-
i
DINAMIKA KEKHUSUSAN PROVINSI DKI
JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
RIZKY PUTRI UTAMI
NIM :11140480000090
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/ 2018 M
-
ii
DINAMIKA KEKHUSUSAN PROVINSI DKI
JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA
Skripsi
Diajukan kepadaFakultasSyariahdanHukum
untukMemenuhi Salah SatuSyaratMemperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Rizky Putri Utami
NIM: 11140480000090
Pembimbing:
Dwi Putri Cahyawati, SH, MH
NIDN: 0306047002
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI(UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
-
iii
-
iv
-
v
ABSTRAK
Rizky Putri Utami. 11140480000090. DINAMIKA KEKHUSUSAN
PROVINSI
DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA. Program StudiIlmuHukum,
Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan
Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/
2018 M. x
+91halaman.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan
dan
perkembangan peraturan tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai
Ibukota Negara,
mengetahui tentang filosofi dari aturan hukum mengenai Provinsi
DKI Jakarta
sejak Awal Kemerdekan, hingga Reformasi, serta untuk mengetahui
pengaruh
pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI Jakarta dalam
penyelenggaraan
pemerintah daerah.
Penelitian ini menggunakan Pendekatan Hosistoris atau
Historical
Approach, yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka
pelacakan sejarah
lembaga hukum dari waktu ke waktu, pendekatan ini digunakan
untuk memahami
filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu. Jenis penelitian
ini digolongkan
dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, Penelitian
Hukum Normatif
adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data
sekunder yang bersifat hukum normatif, Bahan hukum primer yang
digunakan
dalam studi ini adalah Undang-undang Darurat RIS Nomor 20 Tahun
1950,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956, serta perundang-undangan yang
terkait
dengan penelitian ini, dan bahan hukum sekunder yang
dipergunakan berupa
buku-buku yang berkaitan dengan Sejarah Kota Jakarta
pemerintahan daerah,
otonomi daerah, desentralisasi, dan otonomi khusus. Tinjauan
yuridis dan tulisan
pakar hukum, keterangan ahli, laporan penelitian, skripsi, dan
tesis.
Kesimpulan skripsi ini, pada dasarnya adalah tentang
perkembangan
peraturan tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara
yang di analisis
dari perbandingan peraturan yang mengaturnya pada setiap
masa/era sejak Awal
Kemerdekan hingga Reformasi, Dan pada setiap masanya tentu saja
undang-
undang tidak selalu berisi perubahan, adapula penambahan atau
sekedar
penetapan, serta dengan diberikannya otonomi khusus pada
Provinsi DKI Jakarta,
maka peraturan yang berubah dan berkembang tersebut juga
memiliki
pengaruhyaitu dengan diberikannya, otonomi tunggal, DPRD DKI
Jakarta hanya
ada di tingkat provinsi, Pendanaan Kekhususan Provinsi DKI
Jakarta dianggarkan
dalam APBN, dan Gubernur diberikan kekhususan tugas dan hak
dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi DKI Jakarta yang
kompleks
karena kekhususannya sebagai Ibukota Negara.
Kata Kunci : Kekhususan, Kewenangan, Pengaruh, DKI jakarta,
Ibukota
Negara.
Pembimbing : Dwi Putri Cahyawati, SH, MH.
DaftarPustaka : 1986 s.d. 2015
-
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur Hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti bisa
menyelesaikan
skripsiini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wassallam, semoga kita semua mendapatkan
syafa’atnya di
akhirat kelak. Amiin.
Selanjutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada para pihak
baik
secaralangsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam
penyelesaian
skripsi ini.
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah &
Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H, Ketua Program Studi
Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Drs. Abu Tamrin, S.H. M. Hum, Sekretaris Program Studi
Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang
telah berperan aktif mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi
4. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H, Dosen Pembimbing, yang
dengan
arahan dan bimbingan serta kesabaran beliau sehingga peneliti
bias
menyelesaikan skripsi ini
5. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah
dan
Hukum yang telah mengizikan saya untuk mencari dan meminjam
buku-buku referensi dan sumber-sumber data lainnya yang
diperlukan
6. Kedua Orang Tua Peneliti, Bapak Yayan Suryana dan Ibu
Manis,
yang Kasih dan Perhatiannya Tak Terhingga, Pihak-pihak lain
yang
telah member kontribusi kepada peneliti dalam menyelesaikan
karya
tulis ini sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dan
studi di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
vii
Demikian ucapan terima kasih peneliti, semoga Allah SWT.
memberikan
pahala dan balasan yang setimpal atas semua jasa-jasa mereka.
Peneliti menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi
ini. Peneliti
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
peneliti dan bagi para
pembaca umumnya. Amiin
Jakarta, 08 Agustus 2018
Peneliti,
Rizky Putri Utami
-
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
....................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
............................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN
.........................................................................
iv
ABSTRAK
...................................................................................................
v
KATA PENGANTAR
.................................................................................
vii
DAFTAR ISI
................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL
........................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
......................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
................ 6
C. Tujuan Penelitian
....................................................................
7
D. Manfaat Penelitian
..................................................................
7
E. Metode Penelitian
...................................................................
8
F. Sistematika Penulisan
.............................................................
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
.............................................................
12
1. Pengertian Umum
.............................................................
12
2. Landasan Konseptual Pemerintahan Daerah ....................
13
3. Konsep Keistimewaan
...................................................... 14
4. Prinsip Daerah Mengatur dan Mengurus Sendiri Urusan
Pemerintahan
....................................................................
16
5. Prinsip Kekhususan dan Keragaman Daerah ...................
17
6. Prinsip Mengakui dan Menghormati Pemerintahan Daerah
Yang Bersifat Khusus dan Istimewa
................................ 18
7. Pembentukan Daerah Khusus
........................................... 18
-
ix
B. Kerangka Teori
.......................................................................
19
1. Teori Pembagian Kekuasaan dalam Negara Kesatuan .... 19
2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Otonomi Khusus .......... 21
3. Alasan Konstitutional Pemberian Status
......................... 24
4. Hubungan Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia ........ 25
C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
........................................ 28
BAB III PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A. Sejarah Kota Jakarta
..............................................................
31
B. Profil DKI Jakarta
..................................................................
34
1. Kondisi Geografi
...............................................................
38
2. Kedudukan
.........................................................................
39
3. Pembagian Wilayah
........................................................... 40
4. Kewenangan Pemerintah
................................................... 40
5. Kependudukan
...................................................................
41
6. Ekonomi
.............................................................................
42
7. Kebudayaan
.......................................................................
43
BAB IV ANALISIS KEKHUSUSAN PROVINSI DKI JAKARTA
A. Perbandingan Undang-Undang Kekhususan Provinsi DKI
Jakarta
Sejak Awal Kemerdekaan hingga Reformasi, sebagai tolak
Ukur perkembangan pengaturan tentang
Otonomi khusus Provinsi DKI Jakarta
...................................... 47
B. Pengaruh Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi DKI
Jakarta
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah......................
81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
.............................................................................
84
B. Rekomendasi
..........................................................................
85
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................
86
-
x
DAFTAR TABEL
TABEL 4.1 : Awal Kemerdekaan (1950-1956)
............................................. 48
TABEL 4.2 : Orde Lama (1959-1965)
........................................................... 52
TABEL 4.3 : Orde Baru (1966-1998)
............................................................ 59
TABEL 4.4 : Reformasi (1998-sekarang)
...................................................... 63
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jakarta, sebelum menjadi ibukota Republik Indonesia telah
melampaui
masa yang sangat panjang1. Sejarah Kota Jakarta yang terkait
erat dengan
perjuangan bangsa telah ada sejak tanggal 22 Juni 1527, yaitu
pada saat
Fatahillah mengalahkan Armada Asing, dan kemudian mengganti
nama
Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Peristiwa itu selanjutnya
diperingati sebagai
hari jadi kota Jakarta. Dalam perkembangan selanjutnya Jakarta
mempunyai
peranan penting dalam sejarah perjuangan bangsa. Banyak
momentum
penting dalam sejarah kebangkitan nasional, kesatuan dan
persatuan bangsa,
serta sejarah kebangkitan Indonesia yang terjadi di kota
Jakarta, seperti
lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan
serta
Penetapan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai
sejarah
tersebut sangat besar artinya bagi usaha pembinaan bangsa
dan
pengembangan lebih lanjut kota Jakarta. Sebagai Ibukota
Indonesia, Jakarta
memiliki dinamika sejarah yang amat membanggakan. Kelahiran
Jakarta
dengan nama Jayakarta yang berarti “kemenangan yang sempurna”
dicapai
melalui perjuangan, keringat dan pengorbanan jiwa.2
Berdasarkan pada Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang
Pokok-
pokok Pemerintahan Daerah dikenal 2 macam Kota Otonom, Yaitu
Kotapraja
Jakarta Raya yang berstatus daerah tingakt I, Kotapraja yang
berstatus tingkat
II dan daerah Tingkat III. Maka realisasinya pada tanggal 15
Januari 1960
ialah ditetapkannya Kotapraja Jakarta Raya sebagai daerah
tingkat I dengan
kepala daerahnya seorang Gubernur. Karena sifat yang khusus dari
Kotapraja
jakarta Raya, maka berdasarkan ketetapan Presiden Nomor 2 Tahun
1961
1 Irmawati Marwoto Johan, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980,
(Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan,1986), h. 92.
