Top Banner

of 35

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

JURNAL PRAKTIKUMFARMAKOGNOSI IIInfundasi

Disusun Oleh :1. Hashifah D. Putri23901S.12.012Henriko Nober23901S.12.013Henny Puspitawati 23901S.12.014Laila Silmi Azizah 23901S.12.017Leo Alandus Tului 23901S.12.018Lina Khalisah 23901S.12.020Meldina S. V. 23901S.12.021Monna Septenia 23901S.12.022M. Arif F. 23901S.12.023M. Rizki F. 23901S.12.024Mutiah Firdausi 23901S.12.025

Akademi Farmasi SamarindaLaboratorium Terpadu II2014BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangEkstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknis dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut keduanya (biasanya organik), yang pada dasarnya tidak saling bercampur dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solute) kedalam pelarut kedua itu. Pemisahan itu dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok larutan dalam sebuah corong pemisah selama beberapa menit (Shevla, 1985).Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat tercampur (immisable) menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analisis namun, preparatif ekstraksi pelarut dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang menuju ke suatu produk murninya dalam laboratorium organik, anorganik, atau biokimia. Pemisahan ekstraksi pelarut biasanya bersih dalam arti tak ada analog kopresipitasi dengan system semacam itu (Khopkar, 2008).Kekayaan jenis tumbuhan di Indonesia sangat berlimpah, termasuk di dalamnya adalah tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengobatan. Namun informasi tentang nama maupun kandungan kimia serta ramuannya belum banyak dipublikasikan sehingga pemanfaatan tumbuhan untuk tujuan pengobatan hanya didasarkan pada pengalaman turun-temurun. Informasi ini hanya terbatas pada pengalaman setiap daerah sehingga manfaat satu jenis tumbuhan dapat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain (Mursito, 2001).Skrining fitokimia sendiri adalah suatu tahap pemeriksaan awal untuk mendeteksi keberadaan golongan senyawa kimia yang terdapat pada suatu bahan alam. Sampel yang digunakan diidentifikasi komponen fitokimianya dengan metode pereaksi warna menggunakan berbagai reagen kimia. Senyawa yang nantinya akan diperiksa yaitu golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid serta terpenoid.Beberapa tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk pengobatan tradisional yaitu daun belimbing wuluh, daun katuk, daun cincau hijau, daung mengkudu, daun jati cina serta daun untuk membuktikan khasiat dan senyawa yang terkandung dalam keseluruhan tanaman tersebut maka dilakukanlah skrining fitokimia.Indonesia juga diketahui memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia dengan lebih kurang 30.000 jenis tumbuh-tumbuhan berikut biota lautnya. Dari sekian besar jumlah tersebut baru sekitar 940 spesies yang diketahui berkhasiat terapeutik (mengobati) melalui penelitian ilmiah dan hanya sekitar 180 spesies diantaranya yang dimanfaatkan dalam temuan obat tradisional oleh industri obat tradisional Indonesia. (Arif, Hariana, 2004).Hal ini disebabkan karena pemanfaatan tumbuhan di Indonesia untuk mengobati suatu penyakit biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara turun-menurun tanpa disertai data penunjang yang memenuhi persyaratan. (Harmanto, 2001).Bertitik tolak dari sumber bahan alam hayati ini, yang mempunyai peranan penting didalam penyediaan senyawa-senyawa kimia dalam bidang obat-obatan maka pemerintah menghimbau para ahli untuk meningkatkan penelitiannya dalam bidang tersebut, hal ini merupakan suatu tantangan bagi para ahli untuk melibatkan diri dalam penelitian senyawa-senyawa baru yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan tersebut.Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat adalah tumbuhan mahkota dewa (P. macrocarpa Boerl.). Tanaman ini merupakan salah satu tanaman tradisional Indonesia yang masih belum memiliki acuan informasi yang lengkap, baik dari segi fitokimia maupun dari segi farmakologi guna dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai salah satu bentuk pengobatan alternatif. (Harmanto, 2001). Mahkota dewa mengandung antihistamin alkaloida, sebab daun maupun buahnya agak pahit, mengandung senyawa triterpen, saponin dan polifenol (lignan). Kulit buahnya juga mengandung alkaloida, triterpen, saponin dan flavonoida. (Gotama, dkk, 1999).Tumbuhan mahkota dewa (P. macrocarpa Boerl.) tumbuh tegak dengan tinggi -2,5 m, tanaman ini bisa ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah daun, daging, dan kulit buahnya (Dalimartha, 2004).1.2. Tujuan 1.2.1. Mahasiswa mampu melakukan proses dan dapat memahami prinsip ekstraksi metabolit sekunder dari tanaman mahkota dewa dengan metode ekstraksi infundasi.1.2.2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol, terpenoid dan fenolat dalam tanaman mahkota dewa1.2.3. Mahasiswa mampu pelakukan pemisahan (partisi) senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak berdasarkan pada perbedaan kepolararan pelarut dengan metode ekstraksi cair-cair.1.2.4. Mahasiswa mampu memahami pronsip dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT).1.2.5. Mahasiswa dapat menentukan fase gerak dan fase diam dalam KLT.1.2.6. Mahasiswa mampu melakukan preparasi sampel dan lempeng KLT serta mampu menotolkan sampel ke fase diam.1.2.7. Mahasiswa dapat mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder dengan menggunakan pereaksi semprot.1.3. Manfaat 1.3.1. Mahasiswa mengetahui cara mengesktraksi tanaman mahkota dewa dan menyari bagian-bagian dari tanaman tersebut.1.3.2. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang tanaman obat berkhasiat.1.3.3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana proses pembuatan pereaksi.1.3.4. Mahasiswa dapat mengidentifikasi golongan senyawa kimia yang terdapat dalam sampel tanaman mahkota dewa.1.3.5. Menambah pengetahuan Mahasiswa mengenai pemisahan senyawa dengan KLT dan meningkatkan kemampuan Mahasiswa dalam melakukan pemisahan senyawa metabolit sekunder dalam bahan tertentu yaitu tanaman buah mahkota dewa.

