Top Banner
ISBN 978-602-7981-24-9 Seminar Nasional Pendidikan Vokasi UNY 2013 249 OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK PADA MATA KULIAH MICROTEACHING Taufiq Natsir 1 , Anas Arfandi 2 , dan Mithen L 3 1 Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Makasar Email : [email protected] 2 Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Makasar Email : [email protected] 3 Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Makasar Email : [email protected] Abstrak Microteaching adalah salah satu mata kuliah yang memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa sebelum melakukan praktik pengalaman lapangan (PPL) di sekolah-sekolah kejuruan sebagai praktik mengajar. Kurikulum 2013 yang telah diterapkan pada beberapa sekolah diantaranya sekolah menengah kejuruan, mengharuskan mahasiswa yang akan melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PPL) harus pula memahami berbagai metode pembelajaran yang menerapkan pendekatan saintifik. Beberapa pembelajaran yang mendukung pelaksanaan kurikulum 2013 adalah pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran inquiry. Kata Kunci : Microteaching, pembelajaran saintifik, PPL, pembelajaran berbasis proyek, dan pembelajaran inquiry. Pendahuluan Pendidikan kejuruan secara spesifik menyiapkan peserta didik guna memasuki dunia kerja, dan kondisi saat ini dunia kerja sarat dengan perubahan sehingga lulusan pendidikan kejuruan harus bisa mengembangkan diri di tempat kerja yang sarat perubahan. Karena itu, pendidikan kejuruan dan kejuruan harus diselenggarakan secara kolaboratif dengan dunia usaha dan industri, mulai dari perumusan standar kompetensi, penyusunan kurikulum, pelaksanaan pembelajaran atau pelatihan, evaluasi, sampai pada sertifikasi keahlian. Kemajuan teknologi yang sangat pesat menyebabkan perubahan kekhasan pada bidang pekerjaan. Seseorang yang semula dididik dan berhasil menguasai ketrampilan seperti yang diinginkan dengan adanya perubahan peralatan atau cara kerja dapat menyebabkan ketrampilannya tidak memadai lagi. Oleh sebab itu akan lebih tepat jika pendidikan direncanakan untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai ilmu dan ketrampilan baku tetapi juga mampu melakukan adaptasi pengembangan sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan yang ada atau tuntutan perubahan iptek. Adaptasi ini dapat diperoleh baik melalui pengalaman kerja maupun pelatihan yang diadakan khusus. Praktik sistem pembelajaran yang dibutuhkan adalah pembelajaran yang memberikan makna bagi mahasiswa, melibatkan mahasiswa dalam proses yang mendukung optimalisasi kreatifitas mereka, memenuhi fungsi perbaikan pembelajaran mahasiswa, serta berlangsung secara komprehensip dan berkelanjutan. Pembelajaran yang hanya menitikberatkan pada hasil dapat menimbulkan ketidaktepatan keputusan didaktik tentang penguasaan kompetensi mahasiswa, baik dalam perencanaan, proses maupun hasil dari pembelajaran bahkan dapat menimbulkan ketidakpuasan mahasiswa terhadap hasil pembelajaran tersebut. Badmus (2007), mengemukakan bahwa cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas pembelajaran pada pendidikan
7

OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK

Mar 30, 2023

Download

Documents

zaky kaka
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK

ISBN 978-602-7981-24-9

Seminar Nasional Pendidikan Vokasi UNY 2013

249

OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK

PADA MATA KULIAH MICROTEACHING

Taufiq Natsir1, Anas Arfandi2, dan Mithen L3 1Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Makasar

Email : [email protected] 2Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Makasar

Email : [email protected] 3Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Makasar

Email : [email protected]

Abstrak

Microteaching adalah salah satu mata kuliah yang memberikan

pengalaman belajar kepada mahasiswa sebelum melakukan praktik

pengalaman lapangan (PPL) di sekolah-sekolah kejuruan sebagai praktik

mengajar. Kurikulum 2013 yang telah diterapkan pada beberapa sekolah

diantaranya sekolah menengah kejuruan, mengharuskan mahasiswa yang

akan melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PPL) harus pula

memahami berbagai metode pembelajaran yang menerapkan pendekatan

saintifik. Beberapa pembelajaran yang mendukung pelaksanaan kurikulum

2013 adalah pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran inquiry.

Kata Kunci : Microteaching, pembelajaran saintifik, PPL, pembelajaran

berbasis proyek, dan pembelajaran inquiry.

