A. Definisi1,2 (3,4)Demam atau pireksia merupakan kata yang
diambil dari bahasa yunani yang berarti api (pyro). Demam merupakan
suatu keadaan peningkatan suhu diatas normal yang disebabkan
perubahan pada pusat pengaturan suhu tubuh. Suhu normal tubuh
berbeda tergantung dari daerah pengukuran. Batasan normal suhu
tubuh antara lain sebagai berikut : 1. Temperatur oral berkisar
antara 33,2 38,2oC 2. Temperatur rektal berkisar antara 34,4 37,8oC
3. Temperatur aksila berkisar antara 35,5 37,5oC 4. Temperatur
membran timpani berkisar pada 35,4 37,8oC Suhu tubuh bervariasi
pada setiap individunya, tergantung pada berbagai faktor; antara
lain umur, jenis kelamin, lingkungan, temperature ruangan, tingkat
aktivitas, dan sebagainya. Peningkatan suhu tubuh tidak selalu
mengisyaratkan terjadinya demam. Sebagai contoh, peningkatan suhu
tubuh pada seseorang akan meningkat pada keadaan peningkatan
metabolisme tubuh (latihan fisik), tetapi hal tersebut tidak
didefinisikan sebagai demam, karena pusat pengaturan suhu tubuh di
otak berada pada batas normal.B. Etiologi2,3 (4,6)Demam terjadi
oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada
hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin,
agen biologis (faktor perangsang koloni granulosit-makrofag,
interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli
pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan
(leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit metastasis), obat-obatan
(demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan
imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis
reumatoid), penyakit radang (penyakit radang usus), penyakit
granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin (tirotoksikosis,
feokromositoma), ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry,
hiperlipidemia tipe 1), dan wujud-wujud yang belum diketahui atau
kurang dimengerti (demam mediterania familial). Umumnya demam pada
anak disebabkan oleh virus yang sembuh sendiri. Tetapi sebagian
kecil dapat berupa infeksi bakteri serius diantaranya meningitis
bakterialis, bakterimia, pneumonia bakterialis, infeksi saluran
kemih, enteritis bakteri, infeksi tulang dan sendi.C.
Patogenesis4,5 (1,10)Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir
penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang
kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus,
menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Pirogen adalah
suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu
pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari
luar tubuh seperti toksin, produk produk bakteri dan bakteri itu
sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen
endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu
interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon
(INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-11). Sebagian
besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat
reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini
merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin,
yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
1. Pirogen eksogenPirogen eksogen biasanya merangsang demam
dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, pirogen berinteraksi dengan
sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis
interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai
pirogen eksogen, misalnya endotoksin, bekerja langsung pada
hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT dan
racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek
langsung terhadap hipotalamus. Beberapa bakteri memproduksi
eksotoksin yang akan merangsang secara langsung makrofag dan
monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet
fever dan toxin shock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari
mikroba dan non-mikroba.a. Pirogen Mikrobial Bakteri gram
negatif
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli,
Salmonela) disebabkan adanya heat-stable factor yaitu endotoksin,
yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan. Komponen
aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida
(LPS). Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif
tergantung dari dosis (dose-related). Apabila bakteri atau hasil
pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah,
keduanya akan difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan
natural killer cell (NK cell). Seluruh sel ini selanjutnya mencerna
hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1, kemudian
interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera
menimbulkan demam. Endotoksin juga dapat mengaktifkan sistem
komplemen dan aktifasi faktor Hageman.
Bakteri gram positifPirogen utama bakteri gram-positif (misalnya
Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel. Bakteri
gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat
menyebabkan pelepasan daripada sitokin yang berasal dari T-helper
dan makrofag yang dapat menginduksi demam. Per unit berat,
endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan
perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi
bakteri gram-negatif. Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya
demam yang disebabkan infeksi pneumokokus diduga proses imunologik.
Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil
gram-positif (misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada
umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan
dengan gram-positif piogenik atau bakteri gram-negatif lainnya.