BAB IIDASAR TEORI

2. 1Uraian Tumbuhan Tanaman2.1.1Morfologi Tumbuhan Mahkota dewa merupakan tumbuhan yang hidup di daerah tropis, juga bisa ditemukan di pekarangan rumah sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Perdu ini tumbuh tegak dengan tinggi 1-2,5 m. Daun mahkota dewa dapat dihasilkan sepanjang tahun sedangkan buahnya tidak berbuah sepanjang tahun dan buah tumbuhan ini dapat digunakan setelah masak atau berwarna merah. Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah daun; daging dan kulit buahnya. Daun dan kulit buah bisa digunakan segar atau yang telah dikeringkan, sedangkan daging buah digunakan setelah dikeringkan. 2.1.2Sistematika Sistematika tumbuhan mahkota dewa adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae Divisi: Spermatophyta Sub divisi: Dicotyledon Kelas: Thymelaeales Famili: Thymelaeaceae Marga: Phaleria Spesies: Phaleria macrocarpa2.1.3Nama daerah Simalakama (Melayu), makutadewa, makutomewo, makuto ratu, makuto rojo (Jawa). 2.1.4Kandungan kimia Daun mahkota dewa mengandung antihistamin, alkaloid, saponin, dan (lignan). Kulit buah mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid, tannin. 2.1.5Khasiat DaunDimanfaatkan untuk obat disentri, alergi dan mengobati rematik.BuahDigunakan dalam pengobatan penyakit rematik dan diabetes.Cangkang BuahCangkang ini terbukti dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit kanker payudara, kanker rahim, sakit paruparu dan sitosis hati.

BijiBiji hanya digunakan untuk pengobatan penyakit kulit.BatangSecara empiris, batang dapat digunakan untuk mengobati penyakit kanker tulang.Buah Berkhasiat menghilangkan gatal (antipruritus) dan antikanker, digunakan dalam pengobatan penyakit rematik dan diabetes. Biji beracun.2.2Uraian tentang golongan senyawa kimia2.2.1FlavonoidFlavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6. Flavonoid merupakan termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat.

