TUGAS TERSTRUKTUR OBAT BAHAN ALAM PROPOSAL PENELITIAN FORMULASI GARGARISMA EKSTRAK KULIT BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.) SEBAGAI ANTIKARIES GIGI DAN UJI EFEKTIVITASNYA PADA PROBANDUS KELAS : A DISUSUN OLEH : Michiko Tanadi (2011210156) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TUGAS TERSTRUKTUROBAT BAHAN ALAM
PROPOSAL PENELITIAN
FORMULASI GARGARISMA EKSTRAK KULIT BUAH RAMBUTAN
(Nephelium lappaceum L.) SEBAGAI ANTIKARIES GIGI DAN UJI
EFEKTIVITASNYA PADA PROBANDUS
KELAS : A
DISUSUN OLEH : Michiko Tanadi (2011210156)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2
2014
PROPOSAL PENELITIAN
FORMULASI GARGARISMA EKSTRAK KULIT
BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)
SEBAGAI ANTIKARIES GIGI DAN UJI
EFEKTIVITASNYA PADA PROBANDUS
Diajukan oleh
MICHIKO TANADI
NPM : 2011210156
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
3
JAKARTA
April 2014
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN
NAMA : MICHIKO TANADI
NPM : 2011210156
PEMINATAN : FARMASI SAINS DAN TEKNOLOGI
JUDUL : FORMULASI GARGARISMA EKSTRAK KULIT
BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)
SEBAGAI ANTIKARIES GIGI DAN UJI
EFEKTIVITASNYA PADA PROBANDUS
Disetujui oleh:
Pembimbing
(Dra. Risma M. Tambunan, M.Si, Apt.) (Prof. Dr. Shirly Kumala, M.Biomed., Apt.)
Tanggal : April 2014 Tanggal : April 2014
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di
masyarakat. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,
prevalensi penyakit gigi dan mulut di Indonesia sebesar 23,5%, di mana 43,4%
merupakan penderita karies (1). Angka tersebut tidak dapat diabaikan karena secara
signifikan mempengaruhi produktivitas masyarakat. Karies merupakan suatu
kerusakan jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan
oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan (2). Bakteri
yang menyebabkan karies cukup banyak macamnya, seperti Veillonella,
Lactobacillus, dan Streptococcus. Walaupun demikian, Streptococcus mutans
disebutkan sebagai penyebab utama karies karena bersifat asidogenik
(menghasilkan asam), asidurik (resisten terhadap asam), dan menghasilkan suatu
polisakarida lengket yang disebut dextran sehingga dapat menyebabkan lubang
pada gigi (3).
Bahan alam dapat dipilih sebagai salah satu alternatif pencegahan karies
gigi. Bahan alam disukai masyarakat karena jarang menimbulkan efek samping
dibandingkan dengan obat-obatan sintesis. Salah satu bahan alam yang dapat
dimanfaatkan sebagai pencegahan karies gigi adalah kulit buah rambutan
(Nephelium lappaceum L.). Tanaman rambutan tersebar di seluruh daerah
Indonesia, sesuai dengan habitatnya di daerah beriklim tropis. Buah rambutan
banyak ditanam, dibudidayakan, dan digemari oleh masyarakat Indonesia tapi
limbah kulit buahnya belum dimanfaatkan. Kulit buah rambutan dapat
dipertimbangkan sebagai sumber alami antibakteri yang murah dan mudah didapat.
5
Penelitian yang telah dilakukan secara in vitro (4) menyimpulkan bahwa
pemberian ekstrak metanol kulit buah rambutan memiliki efek antibakteri terhadap
Streptococcus mutans dengan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) sebesar 1,25%.
Kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) mengandung senyawa tanin
geraniin, asam ellagat, dan corilagin yang berkhasiat sebagai antibakteri (5). Ketiga
senyawa ini termasuk dalam golongan tanin terhidrolisis yang dikenal memiliki
aktivitas antibakteri yang kuat (6).
Penggunaan kulit buah rambutan sebagai gargarisma adalah dengan cara
kulit buah dicuci, diiris tipis-tipis, dikeringkan kemudian direbus dan disaring. Cara
tersebut dirasa kurang praktis, air rebusan tidak dapat disimpan dalam waktu yang
lama, dan terasa pahit. Oleh karena itu kulit buah rambutan dibuat dalam bentuk
sediaan gargarisma yang praktis, nyaman digunakan, memiliki waktu simpan yang
lama, menutupi rasa pahit dari kulit buah rambutan, dan dapat meningkatkan
efektivitasnya sebagai antikaries gigi. Bentuk sediaan gargarisma secara efektif
dapat menjangkau tempat yang sulit dibersihkan dengan sikat gigi. Penggunaan
gargarisma dapat menghambat pembentukan plak gigi secara cepat dan mudah.