2R.Z. Leirissa, Sunda Kelapa sebagai Bandar Jalur Sutra,
(Jakarta: Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Sejarah Nasional), h. 16.
-
2
dibentuk menjadi Pemerintah daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
Baru pada
tahun 1964 setelah ditetapkan dengan Undang-undang No. 10
ditetapkanlah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagai Ibukota Negara
Republik
Indonesia dengan nama Jakarta.3
Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia adalah
Daerah
Provinsi yang memiliki ciri tersendiri, berbeda dengan daerah
provinsi
lainnya yang bersumber dari beban tugas, tanggung jawab, dan
tantangan
yang lebih kompleks. Kompleksitas permasalah itu juga berkaitan
erat dengan
keberadaanya sebagai pusat pemerintahan Negara, faktor luas,
wilayah yang
terbatas, jumlah dan populasi penduduk yang tinggi dengan
penataan
wilayah, transportasi, komunikasi, dan faktor-faktor
lainnya.Untuk menjawab
tantangan yang serba kompleks itu maka sangat dirasakan
pentingnya
pemberian otonomi hanya pada lingkup provinsi agar dapat membina
dan
menumbuh kembangkan Jakarta dalam satu kesatuan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian.4
UUD 1945 mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca
reformasi yang menunjukan kejelasan arah dengan
dicanangkannya
desentralisasi dengan otonomi seluas-luasnya, daerah memiliki
kewenangan
yang luas untuk mengatur dan mengelola rumah tangga daerahnya
dengan
prakarsa sendiri.5 Demi mewujudkan keadilan bagi daerah, selain
adanya
penyelenggaraan kewenangan otonomi seluas-luasnya, juga
adanya
pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan pemerintahan
yang
bersifat khusus dan istimewa. Pengakuan terhadap daerah-daerah
khusus dan
istimewa membawa implikasi bahwa adanya daerah-daerah yang
bersifat
khusus dan istimewa dalam hal tertentu dibandingkan dengan
daerah lainnya,
3Edi Sedyawati, Supratniko R, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980,
(Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan,1986), h. 97.
4C.S.T. kansil, dan Christine S.T. Kansil,Pemerintahan Daerah Di
Indonesia, Hukum
Administrasi Daerah,(Jakarta, Sinar Grafika, 2008), h.
347-348.
5Baharudin, “Desain daerah Khusus/ Istimewa dalam sistem Negara
Kesatuan Republik
Indonesia Menurut Konstitusi” Masalah-masalah Hukum, Jilid 45
No. 2, h. 86.
-
3
kekhususan dan keistimewaan daerah tertentu yang berdasarkan
sejarah dan
hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan khusus dan
istimewa, misalnya Papua, Aceh, DIY, dan DKI.
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengakui
dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat
khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang. Selain
itu, negara
mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan istimewa sesuai
dengan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat
khusus
dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia
dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting
dalam
mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas,
hak,
kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Pemerintahan Daerah
Provinsi
Khusus Ibukota Jakarta adalah Daerah penyelenggaraan urusan
pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta adalah
provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan
pemerintahan
daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik
Indonesia. Dasar pemikiran yang melatarbelakangi pemberian
status
kekhususan bagi Provinsi DKI Jakarta adalah:
1. Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang
bersifat khusus
dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara. Oleh karena itu,
perlu
diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab
dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
http://subang.stietridharma.web.id/id3/2799-2693/Khusus_27718_stietridharma_subang-stietridharma.htmlhttp://subang.stietridharma.web.id/ind/2799-2693/Istimewa_27717_stietridharma_subang-stietridharma.htmlhttp://subang.stietridharma.web.id/ind/2799-2693/Dki-Jakarta_12550_stietridharma_subang-stietridharma.html
-
4
2. Provinsi DKI Jakarta berhadapan dengan karakteristik
permasalahan
yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain,
sehingga
memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui
berbagai
instrumen. Adapun beberapa hal yang terkait dengan Daerah
Khusus
Ibukota Jakarta, meliputi:
a. Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai
Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi penetapan
dan
pelaksanaan kebijakan dalam beberapa bidang.
b. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satu orang
Gubernur
dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara
langsung
melalui pemilihan umum.
c. Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan
Kepala
Daerah Provinsi DKI Jakarta yang diberikankekhususan tugas,
hak,
kewajiban, dan tanggung jawab dalam kedudukan DKI Jakarta
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi
Presiden dalam acara kenegaraan sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundangundangan.
e. Walikota/Bupati, bertanggungjawab dan diberhentikan oleh
Gubernur
atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Pegawai
Negeri
Sipil yang memenuhi persyaratan.
f. Pemerintah dapat mengusulkan kepada Pemerintahterkait
dengan
penambahan jumlah dinas, lembaga teknis provinsi serta
dinas,
dan/atau lembaga teknis daerah baru sesuai dengan kebutuhan
dan
kemampuan anggaran keuangan daerah.
g. Pendanaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam
menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
APBN.
h. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat mengusulkan
pembentukan
kawasan khusus Pemerintah, kawasan khusus dibentuk untuk
-
5
menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang
bersifat
khusus dan untuk kepentingan nasional/berskala nasional.6
Bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai
daerah otonom
berhadapan dengan karakteristik permasalahan yang sangat
kompleks dan
berbeda dengan provinsi lain. Sehingga memerlukan pemecahan
masalah
secara sinergis melalui berbagai instrumen.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi yuridis terhadap
berbagai
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang
pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik
Indonesia,
Jakarta. Konsekuensi tersebut bukan hanya dari segi
penyelenggaraan
pemerintahan provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom,
kedudukan
Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara kesatuan Republik
Indonesia,
kedudukan perwakilan Negara asing, dan kedudukan lembaga
international
lainnya, melainkan juga permasalahan yang dihadapi oleh
pemerintah
provinsi DKI Jakarta.
Kebijakan dan pengaturan tentang Jakarta terus mengalami
perubahan
disetiap fase sejarah tertentu, hal tersebut memberi warna
pada
dinamika/perkembangan kekhususan provinsi tersebut.Secara umum
terlihat
perubahan tersebut mengikuti perubahan dasar hukum tentang
pemerintahan
daerah. Embrio kekhususan sudah mulai terlihat sejak Jakarta
masih berstatus
Kotapraja pada awal kemerdekaan hingga masa ketika berstatus
sebagai
provinsi, yang dimulai pada era orde baru dan di lanjutkan pada
era
reformasi. Evolusi historis yang panjang tersebut lalu membentuk
kekhususan
Provinsi DKI Jakarta di era desentralisasi ini.7
6Baharudin, “Desain daerah Khusus/ Istimewa dalam sistem Negara
Kesatuan Republik
Indonesia Menurut Konstitusi” ...., h. 86-87.
7Robert Endi Jaweng, “Rekontruksi Kekhususan Jakarta: Tantangan
Bagi Gubernur
Terpilih” Analisis CSIS, Volume. 41, 2 (Juni, 2012), h. 265.
http://pusat-pengetahuan-umum-q.stietridharma.web.id/ind/2817-2693/Indonesia_1400_stietridharma_pusat-pengetahuan-umum-q-stietridharma.html
-
6
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan
sebelumnya,
maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:
a. Sejarah terbentuknya Kekhususan Provinsi DKI Jakarta
sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Repubik Indonesia
b. Perkembangan Peraturan daerah Provinsi DKI Jakarta Sejak
Awal
Kemerdekaan, hingga Reformasi
c. Pengaruh pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI
Jakarta
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai bentuk
kewenangan khusus yang berbeda dengan daerah istimewa atau
khusus lainnya yang diakui di Indonesia
2. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan identifikasi masalah di atas cukup
luas,
dikhawatirkan nantinya akan ada keterbatasan dari peneliti
secara
keseluruhan maka penelitian hanya akan dibatasi pada Dinamika
atau
Perubahan dan Perkembangan Kekhususan yang dimiliki oleh
Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara
Republik
Indonesia serta Pengaruh pemberian otonomi khusus bagi Provinsi
DKI
Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, maka
dapatdirumuskan
permasalahan yaitu, Bagaimana Dinamika Pembentukan Peraturan
Daerah
Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia. Dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana perkembangan peraturan tentang Provinsi DKI
Jakarta
sebagai Ibukota Negara, Sejak Awal Kemerdekaan, hingga
Reformasi?
b. Bagaimana pengaruh pemberian otonomi khusus Provinsi DKI
Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah?
-
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah tentang perkembangan peraturan
tentang
Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara, mengetahui
tentang
filosofi dari aturan hukum mengenai Provinsi DKI Jakarta sejaka
Awal
Kemerdekan, hingga Reformasi.
