-
Modul 1
Obat Sintetik dan Obat Herbal
Moch. Amrun Hidayat, S.Si., Apt., M.Farm Prof. Bambang Kuswandi,
PhD.
ada Modul 1 ini kita akan mempelajari obat sintetik dan obat
herbal. Dalam
Modul ini, pembahasan diawali dengan sejarah penemuan obat mulai
masa
pra sejarah, abad pertengahan hingga masa perkembangan dunia
kedokteran dan
kefarmasian. Selanjutnya, diuraikan peranan obat herbal sebagai
penuntun
penemuan obat sintetik serta keuntungan dan kelemahan obat
herbal. Selain itu,
dikenalkan berbagai bentuk dan cara membuat sediaan obat
herbal.
Setelah mempelajari Modul ini, Anda diharapkan dapat
menjelaskan
tentang:
1. sejarah penemuan obat;
2. manfaat herbal sebagai penuntun penemuan obat sintetik;
3. keuntungan dan kelemahan obat herbal;
4. pembuatan sediaan obat herbal.
P
PENDAHULUAN
-
1.2 KIMIA FARMASI
Kegiatan Belajar 1
Sejarah Penemuan Obat dan Obat Herbal sebagai Penuntun Penemuan
Obat Sintetik
A. SEJARAH PENEMUAN OBAT
Obat-obatan, dalam bentuk tumbuh-tumbuhan dan mineral telah ada
jauh
lebih lama dari manusianya sendiri. Penyakit pada manusia dan
nalurinya untuk
mempertahankan hidup, setelah bertahun-tahun, membawa kepada
berbagai
penemuan di bidang pengobatan. Penggunaan obat-obatan, walaupun
dalam
bentuk yang sederhana, tidak diragukan lagi, sudah berlangsung
sejak jauh
sebelum adanya sejarah yang ditulis. Manusia purba belajar dari
insting atau
naluri, dengan melakukan pengamatan terhadap hewan. Pertama kali
mereka
menggunakan air dingin, sehelai daun, debu, bahkan lumpur untuk
pengobatan.
Naluri untuk menghilangkan rasa sakit pada luka dengan
merendamnya dalam
air dingin atau menempelkan daun segar pada luka tersebut atau
menutupinya
dengan lumpur, hanya berdasarkan kepercayaan. Manusia purba
belajar dari
pengalaman dan mendapatkan cara pengobatan yang satu lebih
efektif dari yang
lain. Selanjutnya, mereka menularkan pengetahuan ini kepada
sesamanya seperti
yang terlihat pada Gambar 1.1. Dari sinilah permulaan terapi
dengan obat
dimulai.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.3
Sumber: Bender (1965)
Gambar 1.1. Manusia Purba Mengobati Luka
Bangsa Sumeria dan pewarisnya yakni bangsa Babylonia dan Assyria
telah
meninggalkan ribuan tablet lempung (Gambar 1.2) dalam
puing-puing
peninggalan mereka sebagai salah satu peninggalan peradaban
manusia yang
paling berharga. Sejarah mereka terkubur rapat-rapat dalam
tablet lempung
tersebut hingga berabad-abad berikutnya sekelompok sejarawan
berhasil
mengungkap “bagian yang hilang” dari catatan-catatan kuno ini.
R. Campbell
Thompson mendapatkan ratusan tablet lempung dari hasil
penggalian
perpustakaan raja Assurbanipal dari Assyria. Thompson telah
berhasil
mengidentifikasi 250 tanaman obat dan 120 obat-obat mineral,
juga minuman
beralkohol, lemak, dan minyak, bagian tubuh hewan, madu, lilin,
serta berbagai
susu yang digunakan dalam pengobatan. Tumbuhan obat yang dikenal
saat itu
misalnya: pine turpentine, styrax, galbanum, hellebore, myrrh,
asafoetida,
calamus, ricinus, mentha, opium, glycyrrhyza, mandragora,
cannabis, crocus
serta thymus. Sebagian besar tumbuhan tersebut masih digunakan
untuk
pengobatan hingga saat ini.
Bangsa Mesir mencatat kejadian-kejadian pada saat itu atau
ide-ide mereka
(misalnya sistem pengairan dan pertanian) dengan menulisnya di
papyrus atau
-
1.4 KIMIA FARMASI
dalam bentuk hyeroglyph mulai tahun 3000 SM, sebelum mereka
mengembangkan peradaban dengan teknologi metalurgi (penempaan
logam)
yang maju. Mungkin yang paling terkenal dari catatan yang ada
adalah Ebers
Papyrus, suatu kertas bertulisan yang panjangnya 60 kaki dan
lebarnya satu kaki
dari abad ke-16 SM. Dokumen ini sekarang berada di University of
Leipzig,
untuk mengingat seorang ahli tentang Mesir, berkebangsaan
Jerman, bernama
Georg Ebers, yang menemukan dokumen tersebut di kuburan suatu
mumi dan
menerjemahkannya sebagian, selama setengah dari akhir abad
ke-19. Sebagian
besar isi Papirus Ebers adalah formula-formula obat, yang
menguraikan lebih
dari 800 formula (Gambar 1.3). Selain itu disebutkan juga
sekitar 700 obat-
obatan yang berbeda. Obat-obatan tersebut terutama berasal dari
tumbuhan
walaupun tercatat juga obat-obatan yang berasal dari mineral dan
hewan. Obat-
obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sampai sekarang masih
dipakai,
antara lain seperti akasia, biji jarak, dan adas.
http://hubpages.com/hub/The-Time-of-Western-Herbalism
Gambar 1.2.
Tablet Lempung Bangsa Sumeria
http://hubpages.com/hub/The-Time-of-Western-Herbalism
-
PEKI4421/MODUL 1 1.5
http://www.crystalinks.com/egyptmedicine.html
Gambar 1.3.
Papirus Eber, Naskah Pengobatan Jaman Mesir Kuno
Pada masa awal perkembangan ilmu kefarmasian dan kedokteran,
segala
informasi yang terkait dengan obat dan cara penggunaannya dalam
budaya Barat
disebut “Materia Medica”, yang berarti bahan obat. Pada saat
itu, sebagian besar
bahan obat berasal dari bahan alam, utamanya yang berasal dari
tumbuhan.
Penelitian besar-besaran terhadap tumbuhan untuk pengobatan di
dunia Barat
pertama kali dilakukan oleh Theophrastus di Yunani ( 370-285
sebelum
Masehi), salah seorang murid Aristoteles. Dia mengumpulkan
berbagai
informasi dari para sarjana, bidan, pencari akar-akaran, dan
dokter keliling.
Pengetahuannya baru bisa disamai 300 tahun kemudian oleh
Dioscorides.
Dioscorides adalah dokter Yunani yang juga sebagai ahli botani,
merupakan
orang pertama yang menggunakan ilmu tumbuh-tumbuhan sebagai ilmu
farmasi
terapan. Hasil karyanya de Materia Medica Libri Quinque,
dianggap sebagai
awal dari pengembangan botani farmasi dan dalam penyelidikan
bahan obat
alam. Dalam naskah tersebut diuraikan 600 tumbuhan obat,
beberapa bahan
hewan dan mineral. Banyak sekali tumbuhan obat yang diuraikan
Dioscorides
seperti: aspidium, opium, hyoscyamus dan kina masih digunakan
sebagai obat
http://www.crystalinks.com/egyptmedicine.html
-
1.6 KIMIA FARMASI
sampai sekarang. Naskah de Materia Medica tersebut menjadi acuan
di bidang
pengobatan selama 15 abad berikutnya (Gambar 1.4).
http://www.greekmedicine.net/doi.php?ARI=&IMI=../images/De-Materia-Medica.jpg
Gambar 1.4.
Naskah de Materia Medica Karangan Dioscorides
Lambat laun, seiring dengan meningkatnya pengetahuan tentang
obat,
spesialisasi disiplin ilmu mulai menjadi kebutuhan. Pada awal
abad ke-19,
material medika bercabang menjadi farmakologi (mempelajari
tentang aksi
obat) dan farmakognosi (mempelajari semua aspek tentang obat,
dengan sedikit
penekanan pada aksi obat). Istilah farmakognosi berasal dari
Bahasa Latin
pharmakon = obat, dan gnosis = pengetahuan; yang digunakan J.A.
Schmidt
dalam naskahnya yang berjudul Lehrbuch der Materia medica yang
diterbitkan
di Vienna pada tahun 1811. Selanjutnya, C.A. Seydler menggunakan
istilah
tersebut dalam disertasinya yang berjudul Analectica
Pharmacognostica di
Jerman pada tahun 1815.
Pada akhir abad ke-19, para kimiawan mulai mensintesis senyawa
organik
dalam jumlah besar dengan struktur kimia yang makin kompleks.
Beberapa
senyawa kimia tersebut bermanfaat dalam pengobatan. Ilmu kimia
medisinal
yang sejak lama “tidur” setelah era Paracelsus, saat itu mulai
berkembang. Oleh
http://www.greekmedicine.net/doi.php?ARI=&IMI=../images/De-Materia-Medica.jpg
-
PEKI4421/MODUL 1 1.7
karenanya, terdapat 3 ilmu dasar dalam ilmu farmasi, yakni:
farmakologi (ilmu
yang mempelajari aksi dan efek obat), farmakognosi (ilmu yang
mempelajari
obat bahan alam dari: tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme) dan
kimia
medisinal (ilmu sintesis obat). Situasi ini bertahan hingga pada
pertengahan
abad ke-20, di mana pendidikan dan penelitian bidang obat lebih
ditekankan
kepada obat-obat sintetis dengan tanpa mengesampingkan obat-obat
bahan alam.
Mereka yang terus mempelajari tumbuhan obat dididik dengan dasar
ilmu kimia
sehingga berkembang menjadi kimiawan bahan alam (natural product
chemist).
B. OBAT HERBAL SEBAGAI PENUNTUN PENEMUAN OBAT
SINTETIK
Senyawa dari bahan alam berperan besar dalam pengobatan
modern.