VirusTelah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan
demam. Pada tahun 1958, dibuktikan adanya pirogen yang beredar
dalam serum kelinci yang mengalami demam setelah disuntik virus
influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan
cara melakukan invasi secara langsung ke dalam makrofag, reaksi
imunologis terjadi terhadap komponen virus yang termasuk
diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan
nekrosis sel akibat virus. JamurProduk jamur baik yang mati maupun
yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang akan merangsang
terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika produk jamur
berada dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit
keganasan (misalnya leukemia) disertai demam yang berhubungan
dengan neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi untuk terserang
infeksi jamur invasif.b. Pirogen Non-Mikrobial
Fagositosis
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung
jawab untuk terjadinya demam, seperti dalam proses transfusi darah
dan anemia hemolitik imun (immune hemolytic anemia). Komplek
Antigen-Antibodi
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul
baik sebagai akibat reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar,
yang tersensitisasi (immune fever) atau oleh antigen yang
teraktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, dan kemudian akan
merangsang monosit dan makrofag untuk melepas interleukin-1 (IL-1).
Contoh demam yang disebabkan oleh immunologically mediated
diantaranya lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat yang
berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap
penisilin lebih mungkin disebabkan oleh akibat interaksi kompleks
antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan dengan pelepasan
IL-1. Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia.
Ethiocholanolon dan metabolik androgen diketahui sebagai perangsang
pelepasan interleukin-1 (IL-1). Ethiocholanolon dapat menyebabkan
demam hanya bila disuntikan secara intramuskular (IM), maka diduga
demam tersebut disebabkan oleh pelepasan interleukin-1 (IL-1) oleh
jaringan subkutis pada tempat suntikan. Steroid ini diduga
bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan
sindrom adrogenital dan demam yang tidak diketahui sebabnya (fever
of unknown origin = FUO). Sistem Monosit-MakrofagSel mononuklear
bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan
terjadinya demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga
sebagai penanggung jawab dalam memproduksi interleukin-1 (IL-1)
oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan agranulositosis. Sel
mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah
perifer juga tersebar di dalam organ seperti paru (makrofag
alveolar), nodus limfatik, plasenta, rongga peritoneum dan jaringan
subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte
colony-forming unit (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki
peredaran darah untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit
yang beredar atau bermigrasi ke jaringan yang akan berubah fungsi
dan morfologi menjadi makrofag yang berumur beberapa bulan. Sel-sel
ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk diantaranya
merusak dan mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan
mempresentasikannya untuk menempel pada limfosit, aktivasi
limfosit-T dan destruksi sel tumor (Tabel 1.1). Keadaan yang
berhubungan dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag
diantaranya bayi baru lahir, kortikosteroid dan terapi
imunosupresif lain, lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom
Wiskott-Aldrich dan penyakit granulomatosus kronik. Dua produk
utama monosit-makrofag adalah interleukin-1 (IL-1) dan Tumor
necroting factor (TNF).2. Pirogen endogen
a. Interleukin-1 (IL-1)Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam
bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori, dengan bantuan enzim
diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel
kedalam sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon
oleh karena mempengaruhi organ-organ yang jauh. Penghancuran
interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal. Interleukin-1
(IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling berhubungan,
yaitu 2 agonis (IL- dan IL- ) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor
antagonis). Reseptor antagonis IL-1 ini berkompetisi dengan IL- dan
IL- untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif IL-1 dan
reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi
reaksi inflamasi menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag
sebagai sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di hati,
keratinosit, sel langerhans pankreas serta astrosit juga
memproduksi IL-1. Pada jaringan otak, produksi IL-1 oleh astrosit
diduga berperan dalam respon imun dalam susunan saraf pusat (SSP)
dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP.
Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primernya yaitu
menginduksi demam pada hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran IL-1
diperlukan untuk proliferasi sel-T serta aktivasi sel-B, maka
sebelumnya IL-1 dikenal sebagai lymphocyte activating factor (LAF)
dan B-cell activating factor (BAF). Interleukin-1 merangsang
beberapa protein tertentu di hati, seperti protein fase akut
misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, sedangkan
sintesis albumin dan transferin menurun. Secara karakteristik akan
terlihat penurunan konsentrasi zat besi (Fe) serta seng (Zn) dan
peningkatan konsentrasi tembaga (Cu). Keadaan hipoferimia terjadi
sebagai akibat penurunan asimilasi zat besi pada usus dan
peningkatan cadangan zat besi dalam hati. Perubahan ini
mempengaruhi daya tahan tubuh hospes oleh karena menurunkan daya
serang mikroorganisme dengan mengurangi nutrisi esensialnya,
seperti zat besi dan seng. Dapat timbul leukositosis, peningkatan
kortisol dan laju endap darah. Fungsi utama Interleukin-1 : Induksi
demam Stimulasi Prostaglandin-E2 (PGE-2)
Aktivasi sel-T dan sel-B Reaksi fase akut
Respon inflamasi Proteolisis otot
Supresi nafsu makan Absorpsi tulang
Stimulasi Kolagenase Rasa kantuk/tidur
b. Tumor Necrosis Factor (TNF)
Tumor necrosis factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini
selain dihasilkan oleh monosit dan makrofag, limfosit, natural
killer cells (sel NK), sel kupffer juga oleh astrosit otak, sebagai
respon tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif. Sitokin
dalam jumlah yang sedikit mempunyai efek biologik yang
menguntungkan. Berbeda dengan IL-1 yang mempunyai aktivitas anti
tumor yang rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor.