2. Untuk Mengetahui pengaruh pemberian otonomi khusus bagi
Provinsi
DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis,
sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan
pemikiranbagi
perkembangan hukum pemerintahan daerah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis
Menambah wawasan penulis mengenai ilmu hukum pemerintahan
daerah khususnyamengenai sejarah terbentuknya khusus
danpelaksanaannya
b. Ilmu Pengetahuan
c. Bagi peneliti berikutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan
lebih
lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.
-
8
E. Metode Penelitian
Dalam metode penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang
metode
yang akan digunakan, di antaranya adalah :
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Pendekatan Hosistoris atau
Historical
Approach, yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka
pelacakan
sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu, pendekatan ini
digunakan
untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke
waktu.8
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan ruang lingkup pembahasannya, studi ini digolongkan
ke
dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, Penelitian
Hukum
Normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan
pustaka atau data sekunder yang bersifat hukum.
3. Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang
dijadikan
sebagai sumber utama dan isinya mempunyai kekuatan mengikat
kepada masyarakat.9 Bahan hukum primer yang digunakan dalam
studi ini adalah Undang-undang Darurat RIS Nomor 20 Tahun
195o,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956, serta perundang-undangan
yang terkait dengan penelitian ini.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang isinya
memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer.Dalam studi ini bahan
hukum sekunder yang dipergunakan berupa buku-buku yang
berkaitan dengan Sejarah Kota Jakarta pemerintahan daerah,
otonomi daerah, desentralisasi, dan otonomi khusus. Tinjauan
8Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada
Media, 2005), h. 126
9Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet 3, (Jakarta:
Penerbit Universitas
Indonesia. 2014), h. 12.
-
9
yuridis dan tulisan pakar hukum, keterangan ahli, laporan
penelitian,
skripsi, dan tesis.
4. Sumber Data
Sumber datayang digunakan untuk penelitian ini adalah:
a. Bahan hukum primer : Undang-Undang darurat RIS Nomor 20
Tahun 1955, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956, serta
perundang-undangan yang terkait dengan penelitian ini.
b. Bahan hukum sekunder : Buku-buku yang berkaitan dengan
Sejarah
Kota Jakarta pemerintahan daerah, otonomi daerah,
desentralisasi,
dan otonomi khusus. Tinjauan yuridis dan tulisan pakar
hukum,
keterangan ahli, keterangan saksi, laporan.
c. Bahan Non-Hukum (Tersier), adalah bahan hukum yang
memberikan petunjuk dan penjelasan atas bahan hukum primer
dan
sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, indeks
kumulatif,
internet, dll.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data
primer yang ditunjang oleh data sekunder, yaitu dengan Studi
Kepustakaan, pengumpulan data dilakukan melalui data tertulis
dengan
menggunakan analisis konten, pengumpulan data dilakukan
dengan
membaca buku literature, mengumpulkan dan membaca dokumen
yang
berkaitan dengan objek penelitian, dan mengutip data
sekunder.
6. Teknik Pengelolaan data
Untuk analisis data yang telah diperoleh dari berbagai sumber
maka data
tersebut diolah dengan langkah-langkah:
a. Data diseleksi dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan
untuk
menjawab masalah penelitian.
b. Data diolah sesuai dengan masalah penelitian.
c. Analisa data dengan menggunakan kata-kata yang sederhana
sebagai
jawaban terhadap masalah.
-
10
7. Analisis Bahan Hukum
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan maupun analisis
data
sekunder yang menunjang bahan hukum primer, akan diolah
berdasarkan
analisis normative dengan pendekatan sejarah.
8. MetodePenulisan
Metode penulisan skripsi ini mengacu pada “Pedoman Penulisan
Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum 2017”.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing
bab terdiri
atas beberapa sub-sub bab guna lebih memperjelas ruang lingkup
dan cakupan
permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak
masing-masing bab serta
pokok pembahasannya sebagai berikut:
BAB I: Bab ini merupakan bab Pendahuluan yang isinya antara
lain memuat Latar Belakang Masalah,Identifikasi,
Pembatasan, dan Perumusan Masalah,Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian,Metode Penelitian, Rancangan
Sistematika Penelitian, Daftar Pustaka
BABII: Bab ini merupakan bab uraian, dalam bab ini akan
dibahas
mengenai Pemaparan Kerangka Konsep, pemaparan teori
Mengenai Tinjauan Umum Pemberian Otonomi Khusus Di
Indonesia, dengan spesifikasi Otonomi Daerah serta
Kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara
dalam Penyelenggaran Pemerintahan Daerah, dan Tinjauan
(Review) Kajian Terdahulu.
BAB III: Bab ini berisi data penelitian, yang mencangkup
profil
objek kajian,karakter daerah penelitian, dan menjelaskan
berbagai konteks dari segi sosial, politik, dan juga budaya
Provinsi DKI Jakarta.
BAB IV: Bab Ini berisi hasil analisis, dengan
mendeskripsikan,
mengelompokan, menghubungkan bagian tertentu, serta
membandingkan data tentang tinjauan sejarah, tinjauan
-
11
yuridis, tentang perkembangan kekhususan Provinsi DKI
Jakarta sebagai Ibukota Negara serta tentang penjelasan
mengenai pengaruh pemberian otonomi khusus bagi
Provinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
BAB V: Bab ini merupakan Bab Penutup yang berisi kesimpulan-
kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan
dilengkapi juga dengan rekomendasi.
-
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
1. Pengertian Umum Otonomi Daerah, Daerah Otonom,
Desentralisasi,
Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, adalah sebagai berikut :
a. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
c. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Dekonsentrasi adalah Pelimpahan wewenang administrasi
dari
Pemerintah Pusat kepada pejabatnya di wilayah negara atau
wilayah.
Satuan pemerintahan daerah yang diberi limpahan kewenangan
menurut asas dekonsentrasi tidak menimbulkan otonomi daerah,
sedangkan yang diberi limpahan kewenangan berdasarkan asas
desentralisasi atau devolusi menimbulkan otonomi daerah.
e. Tugas pembantuan atau medebewind adalah pemberian tugas
oleh
pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya tentang urusan
yang
menjadi kewenangannya kepada satuan pemerintahan yang lebih
-
13
rendah disertai anggarannya yang pelaksanaannya diserahkan
sepenuhnya kepada daerah yang diberi tugas.
2. Landasan Konseptual Pemerintahan Daerah
Undang-undang Dasar 1945 secara prinsip meganut dua prinsip
nilai dasar, yaitu kesatuan dan nilai otonomi. Nilai kesatuan
memberikan
indikasi bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintah
lain di
dalamnya, artinya pemerintah nasional adalah satu-satunya
pemegang
kedaulatan rakyat, bangsa dan negara. Nilai dasar otonomi
diwujudkan
dalam bentuk pemerintahan daerah yang berwenang
menyelenggarakan
otonomi daerah dalam batas-batas kedaulatan negara.
Penyelenggaraan
desentralisasi di Indonesia terkait erat dengan pola pembagian
kekuasaan
anatar pemerintah pusat dan pemerintah daerah karena dalam
penyelenggaraan desentralisasi, selalu terdapat dua unsur
penting, yakni
pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara
hukum
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur
dan
mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, karena Indonesia adalah
“Eenheidstaat”, maka dalam lingkungannya tidak dimungkinkan
adanya
daerah yang bersifat “staat”. Ini berarti bahwa besar dan
luasnya daerah
otonomi dan hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan
daerah
dibatasi dengan menghindari daerah otonom menjadi negara
dalam
negara. Dengan demikian, pembentukan daerah otonom dalam
rangka
desentralisasi di Indonesia mensyaratkan ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Daerah otonom tidak memiliki kedaulatan atau semi
kedaulatan
layaknya negara federal.
b. Desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan
atau
pengakuan atas urusan pemerintahan.
c. Penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan terkait
dengan
pengaturan dan pengurusan kepentingan mansyarakat setempat
(lokalitas) sesuai dengan prakarsa dan aspirasi masyarakat.1
1HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia,(Jakarta,
Rajawalipers, 2005),
h.49-50.
-
14
3. Konsep Keistimewaan
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara
Republik
Indonesia tahun 1945 yaitu berdasarkan pada asas otonomi dan
tugas
pembantuan. Dari konsep tersebut maka lahirlah daerah otonom
dan
daerah otonom itu memiliki otonomi daerah. Otonomi daerah itu
sendri
merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Pasal 18 B ayat (1) ndang-Undang Dasar egara
Republik
Indonesia Tahun 1945, juga memberikan suatu preveleg terhadap
suau
daerah yang bersifat khusu atau dikena dengan daerah otonomi
khusus,
yang tentunya sifat otonominya berbeda dengan daerah daerah
lainnya.
Pasal 18 B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Repubik
Indonesia
tahun 1945 juga mengakui dan menghormati daerah yang
bersifat
istimewa dan tentunya juga memiliki keistimewaan dibandingkan
dengan
daerah-daerah lainnya. Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 tersebut
menyebutkan “hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang
bersifat
istmewa” sebagai daerah-daerah yang mempunyai susunan asli,
yaitu
Zelfbesturende Landschappen dan Volksgemenschappen.2 Menurut
Bagi
Manan Zelfbesturende Landschappen secara contrario dapat
dikatakan
sebagai daerah besar karena tidak dimasukan dalam arti daerah
kecil.