2.2.2AlkaloidAlkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari system siklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol yang digunakansecara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina pada suhu kamar).Klasifikasi alkaloid Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid sebagai kelompok senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid. Sistem klasifikasi yang diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai:1) Alkaloid SesungguhnyaAlkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan dari asam amino; biasanya terdapat aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang agak asam daripada bersifat basa.2) ProtoalkaloidProtoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh adalah meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.3) PseudoalkaloidPseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan purin) (Teyler.V.E,1988).2.2.3 SaponinMerupakan senyawa glikosida kompleks yaitu senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon). Saponin ini terdirin dari dua kelompok : Saponintriterpenoid dan saponin steroid. Saponin banyak digunakan dalam kehidupan manusia, salah satunya terdapat dalam perak yang dapat digunakan untuk bahan pencuci kain (batik) dan sebagai shampoo.Saponin dapat diperoleh dari tumbuhan melalui metoda ekstraksi.2.2.4TanninTaninn merupakan gambaran umum senyawa golongan polimer fenolik. Tannin merupakan bahan yang dapat merubah kulit mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silangkan protein dan mengendapkan gelatin dalam larutan. 2.3Metode EkstraksiEkstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Ditjen POM, 2000).Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hamper semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 2000).Ekstraksi InfundasiMerupakan metode penyarian dengan cara menyari simplisia dalam air pada suhu 90OC selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang umum dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.Infus / rebusan obat: sedian air yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air suhu 90 C selama 15 menit, yang mana ekstraksinya dilakukan secara infundasi. Penyarian adalah peristiwa memindahkan zat aktif yang semula di dalam sel ditarik oleh cairan penyari, sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Secara umum penyarian akan bertambah baik apabila permukaan simplisia yang bersentuhan semakin luas (Ansel, 1989).Umumnya infus selalu dibuat dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak, yang mengandung minyak atsiri,dan zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama.Infus dibuat dengan cara :1. Membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2 kali bobot bahan, untuk bunga 4 kali bobot bahan dan untuk karagen 10 kali bobot bahan.2. Bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 900 980C. Umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian bahan. Pada simplisia tertentu tidak diambilo 10 bagian bahan. Hal ini di sebabkan karena:a. Kandungan simplisia kelarutannya terbatas, misalnya kulit kina digunakan 6 bagian.b. Disesuaikan dengan cara penggunaannya dalam pengobatan, misalnya daun kumis kucing, sekali minum infuse 100cc karena itu diambil 1/2 bagian.c. Berlendir, misalnya karagen digunakan 11/2 bagiand. Daya kerjanya keras, misalnya digitalis digunakan 1/2 bagian.3. Untuk memindahkan penyarian kadang-kadang perlu ditambah bahan kimia misalnya:a. Asam sitrat untuk infus kina, b. Kalium atau Natrium karbonat untuk infuse kelembak4. Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali bahan yang mengandung bahan yang mudah menguap.5. Simplisia yang digunakan untuk pembuatan infuse harus mempunyai derajat kehalusan tertentu.Keuntungan dan Kekurangan Metode InfundasiKeuntungan:1. Unit alat yang dipakai sederhana,2. Biaya operasionalnya relatif rendahKerugian:1. Zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap kembali,apabila kelarutannya sudah mendingin (lewat jenuh).2. hilangnya zat-zat atsiri3. Adanya zat-zat yang tidak tahan panas lama,dismping itu simplisia yang mengandung zat-zat albumin tentunya zat ini akan menggumpal dan menyukarkan penarikan zat-zat berkhasiat tersebut.2.4 Ektraksi Cair CairEkstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain. Kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu spesies antara dua fase pelarut yang tidak dapat tercampur. Kesetimbangan seperti ini terdapat dalam banyak proses pemisahan dalam penelitian kimia maupun diindustri (Oxtoby, 2001,)Ekstraksi pelarut yang menyangkut distribusi suatu zat terlarut diantara dua fase cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organic maupun anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparative dalam bidang kimia organic, biokimia, dan anorganik di laboratorium (Alimin, 2007).Beberapa cara dapat mengklasifikasian system ekstraksi. Cara klasik adalah mengklasifikasi berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau system ion berasosiasi, akan tetapi klasifikasi sekarang didasarkan pada hal yang lebih ilmiah, yaitu proses ekstraksi. Bila ekstraksi ion logam berlangsung, maka proses ekstraksi berlangsung pada mekanisme tertentu. Berarti jika ekstraksi berlangsung melalui pembentukan khelat atau struktur cincin, ekstraksi dapat diklasifikasikan sebagai ekstraksi khelat (Khopkar, 2008)Golongan ekstraksi berikutnya dikenal dengan ekstraksi melalui solvasi sebab spesies yang melibatkan pembentukan pasangan ion. Ekstraksi berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstraksi ke fase organic, sedangkan kategori terakhir merupakan ekstraksi sinergis. Nama yang digunakan menyatakan adanya efek saling memperkuat yang berakibat penambahan ekstraksi dengan memanfaatkan pelarut pengekstraksi. Setelah pengulangan mekanisme ekstraksi, ekstraksi keseimbangan dan teknik ekstraksi akan mengulangi penerapan destruksi pelarut dalam kimia analitik pada tiap-tiap kelas ekstraksi (Khopkar, 2008)Menurut Khopkar (2008), proses ekstraksi pelarut berlangsung pada tiga tahap, yaitu:1. Pembentukan kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi dengan tahap paling penting dalam ekstraksi. Jelaslah bahwa kompleks bermuatan tidak akan terekstraksi sehingga mutlak kompleks diekstraksi harus tanpa muatan. Kompleks tak bermuatan dapat dibentuk melalui proses pembentukan khelat (yaitu khelat netral), solvasu atau pembentukan pasangan ion.2. Distribusi dari kompleks yang terekstraksi3. Interaksinya yang mungkin dalam fase gerakBila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat bercampur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat pelarut dalam kedua fase pada kesetimbangan. Nersnt pertama kalinya memberikan pernyataan yang jelas mengenai hokum distribusi yang menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperature tertentu (Underwood, 1996).Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap (batch), ekstraksi kontinu dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan. Metode ini sering digunakan untuk pemisahan analitik. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit (Khopkar, 2008).Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hokum partisi yang menyatakan bahwa pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling tidak campur. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang didalam 2 fase disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD) dan diekspresikan dengan:

[S]org dan [S]aq masing-masing merupakan konsentrasi analit fase organic dan dalam fase air; KD merupakan koefisien partisi.Dalam prakteknya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia yang berada karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi, dan juga kompleksasi atau polimerasi karenanya ekspresi yang lebih berguna adalah rasio distribusi atau rasio partisi (D) yang diekspresikan dengan:

(Cs)org dan (Cs)aq masing-masing merupakan konsentrasi total analit (dalam segala bentuk) dalam fase organic dan dalam fase air; D merupakan rasio partisi. Jika tidak ada interaksi antar analit yang terjadi dalam kedua fase maka nilai KD dan D adalah identik (Anonim, 2013).Analit yang mempunyai rasio distribusi besar (104 atau lebih) akan mudah terekstrasi ke dalam pelarut organik meskipun proses kesetimbangan (yang berarti 100% solute terekstrasi atau tertahan) tidak pernah terjadi. Kebanyakan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan corong pisah dalam waktu beberapa menit. Akan tetapi untuk efektifitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (< 1) hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada larutan sampel secara terus-menerus. Alat ekstraksi secara terus-menerus: Pelarut pengekstrasi kurang rapat disbanding dengan larutan yang mengandung solute yang akan diekstraksi. Pelarut pengekstraksi lebih rapat dibanding dengan larutan yang mengandung solute yang akan diekstraksi.Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut adalah: mempunyai kelarutan yang rendah dalam air (>10%), dapat menguap sehingga memudahkan menghilang pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi, dan mempunyai kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi sampel (Anonim,2013).Ada tiga faktor penting yang berpengaruh dalam peningkatan karakteristik hasil dalam ekstraksi cair-cair yaitu: (Martunus dkk.,2006; Martunus & Helwani, 2004; 2005; 2006).1. Perbandingan jumlah pelarut-umpan (S/F).Kenaikan jumlah pelarut (S/F) yang digunakan akan meningkatkan hasil ekstraksi tetapi harus ditentukan titik (S/F) yang minimum agar proses ekstraksi menjadi lebih ekonomis.2. Waktu ekstraksi.Ekstraksi yang efisien adalah maksimumnya pengambilan solute dengan waktu ekstraksi yang lebih cepat.3. Kecepatan pengadukan.Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang baik adalah yang memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan minimum, sehingga konsumsi energi menjadi minimum.Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Martunus & Helwani, 2004; 2005):1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut didalam campuran.2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.3. Perbedaan berat jenis antara ekstrak dan rafinat lebih besar.4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.6. Tidak merusak alat secara korosi.7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.Efisiensi proses ekstraksi tergantung pada nilai distribusinya (D-nya) dan juga tergantung pada volume relative kedua fase.Vorg dan vaq masing-masing merupakan banyaknnya volume fase organik dan fase air yang digunakan; D merupakan rasio distribusi.Analit dengan nilai D yang kecil maka ekstraksi berulang akan meningkatkan efisiensi ekstraksi. Rumus yang digunakan untuk ekstraksi bertingkat adalah:

Caq: banyaknya analit dalam fase air mula-mula(Caq)n: banyaknya analit dalam fase air setelah n kali ekstraksiVorg: banyaknya volume fase organikN: banyaknya (frekuensi) ekstraksiDari persamaan diatas nampak jelas bahwa efisiensi ekstraksi meningkat jika (i) digunakan jumlah larutan pengekstraksi yang lebih besar, atau (ii) dengan melakukan beberapa kali ekstraksi dengan volume yang sama (Anonim, 2013).Beberapa masalah sering dijumpai ketika melakukan ekstraksi pelarut yaitu; terbentuknya emulsi; analit terikat kuat pada partikulat; analit terserap oleh partikulat yang mungkin ada; analit terikat pada senyawa yang mempunyai berat molekul tinggi; dan adanya kelarutan analit secara bersama-sama dalam kedua fase (Anonim, 2013).Terjadinya emulsi merupakan hal yang paling sering dijumpai. Oleh karena itu jika emulsi antara kedua fase ini tidak dirusak maka recovery yang diperoleh kurang bagus. Emulsi dapat dipecah dengan beberapa cara:1. Penambahan garam ke dalam fase air2. Pemanasan atau pendinginan corong pisah yang digunakan3. Penyaringan melalui glass-wool4. Penyaringan dengan menggunakan kertas saring5. Penambahan sedikit pelarut organik yang berbeda6. Sentry fungsiJika senyawa-senyawa yang akan dilakukan ekstraksi pelarut berasal dari plasma maka kemungkinan senyawa tersebut terikat pada protein, sehingga recovery yang dihasilkan rendah. Teknik yang dapat digunakan untuk memisalkan senyawa yang terikat pada protein meliputi: Penambahan detergen; Penambahan pelarut organik yang lain; Penambahan asam kuat; Pengenceran dengan air; Penggantian dengan senyawa yang mampu mengikat lebih kuat.2.5Kromatografi Lapis Tipis (KLT)Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsobsi, sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut larutan pengembang. Tebal Plat lapis tipis untuk tujuan kualitatif adalah 0,1-0,3 mm, sedangkan untuk pemisahan kuantitatif (KLT preparatif) mempunyai fase diam dengan ketebalan 0,5-2mm (Gritter, 1991; Hostettmann, 1995). Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan peraksi kimia tanpa pemanasan dengan pemanasan, sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm (Stahl, 1985). Fase DiamPada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar. Lapisan melekat pada permuakaan dengan bantuan bahan pengikat. Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan homogenitasnya, karena gaya adhesi pada penyokong sangat tergantung pada kedua sifat trsebut. Partikel dengan bituran yang kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan adalah dengan menggunakan fase diam yang biturannya halus. Penyerap yang banyak dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silika gel, alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan poliamida (Sastrohamidjojo, 1991; Stahl, 1985).Fase Gerak Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak didalam fase diam yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didarkan atas prinsip like dissolves like yaitu untuk memisahkan sampel yang bersifa non polar digunakan sistem pelarut yang bersifat non polar dan untuk memisahkan sampel yang bersifat polar digunakan sistem pelarut yang bersifat polar (Stahl, 1985). Harga RfJarak pengembangan suatu senyawa pada kromatogram dinyatakan dengan angka Rf atau hRf (Stahl, 1985).Faktor faktor yang mempengaruhi harga Rf (Sastrohamidjojo, 1991) :1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2. Sifat penyerap 3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap4. Jenis pelarut dan derajat kemurnian pelarut 5. Derajat kejenuhan pengembang dalam bejana6. Jumlah cuplikan 7. Suhu

BAB IIIMETODE PELAKSANAAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1. AlatNo.Nama AlatUkuranJumlah