Setidaknya terdapat 4 peran utama yang telah diidentifikasi:
1. Senyawa bahan alam menyediakan sejumlah senyawa obat yang
sangat
bermanfaat yang sangat sulit ataupun mustahil untuk disintesis
secara
kimia.
Contoh: berbagai tipe alkaloid dari opium, ergot, dan
Solanaceae; glikosida
jantung dari digitalis; antibiotik serta serum, vaksin dan lain
sebagainya.
Tipikal senyawa alam ini dapat dilihat pada Gambar 1.5
berikut.
Sumber: Evans (2002)
Gambar 1.5. Alkaloid dari Buah Candu (opium)
-
1.8 KIMIA FARMASI
Sumber: Kar (2007)
Gambar 1.6.
Alkaloid dari Jamur Ergot (Ergin dan Asam Lisergat) dan Turunan
Semisintetisnya, LSD
Sumber: Ameh et al. (2010)
Gambar 1.7. Alkaloid Golongan Tropan dari Suku Solanaceae
Sumber: Evans (2002)
Gambar 1.8. Tipikal Glikosida Jantung dari Daun Digitalis
-
PEKI4421/MODUL 1 1.9
2. Senyawa bahan alam menyediakan senyawa dasar yang
memungkinkan
untuk sedikit dimodifikasi agar lebih efektif atau kurang
toksik.
Contoh senyawa adalah morfin. Morfin telah lama diketahui
memiliki
adiktif. Untuk mengurangi efek tersebut dibuat turunan
semisintetisnya dan
sintetisnya yakni hidromorfon dan metadon seperti yang terlihat
pada
Gambar 1.9 berikut.
Morphine
(Narcotic Analgesic)
Hydromorphone Methadone
Sumber: Kar (2007)
Gambar 1.9. Morfin dan Turunan Semisintetis dan Sintetisnya
Contoh lain misalnya adalah salisin, suatu glikosida dari
tanaman Salix alba
telah dibuat turunan semi sintetisnya dan sintetisnya yakni asam
asetil
salisilat (Asetosal) dan ibuprofen seperti yang terlihat pada
Gambar 1.10.
Asam salisilat diketahui memiliki efek analgesik, antipiretik,
dan
antiinflamasi. Namun demikian, asam salisilat sangat iritatif
terhadap
lambung sehingga dikembangkan senyawa turunannya yang memiliki
efek
iritatif yang lebih kecil.
-
1.10 KIMIA FARMASI
Sumber: Kar (2007)
Gambar 1.10. Salisin dan Turunan Semisintetis dan
Sintetisnya
3. Senyawa bahan alam merupakan prototipe atau model untuk obat
sintetis
dengan aktivitas fisiologi yang sama dengan senyawa asalnya.
Contoh senyawa adalah prokain dan anastesi lokal lainnya,
klorokuin dari
kinin seperti yang terlihat pada Gambar 1.11 berikut.
Sumber: Kar (2007)
Gambar 1.11. Kinin dan Turunan Sintetisnya Klorokuin
4. Senyawa bahan alam tertentu memiliki aktivitas fisilogi yang
kecil atau
bahkan tidak memiliki aktivitas, tetapi dapat dimodifikasi
secara kimia atau
-
PEKI4421/MODUL 1 1.11
biologi untuk menghasilkan obat-obat yang poten yang tidak
bisa
didapatkan dengan cara lain.
Contoh senyawa adalah baccatin III. Taxol (suatu antikanker)
dapat
disintesis dari baccatin III (Gambar 1.12), yang banyak terdapat
dan sering
diabaikan dalam berbagai spesies Yew karena tidak memiliki
aktivitas
antikanker. Taxol sendiri hanya terdapat pada batang pohon Yew
Pasifik
yang langka. Contoh lain, misalnya stigmasterol yang melimpah
dan sering
diabaikan dalam minyak kedelai. Dengan perlakuan secara biologi
atau
kimia tertentu, stigmasterol dapat menghasilkan obat
kortikosteroid seperti
hidrokortison dalam jumlah besar. Sintesis kortikosteroid dari
stigmasterol
dapat dilihat pada Gambar 1.13. Di alam, kortikosteroid hanya
terdapat
dalam jumlah kecil, sehingga tidak prospektif untuk diproduksi
skala besar
dengan cara isolasi.
Sumber: Chemler et al. (2006) Gambar 1.12.
Biosintesis Taxol dari Baccatin III
-
1.12 KIMIA FARMASI
Sumber: Kar (2007) Gambar 1.13.
Sintesis Obat Kortikosteroid dari Stigmasterol
1) Jelaskan cara manusia purba mendapatkan pengetahuan
pengobatan!
2) Jelaskan dokumen pengobatan bangsa Sumeria kuno!
3) Jelaskan dokumen pengobatan bangsa Mesir kuno!
4) Jelaskan dokumen pengobatan bangsa Yunani kuno!
5) Jelaskan 3 ilmu dasar Farmasi pada awal abad ke-19!
6) Jelaskan peranan obat herbal terhadap pengembangan obat
sintetis!
Petunjuk Jawaban Latihan
1) Pelajari tentang sejarah penemuan obat pada masa
prasejarah.
2) Pelajari tentang tablet lempung Sumeria.
3) Pelajari tentang Papirus Eber.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
-
PEKI4421/MODUL 1 1.13
4) Pelajari tentang de Materia Medica.
5) Pelajari tentang sejarah kefarmasian pada awal abad
ke-19.
6) Pelajari tentang peranan obat herbal terhadap pengembangan
obat sintetis.
Obat dan pengobatan telah ada sejak jaman pra sejarah. Manusia
purba
telah mengenal bahan obat dan melakukan pengobatan. Tumbuhan
berperan
besar dalam pengobatan, hal ini terbukti dari beberapa naskah
kuno bangsa
Sumeria, Mesir, dan Yunani. Ilmu farmasi, yang fokus utamanya
adalah
obat memiliki 3 ilmu dasar yakni: farmakognosi, farmakologi, dan
kimia
medisinal. Tumbuhan obat (herbal) berperan besar sebagai
penyedia
senyawa dasar dan model (prototipe) untuk pengembangan obat
sintetis.
1) Berikut ini bahan alam yang digunakan sebagai obat oleh
manusia purba,
kecuali ....
A. air dingin B. debu C. ekstrak D. daun-daunan
2) Dokumen pengobatan kuno Bangsa Sumeria yaitu ....
A. Lontar Usada B. Tablet lempung C. Papirus Eber D. De Materia
Medica
3) Tumbuhan obat berikut terdapat dalam Papirus Eber, kecuali
....
A. adas B. akasia C. jarak D. alang-alang
RANGKUMAN
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
-
1.14 KIMIA FARMASI
4) Senyawa obat asal tumbuhan berikut yang memiliki struktur
yang sulit
disintesis secara kimia, kecuali ....
A. morfin B. papaverin C. asetosal D. ergin
5) Senyawa yang merupakan turunan sintetis morfin adalah
....
A. kodein B. papaverin C. atropin D. metadon
6) Asam salisilat dapat dimodifikasi menjadi turunan semi
sintetisnya yang
kurang toksik ....
A. atropin B. ibuprofen C. asetosal D. metadon
7) Senyawa prekursor taxol, yang melimpah di berbagai spesies
Yew ....
A. stigmasterol B. baccatin III C. kinin D. digoxin
8) Stigmasterol adalah senyawa prekursor obat sintetik ....
A. hidromorfon B. hidrokortison C. klorokuin D. ibuprofen
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1
yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang
benar. Kemudian,
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda
terhadap
materi Kegiatan Belajar 1.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.15
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda
dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah
80%, Anda
harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum
dikuasai.
Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar
100%Jumlah Soal
-
1.16 KIMIA FARMASI
Kegiatan Belajar 2
Keuntungan dan Kelemahan Obat Herbal dan Bentuk Sediaannya
A. KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN OBAT HERBAL
Banyak sekali keuntungan penggunaan obat herbal. Obat herbal
lebih
efektif pada penyakit jangka panjang yang tidak memberikan
respon pada
pengobatan modern. Obat herbal umumnya memiliki efek samping
yang lebih
sedikit dan lebih aman jika digunakan jangka panjang. Vioxx,
obat yang sering
diresepkan untuk pengobatan arthritis ditarik dari peredaran
karena dapat
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Sebaliknya,
pengobatan dengan
menggunakan herbal dan pengurangan konsumsi gula, menunjukkan
hasil yang
bagus dan efek samping yang lebih sedikit. Sebagian besar obat
herbal
ditoleransi dengan baik oleh pasien jika dibandingkan dengan
obat modern.
Keuntungan lain dari obat herbal adalah dari sisi harga.
Mahalnya harga obat
modern umumnya dikarenakan tingginya biaya riset (mulai uji pra
klinik sampai
dengan uji klinik fase I-IV) dan biaya periklanan. Hal ini yang
menyebabkan
obat herbal cenderung lebih murah daripada obat modern. Di
Indonesia, obat
herbal yang termasuk dalam kategori ini adalah jamu, yang hanya
mensyaratkan
data empiris sebagai dasar penggunaannya. Keuntungan obat herbal
lainnya
adalah dari sisi ketersediaan. Di belahan dunia tertentu seperti
negara-negara
tertinggal, obat herbal adalah satu-satunya pengobatan yang
tersedia bagi
sebagian besar orang. Obat herbal yang sederhana seperti
pepermint dan
chamomile dapat ditanam di rumah. Masyarakat kita umumnya
mengembangkan taman obat keluarga (TOGA) di pekarangan atau
halaman
rumah mereka.