Dalam penelitian ini akan digunakan rancangan faktorial 23 dengan 3
faktor yang diduga berperan penting dalam mutu dan efektivitas sediaan
gargarisma, yaitu ekstrak kulit buah rambutan sebagai bahan aktif, natrium lauril
sulfat sebagai surfaktan, serta etanol 96% sebagai kosolven masing-masing pada
konsentrasi tinggi dan rendah sehingga dapat diketahui konsentrasi optimum dari
masing-masing faktor untuk menghasilkan sediaan gargarisma yang memenuhi
syarat mutu fisika dan kimia, serta efektif sebagai antikaries gigi.
B. PERUMUSAN MASALAH
Kulit buah rambutan mengandung senyawa tanin geraniin, asam ellagat,
dan corilagin yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans
sebagai penyebab utama karies gigi. Oleh karena itu, ekstrak kulit buah rambutan
akan diformulasikan menjadi sediaan gargarisma untuk mengoptimalkan
6
penggunaan, meningkatkan kenyamanan, estetika, mutu fisika dan kimia, serta
efektivitasnya. Pada sediaan gargarisma, bahan yang diduga berperan penting dalam
mutu fisika dan kimia serta efektivitasnya adalah variasi konsentrasi ekstrak kulit
buah rambutan, natrium lauril sulfat, dan etanol 96%. Berdasarkan uraian di atas
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ekstrak kulit buah rambutan dapat diformulasikan menjadi sediaan
gargarisma yang memenuhi syarat mutu fisika dan kimia?
2. Apakah sediaan gargarisma yang dihasilkan efektif dalam menghambat
pertumbuhan Streptococcus mutans dalam rongga mulut probandus?
3. Apakah dapat diperoleh formula optimum gargarisma ekstrak kulit buah
rambutan yang memenuhi syarat mutu fisika dan kimia, serta efektif sebagai
antikaries gigi?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Memanfaatkan dan mengembangkan potensi kulit buah rambutan (Nephelium
lappaceum L.) menjadi sediaan gargarisma yang dapat mencegah karies gigi.
2. Tujuan khusus
a. Memformulasikan ekstrak kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)
menjadi sediaan gargarisma yang memenuhi syarat mutu fisika dan kimia,
serta efektif sebagai antikaries gigi.
b. Menentukan formula optimum gargarisma ekstrak kulit buah rambutan yang
memenuhi syarat mutu fisika dan kimia, serta efektif sebagai antikaries gigi.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
pemanfaatan kulit buah rambutan menjadi sediaan gargarisma untuk membantu
peningkatan kesehatan rongga mulut yang murah dan mudah didapat, serta menjadi
masukan bagi penelitian lainnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)
1. Tinjauan botani
a. Klasifikasi tanaman.
Gambar II.1 Rambutan (9) Gambar II.2 Buah rambutan (9)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Marga : Sapindaceae
Genus : Nephelium
Spesies : Nephelium lappaceum L. (10)
b. Nama simplisia.
Nephelii lappacei Pericarpium (kulit buah rambutan)
1) Disiapkan tabung berisi 3 mL larutan uji pada masing-masing
konsentrasi, ditambahkan 1 mL suspensi bakteri, divortex, kemudian
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Sebagai kontrol positif
digunakan campuran 1 mL etanol 96%, 2 mL kaldu pepton, dan 1 mL
suspensi bakteri.
2) Nutrient Agar dituangkan ke cawan Petri, didiamkan hingga memadat.
3) Dengan menggunakan jarum ose steril, hasil uji dari setiap tabung
diinokulasikan pada media Nutrient Agar di cawan Petri, diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam.
4) Diperoleh konsentrasi terendah yang dapat menghambat mikroba yang
merupakan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) yang akan digunakan
sebagai dosis ekstrak kulit buah rambutan dalam formulasi sediaan
gargarisma.