1.Beaker Glass50ml, 100ml, 250ml, 500ml@1

2.Baskom-1

3.Gelas Ukur10ml, 50ml, 100ml, 250ml@1

4.Pipet Tetes-5

5.Pipet Volume1ml, 5ml, 10ml@1

6.Neraca Analitik-2

7.Panci Infundasi-1

8.Pisau-2

9.Kompor-1

10.Thermometer-1

11.Botol Infus100ml, 500ml@2

12.Batang Pengaduk-4

13.Labu Ukur10ml, 50ml, 100ml, 250ml, 500ml@1

14.Cawan Porselen60mm4

15.Tabung Reaksi + Rak tabung-2 Rak

16.Penjepit Kayu-2

17.Lampu Bunsen-2

18.Spatel Logam-4

19.Botol Timbang-4

20.Erlenmeyer100ml, 250ml, 500ml@1

21.Mortir dan StemperBesar2

22.Corong Pisah-1

3.1.2 Bahan Buah Mahkota Dewa Kain Flannel Aquadest Kalium Iodida Merkuri(II) Klorida Bismut Nitrat Asam Nitrat Iodium -naftol Asam Nitrat 0,5 N Asam Asetat Anhidrat Asam Sulfat Pekat Kloroform FeCl3 1% Timbal(II) Asetat 1% NaOH 2N HCl 2N AlCl3 5%3.2 Pembuatan PereaksiPembuatan larutan pereaksi 1. Larutan pereaksi MayerSebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g Merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan tambahkan air suling hingga 100 ml. 1. Larutan pereaksi Dragendorf Sebanyak 8 g Bismut nitrat dilarutkan dalam Asam Nitrat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan Kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml.

1. Larutan pereaksi BouchardatSebanyak 4 g Kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambah 2 g Iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga 100 ml. 1. Larutan pereaksi Molish Sebanyak 3 g - naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml. 1. Larutan pereaksi lieberman-BouchardatSebanyak 20 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Lrutan pereaksi ini harus dibuat baru. 1. Larutan pereaksi Besi (III) klorida 1%Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml kemudian disaring. 1. Larutan pereaksi Timbal (II) asetat Sebanyak 15,7 g timbal (II) asetat ditimbang kemudian dilarukan dalam air hingga 100 ml.1. Larutan pereaksi Natrium hidoksida 2 N Sebanyak 8 g kristal natrim hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml 1. Larutan pereaksi asam klorida 2N Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml. 1. Larutan Aluminium (III) klorida 5%Sebanyak 5 g aluminium (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam metanol hingga 100 ml.3.4 Cara Kerja Ekstraksi Infundasi1. Dicuci dan dipotong sampel yang akan digunakan.1. Ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan.1. Diisi panci infundasi bagian bawah dengan air 2/3 bagian, kemudian bagian panci atas diisi dengan aqudest 500 ml.1. Dimasukkan sampel yang telah ditimbang ke dalam panci bagian atas lalu panci ditutup dan diletakkan diatas nyala api kompor.1. Suhu rebusan dalam panci dipantau sesekali, bila telah mencapai suhu 90 C, waktu mulai dihitung. 1. Setelah 15 menit setelah suhu mencapai 90 C, kompor dimatikan.1. Rebusan sampel pada panci bagian atas disaring saat panas dengan kain flannel.1. Bila saringan yang diperoleh kurang dari 500 ml, tambahkan sedikit air panas melalui sisa sampel yang masih ada di kain flannel hingga mencukupi 500 ml di dalam botol1. Biarkan hingga dingin lalu tutup botol dan kemas.

3.5 Skrining Fitokimia1. Pemeriksaan alkaloida Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas tangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut: Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer menghasilkan endapan putih/kuning Diambil 3 tetes filtrat, ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan coklat/hitam Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendorf menghasilkan endapat merah bata. Alkaloida dianggap positif jika diterjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan diatas. 1. Pemeriksaan flavonoid Sebanyak 10 g serbuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml Hcl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positiv jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol. 1. Pemeriksaan Tanin Sebanyak 0,5 g sampel disaring dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu diambil 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukan adanya tannin. 1. Pemeriksaan saponin sebanyak 0,5 g sampel dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih atau busa yang selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2N, apabila buih tidak hilang menunjukan adanya saponin. 1. Pemeriksaan steroida atau triterpenoida Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan menguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukan adanya steroida triterpenoida.