Ia mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang
pemulihan jaringan menjadi normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor
necrosis factor juga mempunyai efek untuk merangsang produksi IL-1,
menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil serta
meningkatkan fagositosis dan sitotoksik. Meskipun TNF mempunyai
efek biologis yang serupa dengan IL-1, TNF tidak mempunyai efek
langsung pada aktivasi stem cell dan limfosit. Seperti IL-1, TNF
dianggap sebagai pirogen endogen oleh karena efeknya pada
hipotalamus dalam menginduksi demam. Tumor necrosis factor identik
dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein dan
menyebabkan hipertrigliseridemia serta cachexia, petanda adanya
hubungan dengan infeksi kronik. Tingginya kadar TNF dalam serum
mempunyai hubungan dengan aktivitas atau prognosis berbagai
penyakit infeksi, seperti meningitis bakterialis, leismaniasis,
infeksi virus HIV, malaria dan penyakit peradangan usus. Tumor
necrosis factor juga diduga berperan dalam kelainan klinis lain,
seperti artritis reumatoid, autoimmune disease, dan
graft-versus-host disease.c. Limfosit yang teraktifasi
Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan
terdiri atas 2 jenis yaitu sel-B yang bertanggung jawab terhadap
produksi antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis antibodi dan
secara tidak langsung berfungsi sebagai sitotoksik, serta
memproduksi respon inflamasi hipersensitivit tipe lambat.
Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit (dahulu
disebut sebagai LAF). Sel limfosit hanya mengenal antigen dan
menjadi aktif setelah antigen diproses dan dipresentasikan
kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada hipotalamus
(seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada limfosit-T
(sebagai LAF) merupakan bukti kuat dari manfaat demam.d.
InterferonInterferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan
replikasi virus di dalam sel yang terinfeksi. Berbeda dengan IL-1
dan TNF, interferon diproduksi oleh limfosit-T yang teraktivasi.
Terdapat 3 jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan
urutan asam aminonya, yaitu interferon- (INF alfa) interferon- (INF
beta) dan interferon-gama (ITNF gama). Interferon alfa dan beta
diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas dan
makrofag) sebagai respon terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis
interferon gama dibatasi oleh limfosit-T. Meski fungsi sel
limfosit-T pada neonatus normal sama efektifnya dengan dewasa,
namun interferon (khususnya interferon gama) fungsinya belum
memadai, sehingga diduga menyababkan makin beratnya infeksi virus
pada bayi baru lahir. Interferon gama dikenal sebagai penginduksi
makrofag yang poten dan menstimulasi sel-B untuk meningkatkan
produksi antibodi. Fungsi interferon gama sebagai pirogen endogen
dapat secara tidak langsung merangsang makrofag untuk melepaskan
interleukin-1 (macrophage-activating factor) atau secara langsung
pada pusat pengatur suhu di hipotalamus. Interferon mungkin
mempengaruhi aktivitas antivirus dan sitolitik TNF, serta
meningkatkan efisiensi natural killer cell. Aktivitas antivirus
disebabkan penyesuaian dari sistem interferon dengan berbagai jalur
biokimia yang mempunyai efek anti virus dan beraksi pada berbagai
fase siklus replekasi virus. Interferon juga memperlihatkan
aktivitas antitumor baik secara langsung dengan cara mencegah
pembelahan sel melalui pemanjangan jalur siklus multiplikasi sel
atau secara tidak langsung dengan mengubah respon imun. Aktivitas
antivirus dan antitumor interferon terpengaruhi oleh meningkatnya
suhu. Interleukin-4 (IL-4), yang menginduksi sintesis imunoglobulin
IgE dan IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil atau sel limpa dari
manusia sehat dan pasien alergi, dihalangi oleh interferon gama dan
interferon alfa, berarti limfokin ini beraksi sebagai antagonis
IL-4. Interferon melalui kemampuan biologiknya, dapat digunakan
sebagai obat pada berbagai penyakit. Interferon alfa semakin sering
dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi virus, seperti hepatitis
B, C dan delta. Efek toksik preparat interferon diantaranya demam,
rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat,
somnolen dan muntah. Demam dapat muncul pada separuh pasien ang
mendapat interferon dan dapat mencapai 40 Efek samping ini dapat
diatasi dengan pemberian parasetamol dan prednisolon. Efek samping
berat diantaranya gagal hati, gagal jantung, neuropati dan
pansitopenia.