9. Formula sediaan gargarisma ekstrak kulit buah rambutan
Tabel IV.1 Formula gargarisma ekstrak kulit buah rambutanBAHAN FORMULA (%)
F1(1)
F2(a)
F3(b)
F4(c)
F5(ab)
F6(ac)
F7(bc)
F8(abc)
37
Ekstrak kulit
buah rambutan
1x
KHM
3x
KHM
1x
KHM
1x
KHM
3x
KHM
3x
KHM
1x
KHM
3x
KHM
Natrium lauril
sulfat
1 1 2 1 2 1 2 2
Etanol 96% 4 4 4 8 4 8 8 8
Sorbitol 10 10 10 10 10 10 10 10
Propilen glikol 15 15 15 15 15 15 15 15
Mentol 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Air suling ad 20 20 20 20 20 20 20 20
Sediaan dibuat sebanyak 100 ml untuk 5 kali pemakaian
10. Pembuatan sediaan gargarisma ekstrak kulit buah rambutan
a. Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang.
b. Ekstrak kulit buah rambutan dilarutkan dalam sebagian etanol 96%. (larutan
1)
c. Natrium lauril sulfat dilarutkan dalam air suling. (larutan 2)
d. Mentol yang telah dilarutkan dengan sebagian etanol 96%, dicampurkan ke
larutan 2, diaduk hingga homogen.
e. Propilen glikol dicampurkan ke larutan 2, diaduk hingga homogen.
f. Sorbitol dicampurkan ke larutan 2, diaduk hingga homogen. (larutan 3)
g. Larutan 1 dicampurkan ke dalam larutan 3, diaduk hingga homogen.
h. Ditambahkan air suling, dicampur hingga homogen.
11. Evaluasi parameter mutu dan efektivitas sediaan
Sediaan gargarisma dibiarkan berkesetimbangan selama 3 hari pada suhu kamar,
dilakukan evaluasi parameter mutu fisika, kimia, dan efektivitas meliputi uji
organoleptik, kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka lempeng total bakteri
rongga mulut probandus untuk menentukan formula optimum.
a. Evaluasi fisika.
a. Pemeriksaan organoleptik
a) Warna
38
Pengamatan warna dilakukan secara visual dengan mata biasa
terhadap sediaan gargarisma yang dikemas dalam botol bening.
b) Bau
Bau dari sediaan gargarisma yang telah disimpan dalam wadah yang
sesuai dengan cara membuka tutup botol dan mencium aromanya.
c) Rasa
Rasa dari sediaan gargarisma diuji dengan cara mencicipi berkumur
sesuai takaran (20 mL).
b. Kejernihan
Baku opalesen dibuat dengan cara: Dilarutkan 1,0 gram hidrazin sulfat P
dalam air secukupnya hingga 100,0 mL, dibiarkan selama 4 - 6 jam. Pada
25,0 mL larutan ditambahkan larutan 2,5 gram heksamina P dalam 25,0
mL air, dicampur dan dibiarkan selama 24 jam. Sebanyak 15,0 mL
suspensi diencerkan dengan air 1000 mL. Suspensi harus digunakan
dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.
Suspensi padanan dibuat dengan cara seperti pada tabel IV.2.
Masing-masing suspensi harus bercampur baik dan dikocok sebelum
digunakan.
Tabel IV.2 Komposisi suspensi padanan baku menurut Farmakope Indonesia Ed.IVBahan Suspensi padanan
I II III IV
Baku opalesen (mL) 5,0 10,0 30,0 50,0
Air (mL) 95,0 90,0 70,0 50,0
Penentuan kejernihan sediaan gargarisma dengan cara sebagai berikut:
a) Disiapkan dua tabung reaksi alas datar dengan diameter 15 – 25 mm,
tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
b) Dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi tersebut masing-masing
suspensi padanan dan larutan uji secukupnya sehingga volume
larutan dalam tabung reaksi tepat 40 mm.
39
c) Setelah 5 menit pembuatan suspensi padanan, dibandingkan kedua
isi tabung dengan latar belakang hitam.
d) Diamati di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi
padanan I dapat langsung dibandingkan dengan suspensi padanan II.
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau
pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi di atas atau jika
okupalensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I.
c. Bobot jenis
Penentuan bobot jenis menggunakan piknometer dan didasarkan pada
perbandingan bobot cairan di udara pada suhu 250C terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang sama.