Selain memiliki beberapa keuntungan, obat herbal juga
menunjukkan
kerugian. Obat herbal tidak cocok untuk keadaan darurat
(emergensi) dan
keadaan yang membutuhkan penanganan medis secara cepat. Obat
modern yang
memiliki aksi cepat seperti : obat asma, obat jantung, dan
antibiotik, tidak dapat
digantikan oleh obat herbal. Pada situasi tersebut, obat modern
lebih efektif
daripada obat herbal. Kerugian obat herbal lainnya adalah risiko
terjadi
keracunan, terutama jika terjadi salah pengambilan herbal
(simplisia). Hal ini
pernah terjadi di Amerika pada tahun 1960, ketika seorang istri
salah mengambil
-
PEKI4421/MODUL 1 1.17
herbal untuk obat asma (Teh Paraguay) suaminya dengan mengambil
herbal
foxglove (digitalis) yang mengandung glikosida jantung yang
toksik. Sebagian
tumbuhan obat memiliki penampilan luar (morfologi) yang relatif
sama dengan
tumbuhan obat lainnya, sehingga dimungkinkan terjadinya
kesalahan
pengambilan yang dapat berakibat fatal. Kasus seperti ini pada
umumnya
disebabkan oleh pengambilan herbal dari alam secara langsung
(liar). WHO
menyarankan untuk menggunakan herbal hasil budidaya (pertanian),
karena
kualitasnya lebih mudah dikendalikan. Kerugian lain penggunaan
obat herbal
yakni jika digunakan untuk pengobatan sendiri tanpa adanya
petunjuk dari
tenaga profesional yang terdidik di bidang herbal. Selalu ada
risiko untuk
kesalahan pemakaian seperti dosis yang berlebihan, terutama jika
di dalam
kemasan herbal tidak terdapat petunjuk yang jelas tentang dosis.
Selain itu,
dimungkinkan terjadi interaksi antara obat dengan obat herbal.
Orang awam
tidak dapat memperkirakan jenis interaksi yang terjadi, yang
mungkin dapat
berakibat fatal. Disarankan untuk berkonsultasi dengan Apoteker,
terutama yang
berkompeten di bidang obat herbal sebelum menggunakannya.
B. BENTUK SEDIAAN OBAT HERBAL
Sediaan obat herbal adalah sediaan obat tradisional yang dibuat
dengan cara
sederhana seperti infus, dekok, dan sebagainya yang berasal dari
simplisia
nabati. Simplisia nabati adalah bahan alamiah berupa tanaman
utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman yang digunakan sebagai obat, dan
belum
mengalami pengolahan atau mengalami pengolahan secara sederhana
serta
belum merupakan zat murni. Kecuali dinyatakan lain, simplisia
berupa bahan
yang telah dikeringkan. Eksudat tanaman ialah isi sel yang
secara spontan keluar
dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan
dari selnya, atau
zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya dan
belum berupa zat kimia murni.
Pada pembuatan sediaan herbal terdapat beberapa faktor yang
harus
diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap khasiat dan
keamanan
penggunaan sediaan herbal tersebut untuk pengobatan. Adapun
faktor-faktor
yang dimaksud adalah:
1. Identifikasi
Sebelum menggunakan sediaan herbal sebagai obat, harus
dipastikan bahwa
tidak menggunakan bahan tanaman yang salah. Menggunakan
sediaan
-
1.18 KIMIA FARMASI
herbal yang salah dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan
atau
keracunan.
2. Peralatan
Peralatan panci/wadah yang digunakan sebaiknya dari bahan
gelas/kaca,
email atau stainless steel. Gunakan pisau atau spatula/pengaduk
yang
terbuat dari bahan kayu atau baja, saringan dari bahan plastik
atau nilon.
Jangan menggunakan peralatan dari bahan alumunium karena
dapat
bereaksi dengan kandungan kimia tertentu dari tanaman yang
mungkin
toksik.
3. Penimbangan dan Pengukuran
Pada umumnya timbangan dapur dapat digunakan walaupun dengan
gelas
ukur lebih akurat. Ukuran gram atau liter lebih mudah dan
umum
digunakan daripada ukuran besaran lainnya. Apabila
mendapatkan
kesukaran dalam menimbang jumlah yang sedikit/kecil seperti 10
gram,
maka dapat dilakukan dengan penimbangan 20 gram, kemudian
hasil
penimbangan dibagi dua.
4. Derajat kehalusan bahan tanaman obat
Dalam penyarian bahan berkhasiat yang terdapat dalam bahan
tanaman
obat, derajat kehalusan merupakan hal yang penting. Derajat
kehalusan
bukan merupakan faktor tunggal yang mempengaruhi proses
pelepasan
bahan berkhasiat, tetapi jumlah dan sifat alami dari bahan
pendamping/metabolit primer lain yang terdapat dalam bahan obat
juga
memegang peranan penting.
5. Penyimpanan
Sediaan herbal yang berbeda dapat bertahan untuk jangka waktu
yang
berbeda sebelum mulai berkurang/kehilangan kandungan bahan
berkhasiatnya. Simpanlah infus dan dekok di dalam lemari
pendingin atau
pada tempat yang teduh. Infus harus dibuat segar setiap hari (24
jam) dan
dekok harus digunakan dalam waktu 48 jam. Tingtur dan sediaan
cair
lainnya seperti sirup dan minyak atsiri perlu disimpan dalam
botol berwarna
gelap pada tempat yang teduh terlindung dari cahaya matahari,
dan dapat
bertahan selama beberapa bulan atau tahun.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.19
Berikut ini diuraikan berbagai bentuk sediaan herbal yang umum
digunakan
dalam pengobatan dan cara pembuatannya.
1. Serbuk Terstandar (Pulveres Titrati)
Serbuk terstandar adalah sediaan obat herbal yang paling
sederhana. Serbuk
terstandar dibuat dari simplisia kering yang dihaluskan menjadi
serbuk. Pada
umumnya serbuk terstandar dibuat dari simplisia yang berkhasiat
keras (poten)
seperti daun digitalis atau opium. Oleh karena itu, kadar
senyawa aktif serbuk
terstandar harus distandarisasi sesuai dengan persyaratan
farmakope. Pada
umumnya, serbuk terstandar diencerkan dengan bahan yang inert
seperti tepung
(amilum/pati) atau laktosa untuk mendapatkan kadar senyawa aktif
yang
diinginkan.
Contoh serbuk terstandar dapat dilihat dalam berbagai farmakope,
seperti
Farmakope Jerman, Indonesia atau Belanda. Berikut ini adalah
contoh serbuk
terstandar yang umum dijumpai:
a. Serbuk daun Digitalis lanata (Digitalis Lanatae Folium
Pulvis)
Menurut Farmakope Jerman Edisi 8 (DAB 8) serbuk daun Digitalis
lanata
harus mengandung digoksin 0,5%.
b. Serbuk daun Digitalis purpurea (Digitalis Purpureae Folium
Pulvis)
Menurut DAB 8, serbuk daun Digitalis purpurea harus mengandung
1%
digitoksin. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (FI IV), serbuk
daun
digitalis adalah daun digitalis yang dikeringkan pada suhu tidak
lebih dari
60oC, dihaluskan menjadi serbuk halus (60) dan sangat halus
(80), diatur
potensinya. Jika perlu ditambah sejumlah laktosa, pati beras
atau serbuk
digitalis yang mempunyai potensi lebih rendah atau lebih tinggi
hingga
potensi 100 mg serbuk setara dengan 1 unit Digitalis FI.
c. Serbuk Opium (Opii Pulvis).
Menurut FI IV Serbuk Opium adalah Opium yang dikeringkan pada
suhu
sedang dan diserbukkan sampai halus atau halus sedang, dan
ditambahkan
serbuk laktosa yang sudah diwarnai secukupnya dengan gula bakar
atau
ditambahkan serbuk kulit ari kakao hingga mengandung 9,5-10,5 %
morfin,
dihitung sebagai morfin anhidrat.
-
1.20 KIMIA FARMASI
d. Serbuk Aconiti (Aconiti Pulvis)
Menurut Farmakope Belanda Edisi V (Ned. Ph. V), serbuk umbi
Aconitum
napellus L. harus mengandung alkaloid total 0,5%, dengan
cara
mengencerkan dengan pati beras.
e. Serbuk Colchicum (Colchici Pulvis)
Menurut Ned. Ph. V, serbuk biji Colchicum autumnale L. harus
mengandung alkaloid kolkisin 0,4%, dengan cara mengencerkan
dengan
pati beras.
1) Serbuk Ipecacuanha (Ipecacuanhae Pulvis)
Menurut Ned. Ph. V, serbuk akar Cephaelis ipecacuanha L.
harus
mengandung alkaloid total 2%, dengan cara mengencerkan dengan
pati
beras.
2) Serbuk Strychni (Strychni Pulvis)
Menurut Ned. Ph. V, serbuk akar Strychnos Nux vomica L.
harus
mengandung alkaloid total 2,5%, dengan cara mengencerkan
dengan
pati beras.
3) Serbuk Hydrastis (Hydrastidis Pulvis)
Menurut Ned. Ph. V, serbuk rimpang Hydrastis canadensis L.
harus
mengandung alkaloid hidrastin minimal 2%.
2. Teh (Tea)
Istilah teh atau tea (Inggris) umumnya mengacu pada daun teh
(Camellia
sinesis) yang dikeringkan (simplisia teh) dan direbus untuk
minuman sehari-
hari. Namun, pada perkembangannya istilah teh mengalami
perluasan makna,
dari simplisia daun teh menjadi berbagai jenis simplisia lain
yang digunakan
untuk pengobatan. Oleh karena itu, saat ini dikenal dua jenis
teh, yakni teh
bukan obat (non medicinal tea) dan teh obat (medicinal tea). Teh
bukan obat
umumnya dikonsumsi sebagai minuman sehari-hari, seperti : teh
hitam, teh hijau
atau teh beraroma (flavored tea) seperti teh melati (jasmine
tea). Teh obat dibuat
dari simplisia tunggal atau campuran simplisia tumbuhan obat.
Teh obat
umumnya dikonsumsi hanya dalam jangka waktu atau tujuan
pengobatan
tertentu.