Pendahuluan Pendidikan kejuruan secara spesifik menyiapkan peserta didik guna

memasuki dunia kerja, dan kondisi saat ini dunia kerja sarat dengan perubahan

sehingga lulusan pendidikan kejuruan harus bisa mengembangkan diri di tempat

kerja yang sarat perubahan. Karena itu, pendidikan kejuruan dan kejuruan harus

diselenggarakan secara kolaboratif dengan dunia usaha dan industri, mulai dari

perumusan standar kompetensi, penyusunan kurikulum, pelaksanaan

pembelajaran atau pelatihan, evaluasi, sampai pada sertifikasi keahlian.

Kemajuan teknologi yang sangat pesat menyebabkan perubahan

kekhasan pada bidang pekerjaan. Seseorang yang semula dididik dan berhasil

menguasai ketrampilan seperti yang diinginkan dengan adanya perubahan

peralatan atau cara kerja dapat menyebabkan ketrampilannya tidak memadai lagi.

Oleh sebab itu akan lebih tepat jika pendidikan direncanakan untuk menghasilkan

lulusan yang tidak hanya menguasai ilmu dan ketrampilan baku tetapi juga

mampu melakukan adaptasi pengembangan sesuai dengan tuntutan lapangan

pekerjaan yang ada atau tuntutan perubahan iptek. Adaptasi ini dapat diperoleh

baik melalui pengalaman kerja maupun pelatihan yang diadakan khusus.

Praktik sistem pembelajaran yang dibutuhkan adalah pembelajaran yang

memberikan makna bagi mahasiswa, melibatkan mahasiswa dalam proses yang

mendukung optimalisasi kreatifitas mereka, memenuhi fungsi perbaikan

pembelajaran mahasiswa, serta berlangsung secara komprehensip dan

berkelanjutan. Pembelajaran yang hanya menitikberatkan pada hasil dapat

menimbulkan ketidaktepatan keputusan didaktik tentang penguasaan kompetensi

mahasiswa, baik dalam perencanaan, proses maupun hasil dari pembelajaran

bahkan dapat menimbulkan ketidakpuasan mahasiswa terhadap hasil

pembelajaran tersebut. Badmus (2007), mengemukakan bahwa cara untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas pembelajaran pada pendidikan

Page 2: OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK

ISBN 978-602-7981-24-9

Seminar Nasional Pendidikan Vokasi UNY 2013

250

adalah menggunakan pembelajaran autentik, dan di antara beberapa metode

pembelajaran yang ada, pembelajaran kinerja merupakan cara yang tepat untuk

digunakan pada pendidikan teknologi dan kejuruan.

Guru produktif di SMK sebagian besar merupakan lulusan LPTK yang

harus memiliki kompetensi daya pikir, daya kalbu dan daya fisik yang memadai

untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Ketiga daya tersebut dapat diterjemahkan

menjadi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Kompetensi

bukanlah sekadar pengetahuan, tetapi juga harus dihayati dan diterapkan. Guru

produktif harus memiliki kemampuan teoritik dan praktik kejuruan sekaligus.

Kemampuan teoritik lebih banyak diperoleh di kampus, pusat-pusat penelitian

atau tempat-tempat lain. Sementara kemampuan praktik juga dapat diperoleh di

kampus (dasar kejuruan) dan di dunia kerja (praktik kejuruan terapan), sehingga

pengalaman belajar di dunia kerja menjadi sebuah keharusan bagi calon-calon

guru profesional.

Calon guru SMK yang dibina oleh LPTK pada umumnya masih kurang

dalam hal-hal kompetensi yang berkaitan dengan bidang profesional. Keahlian

profesional, pada dasarnya mengandung unsur ilmu pengetahuan, teknik dan kiat.

Unsur kiat yang menjadi faktor utama penentu kadar keahlian profesional

seseorang hanya dapat dikuasai melalui cara mengerjakan langsung pekerjaan

pada bidang profesi itu sendiri. Keterbatasan industri yang akan memberi

pengalaman untuk mengerjakan langsung pekerjaan pada bidang sesuai profesinya

karena alasan tertentu membuat pengalaman belajar di industri bagi mahasiswa

LPTK masih sangat kurang. Untuk itu perlu pemikiran agar calon guru SMK

memiliki bekal yang cukup tentang keahlian profesi.