Dengan demikian susunan pemerintahan daerah di Indonesia terdari
atas
2, yaitu Zelfbesturendedan atau daerah kecil berupa desa atau
satuan lain
seacam desa. Bagir Manan menjelaskan istilah “istimewwa”
yang
terdapat dalam UUD 1945 tersebut, dalam IS atau RR tidak
perah
diketemukan istilah “istimewa” atau “khusus” untuk menunjuk
sifat
suatu keatuan daerah pemerintahan tertentu. Demikian pula
beberapa
2 Bagir manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, Perumusan
dan Undang-Undang
Pelaksanaannya, (Jakarta: UNSISKA, 1993), h. 2.
-
15
buku mengenai susunan kenegaraan Hidia Belanda tidak
menggunakan
istilah “istimewa” atau yang semacam itu.
Istilah “istimewa” yang terdapat dalam ketentuan Pasal 18
tersebut
juga dijelaskan panjang lebar oleh Supomo daam sidang BPUPKI
tanggal
15 Juli 1945 selaku Ketua Panitia Kecil Perancangan
Undang-Undang
Dasar yakni, tentang daerah kita telah enyetujui bentuk
persatuan
(Negara Kesatuan), oleh karena itu dibawah pemerintah pusat,
dibawah
negara tidak ada negara lagi. Tidak ada onderstaat , akan tetapi
hanya
daerah-daerah. Bentuknya daerah itu dan bagaimana bentuk
pemerintahan daerah ditetapkan dengan undang-undang.
Pada Taggal 18 Agustus 1945 setelah proklamasi, atas
permintaan
Soekarno (Ketua PPKI), Supomo memberi penjelasan mengenai
Rancangan Undang-Undang Dasar yang akan disahkan sebagai
Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indoensia. Menegenai
pemerintahan
daerah, supomo menjelaskan bahwa, adanya daerah-daerah
istimewa
diindahkan dan dihirmati, kooti-kooti, sultanat-sultanat, tetap
ada dan
dihormati susunanya yang asli, akan tetapi iu keadaannya sebagai
daerah,
bukan negara, jangan sampai salah faham dalam menghormati
adanya
daerah. Zelfbesturende Landschappen, hanyalah daerah saja,
tetapi
daerah istimewa yaitu yang mempunyai sifat istimewa. Jadi
daerah-
daerah itu suatu bagian Staat Indonesia, tetapi mempunyai sifat
istimewa,
mempunyai susuan asli. Begitupun adanya “Zelfbesturende
Landschappen” seperti desa, di Sumatera negeri (di
Minangkabau),
Marga (di Palembang), yang dalam bahasa belanda disebut
“Insheemsche
Rechtsgemeenschappen”. Susunannya asli dan dihormati.
-
16
4. Prinsip Daerah Mengatur dan Mengurus Sendiri Urusan
Pemerintahan Menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan.
Di dalam prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
mengandung
makna bahwa pemerintahan daerah di Indonesia diselenggarakan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dengan adanya
ketentuan pasal 18 UUD 1945, maka sistem pemerintahan daerah
di
Indonesia mengadopsi prinsip otonomi atau desentralisasi. 3
Menurut
Joeniarto, Desentralisasi adalah memberikan wewenang dari
pemerintah
negara kepeda pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus
urusan
tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri.4 Menurut
Amrah
Muslimin Mengartikan desentralisasi adalah pelimpahan wewenang
pada
badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam
daerah
tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.5 Sementara
menurut
Irawan Soejito, mengarikan desentralisasi sebagai pelimpahan
kewenangan pemrintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan.6
Maka
tidak ada lagi unsur atau sistem pemerintahan sentralisasi dalam
sistem
pemerintahan di Indonesia. Kekuasaan tertinggi dalam
penyelenggaraan
pemerintahan negara tetaplah dipegang oleh pemerintah pusat.
Pemerintah pusat (DPR bersama Presiden) menetapkan kewenangan
apa
saja yang dapat menjadi urusan rumah tangga pemerintah
daerah
berdasarkan undnag-undang. Jika suatu kewenangan ditetapkan
oleh
undang-undang sebagai kewenangan pemerintah pusat, maka
pemerintah
daerah tidak dapat mengurus urusan yang merupakan kewenangan
3 Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerag (Negara kesatuan,
Daerah Istimewa, Daerah
Otonomi Khusus), (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), h. 46.
4 Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, (Jakarta: Bina
Aksara, 1992), h. 15.
5 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung:
Alumni, 1986), h.5.
6 Irawan Soejiti, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990),h, 29.
-
17
pemerintah pusat tersebut.7 Begitu juga halnya jika pemerintah
pusat
dalam suatu negara kesatuan sudah menetapkan suatu aturan
(peraturan
perundang-undangan), maka pemerintah daerah harus tunduk
pada
peraturan tersebut. Pemerintah daerah juga tidak perlu melakukan
suatu
tindakan hukum tertentu sebelum memberlakukan peraturan yang
dibuat
oleh pemerintah pusat di daerahnya. 8
5. Prinsip Kekhususan dan Keragaman Daerah
Pasal 18A ayat (1) dilandasi oleh prinsip kekhususan dan
keberagaman daerah. Prinsip ini mengandung makna bahwa bentuk
dan
isi otonomi daerah tidak harus seragam. Bentuk dan isi otonomi
daerah
ditentukan oleh berbagai keadaan khusus dan keragaman setiap
daerah.9Dalam Konteks bentuk negara , meskipun bangsa
Indonesia
memiliki bentuk negara kesatuan, tetapi didalamnya terselenggara
suatu
mekanisme yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya
keberagaman antar daerah di seluruh tanah air. Kekayaan alam
dan
budaya antardaerah tidak boleh diseragamkan dalam struktur
Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, bentuk NKRI
diselenggarakan dengan jaminan otonomi yang seluas-luasnya
kepada
daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi dan kekayaan
yang
dimiliki masing-masing, tentunya dengan dorongan, dukungan,
dan
bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat.10
Maka prinsip
kekhususan dan keberagaman daerah yang menjwai Pasal 18A ayat
(1)
UUD 1945 adalah bahwa sistem otonomi daerah di Indonesia
harus
menghormati kekhususan dan keberagaman suatu daerah tanpa
adanya
7 Soehino, Ilmu Negara,(Yogjakarta:Liberty, 2000),h. 224
8 Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah,..... h. 50.
9 Majelis Permusyawaratan rakyat Republik Indonesia, Panduan
dalam Memasyarakatkan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Sekertariat
Jenderal MPR RI, 2003), h.
102-103.
10Jimly Asshiddiqie, Konstiitusi dan konstitusionalisme
Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), h. 65.
-
18
paksaan untuk diseragamkan. Otonomi yang seluas-luasnya
diberikan
kepada daerah-daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi,
budaya
dan kekayaan yang dimiliki masing-masing daerah.
6. Prinsip Mengakui dan Menghormati Pemerintahan Daerah yang
bersifat Khusus dan Istimewa.
Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan daerah yang
bersifat khusus dan Istimewa merupakan hal pokok yang diatur
dalam
Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Philipus M. Hadjon menyatakan
bahwa
prinsip yang terkandung dalam Pasal 18B ayat (1) merupakan
pengakuan
negara terhadap Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan
istimewa
, dan prinsip eksistensi dan hak-hak tradisional masyarakat
adat
sebagaimana terdapat pada desa atau nama lain. 11
7. Pembentukan Daerah Khusus
Prinsip Otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam arti daerah diberikan kewenanga mengurus
danmengatur
semua urusan pemerintahan di luar yang menadi urusan pemerintah
yang
ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan
membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan
peran
serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada
peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam menangani urusan
pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan
kewajiban
yang telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan hidup, dan
berkembang
sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isis
dan
jenis otonomi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah
lainnya.
Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana pendidikan
politik
tingkat lokal. Untuk itu maka pembentukan daerah harus
11
Philipus M. Hadjon, “Kedudukan Undang-Undang Pemerintahan Daerah
dalam Sistem
Pemerintahan”, (FH Univ. Airlangga: Makalah seminar Sistem
Pemerintahan Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, 2004), t.d.
-
19
mempertimbangkan berbagai faktor sebagai dasar pembentukan
daerah
khusus, seperti :
a. Kemampuan ekonomi
b. Potensi daerah
c. Luas wilayah dan pertimbangan dari aspek sosial budaya,
sosial
politik, aspek pertahanan dan keamanan, serta pertimbangan
dan
syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat
menyelenggrakan
dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan di berikan
otonomi
daerah.12
B. Kerangka Teori
1. Teori Pembagian Kekuasaan dalam Negara Kesatuan
Salah satu ciri negara hukum adalah adanya pembatasan
kekuasaan
dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Gagasan bahwa
kekuasaan
harus dibagi pada beberapa organ bukanlah hal yang baru dalam
abad ke-
18, tetapi sangat aktual. Berikut dalah penjelasan beberapa
pakar
mengenai pembagian dan pembatasan kekuasaan negara:
a. I.C. Van der Viles
Jauh sebelumnya, kemungkinan adanya suatu pemisahaan
kekuasaan telah diuraikan oleh Plato. Ia mengatakan bahwa
berbagai
bentuk pembagian kekuasaan muncul bergantian, dari suatu
monarki
ke suatu aritokrasi yang merosot ke suatu anarki yang
kemudian
terkendali lagi jika seorang tiran merebut kekuasaan.