Prosedur pengukuran bobot jenis adalah sebagai berikut:
a) Piknometer yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu dan
dikeringkan
b) Piknometer tersebut dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer
dan bobot air yang baru dididihkan dan didinginkan pada suhu 250C.
c) Sediaan gargarisma yang suhunya telah diatur ±250C dimasukkan ke
dalam piknometer.
d) Suhu piknometer yang telah diisi kemudian diatur hingga 250C.
e) Kelebihan zat uji dibuang kemudian ditimbang.
f) Bobot jenis dihitung berdasarkan rumus:
Bobot jenis =
b. Evaluasi kimia.
1) pH
Penentuan pH sediaan gargarisma menggunakan pH meter dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Elektrode dicuci dan dibilas dengan air suling.
40
b) pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar pH 4 dan 7.
c) Sediaan gargarisma yang akan diukur disiapkan.
d) Elektrode pH meter dicelupkan sampai ujung elektrode tercelup ke
dalam sediaan.
e) pH yang didapat dicatat, pembacaan dilakukan 3 kali.
c. Evaluasi efektivitas.
Efektivitas dari gargarisma diuji dengan cara membandingkan angka
lempeng total bakteri dalam rongga mulut probandus sebelum dan sesudah
menggunakan gargarisma.
1) Penentuan probandus
Probandus ditentukan sebanyak 3 orang wanita berusia 20-25 tahun,
sehat, tidak sedang mengandung, tidak menderita penyakit sistemik, dan
tidak mengkonsumsi obat antimikroba yang dapat mempengaruhi flora
normal rongga mulut. Probandus diminta menandatangani informed
consent.
2) Sterilisasi alat
a) Sterilisasi menggunakan autoklaf
Alat volumetrik disterilkan pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama
15 menit.
b) Sterilisasi menggunakan oven
Alat non volumetrik disterilkan pada suhu 1500C selama 60 menit.
3) Pengambilan sampel bakteri dari rongga mulut probandus
a) Satu jam sebelum menggunakan gargarisma, probandus diminta
berpuasa untuk menyamakan kondisi rongga mulut.
b) Pengambilan sampel sebelum penggunaan gargarisma : probandus
diminta kumur-kumur dengan 20 mL aquadest steril selama 30 detik
(larutan induk 1)
41
c) Probandus diberikan gargarisma sebanyak 20 mL, dikumur selama 30
detik, dibuang, kemudian kumur dengan menggunakan 20 mL
aquadest selama 30 detik, dibuang.
d) Pengambilan sampel setelah 1 jam penggunaan gargarisma :
probandus berpuasa selama 1 jam, kemudian segera kumur-kumur
dengan menggunakan 20 mL aquadest steril selama 30 detik (larutan
induk 2)
4) Perhitungan jumlah koloni bakteri (metode angka lempeng total)
a) Dipipet masing-masing 0,5 mL dari larutan induk 1 dan 2 hasil
kumur-kumur probandus, dilakukan deret pengenceran mulai dari 10-1
sampai 10-6 dengan menggunakan aquadest steril.
b) Dipipet 1 mL dari masing-masing pengenceran ke dalam cawan Petri
steril.
c) Ke dalam setiap cawan Petri steril dituangkan ±20 mL media Nutrient
Agar yang telah dicairkan pada suhu 45±20C.
d) Cawan Petri digoyang dengan hati-hati sehingga sampel dan media
perbenihan tercampur rata. Biarkan hingga campuran dalam cawan
Petri memadat.
e) Pemeriksaan blangko dilakukan dengan cara mencampur gargarisma
tanpa ekstrak kulit buah rambutan, aquadest steril, dan perbenihan
untuk setiap sampel yang diperiksa. Sebagai kontrol positif digunakan
larutan gargarisma yang beredar di pasaran.
f) Semua cawan Petri dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi
terbalik dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24-48 jam.
g) Dihitung pertumbuhan koloni pada setiap cawan Petri yang
mengandung 30-300 koloni.
h) Dihitung angka lempeng total dalam 1 gram sampel dengan
mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor
pengenceran yang digunakan.
42
12. Analisis data (penentuan formula optimum)
Data hasil uji kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka lempeng total dianalisis
dengan menggunakan program komputer Minitab 16 untuk melihat efek faktor
dan interaksinya yaitu konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan, natrium lauril
sulfat, dan etanol 96% terhadap respon. Masing-masing respon dibuat persamaan
polinomial dan contour plot. Analisis dilanjutkan dengan menggunakan
superimposed contour plot untuk memperoleh formula optimum.