Sediaan teh obat dibuat dengan cara menuangkan air mendidih ke
simplisia,
didiamkan selama 5-10 menit dan disaring. Derajat kehalusan
simplisia untuk
membuat teh obat diuraikan sebagai berikut.
a. Daun, bunga, dan herba : rajangan kasar dengan ukuran ± 4
mm
-
PEKI4421/MODUL 1 1.21
b. Kayu, kulit, dan akar : rajangan agak kasar dengan ukuran ±
2,5 mm
c. Buah dan biji digerus atau diserbuk kasar dengan ukuran ± 2
mm
d. Simplisia yang mengandung alkaloid dan saponin : serbuk agak
halus
dengan ukuran ± 0,5 mm.
Teh obat sebaiknya dibuat dari simplisia tunggal atau campuran
simplisia
yang terdiri dari 4-7 macam simplisia. Contoh berbagai teh obat
dan
penggunaannya dapat dilihat sebagai berikut.
a. Teh daun mint (Peppermint tea), digunakan untuk gangguan
pencernaan
seperti perut kembung atau rasa penuh di perut serta gangguan
pencernaan
yang terkait dengan saluran empedu.
b. Teh daun sena (Senna tea), digunakan untuk meningkatkan
pergerakan isi
perut dengan kekuatan sedang. Umumnya digunakan untuk pasien
yang
susah buang air besar (konstipasi) seperti pasien hemoroid atau
pasien yang
telah menjalani operasi usus besar.
c. Teh herba timi (Thymi tea); dibuat dari herba Thymus
vulgaris, digunakan
untuk pengobatan batuk kering (tanpa dahak).
d. Teh buah adas (Fennel seed tea), digunakan untuk perut
kembung atau rasa
penuh di perut.
e. Teh buah ketumbar (Coriander tea), digunakan untuk perut
kembung atau
rasa penuh di perut dan mengembalikan nafsu makan.
f. Teh kayu manis (Cinnamon tea), dibuat dari kulit kayu manis
dan
digunakan untuk perut kembung dan mengembalikan nafsu makan.
Jika
digunakan dalam bentuk campuran teh, teh kayu manis mampu
memperbaiki rasa dan aroma teh campuran tersebut.
g. Teh valeria (Valerian tea), dibuat dari akar Valeriana
officinalis dan
digunakan untuk mengurangi kecemasan, gangguan istirahat serta
susah
tidur.
h. Teh jahe (Ginger tea); dibuat dari rimpang jahe dan digunakan
untuk perut
kembung, mengembalikan nafsu makan, dan mabuk perjalanan
(motion
sickness).
3. Infus (Infusa)
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia nabati
dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Pembuatan infus
merupakan cara
yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan
yang lunak
seperti daun dan bunga. Infus dapat diminum dalam keadaan panas
atau dingin.
-
1.22 KIMIA FARMASI
Khasiat sediaan herbal umumnya karena kandungan minyak atsiri,
oleh
karenanya pada pembuatan infus hendaknya menggunakan penutup,
agar
kandungan minyak atsiri tidak hilang selama proses pembuatan.
Berbagai jenis
panci infusa dapat dilihat pada Gambar 1.14.
Gambar 1.14. Berbagai Jenis Panci Infus
Infus dibuat dengan cara mencampur simplisia dengan derajat
halus yang
sesuai dalam panci dengan air secukupnya. Selanjutnya, panaskan
campuran di
atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai
90oC sambil
sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel,
tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki.
Menurut FI IV, infus daun Sena dan infus simplisia yang
mengandung
minyak atsiri, diserkai setelah dingin. Infus daun Sena, infus
Asam Jawa dan
simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh diperas. Asam
Jawa sebelum
dibuat infus dibuang bijinya dan diremas dengan air hingga
diperoleh massa
seperti bubur. Buah adas manis dan buah adas harus dipecah
dahulu.
Pada infus kulit Kina ditambahkan larutan asam sitrat P 10 %
dari bobot
bahan yang berkhasiat. Infus simplisia yang mengandung glikosida
antrakinon,
ditambah larutan natrium karbonat P 10% dari bobot simplisia.
Kecuali,
dinyatakan lain dan kecuali untuk simplisia yang tertera di
bawah, infus yang
mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan
menggunakan 10%
simplisia. Untuk pembuatan 100 bagian infus berikut, digunakan
sejumlah yang
tertera.
a. Kulit Kina 6 bagian
b. Daun Digitalis 0,5 bagian
c. Akar Ipeka 0,5 bagian
-
PEKI4421/MODUL 1 1.23
d. Daun Kumis Kucing 0,5 bagian
e. Sekale Kornutum 3 bagian
f. Daun Sena 4 bagian
g. Temulawak 4 bagian.
4. Dekok (Decocta)
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia
dengan air pada suhu 90oC selama 30 menit. Dekok dibuat dengan
cara
mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci
dengan air
secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 30 menit
terhitung mulai suhu
mencapai 90oC sambil sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas
melalui kain
flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga
diperoleh
volume dekok yang dikehendaki, kecuali dekok dari simplisia
Condurango
Cortex diserkai dalam keadaan dingin.
Dekok diperuntukkan simplisia nabati yang keras seperti kayu,
batang, biji
dan lain sebagainya. Seperti halnya infus, jika tidak dinyatakan
lain dan kecuali
untuk simplisia yang tertera di bawah, dekok yang mengandung
bukan bahan
berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10% simplisia. Untuk
pembuatan
100 bagian dekok berikut, digunakan sejumlah yang tertera.
a. Bunga Arnica 4 bagian
b. Daun Digitalis 0,5 bagian
c. Kulit Akar Ipeka 0,5 bagian
d. Kulit Kina 6 bagian
e. Daun Kumis Kucing 0,5 bagian
f. Akar Senega 4 bagian
5. Tingtur (Tinctura)
Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi
atau perkolasi
simplisia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing
monografi. Kecuali
dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat
dan 10% zat
berkhasiat keras. Dalam literatur yang lain, tingtur disebutkan
sebagai sari
(ekstrak) simplisia nabati atau hewani yang kering, dengan zat
cair yang
mengandung etanol. Protein yang terdapat dalam simplisia tidak
larut dalam
cairan yang mengandung etanol, sehingga sediaan menjadi stabil
dan tidak akan
busuk. Di dalam sediaan ini juga tidak terjadi proses pemeraman
(fermentasi),
karena enzim tidak bekerja di dalam cairan yang mengandung
etanol dengan
jumlah yang tertera dalam tingtur.
-
1.24 KIMIA FARMASI
Menurut DAB 8, 1 bagian simplisia diekstraksi dengan 2-10 bagian
pelarut
untuk mendapatkan tingtur. Pelarut yang umum digunakan adalah
etanol, eter
atau campuran keduanya. Tingtur umumnya dibuat dengan cara
perkolasi atau
maserasi, sebagai berikut.
a. Perkolasi
Kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut: basahi 10
bagian
simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang
cocok dengan 2,5-
5,0 bagian cairan penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup
sekurang-
kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke
dalam
perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi dengan
cairan penyari
secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia
masih terdapat
selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam.
Biarkan cairan
menetes dengan kecepatan 1 ml/menit, tambahkan berulang-ulang
cairan
penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan
penyari di atas
simplisia, hingga diperoleh 80 bagian perkolat. Peras massa,
campurkan cairan
perasan ke dalam perkolat, tambahkan cairan penyari secukupnya
hingga
diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana, tutup, biarkan
selama 2 hari
di tempat sejuk, terlindung dari cahaya. Enap tuangkan atau
saring. Jika dalam
monografi tertera penetapan kadar, setelah diperoleh 80 bagian
perkolat,
tetapkan kadarnya. Atur kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu
encerkan
dengan penyari secukupnya.
Di dalam Ned. Ph. V, tingtur-tingtur yang dibuat dengan cara
perkolasi
umumnya digunakan untuk simplisia yang berkhasiat keras, yang
diatur dalam
Konvensi dan diberi simbol F.I. Sebagai perkecualian adalah
Tingtur Opii, yang
dibuat dengan cara maserasi. Berikut ini adalah contoh
tingtur-tingtur F.I. yang
dimaksud.
1) Tingtur Aconitum (Tinctura Aconiti F.I.)
Tingtur Aconitum dibuat dari 10 bagian serbuk Umbi Aconiti (B30)
dengan
etanol encer untuk membuat 100 bagian tingtur. Kadar alkaloid
diatur
0,049-0,51% dengan penambahan etanol encer. Berat jenis tingtur
0,890-
0,900.
2) Tingtur Belladona (Tinctura Belladonnae F.I.)
Tingtur Belladona dibuat dari 10 bagian serbuk Daun Belladona
(B30)
dengan etanol encer untuk membuat 100 bagian tingtur. Kadar
alkaloid
diatur 0,03% dengan penambahan etanol encer. Berat jenis tingtur
0,895-
0,905.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.25
3) Tingtur Colchici (Tinctura Colchici F.I.)
Tingtur Colchici dibuat dari 10 bagian serbuk Biji Colchici
segar (B10)
dengan etanol encer untuk membuat 100 bagian tingtur. Tingtur
Colchici
harus mengandung 0,04% kolkisin.
4) Tingtur Digitalis (Tinctura Digitalis F.I.)
Tingtur Digitalis dibuat dari 10 bagian serbuk Daun Digitalis
(B30) dengan
etanol encer untuk membuat 100 bagian tingtur. Berat jenis
tingtur 0,895-
0,905.
5) Tingtur Hyoscyamus (Tinctura Hyoscyami F.I.)
Tingtur Hyoscyamus dibuat dari 10 bagian serbuk Daun Hyoscyamus
(B30)
dengan etanol encer untuk membuat 100 bagian tingtur. Berat
jenis tingtur
0,895-0,905.
6) Tingtur Ipecacuanha (Tinctura Ipecacuanhae F.I.)