Menurutnya
tirani dalah bentuk negara yang harus ditolak. Tiran kemudian
harus
ditumbangkan lagi oleh seorang raja yang baik, selanjutnya
akan
diambil alih oleh sekelompok bangsawan : aritrokrasi, dan
seterusnya. Menurutnya, kontemplasi dan tradisi harus dijamin
oleh
suatu lembaga perwakilan rakyat, sifat dinamis tugas negara
harus
12
HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia,(Jakarta,
Rajawalipers, 2005), h.
133-135.
-
20
dipelihara oleh suatu pemerintah, ia juga berpendapat bahwa
orang
yang harus melaksanakan yang satu dengan yang lainnya secara
berganti-ganti agar pengertian bagi kedua fungsi itu tetap
terpelihara.
b. Jimly Asshiddiqie
Menyatakan bahwa pembatasan kekuasaan berkaitan erat
dengan teori pemisahaan kekuasaan (separation of power) dan
teori
pembagian kekuasaan (distribution of power). Bahwa istilah
pemisahan kekuasaan dalam bahas aindonesia merupakan
terjemahan dari kata separation of power berdasarkan teori
trias
politica atau tiga fungsi kekuasaan, yang dalam pandangan
Monstesquieu, harus dibedakan dan dipisahkan secara
structural
dalam organ-organ yang tidak saling mencampuri urusan
masing-
masing.
c. Arthur Mas
Membedakan pengertian pembagian kekuasaan (division of
power) tersebut kedalam dua pengertian, yaitu :
1. Capital division of power : bersifat fungsional
2. Territorial division of power : bersifat kewilayahan atau
kedaerahan.
Dari pembagian terhadap 2 pengertian tersebut Jimly
Asshidiqqie menjelaskan bahwa dapat dibedakan penggunaan
istilah
pembagian dan pemisahan kekuasaan itu dalam dua konteks yang
berbeda. Yaitu hubungan konteks kekuasaan yang horizontal
dan
verikal. Dalam konteks vertikal, pemisahan kekuasaan dan
pembagian kekuasaan itu dimaksud untuk membedakan antara
kekuasaan pemerintah atasan dan kekuasaan pemerintah
bawahan,
yaitu dalam hubugan natara pemerintah federal dan negara
bagian
dalam negara federal, atau pemerintah pusat dan pemerintah
daerah
provinsi dalam negara kesatuan.
d. Philipus M. Hadjon
-
21
Pembagian kekuasaan negara pada dasarnya menganut dua
pola, yaiu pembagian kekuasaan secara horizontal dan secara
vertikal. Berikut ini pola pembagian kekuasaan di Indonesia
nerdasarkan UUD NRI 1945 menurut Philipus M. Hadjon :
Pembagian kekuasaan secara horizotal adalah pembagian
kekuasaan negra kepada organ negara dalam ketatanegaraan
kita
disebut Lembaga Negara. Pembagian kekuasaan negara secara
vertikal adalah pembagian kekuasaan pemerintahan pusat dan
pemerintah daerah.
e. Bagir Manan
Dari segi hukum tata negara khususnya teori bentuk negara,
bahwa otonomi daerah adalah subsistem dari negara kesatuan .
otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Segala penegertian
dan
isi otonomi adalah pengertian dan isi otonomi. Berdasarkan
hal
tersebut dikembangkanlah aturan yang mengatur mekanisme yang
akan menjelmakan keseimbangan anatara tuntutan kesauan dan
tuntutan otonomi.13
2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Otonomi Khusus di Indonesia
Pada Perubahan tahap II UUD 1945, yaitu pada tanggal 18
Agustus
2000, dalam sidang tahunan MPR menyetujui untuk melakukan
perubahan
kedua terhadap UUD 1945 dengan mengubah dan/atau menambah
pasal
diantara lain adalag Pasal 18, Pasal, 18A, 18B UUD 1945
merupakan
ketentuan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah. Berikut
ini bunyi
pasal 18 dan 18A UUD 1945 setelah perubahan :
Pasal 18 :
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang.
13
Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah......... h. 17-20.
-
22
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi
dan tugas pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya
dipilih
melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai
kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih
secara
demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai
urusan Pemerintah Pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan
peraturan- peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas
pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
diatur
dalam undang-undang.
Pasal 18A
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan
daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi
dan
kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber
daya
alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras
berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang
diatur
dengan undang-undang.
-
23
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam terbitan resminya
mengenai panduan dalam memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945,
menyatakan bahwa ada 7 prinsip yang menjadi paradigma dan arah
politik
yang mendasari Pasal 18, 18A, dan Pasal 18B UUD 1945, yaitu
:14
1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
(Pasal
18 ayat (2))
2. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat
(5))
3. Prinsip kekhususan dan keberagaman daerah (Pasal 18A ayat
(1))
4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat
hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat (2))
5. Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang
bersifat khusus dan istimewa (Pasal 18B ayat (1))
6. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu
pemilihan
umum (Pasal 18 ayat (3))
7. Prinsip hubungan pusat dan daerah dilaksanakan selaras dan
adil
(Pasal 18A ayat (2))
Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan daerah yang
bersifat khusus dan istimewa merupakan hal pokok yang diatur
dalam
ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Philiphus M. Hadjon
menyatakan
bahwa prinsip yang terkandung dalam Pasal 18B merupakan
pengakuan
negara terhadap Pemerintahan Daerah yang bersifat khusu atau
bersifat
istimewa (ayat (1)), dan prinsip eksistensi dan hak-hak
tradisional masyarakat
adat sebagaimana terdapat pada desa atau nama lain. Ketentuan
Pasal 18B
14
Majelis Permusyawaratan rakyat Republik Indonesia, Panduan dalam
Memasyarakatkan
UUD,.....
-
24
ayat (1) tersebut mendukung keberadaan berbagai satuan
pemerintahan yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa (baik di tingkat
provinsi, kabupaten,
dan kota atau desa). UUD 1945 setelah perubahan tidak
menggunakan
penjelasan. Oleh karena itu, Pasal 18B UUD 1945 (selain pasal 18
dan 18A)
merupakan landasan konstitusional bagi pemerintah daerah yang
bersifat
khusus atau bersifat istimewa.
3. Alasan Konstitusional Pemberian Status Otonomi Khusus
Perdebatan yang muncul pada saat pembahasan perubahan Pasal
18
UUD 1945, Hatta Mustafa dari F-PG menyatakan bahwa DKI
Jakarta
mendapat kekhususan karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara
dan
harus diakui oleh Undang-Undang Dasar. Dalam Pasal 117 UU No. 22
Tahun
1999 jo Pasal 227 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 juga menegaskan
bahwa
kedudukan Jakarta sebagai daerah khusus karena kedudukannya
sebagai
Ibukota Negara. Pasal 1 angka 6 UU No. 29 Tahun 2007 juga
menyatakan
bahwa :
“...Provinsi DKI Jakata, adalah provinsi yang mempunyai
kekhususan
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena
kedudukannya
sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia”.15
Kekhususan DKI Jakarta sebagai Ibukota negara yaitu dengan
meletakan otonominya pada tingkat provinsi. Pembagian wilayah di
Provinsi
DKI Jakarta ke dalam wilayah kabupaten/kota hanyalah bersifat
administratif.
Kota Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang
statusnya
sebagai daerah provinsi. Gubernur dan Wakil Gbernur DKI Jakarta
dipilih
secara langsung melalu Peilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala
Daerah (Pemilukada). Sedangkan Walikota/Bupati di dalam wilayah
Provinsi
DKI Jakarta diangkat oleh gubernur dengan pertimbangan
DPRD.16
15
Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah ,....h. 95.
16 Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah ,....h. 99.
-
25
Dengan demikian, alasan pemberian status khusus terhadap
daerah
berbeda satu dengan lainnya. DKI Jakarta mempunyai kekhususan
karena
kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia.17
4. Hubungan Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia dengan
cabang
Hukum lainnya.
Suatu ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dan tidak
mungkin
berdiri sendiri tanpa berhubungan atau dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan
lainnya, maka di bawah ini akan dipaparkan mengenai hubungan
penyelenggaraan otonomi di Indonesia dengan cabang ilmu
pengetahuan
lainnya, yaitu sebagai berikut :
1. Hubungan Dengan Ilmu Negara
Negara merupakan konsep penting dalam studi ilmu kenegaraan.
Negara merupakan organisasi pokok dari kekuatan politik.
Didalamnya
terdapat hubungan rakyat, penguasa, dan huum yang
mengaturnya.