e. Interleukin-2 (IL-2)
Interleukin-2 merupakan limfokin penting kedua (setelah
interferon) yang dilepas oleh limfosit-T yang terakivasi sebagai
respons stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempunyai efek penting pada
pertumbuhan dan fungsi sel-T, Natural killer cell (sel NK) dan
sel-B. Telah dilaporkan adanya kasus defisiensi imun kongenital
berat disertai dengan defek spesifik dari produksi IL-2.
Interleukin-2 memperlihatkan efek sitotoksik antitumor (terhadap
melanoma ginjal, usus besar dan paru) sebagai hasil aktivasi
spesifik dari natural killer cell (lymphokine-activated killer cell
atau LAK), yang memiliki aktivitas sototoksik terhadap proliferasi
sel tumor. Uji klinis dengan IL-2 sedang dilakukan saat ini pada
tumor tertentu pada anak. Respon neuroblastoma tampak cukup baik
terhadap terapi imun dengan IL-2. Sayangnya, terapi imun dengan
IL-2 dapat menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang reversibel,
diikuti peningkatan kerentanan terhadap infeksi pada pasien yang
menerimanya. Efek samping lainnya diantaranya lemah badan, demam,
anoreksia dan nyeri otot. Gejala ini dapat dikontrol dengan
parasetamol. Interleukin-2 menstimulasi pelepasan sitokin lain,
seperti IL-1, TNF dan INF alfa, yang akan menginduksi aktivitas sel
endotel, mendahului bocornya pembuluh darah, sehingga dapat
menyebabkan oedem paru dan resistensi cairan yang hebat. Penyakit
yang berhubungan dengan defisiensi IL-2 diantaranya SLE (Systemic
Lupus Erytematosus), diabetes melitus (DM), luka bakar dan beberapa
bentuk keganasan.f. Granulocyte-macrophage colony-stimulating
factor (GM-CSF)Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang
berpotensi tinggi menguntungkan adalah eritropoetin, granulocyte
colony-stimulating factor (G-CSF), dan macrophage
colony-stimulating factor (M-CSF). Granulocyte-macrophage
colony-stimulating factor (GM-CSF) adalah limfokin lain yang
diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast
juga mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF
adalah menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi
dan berdeferensiasi menjadi granulosit dan makrofag serta mengatur
kematangan fungsinya. Penggunaan dalam pengobatan diantaranya
digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia aplastik dan efek
mielotoksik pada pengobatan keganasan serta transplantasi.
Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan terjadinya demam, yang dapat
dihambat dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid (Non
Steriod Anti Inflamation Drug = NSAID) seperti ibuprofen.D. Fase
Demam1,6 (3,7)Fase demam dibagi atas tiga stadium, yang menunjukkan
proses dari perjalanan demam (peningkatan dan penurunan demam).
Stadium tersebut antara lain : 1. Stadium inkrementi, ialah stadium
dimana suhu tubuh mulai terjadi peningkatan, dapat muncul mendadak
atau perlahan-lahan. 2. Stadium fastigium, ialah puncak dari
kejadian demam itu sendiri, dapat berupa puncak yang berbentuk
datar, tajam (peak), atau parabola. Biladidapat grafik suhu yang
bergelombang sedemikian rupa sehingga didapatkan 2 puncak gelombang
dengan variasi diantara 1-3 minggu, maka disebut demam undulans. 3.
Stadium dekrementi, yaitu stadium turunnya suhu tubuh. Apabila suhu
turun dengan mendadak maka keadaan tersebut disebut krisis, bila
suhu turun perlahan disebut lisis. Bila suhu turun mencapai normal
kemudian meningkat kembali disebut residif, sedangkan bila suhu
meningkat sebelum suhu turun ke batas normal, maka disebut
rekrudensi.E. Jenis dan Tipe Demam2,8 (4,7)1. Demam
kontinyuMerupakan demam yang terus-menerus tinggi dan memiliki
toleransi fluktuasi yang tidak lebih dari 1oC. Contoh penyakitnya
antara lain; demam dengue, demam tifoid, pneumonia, infeksi
respiratorik, keadaan penurunan sistem imun, infeksi virus, sepsis,
gangguan sistem saraf pusat, malaria falciparum, dan lain-lain.