Tingtur Ipecacuanha dibuat dari 10 bagian serbuk Kulit Akar
Ipecacuanhae
(B20) dengan etanol encer untuk membuat 100 bagian tingtur.
Kadar
alkaloid diatur 0,2% dengan penambahan etanol encer. Berat jenis
tingtur
0,892-0,902.
7) Tingtur Candu (Tinctura Opii F.I.)
Tingtur Candu dibuat dengan cara memaserasi 10 bagian serbuk
Candu
dengan 100 bagian etanol encer. Tingtur Candu harus mengandung
alkaloid
morfin 0,95-1,05%. Berat jenis tingtur 0,904-0,914.
8) Tingtur Strofantus (Tinctura Strophanthi F.I.)
Tingtur Strofantus dibuat dari 10 bagian serbuk Biji Strophanthi
(B10) yang
telah dihilangkan lemaknya dengan menggunakan petroleum eter
dan
dikeringkan. Selanjutnya, serbuk diekstraksi dengan etanol encer
hingga
didapatkan 100 bagian tingtur. Kadar glukosida diatur 0,5%
dengan
penambahan etanol encer.
9) Tingtur Strichnos (Tinctura Strychni F.I.)
Tingtur Strichnos dibuat dari 10 bagian serbuk Biji Strychni
(B20) yang
telah dihilangkan lemaknya dengan menggunakan petroleum eter
dan
dikeringkan. Selanjutnya, serbuk diekstraksi dengan etanol encer
hingga
didapatkan 100 bagian tingtur. Kadar alkaloid diatur 0,237-0,250
% dengan
penambahan etanol encer.
b. Maserasi
Kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut : masukkan 10
bagian
simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang
cocok ke dalam
-
1.26 KIMIA FARMASI
sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup,
biarkan selama 5
hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras,
cuci ampas
dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.
Pindahkan
dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari
cahaya, selama 2
hari. Enap tuangkan atau saring.
Di dalam Ned. Ph. V, tingtur-tingtur yang dibuat dengan cara
maserasi
umumnya digunakan untuk simplisia yang tidak berkhasiat keras.
Sebagai
perkecualian adalah Tingtur Chinae dan Tingtur Cinnamomi yang
dibuat dengan
cara perkolasi. Berikut ini adalah contoh tingtur-tingtur yang
dimaksud.
1) Tingtur Arnica (Tinctura Arnicae)
Tingtur Arnica dibuat dengan memaserasi 10 bagian bunga Arnica
dengan
100 bagian etanol encer. Tingtur selanjutnya disaring, berat
jenisnya 0,892-
0,902.
2) Tingtur Inggu (Tinctura Asae Foetidae)
Tingtur Inggu dibuat dengan cara memaserasi 20 bagian Asa
foetida dengan
100 bagian etanol. Berat jenis tingtur 0,855-0,870.
3) Tingtur Lombok (Tinctura Capsici)
Tingtur Lombok dibuat dengan cara memaserasi 10 bagian Lombok
yang
dihilangkan kelopak dan bijinya dan dipotong sangat halus dengan
100
bagian etanol. Berat jenis tingtur 0,833-0,846. Tingtur yang
diencerkan
dengan air 10 x lipat masih sangat pedas dan jika dipirikkan
pada kulit
menimbulkan warna merah.
4) Tingtur Gambir (Tinctura Catechu)
Tingtur Gambir dibuat dengan cara memaserasi 20 bagian serbuk
Gambir
kuning (A1,5) dengan 100 bagian etanol encer. Berat jenis
tingtur 0,943-
0,953.
5) Tingtur Kina (Tinctura Chinae)
Tingtur Kina dibuat dari 20 bagian serbuk Kulit Kina (B30)
dengan etanol
encer untuk membuat 100 bagian tingtur. Berat jenis tingtur
0,910-0,926.
6) Tingtur Kulit Manis (Tinctura Cinnamomi)
Tingtur Kulit Manis dibuat dari 20 bagian serbuk Kulit Kina
(B20) dengan
etanol encer untuk membuat 100 bagian tingtur. Berat jenis
tingtur 0,897-
0,907.
7) Tingtur Valerian (Tinctura Valerianae)
Tingtur Valerian dibuat dengan cara memaserasi 20 bagian serbuk
Akar
Valerianae (A1,5) dengan 100 bagian etanol encer. Berat jenis
tingtur 0,900-
0,910.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.27
6. Ekstrak (Extracta)
Menurut Depkes (2000), ekstrak adalah sediaan kering, kental
atau cair
yang dibuat dengan menyari simplisia menurut cara yang cocok, di
luar
pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak dibuat dengan cara
penyarian
(ekstraksi) simplisia dengan cara maserasi atau perkolasi.
Cairan penyari yang
umum digunakan adalah air, etanol atau campuran etanol dan air.
Oleh
karenanya ekstrak dapat dikelompokkan berdasarkan cairan
penyarinya, yakni :
ekstrak air, ektrak etanol ataupun ekstrak hidroalkohol.
Ekstrak yang diperoleh dengan penyari air, harus dihangatkan
segera pada
suhu ± 90oC, dienapkan dan diserkai. Serkaian lalu diuapkan pada
tekanan
rendah pada suhu < 50oC hingga bobot sama dengan bobot
simplisia yang
digunakan. Selanjutnya, enapkan di tempat sejuk selama 24 jam,
diserkai dan
diuapkan pada suhu < 50oC hingga konsistensi yang
dikehendaki.
DAB 8 mengelompokkan sediaan infus dan dekok ke dalam ekstrak
air.
Selain itu, dikenal juga sediaan maserat. Maserat (macerata)
dibuat dengan cara
memaserasi serbuk simplisia dengan air sambil diaduk kontinu
selama 30 menit.
Selanjutnya, sejumlah tertentu air dituang pada suhu kamar.
Ekstrak yang
terbentuk kemudian disaring dan ditambahkan air sesuai dengan
berat yang
dikehendaki. Maserat umumnya digunakan untuk bahan simplisia
dengan
kandungan mukus yang tinggi.
Pada ekstrak cair yang dibuat dengan penyari etanol, hasil akhir
harus
dibiarkan di tempat sejuk selama 1 bulan, kemudian disaring,
sambil mencegah
penguapan. Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol, dapat
juga dilakukan
dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan panas.
Ekstrak yang dibuat dengan cara penyarian dengan campuran etanol
dan air
(hidroalkohol) dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi,
sebagai berikut.
a. Maserasi
Maserasi dilakukan menurut cara yang tertera pada tingtur.
Suling atau
uapkan maserat pada tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari
50oC hingga
konsentrasi yang dikehendaki.
b. Perkolasi
Perkolasi dilakukan menurut cara yang tertera pada tingtur.
Setelah
perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam, biarkan cairan
menetes, tuangi
massa dengan cairan penyari hingga 500 mg perkolat yang keluar
terakhir
diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Perkolat disuling atau
diuapkan dengan
-
1.28 KIMIA FARMASI
tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50oC hingga
konsistensi yang
dikehendaki. Pada pembuatan ekstrak cair, 0,8 bagian perkolat
pertama
dipisahkan, perkolat selanjutnya diuapkan hingga 0,2 bagian,
campur dengan
perkolat pertama.
Berdasarkan konsistensinya, ekstrak dapat dikelompokkan menjadi
ekstrak
cair, ekstrak encer, ekstrak kental, dan ekstrak kering sebagai
berikut.
a. Ekstrak Cair (Extracta Fluida atau Extracta Liquida)
Menurut FI IV, ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia
nabati, yang
mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau
sebagai
pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada
masing-masing
monografi, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g
simplisia yang
memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan
dapat
didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienaptuangkan.
Beningan
yang diperoleh harus memenuhi persyaratan farmakope.
Ekstrak cair merupakan sediaan cair yang lebih pekat daripada
tingtur.
Menurut DAB 8, 2 bagian ekstrak cair harus dibuat dari 1 bagian
simplisia.
Ini berarti rasio antara ekstrak dengan simplisia = 2 : 1.
Farmakope lain
seperti BP 80 atau Helv.VI, tidak menyebutkan rasio
ekstrak-simplisia
dengan kaku. Di dalam BP 80, ekstrak cair dibuat dengan rasio
antara
ekstrak dengan simplisia = 1 : 1. Tingtur dapat dibuat dari
ekstrak cair.
Umumnya tingtur dibuat dengan kadar 1/10 ekstrak cair.
Ekstrak cair dapat diencerkan dengan cairan penyari untuk
mendapatkan
kadar senyawa aktif tertentu, seperti yang tercantum dalam
Helv.VI
sebagai berikut.
1) Ekstrak cair Aurantii Amarii dapat diencerkan hingga tingkat
kepahitan
8-12 unit.
2) Ekstrak cair buah cabai yang dibuat dengan aseton grade
obat,
mengandung kapsaisin 1,8-2,2%.
3) Ekstrak cair chammomile mengandung 0,2-0,3% minyak
atsiri.
Di dalam Ned. Ph. V. dijumpai ekstrak cair yang dibuat
dengan
menggunakan penyari etanol, air, gliserol atau campuran
ketiganya. Contoh
ekstrak cair dapat dilihat sebagai berikut.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.29
1) Ekstrak cair Kina (Extractum Chinae Liquidum)
Ekstrak cair Kina dibuat dari 400 bagian serbuk Kulit Kina (B30)
dan
400 bagian air dan 50 bagian asam klorida encer dan 20 bagian
gliserol
dan didiamkan 24 jam. Selanjutnya, simplisia diperkolasi. Sisa
ampas
diperkolasi dengan air. Cairan dikumpulkan dan diuapkan pada
suhu
80oC hingga 90 bagian dan didinginkan. Tambahkan 10 bagian
etanol
pada cairan yang sudah dingin. Ekstrak cair Kina harus
mengandung
alkaloid 5-6 %.