Negara memiliki otoritas yang besar dalam mengatur rakyat
untuk
kepentingan bersama. Ilmu Negara adalah ilmu yang
menyelidiki
pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok dari negara
pada
umumnya. Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan yang
bersifat
teoritis, sehingga tidak dapat di gunakan secara langsung.18
Hubungannya dengan penyelenggaraan Otonomi di Indonesia
adalah
dalam pemamparan teori bentuk negara, bentuk pemerintahan,
sistem
pemerintahan, dan juga sendi-sendi pemerintahan di Indonesia.
Yang
mana di bagi menjadi 2 yaitu sendi wilayah dan sendi keahlian.
Adapun
penyelenggaraan Negara Republik Indonesia berdasarkan sendi
wilayah
diselenggarakan atas tiga asas, yaitu asas desentralisasi,
dekonsesntrasi,
dan tugas pembantuan. Undang-undang yang mengatur
pemerintahan
17
Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah ,....h. 97.
18 A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori
Ilmu Negara
aktualisasi dalam teori negara indonesia, (Bandung: Ragam Offset
Bandung, 2013), h. 21-22.
-
26
daerah, setidaknya dalam UU No. 5 tahun 1974, UU No. 22 tahun
19999,
dan UU No. 32 tahun 2004 mengatur ketiga asas tersebut.19
2. Hubungan dengan Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara mempelajari hal-hal yang sifatnya
fundamental, yakni tentang dasar-dasar dari negara dan
menyangkut
langsung setiap warga negara. Pada dasarnya hukum tata negara
adalah
peraturan-peraturan yang mengatur organisasi negara dari tingkat
atas
sampai bawah, struktur, tugas dan wewenang alat perlengkapan
negara,
hubungan antar alat perlengkapan negara baik secara hirarki
maupun
horizontal, wilayah negara, kedudukan warga negara serta hak
asasinya.
Menurut Oppenheim, Hukum Tata Negara adalah sekumpulan
peraturan
hukum yang membentuk alat perlengkapan negara dan
aturan-aturan
yang memberi wewenang kepada alat-alat perlengkapan negara itu
serta
membagi-bagikan tugas pekerjaan pemerintah modern antara
beberapa
alat perlengkapan negara ditingkat tinggi dan ditingkat rendah,
artinya
hukum tata negara itu mempersoalkan keadaan diam
(berhenti).20
Dalam
Hubungannya dengan Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia,
Hukum
Tata Negara, mengkaji organ-organ negara, fungsi dan hubungan
antar
organ-organ tersebut.21
Hukum Tata Negara merupakan ilmu yang
bersifat praktis sehingga dapat diterapkan langsung, dan
melengkapi ilmu
negara yang sifatnya teoritis yang tidak dapat digunakan
secara
langsung.22
3. Hubungan dengan Adiministrasi Negara
19
A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori
Ilmu Negara......h.
201.
20 Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, (
Bandung : Refika Aditama,
2011), h. 6.
21 Zainal Asikin, Pangantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada,
2012), h.154.
22 A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori
Ilmu Negara,.....h.
32.
-
27
Prof. J. Oppenheim merumuskan hukum administrasi neagra
sebagai peraturan-peraturan tentang cara bagaimana badan
pemerintahan
harus menjalankan kewajibannya.23
Peranan Administrasi Negara penting
bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan stratrgi
pengelolaan
pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.
Penentu
kebijakan perlu masukan dalam bentuk telaah staf dalam bentuk
hasil
identifikasi masalah yang aktual maupun yang potensial
tentang
penyelenggaraan otonomi daerah, yang akan berdampak pada
pengelolaan pemerintah. Bagi Aparat pemerintah daerah yang
berfungsi
dalam pengelolaan pemerintah daerah, substansi otonomi daerah
ini
sangat penting karena reformasi dalam sistem pemerintahan di
daerah
tentang pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam aspek sistem
pengaturan, politik, dan keuangan menjadi tanggung jawab
pemerintah
kota dan kabupaten. Pemerintah Pusat sampai akhir Desember
2000
dalam menyongsong penyelenggaraan otonomi daerahtelah
menerbitkan
beberapa perturan pemerintah dan keputusan presiden untuk
penyelenggaraan otonomi daerah. Belum semua peraturan
pemerintah
yang berkaitan dengan undang-undang otonomi tersebut telah
selesai,
tetapi sambil berjalan akan diterbitkan ketentuan sebagai
penjabaran dari
pelaksanaanya. Berbagai masalah penyelenggaran yang muncul
harus
menjadi perhatian dan dianalisis serta diantisipasi agara
penyelengaran
otonomi daerah dapat berjalan dengan baik, efisien, dan efektif
untuk
memberikan pelayanan kepada publik. Dalam menjalnkan
pengelolan
pemerintahan daerah harus disertai dengan tanggung jawab
publik
sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat di daerah. Hal yang
sama
juga fungsi pengawasan yang dilakukan oleh legislatif dan
masyarakat,
sehingga perlu transparasi dalam mengelola sumber daya
pemerintahan
daerah. Salah satu aspek penting otonomi daerah adalah
pemberdayaan
masyarakat sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses
23
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Jala
Permata Aksara, 2015),
h. 10.
-
28
perencanaan, pelaksanaan, penggerakan, dan pengawasan dalam
pengelolaan pemerintah daerah dalam penggunaan sumber daya
pengelola dan meberikan pelayaan yang prima kepada pubik.
Peranan
Administrasi Negara akan selalu mengandung makna pentig dalam
upaya
memperoleh dan mnegembangkan wawasan, konsep, dan alternatif
dalam
penyelenggaraan otonomi daerah. Makna ini menjadi dmeikian
penting
dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan tantangan yang
dihadapai di
masa depan. Dengan demikian peranan Hukum Administrasi
Negara
tidak cukup hanya dalam konsep dan teori semata, tetapi
dengan
mewujudkan sebuah disiplin ilmu (ilmu administrasi) yang
mampu
memecahkan masalah yang semakin kompleks dan rumit,
khususnya
dalam pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah.24
C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
Penelitian skripsi ini peneliti merujuk kepada beberapa judul
penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan skripsi yang peneliti tulis,
diantaranya:
1. Nama : Ermellia Octaviani
Institusi : Universitas Sebelas Maret
Tahun : 2010
Judul Skripsi : Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2007Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Repubik Indonesia Sebagai Dasar
Pelaksanaan Otonomi Khusus.
Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan otonomi khusus
Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Menurut Undang-Undang Nomor 29 tahun
2007, dan
Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam penyelenggarannya,
yang
berbeda pada penulisan skripsi ini, peneliti menganalisisdalam
pendekatan
sejarah peraturan-peraturan yang mengatur tentang Provinsi DKI
jakarta sejak
24
HAW. Widajja, Penyelenggaraan Otonomi,..... h. 4-7.
-
29
awal kemerdekaan hingga reformasi dan dengan tinjauan hukum
mengapa
Provinsi DKI Jakarta mempunyai kewenangan yang bersifat
khusus.
2. Nama : Hesti alvionita
Institusi : Universitas Bengkulu
Tahun : 2014
Judul Skripsi :Pengaturan Otonomi Khusus bagi Daerah Otonom
di Indonesia.
Dalam skripi ini, peneliti membahas secara umum tentang
pengaturan
otonomi khusus bagi Daerah Otonom di Indonesia, dengan
mengambil
sampel otonomi khusus di Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam.
Dari
skripsi ini peneliti dapat memfokuskan tentang dinamika
kehususan Provinsi
DKI Jakarta sebagai ibukota Negara, dan memaparkan perubahan
dan
perkembangan Peraturan tentang Pemerintah Daerah DKI Jakarta
serta
menganalisis dari segi otonomi tunggal yang dimilikinya sebagai
kewenangan
khusu yang dimiliki oleh DKI Jakarta.
3. Nama : Rusdianto Sesung, SH., MH.
Institusi : Refika Aditama
Tahun : 2013
Judul Buku : Hukum Otonomi Daerah (Negara Kesatuan, Daerah
Istimewa, Daerah otonomi khusus)
Dalam buku ini, membahas mengenai sistematis sitem otonomi
daerah
yang dijabarkan dalam pembahasan mengenai negara kesatuan,
daerah
istimewa, dan daerah otonomi khusus, buku ini menjelaskan
secara
komprehensif mengenai keistimewaan DIY Yogyakarta, dengan teori
hukum
Tata Negara, dan hukum administrasi. Dan degan acuan tersebut
Peneliti akan
memfokuskan kepada pegaturan khusus Daerah Khusus Ibukota,
dan
pelaksanaan otonomi tunggal yang dimiliki DKI Jakarta.
4. Nama : Robert Endi Jaweng
Institusi : Analisis CSIS
Tahun : 2012
-
30
Judul Jurnal : Rekontruksi Kekhususan Jakarta: Tantangan
Bagi
Gubernur Terpilih
Dalam jurnalnya ini, robertmembahas tentang Provinsi DKI
Jakarta, ia
memberikan banyak contoh masalah yang terjadi di DKI Jakarta,
dan
permasalahan kompleks yang akan dihadapi oleh gubernur terpilih.
Jurnal ini
memberikan banyak acuan bagi peneliti untuk terus menganalisis
tentang apa
saja yang melatar belakangi pemberian otonomi khusus bagi
Provinsi DKI
Jakarta.