3.6 Ekstraksi cair-cair1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan2. Diambil ekstrak kental dari ekstraksi sebelumnya3. Dilarutkan ekstrak dengan pelarut air : methanol (3:1), air 90 ml dan methanol sebanyak 30 ml, diaduk sampai larut dan homogen4. Dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan toluene sebanyak 30ml, kocok sekali sebanyak 10 kali, lalu diamkan sampai terjadi pemisahan, dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah.5. Ditapung lapisan atas dalam wadah kaca yang merupakan ekstrak toluene dan lapisan bawah adalah ekstrak methanol, perlakuan diulang sebanyak tiga kali. 6. Dimasukkan kembali ekstrak methanol kedalam corong pisah, tambahkan kloroform sebanyak 30ml, lalu kocok sebanyak 10 kali, lalu diamkan sampai terjadi pemisahan, dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah.7. Ditapung lapisan bagian bawah dalam wadah kaca yang merupakan ekstrak kloroform dan lapisan atas adalah ekstrak methanol, perlakuan diulang sebanyak 3 kali.8. Dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan etil asetat sebanyak 30 ml, kocok sebanyak 1 kali, lalu diamkan sampai terjadi pemisahan, dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah.9. Ditapung lapisan atas dalam wadah kaca yang merupakan ekstrak etil asetat dan lapisan bawah adalah ekstrak methanol, perlakuan diulang sebanyak tiga kali.10. Ditutup ekstrak yang dapat menggunakan aluminium foil yang telah diberi udara agar pelarut yang digunakan menguap.11. Diuapkan diatas penangas air semua ekstrak yang telah diperoleh sampai diperoleh ekstrak yang kering, lalu ditutup kembali ekstrak kering didapat dengan aluminium foil.12. Disimpan ekstrak untuk praktikum selanjutnya, yaitu mengindentifikasi senyawa metabolit sekunder dengan metode KLT.3.7 Kromatografi Lapis Tipis (KLT):1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.2. Disiapkan silica gel dengan ukuran 10x5 cm, kemudian lempeng diaktifkan dengan cara dipanaskan diatas hotplate selama 3 menit, kemudian diberi batas pada masing-masing bagian, bagian bawah 1,5 cm dan atas 0,5 cm.3. Didalam chamber dibuat eluen dengan campuran pelarut toluene : etil asetat : asam asetat kemudian dijenuhkan.4. Ekstrak yang didapat dari ekstraksi cair-cair diencerkan dengan methanol hingga larut lalu masukkan kedalam vial dan beri label yaitu ekstrak kloroform, toluene, dan etil asetat.

Daftar Pustaka

Alimin, 2007. Kimia Analitik. Alauddin Press; Makassar.Anonim. 1996. Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.Anonim. www.chemestry.com kimiawi. Diakses pada 27 november 2013Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. UI Press. JakartaBeatrice, Lusiana. 2010. Daya Antibakteri Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa.Scheff (Boerl)) Terhadap Enterococcus Faecalis Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20163/7/Cover.pdf. 7 Oktober 2014.Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. JakartaGlitter, RJ ; Bobbit JM ; Schawarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi, Terjemahan Kosasih Padmawinta. Penerbit ITB. BandungHarborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung : Penerbit ITB.Khopkar, SM. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press; Jakarta.Martunus & Helwani, Z. 2004. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil (HGO) dengan Pelarut Dietilen Glikol (DEG). J.Si. Tek.Martunus & Helwani, Z. 2005. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil (HGO) dengan Pelarut Dietilen Glikol (DEG). J.Si. Tek.Martunus & Helwani, Z. 2006. Kecepatan Pengadukan Minimum Sistim Refinery Palm Oil (RPO)-Asam Asetat-Air dalam Ekstraktor Tangki Berpengaduk (ETB). J. Optimum.Martunus, Ferni, M.I. & Helwani, Z. 2006. Kecepatan Pengadukan Minimum sistim Kerosin-Asam Asetat-Air dalam Ekstraktor Tangki Berpengaduk (ETB). J. Sain dan Teknologi (EMAS).Oxtoby, David W. 2001. Kimia Modern. Erlangga; Jakarta.S, Albinur P. 2011. Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa Boerl.). Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengentahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30132. 7 Oktober 2014.Sastrohamidjojo, H. 1991. Kromatografi. Liberty. YogyakartaSiregar, Bella. 2011. Daya Antibakteri Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa [Scheff.] Boerl) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans (In Vitro). Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30101. 7 Oktober 2014.Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi danMikroskopi, Terjemahan Kosasih Padmawinta dan Iwang Sudiro. Penerbit ITB. BandungTyler, V.E, et al. (1988). Pharmacognosy. Ninth Edition. Lea and Febiger. Philadelphia. Pages. 57-59, 67, 77-78,186-187 Underwood, AL. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga; Jakarta