2) Ekstrak cair Kola (Extractum Cola Liquidum)
Ekstrak cair Kola dibuat dari 100 bagian serbuk Biji Kola (B20)
dengan
sebuah campuran dari 60 volume etanol dan 40 volume air dengan
cara
perkolasi. Perkolasi dihentikan jika cairan yang menetes hampir
tak
berwarna dan tak berasa. Ekstrak cair Kola harus mengandung
setidaknya 1,25 % kofein.
3) Ekstrak cair Condurango (Extractum Condurango Liquidum)
Ekstrak cair Condurango dibuat dari serbuk kulit Condurango
(B20)
dengan sebuah campuran dari 65 bagian etanol dan 35 bagian
air
dengan cara perkolasi. Berat jenis cairan 0,960-1,021.
4) Ekstrak cair Cascara (Extractum Rhamni Purshianae
Liquidum)
Ekstrak cair Cascara dibuat dari serbuk Kulit Cascara (B10)
dengan
campuran dari 1 volume etanol dan 2 volume air dengan cara
perkolasi.
Cairan didiamkan selama 6 hari di tempat yang sejuk dan
disaring.
5) Ekstrak cair Hydrastis (Extractum Hydrastis Liquidum
F.I.)
Ekstrak cair Hydrastis dibuat dari 200 bagian serbuk rimpang
Hydrastis (B30) dan 0,5 bagian asam tartrat dan etanol encer
dengan
cara perkolasi. Ekstrak cair Hydrastis harus mengandung
hidrastin
1,95-2,05 %. Jika perlu, ekstrak dapat diencerkan dengan etanol
encer.
b. Ekstrak Encer (Extracta Tenua)
Ekstrak encer adalah ektrak cair yang dipekatkan hingga
konsistensinya
seperti madu. Saat ini, ekstrak encer jarang digunakan dalam
pengobatan.
Contoh ekstrak encer dalam farmakope adalah Extractum Filicis
Maris
DAB 9.
-
1.30 KIMIA FARMASI
c. Ekstrak Kental (Exctracta Spissa)
Ekstrak kental adalah sediaan cair yang kental pada suhu hangat,
namun
tidak dapat dituang pada suhu kamar. Ektrak kental didapatkan
dengan
pemekatan misela (miscellae) secara hati-hati sampai didapatkan
masa
plastis yang masih mengandung sisa lengas (lembab air). Ekstrak
kental
dapat diencerkan dengan bahan yang inert seperti laktosa atau
dekstrin
untuk mendapatkan kadar senyawa aktif tertentu. Saat ini,
ekstrak kental
tergantikan oleh ekstrak kering, karena stabilitasnya yang
rendah dan rentan
terhadap pertumbuhan mikroba.
Di dalam Ned. Ph. V kita dapat menjumpai berbagai contoh ekstrak
kental
dan cara pembuatannya sebagai berikut.
a. Ekstrak Beladon (Extractum Belladonnae F.I.)
Ekstrak Beladon dibuat dari 1000 bagian serbuk Daun Belladonnae
(B10)
dan etanol encer dengan cara perkolasi hingga cairan yang
menetes bebas
dari alkaloida. Selanjutnya etanol diuapkan dari ekstrak yang
diperoleh,
sisanya dicampur 300 bagian air. Campuran didiamkan selama 24
jam di
tempat sejuk. Selanjutnya campuran disaring, cuci sisa saringan
dengan 100
bagian air. Filtrat diuapkan pada suhu 50oC sampai ekstrak
menjadi
kental. Ekstrak Belladon harus mengandung 1,3% alkaloid. Di
dalam FI IV,
Ekstrak Beladon mengandung tidak kurang dari 1,15 g dan tidak
lebih dari
1,35 g alkaloid Herba Beladon dalam setiap 100 g ekstrak.
b. Ekstrak Hiosiamus (Extractum Hyoscyami F.I.)
Ekstrak Hiosiamus dibuat dari 1000 bagian serbuk Daun Hyoscyami
(B10)
dan etanol encer dengan cara perkolasi hingga cairan yang
menetes bebas
dari alkaloida. Selanjutnya etanol diuapkan dari ekstrak yang
diperoleh,
sisanya dicampur 300 bagian air. Campuran didiamkan selama 24
jam
ditempat sejuk. Selanjutnya campuran disaring, cuci sisa
saringan dengan
100 bagian air. Filtrat diuapkan pada suhu 50oC sampai ekstrak
menjadi
kental. Ekstrak Hiosiamus harus mengandung 0,125-0,150 %
alkaloid.
c. Ektrak Akarmanis (Extractum Liquiritae)
Ektrak Akarmanis dibuat dari 100 bagian Akar Liquiritae yang
dipotong-
potong berkeping-keping dengan 600 bagian air dengan cara
maserasi
selama 24 jam sambil sering diaduk. Selanjutnya, campuran
diperas. Cairan
kemudian dipanaskan pada 90oC, diendapkan dan diserkai. Ampas
diproses
-
PEKI4421/MODUL 1 1.31
dengan cara yang sama dengan 300 bagian air. Selanjutnya,
seluruh cairan
dikumpulkan menjadi ekstrak kental. Ektrak Akarmanis harus
mengandung
glisirizin tidak kurang dari 20%.
d. Ekstrak Kering (Exctracta Sicca)
Ekstrak kering adalah sediaan yang didapatkan dengan cara
memekatkan
ekstrak cair dengan kondisi sedang. Ekstrak kering harus
diencerkan
dengan bahan yang inert seperti laktosa atau dekstrin untuk
mendapatkan
kadar senyawa aktif yang diinginkan. Ekstrak kering biasanya
sangat
higroskopis, oleh karenanya harus digiling dan dicampur sebisa
mungkin
dalam kondisi bebas lembab.
Di dalam Ned. Ph. V kita dapat mengelompokkan ekstrak kering
berdasarkan cairan penyarinya, yakni ekstrak kering yang disari
dengan
etanol dan yang disari dengan air. Berikut ini adalah contoh
ekstrak kering
yang disari dengan etanol.
1) Ekstrak Calumba (Extractum Calumbae)
Ekstrak Calumba dibuat dari serbuk Akar Calumba (B10) dengan
cara
perkolasi. Perkolatnya dikeringkan untuk mendapatkan ekstrak
kering.
2) Ekstrak Kina (Extractum Chinae)
Ekstrak Kina dibuat dari serbuk Kulit Kina (B30) dengan cara
perkolasi
dengan menggunakan campuran air dan etanol sama banyak.
Penyarian
dihentikan jika tetesan tidak lagi terasa pahit. Selanjutnya,
perkolat
dikeringkan untuk mendapatkan ekstrak kering. Ekstrak Kina
harus
mengandung 14-18 % alkaloid.
3) Ekstrak Colocynthidis (Extractum Colocynthidis)
Ekstrak Colocynthidis dibuat dari 100 bagian Buah Colocynthidis
yang
dihilangkan bijinya, dipotong-potong, dan digilas-gilas dengan
cara
maserasi dengan 500 bagian etanol encer selama 24 jam sambil
sering
diaduk. Campuran diperas, ampas dimaserasi lagi dengan campuran
80
bagian etanol dan 120 bagian air. Campuran diperas lagi,
kumpulkan
dengan perasan pertama. Cairan selanjutnya disaring dan
diuapkan
sampai diperoleh ekstrak kering.
-
1.32 KIMIA FARMASI
4) Ekstrak Kulit Delima (Extractum Granati)
Ekstrak Kulit Delima dibuat dari serbuk Kulit Delima (B20)
dengan
cara perkolasi dengan penyari etanol encer. Perkolatnya
dikeringkan
untuk mendapatkan ekstrak kering.
5) Ekstrak Rabarber (Extractum Rhei)
Ekstrak Rabarber dibuat dari serbuk Akar Rhei (B10) dengan
cara
perkolasi dengan penyari campuran etanol dan air sama
banyak.
Penyarian dihentikan jika tetesan tidak berwarna dan berasa.
Selanjutnya perkolat dikeringkan untuk mendapatkan ekstrak
kering.
6) Ekstrak Strychnos (Extractum Strychni F.I.)
Ekstrak Strychnos dibuat dari serbuk Biji Strychnos (B20) yang
telah
dibebaskan dari lemak dengan petroleum eter. Penyarian
dilakukan
dengan cara perkolasi dengan etanol encer hingga sisa penguapan
dari
2 tetes cairan terakhir tidak berwarna merah oleh 2 tetes asam
nitrat.
Selanjutnya, perkolat dikeringkan untuk mendapatkan ekstrak
kering.
Ekstrak Strychnos harus mengandung 15,7-16,3 % alkaloid. Jika
perlu
ekstrak diencerkan dengan laktosa.
Berikut ini adalah contoh ekstrak kering yang dibuat dengan
cairan penyari
air. Ekstrak tersebut harus segera diolah karena
higroskopis.
1) Ekstrak Aloe (Extractum Aloes)
Ekstrak Aloe dibuat dengan cara melarutkan 100 bagian Aloe ke
dalam
500 bagian air. Larutan kemudian dituang ke dalam 500 bagian air
dan
didiamkan selama 24 jam di tempat sejuk. Selanjutnya, cairan
diserkai
dan diuapkan sampai kering. Ekstrak disimpan dengan pengering
kapur
tohor.
2) Ekstrak Opium (Extractum Opii)
Ekstrak Opium dibuat dengan cara memaserasi 100 bagian Opii
yang
dipotong-potong sebagai kepingan tipis dengan 500 bagian air
selama
24 jam. Campuran diperas kuat-kuat. Ampas dimaserasi lagi
dengan
250 bagian air selama 12 jam. Campuran diperas sekali lagi.
Seluruh
cairan dikumpulkan dan diuapkan pada suhu 80oC hingga
diperoleh
200 bagian cairan. Cairan didiamkan selama 24 jam dan
disaring.
