BAB. VI Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK Galur yang akan digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk menghasilkan varietas terlebih dahulu harus diuji keturunan. Silang puncak (testcross) merupakan salah satu uji keturunan untuk mengetahui daya gabung umum dan daya gabung khusus galur. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi potensi hasil, galur-galur jagung pulut yang memiliki gen opaque-2 sebagai kandidat tetua perakitan varietas hibrida. Materi genetik yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebanyak 57 galur jagung pulut memiliki gen opaque-2 dan tiga varietas pembanding; Pulut Takalar, Anoman, dan Srikandi Putih dievaluasi di Kebun Percobaan Maros, mulai bulan Juli hingga November 2008. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok, dua ulangan. Setiap genotipe ditanam dalam dua baris dengan panjang 5 m dan jarak tanam 0,75 m x 0,20 m. Hasil percobaan menunjukkan bahwa beberapa genotipe memilki daya gabung khusus yang baik terhadap CML154 maupun CML156. Penampilan karakter bobot biji pertanaman dari 57 genotipe hasil persilangan testcross dengan dua tester sangat beragam, pengaruh faktor lingkungan lebih dominan dari faktor genetik pada persilangan dengan CML154 dan pengaruh faktor genetik lebih dominan dari faktor lingkungan pada persilangan dengan CML156. Genotipe MrP-7-20BBo2 memiliki daya gabung khusus dengan CML154, genotipe MrP-10-13BBo2 memiliki daya gabung khusus dengan CML154 dan CML156 serta berpotensi sebagai kandidat tetua dalam program perakitan hibrida potensi hasil tinggi. Kata Kunci: penampilan, daya gabung khusus, jagung pulut dan testcoss PDF Create! 2 Trial www.scansoft.com
26
Embed
opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK · BAB. VI Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB. VI
Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Genopaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak)
ABSTRAK
Galur yang akan digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk menghasilkanvarietas terlebih dahulu harus diuji keturunan. Silang puncak (testcross)merupakan salah satu uji keturunan untuk mengetahui daya gabung umum dandaya gabung khusus galur. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan informasipotensi hasil, galur-galur jagung pulut yang memiliki gen opaque-2 sebagaikandidat tetua perakitan varietas hibrida. Materi genetik yang digunakan dalampercobaan ini adalah sebanyak 57 galur jagung pulut memiliki gen opaque-2 dantiga varietas pembanding; Pulut Takalar, Anoman, dan Srikandi Putih dievaluasidi Kebun Percobaan Maros, mulai bulan Juli hingga November 2008. Percobaanmenggunakan rancangan acak kelompok, dua ulangan. Setiap genotipe ditanamdalam dua baris dengan panjang 5 m dan jarak tanam 0,75 m x 0,20 m. Hasilpercobaan menunjukkan bahwa beberapa genotipe memilki daya gabung khususyang baik terhadap CML154 maupun CML156. Penampilan karakter bobot bijipertanaman dari 57 genotipe hasil persilangan testcross dengan dua tester sangatberagam, pengaruh faktor lingkungan lebih dominan dari faktor genetik padapersilangan dengan CML154 dan pengaruh faktor genetik lebih dominan darifaktor lingkungan pada persilangan dengan CML156. Genotipe MrP-7-20BBo2memiliki daya gabung khusus dengan CML154, genotipe MrP-10-13BBo2memiliki daya gabung khusus dengan CML154 dan CML156 serta berpotensisebagai kandidat tetua dalam program perakitan hibrida potensi hasil tinggi.
Kata Kunci: penampilan, daya gabung khusus, jagung pulut dan testcoss
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-100-
Performance of Waxy Corn Lines Possessing opaque-2 Gene Obtained FromTestcross.