-
31
BAB III
PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA
A. Sejarah Kota Jakarta
Sejarah Kota Jakarta terkait erat dengan perjuagan bangsa telah
ada
sejak tanggal 22 juni 1527, yaitu pada saat Fatahillah
mengalahkan armada
asing, dan kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi
Jayakarta.
Peristiwa ini selanjutnya diperingati sebagai hari jadi kota
Jakarta.
Perkembangan selanjutnya Jakarta mempunyai peranan penting dalam
sejarah
perjuangan bangsa. Banyak momentum penting dalam sejarah
kebangkitan
nasional, kesatuan dan persatuan bangsa, serta sejarah
kebangkitan Indonesia
yang terjadi di Kota Jakarta, seperti lahirnya Boedi Oetomo,
Sumpah
Pemuda, Proklamasi kemerdekaan serta penetapan Pancasila dan
Undang-
Undang Dasar 1945. Nilai-nilai sejarah tersebut sangat besar
artinya bagi
usaha pembinaan bangsa dan pengebangan lebih lanjut Kota
Jakarta.
UUD 1945 tidak menyebut secara spesifik mengenai
pemerintahan
Jakarta. Pengaturan tentang Jakarta justru muncul di dalam
Konstitusi RIS
1949 Pasal 50 ayat (1), yang antara lain menetapkan bahwa
pemerintahan atas
distrik daerah-daerah yang di luar lingkungan daerah sesuatu
daerah Republik
Indonesia Serikat menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan
dengan
Undang-Undang Federal. Sesuai dengan ketentuan ini Pemerintah
RIS
menetapkan UU Darurat No. 20 Tahun 1950 (LN RIS 1950 Nomor
31.
Penjelasan dalam TLN No. 15) yang dinamakan Undang-Undang
Pemeritahan Jakarta Raya. UU Darurat ini mengatur hal-ikhwal
pemerintahan
atas ibukota Jakarta sesuai dengan ketentuan dalam konstitusi
RIS tersebut di
atas. Dalam UU Federal itu sekaligus diatur juga kedudukan Kota
Jakarta
sebagai suatu daerah yang mengurus rumah tangganya sendiri.1
1 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara
Republik Indonesia,
(Yogjakarta: Liberty, 1995), h. 14.
-
32
Di dalam UU Darurat No. 20 Tahun 1950 Pasal 2 ditetapkan
bahwa
pemerintahan daerah dengan wilayah baru sebagaimana ditentukan
dalam
keputusan presiden nomor 125 Tahun 1950 dinamakan Kotapraja
Jakarta
Raya. Pemerintahannya dijalankan atas nama Pemerintahan
Republik
Indonesia Serikat oleh seorang Walikota. Walikota Jakarta
menjalankan tugas
pemerintahan itu dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk menteri
dalam
negeri Republik Indonesia Serikat. Penyelenggaraan pemerintahan
daerah itu
masih tetap menurut perautan perundang-undangan desentralisasi
yang
sampai saat itu masih berlaku, yaitu Stadsgemeente-ordonantie
dan
Ordonantie Tijdelijke Voorzieningen Bestuur Stadsgemeenten Java.
Hanya
selanjutya ditetapkan bahwa kekuasaan-kekuasaan,
kewajiban-kewajiban, dan
pekerjaan-pekerjaan yang menurut peraturan perundangan yang
dahulu
berada di tangan aparatur provincie West Java dan Secretaris van
Staat voor
Binnenlandse Zaken (ini adalah tugas-tugas yang bersifat
pengawasan) kini
semuanya dijalankan oleh menteri dalam negeri RIS. Dengan
demikian
pemerintahan daerah Kotapraja Jakarta Raya berada di wilayah
pengawasan
kementrian Dalam Negeri RIS. Undang-undang Darurat ini mulai
berlaku
pada hari diumumkan, dan berlaku surut sampai paa tanggal 31
Maret 1950.
UU Darurat ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Mei 1950
oleh Presiden
RIS Soekarno dan Perdana Menteri Moh. Hatta sera Menteri Dalam
Negeri
Ide Anak Agoeng Gde Agoeng.
Perubahan struktur negara dari Repblik Indonesia Sertikat
(RIS)
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal
17
agustus 1950 tidak mempengaruhi status Kotaprja Jakarta Raya
karena negara
kesatuan ini bukanlah suatu negara bentukan baru, melainkan
merupakan
kelanjutan Negara RIS yang diubah bentuknya dari suatu federasi
, menjadi
bentuk kesatuan yang meliputi seluruh Indonesia.
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ketika itu diatur dalam UU
No.
22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut
Undang-Undang
Nomor. 22 Tahun 1948, Provinsi merupakan Daerah tingkat teratas
dan
langsung berada dibawah pengawasan pemerintah pusat (Menteri
Dalam
-
33
Negeri). Dalam Prakteknya, Pemerintah Pusat NKRI
memperlakukan
Kotapraja Jakarta Raya sebagai daerah otonom yang sejajar dengan
provinsi.
Demikian pula, Walikota Jakarta Raya sebagai pejabat Pamongpraja
pusat
mempunyai kedudukan yang setingkat dengan para gubernur dari
segenap
provinsi di seluruh Indonesia.
Dalam hubngannya dengan kota-kota lainnya yang berhak
mengatur
dan mengurus rumah tangganya sediri, Kotapraja Jakarta Raya
Selain
mempunyai derajat yang setigkat lebih atas daripada kota besar
(dan bahkan 2
tingkat lebih atas daripada kota kecil) juga memiliki suatu
kelainan tersendiri,
yaitu satu-satunya kota otonom yang memakai sebutan
“Kotapraja”.2
Ketika pemerintah pada tanggal 17 Januari 1957 mengesahkan UU
No.
1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (LN No. 6
Tahun
1957), pertumbuhan pemerintahan daerah Kotapraja Jakarta Raya
memasuki
babak baru. Di dalam Bab VIII Peraturan Peralihan Pasal 73 ayat
(3) UU No.
1 Tahun 1957 dinyatakan Kotapraja Jakarta Raya yang berhak
mengurus
rumah tangganya sendiri berdasarkan UU. No 1 Tahun 1956 tidak
perlu
dibentuk lagi sebagai Kotapraja menurut ketentuan dalam pasal 3
UU tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1956, akan tetapi daerah
tersebut, sejak
mulai berlakunya Undnag-Undang ini, menjadi Kotapraja Jakarta
Raya
termaksud dalam pasal 2 undang-undang ini. Di dalam penjelasan
pasal 73
ditegaskan, pembentukan daerah swatantra berdasarkan
undang-undang ini
sudah barang tentu tidak dapat diadakan dengan sekaligus untuk
semua
daerah di wilayah Indonesia. Begitu pula peraturan-peraturan
penyelenggaraannya menghendaki waktu yang cukup. Pada waktu
mulai
berlakunya undang-undang ini ( UU No.1 Tahun 1957) di Indonesia
terdapat
daerah-daerah swatantra yang berdasarkan atas berbagi jenis
peraturan
perundnagan pokok, mialnya Kotaprja Jakarta Raya berdasar
atas
Stadsgemeente-oronantie (SGO) dan Tijdelijke voorzieningennya
junto UU
No. 1 Tahun 1956.
2 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara
Republik ,......... h. 15.
-
34
B. Profil DKI Jakarta
Kota Jakarta telah berdiri sejak awal abad XVII yaitu tahun
1527.
Dimulai dengan nama “Gemeente dan Stadgemeente Batavia” atau
singkatnya Batavia. Pada masa pendudukan Jepang namanya
berubah
menjadi “Jakarta Toku-betsushi”. Kemudian pada masa perjuangan
hingga
Indonesia merdeka hingga sekarang lebih dikenal dengan nama
Kota
Metropolitan Jakarta. Memperhatikan pentingnya peranan dan
kedudukan
kota Jakarta dalam sejarah perjuangan bangsa, maka telah
dikeluarkan
beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pemerintahan
kota
Jakarta secara khusus yaitu Undang-undang Nomor 2 Pnps Tahun
1961
tentang Pemerintaha Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagai
mana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Pnps Tahun 1963 tentang
Perubahan dan Tambahan Penetapan Undang-undang Nomor 2 Tahun
1961,
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah
Khusus
Ibukota Jakarta tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia
dengan
nama Jakarta, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang
Susunan
Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara. Dalam
perkembangannya
perundang-undangan yang mengatur pemerintahan Jakarta tidak
lagi
memenuhi tuntutan pertumbuhan dan perkembangan Jakarta. Sejalan
dengan
semangat desentralisasi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor
22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diamanatkan
dalam
pasal 117 yang menyatakan bahwa Ibukota Negara Republik
Indonesia
Jakarta, karena kedudukannya diatur tersendiri dengan
Undang-Undang,
maka ditetapkanlah Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik
Indonesia
Jakarta. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999
disebutkan bahwa pemberian otonomi di DKI Jakarta hanya
diberikan pada
lingkup Propinsi. Hal ini dilandasi alasan bahwa Jakarta sebagai
ibukota
Negara Republik Indonesia adalah Daerah Propinsi yang memiliki
ciri
tersendiri, berbeda dengan daerah Propinsi lainnya karena beban
tugas,
-
35
tanggung jawab dan tantangan yang lebih kompleks. Maksud dari
pemberian
otonomi pada tingkat propinsi adalah agar dapat mengembangkan
Jakarta
dalam satu kesatuan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian.