Filtrat selanjutnya diuapkan hingga kering. Ekstrak kering
harus
-
PEKI4421/MODUL 1 1.33
mengandung morfin 19,6-20,4 %. Jika perlu ekstrak diencerkan
dengan
laktosa. Ekstrak disimpan dengan pengering kapur tohor.
3) Ekstrak Ratanhia (Extractum Ratanhiae)
Ekstrak Ratanhia dibuat dari serbuk Akar Ekstrak Ratanhiae
(A1,5)
dengan cara perkolasi dengan penyari air. Penyarian dihentikan
jika
tetesan tidak berwarna dan berasa. Selanjutnya, perkolat
dikeringkan
untuk mendapatkan ekstrak kering. Ekstrak disimpan dengan
pengering
kapur tohor.
4) Ekstrak Rhamnus (Extractum Rhamni Frangulae)
Ekstrak Rhamnus dibuat dari 100 bagian serbuk Kulit Rhamnus
(A3)
dengan 500 bagian air mendidih dengan cara maserasi selama 12
jam
sambil sering dikocok-kocok. Ampas dimaserasi lagi dengan
300
bagian air mendidih dan didiamkan selama 6 jam. Cairan
dikumpulkan
dan didiamkan sampai mengendap. Selanjutnya, diserkai dan
diuapkan
sampai kering. Ekstrak disimpan dengan pengering kapur
tohor.
5) Ekstrak kering Akarmanis (Succus Liquiritae)
Ekstrak kering Akarmanis dibuat dengan cara merebus akarmanis
segar
dengan air. Selanjutnya, cairan diperas dan diuapkan sampai
kering.
Ekstrak harus mengandung paling sedikit 8 % glisirizin. Pada FI
IV,
ekstrak ini dikenal sebagai Ekstrak Akarmanis (Glycyrrhizae
Succus),
mengandung glisirizin tidak kurang dari 10 %, dihitung terhadap
zat
yang telah dikeringkan.
6) Ekstrak kering Hiosiamus (Hyoscyami Extractum Siccum)
Pada FI IV, ekstrak kering Hiosiamus adalah ekstrak kering
yang
dibuat dengan cara perkolasi dari daun Hiosiamus. Ekstrak
kering
mengandung alkaloid 0,27-0,33% dihitung sebagai hiosiamin.
7) Obat Kumur (Gargarisma) dan Obat Cuci Mulut (Colutorium)
Obat kumur dan obat cuci mulut umumnya mengandung bahan
tanaman
yang berkhasiat sebagai astringen yang dapat mengencangkan atau
melapisi
selaput lendir mulut dan tenggorokan dan tidak dimaksudkan agar
obat menjadi
pelindung selaput lendir. Obat kumur dan obat cuci mulut dibuat
dari sediaan
infus, dekok atau tingtur yang diencerkan. Obat kumur dan obat
cuci mulut
-
1.34 KIMIA FARMASI
harus disimpan dalam botol berwarna susu atau wadah lain yang
sesuai. Pada
etiket juga harus tertera : petunjuk pengenceran sebelum
digunakan dan kalimat,
“Hanya untuk kumur, tidak boleh ditelan”.
8. Sirup (Sirupi)
Sirup adalah sediaan berupa larutan dari atau yang mengandung
sukrosa.
Kecuali dinyatakan lain, kadar sukrosa tidak kurang dari 64,0%
dan tidak lebih
dari 66,0%. Adakalanya ditambahkan jus ke dalam sirup untuk
memberi aroma.
Oleh karenanya, pada umumnya sirup digunakan sebagai pemberi
rasa dan
aroma pada sediaan herbal lainnya.
Sirup dibuat dengan cara sebagai berikut: buat cairan untuk
sirup, panaskan,
tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut. Tambahkan air
mendidih
secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa
yang terjadi
dan diserkai. Pada pembuatan sirup yang mengandung glikosida
antrakinon,
ditambahkan Natrium Karbonat sejumlah 10% bobot simplisia.
Kecuali
dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan
ditambahkan
metil paraben 0,25% b/v atau pengawet lain yang sesuai. Selain
itu, sirup juga
boleh ditambah dengan polialkohol seperti alkohol, gliserol atau
poli etilen
glikol (PEG) untuk memperlambat terbentuknya kristal pada
sirup.
Berikut ini adalah contoh sediaan sirup yang tercantum dalam
Farmakope
Amerika Serikat dan Inggris.
a. Sirup Ceri (Cherry Syrup) USP XX-NF XV
Sirup ceri dibuat dengan cara melarutkan 800 g sukrosa ke dalam
475 ml
jus ceri dengan pemanasan sedang di atas penangas air. Larutan
kemudian
didinginkan, buih yang terjadi disaring. Selanjutnya,
ditambahkan etanol
(20 ml) dan air hingga volume akhir 1 L.
b. Sirup Blackcurrant (Blackcurrant syrup) BP 80
Sirup Blackcurrant dibuat dari beningan jus atau jus
konsentrat
blackcurrant. Jus segar dibuat sirup dengan densitas akhir 1,045
g/ml
menggunakan 700 g sukrosa dalam 560 ml. Natrium metabisulfit
dengan
kadar < 350 ppm dapat ditambahkan sebagai pengawet.
c. Sirup Raspberry (Raspberry syrup) BP 80
Sirup Raspberry dibuat dengan mengencerkan 1 bagian jus
raspberry
dengan 11 bagian sirup gula (66,7% b/b). Pada sirup boleh
ditambahkan
bahan pewarna makanan yang diizinkan.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.35
8. Anggur (Vinum)
Menurut Ned. Ph. V, sediaan anggur dibuat dengan menuangi
simplisia
dengan derajat halus tertentu (B10) dengan etanol menurut jumlah
yang telah
ditentukan dan dimaserasi sambil dikocok berulang-ulang selama 5
hari di luar
pengaruh cahaya matahari langsung. Selanjutnya, cairan diserkai,
diperas dan
cairan yang diperoleh dicampur. Setelah didiamkan selama 6 hari
di tempat
yang sejuk, cairan disaring dan dijaga dari penguapan.
Anggur obat atau Medicinale Wijn (Belanda) adalah Anggur Spanyol
yang
dibuat dari peragian buah anggur. Anggur obat berwarna coklat
kuning, dengan
berat jenis 0,987-1,004. Anggur obat dikenal dalam perdagangan
sebagai
Sherry. Anggur obat digunakan sebagai campuran sediaan anggur.
Pembuatan
sediaan anggur diuraikan dalam Ned. Ph. V sebagai berikut.
a. Anggur Kina (Vinum Chinae)
Anggur Kina atau Kina Wijn (Belanda) dibuat dari 1 bagian serbuk
korteks
Kina (B10) dan 40 bagian anggur obat. Selanjutnya, dalam 800
bagian
anggur tersebut dilarutkan 200 bagian gula. Cairan didiamkan di
tempat
yang sejuk selama 24 jam dan disaring.
b. Anggur Colchicum (Vinum Colchici)
Anggur Colchicum atau Colchicum Wijn (Belanda) dibuat dari 10
bagian
biji Colchicum yang digiling segar (B10), 10 bagian etanol encer
dan 90
bagian anggur obat.
c. Anggur Condurango (Vinum Condurango)
Anggur Condurango atau Condurango Wijn (Belanda) dibuat dari
10
bagian serbuk korteks Condurango (B10) dan 100 bagian anggur
obat.
d. Anggur Ipecacuanha (Vinum Ipecacuanhae)
Anggur Ipecacuanha atau Ipecacuanha Wijn (Belanda) dibuat dari
10
bagian serbuk kulit akar Ipecacuanha (B20), 10 bagian etanol
encer dan 90
bagian anggur obat.
e. Anggur Cascara Sagrada (Vinum Rhamni Purshianae)
Anggur Cascara Sagrada atau Caschara Wijn (Belanda) dibuat dari
10
bagian serbuk korteks Rhamni Purshianae (B10) dan 100 bagian
anggur
obat.
-
1.36 KIMIA FARMASI
f. Anggur Phabarber (Vinum Rhei)
Anggur Phabarber atau Rhabarber Wijn (Belanda) dibuat dari 9
bagian
helaian tipis akar Rhei, 1 bagian serbuk biji Cardamomi (B10)
dan 100
bagian anggur obat.
9. Cuka (Aceta)
Cuka atau vinegar (Inggris) adalah sediaan yang didapatkan
dengan cara
memaserasi simplisia dengan asam asetat encer. Simplisia
dimaserasi dengan
asam asetat selama 7 hari dalam wadah tertutup rapat sambil
sering diaduk.
Selanjutnya, campuran disaring. Residu kemudian diperas. Perasan
dicampur
dengan hasil saringan dan dididihkan. Larutan kemudian didiamkan
selama 7
hari dan disaring.
Saat ini cuka obat jarang digunakan. Cuka obat masih dijumpai
dalam BP
80, yakni Squill Vinegar (Acetum Scillae). Sediaan tersebut
dibuat dari 100 g
serbuk Squill dalam 1000 ml asam asetat encer. Di dalam Ned. Ph.
V dijumpai
sediaan Cuka Scilla atau Zeeajuin Azijn (Belanda). Cuka Scilla
dibuat dengan
cara memaserasi 10 bagian butir Scilla yang diiris halus dalam
90 bagian asam
asetat encer dan 10 bagian etanol selama 5 hari sambil sering
dikocok.
Selanjutnya, cairan diserkai, diperas dan disaring. Sediaan cuka
tersebut
disimpan di tempat terlindung dari cahaya.
10. Minyak Obat (Olea Medicata/Olea medicinalia)
Minyak obat atau oily drug extracts (Inggris) adalah sediaan
yang
mengandung senyawa aktif yang terlarut atau tersuspensikan dalam
minyak:
almond, kacang, biji candu, biji aprikot atau biji peach. Minyak
obat didapatkan
dengan cara maserasi atau digesti serbuk simplisia dengan
minyak. Saat ini,
minyak obat jarang digunakan untuk pengobatan. Meski demikian,
simplisia
berikut dapat dibuat minyak obatnya.
a. St. John’s Wort.
b. Henbane (Hyoscyamus).
c. Aconite.
d. Marigold.
e. Arnica blossom.
f. Bunga Camomile.
g. Bunga Mullen.
h. Petal Mawar.
i. Daun Tembakau.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.37
1) Jelaskan berbagai keuntungan dan kerugian obat herbal!