ABSTRACT
Testcross is one procedure that could be used to evaluate general combiningability and specific combining ability. The objective of this study was to getinformation of yield potential of waxy corn lines possessing opaque-2 gene ascandidate parent for hybrid development. The genetic materials were 57 waxycorn lines having opaque-2 gene and 3 check varieties, i.e., Pulut Takalar,Anoman, and Srikandi Putih. The evaluation was carried out at MarosExperimental farm, ICERI from July to November 2008, following a RandomizedComplete Block Design (RCBD) with two replications. Each genotype wasplanted in two rows with 5 m length and planting distance of 0.75 m x 0.20 m.The result showed that several genotypes had good specific combining ability toCML154 and CML156. Seed weight per plant from 57 genotypes developed fromtestcross with two testers was varied. Influence of environmental factor was moredominant in cross by CML154 while influence of genetic factor was moredominant in cross by CML156. Genotype MrP-7-20BBo2 showed good specificcombining ability to CML154, while genotype MrP-10-13BBo2 showed goodspecific combining ability to both CML154 and CML156 and, therefore, is verypotential as parental candidate in hybrid program for high yielding varieties.
Key words: Performance, specific combining ability, waxy corn, testcross
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-101-
PENDAHULUAN
Jagung adalah salah satu komoditas pertanian yang mempunyai potensi dan
prospek yang baik karena penggunaannya di samping sebagai bahan pangan, juga
sebagai pakan dan bahan baku industri. Jagung sebagai bahan pangan merupakan
sumber karbohidrat utama setelah beras. Langkah untuk mengatasi masalah
ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan produksi pangan di
Indonesia memberikan peluang dengan cara meningkatkan produksi jagung. Oleh
karena itu, pengujian terhadap potensi hasil dari varietas-varietas jagung baik
varietas lokal maupun varietas unggul baru perlu dilakukan untuk menentukan
varietas yang sesuai untuk meningkatkan produksi. Untuk tanaman-tanaman yang
nilai ekonominya didasarkan atas hasil biji seperti tanaman jagung, diperlukan
suatu kriteria tepat yang dapat mencerminkan potensi hasil dari tanaman tersebut.
Permintaan jagung yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan
akan kebutuhan pakan ternak, pangan, industry, dan untuk menekan impor jagung
maka peningkatan produksi jagung sangat diperlukan. Di samping itu,
peningkatan produksi merupakan upaya meningkatkan pendapatan petani jagung.
Komoditas jagung sebagai tanaman pangan pokok setelah padi banyak
dikembangkan pada lahan sawah dan lahan kering masing-masing 27% dan 37%
yang pada musim hujan dan musim kemarau masing-masing 69% dan 31%.
Langkah untuk mengatasi rendahnya produksi jagung, pemerintah
menganjurkan kepada petani untuk menggunakan varietas unggul jagung
(improved varieties) baik varietas hibrida (hybrid) maupun bersari bebas (open
pollinated). Melalui penggunaan varietas unggul tersebut produksi jagung akan
meningkat, demikian pula pendapatan petani, serta kebutuhan akan jagung dapat
terpenuhi dan impor dapat ditekan.
Jagung varietas hibrida dapat memberikan hasil yang lebih tinggi daripada
varietas bersari bebas, namun hasil hibrida tergantung pada potensi hasil populasi
dasar yang digunakan dalam pembuatan galur inbridanya. Makin tinggi hasil
populasi dasar, makin besar peluang diperolehnya galur yang dapat memberikan
hasil tinggi dalam kombinasi hibrida. Perbedaan hasil antara varietas hibrida
dengan varietas bersari bebas akan semakin tinggi pada lahan yang produktif.
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-102-
Pada daerah yang kurang subur, hibrida kurang menguntungkan. Penggunaan
hibrida pada daerah yang subur dapat meningkatkan produksi jagung untuk
memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat (Mejaya dan Soegiatni 1998).