Pembelajaran berbasis proyek (PBP) merupakan salah satu model

pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam

mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan

pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. PBP dirancang untuk digunakan

pada permasalahan komplek yang diperlukan mahasiswa dalam melakukan

insvestigasi dan memahaminya, sehingga nantinya hasil dari proses pembelajaran

ini diharapkan menjadi pengalaman bagi mahasiswa jika kelak melaksanakan PPL

di SMK maupun nantinya menjadi guru dan mengajar di SMK.

Microteaching adalah salah satu mata kuliah yang memberikan

pengalaman belajar kepada mahasiswa sebelum melakukan praktik pengalaman

lapangan (PPL) di sekolah-sekolah kejuruan sebagai praktik mengajar. Sebagai

mata kuliah prasyarat sebelum PPL, mahasiswa seharusnya dibekali dengan

berbagai model, metode, dan strategi pembelajaran sebagai bekal mereka untuk

praktik mengajar dan pada saat lulus kuliah dan bekerja sebagai guru.

Pembelajaran yang digunakan harus dapat mendorong peningkatan budaya belajar

mahasiswa di perguruan tinggi, dan dapat memberi gambaran yang komprehensif

tentang kompetensi mahasiswa setelah mengikuti pembelajaran di tempat kerja,

baik kompetensi keahlian, kompetensi personal, maupun kompetensi sosial.

Dengan demikian, pembelajaran berbasis proyek menjadi sebuah solusi yang

sangat penting bagi peningkatan mutu lulusan mahasiswa S1 Fakultas Teknik

sebagai bekal mereka menjadi guru SMK.

Page 3: OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK

ISBN 978-602-7981-24-9

Seminar Nasional Pendidikan Vokasi UNY 2013

251

Pembahasan Pembelajaran Saintifik pada Microteaching

Latihan praktik mengajar (PPL) dilakukan langsung di sekolah latihan

sesudah calon guru memperoleh pengetahuan teoritis tentang dasar-dasar

keguruan dan isi (konten) dari bidang studi yang akan diajarkannya. Namun

demikian, sebelum mereka terjun ke sekolah, mahasiswa terlebih dahulu

diberikan latihan mengajar secara teori di ruang kuliah dengan rekan-rekan

mahasiswa sebagai peserta didiknya. Pengajaran Mikro (Micro-Teaching) mulai

dikembangkan di Universitas Stanford pada Tahun 1963, dalam rangka

menemukan metode latihan bagi para calon guru yang lebih efektif. Pengajaran

Mikro sebagai suatu teknik latihan guru berdasarkan rasional, yang terdiri atas:

pengajaran yang nyata, konsentrasi pada keterampilan mengajar, menggunakan

informasi dan pengetahuan tentang tingkah laku belajar sebagai umpan balik,

berdasarkan kemampuan calon dan pengaturan distribusi latihan keterampilan

dalam periode waktu tertentu.

Pengajaran mikro merupakan suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan

dalam waktu dan jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama 5 – 20 menit dengan

jumlah siswa sebanyak 3 – 10 orang (Allen, 1996). bentuk pengajaran yang

sederhana, dimana calon guru/dosen berada dalam suatu lingkungan kelas yang

terbatas dan terkontrol. dan hanya mengajarkan satu konsep dengan menggunakan

satu atau dua keterampilan dasar mengajar. Menurut Brown (1975), untuk

menghasilkan calon guru/dosen yang profesional, sebelum praktik mengajar di

kelas/sekolah, calon guru perlu dilatih mengembangkan keterampilan dasar

mengajar dengan diberikan kesempatan mengembangkan gaya mengajarnya

sendiri dan mengurangi atau menghilangkan kesalahan–kesalahan atau

kekurangan-kekurangan yang masih ada.

Pengajaran mikro adalah proses pengajaran dan evaluasi dalam waktu

yang singkat namun dilaksanakan secara utuh. Pembelajaran dilaksanakan pada

kelas yang kecil oleh calon guru (Peker, 2009). Waktu pelaksanaan dapat

dilakukan selama 5 – 10 menit (Huber & Ward, 1969), 10 - 15 menit (Klinzing &

Floden, 1991; Kpanja, 2001). Jumlah peserta didik dapat bervariasi antara 3 – 6

orang (Huber & Ward, 1969) atau 10 – 16 orang (Klinzing & Floden, 1991), dan

dapat pula 20 – 30 orang (Kpanja, 2001). Yang terpenting adalah proses

pelaksanaan microteaching sesuai pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Pengajaran Mikro

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengajaran mikro adalah salah satu metode pelatihan praktik dalam mengajar

dalam lingkup terbatas untuk meningkatkan keterampilan dasar mengajar

mahasiswa yang dilaksanakan pada kelompok kecil dalam situasi yang

disederhanakan.