2. Demam intermitenDemam yang peningkatan suhunya terjadi pada
waktu tertentu dan kemudian kembali ke suhu normal, kemudian
meningkat kembali. Siklus tersebut berulang-ulang hingga akhirnya
demam teratasi, dengan variasi suhu diurnal > 1oC. Demam
mendadak tinggi disertai menggigil, suhu turun secara drastis,
setelah serangan demam penderita merasa lelah. Contoh penyakitnya
antara lain; demam tifoid, malaria, septikemia, kala-azar, pyaemia.
Ada beberapa subtipe dari demam intermiten, yaitu : Demam
QuotidianDemam dengan periodisitas siklus setiap 24 jam, khas pada
malaria falciparum dan demam tifoid.
Demam TertianDemam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam,
khas pada malaria tertiana (Plasmodium vivax). Serangan demam tiap
2 x 24 jam (misal: Minggu Selasa Kamis) Demam Quartan
Demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam, khas pada
malaria kuartana (Plasmodium malariae). Serangan demam tiap 3 x 24
jam (misal: Minggu Rabu Sabtu)
3. Demam remitenDemam terus menerus, terkadang turun namun tidak
pernah mencapai suhu normal, fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari
10C. Contoh penyakitnya antara lain; infeksi virus, demam tifoid
fase awal, endokarditis infektif, infeksi tuberkulosis paru.
4. Demam berjenjang (step ladder fever)Demam yang naik secara
perlahan setiap harinya, kemudian bertahan suhu selama beberapa
hari, hingga akhirnya turun mencapai suhu normal kembali. Contohnya
pada demam tifoid. Demam naik turun yang >7 hari, pada minggu
pertama demam subfebril (kenaikan suhu tidak tinggi), puncak demam
makin lama makin tinggi, siang hari suhu badan turun, tapi tidak
mencapai normal dan meninggi pada malam hari, anak lesu, tidur
mengigau, BAB cair; pada minggu kedua demam tinggi
terus-menerus.
5. Demam bifasik (saddleback/ pelana kuda)Demam yang tinggi
dalam beberapa hari kemudian disusul oleh penurunan suhu, kurang
lebih satu sampai dua hari, kemudian timbul demam tinggi kembali.
Tipe ini didapatkan pada beberapa penyakit,seperti demam dengue,
yellow fever ,Colorado tick fever , Rit valley fever,dan infeksi
virus seperti; influenza, poliomielitis, dan koriomeningitis
limfositik.
6. Demam pel ebstein (undulasi)Suatu jenis demam yang spesifik
pada penyakit limfoma hodgkin, dimana terjadi peningkatan suhu
selama satu minggu dan turun pada minggu berikutnya, dan seperti
itu seterusnya. Demam tipe ini ditemukan juga pada kasus penyakit
kolesistitis bruselosis, dan pielonefritis kronik.
7. Demam kebalikan pola demam diurnal (typhus inversus)
Demam dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan
selama senja atau di awal malam. Kadang-kadang ditemukan pada
tuberkulosis milier, salmonelosis, abses hepatik, dan endokarditis
bakterial.F. Diagnosis Banding2,4Terdapat empat kategori utama
demam pada anak, yang dibedakan menjadi :1. Demam karena infeksi
dengan tanda infeksi local. Demam dengan tanda lokal pada anak
biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit berikut ini :a. ISPA
b. Otitis media dan Eksterna
c. Sinusitis
d. Mastoiditis
e. Abses tenggorokan
f. Infeksi jaringan lunak dan kulit
g. Demam rematik akut2. Demam karena infeksi tanpa tanda infeksi
local. Demam yang timbul tanpa disertai tanda-tanda infeksi
lokal,dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :a. Demam dengue,
Demam berdarah dengueb. Demam malaria
c. Demam tifoid
d. ISK
e. Sepsis
f. Keadaan penurunan sistem imun3. Demam yang disertai ruam.