Varietas lokal yang potensi hasilnya rendah sebagian besar telah digantikan
dengan varietas unggul, baik varietas bersari bebas maupun hibrida. Pada tahun
50-an dilepas varietas Metro dan Perta yang memberikan hasil lebih tinggi dari
varietas lokal dan tersebar luas, pada tahun 60-an dilepas varietas Harapan, dan
tahun 70-an dilepas varietas Parikesit dan Harapan Baru yang tahan terhadap
penyakit bulai. Pada awal 80-an dilepas varietas Arjuna yang umurnya genjah
dan tahan penyakit bulai. Selain itu, pada dasawarsa tersebut mulai dilepas
varietas hibrida. Sementara itu, pada tahun 90-an dilepas varietas Bisma yang
juga tersebar luas dan dilepas hibrida silang tunggal yang potensi hasilnya tinggi
(Dahlan dan Slamet 1998). Keuntungan penanaman hibrida menjadi sangat besar
bila daya hasilnya semakin tinggi. Misalnya, kenaikan hasil 20% di atas daya
hasil 5 t.ha-1 nilainya 5 kali kenaikan 20% di atas daya hasil 1,5 t.ha-1. Penanaman
hibrida dapat menaikkan produksi tanpa menambah dosis pupuk dan masukan
lainnya, tetapi daya hasil akan menjadi lebih tinggi lagi bila pemupukan
dioptimalkan.
Evaluasi keturunan biasanya dikaitkan dengan kemampuan suatu tetua
dalam suatu persilangan. Kemampuan ini disebut daya gabung. Dengan melihat
rerata pengamatan keturunan dapat ditentukan apakah suatu tetua mempunyai
daya gabung baik atau jelek terhadap semua tetua lain atau mempunyai nilai
tinggi bila digabungkan dengan salah satu atau beberapa tetua lain (Allard 1989).
Daya gabung adalah kemampuan genotipe untuk memindahkan sifat yang
diinginkan kepada keturunannya. Ada dua macam daya gabung, yakni daya
gabung umum dan daya gabung khusus. Daya gabung umum merupakan
kemampuan suatu genotipe untuk menunjukkan kemampuan rerata keturunannya
bila disilangkan dengan sejumlah genotipe lain yang dikombinasikan. Daya
gabung khusus adalah kemampuan suatu kombinasi persilangan untuk
menunjukkan penampilan keturunannya. Evaluasi daya gabung merupakan salah
satu cara menilai kemampuan inbrida berdasarkan daya hasil silang puncaknya
dengan genotipe penguji (Walter 1987).
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-103-
Pemilihan tetua penguji penting untuk memisahkan galur-galur yang
memiliki daya gabung baik. Umumnya digunakan tetua penguji varietas bersari
bebas untuk mengevaluasi daya gabung umum dan galur murni untuk
mengevaluasi daya gabung khusus. Dalam seleksi daya gabung, galur tetua
penguji sangat kritis. Apabila tetua pengujinya tidak sesuai maka hasil yang
diperoleh tidak seperti yang diharapkan. Oleh karena itu perlu dicari tetua penguji
yang dapat menentukan daya gabung galur dari berbagai pola heterotik (Rawling
dan Thompson 1962; Moentono 1989).
Persilangan antara dua galur dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dari
nilai kedua tetuanya atau bahkan lebih baik dari tetua yang memberikan hasil
tinggi. Menurut Shull (1948) fenomena ini disebut heterosis yang berarti
ketegapan hibrida (hybrid vigor). Fenomena heterosis ini telah banyak
dimanfaatkan secara intensif pada pemuliaan jagung untuk menghasilkan jagung
hibrida. Hasil ini akan semakin tinggi jika galur-galur ini berasal dari dua
populasi yang pola heterosisnya berbeda. Pasangan heterosis ini merupakan
petunjuk dalam pembentukan galur sebagai komponen hibrida. Suatu galur atau
populasi disilangkan dengan galur tertentu menunjukkan heterosis yang tinggi,
tapi jika disilangkan dengan galur lain mungkin tidak menunjukkan heterosis yang
tinggi. Dengan demikian galur tersebut mempunyai pasangan yang spesifik untuk
menghasilkan hibrida yang hasilnya tinggi atau biasa disebut galur tersebut
mempunyai daya gabung khusus baik.
Perakitan kultivar unggul yang mempunyai potensi hasil tinggi dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain hibridisasi atau persilangan.