1. Pembelajaran Berbasis Proyek

Pembelajaran berbasis proyek (PBP) merupakan sebuah model

pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti

Amerika Serikat, Australia, Eropa, dan beberapa negara di Asia. Bell (2010:40)

Rencana Mengajar Kritik Rencana

kembali

Mengajar

kembali

Siklus

Kritik

Page 4: OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK

ISBN 978-602-7981-24-9

Seminar Nasional Pendidikan Vokasi UNY 2013

252

menyatakan bahwa “PBL promotes social learning as children practice and

become proficient with the twenty-first-century skills of communication,

negotiation, and collaboration”. PBP memperkenalkan praktik belajar sosial

kepada anak-anak dan pada akhirnya akan mahir dengan keterampilan abad 21

seperti: keterampilan komunikasi, negosiasi, dan kolaborasi. Tugas-tugas yang

ada di dunia kerja nyata melibatkan seluruh keterampilan-keterampilan yang

diperlukan. Meskipun suatu proyek berdasarkan satu aspek kurikuler, namun hal

tersebut terkait dengan semua bidang studi pada akademik yang tradisional.

Buck Institute fo Education (2010) menyatakan bahwa PBP mengandung

aktivitas: (a) peserta didik membuat keputusan, dan membuat kerangka kerja; (b)

di dalamnya terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya;

(c) peserta didik merancang proses untuk mencapai hasil; (d) peserta didik

bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang

dikumpulkan; (e) melakukan evaluasi secara kontinu; (f) peserta didik secara

teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan; (g) yang hasil akhirnya berupa

produk dan dievaluasi kualitasnya; dan (i) kelas memiliki atmosfer yang memberi

toleransi kesalahan dan perubahan. Adapun Karakteristik dari PBP, yaitu: (a)

peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja; (b) adanya

permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik; (c) peserta didik

mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan

yang diajukan; (d) peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk

mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan; (e) proses

evaluasi dijalankan secara kontinyu; (f) peserta didik secara berkala melakukan

refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan; (g) produk akhir aktivitas belajar

akan dievaluasi secara kualitatif; dan (h) situasi pembelajaran sangat toleran

terhadap kesalahan dan perubahan.

Ada 5 kriteria suatu pembelajaran disebut sebagai PBP menurut Thomas

(2000: 4), yaitu : 1) PBP merupakan inti dari kurikulum, bukan sebagai

pendukung; 2) PBP fokus pada pertanyaan dan masalah yang mengantarkan

peserta didik untuk mendapatkan konsep dan prinsip utama; 3) proyek melibatkan

peserta didik dalam pencarian secara konstuktif; 4) proyek membawa peserta

didik pada peningkatan yang signifikan; dan 5) proyek yang dilakukan sesuai

dunia nyata.

Kriteria PBP menurut Thomas tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut: (1) PBP merupakan suatu kurikulum dimana proyek merupakan strategi

pembelajarannya; 2) proyek mengarahkan peserta didik pada pencapaian keahlian

yang diharapkan; 3) proses yang terjadi merupakan proses yang langsung pada

tujuanmelalui transformasi dan pengembangan pengetahuan baru oleh peserta

didik; 4) proyek bukan merupakan kegiatan yang kontinuitas dan melibatkan

kemandirian peserta didik dalam memilih proyek, bekerja tanpa pengawasan, dan

bertanggung jawab sendiri atas apa yang dikerjakan; dan 5) PBP melibatkan

tantangan kehidupan nyata dengan fokus pada karya nyata yang dapat diterapkan

untuk menyelesaikan persoalan.

Konsep PBP hampir sama dengan pembelajaran berbasis masalah yang

dikonsepsikan sebagai model pembelajaran yang dapat menggiatkan semua

peserta didik, strategi-strategi pembelajarannya ideal untuk kelas yang heterogen

dimana peserta didik dapat bekerja kolaboratif untuk menyelesaikan masalah.