Demam dapat pula bermanifestasi membentuk ruam tertentu pada sistem
integumen, adapun demam yang memiliki manifestasi ruam, yang sering
diderita oleh anak-anak antara lain :a. Campak
b. Eksantem subitum
c. Demam skarlet (Skarlatina)
d. Demam berdarah dengue
e. Infeksi virus lain4. Demam lebih dari 7 hari
a. Demam tifoid
b. TB milier
c. Endokarditis infektif
d. Demam rematik akut
e. Abses dalam
f. Demam malaria
G. Penatalaksanaan2,5Tidak semua kasus demam harus diturunkan
dengan segera, tidak sedikit kasus demam yang turun dengan
sendirinya tanpa pengobatan khusus. Walau begitu, demam tentu saja
tidak membuat pasien merasa nyaman, bahkan terkadang jika tidak
diturunkan dapat meningkat tiba-tiba ke level yang membahayakan.
Menurut data statistik yang ada, kerusakan pada otak pada umumnya
terjadi jika suhu tubuh mendekati 42oC (107,6oF). Secara umum,
pasien yang mengalami demam akan disarankan untuk meningkatkan
hidrasi, karena demam juga dapat merupakan salah satu manifestasi
dari dehidrasi tubuh, selain itu peningkatan hidrasi terbukti dapat
membantu menurunkan demam. Resiko hiponatremia relatif yang
disebabkan oleh peningkatan masukan cairan dapat dikurangi dengan
menggunakan formula cairan rehidrasi oral yang sesuai, dengan kadar
elektrolit seimbang. Penanganan sederhana lain yang dapat dilakukan
ialah dengan memberikan kompres hangat pada daerah peredaran darah
besar; misalnya dileher, ketiak, dan lipat inguinal. Tujuan kompres
hangat pada daerah tersebut ialah untuk membuat hangat daerah
sekitar pembuluh darah besar tersebut,dan kemudian akan
menghangatkan darah itu sendiri. Keadaan tersebut akan merangsang
pusat pengaturan suhu untuk menurunkan termostat ke titik yang
lebih rendah dari sebelum, sehingga manifestasi yang dapat kita
lihat pada pasien yaitu proses berkeringat dan kulit yang memerah
(flushing),karena vasodilatasi pembuluh darah, sebagai upaya
pembuangan panas tubuh. Medikasi yang utama untuk penatalaksanaan
demam ialah dengan pemberian antipiretik. Contoh antipiretik yang
sering digunakan untuk kasus demam antara lain; parasetamol,
ibuprofen, dan asam asetilsalisilat. Pada beberapa sumber
mengatakan antipiretik asam asetil salisilat dan ibuprofen lebih
efektif untuk penatalaksanaan demam pada anak, sekaligus mengurangi
gejala prodromal lain yang menyertai demam, karena efek
analgetiknya lebih kuat dibandingkan dengan parasetamol. Namun
begitu, asam asetil salisilat dan ibuprofen memiliki resiko
perdarahan lambung dan gangguan agregasi trombosit yang lebih
tinggi dibandingkan dengan parasetamol. Oleh karena itu, obat
tersebut tidak dianjurkan untuk diberikan pada kasus demam
yangdisertai perdarahan, misalnya pada demam berdarah dengue,
purpura trombositopenik idiopatik, ulkus peptikum, dan lain-lain.
Pada umumnya antipiretik digunakan bila suhu tubuh anak lebih dari
38oC. Orang tua dan sebagian besar dokter memberikan antipiretik
pada setiap keadaan demam. Seharusnya antipiretik tidak diberikan
secara automatis, tetapi memerlukan pertimbangan. Pemberian
antipiretik harus berdasarkan kenyamanan anak, bukan dari suhu yang
tertera pada angkatermometer saja. Saat ini pemberian resep
antipiretik terlalu berlebihan,antipiretik diberikan untuk
keuntungan orang tua daripada si anak. Meski tidak ada efek samping
antipiretik pada perjalanan penyakit, namun terdapat beberapa bukti
yang memperlihatkan efek yang merugikan. Indikasi pemberian
antipiretik, antara lain : 1. Demam lebih dari 39oC yang
berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak nyaman, biasa timbul
pada keadaan otitis media atau mialgia. 2. Demam lebih dari 40,5oC
3. Demam berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme.
Keadaan gizi kurang, penyakit jantung, luka bakar, atau pasca
operasi,memerlukan antipiretik. 4. Anak dengan riwayat kejang atau
delirium yang disebabkan demam.H. Klasifikasi Antipiretik2,5 Obat
antipiretik dalam dikelompokkan dalam empat golongan; yaitu para
aminofenol (parasetamol), derivat asam propionat (ibuprofen dan
naproksen), salisilat (aspirin, salisilamid), dan asam asetik
(indometasin). Namun yang akan dibahas pada bagian ini ialah
antipiretik yang sering dipakai pada penatalaksanaan demam pada
anak; yaitu parasetamol, ibuprofen, dan aspirin.