Persilangan merupakan salah satu upaya untuk menambah variabilitas genetik dan
memperoleh genotip baru yang lebih unggul. Namun, suatu galur sebelum
dijadikan tetua dalam persilangan untuk menghasilkan varietas, perlu diketahui
daya gabungnya. Daya gabung merupakan suatu ukuran kemampuan suatu
genotip tanaman dalam persilangan untuk menghasilkan tanaman unggul. Daya
gabung yang diperoleh dari suatu persilangan antar kedua tetua dapat memberikan
informasi tentang kombinasi-kombinasi persilangan yang dapat memberikan
turunan yang mempunyai potensi hasil tertinggi (Allard 1989).
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-104-
Salah satu tipe persilangan yang dilakukan untuk mengetahui daya gabung
suatu galur adalah testcross. Menurut Poehlman (1995), tester dapat berasal dari
tanaman yang menyilang satu kali (single cross), tanaman menyilang dua kali
(double cross) ataupun yang berasal dari varietas yang bersari bebas (open
pollinated variety). Tester juga digunakan untuk mengetahui variabilitas genetik
galur-galur murni. Variabilitas yang muncul pada hasil persilangan menujukkan
variabilitas dan potensi genetik galur murni yang diuji.
Semakin luas variabilitas galur murni yang dibentuk, maka semakin besar
peluang diperoleh tetua hibrida yang superior. Variabilitas genetik galur-galur
murni dapat diketahui dari variabilitas hibrida hasil testcrossnya. Karena sumber
serbuk sari yang digunakan sama, maka variabilitas yang muncul menunjukkan
juga variabilitas dan potensi genetik galur murni (Poehlman 1995). Selanjutnya
Doerksen et al. (2003) menyatakan bahwa galur murni superior yang memiliki
daya gabung umum yang baik dapat dijadikan sebagai tetua dalam peningkatan
hasil pada hibrida. Pengujian daya gabung umum dapat dilakukan dengan model
persilangan diallel. Pada populasi galur murni yang besar memerlukan jumlah
kombinasi persilangan yang banyak.
Model persilangan diallel untuk analisis daya gabung umum adalah kurang
efektif, terutama bila jumlah galur yang diuji jumlahnya sangat besar. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dapat digunakan uji testcross yaitu dengan cara
menyilangkan galur-galur murni dengan tester. Dimana tester yang digunakan
adalah sama untuk setiap galurnya, sehingga setiap galur hanya melakukan
persilangan satu kali saja. Persilangan ini merupakan persilangan antara tetua
galur-galur murni dengan tester.
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi potensi hasil hibrida
silang puncak, galur-galur jagung pulut yang memiliki gen opaque-2 sebagai
kandidat tetua perakitan varietas hibrida.PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-105-
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada dua percobaan yakni: Percobaan pertama
dilakukan pembentukan hibrida silang puncak dari galur-galur terseleksi pada
penelitian ketiga disilangkan mengikuti pola persilangan silang puncak (tester
parent: CML154 dan CML156) di KP. Bajeng, Balai Penelitian Tanaman Serealia
(Balitsereal) Maros, dari Februari hingga Mei 2008. Percobaan kedua
dilaksanakan evaluasi hibrida F1, dari Juli hingga November 2008. Materi genetik
yang digunakan adalah 57 galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki gen
opaque-2 hasil introgresi pada kegiatan percobaan ketiga (Tabel 30) dan tiga
varietas pembanding (Pulut Takalar, Anoman, dan Srikandi Putih).
Tabel 30 Materi genetik yang digunakan dalam persilangan silang puncak (testerparent CML154 dan CML156)
Pembentukan materi F1 dilakukan dengan pembentukan hibrida silang
puncak dari 57 galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki gen opaque-2 hasil
introgres pada kegiatan percobaan ketiga. Persilangan dilakukan antara tanaman
(plant to plant) dari masing-masing kombinasi mengikuti pola persilangan silang
puncak (tester CML154 dan CML156).