PBP juga membawa peserta didik ke orientasi interdisipliner karena penyelesaian

masalah seringkali memerlukan informasi dari beberapa area akademik. Dengan

Page 5: OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK

ISBN 978-602-7981-24-9

Seminar Nasional Pendidikan Vokasi UNY 2013

253

mendorong peserta didik mengarahkan aktivitas belajarnya sendiri, dan dengan

memberi tanggung jawab yang lebih tinggi, dosen dengan PBP telah

menunjukkan kepada peserta didik bagaimana mereka menghadapi tantangan diri

sendiri dan belajar pada diri sendiri (Waras, 2008).

Choo (2010) menyebutkan terdapat 5 karakteristik utama dari PBP,

yaitu: 1) berpusat pada peserta didik; 2) mengembankan keterampilan yang luas;

3) melibatkan proses pembelajaran yang aktif; 4) menyebutkan pengetahuan dari

modul yang diberikan; dan 5) sering dilakukan dalam bentuk kerja kelompok.

Selanjutnya ditambahkan bahwa bentuk kegiatan PBP dapat berupa: a) merancang

dan membangung; b) menyusun portofolio; c) penilaian dampak lingkungan; d)

simulasi manajemen; e) memproduksi dokumen tender; f) analisis produk atau

menilai obyek; dan g) simulasi studi kasus di masyarakat.

Hadgraft (2009: 4) mengemukakan bahwa PBP memberikan kesempatan

kepada peserta didik dalam mengembangkan keterampilan berupa: problem

solving skills, thingking skills, team work skills, time management skills,

Information retrieval and evaluation skills, communication skills, dan computing

skills.

Santyasa (2006: 12) mengemukakan lima langkah utama pelaksanaan

model PBP, yaitu:

a. Menetapkan tema proyek. Tema proyek hendaknya memenuhi indikator-

indikator berikut: (1) memuat gagasan umum dan orisinil; (2) penting dan

menarik; (3) mendeskripsikan masalah kompleks; (4) mencerminkan

hubungan berbagai gagasan; dan (5) mengutamakan pemecahan masalah ill

defined.

b. Menetapkan konteks belajar. Konteks belajar hendaknya memenuhi

indikator-indikator berikut: (1) Pertanyaan-pertanyaan proyek

mempersoalkan masalah dunia nyata; (2) Mengutamakan otonomi peserta

didik; (3) Melakukan inquiry dalam konteks masyarakat; (4) Peserta didik

mampu mengelola waktu secara efektif dan efesien; (5) Peserta didik belajar

penuh dengan kontrol diri; dan (6) Mensimulasikan kerja secara

professional.

c. Merencanakan aktivitas-aktivitas. Pengalaman belajar terkait dengan

merencanakan proyek adalah sebagai berikut: (1) membaca; (2) meneliti; (3)

observasi; (4) interviu; (5) merekam; (6) mengunjungi obyek proyek; dan

(7) akses internet.

d. Memproses aktivitas-aktivitas. Indikator-indikator memproses aktivitas

meliputi antara lain: (1) membuat sket; (2) melukiskan analisa; (3)

menghitung; (4) mengenerate; dan (5) mengembangkan prototipe.

e. Penerapan aktivitas-aktivitas untuk menyelesaikan proyek. Langkah-

langkha yang dilakukan, adalah: (1) mencoba mengerjakan proyek

berdasarkan sket; (2) menguji langkah-langkah yang telah dikerjakan dan

hasil yang diperoleh; (3) mengevaluasi hasil yang telah diperoleh; (4)

merevisi hasil yang telah diperoleh; (5) melakukan daur ulang proyek yang

lain; dan (6) mengklasifikasi hasil terbaik.

Dalam PBP, proyek peserta didik dapat disiapkan dalam kolaborasi

dengan dosen/instruktur tunggal atau dosen/instruktur ganda, sedangkan peserta

didik belajar di dalam kelompok kolaboratif antara 3-5 orang. Ketika peserta didik

bekerja di dalam tim, mereka menemukan keterampilan merencanakan,

Page 6: OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK

ISBN 978-602-7981-24-9

Seminar Nasional Pendidikan Vokasi UNY 2013

254

mengorganisasi, negosiasi, dan membuat konsensus tentang isu-isu tugas yang

akan dikerjakan, siapa yang bertanggungjawab untuk setiap tugas, dan bagaimana

informasi akan dikumpulkan dan disajikan. Keterampilan-keterampilan yang telah

diidentifikasi oleh peserta didik ini merupakan keterampilan yang amat penting

untuk keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja merupakan keterampilan

yang amat penting di tempat kerja. Karena hakikat kerja proyek adalah

kolaboratif, maka pengembangan keterampilan tersebut berlangsung di antara

peserta didik. Di dalam kerja tim suatu proyek pemecahan masalah, kekuatan

individu dan cara belajar yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu

keseluruhan.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa PBP

merupakan suatu metode pembelajaran yang memberikan aktifitas belajar yang

kompleks kepada peserta didik melalui tahapan-tahapan yang terstruktur dan

terencana yang memberikan peranan yang lebih besar kepada peserta didik.