Dengan
demikian diharapkan Jakarta akan mampu memberikan pelayanan yang
cepat,
tepat, dan terpadu pada masyarakat. Kehadiran Undang-undang
Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah membawa dampak hukum
terhadap
berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 1999.
Dampak
hukum tersebut tidak hanya dari sisi penyelenggaraan
pemerintahan Provinsi
DKI Jakarta sebagai daerah otonom, tetapi juga karakteristik
permasalahan
yang dihadapi oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Undang-undang Nomor
34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus
Ibukota
Negara Republik Indonesia Jakarta dianggap telah tidak sesuai
dengan
karakteristik permasalahan Jakarta, perkembangan keadaan, dan
tuntutan
penyelenggaraan pemerintahan, maka terakhir ditetapkan
Undang-undang
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia.3 Pada
tahun 1966, Jakarta memperoleh nama resmi Ibukota Republik
Indonesia.
Nama Jakarta pernah mengalami banyak perubahan, yaitu:
1. Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan
Pajajaran.
2. 22 Juni 1527 oleh Fatahilah Panglima Perang asal Gujarat
(India), diganti
nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari
jadi kota
Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956)
3. 4 Maret 1621 oleh Gubernur Jenderal J. P. Coen untuk pertama
kali bentuk
pemerintah kota bernama Stad Batavia
4. 1 April 1905 berubah nama menjadi 'Gemeente Batavia'
5. 8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia
6. 8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakarta
Toko Betsu
Shi
3 Edi Sedyawati, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980 (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek
Invetarisasi dan Dokumentasi
Sejarah Nasional, 1987)h. 20-22.
-
36
7. September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah
Nasional
Kota Jakarta
8. 20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan. Pre Federal berubah
nama
menjadi Stad Gemeente Batavia
9. 24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praj'a Jakarta
10. 18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra
dinamakan
Kota Praja Djakarta Raya
11. Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS
1961
dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya
12. 31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan
Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara
Republik
Indonesia dengan nama Jakarta
13. Tahun 1999, melalaui UU No. 34 tahun 1999 tentang
Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia
Jakarta,
sebutan pemerintah daerah berubah menjadi Pemerintah Provinsi
DKI
Jakarta, dengan otonominya tetap berada ditingkat provinsi dan
bukan
pada wilayah kota, selain itu wilayah DKI Jakarta dibagi menjadi
6 ( 5
wilayah kotamadya dan satu Kabupaten Administratif Kepulauan
Seribu)
14. Undang-undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700)
Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian rata-rata
7 meter
di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6°12’ Lintang
Selatan dan
106°48’ Bujur Timur. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227
Tahun
1989, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 7.659,02 km2,
terdiri dari
daratan seluas 661,52 km2, termasuk 110 pulau di Kepulauan
Seribu, dan
lautan seluas 6.997,50 km2. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi
5 wilayah
kotamadya dan satu kabupaten administratif, yakni: Kotamadya
Jakarta Pusat
dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2,
Jakarta Barat
-
37
dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2,
dan
Kotamadya Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta
Kabupaten
Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah
utara
membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat
bermuaranya 13
buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur
berbatasan
dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten
Bekasi,
sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang,
serta di
sebelah utara dengan Laut Jawa. Keadaan Kota Jakarta umumnya
beriklim
panas dengan suhu udara maksimum berkisar 32,7°C - 34,°C pada
siang hari,
dan suhu udara minimum berkisar 23,8°C -25,4°C pada malam hari.
Rata-rata
curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm, selama periode 2002-2006
curah
hujan terendah sebesar 122,0 mm terjadi pada tahun 2002 dan
tertinggi
sebesar 267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan tingkat
kelembaban udara
mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin rata-rata
mencapai 2,2
m/detik - 2,5 m/detik. Laju pertumbuhan penduduk pada periode
tahun 1980-
1990 sebesar 2,4 persen per tahun, menurun pada periode
1990-2000 dengan
laju 0,16 persen. Pada periode 2000-2005, laju pertumbuhan
penduduk
sebesar 1,06 persen per tahun. Dilihat dari struktur umur,
penduduk Jakarta
sudah mengarah ke ”penduduk tua”, artinya proporsi ”penduduk
muda” yaitu
yang berumur 0-14 tahun sudah mulai menurun. Bila pada tahun
1990,
proporsi penduduk muda masih sebesar 31,9 persen, maka pada
tahun 2006
proporsi ini menurun menjadi 23,8 persen. Sepanjang tahun
2002-2006,
proporsi penduduk umur muda tersebut relatif stabil, yaitu
sekitar 23,8
persen. Sebaliknya proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke
atas) naik dari
1,5 persen pada tahun 1990, menjadi 2,2 persen pada tahun 2000.
Tahun
2006, proporsi penduduk usia lanjut mengalami kenaikan menjadi
3,23
persen.4
4http://www.bpkp.go.id/dki1/konten/752/Profil-Ibukota.bpkp
diakses pada 8 April 2018
http://www.bpkp.go.id/dki1/konten/752/Profil-Ibukota.bpkp
-
38
1. Kondisi Geografi
Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian
rata-rata
7 meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 6o12’
Lintang Selatan
dan106o48’ Bujur Timur. Luas wilayah provinsi DKI Jakarta
adalah
berupadaratan seluas 661,52 km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2.
Jakarta
terbagikedalam 5 wilayah kota administrasi dan 1 kabupaten
administrasi,
denganbatas wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Kota
Depok, Jawa
Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kota Bekasi, Jawa Barat,
sebelah
barat berbatasan dengan Kota Tanggerang, Banten dan sebelah
Utara
dengan lautjawa. DKI Jakarta merupakan daerah yang terletak di
5° 19'
12" - 6° 23' 54" LS dan 106° 22' 42" - 106° 58' 18"BT. Secara
geologis,
seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat
pada ± 50 m
di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas lapisan
alluvial,
sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman
sekitar 10
km. Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang
menjadi
tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah
selatan
dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota
Bekasi
dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang
dan
Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut
Jawa.
Berdasarkan administrasi wilayah, Provinsi DKI Jakarta terbagi
menjadi 5
wilayah Kota administrasi dan satu Kabupaten administratif,
yakni Kota
administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara
dengan
luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta
Selatan
dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi Jakarta Timur
dengan luas
187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu
dengan luas
11,81 km2.Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah
Akhir Masa Jabatan 2007 – 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi
DKI
Jakarta terletak pada posisi 6o 12‟ Lintang Selatan dan 106o 48”
Bujur
Timur dan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata +
7
meter di atas permukaan laut. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 171
tahun
2007, luas wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jakarta adalah
-
39
7.639,83 km², dengan luas daratan 662,33 km² (termasuk 110 pulau
yang
tersebar di Kepulauan Seribu) dan luas lautan 6.977,5 km2.
2. Kedudukan
a. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah pusat
pemerintahan
negara.
b. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berkedudukan
sebagai
Ibukota Neagra Kesatuan Republik Indonesia.
c. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah Daerah Khusus
yang
berfungsi sebagai Ibukota Neagra Kesatan Republik Indonesia
dan
sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
d. Otonomi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diletakan
pada
lingkup Provinsi. Yang dimaksud dengan otonomi yang diletakan
pada
lingkup provinsi adalah bahwa otonomi hanya berada pada
Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Otonomi sebagaimana dimaksud
dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas
pembantuan.
e. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara
Kesatuan
Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak,
kewajiban,
dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan
sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta
pusat/perwakilan lembaga international.
f. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta memiliki batas-batas
:
1) Sebelah Utara dengan Laut Jawa
2) Sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi
Provinsi Jawa Barat
3) Sebelah selatan dengan Kota Depok, Provinsi Jawa Barat,
dan
4) Sebelah barat dengan Kabupaten Tangerang dan Kota
Tangerang
Provinsi Banten
Batas wilayah sebagaimana dimaksud, dituangkan dalam peta
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang yang
mengatur.
-
40
3. Pembagian Wilayah
Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi
dan
kabupaten administrasi. Wilayah kota administrasi dan
kabupaten
administrasi dibagi dalam kecamatan. Wilayah kecamatan dibagi
dalam
kelurahan. Pembentukan, pengubahan nama, batas, dan penghapusan
kota
administrasi/kabupatenadministrasi ditetapkan dengan
peraturan
pemerintah. Pembentukan, pengubahan nama, batas, dan
penghapusan
kecamatan ditetapkan dengan peraturan daerah. Pembentukan,
pengubahan
nama, batas, dan penghapusan kelurahan ditetapkan dengan
keputusan
Gubernur.
4. Kewenangan Pemerintahan
Otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada tingkat
provinsi.
Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta
dilaksanakan
menurut asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan,
dan
kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satuorang
Gubernur
dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara
langsung
-
41
melalui pemilihan umum Kepala Daerah