Sebanyak 57 galur jagung pulut (waxy corn) yang memiliki gen opaque-2
hasil introgres pada kegiatan percobaan ketiga ditanam masing-masing (set I dan
set II) dengan perbandingan 4 : 1 (empat baris galur hasil introgres sebagai tetua
betina dan satu baris tetua jantan/tester CML154 dan CML156), jarak tanam yang
digunakan 0,75 x 0,20 m dengan panjang barisan 2,5 m, benih sebelum ditanam
diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah serangan penyakit bulai
(Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk
mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem
tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah
tanam (hst) dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP36, dan 100
kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan
saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha
Urea.
Penyiangan dilakukan dua sampai tiga kali tergantung keadaan gulma
dengan membuang gulma yang berada di sekitar tanaman. Penyiangan pertama
pada saat tanaman berumur dua sampai tiga minggu setelah tanam (mst) dan
empat sampai enam minggu setelah tanam. Penyiangan kedua dilakukan
bersamaan dengan pembumbunan, pembumbunan dilakukan untuk mempermudah
pemberian air. Pengairan dilakukan setiap dua minggu sekali, apabila tanahnya
dapat menyimpan air maka pengairan dilakukan setiap tiga minggu sekali.
Pengairan yang sangat mempengaruhi dan harus dilakukan menjelang berbunga
dan waktu pengisian biji karena stadia ini akan mempengaruhi hasil panen.
Kegiatan detasseling (pembuangan bunga jantan) pada barisan betina
dilakukan sebelum anter keluar dari kelopak daun diperkirakan tanaman berumur
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-108-
±45-55 hst dengan harapan barisan betina mendapat tepung sari dari barisan
pejantan untuk menghasilkan benih hibrida silang puncak sebagai benih pada
musim kedua. Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak
fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (umur ±95–105 hst),
menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil. Masing-
masing pasangan persilangan dipanen secara terpisah dan dimasukkan ke dalam
kantong kertas serta diberi label.
Percobaan 2: Evaluasi daya hasil hibrida silang puncak
Evaluasi daya hasil dilakukan terhadap karakter hasil menggunakan materi
hibrida silang puncak yang dihasilkan pada percobaan pertama. Rancangan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok, tiga ulangan, masing-masing
genotipe ditanam dua baris, tata letak dilapangan sesuai dengan Lampiran 5.
Analisis varians untuk mengetahui perbedaan respon antar genotip.
Analisis Perbedaan Genotip:
Model statistiknya (Singh and Chaudhary 1979) sebagai berikut:
Yijk = m + Tij + Rk + {(RT)ijk + eijk}
dimana:Yijk : genotip i x j dalam ulangan ke km : rata-rata umumTij : efek genotip i x jRk : efek ulangan ke kRTijk : interaksi ulangan dengan perlakuaneijk : galat
Tabel 31 Analisis varians perbedaan genotip
SumberVariasi
DerajatBebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F0.05 %
Ulangan (R) r –1 rt
x
t
x2
ij2
j. 1r
JKR GalatKT
ReplikasiKT
Perlakuan(T) t –1
rt
x
r
x2
ij2
.i 1t
JKT GalatKT
PerlakuanKT
Galat (r-1) (t-1) Jk Total- JK Perlakuan -JK Replikasi 1r1r
JKGalat
Total rt-1 rt
2ijx2
ijx
Keterangan: r = jumlah ulangan, t = jumlah perlakuan
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-109-
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis terhadap karakter bobot biji per tanaman memperlihatkan
kuadrat tengah genotip berpengaruh tidak nyata, kuadrat tengah tester parent
CML154 berpengaruh nyata, sedangkan interaksi genotip x tester parent
berpengaruh nyata (Tabel 32).