13. Evaluasi parameter mutu dan efektivitas formula optimum
Formula optimum dibuat berdasarkan hasil analisa data, disimpan pada suhu
400C selama 1 bulan, dilakukan evaluasi parameter mutu fisika, kimia, dan
efektivitas meliputi uji organoleptik, kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka
lempeng total bakteri rongga mulut probandus pada minggu ke 0, 2, dan 4.
14. Analisis data (pengaruh waktu penyimpanan terhadap respon)
Untuk melihat signifikansi pengaruh waktu penyimpanan pada suhu yang
ditingkatkan terhadap respon yang diuji (kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka
lempeng total bakteri rongga mulut probandus) pada formula optimum, hasil
evaluasi dianalisis menggunakan metode analisis statistik ANOVA 1 arah pada
tingkat kepercayaan 95%.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Soendoro T. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2008.
2. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press; 2008. h. 4-6.
3. Nugraha AW. Streptococcus mutans, si plak dimana-mana. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma; 2008. h. 1-4.
4. Subagio EW. Uji efektivitas ekstrak kulit rambutan (Nephelium lappaceum L.) sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans secara in vitro (skripsi). Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2012.
44
5. Thitilertdecha N, Teerawutgurlag A, Killburn JD, Rakariyatham N. Identification of major phenolic compounds from Nephelium lappaceum L. and their antioxidant activities. Molecules. 2010;15(1):1453-1465.
6. Funatogawa K, Hayashi S, Shimomura H, Yoshida T, Ito H, Hatano T, et al. Antibacterial activity of hydrolizable tannins derived from medicinal plants against Helycobacter pylori. Microbiol Immunol. 2004;48(4):251-261.
7. Apa itu karies gigi. 2013; Diambil dari: http://klinikgigisahabat.com/?p=105. Diakses 17 Oktober 2013.
8. Streptococcus mutans. Diambil dari: http://www.saishika.jp/biofilm/aa.html. Diakses 17 Oktober 2013.
9. Rambutan. Diambil dari: http://www.rambutan.com/. Diakses 17 Oktober 2013.
10. Klasifikasi rambutan. Diambil dari: http://www.biologionline.info/2013/08/klasifikasi-rambutan.html. Diakses 17 Oktober 2013.
11. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta: Puspa Swara; 2005. h.115-7.
12. Palanisamy UD, Manaharan T, Appleton D. Rapid isolation of geraniin from Nephelium lappaceum rind waste and its anti-hyperglycemic activity. Journal of Food Chemistry. 2011; 127(1):21-27.
13. Maryadele J, editor. The merck index Vol II. 14th ed. USA: Merck & Co; 2006. p.3549,9052.
14. Ellagic acid. Diambil dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Ellagic_acid. Diakses 17 Oktober 2013.
18. Rieger M. Harry’s Cosmeticology 8th ed. New York: Chemical publishing Co.Inc; 2000. p.745-50.
19. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995. h.63-4,529-0,756-7,998,1039-0.
20. Cappucino JG, Sherman N. Microbiology a laboratory manual 8th edition. New York: Addision-Wesley Publishing Co; 2008.
21. Dewan Standarisasi Nasional. Standar nasional Indonesia cara uji cemaran mikroba. Jakarta; 1992, h.2-18.
23. Armstrong A. Pharmaceutical experimental design and interpretation. London: Taylor dan Francis Group; 2001. p.83-131.
24. Haq et al. Alcohol use in mouthwash and possible oral health concern, J Pak Med Assoc. 2009;59(3):186-190.
25. McCullough MJ, Farah CS. The role of alcohol in oral carcinogenesis with particular reference to alcohol-containing mouthwashes. Australian Dental Journal. 2008;53(1):302-305.
26. Rosvita. Pengaruh natrium lauril sulfat dan gliserin terhadap sifat fisik larutan gargarisma ekstrak propolis lebah madu (Apis mellifera L.) (skripsi). Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila; 2008.
27. Akiyama H, Fuji K, Yamasaki O, Oono T, Iwatsuki K. Antibacterial action of several tannins against Staphylococcus aureus. Journal of antimicrobial chemotherapy. 2001;48:487-491.
28. Ditjen POM. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1985. h.22-33,141,356-410,459,63.
29. Messina, Mark J. Legumes and soybean: overview of their nutritional profiles and health effects. Am J Clin Nutr. 1998;7:439S-446S.