2) Apakah yang dimaksud dengan simplisia nabati?
3) Jelaskan berbagai faktor yang harus dipertimbangkan pada
pembuatan
sediaan herbal!
4) Apakah perbedaan antara infusa dan dekok?
5) Jelaskan cara pembuatan tingtur!
Petunjuk Jawaban Latihan
1) Pelajari tentang keuntungan dan kerugian obat herbal.
2) Pelajari tentang simplisia nabati.
3) Pelajari tentang berbagai faktor yang harus dipertimbangkan
pada
pembuatan sediaan herbal.
4) Pelajari tentang cara pembuatan infus dan dekok.
5) Pelajari tentang cara pembuatan tingtur.
Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan kandungan
kimia
yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat
larut dengan
pelarut cair. Proses ekstraksi herbal diawali dengan pembuatan
serbuk
simplisia. Infusa dan dekok adalah contoh ekstraksi dengan
pelarut air.
Infusa digunakan untuk simplisia yang lunak, sedangkan dekok
digunakan
untuk simplisia yang keras. Maserasi adalah cara ekstraksi
dengan
merendam simplisia di dalam pelarut. Perkolasi adalah cara
ekstraksi yang
dilakukan dengan mengalirkan pelarut melalui serbuk simplisia
yang telah
dibasahi oleh pelarut. Sokhletasi adalah ekstraksi menggunakan
pelarut
yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus
sehingga
terjadi ekstraksi berkesinambungan dengan jumlah pelarut relatif
konstan
dengan adanya pendingin balik.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
RANGKUMAN
-
1.38 KIMIA FARMASI
1) Obat herbal tidak tepat untuk keadaan berikut, kecuali
....
A. asma (sesak nafas) B. serangan jantung C. infeksi bakteri D.
kegemukan
2) Berikut ini adalah kerugian penggunaan obat herbal, kecuali
....
A. risiko keracunan karena salah mengambil simplisia B. risiko
over dosis C. harga relatif lebih murah D. kemungkinan berinteraksi
dengan obat
3) Hal yang membedakan antara ekstraksi infusa dengan dekok
adalah ....
A. pelarut yang digunakan B. lamanya waktu ekstraksi C. jumlah
(kadar) simplisia yang digunakan D. alat yang digunakan
4) Alat yang digunakan membuat sediaan herbal dapat berasal dari
bahan
berikut, kecuali ....
A. alumunium B. kayu C. gelas/kaca D. stainless steel
5) Sediaan herbal yang harus digunakan dalam 24 jam ....
A. tingtur B. infus C. dekok D. ekstrak
6) Herbal yang mengandung glikosida antrakinon jika dibuat sirup
harus
ditambah dengan larutan ....
A. Natrium Klorida P 10% B. Natrium Benzoat P 10% C. Natrium
Karbonat P 10% D. Natrium Hidroksida P 10%
TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
-
PEKI4421/MODUL 1 1.39
7) Kadar simplisia berikut harus < 10 % jika dibuat dekok,
kecuali ....
A. akar senega B. daun kumis kucing C. daun sirih D. kulit
kina
8) Herbal yang bersifat sebagai astringen paling tepat jika
dibuat dalam bentuk
sediaan ....
A. infus B. gargarisma C. tingtur D. teh obat
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2
yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang
benar. Kemudian,
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda
terhadap
materi Kegiatan Belajar 2.
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda
dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah
80%, Anda
harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum
dikuasai.
Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar
100%Jumlah Soal
-
1.40 KIMIA FARMASI
Kunci Jawaban Tes Formatif
Tes Formatif 1
1) C. Manusia purba belum mengenal sediaan ekstrak.
2) B. Tablet lempung adalah catatan pengobatan kuno Bangsa
Sumeria.
3) D. Alang-alang tidak tercantum dalam Papirus Eber.
4) C. Asetosal mudah disintesis dari asam salisilat dan
anhidrida asetat.
5) D. Metadon adalah turunan sintesis morfin.
6) C. Asetosal adalah turunan asam salisilat yang kurang
iritatif dibanding
asam salisilat.
7) B. Baccatin III adalah prekursor taxol.
8) B. Stigmasterol adalah prekursor kortikosteroid seperti
hidrokortison.
Tes Formatif 2
1) D. Kegemukan tidak termasuk keadaan emergensi.
2) C. Salah satu keuntungan obat herbal adalah harganya yang
murah.
3) B. Lamanya waktu ekstraksi.
4) A. Aluminium dapat bereaksi dengan senyawa aktif dalam
herbal
membentuk kompleks.
5) B. Infus harus digunakan setelah 24 jam.
6) C. Natrium Karbonat.
7) C. Daun sirih, karena tidak berkhasiat keras.
8) B. Gargarisma (obat kumur) adalah bentuk sediaan untuk bahan
yang
bersifat astringen.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.41
Glosarium
BP 80 : British Pharmacopoeia 80th
Edition;
Farmakope Inggris Edisi 80.
DAB 8 : Farmakope Jerman Barat Edisi 8.
Derajat kehalusan : ukuran partikel serbuk obat atau
simplisia,
umumnya hasil dari pengayakan dengan
ayakan tertentu. Ayakan A untuk serbuk kasar,
dengan lubang-lubang bulat dengan diameter 5,
3 dan 1,5 mm (A5, A3 dan A1,5). Ayakan B
untuk serbuk halus, tiap cm mempunyai rata-
rata 10, 20, 30, 40 atau 50 celah atau lubang
(B10, B20, B30, B40 dan B50).
Eksudat tanaman : isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman
atau isi sel yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati
lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan
dari tanamannya dan belum berupa zat kimia
murni.
Enap tuang : teknik untuk memisahkan endapan dari cairan
dengan cara mendiamkan dalam jangka waktu
tertentu hingga endapan atau padatan
mengendap, cairan dituang hati-hati tanpa
mengikutsertakan endapan.
FI IV : Farmakope Indonesia Edisi IV.
Helv. VI : Farmakope Swiss Edisi VI.
Ned. Ph. V. : Nederlandse Pharmacopee V; Farmakope
Belanda Edisi V.
Obat Herbal : bahan baku atau sediaan yang berasal dari
tumbuhan yang memiliki efek terapi atau efek
lain yang bermanfaat bagi kesehatan manusia;
komposisinya dapat berupa bahan mentah atau
bahan yang telah mengalami proses lebih lanjut
yang berasal dari satu jenis tumbuhan atau
lebih.
-
1.42 KIMIA FARMASI
Obat Sintetis : obat yang dibuat dengan cara sintesis kimia;
senyawa asal obat dapat berasal dari senyawa
alam murni (isolat) atau senyawa kimia.
Serkai : penyaringan disertai pemerasan, umumnya
menggunakan kain flanel.
Simplisia nabati : bahan alamiah berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman yang digunakan
sebagai obat, dan belum mengalami
pengolahan atau mengalami pengolahan secara
sederhana serta belum merupakan zat murni.
Tangas air : Water bath (Inggris).
Zat berkhasiat keras : senyawa obat yang mempunyai rentang
dosis
terapi (dosis pengobatan) yang sempit.
-
PEKI4421/MODUL 1 1.43
Daftar Pustaka
Ameh S J, Obodozie OO, Inyang US, Abubakar MS, Garba M, 2010.
Current
phytotherapy- A perspective on the science and regulation of
herbal
medicine. J. Med. Plants Res. 4(2): 72-081.
Anonim. (1959). Farmakope Belanda. Edisi V. Terjemahan. Jakarta:
Depkes RI.
Anonim. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes
RI.
Anonim. (2000a). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta :
Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan.
Anonim. (2000b). Acuan Sedian Herbal. Edisi pertama. Jakarta:
Departemen
Kesehatan RI.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Terjemahan
oleh
Farida Ibrahim. Jakarta: UI Press.
Bender, G.A. (1965). A History of Pharmacy in Pictures. Parke
& Davis
Company.
Chemler et al. (2006). Microbial Cell Factories. 5:20.
Evans WC. (2002). Trease and Evans Pharmacognosy. 15th
Edition.W.B.
Saunders Co.
Kar, A. (2007). Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology. Second
Edition,
Revised-Expanded. New Delhi: New Age International (P) Ltd.
List PH ., Schmidt PC. (1989). Phytopharmaceutical Technology.
Boston : CRC
Press.
Robbers, J.A., Speedie, M.K., Tyler, V.E. (1996). Pharmacognosy
and
Pharmacobiotechnology. Baltimore: William & Wilkins.
-
1.44 KIMIA FARMASI
WHO. (2005). National Policy on Traditional Medicine and
Regulation of
Herbal Medicines, Report of a WHO global survey, Geneva.
Daftar Laman
http://www.greekmedicine.net/doi.php?ARI=&IMI=../images/De-Materia-
Medica.jpg
http://herbs.lovetoknow.com/Advantages_and_Disadvantages_of_Herbal_Medi
cine
http://hubpages.com/hub/The-Time-of-Western-Herbalism
http://www.crystalinks.com/egyptmedicine.html.
http://www.greekmedicine.net/doi.php?ARI=&IMI=../images/De-Materia-Medica.jpghttp://www.greekmedicine.net/doi.php?ARI=&IMI=../images/De-Materia-Medica.jpghttp://herbs.lovetoknow.com/Advantages_and_Disadvantages_of_Herbal_Medicinehttp://herbs.lovetoknow.com/Advantages_and_Disadvantages_of_Herbal_Medicinehttp://hubpages.com/hub/The-Time-of-Western-Herbalismhttp://www.crystalinks.com/egyptmedicine.html