Tabel 32 Analisis gabungan tester parent CML154 dan CML156 di MarosMH2008/2009
Sumber variasiderajat bebas Kuadrat TengahTester Parent Tester Parent
Hasil analisis hibrida silang puncak memperlihatkan bahwa ranking
populasi set I (Tabel 33) memiliki nilai daya gabung khusus dengan tester
CML154 berbeda dengan tester CML156 demikian juga pada populasi set II
(Tabel 34) terdapat perbedaan ranking diantara tester yang digunakan hal ini
diduga karena terdapat interaksi antara genotip dengan tester menyebabkan
terdapat genotipe yang memiliki daya gabung baik dengan tester CML154 tetapi
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-112-
kurang baik dengan tester CML156 atau sebaliknya, sehingga dapat disimpulkan
bahwa genotipe yang diuji hanya memiliki daya gabung khusus dengan salah satu
tester saja.
Tabel 34 Penampilan hibrida silang puncak (Set II), karakter bobot biji pertanaman genotipe jagung pulut yang memiliki gen opaque-2 di MarosMH2008/2009
55BBo2, dan MrP-7-1-20BBo2 berturut-turut: 0,30%, 0,56, 0,67, 0,73, 3,21, 4,31,
5,49, 8,42, 8,48, 9,28, dan 17,18% lebih tinggi.PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-115-
Tabel 35 Persentase relatif hibrida silang puncak (set I; tester CML154) terhadaptiga varietas pembanding, karakter bobot biji per tanaman jagung pulutyang memiliki gen opaque-2 di Maros MH2008/2009
Hasil persilangan populasi set I dengan tester CML156 (Tabel 36),
memperlihatkan persentase relatif terhadap varietas pembanding, terdapat 29
genotip uji yang relatif lebih tinggi dibandingkan varietas Pulut Takalar dengan
kisaran 0,01% sampai 50,93%, terdapat 25 genotip memiliki persentase relatif
lebih tinggi dibandingkan varietas Anoman kisaran 0,89% sampai 47,14%, jika
dibandingkan dengan varietas Srikandi Kuning terdapat 34 genotipe memiliki
relatif lebih tinggi dengan kisaran persentase 1,31% sampai 54,93%.
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-117-
Tabel 36 Persentase relatif hibrida silang puncak (set I; tester CML156) terhadaptiga varietas pembanding, karakter bobot biji per tanaman jagung pulutyang memiliki gen opaque-2 di Maros MH2008/2009
52BBo2, MrP-10-1-5BBo2, MrP-10-1-6BBo2, dan MrP-10-1-13BBo2, tetapi jika
dibandingkan dengan varietas Srikandi Putih terdapat 37 genotip lebih tinggi
dengan kisaran antara 0,38% sampai 28,91% lebih tinggi.
Persentase relatif hibrida silang puncak (set II; tester CML154) terhadap tiga
varietas pembanding; Pulut Takalar, Anoman, dan Srikandi Putih (Tabel 37).
Persentase relatif hibrida silang puncak (set II; tester CML156) terhadap
varietas Pulut Takalat, Anoman, dan Srikandi Putih sebagai pembanding (Tabel
38) terdapat empat genotipe lebih tinggi dari varietas Pulut Takalar diantaranya
MrP-10-1-18BBo2, MrP-10-1-57BBo2, MrP-10-1-19BBo2, dan MrP-10-1-
52BBo2 berturut-turut 1,75, 5,52, 7,52, dan 6,36% lebih tinggi. Persentase relatif
terhadap varietas Anoman terdapat 45 genotipe dengan kisaran 0,22% sampai
66,19% lebih tinggi, sedangkan terhadap varietas Srikandi Kuning terdapat 39
genotipe memiliki persentase relatif lebih tinggi dengan kisaran antara 0,42%
sampai 57,93%.
PDF Cre
ate! 2
Tria
l
www.scan
soft.c
om
-120-
Tabel 37 Persentase relatif hibrida silang puncak (set II; tester CML154) terhadaptiga varietas pembanding, karakter bobot biji per tanaman jagung pulutyang memiliki gen opaque-2 di Maros MH2008/2009
Tabel 38 Persentase relatif hibrida silang puncak (set II; tester CML156) terhadaptiga varietas pembanding, karakter bobot biji per tanaman jagung pulutyang memiliki gen opaque-2 di Maros MH2008/2009