Berkaitan dengan hal tersebut, mahasiswa fakultas teknik sebagai calon guru

SMK diharapkan mampu memberikan metode tersebut kepada siswa SMK ketika

mereka menjadi guru maupun pada saat melakukan Praktik Pengalaman Lapangan

(PPL) sehingga penerapan ini sangat cocok dilakukan pada mata kuliah

Microteaching.

2. Pembelajaran Inquiry

Pembelajaran berbasis proyek (PBP) merupakan sebuah model

pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti

Amerika Serikat, Australia, Eropa, dan beberapa negara di Asia. Bell (2010: 40)

menyatakan bahwa “PBL promotes social learning as children practice and

become proficient with the twenty-first-century skills of communication,

negotiation, and collaboration”. PBP memperkenalkan praktik belajar sosial

kepada anak-anak dan pada akhirnya akan mahir dengan keterampilan abad 21

seperti: keterampilan komunikasi, negosiasi, dan kolaborasi. Tugas-tugas yang

ada di dunia kerja nyata melibatkan seluruh keterampilan-keterampilan yang

diperlukan. Meskipun suatu proyek berdasarkan satu aspek kurikuler, namun hal

tersebut terkait dengan semua bidang studi pada akademik yang tradisional.

Simpulan Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mempersiapkan

mahasiswa melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PPL), maka mahasiswa

harus dibekali metode pembelajaran yang mendukung pelaksanaan kurikulum

2013. Diantara metode pembelajaran yang dimaksud antara lain adalah

pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran inquiry yang menerapkan

pendekatan saintifik pada proses pembelajarannya.

Daftar Pustaka Allen, Dwight W. & Wang, Wai-ping (1996), Micro-teaching, Hsin Hua

Publishers, Beijing

Bell, S. (2010). Project-Based Learning for the 21st Century: Skills for the Future.

[Versi Elektronik]. The Clearing House, 83: 39–43.

Page 7: OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK

ISBN 978-602-7981-24-9

Seminar Nasional Pendidikan Vokasi UNY 2013

255

BIE. (2006). Project based learning 2nd edition: a guide to standards-focused

project based learning for middle and high school teachers. Buck institute for

education.

Choo, B.S. (Eds). (2010). Project Based Learning in Engineering: a guide to

learning engineering through projects. Diakses pada tanggal 20 juli 2010

melalui http://www.pble.ac.uk/pble-guide-final.pdf

Hadgraft, R. Ed. (2009). Project Handbook. Melbourne: RMIT university.

Peker, M. (2009). The use of expanded microteaching for reducing preservice

teachers’ teaching anxiety about mathematics. Scientific Research and Essay

Vol.4 (9), pp. 872-880, September 2009.

Poell, R.F., & Yorks, L. (2009). Organizing Project-Based Learning in Work

Contexts: A Cross-Cultural Cross Analysis of Data From Two Projects.

Journal of Adult Education Quarterly, Volume 60 Number 1, November 2009,

77-93.

Rahman, M. B. H. A., Daud, K. A. M., Jusoff, K., & Ghani, N. A. A. (2009).

Project Based Learning (PjBL) Practices at Politeknik Kota Bharu, Malaysia

[VersiElektronik]. International Education Studies, 2(4), 140-148.

Thomas, J.W., Margendoller, J.R., & Michaelson, A. (1999). Project-based

learning: A. handbook for middle and high school teachers.

Turney, C. (1970). Micro-Teaching—A Promising Innovation in Teacher

Education. Australian Journal of Education, 14(2), 125-141

Waras Kamdi. (November 2008). Project Based Learning :Pendekatan

Pembelajaran Inovatif. Makalah disampaikan pada Pelatihan Penyusunan

Bahan Ajar Guru SMP dan SMA Kota Tarakan, di Tarakan .