1. Parasetamol (Asitaminofen)Parasetamol merupakan metabolit
aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini parasetamol merupakan
antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan analgesik
dalam pengobatan demam pada anak. Keuntungannya, terdapat dalam
sediaan sirup, tablet, infus, dan supositoria. Cara terakhir ini
merupakan alternatif bila obat tidak dapat diberikan per oral;
misalnya anak muntah, menolak pemberian cairan, mengantuk, atau
tidak sadar. Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas yang
setara antara parasetamol oral dan supositoria. Dengan dosis yang
sama daya terapeutik antipiretiknya setara dengan aspirin,hanya
parasetamol tidak mempunyai daya antiinflamasi, oleh karena
itutidak digunakan pada penyakit jaringan ikat seperti artritis
reumatodi. Parasetamol juga efektif menurunkan suhu dan efek
samping lain yang berasal dari pengobatan dengan sitokin, seperti
interferon dan pada pasien keganasan yang menderita infeksi. Dosis
parasetamol lazim yangdigunakan untuk menurunkan suhu ialah 10-15
mg/kgBB per dosis, makaakan tercapai konsentrasi efek antipiretik
dan direkomendasikan diberikan setiap 4 jam. Dosis parasetamol 20
mg/kgBB tidak akan menambah daya penurunan suhu tetapi
memperpanjang efek antipiretik sampai 6-8 jam.Setelah pemberian
dosis terapeutik, penurunan demam terjadi setelah 30 menit,
puncaknya sekitar 3 jam, dan demam akan rekurendalam 3-4 jam
setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30
menit. Makanan yang mengandung karbohidrat tinggi akan mengurangi
absorpsi sehingga menghalangi penurunan demam. Parasetamol
mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa.
Tidak akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati, maupun
koagulopati. Obat yang dilaporkan mempunyai interaksi
denganparasetamol, diantaranya adalah warfarin, metoklopramid, beta
bloker,dan klopromazin.
2. IbuprofenIbuprofen ialah suatu derivat asam propionat yang
mempunyai kemampuan antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi.
Seperti antipiretik lain dan NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory
Drug), ibuprofen beraksi dengan memblokade sintesis PGE-2 melalui
penghambatan siklooksigenasi. Sejak tahun 1984 satu-satunya NSAID
yang direkomendasikan sebagai antipiretik di Amerika Serikat adalah
ibuprofen, sedangkan di Inggris sejak tahun 1990. Obat ini diserap
dengan baik oleh saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum
dalam 1 jam. Kadar efek maksimal untuk antipiretik (sekitar 10
mg/L) dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan menurunkan
suhu tubuh 20C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan
lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama
dibandingkan dengan dosis setara parasetamol. Awitan antipiretik
tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang
lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling
banyak dipakai setelah parasetamol.Efek antiinflamasi serta
analgesik ibuprofen menambah keunggulan dibandingkan dengan
parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi yang
berhubungan dengan demam. Indikasi kedua pemakaian ibuprofen adalah
artritis reumatoid. Dengan dosis 20-40 mg/kgBB/hari, efeknya sama
dengan dosis aspirin 60-80 mg/kgBB/hari disertai efek samping yang
lebih rendah. Pemberian sitokin (misalnya GM-CSF) seringkali
menyebabkan demam dan mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif
untuk mengatasi efek samping tersebut. Ibuprofen mempunyai
keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan
yang luas. Beberapa efek samping yang dilaporkan disebabkan adanya
penyakit yang sebelumnya telah ada pada anak tersebut dan bukan
disebabkan oleh pengobatannya.Di pihak lain efek samping biasanya
berhubungan dengan dosis dansedikit lebih sering dibandingkan
dengan parasetamol dalam dosis antipiretik. Reaksi samping
ibuprofen lebih rendah daripada aspirin.Anak yang menelan 100
mg/kgBB tidak menunjukkan gejala, bahkan sampai dosis 300 mg/kgBB
seringkali asimptomatik. Tatalaksana kasus keracunan ibuprofen,
dilakukan pengeluaran obat dengan muntah (kumbah lambung), arang
aktif, dan perawatan suportif secara umum. Tidak ada antidotum
spesifik terhadap keracunan ibuprofen.
