyarakat yang bergabung dalam partai politik
karena memiliki kesamaan cara pandang untuk melakukan perbaikan di
masyarakat.
Platform PAN terdiri dari beberapa prinsip yang dibagi kedalam
beberapa dimensi yang menjadi perjuangan PAN. PAN memiliki prinsip dasar
dalam menjalankan fungsi kepartaiannya :
72
1. Partai Amanat Nasional adalah partai politik yang memperjuangkan
kedaulatan rakyat, demokrasi, kemajuan dan keadilan sosial.
2. Partai Amanat Nasional mencita-citakan suatu masyarakat
Indonesia yang demokratis, berkeadilan sosial, otonom dan mandiri.
3. Partai Amanat Nasional merupakan partai yang menghormati dan
mendorong kemajemukan.
4. Partai Amanat Nasional menentang segala bentuk kediktatoran,
totaliterisme dan otoriterisme, karena berlawanan dengan harkat
dan martabat manusia, memasung kebebasan dan menghancurkan
hukum.
5. Partai Amanat Nasional akan bersaing dengan parta-partai lain
secara terbuka, adil dan jujur untuk meraih dukungan rakyat.
Demokrasi adalah salah satu upaya yang ingin diwujudkan dalam
prinsip dasar PAN. Menurut Hebernas setiap subjek yang mampu berbicara
dan bertindak boleh ikut serta dalam diskursus demokrasi.75 Bentuk
pengambilan keputusan partai politik yang sentralistik dan eksklusif tidak
menggambarkan prinsip demokrasi dalam partai politik. Pengambilan
keputusan di PAN diputuskan secara eksklusif dan sentralistik. Pengambilan