3. Salisilat Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan
antipiretik-analgetik yang luas dipakai dalam bidang kesehatan
anak. Di Amerika Serikat pangsa pasar salisilat mencapai 70%
sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris
kecenderungannya terbalik. Dalam penelitian perbandingan antara
aspirin dan parasetamol dengan dosissetara terbukti kedua kelompok
mempunyai efektivitas antipiretik yangsama tetapi aspirin lebih
efektif sebagai analgesik. Setelah dilaporkan adanya hubungan
antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on Infectious Diseases
of the American Academy of Pediatrics, berkesimpulan pada
laporannya tahun 1982, bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada
anak dengan cacar air atau dengan kemungkinan influenza. Walaupun
demikian, aspirin masih digunakan secara luas di berbagai tempat di
dunia, terutama di negara berkembang. Kekurangan utama aspirin
adalah tidak stabil dalam bentuk larutan (oleh karena itu hanya
tersedia dalam bentuk tablet), dan efek samping lebih tinggi
daripada parasetamol dan ibuprofen. Adapula peningkatan insidensi
interaksi dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral (menyebabkan
peningkatan resiko perdarahan), metoklopramid dan kafein, serta
natrium valproat (menyebabkan terhambatnya metabolisme natrium
valproat).Adapun indikasi pemakaian aspirin ialah sebagai berikut :
1. Sebagai antipiretik/ analgetik, aspirin tidak lagi
direkomendasikan. Dosis 10-15 mg/kgBB memberikan efek antipiretik
yang efektif. Dapat diberikan 4-5 kali per hari, oleh karena waktu
paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.
2. Pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan
demam reumatik, dosis awal ialah 80 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
Dosis ini kemudian disesuaikan untuk mempertahankan kadar salisilat
dalam darah sekitar 20-30 mg/dL. Oleh karena akhir-akhir dilaporkan
adanya sindrom Reye pada kasus artritis reumatoid yangmendapat
aspirin, maka aspirin tidak lagi dipakai pada pengobatan artritis
reumatoid.
3. Thromboxane A2 merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai
platelet aggregation agent yang terbentuk dari asam arakidonat
melalui siklus siklooksigenase. Aspirin menghambat siklooksigenase
sehingga mempunyai aktivitas antitrombosit dan fibrinolitik rendah,
direkomendasikan bagi anak dengan penyakit kawasaki, penyakit
jantung bawaan sianotik, dan penyakit jantung koroner.
Kontraindikasi pemberian aspirin : a)Infeksi virus, khususnya
infeksi saluran napas bagian atas atau cacar air. Aspirin dapat
menyebabkan sindrom Reye. b) Defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6PD), pada keadaan iniaspirin dapat menyebabkan
anemia hemolitik. c) Anak yang menderita asma, dapat menginduksi
hipersensitifitas karena penggunaan aspirin (aspirin-induced
hypersensitivity), berupa urtikaria, angioedema, rhinitis, dan
hiperreaktivitas bronkus. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang
mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya
peningkatan pembentukan leukotrien pada keadaan asma yang diinduksi
aspirin. Leukotrien merupakan vasokonstriktor poten terhadap
otot-otot polos salurannapas. d) Pada pasien yang akan mengalami
pembedahan atau pasien yang memiliki kecenderungan untuk mengalami
perdarahan, aspirin dapat menghambat agregasi trombosit yang
bersifat reversibel. Efek samping yang timbul pada kadar salisilat
darah< 20 mg/100 mL, umumnya dianggap sebagai efek samping
sedangkan gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut
keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara
kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung
terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada
organ-organ terkena. Pada anak besar gambaran klinis menunjukkan
alkalosis respiratorik, sedangkan pada anak yang lebih muda fase
alkalosis respiratorik terjadi singkat dan ketika anak tiba di
rumah sakit sudah terjadi asidosis metabolik bercampur dengan
alkalosis respiratorik. Pada bayi atau keracunan salisilat berat,
keseimbangan asam-basa sangat terganggu ditandai dengan penurunan
pH (dapat kurang dari 7,0). Alkalosis respiratorik menunjukkan
adanya keracunan ringan atau tanda awal keracunan berat.
Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan adalah; darah perifer
lengkap, kadar salisilat, gula dalam darah, enzim hati, waktu
protrombin, analisis gas darah, bikarbonat serum, ureum dan
elektrolit.